WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni
212
Karya: Bastian Tito
*****************
1
Hujan
lebat dan kabut tebal menutupi keseluruhan Gunung Merapi mulai dari puncak
hingga ke kaki. Dinginnya udara tiada terkirakan. Dari malam tadi hujan
mencurah lebat dan sampai dinihari itu masih juga terus turun. Suaranya menderu
menegakkan bulu roma. Halilintar bergelegaran. Kilat sabung menyabung. Dunia
laksana hendak kiamat layaknya.
Untuk
kesekian puluh kalinya kilat menyambar dan untuk kesekian puluh kalinya pada
suasana di kaki sebelah Timur Gunung Merapi menjadi terang benderang beberapa
detik lamanya. Dalam keterangan yang singkat itu maka kelihatanlah satu
pemandangan yang mengerikan tetapi juga sangat aneh.
Pada
sebelah Timur kaki Gunung Merapi itu terdapat sebuah lembah tak bertuan yang
tak pernah dijejaki kaki manusia. Tapi disaat hujan deras kabut tebal dan udara
dingin luar biasa itu, di tengah-tengah lembah kelihatanlah empat sosok tubuh
manusia! Keempatnya berdiri dengan tidak bergerak-gerak seakan-akan tiada mau
perduli dengan buruknya cuaca saat itu. Bahkan mungkin juga tidak merasakan
sama sekali suasana disaat itu.
Keempatnya
menghadap ke satu arah yaitu mulut sebuah goa yang terletak sekitar sepuluh
tombak di hadapan mereka. Meski kabut tebal dan hujan lebat, namun mata mereka
yang berpemandangan tajam dapat melihat mulut goa itu dengan jelas.
Keempat
manusia ini nyatanya adalah gadis-gadis berparas jelita rupawan. Yang pertama
mengenakan pakaian ringkas warna merah darah.
Yang
kedua biru, yang ketiga hitam pekat dan yang terakhir berpakaian putih.
Di
seluruh permukaan lembah berhamparan tulang belulang dan tengkorak-tengkorak
kepala manusia yang memutih laksana salju! Keempat gadis-gadis itu sendiri
berdiri di atas tumpukan tulang belulang dan tumpukan tengkorak-tengkorak
kepala manusia.
Dan sikap
mereka berdiri itu juga sama sekali tidak acuh dan tak ambil perduli. Sepasang
mata mereka masing-masing terus saja memandangi mulut goa tanpa berkedip!
Tiba-tiba
dari mulut goa selarik sinar hijau menyambar ke arah keempat gadis itu.
Kemudian menyusul puluhan kalajengking hijau beracun dengan japit-japit terbuka
menyerang keempatnya. Satu jengkal lagi binatang-binatang pembawa maut itu
mencapai sasarannya tiba-tiba dengan serentak keempat gadis menghembus ke muka.
Puluhan kalajenking hijau mental dan jatuh bergelepakan di antara tulang
belulang serta tengkorak-tengkorak manusia!
Pada saat
sinar hijau dari mulut goa lenyap maka secepat kilat keempat gadis itu memasang
sebuah kedok tipis ke muka masing-masing! Dan kini berubahlah muka yang cantik
rupawan itu menjadi muka tengkorak yang ngeri menegakkan bulu roma!
Dan dari
mulut goa melesatlah sesosok bayangan hijau! Keempat gadis muka tengkorak
serentak menjura dan serentak pula berseru: "Guru!"
Manusia
yang ke luar dari goa ini nyatanya adalah juga seorang gadis bermuka tengkorak
dan berpakaian ringkas hijau. Dia berdiri di atas setumpuk tulang belulang
manusia. Sesudah menyapu keempat paras dan sosok tubuh di hadapannya maka
perempuan berpakaian hijau ini menengadah ke langit dan tertawa mengekeh
panjang sekali!
"Sepuluh
tahun mendidik kalian! Sepuluh tahun memendam cita-cita. Nyatanya kalian tidak
mengecewakan!" Si Muka Tengkorak berpakaian hijau kembali mengekeh
lama-lama. Lalu melanjutkan
"Hari
ini adalah merupakan ambang pintu ke arah mencapai cita-cita bersama! Hari ini
kita berpisah! berpisah untuk kelak membangun cita-cita yaitu cita-cita besar
mendirikan Partai Lembah Tengkorak yang bakal dan musti menguasai dunia
persilatan! Sekarang kalian pergilah! Tapi apa kalian ingat semua pesanku.
..?"
"Tentu
guru!" jawab keempat gadis muka tengkorak berbarengan.
"Bagus!
Laksanakan tugas kalian dengan baik! Nah pergilah … !"
"Guru
…" berkata gadis berpakaian merah.
"Ada
sesuatu yang kau hendak tanyakan Kala Merah?!"
"Murid
dan saudara-saudara seperguruan sebelum pergi menghatur-kan terima kasih kepada
guru yang telah mendidik kami selama sepuluh tahun, Sepuluh tahun bersama guru,
satu kalipun kami belum pernah melihat paras guru! Sudilah, sebelum kami pergi,
guru suka memperlihatkan paras guru yang asli …."
Manusia
muka tengkorak berpakaian hijau tertawa gelak-gelak.
"Belum
saatnya, muridku. Belum saatnya! Kelak di satu ketika kau akan melihatnya juga.
Sekarang ayo pergi, cepat!" Keempat gadis itu menjura hormat. Sekali
mereka berkelebat maka lenyaplah keempatnya dari pemandangan, lenyap dengan
diiringi suara kekehan memanjang dari guru mereka, Dewi Kala Hijau!.
Dua bulan
kemudian maka dunia persilatan dibikin gegerlah oleh munculnya empat dara ganas
bermuka tengkorak yang teramat saki! Dengan hanya bersenjatakan ilmu "Kala
Hijau" keempatnya telah memusnahkan dua partai persilatan yang dianggap
kuat dan membunuh hampir selusin tokoh-
tokoh
persilatan dari kalangan putih! Bahkan tokoh-tokoh silat golongan hitam pun
merasa gentar dengan munculnya empat gadis iblis ini! Selama beberapa bulan
sejak munculnya keempat murid Dewi Kala Hijau itu maka dunia persilatan
diselimuti ketegangan.
Jika
empat dara ganas itu sanggup memusnahkan dua partai persilatan kuat dan
membunuh selusin tokoh silat lihay maka sukar dijajaki kehebatan dan sampai
dimana ketinggian ilmu keempat manusia itu!
* * *
Pada
suatu hari di tanggal 1 bulan 2 terlihatlah satu pemandangan baru di tepi
Telaga Wangi yang terletak di sebelah Selatan Gunung Ungaran. Di tepi telaga
saat itu ada sebuah panggung besar yang diberi bergaba-gaba aneka wama.
Di depan
panggung berderet-deret puluhan buah kursi yang diduduki oleh tamu-tamu yang
kesemuanya adalah tokoh-tokoh dunia persilatan yang tak dapat disangsikan lagi
kelihayannya.
Hari itu
adalah menjadi satu hari penting dalam catatan lembaran dunia persilatan karena
saat dan di tempat itulah akan diresmikan berdirinya satu partai baru di dunia
persilatan yang telah mengambil nama Partai Telaga Wangi.
Partai
yang baru muncul ini banyak mendapat perhatian dan sorotan partai-partai serta
tokoh-tokoh persilatan lainnya karena Ketua Partai Telaga Wangi ini adalah
seorang tokoh silat termashur di Jawa Tengah yang memegang gelar sebagai Dewa
Pedang. Dewa Pedang atau yang nama aslinya Brajaguna adalah tokoh silat aliran
putih dan mempunyai kelihayan
mengagumkan
dalam permainan pedang sehingga tak percuma dunia persilatan meletakkan gelar
"Dewa Pedang" kepadanya!
Beberapa
saat kemudian terdengarlah suara tiupan terompet. Puluhan pasang mata dari para
tamu yang hadir dilayangkan ke atas panggung. Ketua Partai Telaga Wangi
memunculkan diri diiringi oleh isteri, tiga orang anak laki-lakinya dan
keseluruhan anak-anak murid Partai yang membawa panji-panji serta lambang partai
yaitu sebuah bendera yang disulam dengan gambar sebuah pedang serta bunga mawar
putih.
Dewa
Pedang seorang Iaki-laki separuh baya bertampang gagah. Sikapnya tenang,
langkahnya enteng sedang pedangnya tergantung di pinggang kiri. Keseluruhan
sikap dan gerak geriknya membayangkan wibawa yang besar.
Isteri
Dewa Pedang yang berpakaian ringkas dan bemama Suwita adalah juga seorang yang
berpengetahuan silat tinggi. Meskipun tidak selihay suaminya tapi dalam ilmu
pedang perempuan ini tidak bisa dianggap remeh. Pada parasnya yang cantik
jelita itu kelihatan bayangan kejantanan, keras hati dan berani.
Di
belakang menyusul tiga pemuda berparas keren. Ketiganya adalah anak-anak Dewa
Pedang yang dengan sendirinya tentu pula memiliki kepandaian silat yang tinggi.
Anak yang tertua bemama Indrajaya, yang tengah Jayengrana dan yang bungsu yang
menjadi kesayangan Dewa Pedang dan isteri ialah Brajasastra.
Dewa
Pedang dan isteri serta ketiga putera mereka duduk di belakang panggung di
kursi yang sudah disediakan. Sedangkan anggota Partai berdiri berderet di
belakang mereka. Sementara suara terompet masih terus menggema maka sepasang
mata Ketua Partai Telaga Wangi menyapu ke arah puluhan tamu.
Brajaguna
seorang yang berpemandangan tajam. Sekali saja matanya menyapu ke arah para
hadirin maka segeralah dia dapat menyimpulkan bahwa para tamunya itu terbagi
dalam tiga golongan.
Pertama
ialah golongan atau aliran putih yang berhati polos dan menjadi sahabat-sahabat
terbaik dari Partai yang hendak didirikannya.
Golongan
kedua yakni tokoh-tokoh silat yang dulunya pernah menjadi musuhnya dan tentu
saja kehadiran mereka dalam peresmian berdirinya Partai Telaga Wangi saat itu
diragukan itikat baiknya.
Golongan
yang ketiga ialah tokoh-tokoh silat baru tapi yang sudah agak dapat nama dalam kalangan
persilatan namun tak dapat dipastikan digolongan mana mereka berdiri sebenamya.
Suara
terompet berhenti.
Begitu
suara tiupan terompet berhenti maka Ketua Partai baru diikuti oleh keseluruhan
anggota partai yang ada di atas panggung mendongak ke atas. Tangan kiri
lurus-lurus ke bawah sedang tangan kanan dimelintangkan di dada. Maka serentak
dengan itu mereka pun berseru dengan suara gegap gempita.
Hari satu
bulan doa
Peristiwa
besar dan penting di tepi telaga
Partai
baru membuka lembaran sejarah
Partai
Telaga Wangi ialah namanya!
Keempat
baris kalimat itu diserukan sampai tiga kali berturut-turut. Sesudah itu maka
bangkitlah Ketua Partai dari kursinya dan melangkah ke muka panggung. Dengan
muka berseri-seri Dewa Pedang memandang pada para hadirin lalu menjura memberi
hormat.
"Saudara-saudara
sekalian yang kami muliakan. Pertama sekali saya selaku Ketua dari Partai yang
baru muncul ini, atas nama keseluruhan anggota Partai mengucapkan banyak terima
kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya karena saudara-saudara sekalian
telah sudi meringankan langkah untuk datang ke mari."
Suara
Ketua Partai Telaga Wangi ini keras dan lantang penuh wibawa dan nadanya
teratur demikian rupa enak didengar sehingga seluruh mata yang hadir ditujukan
kepadanya. Setelah menyapu sekilas paras tamunya dengan sepasang matanya yang
tajam maka Dewa Pedang pun meneruskan bicaranya.
"Dalam
pasang surutnya dunia persilatan dewasa ini, kami bersama telah memberanikan
diri untuk mendirikan sebuah partai baru yang kami namakan Partai Telaga Wangi.
Sesuai dengan namanya maka kami benar-benar berusaha dan menginginkan agar
kelak Partai kami ini menjadi harum dalam merintis segala sesuatu yang baik di
dunia persilatan. Kami percaya bahwa hanya dengan usaha yang betul-betul,
dengan segala kesungguhan hati dan ditambah pula dengan bantuan saudara-saudara
sekalian disini terutama dari saudara-saudara golongan putih, maka pastilah
dunia persilatan akan diliputi ketentraman dan perdamaian abadi …."
Sesudah
mengakhiri pidatonya itu maka Ketua Partai Telaga Wangi memperkenalkan istri
dan ketiga puteranya pada para hadirin. Empat anggota partai yang menduduki
jabatan penting juga diperkenalkan. Keempatnya ialah Jambakrogo, Pengurus
Partai untuk daerah Utara, Klabangsongo, Pengurus Partai daerah Selatan lalu
Rah Gundala Pengurus Partai daerah Barat dan yang keempat Suralangi, Pengurus
Partai Daerah Timur.
Dewa
Pedang mengakhiri perkenalan tokoh-tokoh Partai Talaga Wangi itu dengan
kata-kata penutup
"Akhirul
kalam, sekedar untuk pelepas dahaga dan penangsal perut saudara-saudara
sekalian, maka kami persilahkan saudara-saudara untuk menikmati minuman serta
hidangan selayaknya. Disamping itu jika ada kekurangan atau kekhilafan dalam
bentuk apapun sudi kiranya saudara-saudara memberi maaf."
Dewa
Pedang menjura lalu memutar tubuh Namun sudut matanya menangkap acungan tangan
seorang tamu yang duduk di sebelah Timur panggung
"Ketua
Partai Telaga Wangi! Sebagai Partai baru aku Si Bayangan Setan ingin menjajaki
sampai dimana kehebatan kalian! Jangan-jangan Partaimu ini hanya bagus nama
saja tapi tak ada isi! Jangan-jangan Partaimu yang memakai nama Telaga Wangi
hanya merupakan Telaga Busuk yang tak mampu menghadapi pasang surut dunia
persilatan! Sebagai Ketua Partai apakah kau bisa sedikit memberikan bukti di hadapan
para hadirin bahwa Partaimu adalah satu Partai yang memang patut diberojotkan …
?!"
Semua
kepala para hadirin yang ada segera dipalingkan ke arah Timur. Dewa Pedang
sendiri juga memandang ke jurusan itu. Yang telah buka suara tadi ternyata
adalah seorang tokoh silat berjubah hitam berbadan tinggi langsing, berkepala
lonjong dan kedua pipinya sangat cekung. Dialah tokoh yang digelari Si Bayangan
Setan. Dan dari gelamya ini saja sudah dapat diketahui bahwa dia adalah tokoh
dari kalangan hitam.
Dewa Pedang
yang tajam pemandangan diam-diam sudah maklum bahwa maksud kedatangan serta
ucapan Si Bayangan Setan tadi adalah satu tantangan atau penghinaan atau
sekurang-kurangnya menganggap remeh Partainya dan dirinya selaku Ketua!
Namun
dengan tenang dan bijaksana Dewa Pedang buka mulut hendak menjawab. Tapi dari
panggung sebelah Barat tiba-tiba terdengar seseorang berseru. Suaranya keras
menggeledek!
“Bayangan
Setan! Apakah kau buta atau masih belum membuka mata lebih lebar sehingga kau
berbicara begitu terhadap Partai Telaga Wangi? Jika kau kenal julukan Ketuanya
tak bakal kau anggap remeh!"
Kini
semua kepala serentak diputar ke panggung sebelah Barat. Namun tak seorangpun,
termasuk Dewa Pedang yang mengetahui siapa adanya manusia yang telah bicara
tadi. Ini memberi kenyataan bahwa siapa pun adanya orang itu maka dia pastilah
memiliki tenaga dalam yang tinggi dan ilmu memindahkan suara yang lihai.
Meskipun
orang itu berada di sebelah Selatan atau Utara namun suaranya bisa dipindahkan
sehingga kedengarannya dari arah Barat atau Timur!. Karena tak mengetahui siapa
yang bicara maka Si Bayangan Setan dengan penasaran berseru.
"Nama
Dewa Pedang memang cukup dikenal karena permainan pedangnya yang yah boleh
juga! Tapi aku bertanya dan bicara tadi bukan ditujukan untuk dirinya sendiri
melainkan untuk keseluruhan Partai Telaga Wangi! Atau mungkin semua anggota
Partai baru ini sekaligus memiliki gelar sebagai Dewa Pedang;:.?!"
Terdengar
suara mengekeh yang mengandung ejekan. Lagi-lagi suara ini datangnya dari
jurusan Baraf dan lagi-lagi tak satu orang pun yang tahu siapa yang
mengeluarkan suara tertawa itu.
"Kau
terlalu sembrono dalam bicara Bayangan Setan. Apa kau tak tahu bahwa ucapanmu
itu menghina langsung nama Ketua serta seluruh anggota Partai Telaga Wangi? Tak
satu tokoh silat dan Partai persilatan pun
yang bisa
menelan kata-katamu itu! Entah Dewa Pedang dan Partai barunya!"
Diam-diam
Ketua Paitai Telaga Wangi segera maklum bahwa di antara para hadirin ada yang
mulai memasukkan jarum-jarum perangsang untuk menghangat dan mengacaukan
suasana.
Dengan
sikap tenang dan bijaksana dia menjawab. Waktu bicara ini dia sama sekali tidak
menghadap kepada Si Bayangan Setan secara langsung namun memandang ke
tengah-tengah hadirin. Sekaligus ini merupakan satu balasan yang cukup menyakiti
Si Bayangan Setan meskipun datangnya secara halus.
“Saudara-saudara
sekalian! Tadi kami sudah menyatakan bahwa maksud dari didirikannya Partai
Telaga Wangi ini ialah untuk berusaha menenterakan dan mendamaikan dunia
persilatan. Sebagai Partai baru kami memang belum punya nama. Tetapi justru
bukan namalah yang ingin.dikejar oleh Partai kami. Apa perlu nama hebat kalau
kehebatan itu artinya hanya untuk merusak belaka … ?!"
Untuk
kedua kalinya maka Si Bayangan Setan merasa disakitkan hatinya oleh kata-kata
Dewa Pedang itu. Dia berprasangka bahwa gelarnyalah (Si Bayangan Setan) yang
dimaksudkan oleh Ketua Partai Telaga Wangi sebagai sesuatu nama yang hanya
untuk merusak! Mulut Si Bayangan Setan komat kamit. Dan dia angkat bicara
kembali.
"Dunia
sejuta arah, ucapan seribu kalimat lidah bersilat kata namun dunia persilatan
tetap dunia persilatan yang tiada mengenal adanya Satu Partai baru tanpa
diketahui partai yang macam mana kelasnya! Apakah kelas keroco saja, atau
bunglon, atau kadal, atau kunyuk? Setiap Partai baru wajib menghadapi batu
ujian!"
"Betul
… betul … betul!" menyambung suara yang dari panggung sebelah Barat.
"Partai
baru musti diuji. Tapi apakah kau sanggup melakukan ujian itu, Bayangan Setan?
Jangan kau hanya bicara besar saja tak tahu isinya cuma gemblong!"
Marahlah Si Bayangan Setan mendengar kata-kata itu.
"Siapa
takut melakukan ujian?!" katanya membentak, sekali tubuhnya berkelebat
maka melesatlah ia ke atas panggung! Sedikit pun gerakannya ini tiada
menimbulkan suara! Salah seorang tokoh silat dari aliran putih yang ada di
antara para tamu berbisik pada seorang kawan di sebelahnya.
"Bayangan
Setan memang dikenal kehebatannya. Tapi kalau untuk menghadapi Dewa Pedang dia
akan sia-sia saja. .. !" kawan yang diajak bicara mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Mari
kita saksikan saja," katanya sambil memandang kembali ke atas panggung
Sementara itu dalam suasana yang hangat itu. mulai terdengar suitan-suitan dan
sorak sorai sebagian Yang hadir untuk memberi semangat pada Si Bayangan Setan.
Dan Si Bayangan Setan menjadi pongah. Sambil memandang kepada para tamu dia.
berkata:
"Kalian
semua silahkan buka mata lebar-lebar. Hari ini aku Si Bayangan Setan akan
menguji satu Partai baru!”
Tiga
Putera Ketua Partai Telaga Wangi menggertakkan geraham dan mengepalkan tinju.
Bahkan putera tertua yaitu Indrajaya segera berdiri dari kursinya!.
***************
2
Melihat
bangkit berdirinya putera Ketua Partai Telaga Wangi ini maka sorak dari
suara-suara membakar semangat berbagai rupa semakin santar kedengaran di kalangan
para hadirin, Dewa Pedang menyipitkan mata kepada lndrajaya putera tertua yang
melihat isyarat ini segera hentikan gerakannya. Kemudian dengan segala
kegeraman yang ada terpaksa duduk ke kursinya kembali.
"Ha
ha ha!" terdengar suara tertawa bergelak Si Bayangan Setan.
"Apakah
aku datang ke panggung ini hanya untuk dianggurkan saja?" ujarnya
mengejek. Dengan tenang Ketua Partai Telaga Wangi memutar kepalanya ke ujung
paling kanan di mana berdiri seorang pemuda berpakaian ringkas berbadan tegap
dan berkumis kecil. Dia adalah Candra Masa seorang murid atau anggota Partai
tingkat muda yang paling pandai.
Tahu
bahwa Si Bayangan Setan adalah seorang tokoh yang lihai dan banyak pengalaman
maka Dewa Pedang sengaja anggukkan kepala memberi isyarat pada Candra Masa.
Melihat anggukan ini, Candra Masa segera melangkah ke muka. Dia menjura
terlebih dahulu di hadapan Dewa Pedang lalu memutar tubuh menghadapi Si
Bayangan Setan.
”Bayangan
Setan, atas izin Ketua kami, kuharap kau yang tua sudi memberi sedikit
pelajaran pada yang lebih muda…."
Si
Bayangan Setan memandang dengan kerenyit kulit kening pada Candra Masa lalu
tertawa gelak-gelak sampai ke luar air mata.
"Ketua
Partai Telaga Wangi" katanya pada Dewa Pedang sambil mengucak-ucak
matanya.
"Kau
ini mau main badut-badutan atau apa sampai menyuruh bocah yang masih bau air
tetek ini menghadapi aku?!" Semua pihak Partai Telaga Wangi gusar sekali
menerima penghinaan dan perendahan begini rupa, terlebih-lebih Candra Masa.
Kedua rahangnya kelihatan bertonjolan. Sebaliknya sang Ketua sendiri dengan
tenang dan suara sabar menjawab;
"Bayangan
Setan justru. Karena dia bau air teteklah maka kusuruh menghadapi kau! Bukankah
maksudmu hendak menguji Partai kami? Dan bukankah yang lebih pandai itu
biasanya menguji yang lebih bodoh? Nah silahkan dimulai ”
Ucapan
yang sabar serta tenang tapi berwibawa itu sekaligus merupakan satu tempelak
bagi Si Bayangan Setan. Mukanya merah sedang para hadirin kedengaran lagi
bersorak-sorak membakar semangat!
"Kalau
memang tak ada muridmu yang lebih pandai dari yang satu ini tak apalah …
!" kata Si Bayangan Setan pula. Kemudian dengan congkaknya dia
menambahkan.
"Untuknya
kuberi kesempatan bertahan sampai tiga jurus! Kalau dalam tiga jurus tubuhnya
tidak terpelanting ke luar panggung jangan panggil aku Si Bayangan Setan dan
aku akan mengaku kalah padanya!" Si Bayangan Setan tepukkan kedua telapak
tangannya.
"Ayo,
mulailah!" katanya.
"Ah,
aku yang muda mana berani mulai lebih dahulu. Menurut aturan yang lebih tua dan
yang mengujilah yang musti maju lebih dahulu …." jawab Candra masa. Si
Bayangan Setan menyeringai buruk.
"Baik,
bila kau punya senjata keluarkanlah!" Candra Masa tersenyum.
"Selama
lawan bertangan kosong, aku murid Partai Telaga Wangi tetap akan menghadapinya
juga dengan tangan kosong!"
"Kalau
begitu terimalah jurus pertama ini?" kata Si Bayangan Setan gusar. Sekali
tubuhnya berkelebat maka diapun lenyap dan kini yang kelihatan hanyalah sesosok
bayangan hitam menyambar laksana kilat ke arah Candra Masa sedang angin
bersiuran turut menyerangnya dengan pesat!
Dengan
maksud hendak memamerkan kehebatannya dan hasrah hendak merubuhkan lawan dalam
satu jurus saja, maka dijurus pertama itu Si Bayangan Setan sudah mengeluarkan
ilmu silatnya yang hebat yaitu ciptaannya sendiri yang bemama: "Bayangan
Hitam Menjulang Langit"!
Candra
Masa terkejut melihat lenyapnya tubuh lawan dan kini hanya bayangan hitam serta
angin pesat menyambar ke arahnya!
Namun
dalam terkejutnya murid yang sudah terdidik ini tetap berlaku tenang dan tidak
kehilangan akal. Dengan cepat dijatuhkannya dirinya ke lantai. Begitu tubuh
lawan dilihatnya lewat di atasnya, pemuda ini segera lancarkan pukulan tangan
kosong!
Tapi pada
detik itu pula Si Bayangan Setan bergerak memutar dan laksana badai kaki
kanannya menyambar kearah tangan yang memukul.!
Walau
bagaimanapun kehebatannya tangan tak akan menang melawan kaki! Sambil tarik
pulang tangannya Candra Masa bergulingan di lantai. Tendangan lawan menghantam
angin kosong! Jurus pertama yang cukup mendebarkan berlalu sudah!
Dan dari
panggung arah sebelah Barat terdengar suara tertawa manusia yang tadi:
"Ah
…. Bayangan Setan.. nyatanya namamu kosong belaka! Bocah yang katamu masih bau
air tetek itu tak sanggup kau hadapi!” Hati Si Bayangan Setan laksana dibakar
“Pemuda .
. .! " Suaranya bergetar tanda amarah.
“Giliran
kau sekarang untuk memulai … !" Candra Masa tersenyum jumawa.
"Terima
kasih katanya. Tangan kanannya diacungkan ke muka seperti sikap seseorang yang
tengah memegang pedang.
”Lihat
perut!" teriak Candra Masa tiba-tiba dan pada kejapan itu pula tubuhnya
melesat ke muka. Tangan menyambar ke perut Si Bayangan Setan.
Tanpa
banyak cerita si Bayangan Setansegera menyongsong serangan lawan ini dengan
pukulan tangan kanan karena dia tahu bahwa tenaga dalamnya jauh lebih tinggi
dari si pemuda! .. . .
Sedetik
lagi kedua lengan meieka akan beradu maka pada saat itu pula terdengar kembali
seruan Candra Masa.
"Lihat
dada!" Dan laksana pedang lengan kanan anak murid Partai Telaga Wangi itu
menusuk ke arah dada Si Bayangan Setan!
Geram
serta penasaran sekali maka Bayangan Setan menggerakkan kedua tangannya
sekaligus dalam ilmu pukulan yang disebut "Menabas Gunung Mengepit
Sungai".
Dengan
ilmu silat ini Si Bayangan Setan bermaksud menjapit lengan kanan lawan kemudian
mematahkannya!
Tapi
lagi-lagi Si Bayangan Setan tertipu karena begitu dia merasa ilmu silatnya tadi
akan berhasil mencelakai lawan tiba-tiba Candra Masa berseru keras.
"Awas
leher!" Dan laksana pedang lengan kanannya berkiblat menyaput dan menderu
ke batang leher Si Bayangan Setan.
"Heyyah!"
Si Bayangan Setan membentak nyaring sehingga lantai panggung yang terbuat dari
papan menjadi bergetar sedang tubuhnya sendiri lenyap dari pemandangan. Dengan
ilmu meringankan tubuh. Candra Masa
meskipun
kalah pengalaman masih dapat melayani lawan dalam jurus kedua yang hampir tamat
dan mencapai puncaknya itu.
"Jaga
kepala!" seru murid Partai Telaga Wangi itu. Sewaktu lengan lawan menebas
ke arah leher Si Bayangan Setan berhasil mengelakkan dan kini begitu terdengar
seruan lawan maka tak ayal lagi dia segera merunduk cepat dan laksana kilat
menyodokkan ke muka dua jotosan sekaligus. Satu menyerang dada satu menyerang
ulu hati!
Namun
cara mengelak dan menyerang yang dilancarkan oleh Si Bayangan Setan ini terlalu
kesusu dan sembrono sekali. Lengan lawan yang ,memang disangkanya hendak
menetak kepalanya tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa berputar ke bawah
dan naik lagi ke atas di antara kedua lengannya dan…..
"Buk!"
Tubuh Si
Bayangan Setan terjajar ke belakang. Tangan kanannya mengusap-usap dada yang
kena terpukul. Sorak sorai para hadirin tiada terlukiskan. Banyak di antara
mereka yang benar-benar mengagumi kegesitan dan kecepatan serta kehebatan
permainan silat Candra Masa.
Meski
muda belia dan baru muncul di dunia persilatan namun telah berhasil melayani
nama besar Si Bayangan Setan, bahkan mengalahkannya dalam dua jurus
pertandingan!
Candra
Masa menjura kepada para hadirin. Dan karena merasa bahwa pertandingan tersebut
sudah selesai dimana dia berhasil memukul lawan dalam jurus kedua tadi maka
Candra Masa memutar tubuh dan siap-siap untuk menjura ke hadapan guru atau
Ketua Partai Telaga Wangi untuk kemudian kembali ke tempatnya. Namun di saat
itu pula terdengar Sentakan Si Bayangan Setan.
"Orang
muda, tunggu dulu! Aku masih belum kalah!" Pihak Partai Telaga Wangi
lebih-lebih Candra masa sendiri jadi terkejut dan heran. Demikian pula para
hadirin.
"Bayangan
Setan, apakah maksudmu. ..? " tanya Candra Masa pula.
"Aku
belum kalah! Aku sama sekali tidak mengaku kalah!" Candra Masa hendak
menyahuti namun dari deretan hadirin sebelah Barat lagi-lagi terdengar suara
manusia yang tak dikenal tadi.
"Bayangan
Setan, apakah kau betul-betul punya hati setan dan bermuka tembok? Sudah kena
Digebuk dalam dua jurus masih mau menantang? Sesuai dengan janjimu mustinya kau
sudah minggat dari atas panggung dan tak perlu memakai gelar Si Bayannan Setan
lagi!"
"Keparat
bangsat rendah!" hardik Si Bayangan Setan sambil memutar badannya ke arah
Barat. Pandangan matanya liar dan memancarkan amarah yang meluap.
"Jika
punya nyali harap unjukkan diri dan naik ke atas panggung!" Jawaban dari
panggung sebelah Barat adalah suara tertawa mengekeh yang membuat. Semakin
meluapnya amarah Si Bayangan Setan.
"Pemuda
yang katamu masih bau air tetek itu saja belum sanggup kau hadapi, apalagi mau
menantang aku!" Si Bayangan Setan benar-benar kehilangan muka diejek
demikian rupa di hadapan sekian banyak tokoh-tokoh persilatan.
"Bocah
bau air tetek ini masih mending dari kau yang tak punya nyali untuk naik ke
atas panggung!" Kemudian dengan cepat Si Bayangan Setan memutar tubuh
menghadapi Candra Masa kembali. Tangan kanannya bergerak ke balik jubah dan
sesaat kemudian dia sudah memegang sebuah senjata berbentuk pendayung yang
terbuat dari besi hitam legam!
"Orang
muda harap keluarkan kau punya senjata dan mari hadapi lagi aku barang satu dua
jurus!" kata Si Bayangan Setan pula.
Melihat
gelagat yang tidak baik ini sedang dipihak hadirin ada yang terus bersorak
membakar semangat Si Bayangan Setan dan ada pula yang memaki manusia ini maka
Ketua Partai Telaga Wangi segera berkata:
"Saudara
Bayangan Setan, kuharap kau sudah menuruti segala aturan yang kau buat sendiri
tadi dan mohon supaya meninggalkan panggung. Bukankah maksudmu untuk menguji
terhadap Partaiku sudah kesampaian… Dan kami berterima kasih atas kesediaanmu
untuk mau melakukan ujian itu tadi “.
"Jika
aku bisa buat aturan, aku bisa pula melanggamya!" jawab Si Bayangan Setan
dengan suara keras lantang.
"Betul!"
ujar Dewa Pedang dengan suara mengandung kesabaran. Diusahakannya agar dalam
suasana panas ini tidak sampai terjadi kerincuhan dan kekeruhan.
"Tapi
karena saat ini kau berada di tempat kami maka kau juga wajib mengikuti segala
aturan kami, sekurang-kurangnya kau harus menghormat kepada aturan kalangan
persilatan …."
"Aku
datang ke sini bukan untuk mengikuti dan menghormat kepada segala macam aturan
apapun! Kalau muridmu tidak punya nyali, kau sendiri pun maju akan lebih baik
Kelamlah paras keseluruhan anggota Partai Telaga Wangi, lebih-lebih ketiga
putera Dewa Pedang serta Suwita isteri Dewa Pedang mendengar ucapan Si Bayangan
Setan yang mengandung penghinaan itu. Namun Dewa Pedang sendiri anehnya masih
tetap bisa berlaku tenang-tenang duduk di kursinya.
"Ketua!"
seru Candra Masa pula.
"Harap
kau memberi izin padaku untuk menghadapi lagi manusia yang tidak tahu aturan
dan tak tahu peradatan serta tak tahu diri ini!"
"Baik
Candra, tapi kali ini hati-hatilah …." jawab Ketua Partai Telaga Wangi
pula.
Mendengar
ini maka tak menunggu lebih lama Candra Masa segera cabut pedangnya yang
terbuat dari perak mumi sehingga sinar matahari membuat senjata itu berkilauan!
***************
3
Begitu
melihat lawan memegang senjata maka Si Bayangan Setan dengan penuh bemafsu
segera melancarkan serangan ganas diiringi bentakan dahsyat:
"Terima
jurus kematianmu ini orang muda!" Besi hitam yang berbentuk pendayung itu
menderu ke arah Candra Masa dengan dahsyatnya. Si pemuda dengan gesit melompat
ke samping dan dari samping kemudian dengan cepat mengirimkan serangan pedang.
Maka
kelihatanlah sinar hitam dari senjata Si Bayangan Setan saling gulung bergulung
dengan sinar putih pedang Candra Masa!
Hampir
berakhir jurus yang sangat hebat itu tiba-tiba terdengarlah jeritan Candra
Masa. Pedangnya mental tapi lekas disambat kembali dengan tangan kiri. Pemuda
ini kemudian melompat mundur ke belakang. Lengan kanannya kelihatan terkulai
dan mengucurkan darah. Senjata lawan telah mematahkan tulang lengan itu!
"Bayangan
Setan!" seru Dewa Pedang. "Pertandingan ini diadakan bukan untuk
saling mencelakai satu sama lain … tapi hanya untuk menguji tingkat kepandaian
dalam ilmu silat …." Si Bayangan Setan mendengus dan tertawa buruk.
"Kalau
pihakmu kalah, kau banyak bicara. Silahkan suruh maju anggotamu yang
lain!" Semantara itu Candra Masa setelah menjura terlebih dahulu kepada
Ketua Partainya segera kembali ke tempat dan beberapa
anggota
Partai turun memberi bantuan mengobati tangan Candra Masa yang patah.
Dari
samping kanan tiba-tiba melompat sesosok tubuh. Ternyata dia adalah Suralangi,
Pengurus Partai Telaga Wangi daerah Selatan. Sambil menjura di hadapan Dewa
Pedang berkatalah laki-laki berbadan pendek tapi tegap kekar ini:
"Ketua,
mohon izinmu untuk menghadapi manusia ini!" Dewa Pedang menjawabcdengan
anggukkan kepala. Suralangi cabut pedangnya dan melangkah ke hadapan Si
Bayangan Setan.
"Harap
kau sudi memberi sedikit pelajaran padaku," kata Pengurus Partai Daerah
Selatan ini. Bayangan Setan menyeringai.
"Silahkan
kau memulai lebih dahulu," katanya. Maka tidak sungkan-sungkan lagi
Suralangi segera kiblatkan pedang peraknya. Dengan mengeluarkan jurus terhebat
dari ilmu pedang ciptaan Dewa Pedang yang dinamai "Seribu Pedang
Mengamuk" maka Suralangi dalam sekejapan mata sudah mengurung lawan dengan
sambaran-sambaran pedang yang dahsyat!
Jubah
hitam Si Bayangan Setan sampai berkibar-kibar oleh siuran angin pedang
Diam-diam Si Bayangan Setan terkejut juga melihat permainan pedang lawan.
Segera diputamya senjatanya dengan sebat. Beberapa kali senjata kedua orang itu
saling beradu keras dan nyaring serta memercikkan bunga api. Lima jurus berlalu
dengan cepat. Sampai sekian lama keduanya kelihatan seimbang. Lima jurus lagi
berlalu di bawah penyaksian puluhan pasang mata para hadirin.
"Suralangi,
lekas disudahi saja!" terdengar seruan Ketua Partai Telaga Wangi.
Mendengar ini maka Suralangi dengan gesitnya bergerak ke samping satu langkah.
Ketika lawan memburu dengan sambaran besi hitam berbentuk pendayung maka
Suralangi kembali ke posisinya semula dan dari sini
menggempur
dengan jurus yang dinamai "Ular Sanca ke Luar Sarang Mematuk Gunung".
"Buk!"
Besi
hitam di tangan Si Bayangan Setan mental ke udara. Dari mulut manusia berjubah
hitam ini keluar keluhan kesakitan Ketika diperhatikannya ternyata tulang
belakang telapak tangannya remuk!.
Suralangi
telah mempergunakan hulu pedangnya untuk menghantam belakang telapak tangan Si
Bayangan Setan!
Sementara
Si Bayangan Setan masih merintih kesakitan maka Suralangi menyarungkan pedang
dan berkata:
"Terima
kasih, kau telah memberi banyak pelajaran padaku, Bayangan Setan!" Kali
ini Si Bayangan Setan benar-benar kehilangan muka. Di bawah sorak sorai para
hadirin dia membungkuk mengambil senjata besi hitamnya dan melompat
meninggalkan panggung, menghilang di jurusan Timur.
Suralangi
menjura di hadapan Ketua Partainya lalu melangkah kembali ke tempatnya namun
disaat inilah satu sosok tubuh melesat ke atas panggung dari kelompok hadrrin
sebelah Barat.
Ternyata
manusia ini adalah seorang nenek-nenek bongkok bermuka keriput cekung, bermata
besar dan lebar seperti jengkol. Tubuhnya yang bongkok itu ditutupi oleh
sehelai kain merah sedang pada pinggangnya tergantung sebuah kelewang yang juga
berwama merah.
"Saudara,"
menegur si nenek terhadap Suralangi.
"Kepandaianmu
memang patut dipuji. Jurus Ular Sanca Ke Luar Sarang Mematuk Gunung tadi patut
dikagumi. Aku percaya tentu kau masih banyak mempunyai simpanan jurus-jurus
silat Partaimu yang hebat! Bersedialah memperlihatkannya kepadaku … ?!"
Kaget sekali Suralangi melaat kemunculan nenek-nenek ini. Dan tebih kaget lagi
karena si nenek
mengetahui
betul nama jurus permainan pedang yang telah dikeluarkannya ketika
mempecundangi Si Bayangan Setan tadi! Suralangi melirik ke sebelah kanan di
mana Ketua Partai Telaga Wangi duduk. Dan dilihatnya Dewa Pedang merangkapkan
kedua tangan di muka dada, sedang kulit kening mengerenyit.
Munculnya
nenek-nenek berkain merah ini yang bukan lain adalah Nenek Kelewang Merah juga
mengejutkan Dewa Pedang, lima tahun berselang dia pernah bentrokan dengan
perempuan tua ini ketika Nenek Kelewang Merah berusaha membantu satu gerombolan
jahat yang mengacau di Kotaraja Demak. Karena pihaknya lebih kuat dan banyak
maka Nenek Kelewang Merah dan kawan-kawannya berhasil dikalahkan oleh Dewa
Pedang dan rekan-rekannya. Itu terjadi lima tahun yang lalu.
Jika
Nenek Kelewang Merah di saat ini muncul kembali, pastilah ada sangkut pautnya
dengan peristiwa lama itu! Menurut pertimbangan Dewa Pedang. Suralangi akan
sukar untuk menghadapi perempuan tua ini kalau tak mau dikatakan akan dapat
dikalahkan.
Namun
untuk menyuruhnya mundur tidak pula mungkin karena ini akan membuat lunturnya
nama Partai.Ketika melihat Ketuanya menganggukkan kepala maka Suralangi maju
selangkah.
"Terima
kasih, rupanya masih ada di antara para hadirin yang ingin menguji terhadap
Partai kami. Tapi sebelumnya bolehkah aku mengenal nama dan gelarmu,
Nenek?" Perempuan tua itu tertawa terkempot-kempot.
"Namaku
tidak penting. Orang-orang memanggil aku Nenek Kelewang Merah!" Dugaan
Suralangi bahwa perempuan ini adalah Nenek Kelewang Merah ternyata tidak
meleset. Tergetar juga hatinya begitu mengetahui siapa lawan yang dihadapinya.
"Nah,
kuharap kita tak perlu banyak tutur kata lagi, silahkan mulai." ujar Nenek
Kelewang Merah pula, lalu mengambil kelewangnya.
"Keluarkan
semua ilmu simpananmu yang hebat-hebat! Terhadapku yang tua tak usah
sungkan-sungkan" Seperti berhadapan dengan Si Bayangan Setan Tadi maka
pada jurus permulaan suralangi segera meng-gempur lawannya dengan ilmu pedang
" Seribu Pedang Mengamuk"!
"Ah,
kalau cuma Jurus Seribu Pedang Mengamuk, ini namanya bukan ilmu,simpanan!"
mengejek Nenek Kelewang Merah. Kelihatannya memang dia acuh tak acuh saja
terhadap sinar senjata lawan yang membungkusnya dengan ketat.
"Ayo!
Keluarkan jurus Partaimu yang paling lihai, kalau tidak aku tak tanggung
jawab!" Penasaran sekali maka Suralangi percepat putaran pedangnya
sehingga senjata itu benar-benar laksana ribuan banyaknya!
"Manusia
tolol! Disuruh keluarkan ilmu simpanan malah meneruskan jurus gila ini!"
"Wut
… wut … wut … !"
Nenek
Ke!ewang Merah kiblatkan kelewangnya tiga kali berturut-turut. Tiga larik sinar
merah menderu membentuk silang enam. Angin yang diterbitkan senjata ini deras
sekali dan hebatnya, sinar putih dari pedang Suralangi yang mengurungnya dengan
serta merta menjadi tertindih lalu buyar! Suralangi terkejut sekali! Dewa
Pedang menghela nafas dalam.
"Nyatanya
manusia ini jauh lebih hebat dari lima tahun yang silam …" Ketua Partai
Telaga Wangi membathin. Kemudian dengan ilmu menyusup-kan suara dia memberi
peringatan:
"Hati-hati
Sura, manusia ini lihai sekali. Gempur dia dengan jurus-jurus terhebat!"
Di hadapannya Nenek Kelewang Merah berdiri terbongkok-bongkok dan menyeringai.
"Apa
kau masih belum mau perlihatkan ilmu simpananmu? Jangan menyesal kalau
terlambat … !"
"Nenek
Kelewang Merah … lihat pedang!" seru Suralangi. Pedang perak mumi itu berkelebat
deras, memapas sekaligus keenam bagian tubuh si nenek. Namun dengan gesitnya
Nenek Kelewang Merah berhasil menghindarkan serangan ganas itu dan malahan
berbalik melancarkan serangan balasan yang betul-betul menyirapkan darah!
"Trang!"
;
Suralangi
terpaksa pergunakan pedangnya untuk menangkis sambaran kelewang lawan ke arah
leher yang tak mungkin untuk dielakkan lagi! Tangannya terasa pedas dan pegal
ngilu sedang mata pedangnya kelihatan gompal dihantam senjata lawan!
Menyaksikan
hal ini maka tak ayal lagi Suralangi segera putar pedangnya, demikian rupa dan
lancarkan tiga serangan ilmu pedang yang terlihai dari ilmu pedang Partai
Telaga Wangi. Ketiganya ialah jurus "Garuda Menukik Minum Air Telaga"
disusul oleh jurus "Naga Sakti Sabatkan Ekor" dan diakhiri dengan
jurus "Halilintar Membelah Bumi".
Pedang
perak itu yang kelihatan hanya merupakan sinar putih belaka menyambar ke arah
kepala Nenek Kelewang Merah, membalik memapas pinggang kemudian naik lagi ke
atas dan menetak dari atas ke bawah! Jika jurus ini berhasil maka kalau tidak
kepala Nenek Kelewang Merah terbabat putus, mungkin akan kutung pinggangnya,
atau mungkin juga akan terbetah kepalanya sampai ke dada! Namun Nenek Kelewang
Merah tidak cidera.
Tangannya
bergerak. Sinar merah dari kelewang menggebubu. Tiga jurus terhebat tadi dengan
serta merta buyar! Si nenek tertawa melengking dan mengejek.
"Kiranya
Partai Telaga Wangi hanya memiliki jurus-jurus butut!" Geram sekali
Suralangi susul serangannya yang tadi buyar dengan dua serangan berantai serta
pukulan tangan kiri dan tendangan kaki kanan! Si nenek putar kelewangnya dua
kali dan lagi-lagi serangan Suralangi dibikin, lumpuh!
"Sekarang
terima jurusku ini! Jurus yang kunamakan Naga Sakti Keluar dari Laut"
Ucapannya itu ditutup dengan mengiblatkan kelewangnya sebat sekali, betul-betul
Iaksana seekor naga yang keluar dari dalam laut, karena meskipun sebat tapi
sambaran kelewang itu berliku-liku sukar diduga bagian mana sebenarnya yang
menjadi sasarannya!
"Sura,
cepat keluar dari kalangan! Serang lawan dari samping!" memperingatkan
Dewa Pedang dengan ilmu menyusupkan suara. Suralangi segera melompat ke
belakang dan bergeser ke samping namun gerakannya selanjutnya tak mampu
dilakukannya. Kelewang lawan menderu menyambar ke mukanya! Satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan diri adalah mempergunakan pedang untuk menangkis! Dan
laksana sebuah pisau tajam memutus wortel, demikianlah kelewang merah si nenek
membabat putus pedang perak Suralangi tepat di batas muka hulunyal Dan gerakan
Nenek Kelewang Merah tidak sampai di situ saja. Tubuhnya melesat kemuka.
“Sura,
awas!" teriak beberapa orang anggota Partai Telaga Wangi. Namun terlambat,
kaki kanan Nenek Kelewang Merah lebih dahulu menghantam dada Suralangi. Tak
ampun lagi Suralangi tubuhnya mencelat mental, terus masuk ke dalam telaga!
***************
4
Telaga
yang aimya tadi bening kini kelihatan merah oleh darah. Dua orang anggota
Partai segera menghambur masuk ke dalam telaga dan membawa Suralangi ke tepian.
Sampai di tepi telaga Suralangi muntah darah lalu roboh pingsan! Ketua Partai
Telaga Wangi menghela nafas dan rangkapkan kedua tangannya di muka dada.
"Nenek
Kelewang Merah," kata Dewa Pedang.
"llmu
silatmu bagus dan patut dipuji. Tapi ketahuilah maksud menguji bukan berarti
mencelakai … !" Nenek Kelewang Merah tertawa mengikik.
"Sekarang
kau bisa bicara begitu Brajaguna." kata si nenek pula dengan menyebut nama
asli Dewa Pedang.
"Apa
kau juga membuka mulut sewaktu anggota Partaimu tadi mencelakai Si Bayangan
Setan…?!"
"Bukan
anggota Partaiku yang mencelakainya, Nenek Kelewang Merah, tapi Si Bayangan
Setan sendiri yang mencari celaka!" menyahuti Dewa Pedang. Si nenek
tertawa lagi mengikik lebih panjang dari tadi. Suara tertawanya ini
menusuk-nusuk gendang-gendang telinga. Maklumlah semua orang bagaimana tingginya
tenaga dalam si nenek. Ketika dia berhenti tertawa maka ia pun berkata:
"Pintar
bicaramu masih seperti dulu saja, Brajaguna. Tapi kalau ilmu silatmu tingkatnya
juga seperti dulu, kurasa belum saatnya kau memangku jabatan Ketua dan
mendirikan Partai baru di dunia persilatan!" Marahlah sekalian orang dari
Partai Telaga Wangi atas penghinaan ini. Dari samping
melesat
sesosok tubuh dan berdiri enam langkah di hadapan Nenek Kelewang Merah.
Ternyata
dia adalah Indrajaya, putera tertua dari Dewa Pedang sendiri!
"Nenek
Kelewang Merah, aku tak dapat menerima penghinaanmu tadi!" kata Indrajaya.
Si nenek kernyitkan kening. Matanya yang lebih besar macam jengkol
disipitkannya sedikit. Lalu dengan senyum-senyum dia, berkata:
"Melihat
kepada tampangmu, pastilah kau anaknya si Dewa Pedang! Ah … nyalimu memang
besar anak muda, sebesar bapakmu dulu! Tapi lucunya bapaknya yang dihina kenapa
anaknya yang maju?!"
"Kuharap
kau bisa menjaga mulut dan tahu di mana berada orang tua!" bentak
Indrajaya. Nenek Kelewang Merah masih senyum-senyum seperti tadi.
"Soal
mulutku soalku sendiri orang muda. Mulutku mau bicara dan keluarkan apa saja
siapa mau perduli?!" Jengkel sekali lndrajaya maju satu langkah.
"Memang
sekalipun kau berak dari mulut tak ada yang mau perduli!" tukas lndrajaya
sehingga semua yang hadir tertawa terbahak-bahak. Kelamlah muka si nenek.
"Tujuh
puluh tahun hidup baru hari ini aku Nenek Kelewang Merah menerima hinaan dari
seorang bocak setan alas!" Mulut perempuan tua itu komat kamit -sebentar
lalu:
"Semustinya
sudah kupecahkan kepalanya tapi melihat tampangmu begitu gagah aku masih punya
rasa belas kasihan! Cepat berlutut dan minta ampun!" lndrajaya mendengus.
"Jangan
anggap remeh semua orang nenek tua! Terima dulu bekas tanganku pada mukamu yang
kriput itu baru aku sudi berlutut!"
"Keparat
betul!" bentak Nenek Kelewang Merah,
"Dikasih
ampun minta dikeremus! Apa kau punya selusin tangan enam kepala berani
menantang aku?! Bapakmu juga belum tentu menang melawanku!" Mendidih darah
lndrajaya mendengar lagi-lagi nama bapaknya dihina si nenek.
"Lihat
pedang!" bentak Indrajaya. Si nenek bongkok di samping tertawa mencemooh
juga agak heran karena ancaman yang dilakukan oleh pemuda itu di saat sama
sekali tangannya masih belum memegang pedang namun sekejapan mata kemudian terkejutlah
Nenek Kelewang Merah ini ketika melihat selarik sinar putih yang menyilaukan
berkiblat membabat dari kanan ke kiri persis di depan hidungnya!
Nenek
Kelewang Merah berseru tertahan dan melompat dua langkah ke belakang. Ketika
melihat ke muka ternyata si pemuda sudah memegang sebilah pedang dari perak
mumi! diam-diam hati perempan tua ini menjadi tergetar juga. Jurus apakah yang
telah dikeluarkan oleh si pemuda hingga demikian hebatnya? Kalau anaknya sudah
begini tinggi kepandaiannva, tentu Dewa Pedang sendiri lebih lihai lagi!
Sementara
itu di antara para hadirin mulai terdengar kerasak kerisik yang menyatakan rasa
kagum terhadap serangan kilat yang dilancarkan oleh lndrajaya tadi. Untuk tidak
keliwat kehilangan muka maka dengan nada masih menganggap rendah lawan, si
nenek berkata:
"Orang
muda, kalau kau bermaksud hendak mencoba kepandaianku, sebaiknya kau ajak dua
saudaramu yang lain. Bapak sama ibumu kalau mau juga boleh!"
"Kalau
kau tak punya nyali menghadapiku sendirian, angkat kain burukmu tinggi-tinggi
dan larilah dari sini!" balas mengejek Indrajaya.
"Penghinaanmu
sudah liwat takaran, bocah setan!" teriak Nenek Kelewang Merah. Tangan
kanannya bergerak.
"Wutt!"
Selarik
sinar merah melanda ke kepala Indrajaya! Hebat dan cepat tiada terkirakan. lnilah
jurus yang dinamakan perempuan tua itu dengan "Kelewang Melanglang
Jagat"!
Beberapa
lawan tangguh dan utama telah menemui kematiannya dalam jurus yang hebat ini.
Dan di saat itu Nenek Kelewang Merah sudah membayangkan bahwa kelewangnya kali
ini pun akan memapas licin kepala si pemuda yang kurang ajar dan telah berani
menantangnya!
Namun si
nenek jadi terkesiap dan berubah parasnya ketika menyaksikan bahwa serangan
kelewangnya hanya mengenai udara kosong bahkan lndrajaya sendiri lenyap dari
pandangannya.
"Ah..
gelarmu sebagai Nenek Kelewang Merah nyatanya hanya kosong belaka!"
Mendengar suara lndrajaya di belakangnya si nenek segera membalik dan ….
"Wut
… wut!"
Dua kali
lagi kelewangnya mengelebatkan angin deras dan sinar merah yang dahsyat. Namun
lagi-lagi dia hanya menyerang tempat kosong.
"Apa
kau bertempur sendirian melawan tempat kosong, orang tua?!" terdengar lagi
suara mengejek lndrajaya dari samping belakang! Sekali lagi Si nenek putar
dengan cepat tubuhnya yang bongkok dan lancarkan tiga kali serangan berantai,
bahkan kali ini juga disertai pukulan tangan kosong dari tangan kirinya.
Namun
hasilnya tetap seperti tadi! Suara riuh rendah semakin bising. Banyak para tamu
yang hadir mengagumi ketinggian ilmu meringankan tubuh Indrajaya.
"Pemuda
setan! Apa kau cuma berani menghindar dan lari mengelit begitu saja!"
bentak Nenek Kelewang Merah dengan geram.
"Siapa
bilang aku tak berani melabrakmu, perempuan sombong!"sahut Indrajaya.
Sesaat kemudian maka larikan-larikan sinar putih menyilaukan yang tiada terkirakan
banyaknya telah menggempur dan membungkus tubuh sang nenek.
Tanpa
membuang waktu Nenek Kelewang Merah putar kelewangnya laksana kitiran. Maka
sinar putih dan merah kini saling bergumut berpalun-palun. Deru angin tiada
terkirakan derasnya sedang tubuh kedua manusia yang bertempur itu lenyap
menjadi bayang-bayang Cepat sekali sepuluh jurus sudah lewat.
Permainan
ilmu pedang "Seribu Pedang Mengamuk" yang sebelumnya telah
dikeluarkan oleh Suralangi kini dimainkan oleh lndrajaya hebatnya bukan main.
Sebagai anak sulung dari Ketua Partai Telaga Wangi, lndrajaya meskipun belum
sempuma betul tapi boleh dikatakan tiga perempat ilmu Dewa Pedang telah
diwarisinya!
Selewat
jurus kedua belas maka kelihatanlah bagaimana si nenek menjadi terdesak hebat.
Beberapa ilmu simpanannya yang lihai-lihai telah dikeluarkannya untuk
menghancurkan serangan dan kurungan pedang lawan namun sia-sia belaka! Maka
perempuan tua ini jadi keluarkan keringat dingin! Lebih-lebih ketika dia
dibikin kepepet ke panggung sebelah Utara!
"Apa
mulut besarmu kini sudah jadi bisu, perempuan tua?!" ejek lndrajaya. Nenek
Kelewang Merah menyahuti dengan satu bentakan keras. Kelewangnya menderu
dahsyat. Indrajaya tak tinggal diam. Tubuhnya
berkelebat
lenyap. Hanya sinar putih yang kelihatan bergulung-gulung melabrak dan menindih
sinar merah dari kelewang si nenek tua! Tiba-tiba.
"Tjrasss!"
Nenek
Kelewang Merah berseru keras. Rambutnya yang kelabu dan disanggul kuncir di
atas kepala terbabat putus disambar pedang perak Indrajaya!
Sebelum
dia punya kesempatan untuk melompat mundur tahu-tahu sudah terdengar pula
jeritannya. Daging lengannya tergores panjang sedalam seperempat senti disambar
ujung pedang Indrajaya. Darah berlelehan!
Senjata
perempuan tua itu terlepas dan jatuh di panggung! Gemparlah para hadirin
menyaksikan hal ini! Perempuan tua berumur tujuh puluh tahun yang dikenal di
dunia persilatan dengan julukan Nenek Kelewang Merah hari itu telah
dipecundangi oleh seorang pemuda belia!
Dengan
muka merah laksana saga karena malu dengan terbongkok-bongkok Nenek Kelewang
Merah mengambil kelewangnya lalu dengan geramnya berkata pada lndrajaya:
"Apa
yang terjadi hari ini tidak bakal kulupakan! Kelak aku datang kembali untuk
mengorek kau punya jantung dari balik tulang dadamu!"
Habis
berkata demikian, diiringi oleh sorak sorai mereka yang hadir maka tanpa
menoleh lagi sinenek tua itu segera meninggalkan tempat tersebut. Belum lagi
habis sorak sorai para hadirin tahu-tahu seorang resi berpakaian ungu sudah
melesat naik ke atas panggung! Munculnya resi ini dengan serta merta
menghentikan segala kehiruk pikukan. Semua mata ditujukan kepadanya.
Sikapnya
yang tenang dan mimik air mukanya yang polos menyatakan bahwa dia mempunyai
wibawa serta berilmu tinggi. Pada punggung dan dada jubahnya yang berwama ungu
itu kelihatan gambar
tombak
bermata tiga yang disulam dengan benang emas! Melihat jubah dan sulaman tombak
emas kepala tiga itu maka segenap yang hadir serta tuan. rumah segera mengenali
siapa adanya resi tersebut.
Di dunia
persilatan dia dikenal dengan julukan Tiga Tombak Emas Trisula dan berdiam di
Pulau Wuwutan di Pantai Selatan Jawa Tengah. Bersama dua orang resi lainnya dia
membentuk satu perkumpulan silat yang akan melakukan tugas apa saja dan dari
manapun datangnya asal dibayar dengan uang atau barang-barang berharga.
Dikabarkan
komplotan Tiga Tombak Emas Trisula dulunya juga turut menjadi kaki tangan
pengkhianat yang hendak meruntuhkan Demak.
Mengapa
sampai salah satu anggota perkumpulan Tiga Tombak Emas Trisula itu bisa sampai
di tempatnya belum dapat dijajak oleh Ketua Partai Telaga Wangi karena memang
dia merasa tak pernah memberikan undangan pada mereka.
Apakah
manusia ini Cuma datang sendirian atau bersama dua rekannya lainnya ?
Mungkin
pula kedatangannya atas bayaran seseorang atau satu perkumpulan lain dengan
tugas membuat kekacauan pada saat peresmian pendirian Partai Telaga Wangi?
Resi itu
setelah memandang ke seluruh anggota Partai, melirik sekilas pada lndrajaya
kemudian menganggukkan kepalanya pada Dewa Pedang.
"Aku
adalah Godapati, salah seorang yang termuda dari Tiga Tombak Emas Trisula.
Meski tak diundang telah memberanikan diri untuk datang ke mari …."
"Ah
…." Dewa Pedang balas mengangguk.
"Sudah
barang tentu ini satu kehormatan bagi kami menerima kunjungan seorang tokoh
silat macam saudara … ." Godapati batuk-batuk beberapa kali lalu berkata
pula
”sudah
lama aku mendengar nama besar Dewa Pedang. Ketika mendengar kabar yang dibawa
oleh angin bahwa Dewa Pedang hendak membangun satu Partai baru dalam dunia
persilatan maka itu mendorong aku untuk datang dan menyaksikannya sendiri
…."
”Terima
kasih … terima kasih …." kata Dewa Pedang.
Jika
Ketua Partai Telaga Wangi memberi izin, aku berkehendak sekali untuk melihat
dari dekat kehebatan permainan pedang Ketua Partai …." Dewa Pedang tertawa
jumawa. .
Putera
kedua dari sang Ketua tiba-tiba berdiri. Ayah perkenankan aku mewakilimu dalam
memenuhi kehendak tamu kita ini ….” Dewa Pedang merenung sejenak lalu
menganggukkan kepalanya. Namun dengan ilmu menyusupkan suara dia berkata pada
anaknya
“
Hati-hati Jayengrana, dia lihai sekali, senjatanya sebuah tombak emas bermata
tiga. Ingat baik-baik jangan sampai pedangmu beradu atau bertempelan dengan
senjatanya!”. Godapati meneliti Jayengrana dengan matanya yang tajam. Kemudian
pemuda itu melangkah ke hadapannya.
"Tombak
Emas Trisula," kata Jayengrana,
"Atas
izin ayahku selaku Ketua Partai Telaga Wangi kuharap kau tak keberatan kalau
niatmu terhadap ayahku, aku yang mewakilinya."
Jika saja
tidak menyaksikan sendiri kelihayan lndrajaya tadi maka pastilah Godapati akan
menganggap remeh terhadap si pemuda. Tapi untuk menjaga nama besar dirinya dan
nama gagah perkumpulannya maka Godapati berkata:
"Ah,
dari jauh datang hendak bertemu dan bertutur ilmu dengan Dewa Pedang, sampai di
sini hanya diberi kesempatan untuk berhadapan dengan puteranya …."
Godapati berpaling pada Ketua Partai Telaga Wangi dan berkata:
"Dewa
Pedang, kuharap kau jangan arah bila terhadap puteramu nanti aku kesalahan
tangan…!" Meski tahu bahwa tutur kata yang sopan itu adalah dibuat-buat
saja namun Dewa Pedang tersenyum dan mengangguk ramah.
Maka dari
balik jubah ungunya, Resi Godapati segera mengeluarkan sebuah tombak yang
terbuat dari emas dan bermata tiga!
"Sebagai
tamu, apakah kau keberatan bila aku yang mulai menyerang lebih dahulu, orang
muda?"
"Silahkan
Tombak Emas Trisula …." jawab Jayengrana. Dengan mengeluarkan bentakan
yang teramat dahsyat Resi Godapati menyerang. Senjatanya berkelebat dan
menimbulkan tiga larik sinar kuning emas namun anehnya senjata yang berbentuk
tombak kepala tiga itu bergerak agak lamban.
Melihat
ini Jayengrana segera hendak menabas senjata lawan dengan pedangnya namun
ketika dia ingat pesan ayahnya bahwa sekali-kali jangan sampai beradu senjata
atau menempelkan pedang dengan senjata lawan maka pemuda itu mengurungkan niatnya!
Seandainya Jayengrana meneruskan niatnya tadi hendak memapas senjata lawan maka
dalam jurus pertama itu pastilah Resi Godapati akan menjepit badan pedangnya
antara salah satu legukan dua mata tombak, kemudian akan mematahkan pedang itu!
Godapati
sendiri merasa heran mengapa si bemuda tak meneruskan niatnya dan dia membathin
mungkin sekali Jayengrana mengetahui rahasia kehebatan senjatanya! Maka tanpa
menunggu lebih lama dia segera
menyerang
kembali Jayengrana berkelebat dan bergerak gesit! Kegesitan inilah yang banyak
menolongnya dari serangan senjata lawan yang hebat itu.
Ketika
Godapati mempercepat gerakannya maka Jayengrana juga mempercepat kelebatannya
sehingga kedua orang itu hanya merupakan bayang-bayang saja kini dan dalam
waktu yang singkat keduanya sudah bertempur lima belasan jurus!
Para tamu
yang hadir dan pihak tuan rumah sendiri menyaksikan pertempuran itu dengan mata
hampir tak berkedip!
Sudah
beberapa kali Jayengrana mengeluarkan jurus-jurus terlihai dari permainan
pedang Partai Telaga Wangi namun sampai begitu jauh tak berhasil membuat
kemajuan!
Resi
Godapati sendiri tidak pula mampu melakukan sesuatu dari pada seperti
keadaannya disaat itu! Sukar baginya untuk menerobos pertahanan lawan.
Berkali-kali
dia berusaha untuk menjepit pedang Jayengrana, tapi si pemuda senantiasa
menjauhkan pedangnya dari ujung tombak kepala tiga itu.
Ketika
pertempuran sudah berjalan dua puluh lima jurus, Resi Godapati mulai menjadi
penasaran. Di samping itu telinganya mulai mendengar ejekan-ejekan para tamu di
sekitar panggung yang membuat dia jadi kehilangan muka.
"He
… he …. Jika tiga jurus lagi kau tak mampu mengalahkan pemuda itu sebaiknya
kembali saja ke Pulau Wuwutan dan tak usah munculkan diri lagi di dunia
persilatan!" terdengar suara mengejek dari panggung sebelah Barat. Suara
ini adalah suara manusia yang tadi pertama kali juga telah mengejek Si Bayangan
Setan.
Godapati
kertakkan rahangnya. Tangan kirinya dengan cepat masuk lalu ke luar lagi dari
saku jubah.
"Awas
jarum!’. seru Resi Godapati. Jayengrana membentak keras dan melompat ke udara
setinggi lima tombak. Puluhan jarum emas yang menjadi senjata rahasia Resi
Godapati lewat di bawahnya. Dan pada detik itu pula laksana seekor burung
garuda menyambar mangsanya maka menukiklah Jayengrana. Pedangnya menyambar
deras ke arah leher lawan. Resi Godapati cepat menangkis dengan senjatanya.
Disamping
Jayengrana tak mau bentrokan senjata maka dengan cepat dan tak terduga sama
sekali pemuda itu gerakkan pedang membuat satu tusukan kilat ke arah dada!
Demikianlah cepatnya sehingga Godapati tak punya kesempatan untuk penangkis
kembali.
Terpaksa
Resi lihai itu memaki dalam hati dan cepat-cepat melompat ke belakang. Pada
lompatan ke belakang ini sang Resi membuat lagi satu gerakan yang hebat luar
biasa. Tubuhnya jungkir balik di udara. Tombak Emas Trisula di tangannya
menyapu dari samping dan tahu-tahu salah satu legukannya telah berhasil
menjapit pedang perak di tangan Jayengrana! Begitu berhasil menjapit segera
Godapati memutar tombaknya!
Di lain
pihak karena tidak ingin senjatanya menjadi patah dua, Jayengrana terpaksa
dengan cepat melepaskan pedangnya! Namun dia tak mau terima kalah begitu saja.
Begitu pedangnya dirampas lawan. cepat laksana kilat pemuda itu jatuhkan diri
ke lantai dan ….
"Bret!"
Sekali Jayengrana gerakkan tangannya maka robeklah jubah ungu Resi Godapati!
Penasaran sekali karena jubah kebesarannya dirusak lawan, Resi Godapati
hantamkan tombaknya ke tubuh Jayengrana. Yang diserang menggulingkan dirinya
dengan cepat dan sekejapan mata kemudian
tombak
kepala tiga itu menancap di lantai papan panggung sampai setengahnya!
Para tamu
yang hadir bersorak gegap gempita melihat pertempuran yang hebat seru itu.
Jayengrana berdiri dengan cepat sementara Resi Godapati mencabut senjatanya
yang amblas ke dalam lantai lalu menyimpannya kembali ke balik jubah ungunya!
Dia
memandang pada Ketua Partai Telaga Wangi. menganggukkan kepala lalu berkata:
"Dewa Pedang, ternyata puteramu telah sanggup menyuguhkan satu permainan
yang berharga kepadaku! memang tidak percuma kalau kau berhasrat mendirikan
satu partai besar dengan anggota-anggota yang berkepandaian tinggi macam
anakmu!". Dewa Pedang tertawa cerah. Siapa yang akan menyangka kalau
seorang tokoh silat golongan hitam Godapati mau bicara dan bersikap jujur seperti
itu?
“Terima
kasih, Resi Godapati. Jikalau penyambutan kami terhadapmu kurang baik mohon
dimaafkan” kata Dewa Pedang pula. Secara nyata memang puteranya telah
dikalahkan oleh resi kosen itu meskipun Jayengrana tidak begitu kehilangan muka
karena dia juga berhasil merobek jubah lawannya.
Sekali
lagi Resi Godapati menganggukkan kepalanya. Dia memutar tubuh hendak
meninggalkan sanggung namun langkahnya tertahan ketika di lembah di mana telaga
itu terletak tiba-tiba sekali terdengar suara mengumandang yang dahsyat dan
menggidikkan. Lalu tahu-tahu sebuah benda jatuh menggelinding di hadapan kaki
Dewa Pedang.
Ketika
Dewa Pedang dan semua anggota partai serta para hadirin memandang ke benda yang
menggelinding itu maka terkejut dan gemparlah semuanya karena benda itu bukan
lain daripada kepala manusia!
****************
5
Kepala
manusia itu berambut gondrong awut-awutan. Mukanya berkerinyut, kening sangat
lebar, kedua mata membeliak besar, mulut menganga. Pada lehernya yang bekas
terbabat putus kelihatan darah yang telah membeku coklat kehitaman.
Sungguh
satu pemandangan yang mengerikan untuk disaksikan. Melihat kepada keadaan muka
dan kepala itu serta baunya yang busuk sekali nyatalah bahwa manusia pemilik
kepala itu telah menemui ajalnya beberapa hari yang lewat.
Mungkin
satu minggu bahkan mungkin pula lebih dari itu!
Dewa
Pedang sendiri yang menyaksikan kepala manusia itu jadi mengerenyitkan kening.
Dia rasa-rasa kenal atau pernah melihat manusia tersebut. Pada detik dia coba
mengingat-ingat maka pada saat itu pula sesosok tubuh manusia berkelebat dan
berdiri di atas panggung sambil tertawa tiada hentinya.
Manusia
yang datang ini adalah seorang kakek- kakek tua renta berbadan kurus kering
Tulang-tulang tangan serta kakinya kecil sekali sedang tulang dada dan
keseluruhan tulang-tulang iganya kelihatan dengan jelas. Mukanya sangat cekung,
mata sipit. Keanehan manusia ini selain hanya mengenakan cawat saja untuk
menutupi tubuhnya maka rambutnya yang panjang putih dijalin satu ke belakang
macam perempuan!
Melihat
kedatangan manusia ini, untuk kesekian kalinya keadaan di tempat itu menjadi
gempar! Karena siapakah yang tak kenal dengan seorang tokoh silat yang bergelar
"Si Cawat Gila"?!
Tokoh ini
bukan saja termasyhur karena ketinggian ilmunya tapi juga karena otaknya yang
miring. Buktinya begitu datang dia telah menggemparkan suasana dengan sebutir
kepala manusia!. Sampai selama satu kali sepeminum teh Si Cawat Gila masih juga
berdiri di panggung itu dengan tertawa panjang gelak-gelak!
Dewa
Pedang selaku tuan rumah dan sebagai seorang tokoh silat yang telah memaklumi
manusia bagaimana adanya tamu yang ada di atas panggung itu tetap duduk di
tempatnya dan menunggu sampai Si Cawat Gila menghentikan tertawanya. Ketika Si
Cawat Gila mulai reda tertawanya maka bertanyalah Dewa Pedang:
"Kakek
Cawat Gila, gerangan apakah yang telah membawamu datang ke sini dengan cara
begini rupa ..?" Si Cawat Gila sekaligus menghentikan tertawanya.
Dikucak-kucaknya kedua matanya lalu memandang lekat-lekat pada Dewa Pedang
setelah itu memandang berkeliling pada para hadirin yang ada. Pandangannya
begitu angker menggetarkan!
Kemudian
tokoh silat berotak miring ini memanggut-manggutkan kepalanya beberapa kali,
mendongak sebentar kelangit lalu berkata:
"Ah
… jadi betul rupanya aku telah sampai di kaki Gunung Merapi. Betul rupanya aku
telah sampai di tepi telaga tempat peresmian berdirinya Partai Telaga Wangi
…." Orang tua ini memandang lurus-lurus pada Dewa Pedang lalu dengan
seenaknya tudingkan jari telunjuknya tepat-tepat ke hidung Ketua Partai Telaga
Wangi itu dan berkata setengah membentak:
"Kau
ya manusianya yang bernama Brajaguna bergelar Dewa Pedang?!"
“Ya"
menjawab Dewa Pedang. Dan Si Cawat Gila tertawa lagi gelak-gelak.
"Tampangmu
macam manusia biasa, bahkan mirip kunyuk! Kenapa pakai gelar Dewa segala? Apa
kau keturunan atau titisan Dewa, huh?!" Mendengar ejek penghinaan ini maka
melompatlah ke muka dua orang Pengurus Partai yaitu Klabangsongo den Rah
Gundala!
”Kerempeng
tua bangka! Kuharap cepat minta maaf atas mulutmu yang bicara seenaknya
itu!" membentak Rah Gundala. Suaranya parau garang. Manusia ini berbadan
gemuk pendek dan berkepala sulah.
"Monyet
gundul yang tak tahu tingginya gunung dalamnya laut, kau minggirlah! Aku tak
cari urusan denganmu!" Habis berkata begini Si Cawat Gila lambaikan tangan
kanannya.
"Wuut!"
Gelombang
angin laksana badai melanda tubuh Rah Gundala! Demikian hebatnya sehingga Rah
Gundala mental dari panggung, jatuh di antara para hadirin dan muntah darah
lalu pingsan!
"lblis
tua keparat!" maki Klabangsongo. Pengurus Partai dari Selatan segera cabut
pedangnya dan melancarkan serangan dahsyatl Namun dengan mudah Si Cawat Gila
mengelak ke samping.
Sekali
tangan kanannya dihantamkan ke muka maka seperti Rah Gundala tadi, Klabangsongo
pun mencelat ke luar panggung, tenggelam ke dalam telaga. Untuk kedua kalinya
air telaga itu kelihatan merah oleh darah yang keluar dari mulut Klabangsongo!
Dua orang anggota Partai segera pula terjun untuk menolong Klabangsongo.
"Orang
tua, lihat pedang!" Tiba-tiba terdengar seruan dan selarik sinar putih
menderu di muka hidung Si Cawat Gila!
Si Cawat
Gila terkejut dan buru-buru melompat ke belakang. Yang menyerangnya ternyata
adalah Jayengrana! Tentu saja Si Cawat Gila terkejut diserang demikian rupa.
Namun ketika melihat siapa penyerangnya maka dia terlebih dahulu tertawa
gelak-gelak.
"Bagus
… bagus! Anaknya juga ingin mencari mampus! Bagus! Datang mencari biangnya,
anak-anaknya unjukkan diri! Ha … ha … ha …. Jika masih ada anak-anaknya Dewa
Pedang yang lain segeralah maju, biar kubikin kojor sekaligus!” Geram sekali
Jayengrana kembali menyerbu dengan pedangnya sementara semua orang yang hadir
menyaksikan dengan menahan nafas penuh tegang! Jika dua tokoh Partai Telaga
Wangi dapat dirobohkan oleh Si Cawat Gila, sungguh sukar diduga sampai di mana
ketinggian ilmu manusia aneh itu!
Semua
mata memandang tak berkedip ke atas panggung sedang hati masing-masing
bertanya-tanya gerangan apakah yang membuat Si Cawat Gila munculkan diri di
situ dan turun tangan sedemikian ganasnya! Sinar putih dari pedang Jayengrana
bergulung-gulung mengurung Si Cawat Gila dari delapan penjuru! Suaranya menderu
sedang tubuh Jayengrana hanya tinggal bayangannya saja yang kelihatan. Lima
jurus berlalu cepat. Si Cawat Gila hanya sekali dua saja menggeserkan kaki
mengelakkan serangan itu! Bahkan dengan masih tertawa-tawa dia bertanya:
"Ayo,
mana itu anak-anak tahi-tahinya Dewa Pedang? Apa cuma yang seorang ini
saja?!"
"Tak
usah jual bacot di sini, Cawat Gila! Terima ini!" membentak Jayengrana.
Pedang peraknya berkiblat membuat tiga rantaian ilmu pedang Partai Telaga Wangi
yang sangat ampuh yaitu "Tujuh Naga Menyambar Rembulan" disusul
dengan "Naga Sakti Sabatkan Ekor" lalu "Ular Sanca Keluar Sarang
Mematuk Gunung".
"Jurus-jurus
tak berguna? Buat apa dikeluarkan!" ejek Si Cawat Gila, lalu digesernya
kaki-kakinya yang kurus kering itu, tubuh miring ke kiri, miring lagi ke kanan
kemudian laksana harimau mendekam dan menyambarkan kuku-kuku kakinya, maka
seperti itulah kedua tangan Si Cawat Gila menyambar ke depan dan tahu-tahu
pedang Jayengrana sudah kena dirampas! Belum lagi habis terkejutnya pemuda ini
tangan yang lain dari si orang tua sudah menghantam kepala Jayengrana! Pemuda
Ini terpelanting delapan tombak di luar panggung, kepalanya hancur nyawanya
lepas! Maka gemparlah keadaan di atas dan di bawah panggung !
"Orang
tua dajal!" terdengar bentakan perempuan.
"Kau
harus bayar kematian anakku dengan nyawa anjingmu!" Sinar putih bertabur
ke arah kepala, pinggang dan kaki Si Cawat Gila. Dikejapan lainnya dari kiri
kanan berkelebat pula dua sosok tubuh manusia. Salah seorang dari padanya
membentak:
"Nyawamu
harus lepas di sini juga bangsat kerempeng! Tubuhmu musti lumat oleh
pedangku" Perempuan yang membentak tadi bukan lain dari pada Suwita,
isteri Dewa Pedang yang menjadi kalap melihat kematian anaknya. Sedang dua
orang berikutnya ialah Indrajaya dan Bradjasastra, putera sulung dan putera
bungsu Dewa Pedang!
Kurang
dari sekejapan mata maka tubuh Si Cawat Gila sudah terbungkus rapat oleh
larikan-larikan dahsyat sinar ketiga pedang lawannya. Serangan-serangan ini
hebatnya bukan olah-olah. Indrajaya dan Bradjasastra meski belum sempurna betul
tapi sudah menguasai setiap ilmu silat yang diwariskan bapaknya sedang Suwita
sendiri di samping ilmu silat yang didapatnya dari Dewa Pedang, dia adalah seorang
murid dari tokoh sakti di Pulau Klabat yang nama tokoh itu mengandung rahasia
besar dan sukar dipecahkan oleh kalangan persilatan!
Menurut
dugaan para hadirin yang bermata tajam dan luas pengalaman, paling lambat dalam
dua jurus akan tamatlah riwayatnya Si Cawat Gila itu!. Tapi keliru Di luar
dugaan malah terdengarlah kekehan Si Cawat Gila tiada hentinya sedang tubuh nya
sendiri lenyap!
“Ha … ha
… ha …. Apa inikah peraturan Partai Telaga Wangi dalam dunia persilatan?!
Mengeroyok tiga lawan satu?! Sungguh keji dan memalukanl” terdengar suara
lantang Si Cawat Gila!
"Untuk
manusia anjing sedeng macammu tak usah pakai aturan persilatan segala!"
balas membentak Indrajaya. Pedangnya diputar makin cepat dalam jurus-jurus yang
benar-benar mematikan!
Dewa
Pedang adalah seorang tokoh silat berjiwa kesatria dan memegang teguh adat
serta aturan persilatan. Meski hatinya sendiri panas serta geram bukan main
melihat kematian puteranya namun perasaannya itu bisa ditekannya sehingga dia
tidak menjadi kalap seperti tiga orang lainnya itu. Dewa Pedang berdiri dari
kursinya. Tangan kiri menekan ujung gagang pedang yang tergantung di sisi
kirinya.
"Suwita,
Indra, Braja! Kalian bertiga mundurlah!" perintah Dewa Pedang. Suaranya
keras dan penuh wibawa.
Namun
kali ini agaknya kewibawaan itu tidak mempengaruhi diri ketiga orang yang
tengah menyerang ganas Si Cawat Gila. Bahkan lndrajaya menyahuti:
"Ayah,
jangan banyak bicara tak karuan! Bangsat tua ini membunuh adikku! Apa aku
sebagai kakaknya akan lepas tangan begitu saja?!"
"Kataku
kalian mundur!" teriak Dewa Pedang lebih keras dari tadi.
"Kanda..
.." kata Suwita. Tapi ucapannya itu dipotong oleh Dewa Pedang:
"Walau
bagaimanapun kita harus pegang teguh aturan persilatan! Mundurlah!" Dengan
hati gemas penuh dendam membara namun dibentak dan diperintah sampai tiga kali
begitu rupa, Suwita dan anak-anaknya akhirnya keluar juga dari kalangan
pertempuran. Si Cawat Gila kelihatan berdiri di tengah-tengah panggung sambil
tertawa-tawa.
"Bagus
kau perintahkan demikian Dewa Pedang. Seperempat jurus saja terlambat,
ketiganya sudah jadi bangkai!"
"Cawat
Gila, antara kita tiada permusuhan! Karenanya aku tak melihat adanya alasan
mengapa sampai kau membunuh puteraku!" Si Cawat Gila hentikan tertawanya.
Matanya yang sipit dibesarkan sedikit, dikedip-kedipkannya lalu tertawa lagi
mengakak!
"Kau
katakan tak ada permusuhan? Huh … apa otakmu sudah sinting?! Kau bilang tak ada
alasan, huh! Apa kau sudah lupa apa yang kau lakukan sekitar satu minggu yang
lalu di Kertoragen?! Sialan betul! Kau telah membunuh, menebas batang leher Si
Kuku lblis! Itu kepalanya kubawa sebagai bukti!" Terkejutlah Dewa Pedang.
Matanya melirik pada kepala manusia yang terhampar di lantai punggung dekat
kakinya.
Selewat
satu minggu yang lalu Dewa Pedang memang pernah membunuh seorang kepala rampok
yang berjulukan Si Kuku Iblis. Hal ini terjadi di satu rimba belantara yaitu
ketika Si Kuku lblis dan lima anak buahnya hendak merampok sebuah kereta barang
yang lewat dalam hutan!
Sewaktu
kepala itu tadi dilemparkan oleh Si Cawat Gila di hadapannya memang dia
rasa-rasa kenal dengan paras itu, namun karena keadaannya yang sangat rusak
serta berselimutan darah maka sukar lagi Dewa Pedang untuk mengenali siapa
adanya kepala manusia itu!
Mendengar
ucapan Si Cawat Gila, Dewa Pedang segera maklum bahwa antara Si Kuku lblis
dengan si Cawat Gila pasti ada hubungan apa-apa. Maka menjawablah Ketua Partai
Telagra Wangi itu
"Apa
yang dikerjakan oleh Si Kuku lblis yaitu kejahatannya yang telah membunuhnya,
Cawat Gila. Bukan aku! Setiap manusia macam dia akan menerima ganjaran seperti
itu!"
"He
… he … he! Kau pandai bicara! Tapi apakah kau sudah tahu jalan ke neraka?!
Kalau belum aku Si Cawat Gila akan tunjukkan jalannya!" Manusia sakti
kurus kering itu maju dua iangkah. Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke
atas!
"Terima
jurus kematianmu ini, Dewa Pedang! He … he…!"
"Cawat
Gila!" seru Dewa Pedang sambil alirkan tenaga dalamnya ke tangan kanan.
"Apa
hubunganmu dengan Si Kuku Iblis?!"
"Oh,
kau tanya itu?! Tak susah untuk menjawabnya, Si Kuku lblis adalah adikku!
Sekarang kau tahu bagaimana aku inginkan kau punya nyawa, bahkan nyawa keluarga
serta anggota-anggota Partaimu!" Dewa Pedang bahkan hampir semua dari tamu
yana hadir barulah hari itu mengetahui bahwa Si Kuku Iblis adalah adik Si Cawat
Gila.
"Cawat
Gila," kata Dewa pedang,
"Siapa
pun adanya Si Kuku lblis itu bukan soal! Yang penting ialah bahwa dia telah
melakukan kejahatan. Dan kebenaran tidak sudi melihat dia malang melintang
menyebar kejahatan itu …."
"Ah
di sini bukan tempat dan waktunya untuk bicara bahasa tinggi begitu rupa!
Bicaralah nanti pada setan-setan neraka … !" Sudut mata Si Cawat Gila
menangkap seseorang melangkah ke arah di mana dia berdiri berhadap-hadapan
dengan Dewa Pedang. Ketika dia menoleh sedikit ke
samping
ternyata orang ini adalah Resi Godapati atau Tiga Tombak Emas Trisula yang
sejak tadi masih berdiri di atas panggung itu! Suasana hening menegangkan.
"Cawat
Gila, dengan memperhatikan sedikit suasana serta tempat di mana kita berada,
serta memandang muka para tokoh-tokoh persilatan yang hadir di sini, kuharap
kau jangan meneruskan maksud-maksud yang terkandung di hatimu…!"
"Eh,
kunyuk jubah ungu! Apakah kau bicara mengigau atau memang otakmu sudah
miring…?!" tukas Si Cawat Gila. Diajak bicara baik-baik tapi dijawab
sedemikian rupa maka panaslah hati Resi Godapati.
"Otakku
mungkin sudah miring, tapi belum lagi semiringmu!" jawabnya.
"Hem
…. Ini lagi contohnya manusia yang tidak tahu tingginya gunung dalamnya laut.
Kalau sudah bosan hidup bilang saja, biar lekas-lekas kukirim roh busukmu ke
neraka!"
"Bicaramu
terlalu besar, Cawat Gila!"
"Nyalimu
juga keliwat besar Godapati!"
"Kau
masih belum punya enam kepala selusin tangan, Cawat Gila…!"
"Oh
… apakah kau punya nyawa rangkap?!" menukasi Si Cawat Gila.
"Aku
memang tak punya nyawa rangkap. Tapi untuk menghadapimu, sampai seribu jurus
pun akan kujalani!"
"Bagus
sekali! Tapi biar kutanya dulu, apakah dalam hal ini kau membela Dewa
Pedang?"
"Aku
tak membela siapa-siapa!"
"Lantas
kenapa jual mulut?! Jangan coba menunjukkan kebesaran budi serta kebaikanmu
dimuka orang banyak! Semua orang tahu, perkumpulan yang bagaimana adanya
perkumpulan yang kau dirikan di
Pulau
Wuwutan! Semua orang di sini tahu bahwa kau adalah resi sesat bau tengik yang
melakukan apa saja asal disumpal pantatnya dengan uang dan mulutnya dengan
harta!" Habis berkata begitu Si Cawat Gila tertawa terkekeh-kekeh.
"Tak
ada jalan lain," kata Resi Godapati sambil mengeluarkan senjatanya yaitu
tombak berkepala tiga yang terbuat dari emas.
"Rupanya
kau betul-betul ingin cepat-cepat menghadap hantu neraka…. !" Si Cawat
Gila tertawa bergelak. Tiba-tiba dia melengking nyaring. Kedua tangannya
dipukulkan ke muka. Angin laksana topan menggebubu! Resi Godapati melompat enam
tombak dan ayunkan tombak kepala tiganya ke arah lawan lalu susul dengan
tendangan kaki kiri kanan.
Hebatnya
sebelum tombak dan dua tendangan mencapai sasaran yang diarah, tahu-tahu ketiga
serangan tersebut sudah berubah arah ke bagian tubuh yang lain dari Si Cawat
Gila! Geram dan kaget juga Si Cawat Gila melihat serangan lawan ini. Tubuhnya
yang kurus kering itu berkelebat ganas, kedua tangan sambar menyambar
menimbulkan angin deras.
Di lain
pihak Resi Godapati tiada henti mengirimkan serangan tombak
emasnya
yang sekaligus juga merupakan senjata pembenteng tubuhnya!
Setelah
lima jurus berlalu dan dia masih belum dapat membuat suatu apa terhadap
lawannya maka marahlah Si Cawat Gila.
“Manusia
sontoloyo! Terima ini!" bentak Cawat Gila Tubuhnya lenyap. Dua tangan dan
dua kakinya bergerak tak kelihatan.
Kemudian
terdengarlah jeritan Resi Godapati. Tombak emasnya kelihatan mental ke udara
sedang tubuhnya sendiri terlempar ke bawah panggung. Resi ini coba duduk
bersila untuk mengalirkan tenaga dalam dan mengobati luka hebatnya. Namun
tulang dadanya sudah hancur. iga-iganya
telah
patah. Hanya sesaat tubuhnya duduk bersila, sesudah itu Godapati rebah ke tanah
tanpa nyawa! Semua yang hadir sama terkatup mulutnya.
Suasana
sehening di pekuburan. Si Cawat Gila tertawa membahak. Kemudian diputarnya
tubuhnya menghadapi Dewa Pedang yang berdiri sembilan tombak di depannya. Dia
menyeringai dan berkata:
"Kematianmu
lebih buruk dari Resi keparat itu, Dewa Pedang!" Perkataannya itu langsung
saja ditutup dengan satu serangan dahsyat! Ta-ngan kanan mencengkeram ke muka
sedang tendangan kaki kiri menyeruak ke bawah selangkangan!
Dewa
Pedang yang memang sudah hampir hilang kesabarannya serta dendam terhadap
kematian puteranya kini tidak tinggal diam. Tubuhnya merunduk, kedua tangan
dipukulkan ke muka. Inilah satu pukulan jarak jauh yang hebat yang hendak
dilepaskan nya!
Ketika
kedua tangan Dewa Pedang kelihatan bergerak ke muka maka Si Cawat Gila
merasakan tubuhnya yang melesat di udara itu menerima tekanan yang hebat!
Tubuhnya terhuyung-huyung dan serangannya buyar. Kaget sekali dia jadinya. Tak
salah kalau adiknya Si Kuku lblis menemui ajal di tangan Ketua Partai Telaga
Wangi yang nyatanya memiliki ilmu pukulan tangan kosong demikian lihainya!
Didahului
dengan bentakan menggeledek maka kelihatanlah tubuh Si Cawat Gila menukik ke
bawah laksana seorang perenang yang tengah menyelam dan tahu-tahu kedua
tinjunya sudah menjotos ke perut dan dada Dewa Pedang! Dewa Pedang dengan
beringas sambuti tinju lawan dengan tinju pula.
"Bukk!"
"Bukk!"
Dua tinju
yang mengandung tenaga dalam yang sangat tinggi sama-sama beradu dan
mengeluarkan suara keras. Akibatnya juga hebat. Tubuh Dewa Pedang terbanting ke
belakang! Kalau saja ilmu meringankan tubuhnya tidak sempurna pastilah dia akan
terus jatuh duduk atau terjerongkang di lantai panggung.
Sebaliknya
Si Cawat Gila sendiri kelihatan terpelanting ke belakang sampai satu tombak!
Untuk kedua kalinya tokoh silat berotak miring ini jadi terkejut.
Yang
sudah-sudah bila seorang lawan berani menyambuti dua jotos-annya. kalau tidak
hancur kedua tangannya pasti akan-terluka tubuhnya di sebelah dalam. Tapi di
saat itu dilihatnya Dewa Pedang masih berdiri dan dalam keadaan segar bugar.
Hanya kedua tangannya saja yang kelihatan kemerah-merahan!. Mulut Si Cawat Gila
berkemak kemik.
"Rupanya
kau memang ada isi juga huh…!" ujarnya menyeringai buas. Kedua tangannya
saling digosok-gosok satu sama lain. Dan sesaat kemudian kedua tangan itu
terkepal membentuk tinju dan berwarna biru!,
Dewa
Pedang maklum kalau lawan hendak mengeluarkan ilmu pukulannya yang dahsyat
Karenanya segera dia bersiap-siap! Para penonton keseluruhannya menahan nafas
melihat pertempuran yang bukan main hebatnya ini.
Cawat
Gila mengangkat kedua tangannya keatas, sejajar dan sama tingginya dengan
kepalanya yang bermuka cekung itu. Tampangnya kelihat-an semakin angker.
"Selama
aku memiliki llmu Pukulan Siluman Biru tak satu manusia pun yang sanggup
menahannya! Telah dua ratus empat puluh tokoh-tokoh silat yang mampus di
tanganku, kau adalah korban yang ke dua ratus empat puluh, Dewa Pedang!"
Mendengar nama pukulan yang bakal dilancarkan
oleh
lawannya maka Dewa Pedang lipat gandakan tenaga dalamnya. Dan disaat itulah Si
Cawat Gila dengan suara tertawa melengking-lengking menyerbu ke muka! Dua larik
sinar biru melesat dan menukik ke bawah ke arah kepala Dewa Pedang.
Ketua
Partai Telaga Wangi ini cepat berkelit dan balas mengirimkan sodokan siku ke
arah tulang iga lawan namun dengan lipatkan lututnya Si Cawat Gila berhasil
membuyarkan sodokan siku Dewa Pedang sedang kedua tinjunya kiri dan kanan masih
terus menderu deras ke batok kepala Dewa Pedang!
Dewa
Pedang ragu-ragu untuk menangkis pukulan lawan, karenanya dengan cepat membuang
diri ke samping. Dua pukulan Si Cawat Gila lewat menderu di sisinya.
"Braaak
… braak!"
Lantai
panggung yang terbuat dari papan tebal patah dan pecah kena dihantam angin
Pukulan Siluman Biru yang dilancarkan oleh Si Cawat Gila Semua orang meleletkan
lidah. Dapatlah dibayangkan bagaimana hebatnya ilmu pukulan itu. Dewa Pedang
sendiri terkejutnya bukan main.
Dua tokoh
silat yang duduk di antara jejeran para tamu saling berbisik.
”Naga-naganya
Ketua Partai Telaga Wangi tak bakal sanggup menghadapi lawannya sampai dua
puluh jurus …."
"Sukar
di jajaki memang tingginya ilmu Si Cawat Gila! Tapi Dewa Pedang sendiri agaknya
belum mengeluarkan ilmu-ilmu simpanannya. Meski umur muda tapi jangan terlalu
memandang remeh Dewa Pedang …." balas membisik tokoh silat lainnya.
Pada saat
itu di atas panggung terjadi pertempuran sangat seru antara Si Cawat Gila dan
Dewa Pedang. Sinar biru dan sinar putih gulung
bergulung.
Agaknya Dewa Pedang pun sudah mengeluarkan ilmu pukulan yang diandalkannya!
Di saat
pertempuran berjalan seru-serunya itu, di saat semua mata hampir tak berkedip
memandang ke atas panggung maka terdengarlah pekikan-pekikan dahsyat itu. Dan
didetik itu pula mata semuanya menangkap bayangan empat sosok tubuh manusia!
"Hentikan
pertempuran!" membentak salah seorang dari keempat pendatang itu. Suaranya
menggetarkan lembah! Menyirapkan dada setiap yang hadir! Kemudian kelihatanlah
empat sosok tubuh gadis berbadan ramping bagus berdiri di atas panggung.
Ketika
diperhatikan parasnya maka gemparlah suasana mereka yang hadir! Bagaimana
tidak! Keempat gadis berbadan langsing bagus dan berkulit kuning mulus itu
memiliki paras-paras yang mengerikan. Paras tengkorak!
**************
6
Dewa
Pedang dan Si Cawat Gila juga dibuat terkeiut oleh suara pekikan serta suara
membentak memerintah yang menggetarkan lembah itu. Keduanya sama-sama bersurut
mundur dan memandang ke samping kanan! Ternyata empat gadis bermuka Tengkorak
berdiri di atas panggung. Paras yang menggidikkan itu jelas membayangkan maut.
“Setan
kesasar! Apa urusanmu, apa pangkatmu menyuruh kami menghentikan pertempuran,
huh?!" kertak Si Cawat Gila pada gadis muka tengkorak yang berdiri paling
muka dan berpakaian merah ringkas.
"Monyet
ceking kerempeng! Mulutmu terlalu murah menghina! Nyawamu tak aku lepaskan …
!" Dan ucapan si muka tengkorak baju merah terpotong oleh suara tertawa
membahak dari Si Cawat Gila.
"Berani
menghina berani mampus!" katanya.
"Hem.
.. rupanya kau.juga kelewat tekebur, monyet ceking!" Si Cawat Gila tertawa
lagi gelak-gelak.
"Jika
saja kau tahu berhadapan dengan siapa saat ini, pastilah kau akan lari
terbirit-birit!"
"Kentut!"
maki si pakaian merah marah sekali. Tangan kirinya bergerak mengebutkan lengan
bajunya.
"WUTTT!"
Angin
laksana badai menggebu ke arah Si Cawat Gila. Mula-mula Si Cawat Gila
menganggap enteng dan tertawa-tawa saja menerima pukulan itu. Dengan acuh tak
acuh dilambaikannya tangan kirinya untuk melebur
serangan
lawan. Namun alangkah terkejutnya dia! Lambaian tangannya tak sanggup
memusnahkan serangan lawan. Sebaliknya sambaran angin lawan itu membuat
tubuhnya tergontai-gontai! Dan jika detik itu dia tidak cepat-cepat melompat ke
samping, pastilah tubuhnya akan mencelat ke luar panggung!
Si Cawat
Gila keluarkan keringat dingin. Parasnya mengkerut. Tenaga dalam si muka
tengkorak hebatnya bukan main, pikir laki-laki tua kerempeng itu.
"Muka
tengkorak, kau siapakah?!" tanya Si Cawat Gila dengan membentak garang.
Yang ditanya tertawa mengekeh:
"Kami
adalah iblis-iblis pencabut sukmat! Kau dengar itu … ?! Sekarang terimalah
kematianmu!"
"Manusia
buruk hina dina! Jangan mimpi di siang bolong!" tukas Si Cawat Gila. Kedua
tangannya digosok-gosok dan dengan serta merta menjadi biru!
"lblis
betina, in! makan pencarianmu!" teriaknya. Si Cawat Gila lancarkan Pukulan
Siluman Biru yang dahsyat!
Gadis
berpakaian merah memekik nyaring. Tubuhnya melompat enam tombak dan ketika
menukik lagi maka dari tangan kanannya melesat selarik sinar hijau yang disusul
dengan menyambarnya tiga ekor binatang kala hijau! .
"Kala
Hijau!" seru Si Cawat Gila terkejut. Hatinya tergetar. Dewa Pedang dan
seluruh manusia yang hadir di situ juga kaget bukan main. Beberapa tokoh silat
yang menyadari bahwa ilmu kepandaiannya masih belum sempurna menjadi pucat
paras mereka. Sejak dua bulan belakangan ini ”Kala Hijau" telah muncul di
dunia persilatan! Kini muncul di hadapan mereka tentu saja semuanya menjadi
cemas serta tegang.
Cawat
Gila memukul ke muka. Sinar biru Pukulan Siluman Biru menderu. Tapi sudah kasib
tiada guna. Salah seekor dari kala hijau telah lebih dahulu menancap dan amblas
ke dalam kepalanya. Menyusul kedua dan ketiga! Cawat Gila memekik penuh
keseraman. Sebelum tubuhnya rebah Cawat Gila masih berusaha melancarkan
serangan "Cengkeraman Naga Atas Langit". Tapi percuma. Tubuhnya
terbanting ke lantai panggung, kelojotan seketika :alu diam kaku tak bergerak
lagi!
Seruan
terkejut dan kegemparan sepe.rti mau merobohkan langit di atas lembah sekitar
telaga itu! Namun suasana segera menghening ketika si muka tengkorak pakaian
merah membentak buas:
"Manusia-manusia
hina dina! Diam semua!" Meskipun semua yang hadir berdiam diri dan menahan
nafas melihat munculnya empat gadis muka tengkorak, namun banyak di antara
tokoh-tokoh silat yang punya nama besar merasa sangat direndahkan dan dihina.
Apalagi
mereka dari golongan putih yang memang sudah tak bersenang hati mendengar
kemunculan dan kekejaman yang dilakukan oleh keempat manusia itu sejak dua
bulan belakangan ini!
Salah
seorang dari mereka ialah Brahmana Wingajara yang bergelar "Sepasang
Tangan Putih", seorang tokoh silat yang memiliki lengan dan tangan
berwarna putih sekali dan justru pada kedua tangan yang putih inilah terletak
kehebatannya. Tanpa menunggu lebih lama sang Brahmana melompat ke atas
panggung.
"Babi
botak gendut!" bentak si muka tengkorak berpakaian merah. Wingajara memang
berbadan gemuk buncit, berkepala botak dgn pendek kontet. Apakah kau juga ingin
cepat-cepat mampus berani naik ke atas panggung ini?!" Brahmana Wingajara
tertawa tawar. Jawabnya.
”
Panggung ini bukan kau yang bikin, bukan pula milikmu! Tuan rumah sendiri tidak
melarang aku naik ke sini, manusia muka setan!" Sebenarnya sebagai
Brahmana, Wingajara jarang dan hampir tak pernah memaki orang atau bicara
kasar. Tapi saat itu, karena dihina demikian rupa, apalagi di hadapan puluhan
tokoh-tokoh silat, kalaplah Brahmana Wingajara sehingga terlepas semprotannya!
Si
pakaian merah tertawa mengikik. "Lantas apa maumu datang ke sini?!"
Brahmana Wingajara
tak menjawab melainkan berpaling pada para hadirin dan berkata:
"Saudara-saudara sekalian, dari apa yang pernah kalian dengar sejak dua
bulan belakangan ini! Dari apa yang kita semua saksikan pada hari ini, maka
sudah dapat kita bayangkan bersama apa yang bakal menimpa dunia persilatan di
masa mendatang, terutama bagi kita golongan putih jika gadis-gadis muka
tengkorak setan dajal berhati iblis ini dibiarkan hidup lebih lama …."
"Tutup
mulutmu Brahma tahi kucing! Terima ini!" Si muka tengkorak berpakaian
merah menendang ke muka. Angin tendangan ini bukan main dahsyatnya. Sambil
berkelit Wingajara pukulkan kedua tangannya ke muka. Asap putih panas menderu
menyambar si baju merah! Gadis muka tengkorak ini tersurut mundur lalu dari
samping lancarkan serangan ganas! Sinar hijau menderu, tiga kala hijau melesat
dan terdengarlah jerit kematian Brahmana Wingajara. Dua dari kala hijau
menancap di keningnya Yang ketiga amblas masuk ke dalam mata sebelah kiri!
Sekali
lagi suasana diselimuti kengerian dan kegemparan. Dan sekali lagi si merah
membentak garang: "Manusia-manusia keparat, diam semua!"
Para
hadirin terpaku kecut di kursi masing-masing. Melihat naga-naga yang kurang
baik rni beberapa di antara mereka berdiri dari kursi. Cepat-cepat muka
tengkorak pakaian merah berseru
"Tak
satu orang pun diizinkan meninggalkan tempat ini! Siapa yang berani
melakukannya berarti mampus!" Menyaksikan pembunuhan yang bertentangan
dengan hati nurani serta jiwa satrianya ditambah lagi dendam kesumatnya
terhadap Si Cawat Gila belum lenyap meski manusia itu sudah menjadi bangkai
kini, maka Ketua Partai Telaga Wangi maju selangkah ke arah si muka tengkorak.
”Telah
dua bulan kudengar kehebatan nama kalian dalam kejahatan dunia persilatan.
Sebagai orang-orang dunia persilatan aku menghormati kalian, tapi sebagai
golongan hitam jahat yang berhati iblis, aku tidak sudi melihat kalian! Karena
itu aku harap segera meninggalkan tempat ini! Aku tak ingin melihat kejahatan
dan pembunuhan lebih banyak!"
Si baju
merah berpaling pada tiga kawan-kawannya. Keempatnya kemudian tertawa
gelak-gelak.
"Ketua
Partai Telaga Wangi, kau tak ingin melihat pembunuhan lebih banyak katamu. ..?
Tapi apa kau tahu bahwa kau juga bakai mampus di tangan kami, kecuali …."
"Kecuali
apa … ?!" potong Dewa Pedang.
"Kecuali
jika kau dan seluruh anggota Partaimu mau berlutut dan masuk ke dalam Partai
yang bakal kami dirikan yaitu Partai Lembah Tengkorak!" Dewa pedang
mendengus dan menjawab:
"Manusia-manusia
macam aku sampai mati sekali pun tiada sudi berlutut terhadap kalian! Apalagi
masuk Partai durjana kalian! Kalau mau cari anggota Partai, carilah ke liang
neraka! Di sana pasti banyak manusia-manusia bertampang macam kalian dan
bersedia masuk Partai kalian!"
Keempat
gadis muka tengkorak itu tertawa gelak-gelak.
"Ketua
Partai Telaga Wangi," kata muka tengkorak yang berpakaian hitam,
"Kau
andalkan apakah berani bicara demikian?!"
"Mungkin
dia punya nyawa rangkap!" kata yang berbaju biru.
"Betul,
satu nyawa manusia, satu lagi nyawa anjing!" menimpali si baju merah. Dan
keempat manusia itu kemudian tertawa lagi gelak-gelak! Dihina demikian, Dewa
Pedang masih bisa menahan luapan amarahnya. Namun tidak demikian dengan
isterinya.
"Perempuan
setan! Bicaramu terlalu menghina dan terlalu tekabur! Jaga kepalamu!" Satu
sambaran pedang menderu di muka hidung si baju merah, membuat gadis muka
tengkorak ini terkejut dan tersusur lima tindak!
"Akh
perempuan cantik … kau tentu isteri Ketua Partai Telaga Wangi." kata si
muka tengkorak baju merah.
"Terhadapku
tak usah bersikap garang! Bagusnya ajak lakimu dan anggota-anggota Partai untuk
masuk ke dalam Partai kami dan kalian semua
pasti
selamat dari kematian"
"Batang
lehermu yang harus diselamatkan lebih dahulu, perempuan durjana!" teriak
Suwita. Pedang peraknya menyambar ganas ke arah si baju merah. Yang diserang
menyambuti dengan suara tertawa mengikik.
"Perempuan
tak tahu diri!" maki si baju merah seraya mengelak ke samping dan berseru
pada kawannya:
"Kala
Biru cepat selesaikan perempuan tolol ini!" Gadis muka tengkorak yang
berpakaian biru melompat ke muka menghadang Suwita. Namun dari belakang isteri
Dewa Pedang melompat pula seseorang menghadapi Kala Biru. Orang ini bukan lain
daripada lndrajaya putera tertua Dewa Pedang!
"Aku
lawanmu, gadis muka setan hati iblis!" bentak Indrajaya. Bola mata Kala
Biru berputar dan berkilat melihat kegagahan paras pemuda yang berdiri di
hadapannya. Diam-diam hatinya tertarik. Kala Merah yaitu gadis muka tengkorak
yang berpakaian merah, mengetahui hal ini dan cepat membentak.
"Kala
Biru, lekas laksanakan apa yang aku bilang! Pemuda itu harus mampus dalam satu
jurus!" Dalam malang melintang di dunia persilatan guna mencapai rencana
yang ditugaskan gurunya yaitu hendak mendirikan Partai Lembah Tengkorak maka
Kala Merah yang memang lebih tinggi setingkat ilmunya dari tiga kawan-kawannya
yang lain, bertindak sebagai pimpinan. Kala Biru mengeluh dalam hati.
Hatinya
iba juga melihat pemuda segagah lndrajaya harus menemui kematian di tangannya.
Tapi bila dia ingat bentakan Kala Merah serta ingat pesan orang yang tidak sudi
memasuki Partainya atau coba membangkang, maka rasa iba itu dengan serta merta
menjadi lenyap.
Dengan
memekik keras Kala Biru menyerang Indrajaya. Si pemuda kiblatkan pedangnya
menyambuti serangan itu. Tapi Kala Biru bukanlah tandingan Indrajaya.
Sebelumnya sudah disaksikan oleh semua mata bagaimana Kala Merah yang ilmunya
satu tingkat saja lebih tinggi berhasil merubuhkan Si Cawat Gila serta Brahmana
Wingajara dalam satu jurus maka dapatlah diramalkan bahwa lndrajaya betul-betul
akan menemui ajalnya dalam satu jurus pula!
Demikianlah,
meski dalam setengah jurus pertama itu Indrajaya dapat mengurung serta menekan
lawan dengan permainan pedangnya yang cepat dan sebat, namun ketika Kala Biru
mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi ke atas dan memukulkannya ke depan,
ketika kala-kala hijau menghambur ke arah kepala pemuda itu, maka lndrajaya
menjadi gugup.
Dalam
kegugupannya ini dicobanya merambas tiga ekor kalajengking yang menyerangnya
dengan tebasan pedang, namun terlambat sudah! Dua ekor kala hijau menancap di
keningnya. Yang ketiga di pipi kiri! lndrajaya meraung keras. Tubuhnya rebah ke
lantai papan. Sebelum meregang, nyawanya pemuda ini masih sanggup melemparkan
pedang ke arah Kala Biru tapi dengan satu lambaian tangan kiri saja maka pedang
itupun mental!
Dendam
kesumat yang bergejolak serta amarah murka yang membakar hati akibat kematian
puteranya Jayengrana belum lagi putus, kini puteranya yang tertua menemui
ajalnya pula dengan cara yang mengenaskan begitu rupa maka kalaplah Dewa
Pedang.
"Sreeet!"
Ketua
Partai Telaga Wangi itu mencabut pedangnya. Sinar putih pedang bertabur
menyilaukan mata.
"Jangan
harap kau bisa meninggalkan tempat ini hidup-hidup, Kala Biru!" bentak
Dewa Pedang. Di belakang Dewa Pedang, Suwita, Bradjasastra dan Pengurus Partai
Klabangsongo melompat ke muka, tanpa banyak cerita mereka segera menerjang tiga
gadis muka tengkorak lainnya yaitu Kala Merah, Kala Putih dan Kala Hitam. Maka
terjadilah pertempuran yang seru di atas panggung. Namun keseruan itu tidak
berjalan lama. Segera
digantikan
dengan kengerian! Tiga larik sinar hijau melesat maka terdengarlah jeritan maut
Suwita, Indrajaya serta Brajasastra! Ketiga orang ini terkapar di lantai
panggung. Masing-masing kepala mereka ditancapi kala hijau beracun!
Dewa
Pedang yang saat itu dengan ilmu pedang serta jurus-jurus yang lihai mematikan
dan tengah mendesak hebat Kala Biru dalam permulaan jurus kedua, melihat
kematian isteri serta putera bungsu yang paling disayanginya menjadi kalap luar
biasa! Kekalapan ini membuat dia lupa diri
dan
mengamuk membabi buta. Pedangnya berkiblat ganas kian kemari tapi tanpa
perhitungan sama sekali!
Ketika
taburan sinar hijau dan tiga ekor kelabang hijau beracun menderu ke arahnya,
hanya satu saja dari binatang elmaut itu yang sanggup
dielakkannya.
Dua ekor lainnya menyambar dan menancap di kepalanya!
Ketua
Partai Telaga Wangi terhuyung-huyung. Matanya mendelik menahan sakit yang luar
biasa. Tiba-tiba dia meraung dan menyerbu ke muka! Pedangnya berkelebat!
Serangannya yang tiba-tiba sungguh tidak diduga oleh Kala Biru. Gadis muka
tengkorak ini melompat dengan cepat namun tak urung bajunya kena juga tersambar
sehingga robek!
"Setan
alas!" rutuk Kala Biru. Pada saat tubuh Dewa Pedang meliuk dalam meregang
nyawa, Kala Siru hantamkan tendangannya ke perut Dewa Pedang. Tak ampun lagi
Ketua Partai yang belum lagi satu hari didirikan itu mencelat mental, masuk ke
dalam telaga!
Pengurus
Partai Telaga Wangi daerah Utara berseru memerintah pada dua orang anggota
Partai:
"Lekas
ambil jenazah Ketua dan selamatkan ke hutan!" Dua anggota Partai segera
hendak melompat ke dalam telaga tapi terhalang oleh bentakan Kala Merah:
"Siapa yang berani bergerak akan mampus!"
Pengurus
Partai tadi yaitu Jambakrogo melompat ke hadapan Kala Merah. "Kekejamanmu
melewati takaran manusia iblis! Kupasrahkan selembar nyawaku untuk mencincang
kau … !" Habis berkata begitu Jambakrogo lancarkan serangan pedang, dua
tendangan serta satu jotosan! Kehebatan se-
rangan
ini tak bisa dianggap remeh! Namun justru Kala Merah tidak pandang sebelah
mata. Sekali tangan kanannya bergerak, sekali larikan sinar hijau melesat maka
terdengarlah jeritan Jambakrogo, nyawanya putus!
Tiga
pengurus Partai yaitu yang tadi sudah sama-sama kena terpukul pingsan oleh Si
Cawat Gila dan Nenek Kelewang Merah dan saat itu masih berada dalam keadaan
terluka tiada ambil perduli lagi keadaan diri masing-masing. Ketiganya menyerbu
ke muka.
Klabangsongo
berseru: "Seluruh anggota Partai lekas bentuk barisan -telaga maut!"
Mendengar ini anggota Partai Telaga Wangi yang memang sudah sejak tadi menahan
kegeramannya dan ingin lekas-lekas turun tangan, segera bergerak membentuk
barisan yang dinamakan Telaga Maut. Barisan ini berbentuk lingkaran dan terdiri
dari lima lapis. Karena Partai Telaga Wangi belum lagi dikenal maka semua yang
hadir di situ tak mengetahui sampai di mana kehebatan barisan "Telaga
Maut" itu!
Di
samping itu sebagian besar dari para tamu tidak lagi memperdulikan apa yang
terjadi dan bakal terjadi di atas panggung. Dalam kekacaubalauan di atas
panggung itu mereka mencari kesempatan untuk meninggalkan tempat itu. Namun
begitu mereka berdiri dan bergerak, terdengarlah bentakan Kala Hitam.
"Berani
meninggalkan tempat ini, berani mampus!" Orang-orang yang hendak berlalu
itu tertegun seketika. Tapi sekelompok di antaranya tiba-tiba
berhamburan
dan kabur. Kala Hitam dan Kala Merah yang berada di ujung panggung dan paling
dekat dengan orang-orang itu membentak nyaring.
"Mampuslah!"
teriak mereka. Dua gelombang sinar hijau menyambar. Maka terdengarlah
pekik-pekik maut. Keseluruhan kelompok hendak melarikan diri itu terkapar di
tanah, tak satu pun yang hidup! Yang menyaksikan berdiri dengan lutut gontai!
"Siapa
yang mau kabur lagi, silahkan!" berseru Kala Merah. Tak ada yang berani
bergerak. Namun ini bukan berarti bahwa semua tamu yang hadir itu merasa jerih
terhadap Kala Merah dan kawan-kawannya.
Beberapa
tokoh sengaja, menahan kegeraman mereka sampai saat di mana mereka merasa tepat
untuk maju!
Tiba-tiba
di atas panggung terdengar teriakan-teriakan keras! Ternyata barisan "Telaga
Maut" sudah mulai bergerak. Lingkaran sinar putih kelihatan
bergulung-gulung mengurung keempat gadis bermuka tengkorak itu dengan sangat
dahsyatnya!
Keempatnya
mula-mula sama menganggap remeh barisan itu. Sekali mereka menggerakkan tangan
maka mampuslah semua pengurung itu, pikir
mereka.
Namun ketika mereka terdesak hebat dan hendak melancarkan serangan "Kala
Hijau" segera mereka ketahui bahwa dikurung demikian rupa, tak mungkin
bagi mereka untuk mengangkat tangan tinggi-tinggi dan menghantamkannya ke muka!
Keempatnya
kaget dan hanya ketinggian ilmu mengentengi tubuh mereka sajalah yang dapat
menyelamatkan mereka dari arus pedang yang dahsyat laksana gelombang melanda
karang itu! Meskipun dapat bertahan namun lama-lama keempatnya merasa khawatir
juga. Keempatnya diam- diam mencari siasat dan begitu mereka berhasil
mengetahui kelemahan barisan "Telaga Maut" itu maka dengan cepat
keempatnya melancarkan serangan terpusat pada dua orang anggota barisan!
Dua
pekikan terdengar merobek langit. Dua sosok tubuh anggota barisan "Telaga
Maut" mencelat ke udara, jatuh di tanah tanpa nyawa. Dengan demikian maka
bobollah kehebatan barisan yang sangat diandalkan oleh Partai Telaga Wangi itu.
Sekelompok demi sekelompok mereka terguling tanpa nyawa! Pada saat Kala Merah
dan kawan-kawannya terkurung rapat oleh barisan "Telaga Maut" maka
sebagian besar dari para tamu yang merasa tidak aman dan tak punya harapan bila
melakukan perlawanan terhadap Kala Merah serta kawan-kawannya segera
meninggalkan
tempat itu. Namun tokoh-tokoh utama lainnya tetap duduk di tempat mereka,
Terutama
tokoh-tokoh silat kalangan putih yang bersahabat baik dengan Dewa Pedang
almarhum. Kini di atas panggung kelihatan pemandangan yang betul-betul
mengerikan. Puluhan tubuh manusia terkapar tanpa nyawa. Ada yang hancur
kepalanya, ada yang robek perutnya atau melesak dadanya tapi yang paling banyak
ialah yang mati akibat "Kala Hijau" beracun yang dilepas oleh keempat
gadis bermuka tengkorak yang haus jiwa manusia itu!
****************
7
Di atas
panggung Partai Telaga Wangi yang kini Cuma tinggal nama saja Kala Merah
berdiri bertolak pinggang menghadapi para hadirin yang kini hanya tinggal
separoh saja lagi.
"Mana
yang lain-lainnya?!" tanya Kala Merah membentak. Sepasang matanya
membeliak. Tapi tak ada satu pun dari yang hadir yang mem-berikan jawaban. Kala
Merah menyapu rnereka dengan Pandangannya yang tajam. Melihat kepada sikap
Orang-orang itu dan melihat bagaimana mereka masih punya nyali untuk mendiamkan
Pertanyaannya, Kala Merah maklum bahwa orang-orang itu tentulah tokoh-tokoh
silat berkepandaian tinggi. Namun ini tidak mengejutkan hatinya. Malah
sebaliknya Kala Merah menjadi gembira dapat berhadapan dengan tokoh-tokoh
kawakan dunla persllatan itul
"Kerbau-kerbau
dogol, apa kalian tidak Punya mulut?! Orang ber-tanya didiamkan saja? Atau
mungkin tuli semua?!"
Mendadak
terdengar suara tertawa rnengekeh dari panggung sebelah Barat. "Kala
Merah, jika kau punya nyali, turunlah!"
Kala
Merah dan kawan-kawannya tentu saja kaget sekali dan memandang ke jurusan Barat
tapi tak dapat mengetahui siapa adanya orang yang bicara itu karena dia
mempergunakan ilmu memindahkan suara!
”Keparat
pengecut, berani menantang berani unjukkan diril" bentak Kala Merah
penasaran.
Terdengar
lagi suara tertawa mengekeh.
“aku akan
unjukkan diri bila kau bersedia bertempur dengan membuka kedok
tengkorakmu!"
Mata Kala
Merah membeliak. Darahnya tersirap. Demikian juga dengan Kala Hitam. Kala Putih
dan Kala Biru. Rupanya Manusia yang bersuara itu selain sakti juga mengetahui
rahasia kedok tipis yang mereka pakai! Karena geramnya Kala Merah hantamkan
pukulan "Kala Hijau" ke bagian panggung sebelah Barat itu! Jerit
kematian terdengar di bagian situ! Enam tokoh silat golongan putih dan dua
golongan hitam roboh terjerongkang dari kursi masing-masing.
Jika
belum juga unjukkan diri, semua yang ada di sini akan kubikin minggat ke
akhiratl" ancam Kala Merah.
"He…
he … enaknya kalau bicara!" terdengar jawaban Orang yang tak kelihatan dan
tak diketahui di mana beradanya itu. "Kesaktianmu memang patut dikagumi
perempuan-perempuan iblis Kejahatan mu melewati batas! Dunia persilatan akan
bersatu menghancurkanmu! Sekalipun kalian punya sepuluh nyawa, kalian tak bakal
dapat hidup lama!"
"Kentut!"
bentak Kala Merah gusar sekali.
"Kalau
aku kentut, kalian adalah tahinya!" terdengar Suara tertawa mengekeh.
Kedua tinju Kala Merah dan kawan-kawannya sama terkepal erat, tapi kepada
siapakah mereka akan turun tangan?
Tak
sedikit pun mereka tahu dari mana sebenarnya datang suara itu dan siapa adanya
orang yang bicara!
Kala Biru
mendekati Kala Merah dan berbisik:
” Kakak
Kala Merah tak usah perdulikan manusia keblinger itu. Sebaiknya kita mulai saja
urusan dengan semua yang hadir di sini."
Kala
Merah mengangguk. Dia berdiri di tepi Panggung sebelah muka dengan bertolak
pinggang. Setelah menyapu paras semua yang hadir dengan
sepasang
matanya yang tajam menyorot itu maka dia pun membuka mulut. Suaranya nyaring
lantang dan mengumandang ke seluruh pelosok lembah.
"Semua
Yang hadir, dengar baik-baik! Pada hari dua belas bulan dua belas yang akan
datang di Lembah Tengkorak kami akan mendirikan Partai baru yang dinamakan
Partai Lembah Tengkorak! Semua kalian yang ada di sini musti masuk menjadi
anggota Partai! Siapa berani menolak berarti mati!"
Suasana
sehening di pekuburan beberapa lamanya. Tiba-tiba terdengar lagi suara mengekeh
tadi. "Perempuan iblis! Kalian kira kami ini semua domba-domba tolol yang
mau digiring seenaknya saja?! Persetan dengan Partaimu! Siapa sudi masuk
anggota Partaimu! Kalau mau cari anggota, pergilah naik ke puncak Gunung Merapi
lalu buang dirimu ke dalam kawahnya! Mengerti…?! He … he … he….!"
Empat
murid Dewi Kala Hijau itu kertakkan rahang masing-masing. Kegeraman mereka
sudah tak bisa dikendalikan lagi Tapi kepada siapa mereka musti turun tangan?!
"Kakak
Kala Merah, teruskan saja bicaramu. Nanti bangsat bermulut besar itu akan kita
ketahui juga siapa adanya!" Lagi-lagi Kala Biru memberi nasihat pada
saudara-saudara seperguruannya itu. Maka Kala Merah pun meneruskan ucapannya.
"Kalian
sudah saksikan sendiri apa akibat bagi manusia-manusia yang tidak mau mematuhi
kehendak kami! Karenanya kalian semua lekas naik ke atas panggung, berlutut dan
bersumpah sedia memasuki Partai Lembah Tengkorak!"
Sampai
setengah menit lamanya, tak satu pun daripada yang hadir melakukan apa yang
diperintahkan itu. Maka marahlah Kala Merah.
"Kalau
begitu kalian minta mampus semua!" bentak Kala Merah. Dia memberi isyarat
pada ketiga saudara seperguruannya. Maka keempatnya kemudian serentak menaikkan
tangan kanan tinggi-tinggi ke udara.
Tiba-tiba
dari tengah-tengah bawah panggung berdirilah dua manusia berjubah putih.
Melihat kepada tampang-tampang mereka nyatalah bahwa keduanya beradik kakak.
Yang di sebelah kanan mengangkat tangannya.
"Kalian
berdua mau apa?” tanya Kala Merah.
"Malang
tak dapat dihindar, untung tak dapat diraih! Kami berdua hanya inginkan nyawamu
dan nyawa tiga gadis-gadis iblis lainnya itu!" menjawab laki-laki berjubah
putih yang mengangkat tangan tadi. Suaranya menggetarkan lembah tanda tenaga
dalamnya tinggi sekali. Kala Merah kerenyitkan keningnya lalu tertawa
gelak-gelak.
"Kalau
kau tidak buta tentu otakmu miring! Apa masih belum melihat bangkai-bangkai
yang berkaparan di tempat ini?!"
"Tentu:..
tentu saja kami lihat! Justru kami inginkan nyawa kalian adalah karena roh-roh
busuk kalian tengah ditunggu-tunggu oleh roh sekian banyaknya manusia yang
telah kalian binasakan … !"
Meledaklah
kemarahan Kala Merah. "Cepat katakan siapa kalian berdua supaya cepat pula
kuberi jalan,kematian!"
Kedua
orang berjubah putih itu tertawa dingin. Sementara itu Kala Merah sudah
mengangkat kembali tangan kanannya tinggi-tinggi, sedang tokoh-tokoh silat yang
lain bersiap-siap menunggu segala kemungkinan.
"Cepat
terangkan nama kalian! Atau kalian akan mampus percuma!" membentak lagi
Kala Merah. Kedua orang berjubah putih tiba-tiba sama menggerakkan tangan
kanannya ke balik jubah. Sesaat kemudian keduanya telah memegang masing-masing
sebuah rujung emas.
"Akh
… kiranya kalian adalah Sepasang Ruyung Emas Dari Banyuwangi! Nama besar kalian
memang ada kudengar. Tapi hari ini kau tak bakal lagi dapat kembali ke
Banyuwangi! Takdir sudah menentukan bahwa ajalmu lepas di sini!"
"Jangan
kelewat tekebur, Kala Merah! Mungkin kepalamu yang akan kuhancurkan lebih
dahulu dengan Ruyung ini!" kata Sepasang Ruyung Emas yang berdiri di
sebelah kanan. Namanya Teggil Tantra. Rekannya yang berdiri di sebelah kiri
bernama Situwara. Untuk daerah JawaTimur nama dan julukan sepasang pendekar
golongan putih ini memang sudah tidak asing lagi!
Kala
Merah bersuit keras. Tubuhnya melayang ke bawah panggung. "Kalian maju
sendiri-sendiri atau berdua sekaligus?!" bentaknya begitu sampai di
hadapan Sepasang Rujung Emas. Sepasang Eujung Emas memberikan jawaban dengan
serhuan yang dahsyat. Tubuh mereka tak kelihatan bergerak tapi tahu-tahu dua
sebetan ruyung yang memancarkan sinar kuning emas telah menyambar ke muka
hidung Kala Merah! Gadis muka tengkorak ini sampai tersurut lima langkah ke
belakang. Tapi sepasang Ruyung Emas di tangan Situwara dan Teggil Tantra
berkelebat pula memburunya!
Dalam
waktu yang singkat dua jurus telah dilancarkan oleh tokoh-tokoh silat Jawa
Timur itu. Permainan silat serta jurus-jurus serangan Ruyung mereka merupakan
ilmu yang aneh dan banyak sekali pecahan-pecahannya. Angin menderu, dan tubuh
ketiga orang yang bertempur itu hanya merupakan bayang-bayang saja!
Jika saja
Kala Merah mempunyai kesempatan untuk mempergunakan tangan kanannya
mengeluarkan ilmu "Kala Hijau" yang sangat diandalkan, maka dalam
satu jurus kedua jago silat itu mungkin sudah kojorl
Tapi
setiap dia mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, maka setiap kali itu pula
salah satu dari Ruyung menyambar ke arah tangannya sehingga sebelum maksudnya
kesampaian, dia terpaksa tarik pulang kembali serangannya!
Jurus
ketiga dan keempat Kala Merah dibikin sangat repot Memasuki jurus yang kelima
tiba-tiba terdengarlah suitannyal Tubuhnya lenyap. Dua jurus dia bergerak cepat
mengirimkan serangan-serangan kilat, namun hasilnya sia-sia belaka saja!
"Manusia-manusia
keparat!" maki Kala Merah dalam hati. Sekali lagi dia memekik. Tubuhnya
Ienyap lagi dan tahu-tahu sudah ke luar lima tombak dari kalangan pertempuran!
Situwara
dan Teggil Tantra memburu tapi kali ini jarak mereka dengan sasaran terlalu
jauh sehingga Kala Merah yang sengaja mencari kesempatan ini mempunyai peluang
untuk melancarkan serangan "Kala Hijau".
Teggil
Tantra yang berada agak ke muka membabat dengan Ruyung emasnya ketika melihat
selarik sinar hijau menyambar ke arahnya! Seekor dari tiga kala hijau yang
menyerangnya hancur lebur dihantam Ruyung emas.
Kala
Hijau yang kedua berhasil dielakkannya. Tapi menghadapi
kala yang
ketiga, tokoh silat ini menjadi gugup! Teggil Tantra menjerit! Ruyung emasnya
terlepas dan kedua tangannya menutupi mukanya yang bermandikan darah akibat
tancapan kala hijau pada kening antara kedua matanya! Begitu racun binatang
maut itu masuk ke dalam darahnya maka tergelimpanglah dia! Nyawanya putus pada
detik tubuhnya mencium tanah!
"Kakak
Kala Merah awas!" terdengar seruan Kala Hitam.
"Sreeet!"
Lengan pakaian Kala Merah robek tersambar Ruyung Emas Situwara yang saat itu
menjadi kalap beringas melihat kematian saudara kandungnya.
Satu
jurus dia menggempur hebat Kala Merah. Tapi pada ujung jurus itu nasibnya tiada
beda dengan Teggil Tantra. Dua kala hijau menancap di mukanya, satu di
tenggorokan! Maka tamatlah riwayat Sepasang Ruyung Emas Dari Banyuwangi!
Tokoh-tokoh
silat golongan hitam yang menyadari bahwa ilmu kesaktian mereka masih berada di
bawah kedua tokoh silat itu menjadi ngeri dan gelisah di kursi masing-masing.
Tiba-tiba dua di antaranya melompat dan melarikan diri!
"Kurang
ajar! Berani kabur ya?!" bentak Kala Hitam, Tangan kanannya bergerak!
Sinar hijau melesat. Maka tergelimpanglah kedua tokoh golongan hitam itu!
"Siapa
lagi yang mau coba-coba ambil langkah seribu, silahkan!" bentak Kala
Hitam.
"Perempuan-perempuan
iblis! Dosa kalian tidak berampun! Hadapi golok panjangku!" Mendadak
terdengar satu bentakan. Suara bentakan itu belum lagi habis tahu-tahu telah
berkilat sinar biru melanda Kala Merah!
"Edan
betull Siapa lagi ini yang mau minta mampus"" hardik Kala Merah.
Dipukulkannya tangan kirinya ke depan Serangkum angin deras menyambar
penyerangnya, membuat yang menyerang itu tergontai-gontai seketika dan agak
lamban gencaran goloknya!
Namun
dengan robah ilmu goloknya dengan jurus-jurus aneh maka kembali si penyerang
yang masih tak kelihatan jelas tampangnya karena cepat sekali gerakannya itu,
dapat mendesak Kala Merah ke ujung panggung!
"Setan
betul!" maki Kala Merah. Kedua tangannya terkembang ke muka. Jari-jari
menekuk membentuk cengkeraman.
*****************
8
”Cengkeram
Kala Hijau!" seru si penyerang lalu menabas dengan golok panjangnya. Kala
Merah tertawa meringkik.
"Akh
… !"
Terdengarlah
erangan si penyerang. Ketika dia melompat ke luar dari kalangan pertempuran
maka baru bisa dikenali siapa dia adanya!
Manusia
ini adalah tokoh silat dari Utara yang berjuluk "Si Golok Sakti".
Mukanya kelihatan bergurat-gurat dan berlelehan darah akibat cakaran kala hijau
yang dilancarkan oleh Kala Merah. Sakitnya
bukan
main. Seluruh mukanya sampai ke leher seperti dibakar!
"Sebaiknya
kau segera bunuh diri saja, Golok Sakti!" ejek Kata Merah. Si Golok Sakti
tidak menjawab. Mulutnya kelihatan komat kamit. Tiba-tiba dia berseru nyaring!
"Lihat
golok!"
Dan semua
orang termasuk tiga gadis muka tengkorak saudara seperguruan Kala Merah menjadi
keheranan melihat Kala Merah mencak-mencak sendirian, memukul dan mencakar kian
kemari sedang Si Golok Sakti tetap berdiri di tempatnya tanpa bergerak dan
mulutnya terus juga komat kamit!
Di
samping lihai dalam ilmu silat maka Si Golok Sakti juga mendalami ilmu sihir.
Dengan ilmu sihirnya itu dia telah menipu pandangan mata Kala Merah. Kala Merah
seakan-akan melihat bahwa lawannya tengah
menyerangnya
lalu bergerak cepat kian kemari, memukul dan mengelak! Melihat hal ini saudara
seperguruannya yaitu Kala Hitam cepat berseru:
"Kakak
Kala Merah, awas jangan tertipu! Bangsat itu mempergunakan ilmu sihir!"
Mendengar ini Kala Merah beringas setengah mati. Dihentikannya gerakannya.
Tiba-tiba Si Golok Sakti menerjang ke muka. Golok panjang menyambar, angin
deras melesat dari telapak tangan kiri! Kala Biru kini yang berteriak memberi
peringatan! Pada saat itu sudah terlalu singkat bagi Kala Merah untuk mengelak!
Tanpa pikir panjang Kala Biru naikkan tangan kanan dan memukul ke depan.
"Curang
… !" teriak Si Golok Sakti. Goloknya diputar laksana titiran tapi dua ekor
kala hijau telah melesat melewati putaran golok dan menghantam mukanya! Si
Golok Sakti terhuyung-huyung lalu roboh ke tanah tanpa nyawa!
"Siapa
lagi yang ingin mampus cepatlah majukan diri!" seru Kala Merah. Dia
melangkah ke muka. Dengan geram ditendangnya tubuh Si Golok Sakti hingga mental
ke atas panggung, terhampar di antara mayat-mayat anggota Partai Telaga Wangi!
Mendadak terdengar suara tarikan nafas aneh!
"Kejahatan
kalian sudah punya! Dosa sebesar gunung kalian sudah pikul. Tapi rupanya juga
kalian memiliki kecurangan! Manusia-manusia dajal! Sudah tiba saatnya kalian
harus mampus!" Suara itu adalah suara manusia yang tidak kelihatan tadi.
Tapi kali ini rupanya dia tidak menyembunyikan diri lebih lama karena begitu
ucapannya berakhir maka yang punya diri sudah melompat ke hadapan Kala Merah
dan gadis-gadis muka tengkorak lainnya!
Melihat
siapa adanya manusia ini yang bukan lain si tua renta berjuluk "Sepuluh
Jari Malaikat", maka besarlah kembali nyali para hadirin yang
masih ada
di tempat itu! Siapa yang tak akan kenal dengan "Sepuluh Jari
Malaikat"?
Selama
dua puluh tahun kakek-kakek tua renta itu telah merajai dunia persilatan di JawaTimur.
Dan bila hari ini dia muncul pastilah keempat bergundal-bergundal pencabut
nyawa itu akan dibikin ludas musnah!
Tapi
rupanya keempat gadis muka tengkorak itu masih belum tahu dengan siapa mereka
berhadapan. Kala Merah memperhatikan paras kakek-kakek tua yang agak bungkuk di
hadapannya itu. Sepuluh Jari Malaikat berparas licin polos, rambutnya putih
panjang sampai ke bahu seperti rambut perempuan, alis mata, kumis serta
janggutnya juga putih! Bahkan sepasang bola matanya juga putih laksana marmer!
Tergetar
juga hati Kala Merah melihat pandangan mata si kakek tua!
"Hemmm
m… akhirnya kau munculkan diri juga, huh?’" decah Kala Merah. Sepuluh Jari
Malaikat tertawa rawan.
"Kebenaran
akan selalu muncul untuk memusnahkan kejahatan….."
"Tak
usah bicara bahasa tinggi. Sebutkan cara mati yang bagaimana yang kau inginkan
tua renta?!" Sepuluh Jari Malaikat tertawa mengekeh. Mulutnya hanya
sedikit yang terbuka tapi suara kekehannya mengumandang dan menggetari seluruh
lembah!
"Kakak
Kala Merah …." Kala Hitam berkata dengan ilmu menyusupkan suara.
"Hati-hati
terhadap kunyuk tua ini, agaknya dia memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi!
Perhatikan jari-jari tangannya yang paling panjang-panjang! Kalau aku tidak
salah duga, kunyuk tua ini pastilah Sepuluh Jari Malaikat …."
Kala
Merah terkejut dan melirik pada jari-jari tangan kakek-kakek tua di hadapannya.
Jari-jari itu panjang sekali, hampir dua kali lebih panjang
dari
jari-jari yang biasa! Dari gurunya Kala Merah serta ketiga saudara-saudara
seperguruannya itu dulu pernah diberitahu tentang tokoh-tokoh silat utama di
tanah Jawa. Seorang di antaranya ialah yang berjuluk "Sepuluh Jari
Malaikat" yang merajai dunia persilatan.di Jawa Timur!
"Sepuluh
Jari Malaikat, mengetahui siapa kau adanya dan memandang kepada nama besarmu,
maka kami berempat atas nama guru Dewi Kala Hijau bersedia mengampunimu!
Kuharap kau mau segera menyatakan diri masuk ke dalam Partai kami …."
Meledaklah
tertawa Sepuluh Jari Malaikat. Kedua tangannya dinaikkan ke atas. Kala Merah
dan saudara-saudara seperguruannya bersiap-siap.
"Perempuan
iblis, dengar!" Sepuluh Jari Malaikat buka suara.
"Aku
memang tak keberatan masuk ke dalam partaimu, tapi sepuluh jari-jari tanganku
ini pasti tidak mau diajak ikut-ikutan bersama kalian, apalagi masuk Partai
kalian!" marahlah Kala Merah.
”Kalau
begitu mampus adalah yang paling baik buatmu!" teriak Kala Merah. Tangan
kanannya laksana kilat naik ke atas lalu dipukulkan ke muka! Sinar hijau
menyambar. Tiga binatang kala berwarna hijau melesat! Segenap yang masih hadir
membuka mata lebar-lebar, ingin menyaksikan apa yang bakal terjadi.
Tiba-tiba
Sepuluh Jari Malaikat membentak nyaring! Tubuhnya berkelebat ke samping. Sinar
dan kala hijau lewat di sampingnya.
"Perempuan
iblis!" terdengar suara Sepuluh Jari Malaikat dalam kelebatan itu.
"Aku
tidak suka bertempur dengan lawan yang menyembunyi-kan mukanya di balik topeng!
Coba kulihat dulu parasmu!" Habis berkata begitu Sepuluh Jari Malaikat
berkelebat lagi dan. …
"Bret!"
Suara ini
disusul oleh suara seruan tertahan Kala Merah! Topeng tengkorak tipis yang
menutupi mukanya robek dan tanggal! Terkejutlah semua orang yang ada, termasuk
Sepuluh Jari Malaikat sendiri! Siapa yang menyangka kalau perempuan bertopeng
tengkorak dan berhati sejahat iblis itu ternyata adalah seorang gadis berparas
cantik jelita?!
Kala
Merah sendiri kagetnya bukan main. Mukanya pucat oleh sirapan darah, tapi
kemudian kekalapannya pun muncul!
"Setan
alas! Terima kematianmu!" bentak Kala Merah. Gadis ini menyerbu ke muka.
Kedua tangannya naik ke atas dan turun lagi secepat kilat! Dua larik sinar
hijau menderu dan puluhan kala hijau melesat dari kedua telapak tangan Kala
Merah!
"llmu
terkutukmu ini boleh kau pamerkan pada orang lain! Terhadapku kau bisa cilaka
sendiri!" ejek Sepuluh Jari Malaikat. Sepuluh jari-jari tangannya
dipentang lebar-lebar lalu dihantamkan ke muka! Dua gelombang angin laksana
topan prahara memapas dua larik sinar hijau! Puluhan kala hijau yang menyerang
ke arah Sepuluh Jari Malaikat tertahan sejenak lalu menderu membalik menyerang
Kala Merah dengan dahsyatnya!
Kala
Merah menjerit keras!
Selama
dilepas oleh gurunya, selama malang melintang di dunia persilatan dalam
memenuhi tugas yang dipikulkan gurunya yakni mendirikan Partai Lembah
Tengkorak, selama dia menghadapi musuh-musuh perkasa, selama itu pula dia
terus-menerus telah menyebar maut, menyerang lawan-lawannya dengan ilmu
"Kaia Hijau" yang sangat dahsyat itu! Tapi hari ini senjata itu
membalik menyerangnya sendiri!
"Mampuslah
kau iblis terkutuk!" teriak orang banya k.
"Kurang
ajar!" terdengar bentakan Kala Hitam.
"Berani
menyumpahi!" Sekali dia lepaskan ilmu kala hijau ke arah orang banyak yang
tadi menyumpahi kemampusan bagi kakak seperguruannya maka terdengarlah
pekik-pekik kematian!
Sementara
itu meskipun agak gugup namun dengan ilmu mengantengi tubuhnya- yang tinggi
Kala Merah melompat tujuh tombak ke udara. Kalakala hijau yang menyerangnya
lewat di bawah kaki. Dari atas gadis ini menukik ke bawah laksana seekor
rajawali dan sekali lagi melepaskan pukulan ilmu Kala Hijau kepada Sepuluh Jari
Malaikat dan kali ini serangannya itu datang dari belakang!
Sepuluh
Jari Malaikat mendengus. "Terhadap orang lain kau bisa berlaku curang,
gadis iblisl" bentaknya.
"Tapi
terhadapku jangan cobs-coba!"
Tokoh
lihai ini lambaikan kedua tangannya. Puluhan kala-kala hijau yang menyerangnya
luruh hancur ke tanah, Sekejapan kemudian kedua tangan itu telah membentuk
cengkeraman dan menyerang dalam satu jurus aneh! Meski Kala Merah sempat juga
mengelakkan cengkeraman lawan namun dia tak dapat menghindar-kan bajunya dari
kerobekan!
"Keparat
edan!" maki Kala Merah sambil menurupi dada bajunya yang robek. Kedua
kakinya menerjang ke muka. Tangan klri mengebut dan tanyan kanan kembali
mengirimkan Pukulan Kala Hijau yang dahsyat. Jurus kaki menendang, tangan kiri
mengebut dan tangan kanan memukul itu adalah iurus yang dinamakan "Empat
Elmaut Berebut Korban".
Sepuluh
Jari Malaikat terkejut juga melihat kehebatan serangan ini. Sambil mendorongkan
tangan kiri ke muka menolak serangan kala-kala hijau beracun maka orang tua
berambut putih macam perempuan ini melompat ke kiri, geserkan kedua kaki ke
muka, lalu dalam keadaan
mengapung
di udara lancarkan satu tendangan dari samping ke arah tulang-tulang iga
sebelah kanan Kala Merah!
Tapi
jurus "Empat Elmaut Berebut Korban" itu nyatanya mempunyai
jurus-jurus pecahan karena begitu diserang lawan Kala Merah bukannya berkelit
bahkan memburu lagi dengan serangan!
Dua
tendangan lagi menderu, dua pukulan menggebu, pasir beterbangan, angin
menggelombang! Sepuluh Jari Malaikat kembali menerima empat serangan sekaligus!
Sepuluh Jari Malaikat menggeram dalam hati. Dia bergerak dengan cepat, Dua
tendangan dapat dielakkannya, satu pukulan dikelit dengan rungukkan kepala tapi
pukulan yang kedua mau tak mau harus ditangkisnya dengan lengan!
Pukulan
tangan dan tangkisan lengan pun beradulah menimbulkan suara keras. Tubuh Kala
Merah mencelat empat tombak ke belakang sedang Sepuluh Jari Malaikat berdiri
terhuyung-huyung! Kala Merah menyadari kalau lawannya sudah lenyap dari
hadapannyal Ketika dia melihat bayangan Sepuluh Jari Malaikat, orang tua itu
sudah berada dekat sekali dan terdengar suaranya;
"Perempuan
iblis, selamat jalan ke akhirat!"
Sepuluh
jari tangan kemudian mencengkeram ke depan dalam jurus yang tak mungkin lagi
dielakkan oleh Kala Merah karena jurus itu adalah jurus yang paling hebat dari
ilmu silat Sepuluh Jari Malaikat yaitu yang bernama jurus "Sepuluh Jari
Kebinasaan"!
Lima jari
menyengkeram ke perut, serangan ini dapat merobek dan membusaikan isi perut.
Lima jari lagi bergerak ke muka dan kehebatannya ialah bisa menanggalkan mulut
serta hidung dan mengorek biji-biji mata!
"Celaka,
matilah aku!" keluh Kala Merah. Dia menjerit setinggi langit. Setengah
detik lagi Kala Merah bakal menemui kematiannya maka
dari
samping kiri dan kanan serta belakang Sepuluh Jari Malaikat melesatlah
sinar-sinar hijau dan puluhan kala maut!
"Curang!"
terdengar seruan dari para hadirin yang ada.
Serentak
dengan itu sembilan tokoh silat golongan putih, antaranya tokoh yang terkenal
berjuluk "Sepasang Sabit Baja" menyerbu memasuki kalangan
pertempuran! ..
Pada saat
itu Sepuluh Jari Malaikat hanya rasakan sambaran angin dari tiga jurusan dan
matanya menangkap sekilas larikan-larikan sinar hijau! Tahulah dia bahwa tiga
perempuan iblis lainnya telah membokongnya secara pengecut! Karena sudah
demikian dekatnya tiga serangan itu yang datangnya sekaligus pula, tiada
mungkin lagi bagi Sapuluh Jari Malaikat untuk mengelak! Percuma saja dia
membatalkan serangannya terhadap Kala Merah karena itu tak akan dapat menyelamatkan
jiwanya!
Keringat
dingin memercik di kening dan di kuduk tokoh silat utama ini! Dalam detik
kematian itu Sepuluh Jari Malaikat memutuskan untuk mati sama-sama dengan Kala
Merah. Sepuluh jarinya diteruskan mencengkeram ke muka!
Maka
setengah kejap kemudian terdengarlah dua jerit kematian yang dahsyat! Tubuh
Sepuluh Jari Malaikat menggeletak di tanah ditancapi oleh puluhan kala hijau
beracun. Demikian banyaknya kala- kala yang menggerogoti tubuhnya, demikian
cepatnya racun yang bekerja sehingga nyawa pendekar tua yang menjagoi dunia
persilatan di Daerah Jawa Timur selama dua puluh tahun itu putus detik itu juga
tanpa tubuhnya berkelojotan lebih dahulu!
Kala
Merah terhampar satu langkah di samping Sepuluh Jari Malaikat. Kematian yang
diterimanya sangat mengerikan. Parasnya yang cantik jelita hancur rusak. Hidung
serta mulut tanggal. Kedua biji matanya tercongkel.
Darah
membasahi seluruh mukanya Pakaiannya di bagian perut robek besar sehingga
kelihatanlah perutnya yang juga robek besar.
Darah
mengalir tiada hentinya bersama busaian usus yang menjela-jela! Kala Hitam,
Kala Biru, dan Kala Putih hendak memburu dan memeluki kakak seperguruan mereka
itu namun dari kiri kanan dan muka belakang berlompatan sembilan tokoh silat
dengan berbagai senjata di tangan mengurung ketiganya!
Maka
terjadilah pertempuran yang seru, tiga lawan sembilan. Debu beterbangan! Suara
senjata, suara teriakan-teriakan dan bentakan-bentakan terdengar tiada
hentinya. Lima jurus pertama ketiga murid Dewi Kala Hijau itu terkurung rapat
dan menerima tekanan serangan yang hebat. Namun ketika mereka berhasil
merobohkan salah seorang tokoh yang mengurung maka delapan tokoh silat lainnya
menjadi gugup.
"Jangan
gugup!" membentak "Sepasang Sabit Baja" Kemudian dia berseru
pada dua belas tokoh silat lainnya, di antaranya enam tokoh silat golongan
hitam.
"Kalian
tunggu apa lagi?! lnilah saatnya untuk menumpas perempuan-perempuan iblis
ini!" Serempak dengan itu maka menyerbulah kedua belas tokoh silat itu.
Kini dua puluh lawan tiga! Dengan sendirinya ruang gerak ketiga gadis bertopeng
tengkorak itu menjadi semakin sempit. Dua puluh senjata bergulung-gulung
membungkusnya dalam jurus-jurus yang mematikan! Kala Biru mengerling pada kedua
saudara seperguruannya.
"Bagaimana
… ?" tanyanya dengan ilmu menyusupkan suara.
"Kurasa
sukar bagi kita menghadapi lawan sebanyak ini!"
"Bukan
sukar. Kita musti mencari kesempatan untuk menggerakkan tangan melepas Pukulan
Kala Hijau!" menyahuti Kala Hitam.
"Sebaiknya
kita melompat ke luar dari kurunaan lalu menyerang mereka dari luar!"
mengusulkan Kala Putih.
"Justru
untuk ke luar dari kurungan yang rapat inilah yang sangat sukar!" ujar
Kala Biru pula.
"Tapi
mari kita usahakan!" Maka ketiganyapun bergerak lebih cepat. Dari mulut
mereka ke luar lengkingan-lengkingan dahsyat yang merobek langit dan
membisingi—liang liang telinga kedua puluh pengeroyok.,
"Sret!"
Ujung
lengan pakaian Kala Biru robek besar disambar salah satu sabit baja di tangan
tokoh Sepasang Sabit Baja, ketika gadis muka tengkorak ini mencoba melesat ke
luar kalangan pertempuran
dalam
jurus yang keduapuluh sembilan.
"Celaka!
Tak mungkin bagi kita untuk keluar dari kurungan ini!" keluh Kala Biru
pada saudara-saudara seperguruannya.
”Bret!"
"Bret!"
Baru saja
habis Kala Biru habis mengucapkan kata-kata di atas maka Kala Hitam dan Kala
Putih juga mendapat nasib yang sama. Pakaian mereka sama-sama kena robek
dimakan ujung senjata dua orang pengurung! Ketiga gadis-gadis iblis itu
keluarkan keringat dingin. Bulu tengkuk mereka merinding, Untuk pertama kali
dalam hidup mereka merasakan kengerian! Kengerian dalam menghadapi elmaut yang
memburu dan mengurung dari puluh jurusan!
”Ha … ha
… ha … ! Sekarang coba perlihatkan kehebatanmu manusia-manusia dajal!"
kata Sepasang sabit Baja. Dua buah sabit di tangannya menderu-deru. Bertobatlah
sebelum nyawa kalian minggat dari badan masing-masing!"
Ketiga
gadis iblis itu hanya bisa kertakkan rahang, Mereka menyadari bahwa tak sampai
sepuluh jurus lagi pasti salah seorang dari mereka akan jatuh menjadi korban!
Kurungan
dua puluh senjata semakin hebat dan saat Ruang gerak ketiga murid Dewi Kala
Hijau itu sudah sempit zekali. Puluhan senjata berkelebat ganas di muka hidung,
di samping dan di belakang mereka,
Dalam
suasana menjelang kematian yang menegangkan itu tiba-tiba terdengarlah suitan panjang
dan nyaring! Entah dari mana datangnya tahutahu bertaburan angin deras hijau
dan disusul oleh pekik maut para pengeroyok! Enam di antara mereka roboh
ditanca-pi puluhan kala-kala hijau!
"Guru!"
seru Kala Hitam, Kala Biru dan Kala Putih penuh kegembiraan. Para pengeroyok
mundur terkejut. Seorang di antaranya berteriak:
"Dewi
Kala Hijau! Lari! Kita tak akan bisa selamatkan diri dari tangannya!"
Sembilan tokoh silat yang menjadi luntur nyalinya begitu mengetahui siapa yang
berdiri di hadapan mereka segera ambil langkah seribu namun mereka hanya bisa
larikan diri beberapa langkah saja karena di belakang mereka kemudian
berlesatan sinar dan kala-kala hijau! Kesembilannya mati di situ juga!
Lima
tokoh-tokoh silat yang masih hidup terdiri dari tiga golongan hitam dan dua
golongan putih. Salah satu dari golongan putih ini ialah Sepasang Sabit Baja.
Mereka saling berpandangan.
"Meski
kematian di depan mata tapi untuk melarikan diri adalah pantanganku!" kata
Sepasang Sabit Baja.
Sementara
itu tiga murid Dewi Kala Hijau menjura di hadapan guru mereka. Kala Biru
berkata:
"Dewi,
syukur kau datang. Kalau tidak …."
"Diam!"
bentak Dewi Kala Hijau.
"Lekas
kalian bereskan dulu kelima manusia keparat itu!" Maka Kala Biru, Kala
Hitam dan Kala Putih segera menyerbu kelima tokoh silat di hadapan mereka,
sedang Dewi Kala Hijau melangkah mendekati mayat Kala Merah. Muka tengkoraknya
kelihatan mengkerut dan tambah menggidikkan ketika dia melihat bagaimana
muridnya yang tertua dan terpandai itu menemui kematian demikian rupa. Di samping
mayat Kala Merah dilihatnya pula sesosok tubuh laki-laki tua yang ditancapi
puluhan kala hijau.
Dewi Kala
Hijau begitu memperhatikan jari-jari tangan laki-laki itu segera mengetahui
siapa dia adanya.
Sepuluh
Jari Malaikat memang mempunyai ilmu yang teramat tinggi. Namun demikian
kematian muridnya yang paling pandai dalam cara demikian rupa sungguh tak
pernah diduganya. Dengan penuh geram dan sekali tendang saja maka mencelatlah
mayat Sepuluh Jari Malaikat sampai sebelas tombak!
Sepasang
mata yang beringas dari Dewi Kala Hijau memandang berkeliling. Di atas dan di
bawah panggung berhamburan puluhan mayat manusia! Hampir keseluruhannya mati
dengan ditancapi oleh kala-kala hijau!
Di
antaranya tumpukan mayat itu masih bisa dikenalinya beberapa tokoh sakti
seperti Si bayangan Setan, Nenek Kelewang Merah. Brahmana Wingajara, Sepasang
Ruyung Emas, Si Golok Sakti dan lain sebagainya!
Dewi Kala
Hijau memalingkan badannya ketika dibelakannya terdengar jerit kematian!
***************
9
Satu dari
lima pengeroyok yang bertempur dengan ketiga muridnya roboh ke tanah dengan
kening ditancapi kala hijau! Sekali lagi terdengar suara jeritan dan satu lagi
roboh tanpa nyawa. Sepasang Sabit Baja serta dua tokoh kalangan hitam bertempur
mati-matian. Tapi satu jurus kemudian Sepasang Sabit Baja juga terpaksa
menyerahkan nyawanya di tangan Kala Hitam.
Melihat
ini dua tokoh silat golongan hitam lumer nyali mereka. Untuk kabur tentu tak
mungkin dan untuk melawan terus berarti mati! Maka tanpa pikir panjang lagi
keduanya melemparkan senjata masing-masing dan cepat-cepal jatuhkan diri
berlututl
"Keparat!
Saat ini tiada ampun lagi bagi kalian!" bentak Kala Biru. Kaki kanannya
ditendangkan kemuka tapi di belakangnya terdengar seruan Dewi Kala Hijau.
"Kala
Biru, tahan dulu!" Maka Kala Birupun membatalkan tendangannya. Dewi Kala
Hijau melangkah ke hadapan kedua
orang
tokoh silat golongan hitam itu. Salah seorang dari mereka segera berkata:
"Dewi,
kami berdua mohon diampuni dan bersedia memasuki Partaimu …."
"Sesudah
hampir mampus, baru minta ampun huh!" kertak Dewi Kala Hijau.
"Siapa
nama kalian? Apakah mempunyai gelar?!"
Yang tadi
bicara menjawab: "Aku Lalanang dari Pantai Selatan. Gelarku Pembunuh Tanpa
Bayangan, Aku mohon keampunanmu Dewi …."
"Kalian
berjanji mau memasuki Partaiku … ?"
"Kami
berjanji."
"Baik!
Tapi karena kalian sebelumnya sudah berani melawan terhadap murid-muridku maka
aku baru mengampuni jiwa kalian dan memperbolehkan kalian memasuki partaiku
bila kalian sudah mencongkel ke luar salah satu biji mata kalian!"
Sepasang
Kaki Kematian dan Pembunuh Tanpa Bayangan saling pandang dan terkejut.
"Cepat,
aku tak bisa menunggu lebih lama! Boleh pilih matamu atau nyawamu!" bentak
Dewi Kala Hijau.
Sekali
lagi kedua orang itu saling berpandangan. Apa boleh buat, pikir mereka. Dari
pada mati lebih baik korbankan satu biji mata. Lagi pula mereka sama-sama dari
golongan hitam, perbuatan itu tentu tak akan diambil perduli oleh dunia
persilatan.
Maka
tanpa menunggu lebih lama kedua orang itu segera mencongkel masing-masing
sebuah. matanya! Biji mata dan darah menyembur ke luar! Satu pemandangan yang
mengerikan! Tapi Dewi Kala Hijau menyaksikan itu dengan tertawa meringkik!
”Aku
masih belum percaya terhadap kalian!" berkata Dewi iblis itu.
"Jika
kalian sudah kulepas mungkin kalian akan ingkar janji!" Dari balik pakaian
Hijaunya Dewi Kala Hijau mengeluarkan dua buah pil lalu diberikannya pada kedua
orang itu.
"Telan
cepat!" perintahnya.
”Dewi,
pil ini … apakah …."
"Setan
alas! Telan kataku!"
Pembunuh
Tanpa Bayangan dan Sepasang Kaki Kematian segera menelan pil yang diberikan.
"Pil
itu adalah racun kala hijau yang akan bekerja dalam tempo sebelas bulan dari
sekarang. Sesudah kau berjanji untuk memasuki Partai Lembah Tengkorak maka
sebelum tanggal 12 bulan 12 kau harus datang ke lembah Tengkorak. Di sana aku
akan berikan obat penawarnya. Tapi bila kalian ingkar janji dan tak mau datang,
maka racun itu akan bekerja. Perut kalian akan hancur!"
Bergidiklah
kedua tokoh silat golongan hitam itu. Mereka berdua meski dari golongan jahat
namun baru hari itu menemui manusia paling jahat dan paling kejam serta berhati
iblis macam Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya.
"Di
samping itu …." terdengar Dewi Kala Hijau membuka mulut kembali,
"Masing-masing kalian kubebani tugas yaitu harus mencari anggota partai
sebanyak mungkin lalu membawanya ke Lembah Tengkorak pada hari 12 bulan 12
nanti! Kalian dengar?!"
"Kami
dengar, Dewi …." jawab Sepasang Kaki Kematian dan Pembunuh Tanpa Bayangan.
Dewi Kala Hijau berpaling pada ketiga muridnya.
"Kala
Biru, dukung mayat Kala Merah. Kita segera meninggalkan tempat ini … !"
Kala Biru
melangkah untuk mengerjakan perintah gurunya itu. Namun langkahnya terhenti
ketika melihat ada perubahan pada paras gurunya. Dua murid Kala Hijau pun
melihat hal ini Dewi Kala Hijau mendongak ke langit, keningnya mengkerut
kemudian sepasang matanya memandang ke Utara. Telinganya dipasang benar-benar
mendengarkan suara aneh yang ditangkapnya.
"Ada
apa Guru…?" tanya Kala Putih. Dia dan dua saudara seperguruannya masih
belum mendengar apa-apa padahal kepandaian mereka ini sudah mencapai tingkat
yang tinggi sekali, demikian pula tenaga dalam mereka. Dapat dibayangkan
bagaimana jauh tingginya kesaktian serta tenaga dalam Dewi Kala Hijau!
Kira-kira
seperempat minum teh baru Kala Hitam dan dua saudara-saudara seperguruannya
mendengar suara yang sejak tadi didengar oleh Dewi Kala Hijau. Dan ketiga gadis
bertopeng muka tengkorak ini pun jadi mengerenyitkan kening lalu memandang ke
jurusan Utara.
Suara
yang mereka dengar itu adalah suara siulan aneh yang melengking-lengking,
membawakan lagu tak bernama dengan nada tak karuan!
Meski
suara siulan itu jauh sekali kedengarannya, namun telinga Dewi Kala Hijau dan
tiga muridnya serasa ditusuk-tusuk!. Makin lama makin keras juga suara siulan,
itu. Telinga keempat orang itu kini bukan saja seperti ditusuk-tusuk tapi juga
tergetar hebat! Tiba-tiba kelihatanlah seorang pemuda berambut gondrong.
Berparas gagah dan berpakaian putih-putih muncul di kejauhan! Pemuda ini
kelihatannya melangkah biasa saja dan seenaknya, tapi dalam tempo yang sangat
singkat tahu-tahu sudah berada di tepi telaga!
Tiba-tiba
pemuda itu menghentikan langkahnya dan memandang berkeliling. "Edan
betul!" terdengar seruannya.
"Apa
yang terjadi di sini! Apa aku sudah kesasar ke neraka, huh?!" Dan pemuda rambut
gondrong berparas gagah ini lalu menggaruk-garuk kepalanya. Cuping hidungnya
berkemak kempis kemudian dia meludah ke tanah dan melangkah ke tepi panggung.
Di sini dia berhenti dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Yang
satu ini pasti isteri Dewa Pedang, Ketua Partai Telaga Wangi yang … ah kalau
aku tak salah Partai itu baru diresmikan hari ini. Tapi kenapa isteri Dewa
Pedang jadi kojor begini:..?! Eh, Dewa Pedang sendiri kemana? Dan itu. .. ah!
Si Bayangan Setan, Brahmana Wingajara. Sepasang Ruyung Emas. ..aduh…aduh
..banyak sekali tokoh-tokoh gagah. …"
Pemuda tu
menghela nafas dalam dan lagi-lagi menggelengkan kepalanya ketika melihat mayat
Sepuluh Jari Malaikat terhampar di samping sosok gadis berpakaian merah yang
mukanya hancur dan perutnya robek membusai!
“Betul-betul
edan! Siapa yang punya pekerjaan ini? apa setan-setan dari atas langit pada
turun dan mengamuk semua?!”
Sepasang
mata Dewi Kala Hijau kelihatan menyorot tajam. Dia yakin betul karena melihat
langkah aneh dan mendengar suara siulan si pemuda bahwa pemuda itu adalah
seorang yang berilmu tinggi.
Tapi
sikap dan bicaranva menunjukkan bahwa dia seperti orang yang tidak waras! Dan
yang menyakitkan hati Dewi Kala Hijau ialah sikap si pemuda yang seperti tidak
melihat kehadirannya di situ bersama murid-muridnya!
"Pemuda
gila, siapa kau?!" tanya Dewi Kala Hijau membentak. Pemuda itu memutar
kepalanya. Dan dia kelihatan terkejut ketika melihat paras Dewi Kala Hijau. dan
juga paras ketiga murid-muridnya. Kemudian matanya melirik pada Pembunuh Tanpa Bayangan
serta Sepasang Kaki Kematian yang saat itu masih berlutut di hadapan Dewi Kala
Hijau.
"Eh
… melihat kepada tubuhmu, kau tentunya gadis muda belia. Tapi melihat kepada
parasmu.Hem …." Pemuda itu geleng-gelengkan kepala.
”Semustinya
aku yang bertanya siapa kau!" Dewi Kala Hijau tertawa mendongak ke langit.
"Manusia
sinting, sebaiknya kau segeralah meninggalkan tempat ini! Aku muak
melihatmu!"
"Oh
… bicara boleh saja, tapi jangan keliwat menghina! Coba kacakan kau punya paras
ke dalam air telaga itu! Aku berani bertaruh bahwa kau sendiri akan lebih muak
memandang parasmu daripada parasku!" Habis berkata begitu si pemuda
tertawa mengekeh.
Mendadak
suara tertawanya terhenti karena Kala Hitam melompat ke muka dengan membentak.
”Pemuda keblinger, berani menghina guruku! Terima kematianmu detik ini
juga!"
"Kala
Hitam, jangan turun tangan dulu!" seru Dewi Kala Hijau. Kala Hitam
menghentikan langkahnya dengan terheran. Dia tahu betul sifat gurunya. Bila
seseorang menghinanya pastilah orang itu akan menemui ajalnya detik itu juga.
Tapi kali ini dihina demikian rupa di hadapan murid-muridnya sang guru sama
sekali tidak turun tangan bahkan melarangnya untuk membunuh pemuda itu!
Pada
pertama kali melihat paras pemuda itu sesungguhnya Dewi Kala Hijau telah
tergetar hatinya. Mula-mula dia menyangka bahwa pemuda itu adalah seseorang
yang pernah dikenalnya sepuluh tahun yang lalu. Tapi nyatanya pemuda ini
hanyalah seorang pemuda lain yang berparas mirip sekali dengan orang yang
dimaksudkannya bahkan pemuda ini jauh lebih gagah lagi!
"Jadi
kau ini adalah murid perempuan berbaju hijau itu?" tanya si pemuda pada
Kala Hitam.
"Hemm
…pantas. Memang cocok sekali! Apakah sekian banyaknya manusia yang kojor di
sini kalian yang menyebabkan? Dan itu, dua manusia bertampang jelek itu kenapa
pada berlutut di hadapan gurumu?!"
"Pemuda
otak miring! Sebaiknya kau lekas berlutut, Niscaya kuampuni dosa dan
jiwamul" bentak Dewi Kala Hijau.
"Eh
… dosa dan salah apa yang aku buat terhadapmu? Kalau kukatakan tampangmu dan
tampang murid-muridmu buruk dan mengerikan itu adalah kenyataan! Kalian tak
punya alasan untuk marah …."
"Jangan
bicara ngaco! Berlalulah dari sini jika tak ingin mampus!" bentak Dewi
Kala Hijau pula. Si pemuda garuk-garuk kepalanya lalu dengan seenaknya duduk di
tepi panggung dan menggoyang-goyangkan kakinya seperti anak kecil!
"Aku
tahu betul daerah ini bukan kau yang punya, juga bukan tempat kediamanmu.
Lantas kenapa kau mau mengusirku dengan seenaknya?!" Kala Biru yang
menjadi gemas sekali melihat sikap pemuda itu berkata:
"Guru,
biar aku patahkan batang lehernya manusia gendeng ini!" Dewi Kala Hijau
memberi isyarat agar muridnya itu tetap di tempat.
"Orang
muda, jika kau betul punya mata dan melihat mayat-mayat yang berhamparan di
sini, itu sudah cukup bagimu untuk tidak lancang seenaknya!"
"Lho
… apakah mayat-mayat itu melarangku bicara … ?!” ujar si pemuda. Dengan acuh
ditariknya kaki sesosok mayat yang menggeletak di sampingnya. Mayat itu
kebetulan adalah mayat isteri Dewa Pedang, Ketua Partai Telaga Wangi yang kini
hanya tinggal namanya saja! Si pernuda memperhatikan dua ekor kala hijau yang
rnenancap di kepala perernpuan itu, kemudian gelengkan kepalanya.
"Kala
hijau …." desis pernuda ini.
"Kasihan…
kasihan sekali isteri Dewa Pedang. Seorang tokoh silat berjiwa besar dan
berhati baik kenapa sampai menemui ajal begini rupa? Kasihan … kasihan
sekali!"
Si pemuda
kemudian meletakkan mayat itu di lantai panggung kembali baik-baik, lalu
memandang pada Dewi Kala Hijau.
"Mukamu
ditutupi topeng tengkorak tipis … pakaianmu berwarna hijau dan ketiga perempuan
bertopeng tengkorak itu adalah murid-muridmu! Tentunya kau adalah Dewi Kala
Hijau! Dan tentunya kau juga yang menjadi biang penyebab segala keganasan ini …
? Mengaku atau tidak?!"
Dewi Kala
Hijau tertawa meringkik. "Jika sudah tahu siapa aku, kenapa tidak lekas
berlutut minta ampun dan lalu angkat kaki dari sini?!"
"Perlu
apa berlutut! Kau bukan raja! Perlu apa angkat kaki dari sini, tempat ini bukan
daerahmu! Laki-laki tak pernah berlutut terhadap perempuan. Tapi sebaliknya
perempuanlah yang musti berlutut pada laki-laki apalagi perempuan jelek macam
kau!"
Tergetar
hati Dewi Kala Hijau. Tapi dia juga marah sekali mendengar ucapan pemuda
itu."Pembunuh Tanpa Bayangan! Hajar pemuda lancang itu!" perintah
Dewi Kala Hijau pada Lalanang atau tokoh silat golongan hitam yang bergelar
Pembunuh Tanpa Bayangan yang saat itu masih berlutut di hadapan Dewi Kala
Hijau.
Mendengar
perintah ini maka Pembunuh Tanpa Bayangan yang matanya kini cuma tinggal satu
segera berdiri dan mengambil senjatanya yaitu sebuah rantai berduri yang tadi
dibuangnya.
Tanpa
banyak cerita Pembunuh Tanpa Bayangan segera putar rantai besi berdurinya dan
menyerang si pemuda. Yang diserang masih juga menggontai-gontaikan kedua
kakinya di tepi panggung bahkan kini senyum-senyum dan bersiul-siul seperti
tidak sadar kalau saat itu dirinya diancam serangan maut!
"WUTT!"
Rantai
berduri Pembunuh Tanpa Bayangan menderu tepat di kepala si pemuda! Pastilah
dalam kejapan mata itu juga kepala si pemuda akan hancur luluh. Bahkan Dewi Kala
Hijau sendiri sampai mengeluarkan seruan tertahan, seruan yang berarti setengah
perintah agar si pemuda cepat-cepat menghindar!
Si pemuda
sama sekali tak kelihatan bergerak. Tapi yang anehnya ialah tiba-tiba terdengar
jeritan Pembunuh Tanpa Bayangan. Rantai besinya mental. Tubuhnya mencelat ke
udara lalu jatuh ke tanah dengan perut pecah membanjir darah! Ketika Dewi Kala
Hijau memandang ke kaki si pemuda yang saat itu masih juga digontai-gontaikan
maka kelihatanlah salah satu dari kaki itu berselomotan darah! Entah bagaimana
caranya pemuda rambut gondrong itu telah lebih dahulu menghantamkan kakinya ke
perut Pembunuh Tanpa Bayangan!
Tentu
saja ini sangat mengejutkan Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya serta Sepasang
Kaki Kematian! Namun di saat itu pula Dewi Kala Hijau jadi malu sendiri karena
dia tadi telah berseru memberi peringatan kepada si pemuda. Nyatalah bahwa
bagaimanapun ketinggian ilmu dan kekejaman serta kejahatannya, namun Dewi Kala
Hijau tak dapat menyembunyikan perasaan hatinya selaku seorang perempuan
terhadap seorang pemuda!
Di balik
topeng tengkoraknya muka perempuan itu menjadi sangat merah. Dia melirik pada
murid-muridnya dan membathin, apakah ketiga muridnya mengetahui getaran hatinya
terhadap si pemuda?!
Tiba-tiba
Dewi Kala Hijau membentak lagi memberi perintah. "Sepasang Kaki Kematian,
selesaikan pemuda gila itu dalam lima jurus! Cepat!" Ki Sandar Boga alias
Sepasang Kaki Kematian segera berdiri.
Diambilnya
golok panjangnya yang tadi dibuangnya lalu melangkah ke hadapan si pemuda.
"Orang
muda! Kuharap kau sudi terangkan nama! Aku tidak-suka membunuh manusia tanpa
tahu namanya lebih dahulu!" kata Sepasang Kaki Kematian sambil
melintangkan golok di muka dada.
Si pemuda
mengeluarkan siulan panjang. "Mata picak! Baru jadi budaknya Dewi Kala Hijau
saja sudah begitu congkak! Berlalulah, aku muak melihat mukamu!"
Habis
berkata begitu si pemuda meludah ke tanah dan terus duduk seenaknya di tepi
panggung sambil menggontai-gontaikan kedua kakinya Sepasang Kaki Kematian
menggeram. Dia membentak nyaring lalu melompat ke muka. Golok panjangnya
membabat deras ke arah leher. Namun serangan ini tipuan belaka karena sesuai
dengan julukannya yaitu "Sepasang Kaki Kematian" sebelum golok
menyambar lebih jauh maka tahu-tahu tubuhnya mengapung di udara dan mengirimkan
dua tendangan dahsyat! Angin tendangan itu saja hebatnya bukan main!
Sekejapan
mata dua tendangan berantai itu akan sampai si pemuda masih saja juga di tepi
panggung dengan sikap acuh tak acuh seperti tadi! "Mampus!" teriak
Sepasang Kaki Kematian. Dan pada detik itulah tubuh si pemuda rambut gondrong
lenyap dari hadapannya.
"Brak
… brak!"
Kedua
tendangan Sepasang Kaki Kematian menghantam lantai panggung hingga hancur
berantakan. Beberapa mayat yang menggeletak di atas panggung itu, di antaranya
mayat isteri Dewa Pedang, mencelat ke udara dan kecemplung ke dalam telaga!
Sepasang
Kaki Kematian memutar tubuh dengan cepat ketika di belakangnya terdengar suara
tertawa mengejek. . .
"ltulah
akibatnya kalau manusia mata picak kalap membabi buta! Panggung tak bersalah
ditendang!"
"Kucincang
tubuhmu, keparatl" teriak Sepasang Kaki Kematian. Tubuhnya mengapung lagi.
Goloknya berbolang baling deras sekali laksana kitiran dan mengurung si pemuda
dengan cepatnya. Yang diserang bergerak lincah kian kemari sambil tertawa-tawa
dan sekali-sekali bersiul!
"Terima
ini, setan alas!" teriak Sepasang Kaki Kematian. Golok panjangnya menebas
ke pinggang, membalik ke kepala dan menusuk ke perut. Serentak dengan itu
tangan kirinya melancarkan pukulan tangan kosong yang hebat! Namun lagi-lagi
semua itu hanyalah tipuan belaka karena begitu si pemuda rambut gondrong
mengelak maka kedua kakinya menderu ke muka. Satu ke perut dan satu lagi ke
selangkangan!
"Tipu
silatmu boleh juga, mata picak!" memuji si pemuda namun dengan senyum mengejek.
"Tapi
terima dulu, telapak tanganku ini!" Telapak tangan kiri si pemuda
menghantam ke perut Sepasang Kaki Kematian. Laki-laki ini menebaskan goloknya
ke lengan si pemuda. Namun kalau tadi ia yang menipu maka kali ini dia kena
tipu. Karena begitu goloknya menebas maka lawan menarik tangan kiri dan
tahu-tahu ….
"Plak!"
Telapak
tangan kanan si pemuda menghantam keningnya! Sepasang Kaki Kematian menjerit
keras. Tubuhnya terpelanting beberapa tombak dan terjerongkang jatuh
menelungkup tepat di hadapan Dewi Kala Hijau!
***************
10
Untuk
kedua kalinya Dewi Kala Hijau dan ketiga muridnya dibikin terkejut. Dewi Kala
Hijau melirik pada mayat Sepasang Kaki Kematian lalu memandang menyorot pada si
pemuda dan membentak.
"Siapa
kau sebenarnya?!"
Pemuda
itu tersenyum.
"Kalau
kepingin tahu namaku, aku telah menuliskannya di kening budakmu itu, Dewi …
!"
Sepasang
mata Dewi Kala Hijau kelihatan tambah menyorot.
"Jangan
bicara ngaco, orang muda! Sekali lagi kau mempermainkanaku, nyawamu pasti tak
terampunkan lagi!"
"Kentut!"
tukas si pemuda.
"Kau
tanya aku menjawab, apa itu namanya bicara ngaco?! Kalau tak percaya silahkan
lihat di kening budak mata picak itu … ! ” penasaran sekali, tapi juga ingin
tahu. Dewi Kala Hijau membalikkan tubuh Sepasang Kaki Kematian dengan ujung
kaki kirinya. Begitu tubuh laki-laki itu tertelentang maka berkerutlah muka
perempuan iblis itu serta murid-muridnya. Di kening Sepasang Kaki Kematian yang
hitam membiru kelihatan tertulis tiga buah angka yaitu angka 212!
"Jadi
kau adalah Wiro Sableng, manusia yang berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni
212?!" ujar Dewi Kala Hijau pula.
Si pemuda
hanya tertawa.
"Agaknya
kau dan murid-muridmu kurang senang dengan pertemuan ini, bukan?"
Dewi Kala
Hijau merenung sejenak. Nama Wiro Sableng dan gelaran Pendekar Kapak Maut Naga
Geni 212 itu memang sudah sejak lama didengarnya. Ketika dia memberi tugas pada
murid-muridnya dan ketika dia sendiri meninggalkan gua di kaki gunung Merapi,
Dewi Kala Hijau sudah mengetahui bahwa pendekar itu adalah salah seorang dari
sekian banyak lawan-lawan yang bakal dihadapinya dalam rencananya mendirikan
Partai Lembah Tengkorak.
Dan bila
hari ini dia berhadapan, tidaklah pernah diduganya sebelumnya kalau Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212 adalah seorang pemuda berparas gagahl Tadi dia telah
menyaksikan sendiri
kehebatan
pemuda itu.
Pembunuh
Tanpa Bayangan dirobohkannya dalam satu jurus dan Sepasang Kaki Kematian
dibikin konyol dalam dua jurus! Manusia-manusia lihai semacam ini, apalagi
segagah Wiro Sableng sangat dibutuhkan oleh Dewi Kala Hijau dalam rencana
besarnya. Maka berkatalah perempuan itu.
"Meski
kau telah membunuh dua orang anggota Partaku namun dengan memandang kepada nama
besarmu, aku bersedia mengampuni kau punya jiwa asal saja kau segera berlutut
dan mengangkat janji bersedia masuk Partaiku! Kelak kau akan kuberi kedudukan
tinggi dalam Partai!"
"Hem
…." Wiro Sableng usap-usap dagunya.
"Janji
yang bagus dan muluk!" katanya, Lalu
"Kalau
aku duduk dalam Partaimu, berapakah kau mau gaji aku….. ?"
"Pemuda
gendeng!" ketus Dewi Kala Hijau.
"Orang
sudah bersedia memberikan ampun masih saja bicara ngelantur!"
"Dewi,
jangankan masuk Partaimu, melihat parasmu saja aku sudah mau muntah rasanya!
Dan menyaksikan kejahatanmu berdiri bulu kudukku. Terus terang saja aku sudah
lama mendengar tentangmu dan murid-muridmu! Kejahatanmu sudah lebih dari
takaran. Dosa kalian sudah setinggi langit sedalam lautan! Kalian tak akan
berhasil mendirikan Partai Lembah Tengkorak! Dunia persilatan akan bersatu
untuk menghancurkan kalian! Karenanya lebih baik kalian kembali pada kebenaran
sebelum terlam …."
"Tutup
muluti" teriak Dewi Kala Hijau gemas dan marah sekali.
"Kalau
kau mau pidato, pidatolah nanti di akhirat!" Perempuan ini berpaling pada
kelompok murid-muridnya yang kini cuma tinggal tiga orang itu.
"Kala
Putih! Cabut nyawanya dalam satu jurus!" perintah Dewi Kala Hijau penuh
kebuasan. Kala Putih mengangguk lalu memutar badan menghadapi si pemuda. Begitu
sepasang mata Kala Putih beradu pandang dengan sepasang mata Pendekar 212 maka
tergetarlah hati gadis muka tengkorak ini. Sebetulnya sejak munculnya si pemuda
tadi Kala Putih telah tertarik hati oleh kegagahan Pendekar 212, apalagi
setelah menyaksikan pula kehebatan pemuda itu! Di dalam diri Kala Putih terjadi
semacam pertentangan. Hati kecilnya menentang dan tak mau disuruh membunuh
pemuda gagah itu namun sebaliknya tugas gurunya musti dilaksanakan, kecuali
kalau dia ingin mendapat hukuman yang
sangat
berat!
"Kala
Putih! Kau tunggu apa lagi?!" bentak Dewi Kala Hijau.
"Lekas
bunuh pemuda gila itu!" Kala Putih maju lagi beberapa langkah.
"Bersiaplah
untuk mati, pemuda tidak tahu diri!" bentak Kala Putih tapi dengan suara
bergetar. Tangan kanannya diangkat ke atas lalu secepat kilat dipukulkan ke
muka.
"Wut!"
Gelombang
sinar hijau beserta enam ekor kala hijau beracun menderu ke arah Pendekar 212!
Yang diserang bersuit nyaring dan melompat Iima tombak ke atas lalu hantamkan
telapak tangan kanannya ke muka.
Serangkum
angin dahsyat menggeru memapasi serangan maut Kala Putih. Debu beterbangan.
Pasir dan kerikil-kerikil berpelanting-an! Sinar hijau dan keenam kala beracun
tersapu lalu luruh ke tanah! Kala Putih sendiri kalau tidak lekas-lekas
nengeiak ke samping pasti akan dilanda angin pukulan lawan yang terus
menyerempet ke arahnya.
itulah
pukulan "Dinding Angin Berhembus Tindih Menindih" yang telah
dilepaskan oleh Pendekar 212 Wiro Sableng! Berubahlah paras Dewi Kala Hijau.
Matanya membeliak. Demikian juga dengan ketiga muridnya terutama Kala Putih
yang menghadapi langsung sang pemuda!
. “Putih!
Kuberi tambahan dua jurus padamu untuk mematahkan batang leher pemuda itu! Ayo
lekas!" Mendengar ini maka dengan segala kehebatannya menerjanglah Kala
Putih. Wiro Sableng bersiul nyaring. Tubuhnya lenyap. Dan terdengar suaranya:
"Jangan
kesusu tak karuan kalau menyerang, gadis muka tengkorak, salah-salah bisa
mencelakai dirimu sendiri! Aku paling benci bertempur dengan lawan yang muka
aslinya ditutup dengan topeng! Bukalah topeng tengkorakmu itu lebih dahulu Kala
Putih!"
Geram
sekali mendengar ucapan Pendekar 212 itu maka Kala Putih lipat gandakan tenaga
dalamnya dalam-menyerang. Demikian hebatnya sehingga angin serangannya saja
laksana topan prahara!
Namun
Kala Putih menjadi bingung sendiri karena siapa yang akan diserangnya? Pendekar
212 lenyap tak kelihatan dari hadapannya! Dalam kebingungannya gadis bertopeng
tengkorak ini melihat sesuatu menyambar ke mukanya. Kala Putih hantamkan tangan
kanannya ke depan. Dia memukul angin kosong!
Dan ….
"Bret!"
Kala
Putih berseru terkejut. Kedua tangannya menyampok lagi ke muka. Tapi tiada
guna. Topeng tipis yang menutup parasnya tanggal dan pindah ke tangan lawan
sehingga kelihatanlah paras asli Kala Putih dengan jelas!
Pendekar
212 Wiro Sableng sendiri terkejut bukan main sewaktu menyaksikan paras Kala
Putih. Siapa menyangka kalau gadis berilmu tinggi dan berhati kejam lebih jahat
dari iblis itu memiliki paras sedemikian jelitanya!
"Ah
… sungguh satu hal yang luar biasa!" kata Wiro Sableng sambil garuk-garuk
kepalanya.
"Parasmu
begini cantik, tapi kenapa kejahatan dan kekejaman-mu laksana lautan yang tiada
bertepi?! Kalau kau jadi gadis baik-baik sekurang-kurangnya kau pasti akan
dapat suami seorang Adipati … !"
"Pemuda
hina dina! Tutup mulutmu!" hardik Kala Putih.
Didahului
oleh dua larik sinar hijau yang melesatkan lima puluh ekor kala maut maka Kala
Putih mengirimkan dua tendangan dahsyat sedang mulutnya menghembus ke muka.
Dari mulutnya mengepul asap putih yang mengandung racun luar biasa jahatnya!
Seluruh jalan darah di tubuh Pendekar 212 terancam bahaya maut kehancuran!.
Tak ayal
lagi pemuda itu mengelak dengan cepat. Dan jika saja tidak ingat bahwa saat itu
dia berhadapan dengan seorang gadis berparas jelita maka pastilah Wiro Sableng
akan mengirimkan serangan balasan yang tak kalah ganasnya. Sambil melompat
menjauhi Kala Putih beberapa tombak Wiro Sableng berseru.
"Kala
Putih, aku beri kesempatan padamu untuk bertobat dan kembali ke jalan yang
benar!"
"Pemuda
hina, jangan bicara ngelantur!" kertak Kala Putih. Kemudian sekali lagi
dia melancarkan serangan ganas meskipun dalam hati kecilnya timbul secuil
keraguan. Dia menyadari memang bahwa sebagai seorang gadis tidak selamanya
dengan ilmu kesaktiannya dia akan hidup dalam keadaan seperti itu! Namun untuk
berpikir lebih panjang dia tak ada waktu lagi.
"Gadis.
goblok!" terdengar Pendekar 212 memaki. Tangan kanannya memukul ke muka
dalam jurus "Kunyuk Melempar Buah" Kala Putih menyambuti pukulan ini
dengan hantaman tangan kanan yang mengeluarkan angin pukulan berwarna hijau
pekat!
Dua
pukulan saki itu beradu di udara mengeluarkan suara dahsyat. Tubuh Pendekar 212
tergontai-gontai sedang Kala Putih tersurut mundur sampai empat langkah dengan
tangan terasa perih kaku!
Penuh
geram karena sebelumnya tak pernah menghadapi lawan setangguh pemuda itu maka
Kala Putih memusatkan seluruh tenaga dalamnya ke perut lalu mengalirkannya ke
dada terus ke tenggorokan. Ketika dia menghembus ke muka maka satu gelombang
asap putih yang lebih dahsyat dari tadi menyambar Wiro Sableng dalam empat
jalur arus asap yaitu menggelung dari samping kiri dan kanan dari atas lalu
dari bawah! lnilah yang dinamakan ilmu "Empat Jalur Asap Kematian"
yang
telah
diciptakan Dewi Kala Hijau dan membutuhkan waktu lima tahun untuk
menyempurnakannya.
Setiap
muridnya memiliki asap ini yang warna asapnya sesuai dengan pakaian-pakaian
mereka! Melihat jalur asap yang aneh ini serta hawa jahat yang menyambar keluar
dari asap itu bukan main kagetnya Pendekar 212.
"Ilmu
iblis apa pula ini!" membathin Wiro Sableng. Kedua tangannya segera
diangkat ke atas dengan telapak tangan menghadap lurus-lurus ke muka. Wiro tahu
bahwa demikian hebatnya empat jalur asap putih itu sehingga dia memaklumi bahwa
akan besar risikonya jika dia mengelakkan diri ke samping atau melompat ke
atas. Makanya begitu kedua tangan sudah terpentang, Pendekar 212 segera
menghantam ke depan.
Dua larik
angin yang tidak kelihatan karena tidak berwarna menghembus ke muka dengan amat
derasnya! Itulah pukulan yang bernama "Angin Topan Melanda Samudera"
yang telah dipelajari oleh Pendekar 212 dengan sempurna dari gurunya Eyang
Sinto Gendeng! Dua angin pukulan yang dahsyat dari Pendekar 212 saling
bentrokan dengan empat jalur asap putih dari Kala Putih! Demikian hebatnya
bentrokan itu hingga kedua kaki Kala Putih melesak ke dalam tanah sedalam
sepuluh senti sedang sepasang kaki Pendekar 212 sendiri amblas sedalam tiga
senti!
Keduanya
masih berdiri berhadap-hadapan dengan tangan-tangan yang tetap terpentang. Pada
kening dan tubuh mereka kelihatan percikan-percikan butiran keringat tanda
keduanya sama-sama mengerahkan tenaga dalam!
Dewi Kala
Hijau yang melihat hal itu memaklumi bahwa jika dibiarkan lebih lama maka dalam
waktu yang singkat pastilah muridnya akan terluka parah di bagian dalam bahkan
tidak mustahil akan menemui ajalnya karena dalam pertempuran tadi matanya yang
tajam
telah dapat mengukur bahwa tenaga dalam Wiro Sableng jauh lebih tinggi dari
muridnya sendiri!
Tak
menunggu lebih lama maka Dewi Kala Hijau memukulkan tangan kanannya ke muka.
Serangkum angin menderu tepat ke arah di mana angin angin pukulan Wiro Sableng
dan Kala Putih saling bentrokan. Langit laksana hendak runtuh. Bumi laksana mau
rengkah ketika bentrokan itu menimbulkan suara letusan yang bukan olah-olah
kerasnya!
Kala
Putih terguling di tanah tapi dirinya selamat. Wiro Sableng terhuyung nanar dan
anehnya kemudian tertawa gelak-geiak!
"Dewi
Kala Hijaul" serunya.
"Apakah
kau masih belum melihat jalan kebenaran?!"
"Tutup
mulutmu manusia hina dina!" bentak Dewi Kala Hijau.
"Dasar
perempuan gendeng," balas memaki Wiro Sableng.
"Aku
berani taruhan potong kuping bahwa maksudmu untuk mendirikan Partai terkutuk
itu tak akan berhasil … !"
Dewi Kala
Hijau tertawa sedingin salju. ‘"Partai Lembah Tengkorak bukan saja akan
berdiri di dunia persilatan tapi akan merupakan satu-satunya Partai yang bakal
menguasai dunia persilatan! Semua Partai yang tak mau bergabung pasti musnah!
Semua tokoh silat yang tak mau menjadi anggota pasti meregang nyawa, termasuk
kau!"
Wiro
Sableng tertawa membahak "Kau mimpi Dewi. ..”
“Kaulah
yang bakal mimpi di neraka!" tukas Dewi Kala Hijau. Lalu pada ketiga
muridnya cepat memberikan perintah.
”Kalian
bertiga cepat bikin mampus budak hina dina itu!"
Kala
Biru, Kala Hitam dan Kala Putih segera mengurung Pendekar 212. Kala Biru
memegang komando begitu terdengar suitannya yang melengking
langit
maka ketiganya pun berubahlah menjadi bayangan hitam, putih dan biru.
Lima
jurus lamanya mereka mereka menggempur dahsyat. Lima jurus lamanya pendekar 212
dilanda serangan-serangan sangat hebat. Harus menghadapi pukulan-pukulan sinar
hijau dan Kala maut sedang dari mulut masing-masing ketiga anak murid Dewi Kala
Hijau itu tiada hentinya menghembuskan asap merah, hitam serta putih yang
setiap asap mempunyai empat jaluran!
Lima
jurus dimuka pertempuran semakin dahsyat. Pendekar 212 terdesak hebat!
Berkali-kali pendekar muda ini melepaskan pukulan "Dinding Angin Berhembus
tindih menindih", pukulan "Benteng Topan Melanda Samudra” serta
pukulan "Kunyuk Melempar Buah” Namun desakan ketiga anak murid Dewi Kala
Hijau itu sukar di bikin buyar!
Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212 menggeram dan membentak dan lancarkan pukulan ”Orang
Gila Menggebuk Lalat” kedua lengannya membabat kian kemari. Hanya dua jurus
ketiga pengeroyoknya bisa tertahan, sesudah itu kembali Wiro Sableng terdesak
hebat!.
"Gila
betul!" kutuk pemuda itu penuh beringas. Dia melompat ke luar kalangan
pertempuran. Dewi Kala Hijau yang menyangka bahwa pemuda itu hendak melarikan
diri berseru keras:
"Budak
hina, jangan kira kau bisa kabur dari sini hidup-hidup!"
"Eh
perempuan kunyuk! Siapa bilang aku mau kabur?!" tukas Wiro Sableng
penasaran.
"Sekalipun
kau ikut mengeroyok tak bakal aku ambii langkah seribu! Majulah
beramai-ramai!"
"Kau
terlalu tekebur budak hina! Murid-muridku lekas selesaikan dia!" Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng berdiri dengan
kedua
kaki merenggang. Sepasang tangannya diacungkan tinggi-tinggi ke atas. Ketiga
murid Dewi Kala Hijau menyerbu kembali maka laksana titiran Wiro Sableng
memutar kedua tangannya. Angin yang sangat hebat menderu-deru! Debu serta pasir
beterbangan. Air telaga berombak-ombak. Daun-daun pohon berguguran. lnilah
pukulan "Angin Puyuh". Kehebatan angin ini mengejutkan ketiga murid
Dewi Kala Hijau.
"Tidak
usah takut! Kalian tak bakal celaka dengan ilmu picisan itu!" teriak Dewi
Kala Hijau. Maka lenyaplah keraguan ketiga gadis itu. Dengan serentak mereka
menyerbu kembali! Dan seperti yang dikatakan oleh Dewi Kala Hijau memang
kehebatan gempuran tiga gadis itu tak dapat ditahan oleh pukulan "Angin
Puyuh" Wiro Sableng.
Tiga
jurus kemudian pemuda itu kembali terdesak ke dekat panggung! Pendekar 212
keluarkan keringat dingin. Dia membathin:
"Kalau
benar-benar perempuan-perempuan iblis ini dapat mendirikan Partai Lembah
Tengkorak, celakalah dunia persilatan!" Dalam dia membathin itu satu
tendangan menghantam pinggulnya! Pendekar 21 2 terpelanting. Sebelum dia bisa
mengimbangi diri empat jalur asap biru menyambar kearah kepalanya!
"Sialan
betul!" gerendeng pemuda ini lalu cepat-cepat jatuhkan diri dan berguling
di tanah.
"Ha
… ha … nyawamu sudah di ujung hidung! untuk penghabisan kalinya aku beri
kesempatan padamu! Menyerah, berlutut minta ampun dan masuk ke dalam
Partaiku!" kata Dewi Kala Hijau pula.
”Jangan
mengigau, perempuan muka tengkorak!” sahut Wiro Sableng seraya berdiri.
"Jika murid-muridmu sanggup menerima pukulan yang bakal kulancarkan ini,
baru aku bersedia masuk Partaimu!. Bahkan menjilat pantat kalian pun aku
sudi!"
Habis
berkala Segitu Wiro renggangkan kedua kaki. Sedetik kemudian tangan kanannya
diangkat tinggi-tinggi ke atas sedang kedua kaki melesak ke dalam tanah. Tubuh
bergetar dan tangan kanannya kelihatan menjadi putih sedang jari-jari kuku
memerah menyilaukan!
”Pukulan
Sinar Matahari!" seru Dewi Kala Hijau
Terkejut
bukan main! "Murid-muridku mundurlah! Kalian takkan sanggup menerima
pukulan itu!"
”Guru!"
seru Kala Biru.
"Kami
bersedia mati demi berdirinya Partai Lembah Tengkorak!"
"Jangan
tolol!" bentak Dewi Kala Hijau. Pendekar 21 2 tertawa mengekeh. Tangan
kanannya tiba-tiba turun dengan cepat. Satu larik besar sinar putih perak yang
sangat menyilaukan dan menebar hawa yang sangat panas menderu ke arah Kala
Biru, Kala Putih dan Kala Hitam. Ketiga murid Dewi Kala Hijau ini bersuit
nyaring dan tanpa menghiraukan peringatan gurunya menyerbu ke muka membabi
buta!
"Murid
tolol!" teriak Dewi Kala Hijau. Dengan cepat dia mendahului ketiga
muridnya. Tangan kiri kanan mengirimkan pukulan "Kala Hijau" yang
dahsyat. Ratusan kala beracun berlesatan sedang begitu mulutnya menghembus maka
empat jalur sinar hijau menggebu pula ke arah Pendekar 212!
"Bum!"
Terdengar
letusan membelah langit ketika sinar-sinar hijau dan sinar putih perak itu
beradu di udara! Dewi Kala Hijau terguling di tanah tapi tiada terluka sedang
Pendekar 212 jatuh duduk di tanah! Keningnya mandi keringat! Ketiga murid Dewi
Kala Hijau berpekikan memanggil gurunya karena menyangka Dewi Kala Hijau
terguling mati. Tapi begitu perempuan itu bangun kembali legalah hati mereka.
Yang
hebatnya ialah ketika dua sinar putih dan hijau itu bentrokan, angin pukulan
pecah ke samping dan menghantam panggung besar. Panggung itu hancur berantakan.
Mayat-mayat di atasnya berpelantingan banyak diantaranya yang mencemplung ke
dalam telaga!
Wiro
Sableng berdiri dan memandang tak berkedip pada Dewi Kala Hijau. Sepasang mata
mereka saling beradu pandang! Masing-masing sama mengagumi kehebatan lawan
terutama dipihak Dewi Kala Hijau. Kekaguman terhadap ketinggian ilmu silat
pemuda itu disertai pula dengan kekaguman terhadap kegagahannya!
"Pendekar
212," berkata Dewi Kala Hijau.
"Apakah
kau masih belum bersedia untuk menyerah sebelum terlambat?! Sampai saat ini
masih ada waktu bagimu untuk masuk menjadi anggota Partai Lembah Tengkorak!
Kelak kau kuberi kedudukan yang tinggi! Kita akan memimpin Partai
bersama-sama!" Wiro Sableng tertawa dingin.
"Aku
dilepas oleh guruku dari pertapaan bukan untuk bersekutu dengan manusia-manusia
macammu tapi justru untuk membasmi-nya!" Maka marahlah Dewi Kala Hijau!
Dia memberi isyarat pada ketiga muridnya. Sesaat kemudian disertai dengan
lengking jerit yang mengandung maut, keempatnya pun menyerbu mengeroyok
Pendekar 212! Tentu saja pertempuran empat lawan satu ini tak dapat dilukiskan
kehebatannya! Karena Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya tiada memberi
kesempatan bagi Wiro untuk melepaskan pukulan "Sinar Matahari" maka
dalam tiga jurus saja pemuda ini terdesak dan mendapat tekanan serangan yang
berbahaya dan mengancam jiwanya!
"lblis-iblis
betina! Aku paling benci bertempur melawan musuh yang tak bersenjata! Tapi
karena kalian telah lebih dahulu mengeroyokku secara
pengecut,
lagi pula terhadap manusia-manusia macam kalian tak perlu begitu memandang
aturan persllatan, maka aku terpaksa mengeluarkan sentaja!"
Begitu
habis ucapan itu maka menderulah suara mengaung laksana tempat itu diserbu oleh
ribuan tawon! Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya merasakan kulit mereka menjadi
sangat perih sedang serangan-serangan yang mereka lancarkan kini menjadi buyar!
Tubuh dan gerakan mereka hanyut terbawa arus sinar putih putaran Kapak Maut
Naga Geni 212 yang berada di tangan Wiro Sableng!
Dan kalau
tadi mereka yang menggempur serta mendesak kini terjadi hal yang sebaliknya!
Berkali-kali mereka melepaskan pukulan Kala Hijau, berkali-kali mereka
menghembuskan "Empat Jalur Asap
Kematian"
tapi percuma saja. Sinar putih yang menggulung-gulung dari Kapak Naga Geni 212
di tangan Wiro memusnahkan seluruh serangan mereka!
Dewi Kala
Hijau menjadi cemas gelisah. Nyalinya untuk meneruskan pertempuran menjadi
tipis ketika ujung lengan pakaian hijaunya kena disambar putus oleh senjata
lawan! Maka perempuan ini segera memberi isyarat pada ketiga muridnya.
Keempatnya menyerang dengan gencar lalu melompat keluar kalangan pertem-puran!
"lblis-iblis
pengecut, kalian mau lari ke mana?!" bentak Wiro Sablen g memburu.
"Budak
hina dina, sayang kami tak punya waktu banyak untuk menghadapimu! Jika kau
masih penasaran silahkan datang ke Lembah Tengkorak pada hari dua belas bulan
dua belas!" Habis berkata demikian Dewi Kala Hijau mengeluarkan sebuah
benda berbentuk bola berwama
hitam dan
besamya sebesar kepalan! Benda itu dilemparkannya ke tanah di hadapan Wiro
Sableng.
"Wuuuss!"
Bola
hitam itu pecah. Maka mengebullah asap hitam pekat yang tak tertembus
pemandangan!
"Keparat
betul!" maki Wiro Sableng. Dia menerjang asap itu dengan geramnya. Namun
lapisan asap tebalnya sampai sepuluh tombak! Dan bila dia berhasil keluar dari
lapisan asap itu maka Dewi Kala Hijau dan ketiga muridnya sudah lenyap! Mayat
Kala Merah juga lenyap!
******************
11
Dunia
berputar terus. Siang berganti dengan malam, disambung lagi dengan siang lalu
malam demikianlah seterusnya. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Hari
dua belas bulan dua belas semakin dekat juga.
Dunia
persilatan semakin tegang oleh kemunculan Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya
yang hendak mendirikan Partai Lembah Tengkorak. Dimana mereka muncul, disitulah
terjadi pembunuhan!
Enam
Partai Persilatan musnah lagi tinggal nama saja. Lusinan tokoh silat menemui
ajalnya di tangan perempuan-perempuan itu.
Sebenarnya
akan lebih banyak lagi Partai Silat dan tokoh-tokoh silat yang bakal tamat
riwayatnya jika saja kejahatan-kejahatan atau pembunuhan-pembunuhan yang
dilakukan oleh Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya itu tidak mendapat halangan
dan tantangan dari tokoh-tokoh silat sakti. Satu di antara mereka yang paling
menjadi momok bagi Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya ialah Pendekar Kapak Maut
Naga Geni 212 Wiro Sableng!
Berkali-kali
Pendekar 212 menggagalkan maksud Dewi Kala Hijau hendak menghancurkan beberapa
Partai Persilatan. Berkali-kali pula beberapa tokoh silat karena bantuan
Pendekar 212 berhasil meIoloskan diri dari liang jarum kematian!
Karenanya
antara Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya dengan Pendekar 212 terdapat dendam
kesumat yang tiada terkirakan besarnya. Namun demikian dibalik dendam kesumat
itu tersembunyi pula Satu perasaan di hati Dewi Kala Hijau. Sang Dewi ini tidak
mengetahui bahwa
apa yang
dirasakannya itu, dialami pula oleh muridnya sendiri yaitu Kala Putih!
Sebelum
masuk ke dalam dunia persilatan, Dewi Kala Hijau pernah jatuh cinta terhadap
seorang pemuda. Pemuda itu kemudian menemui kematian di tangan satu gerombolan
rampok. Ketika pertama kali bertemu muka dengan Wiro Sableng, terkejutlah Dewi
Kala Hijau karena pendekar ini mirip sekali parasnya dengan pemuda yang pernah
dikasihinya itu. Cuma bedanya Wiro memiliki rambut panjang gondrong!
lngat
pada pemuda kekasihnya dulu dan melihat Wiro, Sang Dewi merasakan seperti
kekasihnya hidup kembali. Dan api cinta yang dulu padam kini mulai menyala
lagi! Namun karena Wiro Sableng senantiasa menjadi penghalang besar dalam
rencananya untuk mendirikan Partai Lembah Tengkorak maka benih cinta yang
kembali menyubur itu menjadi tertindas tumbuhnya.
Di satu
pihak Wiro bisa memberikan satu kehidupan yang bahagia bagi masa depannya,
dilain pihak Wiro adalah merupakan musuh besar bagi rencana dan dirinya
sendiri!
Sementara
itu hari dua belas bulan dua belas semakin dekat juga. Dewi Kala Hijau dan
murid-muridnya tidak ada waktu lagi untuk menumpas Partai-partai Silat dan
tokoh-tokoh silat yang menantang-nya karena dia harus mempersiapkan segala sesuatunya
di Lembah Tengkorak guna meresmikan Lembah Tengkoraknya. Maka Dewi Kala Hijau
menukar siasat.
Kedelapan
penjuru angin dunia persilatan disebarkanlah surat-surat undangan guna
menghadiri hari peresmian berdirinya Partai Lembah Tengkorak. Bila tokoh tokoh
silat dan ketua-ketua Partai Persilatan baik dari golongan putih maupun hitam
sudah hadir nanti, maka pastilah siasatnya itu akan berjalan baik. Apalagi
mengingat sampai saat itu dia telah memiliki
sejumlah
besar anggota-anggota partai dari jago-jago silat lihai yang telah
ditundukkannya!
Meskipun
sudah terbayang oleh Dewi Kala Hijau bahwa Partai Lembah Tengkorak pasti akan
berdiri dengan megah namun hati kecilnya masih gelisah terhadap orang-orang
seperti Pendekar 212 Wiro Sableng! Sekalipun tidak diundang bukan mustahil
Pendekar 212 akan datang ke Lembah tengkorak apalagi dalam pertempuran di
tempat Partai telaga Wangi tempo hari Dewi Kala Hijau telah menantangnya untuk
datang ke Lembah Tengkorak, pada hari dua belas bulan dua belas!
Selama
mempersiapkan segala sesuatunya di Lembah Tengkorak, Dewi Kala Hijau senantiasa
mencari akal bagaimana cara yang paling baik untuk menghadapi Pendekar 212.
pemuda itu berbahaya sekali dan merupakan musuh besamya! Namun meski berbahaya,
hati kecilnya tak menginginkan Wiro Sableng menemui kematian Inilah satu ujian
yang berat bagi Dewi Kala Hijau!
Memang
bagaimanapun jahat dan terkutuknya hati Seorang manusia, namun bila sinar cinta
dan kasih sayang merayapi hatinya maka dia akan dihadapkan pada kebimbangan.
Cintakah yang musti didahulukannya atau clta-cltanya ?!.
Seminggu
sebelum tiba hari dua belas bulan dua belas, Dewi Kala Hijau memerintahkan
muridnya si Kala Putih dan seorang anggota Partai untuk mencari dan meringkus
Pendekar 212 hidup-hidup. Menurut keyakinan Dewi Kala Hijau menjelang hari
peresmian berdirinya Partai Lembah Tengkorak, pastilah Pendekar itu berada
dekat-dekat sekitar kaki Gunung Merapi. Adapun anggota Partai yang bersama Kala
Putih ini ialah seorang tokoh silat aliran hitam yang berjuluk "Si Jaring
Hantu". Kehebatan Si Jaring Hantu maka sampai dia diberi gelar demikian
ialah karena dia
memiliki
senjata ampuh yaitu sebuah jaring yang terbuat dari sejenis tali yang tak Satu
senjatapun Sampai saat itu sanggup memutusnya!
Empat
hari kemudian maka kembalilah Kala putih hanya seorang diri! Dewi Kala Hijau
menyambut kedatangan muridnya itu dengan heran. Ada perubahan pada paras Kala
Putih.
"Mana
Si Jaring Hantu?" bertanya Dewi Kala Hijau. Kala Putih menjura di hadapan
gurunya tapi tak segera menjawab Kepalanya ditundukkan.
"KaIian
berhasil menemui pemuda itu?" Kala Putih mengangguk..,
"Dan
Si Jaring Haniu berhasil menangkapnya-.?" Kala Putih menggeleng perlahan.
Dewi Kala Hijau memukul meja di hadapannya.
"Putihl
Sikapmu aneh sekali! Cepat berikan penuturan! bentaknya. "Mana Si Jaring
Hantu?!" tanya Dewi Kala Hijau Hijau sekali lagi.
"Si
Jaring Hantu tewas di tangan pemuda itu, guru …."
Berubahlah
Paras Dewi Kala Hijau. Dan Kala Putih meneruskan: "Kami berhasil menemui
pemuda itu disatu jurang sekitar tiga puluh kilo dari sini dua hari yang lalu.
Kami berdua mengeroyoknya. Setelah bertempur lima jurus Si Jaring Hantu
berhasil meringkus Pemuda itu dengan jaring saktinya. Si pemuda coba lepaskan
diri bahkan lepaskan pukulan sinar matahari tapi jaring tetap tak mau bobol.
Namun keiika Si Jaring Hantu datang mendekat tiba-tiba sangat cepat sekali
pemuda itu berhasil mencabut kapaknya dan membabat ke muka. Tali-tali jaring
putus dan kapak terus memapas Perut Si Jaring Hantu dan,.. dan mati!"
"Lantas
… ?"
"Aku…
aku kemudian menghadapi pemuda itu. Tiga jurus saja aku sudah terdesak dan… dan
terpaksa harus melarikan diri."
Dewi Kala
Hijau menggigit bibirnya. Matanya meneliti paras muridnya tapi tak jelas
terlihat karena Kala Putih terus-terusan menundukkan kepalanya.
Namun
demikian pandangan dan perasaan Dewi Kala Hijau Yang tajam bisa mengetahui
bahwa disamping yang telah diterangkan oleh muridnya, pasti terjadi apa-apa!
Karena saat itu berada dalam kesibukan maka Dewi Kala Hijau memutuskan
pembicaraan dengan berkata: "Kau pergilah bantu yang lain-lainnya
membereskan segala sesuatunya. Beberapa diantara undangan telah ada yang
datang…."
Kala
Putih menjura lalu pergi dengan cepat. Memasuki hari keenam sementara para tamu
telah banyak yang datang maka Dewi Kala Hijau melihat semakin jelas adanya
perubahan pada diri muridnya Si Kala Putih. Maka perempuan itu pun menyuruh
muridnya menghadap.
Begitu
Kala Putih selesai menjura. Dewi Kala Hijau segera membuka mulut: "Sejak
kembalimu pergi bersarna Si Jaring Hantu ada banyak perubahan dalam sikapmu
Betul … ?"
Kala
Putih agak gugup tapi menjawab juga: ”Tidak … tak ada perubahan pada diriku,
Guru …."
"Jangan
bicara dusta! Jangan tipu gurumu! Jangan tipu dirimu sendiri!" membentak
Dewi Kala Hijau. "Terangkan apa yang terjadi?!"
"Tak
ada terjadi apa-apa, Guru." sahut Kala Putih.
Dewi Kala
Hijau menggebrak meja. "Selama ini kau selalu periang suka melucu, sering
tertawa dan bergurau dengan saudara-saudara seperguruanmu! Tapi sekembalimu dua
hari yang lalu sikap dan sifatrnu jauh berubah! Kau jadi. pendiarn, suka
menyendiri dan banyak melamun! Jangan kira aku ini buta. Putih! Kau berdusta!
Angkat mukamu, pandang mataku!"
Kala
Putih mengangkat kepalanya perlahan-lahan dan coba memandang kedua mata
gurunya. Tapi cuma sebentar. Sedetik kemudian kepalanya ditundukkan kembali.
Untuk pertama kalinya Kala Putih merasa ngeri dan takut melihat sepasang mata
serta paras gurunya!
Dewi Kala
Hijau rnenyeringai. "Kau masih juga merahasiakan perubahan sikapmu, Putih?
Masih merahasiakan apa yang terjadi?!"
Tenggorokan
Kala Putih kelihatan turun naik. Kemudian ter-dengarlah ucapannya
tersendat-sendat.” Se….sesudah Si Jaring Hantu menemui ajalnya, aku coba
menghadapi… pemuda itu beberapa jurus. Aku hanya sanggup menghadapi sebanyak
tiga jurus kemudian coba melarikan diri namun cepat sekali punggungku kena
ditotok hingga aku menjadi kaku tegang tak bisa lagi bergerak…."
Mulut
Dewi Kala Hijau komat kamit: "Lalu?!"
"Kusangka
pastilah pernuda itu akan membunuhku tapi ternyata tidak. Dia bicara panjang
lebar dan menasihatkan agar aku kembali ke jalan benar serta meninggalkan kaki
Gunung Merapi ini…."
"Apa
jawabmu?"
"Kumaki
dia habis-habisan. Kuludahi mukanya malah, tapi dia hanya tertawa-tawa! Dia
hendak rnelemparkan aku ke dalam jurang, kecuali jika aku berjanji mau kernbali
ke jalan yang benar dan meninggalkan tempat ini. Aku … aku terpaksa pura-pura
menerima janjinya. Aku dilepas. Kemudian aku melarikan diri dan kembali ke sini
…."
"Hanya
itu saja …. Hanya itu saja yang terjadi?!" Kala Putih tak menjawab.
"Jangan
diam macam orang tuli serta bisu!" bentak Dewi Kala Hijau.
”Tidak …
guru …" kata Kala Putih akhirnya.
"Apanya
yang tidak?!"
"Tidak
itu saja yang terjadi …."
"Hah?
Lalu apa?!" Tenggorokan Kala Putih kembali kelihatan turun naik ”A… aku …
aku …."
"Aku
apa?!" hardik sang guru tak sabaran.
"Mohon
maaf guru … aku … aku tertarik pada pemuda itu …." Mata Dewi Kala Hijau
membeliak besar.
"Apa
katamu?! Kau tertarik pada Wiro Sableng pemuda keblinger itu?! Hah?!"
Kala
Putih mengangguk perlahan. Mulut gurunya komat kamit. "Kau tertarik
padanya, kau jatuh cinta padanya?!" Dan Kala Putih mengangguk lagi.
"Gadis
sambal!" maki Dewi Kala Hijau. Ditendangnya kursi di hadapannya hingga
mental dan hancur berantakan!
"Disuruh
meringkus musuh, dia pergi bercinta-cintaan! Apa yang telah kalian lakukan?!”
"Tidak
ada … guru …."
"Dusta!
Ayo katakan cepat!" Dewi Kala Hijau mengangkat tangan kanannya ke atas.
Sepasang matanya berkilat-kilat.
"Jika
tak mau mengaku ajalmu sampai detik ini juga!"
"Dia
… dia menciumku;guru …."
"Menciummu?!
Gila! Gilaaa! Dicium kau diam saja?" Kala Putih tak menjawab.
"Selain
dicium kau diapakan lagi olehnya?!"
"Di
… dipeluk …."
"Anak
setan!" Kali ini meja yang jadi korban tendangan Dewi Kala Hijau.
"Habis
dipeluk lalu apa lagi … ?"
"Tidak
ada lagi guru, sungguh."
"Jangan
bohong! Kau … kau tidur bersamanya ya?!"
"Tidak,
sungguh mati tidak guru …." Dan Kala Putih mulai sesenggukan.
Dewi Kala
Hijau melangkah mundar mandir di ruangan itu beberapa lamanya.
"Dia
bicara apa saja padamu? !"
"Dia
bilang akan datang ke sini dan menggagalkan maksud pendirian Partai Lembah
Tengkorak dan membunuhmu bila kau tak bertobat dan kembali kejalan yang benar..
.."
"Kentut!
Kau juga kentut, Kala Putih! Dengar bila kelak peresmian Partai telah
berlangsung kau akan menerima hukuman berat dariku!" Kala Putih
menjatuhkan diri berlutut.
"Guru
harap kau sudi memaafkan. Aku … aku …."
"Ke
luar dari sini! Aku muak melihatmu!" bentak Dewi Kala Hijau dengan amat
geram. Perlahan-lahan Kala Putih berdiri. Disekanya kedua matanya lalu dengan
menundukkan kepala ditinggalkannya tempat itu.
****************
12
Hari dua
belas bulan dua belas Sang surya memunculkan diri di ufuk Timur memancarkan
sinar kuning kemerahan. Berangsur tinggi sang surya berubah pula warnanya yang
merah kekuningan itu menjadi putih keperakan.
Di kaki
Timur Gunung Merapi kelihatanlah satu pemandangan baru yang luar biasa. Sekitar
Lembah Tengkorak dalam radius satu kilometer dilingkari oleh sebuah parit yang
sangat dalam dan lebar empat puluh tombak! Air parit ini kelihatan hijau kelam
tanda diserapi dengan racun yang jahat.
Bagaimanapun
saktinya seseorang, tak mungkin akan dapat melompati parit ini! Di satu bagian
dari parit terdapat sebuah tangga gantung. Tangga gantung ini terbuat dari
tulang belulang manusia seperti tulang kaki, lengan dan iga-iga. Di beberapa
bagian dihiasi dengan tengkorak-tengkorak kepala manusia!
Di
keseluruhan lembah yang dikitari oleh parit itu maka memutihlah tulang-tulang
belulang dan tengkorak manusia. Di tengah-tengah lembah berdiri sebuah panggung
yang sangat luas. Seperti jembatan gantung tadi maka keseluruhan panggung ini
juga terbuat dari tulang belulang manusia!
Tiang
panggung terdiri dari tumpukan tengkorak tengkorak kepala, lantainya dari
tulang-tulang kaki, tulang-tulang lengan serta iga yang disambung satu sama
lain! Pada beberapa bagian terdapat rombe rombe atau gaba-gaba yang juga
semuanya terbuat dari tengkorak serta tulang-tulang
manusia!
Di sekitar panggung sebelah muka duduklah ratusan tamu-tamu dari dunia
persilatan yang telah diundang oleh Dewi Kala Hijau!
Dan
kesemua tamu ini duduk di atas kursi-kursi yang juga dibuat dari tulang-tulang
manusia! Banyak diantara tokoh-tokoh silat itu yang merasa menyesal telah
datang ke Lembah Tengkorak! Namun hal ini tidak mereka perlihatkan meski di
dalam hati mereka sesungguhnya merasa ngeri.
Ke mana
saja mata memandang maka tengkorak-tengkorak kepala dan tulang-tulang manusia
yang kelihatan serta mereka duduki sebagai kursi! Banyak pula di antara para
tamu yang bertanya-tanya dalam hati, dari manakah semuanya tulang-tulang dan
tengkorak-tengkorak manusia itu?
Apakah
dari manusia-manusia yang telah menjadi korban Dewi Kala Hijau?!
Sementara
itu di dalam guanya Dewi Kala Hijau tengah dikelilingi oleh tiga orang murid
dan beberapa anggota Partai yang menduduki jabatan tinggi. Dewi Kala Hijau
tengah memberikan beberapa tugas-tugas terakhir pada mereka Kemudian pertemuan
dibuarkan setelah semuanya disuruh bersiap siap, kecuali Kala Biru yang
kemudian dipanggil dan diajak bicara empat mata.
"Apakah
kau sudah lihat pemuda itu di antara para tamu?" tanya Dewi Kala Hijau.
"Sudah
guru. Tapi dia tidak duduk di kursi yang disediakan melainkan duduk di cabang
pohon kenari di sebelah Barat panggung…."
Dewi Kala
Hijau merutuk dalam hatinya, lalu berkata: "Menyamarlah dan temui dia di
atas pohon itu, lalu ajak kemari melalui pintu rahasia dan bawa langsung ke
kamarku!"
"Baik
guru!" Kala Biru menjawab.
"Waktumu
cuma sepuluh menit, Biru!" Kala Biru menjura lalu meninggalkan tempat itu
dengan cepat.
Tak lama
kemudian di ujung Barat panggung kelihatanlah seorang kakek-kakek
terbungkuk-bungkuk melangkah mendekati pohon kenari besar. Semua yang hadir
tidak mengambil perhatian karena menyangka kakek-kakek itu adalah seorang dari
sekian tamu yang diundang oleh Dewi Kala Hijau. Lagi pula semua mata para tamu
kebanyakan tertuju ke muka panggung.
Kakek-kakek
itu yang tak lain dari pada Kala Biru yang telah menyamar adanya, menekuk lutut
dan menjejak bumi. Tubuhnya laksana terbang melesat ke atas cabang pohon kenari
di mana saat itu duduk Pendekar 212 Wiro Sableng sambil enak-enakan makan buah
kenari!
"Eh,
kakek-kakek kau siapakah yang mau-mauan naik ke tempatku duduk ini … ?!"
tanya Wiro Sableng.
”Kakek
Biru menarik nafas dalam dan merubah suaranya sehingga persis seperti suara
orang tua renta.
"Wiro
Sableng, aku adalah suruhan Dewi Kala Hijau. Dewi memintamu untuk datang ke
tempatnya. Dia akan bicara empat mata denganmu!"
"Hem
… begitu? lngin bicara apa?" tanya Wiro pula sedang sepasang matanya
memandang meneliti paras kakek-kakek tua di hadapannya.
"Mana
aku tahu? Aku cuma jalankan perintah," jawab Kala Biru pula.
"Kalau
Dewimu perlu aku, suruh saja dia datang ke sini!"
"Jangan
bicara pongah di sarangnya Dewi Kala Hijau" desis kakek-kakek itu.
"Sekalipun
kau bisa mengacaukan suasana, tapi jangan harap kau bisa ke luar dari sini.
Lihat, jembatan gantung telah diputuskan!" Pendekar 212
terkejut
dan memandang ke jurusan kanannya. Memang betul, saat itu jembatan gantung yang
terbuat dari tulang belulang manusia telah diputuskan!
”Kalau
jembatan sudah diputus apa kau kira aku tak bisa ke luar dari lembah
hi…?!"
"Sudahlah
… aku tak mau bicara panjang lebar dengan kau, Kau mau turut aku ke tempatnya
Dewi Kala Hijau atau tidak?!"
"Eh,
kakek, kau mengancam aku … agaknya?” Kala Biru tertawa mengekeh.
"Apakah
kau tidak punya nyali untuk berhadapan dengan Dewi kami? Ah, kukira kau
betul-betul seorang satria berhati jantan! Kiranya cuma budak hina dina yang
pengecut berhati dodol!" Marahlah Pendekar 212.
"Di
ujung langit pun Dewimu itu aku akan datangi!" katanya.
"Kalau
begitu mari kita buktikan!" Si kakek alias Kala Biru melayang turun. Penuh
penasaran Pendekar 212 mengikuti! Dia dibawa ke lembah sebelah Tenggara,
melalui sebuah jalan berputar dan berliku turun naik kemudian masuk ke sebuah
lobang goa yang dari luar ditutupi dengan tumpukan tulang belulang manusia!
Lorong di
dalam goa itu ternyata diterangi dengan lampu-lampu kuno berbentuk lampu
Aladin. Kira-kira dua menit kemudian, dihadapan sebuah pintu batu si kakek
menghentikan langkahnya, lalu
berpaling
pada Wiro Sableng, dan berkata:
"Tunggu
aku sampai dl lorong sebelah sana lalu ketuk pintu batu ini …."
"Orang
tua, jika ini adalah perangkap jangan harap matimu secara baik-baik! Paling
tidak tangan dan kakimu akan kutanggalkan satu demi satu!" Si Kakek alias
Kala Biru tertawa mengekeh dan berlalu dari hadapan
Pendekar
212. Wiro sendiri merasa tidak enak saat itu dan dia yakin bahwa dirinya berada
dalam satu perangkap.
Namun
untuk kembali mungkin akan lebih besar lagi bahayanya apalagi mengingat tiap pengecut
yang diberikan si kakek tadi sangat membakar hatinya! Maka ketika si kakek
dilihatnya sudah sampai di lorong ujung sana segeralah diketuknya pintu batu di
hadapannya.
Pintu
batu yang berat itu demikian diketuk membuka ke samping dengan sendirinya. Ternyata
pintu batu itu tebalnya dua tombak lebih! Ketika Wiro memandang ke pintu yang
terbuka itu, di belakang pintu kelihatanlah sebuah kamar yang sangat bagus!
Belum pernah Pendekar kita melihat kamar yang demikian.
Di
samping kiri terdapat sebuah tempat tidur berseperai hijau berbunga-bunga
merah, kuning, putih, biru dan coklat. Di dinding di samping tempat tidur ini
tergantung sebuah lukisan besar yang indah.
Di
sebelah kanan terdapat seperangkat meja dan kursi sedang keseluruhan lantai
tertutup dengan permadani tebal dan bagus!
Tapi apa
yang menarik perhatian Pendekar 212 saat itu bukan semua keindahan tadi
melainkan pada sesosok tubuh perempuan yang duduk di atas kursi di tengah
ruangan. Perempuan ini mengenakan sehelai baju panjang hijau yang terbuat dari
kain sutera yang sangat tipis. Kaki kanannya dipangkukan di atas kaki kiri
sehingga baju panjangnya itu tersibak lebar memperlihatkan pahanya
yang
putih padat serta mulus! Di balik baju sutera tipisnya itu hampir jelas
kelihatan kedua buah dadanya yang besar. Namun semua keindahan badan
yangqaksana telanjang itu tiada artinya bila dilihat
paras
perempuan itu yang tertutup topeng tipis muka tengkorak!
"Silahkan
masuk Wiro …." Dewi Kala Hijau berkata sambil melambaikan tangannya.
"Jika
kau mau bicara biar aku berdiri di sini saja," jawab Pendekar 212 pula.
"Ah
… ucapanmu menyatakan kecurigaan, bukan? Tak perlu curiga, tak perlu khawatir
bahwa aku akan menjebakmu. Silahkan masuk "
"Sekalipun
kau memang bermaksud menjebakku, aku tidak gentar! Nyawaku berarti juga nyawamu
Dewi Kala Hijau!"
"Hem
… itu satu kata-kata yang bagus. Mari, masuklah Wiro. Aku ingin bicara
denganmu." Maka Pendekar 212 pun masuklah. Begitu dia masuk ke dalam kamar
itu maka pintu di belakangnya bergeser cepat dan tertutup kembali.
Dewi Kala
Hijau tertawa. "Silahkan duduk" katanya.
Wiro
tetap berdiri di tempatnya. Dan Dewi Kala Hiiau tertawa lagi lalu bertanya:
"Menurutmu
kamar ini bagus atau tidak?"
“Bagus
sekali dan indah," jawab Wiro.
"Cuma
sayang …."
"Sayang
apa?"
"Sayang
dihuni oleh perempuan bermuka buruk!" Dewi Kala Hijau tertawa gelak-gelak.
”Parasku
tidak seburuk yang kau kira, Wiro!" katanya. Dan habis berkata begini
dengan tangan kirinya dibukanya topeng tengkorak yang menutupi mukanya.
Ternyata Dewi Kala Hijau berparas cantik sekali. Hidungnya kecil mancung,
bibirnya laksana delima merekah, bola matanya bening dan bersinar seperti
bintang timur, di dagunya sebelah kiri terdapat sebuah tahi lalat kecil.
Pendekar.212 garuk kepalanya.
"Apakah
parasku buruk?" bertanya Dewi Kala Hijau.
"Tidak."
jawab Wiro cepat.
"Tapi
buat apa paras secantik itu kalau hatimu lebih jahat dari hati iblis?!"
Dewi Kala Hijau tertawa lagi gelak-gelak.
"Wiro,
saat ini kita cuma punya sedikit waktu untuk bicara. Sebentar lagi aku akan ke
luar untuk meresmikan berdirinya Partai Lembah Tengkorak! Kuharap kau suka
bergabung dengan kami…." Wiro Sableng menyeringai.
"Kau
masih saja mimpi tentang Partaimu! Juga apa kau lupa bahwa sekali aku menolak
tawaranmu sampai kapan pun tetap kutolak!" Dewi Kala Hijau berdiri dari
kursinya dan melangkah ke hadapan Pendekar 212. Betapa jelasnya kelihatan
potongan tubuhnya yang indah itu. Pendekar kita merasa nafasnya seperti
berhenti.
"Pendekar
gagah, agaknya kaulah yang mimpi. Apakah kau buta pada kenyataan akan adanya
panggung di luar sana? Apakah kau tidak melihat para tamu yang datang ke tempat
ini untuk menyaksikan resminya berdirinya Partai Lembah Tengkorak?"
"Baik
kalau kau bilang aku yang mimpi. Tapi walau bagaimana-pun aku tak akan masuk ke
dalam Partaimu. Bahkan kedatanganku ke sini justru untuk
menghancurkannya!" Dewi Kala Hijau melangkah dan berdiri dekat dekat di
hadapan Pendekar 212. Nafasnya dan bau badannya yang harum menyapu-nyapu muka
dan menusuk hidung Pendekar 21 2. Tiba-tiba perempuan itu merangkulkan kedua tangannya
ke leher si pemuda dan berbisik lirih:
"Wiro
… turutlah permintaanku. Mari kita pimpin bersama-sama Partai Lembah Tengkorak.
Kau boleh tinggal di sini dan aku akan mematuhi apa saja yang yang kau inginkan
…." Dada Pendekar 212 menggemuruh.
Darahnya
mengalir cepat-cepat. Lebih-lebih ketika perempuan itu meletakkan kepalanya di
dadanya dan memeluknya ketat-ketat!
"Wiro
.." bisik Dewi Kala Hijau lirih.
"Kau
mau mengabulkan permintaanku, bukan?" Wiro tak menjawab tapi dengan
perlahan dilepaskannya kedua tangan perempuan yang merangkulnya itu.
"wiro
…."
"Aku
tak bisa menerima tawaranmu itu, Dewi Kala Hijau." kata Wiro Sableng
tegas.
"Kau
akan kuberi kedudukan sebagai Ketua Partai dan aku akan menjadi milikmu. Kita
akan hidup bersama dan bahagia … !" ujar Dewi Kala Hijau. Sekali lagi
tubuhnya merangkul badan si pemuda.
"Aku
tetap tak dapat menerima tawaranmu." Dewi Kala Hijau menggerakkan
badannya. Maka detik itu juga jatuhlah pakaian yang dikenakannya ke lantai!
Dalam keadaan tanpa pakaian perempuan ini kemudian kembali memeluki tubun si
pemuda nafasnya dan dadanya memanasi dada Wiro Sableng.
Kalau
saja Pendekar 212 bukan murid Eyang Sinto Gendeng yang sudah digembleng lahir
serta bathinnya mungkin saat itu akan runtuhlah imannya.
"Dewi
Kala Hijau, aku akan meninggalkan tempat ini! Tunjukkan jalan ke luar!"
"Wiro
… jangan pergi. Terima tawaranku …", kata Dewi Kala Hijau lalu ditariknya
tangan pemuda itu sehingga keduanya terguling di atas tempat tidur!
"Perempuan
hina, jangan coba menipu aku!" bentak Pendekar 212 meronta.
"Siapa
yang menipumu? Aku bersungguh hati dan tidak palsu dengan ucapanku." kata
Dewi Kala Hijau. Wiro mendorong perempuan itu hingga tertelentang di atas
tempat tidur, kemudian dia melompat ke pintu batu darimana dia masuk tadi namun
pintu itu tiada berbekas sama sekali, lenyap sama datar dengan dinding ruangan!
"Wiro!"
Dewi Kala Hijau melompat dan menubruk di pemuda.
"Kamar
ini penuh senjata rahasia. Sekali aku menggerakkan tangan atau kaki, tamatlah
riwayatmu!"
"Aku
tidak takut mati! Tapi sebelum mati pasti kepalamu kupecahkan dulu!" balas
mengamcam Pendekar 212.
Dan Dewi
Kala Hijau kelihatan lunak kembali. Satu tangannya memeluk lagi tubuh si
pemuda. Sedang tangan yang lain menarik tangan Wiro dan meletakkannya di atas
buah dadanya!
"Masuklah
ke dalam Partaiku, Wiro. Kau kuserahi jabatan sebagai Ketua …."
"Tidak!"
bentak Wiro.
"Pergilah!"
Sekali dorong saja maka hampir sang Dewi jatuh terjerongkang. Setelah
mengimbangi tubuhnya, Dewi Kala Hijau untuk kesekian kalinya merengek macam
anak kecil. Namun Pendekar 212 tetap pada pendiriannya.
Maka
marahlah perempuan itu Sementara tangan kanannya memeluk pinggang Wiro Sableng,
tangan yang lain tak terduga tiba-tiba bergerak dengan cepat menotok jalan
darah urat besar di tubuh Pendekar 212! Tak ampun lagi pemuda ini pun roboh ke
atas permadan! tanpa bisa bergerak dan tanpa sanggup membuka mulut.
"Manusia
goblok! Tolol! Rasakan sekarang!" maki Dewi Kala Hijau.
"Diberikan
kedudukan tinggi, minta jalan ke neraka! Sehabis peresmian Partai kelak akan
kutunjukkan padamu cara mampus yang paling hebat!" Habis berkata begini
maka Dewi Kala Hijau mengenakan topeng tengkoraknya kembali dan pakaian ringkas
wama hijau lalu meninggalkan ruangan itu.
****************
13
Ketika
ratusan pasang mata memandang lekat-lekat ke arah panggung dan menunggu dengan
hati tidak sabar tapi juga agak gentar akan munculnya Dewi Kala Hijau maka
terdengarlah suara gong dipalu tujuh kali. Begitu gema gong menghilang, aneh
sekali panggung tengkorak di hadapan para tamu bergerak ke atas lebih tinggi
dan di bawah panggung kelihatanlah sebuah pintu terbuka.
Didahului
oleh teriakan-teriakan dahsyat laksana meruntuhkan jagat maka dari pintu itu
keluarlah Dewi Kala Hijau diiringi oleh tiga orang muridnya dan seratus lebih
anggota partai. Baik Dewi Kala Hijau maupun murid-murid serta seluruh anggota
Partai. semuanya mengenakar sebuah kalung tengkorak manusia! Dewi Kala Hijau,
tiga orang muridnya dan sekuruh anggota Partai kemudian duduk di barisan kursi
yang terletak di panggung sebelah Barat.
Tujuh
kali lagi gong dipalu dan setelah itu Dewi Kala Hijau pun selaku Ketua Partai
Lembah Tengkorak melompat naik ke atas panggung. Gerakannya indah sekali waktu
melompat itu kakinya tidak kelihatan menekuk ataupun memusatkan berat badan
untuk dihenjot ke atas. Dari sini saja setiap yang hadir sudah dapat mengetahui
bagaimana tingginya ilmu Dewi Kala Hijau!
Sebelum
membuka mulut terlebih dahulu Dewi Kala Hijau menyapu seluruh para tamu dengan
sepasang matanya. Kemudian baru terdengar suaranya yang nyaring lantang, yang
sekaligus bernada pongah congkak!
"Aku
Dewi Kala Hijau selaku Ketua Partai Lembah Tengkorak menghaturkan banyak terima
kasih kepada saudara-saudara di sini yang
telah
sudi datang untuk menyaksikan sendiri dengan resmi berdirinya Partai Lembah
Tengkorak!”
”Perlu
saudara-saudara ketahui bahwa Partai ini mempunyai satu maksud besar yakni
menggabung dan mempersatukan seluruh tokoh silat serta Partai Persilatan di
dunia untuk berpadu dalam satu Partai saja yaitu Partai kami, Partai Lembah
Tengkorak. Kami tidak memaksa siapapun dan Partai Silat manapun untuk memasuki
Partai Lembah Tengkorak. Tapi menurut pandangan kami, jika kalian semua sudah
bersedia menerima undangan dan datang ke sini maka itu berarti kalian telah
menyatakan diri masuk ke dalam Partai Lembah Tengkorak!"
Gemparlah
suasana para hadirin begitu mendengar ucapan Ketua Partai Lembah Tengkorak itu.
Mereka saling pandang dengan mulut menganga dan mata membeliak besar!
Belum
lagi rasa terkejut yang menggempari suasana itu berakhir maka terdengar pula
suara Dewi Kala Hijau.
"Saat
ini Partai LembahTengkorak sudah memiliki lebih dari seratus anggota yang
terdiri dari tokoh-tokoh silat utama bahkan beberapa di antaranya pernah
merajai dunia persilatan! Sekarang, untuk tidak membuang waktu, kuharap kalian semua
berdiri dari kursi masing-masing dan berlutut mengangkat sumpah menyatakan diri
masuk ke dalam Partai Lembah Tengkorak!"
Kembali
suasana menjadi gempar penuh ketegangan. Tiba-tiba seorang diantara para
hadirin berdiri dan berseru.
"Dewi
Kala Hijau! Undangan yang kau berikan kepadaku dan semua yang hadir di sini
adalah hanya untuk menghadiri berdirinya kau punya Partai!
Tapi saat
ini dengan menyatakan besarnya jumlah anggota Partaimu kau memaksa kami untuk
masuk menjadi anggota Partai Lembah Tengkorak! Aturan macam manakah yang kau
pakai?!"
Semua
kepala, termasuk kepala Dewi Kala Hijau dengan serta merta berpaling. Yang
bicara ternyata adalah seorang tokoh silat golongan putih yang besar
pengaruhnya dewasa itu.
”Oh,
kiranya Pendekar Bambu Kuning." Kata Dewi Kala Hijau.
"Tentu
saja untuk orang semacammu tidak akan masuk sebagai anggota biasa, tapi anggota
dengan jabatan tinggi."
"Maaf,
aku tidak bermaksud untuk menanyakan tinggi atau rendahnya jabatanku sebagai
anggota, tapi ialah menolak keras adanya unsur paksaan untuk masuk
Partaimul"
“Lantas
apa maumu, Pendekar Bambu Kuning?’" tanya Dewi Kala Hijau mulai beringas.
”Kuharap
kau menarik pulang kembali ucapanmu yang memaksa tadi!" Dewi Kala Hijau
tertawa dingin.
"Sebenarnya
aku tidak memaksa," katanya,
"Tapi
bila ada diantara yang hadir di sini tidak mau menuruti kehendakku berarti itu
mempersingkat umur namanya! Apa kalian tidak tahu, sekalipun kalian memiliki
sayap atau pandai terbang, kalian pasti tak akan ke luar dari Lembah ini dengan
selamat, kecuali jika kalian masuk dan bergabung dalam Partaiku!"
"Aku
menolak mentah-mentah masuk Partaimu!" kata Pendekar Bambu Kuning dengan
suara tegas mantap. Paras Dewi Kala Hijau mengkerut di batik topeng
tengkoraknya. Dia berpaling ke belakang dan berseru:
"Pahat
Tiga Racun, bereskan pengacau ini! Paling lambat dalam lima jurus!" Maka
seorang laki-laki berpakaian merah darah berkumis melintang yang selilit
pinggangnya bergantungan lebih dari seratus buah pahat hitam beracun segera
melompat ke atas panggung. Dia memandang dengan bengis kepada Pendekar Bambu
Kuning
lalu membentak:
”Manusia
yang besar mulut dan telah menghina terhadap Ketua kami, harap naik ke panggung
untuk terima kematianl"
Meluaplah
amarah Pendekar Bambu Kuning sambil berteriak nyaring dan meiompat ke panggung
dicabutnya senjatanya yaitu sebuah bambu kuning, dan terus menyerang! Si Pahat
Tiga racun menyambut serangan lawan dengan melemparkan lima Pahat Beracun.
Sekali
memutar bambu kuningnya maka runtuhlah kelima pahat hitam itu! Si Pahat Tiga
Racun cabut lagi dua pahatnya. Dengan senjata itu kemudian dia menyerang
Pendekar Bambu Kuning! Pertempuran hebat pun berkecamuklah. Dalam waktu yang
sangat singkat tiga jurus sudah berlalu! Memasuki jurus yang keempat
terdengarlah seruan Pendekar Bambu Kuning karena pertengahan bambunya berhasil
dijapit oleh sepasang pahat hitam lawan!
Dengan
terpaksa Pendekar Bambu Kuning lepaskan bambunya. Serentak tangan melepas,
serentak pula kaki kanan menendang ke muka! Pahat Tiga Racun melompat ke
samping tapi dia tertipu! Tendangan tadi palsu belaka karena begitu dia
mengelak
layannya
segera menghantamkan satu pukulan tangan kosong yang mengandung tenaga dalam
ampuh!
Pahat
Tiga Racun dengan cepat lepaskan japitan kedua pahatnya atas bambu kuning.
Kedua senjata itu kemudian diputarnya untuk menangkis serangan lawan tapi
kasip! Angin pukulan Pendekar
Bambu
Kuning telah menghantam dadanya lebih dahulu! Si Pahat Tiga Racun mencelat dua
tombak, terguling di panggung dan muntah darah! Pada saat Pendekar Bambu Kuning
membungkuk mengambil bambunya tahu-tahu tiga bayangan melesat ke atas panggung
dan langsung menyerang!
Dengan
jatuhkan diri dan bergulingan, Pendekar Bambu Kuning berhasil menyelamatkan
diri! Yang menyerangnya adalah tiga manusia berbadan kate dan mengenakan
pakaian bertambal-tambal
dan
robek-robek.
"Hem,
pengemis Baju Rombeng! Kalian bertiga rupanya juga tersesat jadi bergundalnya
perempuan iblis itu huh?! Baik, majulah sekaligus biar lekas kumusnahkan!"
Pengemis-pengemis
Baju Rombeng cabut senjata mereka yaitu sebentuk sapu ijuk pendek. Berbarengan
ketiganya menggerakkan sapu ijuk itu.
Tiga
ratus jarum hitam kemudian mendesing ke arah Pendekar Bambu Kuning dari tiga
jurusan!
”Curang!"
terdengar seruan hadirin. Di atas panggung Pendekar Bambu Kuning sangat
terkejut dan tak menduga kalau akan diserang sehebat itu. Segera diputarnya
senjatanya. Namun seberapa dari jarum hitam yang datang dari samping kiri kanan
masih sempat menancapi tubuhnya.
”Ha…
ha!" tawa salah seorang dari Pengemis Rombeng.
”Jarum-jarum
itu mengandung racun? jahat?! Nyawamu hanya tinggal tiga jam lagi!”
Mendengar
itu maka kalaplah Pendekar Bambu Kuning! Senjatanya dibolang balingkan cepat
sekali! Jurus-jurus simpanannya dikeluarkan! Sesaat kemudian terdengar jeritan
salah seorang dari Pengemis Baju Rombeng. Kepalanya hancur dihantam ujung
bambu! Namun disaat itu pula tubuh Pendekar Bambu Kuning semakin lemah akibat
rangsangan racun jarum. Setelah bertempur tujuh jurus akhirnya dia terpaksa
menemui ajalnya di tangan kedua
orang
Pengemis Baju Rombeng itu!
"Bagus!"
seru Dewi Kala Hijau memuji kedua Pengemis Baju Rombeng.
"Kelak
kau akan kuberi tanda jasa!" Kedua orang itu tersenyum girang dan menjura
lalu siap-siap untuk meninggalkan panggung namun langkah mereka terhenti ketika
satu sosok bayangan biru melesat ke atas panggung sambil membentak:
"Pengemis-pengemis
pengecut curang hina dina! Tetap tinggal di atas panggung! Aku mau lihat apakah
kau juga bisa melakukan kecurangan terhadapku?!"
Bentakan
itu adalah bentakan suara perempuan! Tapi nyaring dan kerasnya bukan olah-olah!
Panggung tengkorak bergetar, telinga yang hadir mendenging! Semua mata tanpa
berkedip memandang pada si pembentak! Dan ternyata dia memang seorang
perempuan!
Perempuan
ini mengenakan pakaian biru. Parasnya sebatas mata ke bawah ditutup dengan
sehelai kain yang juga berwarna biru!
"Dewi
Kerudung Biru!" berseru beberapa tokoh silat utama yang mengenali siapa
adanya perempuan itu! Maka ketegangan pun semakin bertambahlah! Dewi Kerudung
Biru bertemu dengan Dewi Kala Hijau tentu tak dapat dilukiskan kehebatannya
nanti!
Dewi Kala
Hijau di bailik topeng tengkoraknya mengerutkan kening. Sepasang matanya
memandang tak berkedip dan menyorot tajam pada Dewi Kerudung Biru. Menurut
taksiran Dewi Kala Hijau, perempuan berkerudung biru itu sebaya dengan dia.
"Ayo,
kenapa kalian melongo dan mematung saja?! Perlihatkan lagi kebiadaban dan
kecurangan serta kepengecutan kalian!" bentak Dewi Kerudung Biru pada
kedua Pengemis Baju Rombeng. Yang menjawab adalah Dewi Kala Hijau
"Dewi
Kerudung Biru, jika kedatanganmu ke atas panggung ini untuk mengacau, berarti
kau tidak melihat tingginya Gunung Merapi di depan mata Tapi jika kedatanganmu
untuk memasuki Partai Lembah Tengkorak, kelak aku akan berikan kedudukan tinggi
kepadamul"
"lblis
betina!" jawab Dewi Kerudung Biru.
"Aku
tidak buta sampai tak melihat Gunung Merapi di depan mata," dan Dewi
Kerudung Biru menunjuk ke arah Gunung Merapi yang berdiri megah di depan
sebelah Barat Lembah Tengkorak,
"Tapi
dosa dan kejahatanmu lebih besar dan lebih tinggi dari gunung itu! Hari ini kau
meresmikan berdirinya Partai Lembah Tengkorak dan mengangkat diri sebagai
Ketua! Tapi apa kau tahu bahwa hari ini juga adalah merupakan akhir
hayatmu?!"
"Perempuan
setan!" balas memaki Dewi Kala Hijau.
"Namamu
memang besar! Tapi di sini jangan jual tampang! Pengemis Baju Rombeng! Bunuh
perempuan setan itu!"
Mendengar
perintah itu, tak menunggu lebih lama kedua Pengemis Baju Rombeng kebutkan sapu
ijuk masing-masing. Ratusan jarum hitam beacun jahat menderu menyambar ke arah
Dewi Kerudung Biru. (Seperti dituturkan dalam kisah-kisah Pendekar 212
sebelumnya Dewi Kerudung Biru ini adalah Anggini, murid tokoh silat yang
bergelar Dewa Tuak).
Melihat
serangan jarum maut itu Dewi Kerudung Biru mendengus. Dia melompat setinggi
lima tombak kemudian laksana kilat berkelebat ke bawah, tangan kanan dipentang
ke muka, jari-jari ditekuk kedalam!
"Cakar
Garuda Emas!" seru Dewi Kala Hijau. Pengemis Baju Rombeng, awas!"
Tapi percuma saja peringatan itu. Salah seorang
dari dua
Pengemis Baju Rombeng menjerit.
Mukanya
mandi darah. Hidung tanggal, kedua biji mata hancur luluh! Yang seorang lagi
saking kecut dan terkejutnya sampai melompat mundur beberapa langkah sedang
para hadirin diam-diam sangat memuji kelihaian Dewi Kerudung Biru.
Terdengar
bentakan nyaring. Pengemis Baju Rombeng yang ketiga cabut pedang dan kebutkan
sapu ijuknya. Satu jurus dia berkelebat cepat menggempur lawan namun tiada
guna! Sekali Dewi Kerudung Biru gerakkan tangan kirinya maka "Buk!"
Pengemis Baru Rombeng mencelat ke luar panggung. Tulang lehernya patah!
"Empat.
Srigala Putih!" seru Dewi Kala Hijau
"Cepat
bikin perhitungan dengan bangsat itu!" Empat bayangan putih berkelebat
melompat ke atas panggung! Keempat manusia ini yang berjuluk Empat Srigala
Putih mengurung Dewi Kerudung Biru dari empat sudut panggung!
"Hemm
… jadi kalian juga merupakan kaki tangan iblis dajal itu ya? bagus! Majulah
cepat!" ejek Dewi Kerudung Biru.
"Lima
tahun malang melintang di daerah ini tak satu jago pun yang berhasil merubuhkan
kami! Katakan cara mati yang bagaimana yang kau ingini perempuan hina?!"
"Cara
mati yang begini, sobatku!" jawab Dewi Kerudung Biru. Bersamaan dengan itu
tubuhnya lenyap ke hadapan orang yang bicara tadi. Dan terdengarlah satu
pekikan hebatl Orang tadi kelihatan menutupi mukanya, Darah mengalir dari
sela-sela jari. Sesaat kemudian tubuhnya pun tergelimpang di atas panggung
tengkorak!
Tiga
rekannya yang lain melolong tinggi persis seperti srigala yang kemudian dengan
serentak menyerang Dewi Kerudung Biru! Lima jurus berlalu sangat cepat! Dewi Kerudung
Biru membentak!
Satu
jeritan lagi terdengar! Satu orang lagi menggelimpang di lantai panggung!
Rahang-rahang Dewi Kala Hijau bergemeletakkan. Mulutnya komat kamit seketika.
Kemudian terdengarlah lengkingannya.
"Sepuluh
Pemimpin Cabang Partai, majulah!" Maka ke atas panggung sepuluh laki-laki
berpakaian merah darah berlompatan gesit! Sedetik kemudian sepuluh pedang merah
bergulung-gulung! Angin sepuluh senjata itu laksana topan prahara dan
kesemuanya menyerang satu sasaran yaitu Dewi Kerudung Biru, ditambah lagi
tekanan-tekanan gencar yang dilancarkan dua dari Empat Srigala Putih yang masih
hidup! Karena kedua belas orang ini bukanlah berkepandaian rendah maka satu
jurus saja Dewi Kerudung Birupun terdesaklah! Tapi sang Dewi tiada kelihatan
gugup atau kecut sedikit pun ! Malahan dia berseru dengan nada mengejek kepada
Dewi Kala Hijau!
"Ketua
Partai Lembah Tengkorak! Kurasa masih kurang jumlahnya cecunguk-cecungukmu yang
mengeroyokku!"
"Jangan
merocos juga betina edan! Sebentar lagi kepalamu sampai ke kaki akan tercincang
lumat!" Keroyokan kedua belas orang itu memang luar biasa hebatnya. Namun
Dewi Kerudung Biru benar-benar luar biasa pula tinggi ilmunya. Begitu kedua
tangannya bergerak mengeluarkan jurus "Naga
Kepala
Seribu Mengamuk", maka tiga dari pengeroyok rubuh tanpa nyawa, sesudah itu
dua orang lagi roboh terjungkal ke luar panggung.
Dengan
geram Dewi Kala Hijau memerintahkan lagi sepuluh orang anggota Partai yang
berkepandaian tinggi untuk mengeroyok Dewi Kerudung Biru! Dilain pihak yang
dikeroyok pun mengamuk dengan hebatnya. Jurus-jurus "Naga Kepala Seribu
Mengamuk" dan "Cakar Garuda Emas" menebar silih berganti.
Meskipun demikian jalannya pertempuran tetap tak seimbang.
Dewi
Kerudung Biru terdesak ke sudut panggung sebelah kanan!
"Ketua
Partai Lembah Tengkorak!" terdengar seruan dari bawah panggung.
"Kami
Tiga Brahmana dari Gunung Nagajembangan tidak bisa tinggal diam! Pengeroyokan
ini sudah sangat keterlaluan!" Sesaat kemudian tiga sosok bayangan putih
melompat ke atas panggung.
Dewi Kala
Hijau memutar kepalanya dengan cepat. Pan-dangannya tampak bengis.
"Brahmana-brahmana
tidak tahu diri, kalian mau turun tangan, baik! Tapi terima dulu hadiahku
ini!" Ketua Partai Lembah Tengkorak mengangkat tangan kanannya. Selarik
besar sinar hijau menderu dahsyat!
"Pukulan
Kala Hijau!" seru Brahmana yang paling muka. Serentak dengan itu dia
bersama dua kawannya melompat ke samping dan kebutkan lengan jubah
masing-masing! Tapi terlambat. Dua puluh ekor kala beracun telah menyusup dan
menancap di muka serta dada mereka. Ketiganya terjungkal kembali ke bawah tanpa
sempat menjejakkan satu kakipun di lantai panggung yang terbuat dari tulang
belulang dan tengkorak manusia itu!
"Siapa
lagi yang hendak turun tangan membantu betina keparat itu silahkan naik ke atas
panggung!" seru Dewi Kala Hijau! Semua hati yang hadir tercekat dan tak
satu pun yang kelihatan berani menerima tantangan itu!
Sementara
itu di sudut panggung sebelah kanan Dewi Kerudung Biru semakin kepepet! ketika
lengan baju birunya robek besar disambar ujung pedang salah satu pengeroyok
maka naiklah luapan amarahnya ke kepala!
Kedua
tangan kiri kanan diangkat ke atas dan dipukdlkan ke muka. Dua rangkum angin
pukulan yang berwarna biru melabrak dari dua jurusan! "Pukulan Asap
Kencana Biru!" seru Dewi Kala Hijau dengan paras tersirap. Dia memang
sudah lama mendengar kehebatan ilmu pukulan itu dan baru saat itu menyaksikan
dengan mata kepala sendiri.
Empat
orang pengeroyok berpelantingan terhampar di panggung dua orang, yang dua lagi
terguling di bawah panggung. Keempatnya tanpa nyawa!
Dan bila
Dewi Kerudung Biru mengangkat lagi kedua tangannya, kembali empat korban jatuh!
"Setan
alas!" kutuk Dewi Kala Hijau. Matanya berputar ke arah dimana
murid-muridnya duduk. Hanya Kala Biru dan Kala Hitam yang tampak. Kala Putih
tiada kelihatan. Ini membuat Dewi Kala Hijau merasa curiga namun untuk
menyelidik saat itu juga dimana Kala Putih berada tentu saja bukan pada
tempatnya.
"Kala
Biru, Kala Hitam! Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan!" teriak Ketua
Partai Lembah Tengkorak.
Kedua
muridnya pun segera bangkit dari kursi. Begitu melompat ke panggung, begitu
mereka kirimkan serangan kala hijau ke arah Dewi Kerudung Biru. Dewi Kerudung
Biru tidak tinggal diam. Dia sudah maklum
kehebatan
ilmu pukulan itu. Kedua tangannya dipukulkan ke depan. Dua larik sinar biru
menderu menangkis dua larik sinar hijau yang membawa Pukulan kala maut!
Bentrokan
itu demikian hebatnya hingga menimbulkan suara laksana letusan meriam! Meskipun
jumlah pengeroyok kini berkurang
namun
dengan munculnya Kala Hitam serta Kala Biru maka keadaan Dewi Kerudung Biru
lebih hebat terdesaknya dari tadi!
Sepuluh
jurus dengan kehebatannya yang luar biasa dia masih sanggup bertahan meski
bertahan sambil mundur terus-terusan. Diam-diam Dewi Kerudung Biru mengeluh
dalam hati. Sampai berapa jurus lagi dia akan sanggup bertahan?
Sementara
itu Ketua Partai Lembah Tengkorak yang melihat Dewi Kerudung Biru masih bisa
bertahan menjadi penasaran sekali! Diam-diam dia gerakkan tangannya mengirimkan
pukulan-pukulan jarak jauh! Dewi Kerudung Biru bukan tidak tahu kalau dirinya
diserang secara pengecut itu, namun untuk balas menyerang dia tak punya
kesempatan, apalagi menghadapi pengeroyok yang banyak dan lihai-lihai itu!
Lagi-lagi
perempuan itu mengeluh dalam hati. Pada jurus yang kelima puluh satu, itulah
batas kesanggupan Dewi Kerudung Biru untuk bertahan. Ketika dua ujung pedang
menusuk dari muka belakang, satu kaki menendang ke arah selangkangan dan dua
larik sinar hijau yang membawa puluhan kala maut menyerangnya, maka perempuan
ini tiada sanggup lagi berkelit!
"Tamatlah
riwayatku …" kata Dewi Kerudung Biru. Dia menggerung keras dan meramkan
mata menunggu sampai ajalnya. Disaat yang kritis itu tahu-tahu terdengar suara
mengaung laksana ribuan tawon mengamuk. Satu
sinar putih
berkiblat panas dan memerihkan kulit dan satu bentakan mengatasi ketegangan
suasana.
"Manusia-manusia
pengecut berhati dajal! Makan kapakku!" Dan enam pengeroyok menjerit
rubuh. Kala Hitam kalau tidak lekas-lekas melompat mundur pasti akan terluka
besar bagian dadanya!
********************
14
Ketika
ketua Partai Lembah Tengkorak melihat siapa adanya manusia yang muncul itu,
terbeliaklah kedua matanya!
"Pemuda
sinting! Bagaimana kau bisa lepas?!" tanyanya garang. Si pemuda yang bukan
lain daripada Pendekar 212 Wiro Sableng tertawa.
"Sekarang
bukan saatnya untuk bertanya jawab! kejahatanmu sudah lewat batas, dosamu sudah
melampaui takaran! Karenanya mati adalah yang paling bagus buatmu!"
Dewi
Kerudung Biru sendiri yang tadi pejamkam mata menunggu ajalnya dengan
terheran-heran membuka matanya kembali. Begitu melihat dan mengenali pemuda
yang di hadapannya dia pun berseru gembira:
"Wiro…!"
Pendekar
212 mengedipkan matanya dan bersiul.
"Anggini,
mari kita tumpas manusia-manusia iblis ini!"
"Memang
itu maksudku Wiro. Terima kasih atas pertolonganmu tadi!" jawab Anggini
atau Dewi Kerudung Biru.
"Seluruh
anggota Partai!" teriak Ketua Partai Lembah Tengkorak pula.
"Siapkan
dirimu semuanya untuk melumat kedua biang racun pengacau ini!" Pada saat
itu pulalah Ketua Partai Lembah Tengkorak
melihat
muridnya Si Kala Putih.
"Dari
mana kau?!" tanyanya membentak.
"Dewi
Kala Hijau, mulai saat ini aku bukan muridmu lagi …."
"Hah!
Apa … ?!" belalak Dewi Kala Hijau.
"Aku
bukan muridmu lagi. Aku keluar dari Partaimu!" kata Kala Putih pula.
"Murid
kualat murtad! Pasti kau juga yang melepaskan pemuda rambut gondrong itu
ya?!" ,
"Ya!"
sahut Kala Putih tanpa ragu-ragu. Mendidih amarah Dewi Kala Hijau.
"Kau
boleh menjadi murid murtad! Kau boleh keluar dari Partai Tapi nyawamu juga
musti minggat dari tubuh!" Ketua Partai Lembah Tengkorak pukulkan kedua
telapak tangan ke muka. Mulut menghembus! Dua larik sinar hijau dan empat jalur
asap hijau menderu dahulu mendahului menyerang Kala putih! Karena gugup dan tak
menduga gurunya akan turun tangan secepat itu, Kala Putih terlambat mengelak.
Tak ampun lagi tubuhnya kena dilanda serangan Dewi Kala Hijau. Dia terguling
sampai beberapa tombak dengan muka serta badan ditancapi kalajengking beracun.
Dari mulutnya membuih darah kental!
Menyaksikan
kematian Kala Putih, gadis yang telah membebaskannya dari totokan dan kurungan
Dewi Kala Hijau maka Pendekar 212 naik pitam. Namun sebelum dia melompat ke
hadapan Dewi Kala Hijau, puluhan anggota Partai Lembah Tengkorak telah
mengurungnya bersama Dewi Kerudung Biru!
"Kalian
minta mampus semua, marilah!" teriak Wiro Sambil tertawa menggidikkan
pendekar ini memular kapaknya dengan sabat dan berseru nyaring
"Para
tamu yang hadir di sini! lnilah saat dimana kalian semua harus turun tangan
untuk menghancurkan manusia-manusia pembawa malapetaka ini! Jika terlambat
kalian semua akan menjadi korban dan dunia persilatan
akan
hancur binasa! Mari kita sama-sama berebut pahala memenggal kepala Dewi durjana
Ketua Partai Lembah Tengkorak!"
Mendengar
seruan yang bersemangat ini dan mengetahui pula siapa adanya Wiro Sableng maka
besarlah nyali mereka yang hadir! Serentak mereka mencabut senjata serentak itu
pula semuanya menyerang!
Maka
pertempuran yang sangat dahsyat, yang tak pemah terjadi dalam sejarah dunia
persilatan sebelumnya, berkecamuklah! Ratusan senjata berkiblat mencari korban!
Dan suara beradunya senjata-senjata itu, suara bentakan-bentakan serta caci
maki.
Suara
gerung dan jerit kematian serta keluh serangan mereka yang meregang nyawa
menjadi satu laksana hendak menjungkir balikkan bumi dan langit, laksana mau
kiamat! Dan mengatasi semua
suara itu
maka terdengarlah dengungan Kapak Maut Naga Geni 212 yang dipegang oleh Wiro
Sableng.
Sambil
berkelebat kian kemari menebar maut pemuda itu tiada hentinya mengeluarkan
suara siulan yang menusuk dan menyakitkan gendang-gendang telinga.
Sekali-sekali bila dia mengeluarkan suara tertawa bekakakan maka tergetarlah
hati setiap lawan!
Kurang
dari sepeminum teh berlalu maka sudah bertebaran puluhan mayat! Jika ada
seseorang lain di luar pertempuran menyaksikan apa yang terjadi di Lembah
Tengkorak saat itu pastilah bulu kuduknya akan merinding!
Apa yang
disaksikannya itu adalah neraka dunia yang mengerikan! Setiap Kapak Maut Naga
Geni 212 berkiblat dengan suara mengaung serta larikan sinar putihnya maka
terdengarlah pekik jerit kematian! Puluhan pengurung Pendekar 212 laksana semak
belukar yang ditabas, rambas berkelompok-kelompok.
Mereka
yang masih hidup dengan tercekat hati serta meleleh nyalinya tiada berani
melakukan serangan dalam jarak dekat! Dilain bagian Anggini serta tokoh-tokoh
silat lainnya mengamuk pula tiada terkirakan hebatnya!
Setelah
tiga puluh jurus berlalu, sesudah mayat bertebaran hampir di seluruh tempat
sehingga kemanapun kaki dilangkahkan pastilah menginjak sosok mayat. Jumlah anggota
Partai Lembah Tengkorak yang masih bertempur dibawah pimpinan Dewi Kala Hijau
dan Kala Hitam serta Kala Biru setiap saat semakin berkurang!
Akhimya
ketika jumlah mereka hanya bersisa tigapuluh orang saja lagi, mereka segera
maklum bahwa mereka tak akan sanggup bertahan lebih lama meskipun ketua mereka
dan dua orang muridnya yang berilmu tinggi saat itu masih hidup!
Maka
mereka pun saling memberi isyarat! Tepat pada jurus yang ketiga puluh dua,
lebih dari dua puluh anggota Partai Lembah Tengkorak segera ambil langkah
seribu, lari ke jurusan parit sebelah Timur di mana terletak jembatan gantung.
Beramai-ramai mereka mengangkat dan memasang jembatan itu. Melihat ini Dewi
Kala Hijau kemarahannya tiada terkirakanl
"Setan-setan
alas! Kembali!" teriaknya memerintah. Tapi mana orang-orang itu mau
kembali. Malah mereka lebih mempercepat pemasangan jembatan gantung tulang
belulang.
"Anggota-anggota
Partai macam kalian lebih bagus dikirim ke naraka!" ujar Dewi Kala Hijau
Tangan kanannya menghantam ke muka. Puluhan kalajengking maut melesat dan di
muka sana, sembilan anggota partai yang tengah mengangkat jembatan gantung
menjerit
roboh tanpa nyawa!
Dewi Kala
Hijau angkat lagi tangannya kanannya. Namun sebelum tangan itu dipukulkan ke
muka, satu angin deras dan satu sabatan sinar putih menyilaukan yang disertai
suara mengaung menderu di depan hidungnya!
Dewi Kala
Hijau tersurut lima tombak! Ketika dia memandang ke depan, maka Pendekar 212
berdiri di hadapannya dengan melintangkan Kapak Naga Geni 212 di muka dada! Perempuan
itu telah menyaksikan sendiri kehebatan dan ketinggian ilmu si pemuda. Berdiri
berhadap-hadapan demikian rupa tergetarlah hatinya. Apalagi ketika dia
memandang berkeliling semakin menciut nyalinya karena barulah disadarinya bahwa
saat itu dipihaknya hanya tinggal dia dan kedua muridnya saja.
Yang
lain-lain ketika Pendekar 212 melompat menghalangi serangannya tadi telah
melarikan diri pula, bergabung dengan anggota-anggota partai di sekitar
jembatan gantung!
Yang
membuat Ketua Partai Lembah Tengkorak itu semakin menciut nyalinya ialah karena
sekitar panggung telah dikurung oleh kira-kira tiga puluh tokoh-tokoh silat
yang sebelumnya menjadi tamunya dalam peresmian berdirinya Partainya!
"Dewi
Kala Hijau! Padamu kuberikan sedikit waktu untuk bertobat sebelum nyawamu masuk
ke pintu neraka!" kata Pendekar 212. Meski tahu kalau dirinya sudah
kepepet namun Dewi Kala Hijau tetap menunjukkan kegarangan dan keberingasannya.
"Pemuda
sinting! Sekalipun kau punya sepuluh kepala, duapuluh tangan, jangan kira kau
bakal bisa mengalahkanku! Aku juga memberikan kesempatan padamu untuk berlutut
minta ampun!" Pendekar 21 2 tertawa bergelak.
Tiba-tiba
Ketua Partai Lembah Tengkorak membentak memerintah pada kedua muridnya.
"Hitam,
Biru! Ambil nyawa anjing keparat ini!"
Dua suitan
nyaring merobek langit. Kala Biru dan Kala Hitam melompat. Namun di tengah
jalan serangan keduanya dipapasi oleh satu gelombang angin biru yang dahsyat!
"Akulah
lawan kalian!" seru si penimbul angin yang bukan lain adalah Dewi Kerudung
Biru. Kedua murid Ketua Partai Lembah Tengkorak memutar tubuh dan mengirimkan
serangan kalajengking hijau dengan serentak! Dewi Kerudung Biru melompat empat
tombak ke udara kemudian lancarkan serangan balasan! Kala Hitam dan Kala Biru
cepat berpencar kesamping lalu menyerang lagi lebih ganas dari tadi.
Sekejap
saja ketiganva kemudian terlibat dalam jurus demi jurus yang berlalu sangat
cepat. Sementara itu dibawah penyaksian puluhan pasang mata Dewi Kala Hijau
telah pula mendahului menyerang Pendekar212! Pertempuran hebat berkecamuk.
Mula-mula di atas panggung kemudian diteruskan ke bawah panggung. Meski
memiliki tenaga dalam yang tinggi, ilmu mengentengi tubuh yang lihai serta ilmu
kala hijau dahsyat namun berhadapan dengan Pendekar 212 yang memegang Kapak
Maut Naga Geni, Ketua Partai Lembah Tengkorak tiada sanggup bertahan lama.
Berkali-kali
hampir tiada putus-putusnya perempuan itu melancarkan serangan kala hijau serta
hembusan empat jalur asap kematian kepada lawannya tapi jangankan berhasil
bahkan serangan-serangan itu semuanya buyar musnah dilanda angin Kapak Naga
Geni 212!
Nyali
Dewi Kala Hijau benar-benar lumer ketika telinganya mendengar suara jerit
kematian muridnya si Kala Hitam di tangan Dewi Kerudung Biru.
"Kala
Biru," kata Ketua Partai Lembah Tengkorak itu dengan ilmu menyusupkan
suara. Agaknya kali ini kita terpaksa mengaku kalah dan larikan diri! Cepat
tarik jembatan gantung, lemparkan ke tengah parit"
Kala
Biru, satu-satunya murid Dewi Kala Hijau yang masih hidup yang mengerti maksud
gurunya itu segera berkelebat dan kirimkan serangan dahsyat kepada Dewi
Kerudung Biru. Begitu lawannya mengelak maka Kala Biru melompat ke arah
jembatan gantung. Di sekitar jembatan gantung ini dia merobohkan beberapa tokoh
silat yang memburunya dan berhasil melemparkan jembatan gantung ke tengah
parit.
Namun
sebelum dia sempat melompat ke atas jembatan gantung yang mengapung di tengah
parit berair racun itu. Dewi Kerudung Biru sudah berkelebat dari samping!
Karena dia hanya memusatkan diri untuk melarikan diri, Kala Biru tidak sempat
lagi melihat datangnya satu rangkum asap biru dari sampingl
Dia
memalingkan kepala sedikit sewaktu merasakan tubuhnya sebelah samping kiri
mendadak panas. Kemudian
"Wusss!"
Kala Biru terpekik. Tubuhnya tersapu pukulan asap kencana biru yang dilancarkan
Dewi Kerudung Biru. Tak ampun lagi
tubuhnya
mencelat dan masuk ke dalam parit yang airnya mengandung racun yang sangat
jahat. Kala Biru megap-megap sebentar kemudian bila nyawa nya putus maka
tubuhnya perlahan-lahan tenggelam ke dasar parit!
Sementara
itu meski sudah terdesak hebat namun Dewi Kala Hijau coba bertahan mati-matian,
terutama pada detik-detik dimana dia mencari kesempatan untuk melarikan diri
itu!
Tiba-tiba
perempuan ini melompat sampai setinggi tujuh tombak. Sambil hantamkan kedua
telapak tangannya kemuka, dia berjungkir balik dengan cepat. Tepat di atas
kepala Pendekar 212 dia
menghembus
dan empat jalur asap kematian menderu ke arah si pemuda.
Sekali
lagi Dewi Kala Hijau berjungkir balik di udara kemudian tubuhnya laksana
terbang melayang ke atas jembatan gantung! Tapi perempuan iblis ini berteriak
kaget karena sedetik lagi kakinya akan menjejak jembatan dari tulang belulang
manusia itu, tiba-tiba satu larik sinar putih yang menyilaukan menderu di bawah
kakinya!
Dan
hancur leburlah jembatan gantung itu! Air parit yang beracun muncrat menyirami
kedua kakinya! Racun yang jahat dalam air itu segera merambas kaki celana
panjangnya, terus menembus kulit ke dua kaki, dan masuk ke dalam daging,
kemudian menyusup dalam aliran darah! Perempuan ini coba mencapai salah satu
pecahan jembatan. Tapi kedua kakinya saat itu sudah lumpuh karena racun air
parit telah menghancurkan urat-urat darah di kedua kaki itu!
Dewi Kala
Hijau menjerit ngeri! Tubuhnya amblas sebatas pinggang. Kedua tangannya
menggelepar gelepar. Tapi gerakannya ini hanya menambah cepat tenggelam
badannya saja!
"Tolong
… tolong…!" jerit perempuan itu. Pendekar 212 yang tangan kanannya masih
memutih dan kuku-kuku jarinya masih berkilau oleh ajian ilmu pukulan
"Sinar Matahari" yang tadi dilepaskannya menyerang dan menghancurkan
jembatan gantung, melangkah ke tepi -parit. Dia tertawa gelak-gelak.
‘"Perempuan
iblis ! coba perlihatkan kehebatanmu saat ini … l" ejeknya.
"Jahanam!"
maki Dewi Kala Hijau. Masih juga dia bisa memaki!
"Kalau
aku mati biarlah.aku menjadi hantu dan mencekik batang lehermu!"
"Ha
… ha …." Wiro tertawa membahak.
"Kau
memang sudah punya tampang untuk jadi hantu! Biarlah
kupercepat
kematianmu agar bisa lekas-lekas terlaksana harapanmu itu!" Habis berkata
demikian Wiro Sableng sapukan Kapak Naga Geni 212 nya!
"Wut!"
Air parit
muncrat sampai lima tombak sebaliknya keseluruhan tubuh Dewi Kala Hijau laksana
ditindih batu besar tenggelam ke dasar parit menyusul muridnya si Kala Biru!
Tamatlah riwayat Dewi Kala Hijau atau Ketua Partai Lembah Tengkorak yang ganas
itu! Partai Lembah Tengkorak sendiri turut terkubur bersama kematian Dewi Kala
Hijau!
Tokoh-tokoh
silat segera berkumpul dan menjura hormat kepada Pendekar 212 dan Dewi Kerudung
Biru, sedang bekas anggota-anggota Partai Lembah Tengkorak yang masih hidup,
yang hanya beberapa orang saja lagi membuang senjata mereka dan berlutut minta
ampun.
"Kami
akan ampunkan jiwa kalian." kata Wiro Sableng sambil garuk-garuk kepala.
"Tapi
dengan syarat agar kalian kembali ke jalan yang benar. Jika kelak kami menemui
kalian berbuat kejahatan lagi, jangan harap dapat pengampunan!"
Bekas
anggota-anggota partai itu menjura dan mengucapkan terima kasih. Salah seorang
dari tokoh silat maju ke hadapan Dewi Kerudung Biru dan Pendekar 212 lalu
berkata:
"Nama
besar Pendekar 212 dan Dewi Kerudung Biru ternyata benar-benar membuat kami
kagum dan terbuka mata! Kalau tidak ada kalian pastilah dunia persilatan akan
mengalami bencana dan.."
"Ah
… kau terlalu memuji. Jika tidak kalian yang membantu-beramai-ramai mana kami
berdua sanggup menghancurkan manusia iblis itu …" kata Wiro Sableng
memotong dan merendah.
"Untuk
selanjutnya kami mohon petunjuk kalian berdua." berkata lagi si tokoh
silat itu. Wiro Sableng mengangkat bahu, lalu berpaling pada Anggini atau Dewi
Kerudung Biru. Maka berkatalah perempuan ini.
"Tak
ada petunjuk yang lebih bagus daripada kenyataan yang sama kita saksikan saat
ini. Yaitu bahwa betapapun hebat serta tingginya ilmu kejahatan itu namun pada
waktu yang sudah di-tentukan Tuhan, kelak akan dihancurkan oleh kebenaran!
Kemudian peristiwa ini juga memberi petunjuk pada kita bahwa jika kita yang
satu aliran ini bersatu dan sating bantu maka bagaimanapun kuatnya kejahatan
dan kedurjanaan itu, pasti akan sanggup kita hancurkan!"
Si tokoh
silat mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Sekarang
…" ujar Wiro Sableng pula,
"Mari
kita tinggalkan tempat terkutuk ini …." Semua orang menyetujui.
"Tapi
bagaimana kita bisa menyeberangi parit yang dalam dan sangat lebar itu?!"
menyeletuk seseorang.
"Kenapa
jadi orang tolol?!" tukas Pendekar 212.
"Kalian
lihat panggung besar itu?! Ayo kita gotong ramai-ramai, kita jadikan rakit
penyeberang!" Maka beramai-ramai orang-orang itu pun menggotong panggung
besar yang terbuat dari tulang-tulang manusia dan membawanya ke tepi parit.
Mayat-mayat di atasnya dibersihkan lebih dahulu. Kemudian dengan mempergunakan
panggung itu sebagai rakit, mereka segera meninggalkan tempat terkutuk Neraka
Lembah Tengkorak!
T A M A T
No comments:
Post a Comment