Tabir Delapan Mayat
WIRO
SABLENG
Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212
Karya:
Bastian Tito
*******************
1
DENGAN
bunga matahari yang telah diberi mantera sakti oleh Nyi Roro Jonggrang, Ratu
Randang berhasil melenyapkan tanda Pukulan Delapan Sukma Merah yang ada di
kening dan dada Pendekar 212 Wiro Sableng. Sebagai ucapan terima kasih, Wiro
mencium si nenek sampai empat puluh kali. Biasanya Ratu Randang yang selalu
duluan mencium sang pendekar. Gembira tak terhingga mendapat ciuman begitu
banyak, walau bibirnya jadi jontor, si nenek cantik segera hendak menolong Dewi
Ular. Saat itu Dewi Ular memang dalam keadaan cidera akibat ntrokan kekuatan
tenaga dalam dan kekuatan gaib dengan Pangeran Matahari dan Sinuhun Muda yang
dibantu Sinuhun Merah serta bocah Ksatria Junjungan Dirga Purana. Walau
keadaannya seperti itu, namun Dewi Ular dengan polos minta agar si nenek lebih
dulu menolong Raja Mataram yang saat itu tergeletak ditemani Jaka Pesolek, si
gadis cantik berkumis halus
Ratu
Randang tidak ingin meninggalkan Dewi Ular begitu saja. Maka dia tetap saja
lebih dulu menolong gadis alam roh itu dengan mengusapkan bunga sakti ke bagian
depan dan belakang Dewi Ular. Namun setelah si gadis sembuh, entah mengapa si
nenek berlaku iseng. Pakaian Dewi Ular di sebelah bawah disingkap lalu bunga
matahari diusapkan ke bagian terlarang di bawah perut Dewi Ular.
"Hai
Nek! Kau ini gila apa?!" Teriak Dewi Ular.
"Kau
bilang aku gila! Nanti lihat saja! Pasti banyak lelaki yang tergila-gila
padamu! Hik… hik… hik!" Ratu Randang tertawa panjang.
"Nek,
bagaimana kalau nanti karena kualat bunga itu hilang kesaktiannya. Padahal kau
belum menolong raja!" Teriak Dewi Ular pula.
Teriakan
Dewi Ular membuat Ratu Randang diam-diam merasa khawatir juga. Si nenek segera
mendatangi Raja Mataram yang saat itu ditemani oleh Jaka Pesolek si gadis
cantik berkumis halus yang punya ilmu kepandaian menangkap petir. Terpengaruh
oleh teriakan Dewi Ular, selintas pikiran muncul di benak si nenek. Dia
berusaha mencari penangkal agar benar-benar tidak ditimpa kualat. Maka bunga
matahari diusapkannya ke dada Raja Mataram Rakai Kayuwangi Lokapala.
Walau
cidera di tubuh Raja lenyap setelah diusap bunga, namun saat itu pula muncul
gejala aneh. Sang Raja melompat bangkit sambil mengusap dada yang bergerak
turun naik. Kepala mendongak, mata menatap kosong ke arah langit lalu
berkedap-kedip. Dari mulut terdengar suara mendesah tiada henti.
Melihat
keadaan Raja yang seperti tengah membayangkan dan merasakan sesuatu yang
menyenangkan, timbul hasrat Jaka Pesolek ingin melihat dan memegang bunga
matahari. Ketika si nenek menampik, maka gadis ini langsung merampas bunga.
Bunga matahari kemudian diusap dan ditekan-tekan berulang kali ke aurat di
bawah perut. Tak selang berapa lama Jaka Pesolek keluarkan jeritan keras lalu jatuh
tertelentang. Mata membeliak, dua bola mata berputar-putar. Mulut
tersenyumsenyum dan keluarkan suara mendesah-desah.
Si nenek
tertegun. Memandang ke arah Raja lalu kembali pada Jaka Pesolek. Tiba-tiba si
nenek membungkuk mengambil bunga matahari yang tercampak di tanah. Seperti yang
dilakukan Jaka Pesolek, bunga sakti itu lalu ditekapkan ke bagian bawah
perutnya.
Tidak
menunggu lama, "Oala… Oala! Ini rupanya!" Ratu Randang berteriak
berulang kali. Lutut goyah, tubuh limbung lalu jatuh tertelentang di atas
sebuah batu. Pinggang dan pinggul menggeliat-geliat. Mata yang juling mendelik
memancarkan cahaya berseri mulut menganga dan lidah terjulur basah.
Di lereng
bukit sebelah atas Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal membantu Wiro bangkit
berdiri
"Wiro,
aku mendengar suara orang berteriak-teriak dan tertawa cekikkan di bawah sana.
Aneh rasanya dalam keadaan seperti ini ada orang masih bisa tertawa.."
"Aku
juga mendengar. Itu suara teriakan Raja Mataram Yang tertawa cekikikan
sepertinya Ratu Randang dan gadis aneh bernama Jaka Pesolek. Sebelumnya aku
seperti mendengar suara teriakan Dewi Ular Kita harus segera menyelidik apa
yang terjadi."
SEWAKTU
sampai di lereng bukit sebelah bawah Wiro dan Sakuntaladewi terheran-heran
menyaksikan keadaan Raja Mataram. Ratu Randang dan Jaka Pesolek. Di tanah, di
samping sosok Jaka Pesolek tertampak Bunga Matahari sakti. Dengan cepat
Sakuntaladewi mengambil bunga itu.
"Apa
yang terjadi. Mereka kelihatan seperti orang mabok Bicara seperti orang
mengigau." Kata Sakuntaladewi sambil memperhatikan tiga orang itu satu
persatu.
Wiro
menggaruk kepala lalu berkata. "Tidak ada minuman keras di bukit ini.
Mereka tidak mengigau. Janganjangan mereka kemasukan roh halus penghuni
bukit"
"Aku
tahu puluhan bahkan mungkin ratusan roh berkeliaran di bukit ini. Tapi bisa
juga ini pekerjaan jahat Sinuhun Merah Penghisap Arwah." kata
Sakuntaladewi pula. Sekali lompat dia sudah berada di hadapan Raja Mataram
Begitu
melihat ada perempuan di depannya sepasang mata Raja Mataram membesar. Bibir
bergerak-gerak. Raja berusaha bangkit tapi hanya mampu duduk di tanah. Tangan
kanan diulur, tangan kiri mengusap dada lalu mulut keluarkan ucapan.
"Ah…
Aku sungguh bahagia Aku senang melihatmu.
Dara
cantik, apakah kau datang hendak menolongku? Mengapa kau tampak bersedih?
Bergembiralah di hadapan Rajamu!"
Wajah
Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal saat itu memang sedih dan cemas melihat
keadaan Raja Mataram Raka Kayuwangi. Sementara itu banyak orang telah berada di
situ termasuk dua istri dan beberapa putera puteri Raja tidak berani mendekat
Mereka malah bersurat mundur. Takut kalau tiba-tiba Raja diluar sadar
menjatuhkan tangan kasar.
Sakuntaladewi
gelengkan kepala. "Tidak mungkin Raja Mataram berperi laku seperti ini.
Aku mau lihat Mahluk halus atau jin atau roh jahat apa yang telah menguasai
Raja!" Sakuntaladewi lalu pentang lima jari tangan kanan hingga
memancarkan cahaya biru. Kelima jari itu kemudian ditusukkan ke batok kepala
Raja sambil berucap "Yang Mulia, maafkan saya!"
Desss!"
Lima
cahaya biru yang semula memancar hendak memasuki batok kepala Raja Mataram
tiba-tiba mencuat berbalik kembali, masuk ke dalam tangan Sakuntaladewi
disertai dorongan dahsyat hingga gadis berkaki satu ini terpekik dan terpental
sampai tiga langkah
"Bukan
mahluk halus bukan roh jahat! Lalu apa ini?!" Sakuntaladewi berucap dalam
hati terheran-heran sambil usap tangan kanan dengan tangan kiri yang terasa
kesemutan
Tanganku
tidak cidera. Tapi ada hawa aneh membuat hatiku seperti berbunga-bunga. Hyang
Jagat Bathara. Saya mohon perlindungan untuk Raja Mataram dan kami semua!"
DI tempat
lain Jaka Pesolek yang saat itu tergeletak di atas tubuh Ratu Randang sambil
melejang-Jejangkan kaki perlahan-lahan bergerak berdiri. Tubuh terhuyung-huyung,
mata meram melek, lidah dljulur-julur membasahi bibir. Sambil lambaikan tangan
kanan ke arah Pendekar 212 sementara tangan kiri menekap bagian bawah perut dia
mengulum senyum dan berkata.
"Pemuda
gagah idamanku kekasihku. Pendekar yang mampu mengeluarkan petir dari tangan
kanan. Mengapa kita bdak bermain petir-petiran? Ohh "
Kening
Pendekar 212 mengerenyit Kepala digaruk.
"Sobatku
cantik, aku suka-suka saja bermain petirpetiran denganmu. Tapi saat ini aku
rasa kau telah kesambat setan kesasar atau kemasukan jin Bukit Batu
Hangus…"
"Iiihh
Bicaramu membuat aku merinding. Kemarikan tanganmu. Aku suka tangan besar dan
kuat Ayo…"
"Eh
kau ini gila benaran rupanya!" Kata Wiro sambil melangkah mundur ketika
Jaka Pesolek hendak menarik tangan kanannya.
Tiba-tiba
di atas batu, sosok Ratu Randang menggeliat Didahului suara tawa cekikikan
nenek ini bangkit dan duduk d atas batu. rambut serta pakaian awut-awutan tak
karuan.
"Anak
muda yang aku kenal dengan nama Wiro Sableng berjuluk Kesatna Panggilan.
Mengapa mau memperbodoh diri bicara dengan lelaki yang berpakaian dan berdandan
seperti perempuan? Apa enaknya?! hik hik Aku perempuan asli tempat dan aku suka
bersenang-senang dari siang sampai malam, sampai pagi. Hikkk hikk Si nenek
tertawa cekikikan sambil busung-busungkan dada.
Murid
Sinto Gendeng jadi terkesiap, memandang mendelik tak berkesip
"Nek.
kau…kau juga ikutan gila..?! Celaka! Apa ini yang sebenarnya terjadi?"
Ratu
Randang menjawab dengan mencibirkan bibirnya yang jontor. Mata juling dikedap
kedip, tangan dilambaikan memberi isyarat agar Wiro datang mendekat
"Ada
yang aneh Aku melihat mereka bertiga selalu memegangi bagian tubuh tertentu.
Mengapa? Ada yang salah urat atau ada yang mau copot?!"
Baru saja
Wiro berucap seperti itu tiba-tiba didahului teriakan keras dan unjukkan wajah
gemas Ratu Randang dan Jaka Pesolek bersirebut cepat melompat hendak merangkul
sang pendekar.
*******************
2
WIRO
melompat mundur. Dia berhasil mengelakkan sambaran Ratu Randang. Tapi tidak
mampu menghindar dari Jaka Pesolek yang memiliki gerakan secepat kilat
menyambar. Hampir saja pinggangnya akan kena dipeluk oleh si gadis berkumis
halus dan wajahnya hendak dicium tiba-tiba satu bayangan hijau berkelebat
Gerakan yang sebat membuat Jaka Pesolek terjajar ke belakang
"Oala!
Perempuan mana yang cemburu buta. Jika memang suka mengapa tidak melakukan
bersama-sama! Hik hik..hik! Jaka Pesolek hentikan tawa, matadikedap-kedip
ketika melihat siapa yang ada di hadapannya Ah gadis cantik berjuluk Dewi Ular
rupanya!" Ucap Jaka Pesolek. "Aku kira siapa! Aku tahu kau sudah
mengenal Kesatria Panggilan jauh lebih dulu dariku. Kalau kau memang mau duluan
pula bercinta dengannya aku mengalah. Atau kau mau berbaik hab ingin
bersenang-senang deng«n dinku saja Bukankah aku sudah bilang kalau aku ini bisa
jantan bisa betina? Hik…hik…hik…"
"Plaaakk!"
Satu
tamparan keras membuat aka Pesolek terpekik
Tubuhnya
jatuh terduduk di tanah tapi dengan cepat berdiri kembali sambil tidak lupa
tangan kiri tetap masih memegang bagian bawah perut Walau diperlakukan seperti
itu sampai sudut bibirnya berdarah tapi Jaka Pesolek tampaknya tidak marah
Malah dia kembali tertawa cekikikan dan berkata.
"Hik..hik!
Keras juga tamparanmu. Pipiku tidak sakit, tapi hatiku kau buat bergetar Kau
benar-benar gadis penuh kehangatan Apakah kau mau "
"Diam!"
Bentak orang yang barusan menampar Jaka Pesolek yang ternyata Dewi Ular adanya.
Gadis cantik alam roh yang mengenakan pakaian sutera hijau tipis ini berdiri
sambil tangan kiri memegang bawah perut, satu hal yang sejak tadi menjadi
perhatian Wiro dan juga Sakuntaladewi
"Kita
semua sudah kena kualat Tahu?!" Teriak Dewi Ular
"Kalau
kualatnya enak siapa takut?!" Tukas Jaka Pesolek sambil usap-usap pipi dan
kedipkan mata pada Dewi Ular membuat gadis dari alam gaib ini jadi tambah
jengkel. Kalau saja tidak sudah menganggap Jaka Pesolek sebagai teman, pasti
saat itu juga diterjangnya.
Dari
balik pakaian Jaka Pesolek mengeluarkan cermin, memperhatikan wajah. Lalu cepat
dia mengeluarkan bedak dan memuputi seluruh wajah, terutama bagian pipi yang
tadi kena ditampar.
"Dasar
banci kesasar” Maki Dewi Ular. Jaka Pesolek yang dimaki cuma tersenyum lalu
runcingkan bibir
"Kunti
Ambiri apa sebenarnya yang telah terjadi?"
Bertanya
Pendekar 212.
"Sahabat,
kualat apa maksudmu?" Sakuntaladewi ikut bertanya.
"Nenek
gatal ini yang jadi gara-gara!" Kembali Dewi Ular berteriak dan kali ini
sambil menuding tepat-tepat ke arah Ratu Randang. Yang dituding tampak berkerut
keningnya, menghela nafas panjang dan goleng-golcng kepala. Nenek bertubuh
tinggi ini setengah berbisik bertanya. "Kunti Ambiri. aku mau jawabanmu
sejujurnya. Waktu bunga itu aku usapkan ke anumu apa..apa kau pakai celana atau
tidak?"
Wiro dan
Sakuntaladewi yang sempat mendengar ucapan si nenek jadi saling pandang
terheran-heran.
Sepasang
mata Dewi Ular mendelik besar.
"Nenek
bermulut comberan! Segala yang bukan-bukan kau tanyakan Bentak Dewi Ular.
"Kalau aku memang tidak pakai celana kau mau apa?l
Ratu
Randang terperangah. Wajah berubah. Mulut yang ternganga kemudian berkata.
"Oalal
Disitu kualatnya. Jadi bukan aku yang salah!"
Dewi Ular
tidak dapat lagi menahan marahnya. Dia melompat hendak menyambar rambut
awut-awutan si nenek. Tapi Wiro cepat mencegah.
Nek,
lekas katakan apa yang terjadi." Kata Wiro pula.
"Aku…aku
tidak sengaja. Hanya mau iseng…"
"Tidak
sengaja apa! Kau sengaja menyingkap pakaianku. Iseng membawa celaka!"
"Sahabat
lekas katakan apa yang terjadi. Kenapa semua kalian di sini pada memegangi
bagian bawah perut dan bersikap aneh seperti orang kesurupan…"
Sakuntaladewi kini yang bertanya.
"Kau
mau tahu apa yang terjadi? Dewi Kaki Tunggal, mari, ikuti aku! Kau lihat
sendiri apa yang terjadi dengan auratku!" Jawab Dewi Ular. Lalu dia
menarik tangan kiri Sakuntaladewi dan membawanya ke balik satu pohon besar
Ketika Wiro hendak mengikuti dia segera membentak. Tetap di tempatmu! Jangan
mau tahu urusan perempuan!"
Di balik
pohon besar Dewi Ular menarik ke atas tinggitinggi pakaian hijaunya. "Kau
lihat sendiri! Katanya pada gadis kaki tunggal.
Dari
balik pohon Wiro mendengar suara Sakuntaladewi terpekik lalu tampak gadis
berkaki satu ini buru-buru melompat keluar dengan wajah kelam merah. Wiro cepat
mendatangi lalu bertanya.
"Ada
apa? Apa yang diperlihatkan gadis itu padamu?" Tenggorokan Sakuntaladewi
bergerak turun naik. Kepala digelengkan.
Kalau kau
tidak mau memberi tahu ya sudah. Kita harus melakukan sesuatu untuk menolong
orang-orang lainnya."
Wiro
memutar tubuh tapi lengannya cepat dipegang oleh Sakuntaladewi. Gadis ini
kemudian berkata gagap dan setengah berbisik.
"Aku
aku tidak tahu apakah Dewi Ular itu seorang lelaki atau perempuan…"
"Maksudmu?"
Tanya Wiro.
*******************
3
KETIKA
Sakuntaladewi tidak menjawab Wiro berkata "Aku bisa menduga apa yang
diperlihatkannya padamu. Apa dia memiliki dua jenis anu…Maksudku apa anunya
bertambah lengan anu laki-laki?"
Sakuntaladewi
menggeleng. "Dia tidak punya apaapa…-"
"Tidak
punya apa-apa bagaimana?!" Tanya Wiro pula.
"Anunya…semuanya
kulihat licin belaka." Hati? Wiro terbelalak, menggaruk kepala. Hendak
tertawa bergelak tapi cepat menutup mulutnya.
Dewi Ular
memberi tahu kalau nenek bernama Ratu Randang itu mengusapkan Bunga Matahari sakti
ke bagian bawah perutnya…"
"Nenek
sinting! Bunga sakti dijadikan mainan! Tapi mengapa sekarang mereka jadi tidak
karuan begini rupa?!
"Kurasa
mereka semua telah kejatuhan kualat. Itu yang dikatakan Dewi Ular. Wiro, aku
bingung. Aku juga tidak mengerti. Sebaiknya cepat kau tanyakan langsung pada
nenek itu apa yang telah dilakukannya!"
Tidak
tunggu lebih lama Wiro segera mendatangi Ratu
Randang.
Belum sempat Wiro bertanya si nenek sudah bicara duluan.
"Aku
akan ceritakan. Aku akan katakan! Setelah mengobati dirimu, aku menemui Dewi
Ular Gadis itu minta agar aku menolong Raja lebih dulu. Aku tidak pergi begitu
saja. Aku menyapukan Bunga Matahari ke beberapa bagian tubuh Dewi Ular yang
cidera. Lalu aku cuma iseng. Bunga Matahari aku susupkan ke balik pakaiannya
dan kuusapkan ke bagian bawah perutnya. Aku…aku tidak tahu apa saat itu dia
pakai celana dalam atau tidak. Dewi Ular kudengar berteriak khawatir kalau aku
akan kena kuatat dan Bunga Matahari akan hilang kesaktiannya. Ketika aku
menolong Raja, karena takut benar-benar kualat aku punya pikiran sebaiknya
Bunga Matahari itu aku sapukan pula ke bagian bawah perut Raja…"
"Gila"
Teriak Wiro.
Cerita si
nenek terhenti sebentar lalu dia melanjutkan.
"Ketika
hal itu kulakukan Raja Mataram memang sembuh tapi ternyata satu malapetaka
telah menimpa dirinya. Raja tampak seperti orang yang menggelora hasratnya. Hal
yang sama juga terjadi dengan Jaka Pesolek. Gadis itu merampas bunga dari
tanganku lalu mengusapkan ke bawah perutnya Lalu.. lalu aku ikutan melakukan
hal itu. Oh enaknya. Tiba-tiba saja aku merasakan satu hal yang luar biasa
nikmat. Aku…aku…kau lihat sendiri. Oh aku ingin sekali bercinta dengan
dirimu.."
"Nenek
sial. Biar aku hajar dulu mulut cabulmu. Ku pecah kan kepalamu yang berotak
mesum”
Yang
membentak adalah Dewi Ular yang saat itu sudah keluar dari balik pohon besar.
Gadis alam roh delapan ratus tahun mendatang ini langsung menyerang dengan satu
jotosan tangan kanan ke kepala Ratu Randang.
Wiro
cepat memeluk Dewi Ular dan berbisik. "Jangan ikuti amarahmu. Kita harus
mencari jalan agar bisa keluar dari kejadian aneh ini…"
Dewi Ular
tersenyum. Mata berbinar bercahaya. Tibatiba dia balas memeluk kencang sekali,
kemudian mencium Wiro. Setengah kelagapan Wiro berkata.
"Kunti,
lepaskanl Aku tahu kau diluar alam sadar. Tapi jangan begini!"
Bukannya
melepaskan rangkulan tapi sambil tertawa bergairah Dewi Ular malah memeluk sang
pendekar tambah kuat
"Kunti.
maafkan aku. Aku terpaksa menotokmu"
Dengan
satu gerakan cepat Wiro menotok urat besar di punggung Dewi Ular. Yang ditotok
menggeliat, sepasang mata berbinar-binar. Lalu tubuhnya diam tak bergerak.
"Wiro,
kau tega aku bercinta seperti orang lumpuh tiada gairah…?"
Wiro
gerakkan tangannya sekail lagi. Kali ini menotok urat besar di pangkal leher
Dewi Ular. Saat itu juga si gadis tidak bisa lagi mengeluarkan suara. Wiro
berpaling pada
Sakuntaladewi.
"Dewi,
aku akan menolong Raja. Kau lekas menolong Ratu Randang dan Jaka Pesolek…"
Lalu dengan cepat Wiro melompat ke tempat Raja duduk tersandar di batu besar.
Ketika Sakuntaladewi
mendatangi Ratu Randang hendak menolaknya, si nenek menyambut dengan senyum
mesra dan dua tangan dikembang
"Kau
hendak menotokku? Aku sudah siap. Carilah bagian tubuhku yang kencang.
Hik…hik.. hik!"
Lalu
breett.. Ratu Randang robek dada pakaian yang memang sudah tidak karuan hingga
auratnya sebelah atas tersembul putih dan masih kencangi Wiro terkesiap.
Sakuntaladewi cepat membuang muka.
Di saat
itulah tiba-tiba satu bayangan merah berkelebat.
"Ratu
Randang, orang-orang ini hanya menggerocoki kita. Mari kita mencari tempat yang
tenang dan indahi Hlk…hik.iilk"
Lalu
wuuttt Tubuh si nenek lenyap dari tempat itu.
"Jaka
Pesolek! Kau mau bawa kamana nenek itu! Kembali ke sini!" Wiro berteriak
sambil menatap jauh ke udara di atas bukit dimana Jaka Pesolek tampak seperti
terbang,
memanggul Ratu Randang di bahu kiri.
"Aku
akan mengejar!" Kata Sakuntaladewi pula
"Percumal
Gadis itu punya kecepatan seperti kilat Kita tidak mungkin mengejar. Lebih baik
cepat menolong Raja…"
"Dewa
Agung! Hyang Jagat Bathara!" Mendadak Sakuntaladewi berteriak.
"Ada
apa Dewi?!" Tanya Wiro.
"Bunga
Matahari yang tadi aku pegang tak ada lagi!" Jawab gadis berkaki satu
dengan wajah tampak pucat
"Pasti
gadis berkumis itu yang mengambil. Hanya dia yang mampu melakukan karena
memiliki kecepatan gerak seperti kilat. Jika bertemu aku akan memberi pelajaran
padanya!"
"Aku
kawatir Kalau bunga itu disalah gunakan, keadaan bisa semakin tidak karuan”
Sakuntaladewi
kemudian terdiam. Ingatannya masih ke bunga yang hilang namun tiba tiba saja
dia menyadari satu hal.
Wiro.Aku
mendadak ingat seseorang." berkata Sakuntaladewi sambil layangkan
pandangan berkeliling. "Apa? Siapa Dewi?"
"Anak
perempuan itu. Ni Gatril Sejak tadi aku tidak melihat dirinya…"
"Astaga!
Aku sampai lupa anak itu!" Wiro tersentak kaget, baru sadar. Memandang
berkeliling dia berteriak memanggil Ni Gatri Orang-orang yang ada di bukit Ikut
membantu berteriak dan mencari. Namun anak perempuan empat belas tahun itu
tidak berhasil ditemui. Orang-orang di Bukit Batu Hangus menjadi gempar.
"Wiro,
kau ingat ketika sinar kuning kemerahan turun dari langit?" Kata
Sakuntaladewi pula. "itu adalah cahaya kesaktian Dirga Purana, Kesatria
Junjungan yang membantu Sinuhun Muda dan Sinuhun Merah."
"Aku
khawatir seseorang telah menculik anak itu. Mungkin sekali bocah keparat yang
kau sebutkan namanya barusan! Gila. Urusan yang ada belum selesaii Datang lagi
satu masalah" Wiro merutuk habis-habisan. Kepala digaruk berulang kali
"Dewi.
bantu aku mencari anak itu di seluruh bukit Aku harus menolong Raja" Kata
Wiro lalu melompat mendatangi Raja Mataram yang duduk di tanah tersandar ke
sebuah batu. Tangan kiri masih terus menekap bagian bawah perut sementara mata
berkedap kedip meram melek dan mulut senyum-senyum.
Wiro
tarik tangan kiri Raja Mataram.
Rakai
Kayuwangi angkat kepala, menatap tajam tapi tersenyum pada Wiro.
"Kesatria
Panggilan, jangan berani mengganggu kesenanganku. Jika kau Ingin…"
Ucapan
Raja hanya sampai di situ karena dengan dua jari tangan kirinya Pendekar 212
menotok urat besar di dada kiri, membuat Rakai Kayuwangi lumpuh dan sekaligus
tak bisa bicara.
Di
tempatnya tegak tertegun, Dewi Ular kerahkan hawa sakti yang adadi perutnya.
Sepasang mata memancarkan cahaya hitam. Dari ubun-ubun membersit samar kepulan
asap kuning kemerahan. Ini pertanda bahwa gadis alam roh ini walau sedikit
namun telah memiliki sebagian ilmu kesaktian Sinuhun Merah Penghisap Arwah.
"Desss…desss!"
Dengan
kesaktiannya Dewi Ular mampu memusnahkan totokan yang membuat tubuhnya kaku dan
tak bisa bicara. Gadis ini melompat ke hadapan Wiro dan Sakuntaladewi. Tangan
kiri dibawah perut, hembusan nafas terasa keras dan panas. Sepasang mata
berpijar aneh. Lidah terjulur merah dan basah.
"Sahabat
berdua. Aku tak sanggup berada lebih lama di sini. Aku…aku tubuhku semakin
panas. Aku mulai merasa gatal tak karuan! Dewi Kaki Tunggal, kau mana mungkin
mau menolongku. Kita bersamaan jenis. Dan kau Wiro, saat ini hanya kau yang
mampu menolong dan itu memang sangat aku harapkan. Tapi apakah kau bersedia?
Aku akan mengejar kedua orang itu." Setelah diam sejenak Dewi Ular
lanjutkan ucapan sambil menatap ke arah Sakuntaladewir"Aku sempat melihat
gadis aneh itu mengambil Bunga Matahari dari tanganmu. Bunga itu yang menjadi
pangkal celaka. Hanya bunga itu pula yang bisa menyembuhkan!"
Dewi Ular
goyangkan dua bahunya.
“Wuss!"
Saat itu
juga wajah dan sekujur tubuhnya yang molek berubah menjadi sosok seekor ular
hitam besar berkepala putih.
"Aku
pergi sekarang"
"Kunti
Ambiri! Tunggu!" Teriak Wiro.
Tapi ular
hitam besar telah melesat ke udara, ke arah lenyapnya Jaka Pesolek dan Ratu
Randang.
"Kunti
Ambiri! Jangan pergi! Kami butuh bantuanmu di sini! Kembali Wiro berteriak
lagi.
DI udara
siang yang mulai terik terdengar jawaban Dewi Ular.
"Kalian
berdua tidak usah memikirkan diriku. Harap kalian mau menolong dan membawa Raja
bersama para pengikutnya ke Kotarara.
Dari atas
sini aku hhat genangan air merah sudah surut Keadaan cukup aman. Namun tetap
berlaku waspada Sinuhun Muda dan Sinuhun Merah pasti akan muncul lagi secara
tidak terduga. Wiro, Jika aku bisa selamat dari malapetaka gila ini. aku tunggu
kau di Candi Kalasan. Uuuhhhh …”
"Candi
Kalasan…?" Ujar Sakuntaladewi pula. Dia coba mengingat-ingat tapi karena
jalan pikiran sedang kacau gadis kaki satu ini tidak mampu melakukan. Akhirnya
dia berkata pada Wiro.
"Wiro,
aku harus mendapatkan bunga sakti pemberian Nyi Roro Jonggrang itu kembali. Aku
harus bertanggung jawab kalau sampai terjadi apa-apa. Dewa Agung, jangan sampai
Nyi Roro Jonggrang marah besar padaku! Aku akan mengejar Jaka Pesolek. Ratu
Randang dan Dewi Ular."
"Tapi
Dewi. masih banyak yang harus kita lakukan di tempat ini. Menolong Raja.
mencari Ni Gatri. Tunda dulu kepergianmu…"
Tiba-tiba
dari arah lereng bukit sebelah selatan melayang benda hitam berbentuk peti
hitam besar yang bukan lain adalah sebuah peti mati Penutup peti mati dalam
keadaan terbuka. Di dalam peti berdiri empat mahluk aneh yang tentu saja adalah
Empat Mayat Aneh atau Empat Mayat Bersaudara! Keempat mahluk ini
melambai-lambaikan tangan ke arah Sakuntaladewi sementara peti mati dengan
cepat melayang turun ke bawah.
*******************
4
SEBELUM
peti mati menjejak bagian tanah rata di Bukit Batu Hangus, Empat Mayat Aneh
sudah berlompatan keluar. Selain tubuh memancarkan cahaya kecoklatan empat
mahluk aneh ini sebagaimana biasa unjukkan sikap dan sifat masing-masing. Mayat
Aneh Kesatu berdiri sambil menutup mata dengan kedua tangan. Mayat Aneh Kedua
menutup mulut juga dengan dua tangan, sedang Mayat Aneh Ketiga tekapkan dua
tangan ke telinga kiri kanan. Mayat Aneh Keempat sambil cengengesan berdiri
dengan dua tangan menekap kemaluan!
Lalu satu
persatu Empat Mayat Aneh menyerukan ujarujar.
“Pelihara
mata hanya melihat kebaikan."
"Pelihara
mulut hanya bicara kebaikan."
"Pelihara
telinga hanya mendengar kebaikan."
"Pelihara
kemaluan hanya untuk kebaikan."
"Empat
Mayat Aneh…" Ucap Wiro perlahan sambil menggaruk kepala.
"Mudah-mudahan mereka muncul dengan niat baik membantu. Bukannya malah menambah
kalut urusan!"
Empat
Mayat Aneh melangkah mendekati Sakuntaladewi. Dua tangan serentak diturunkan ke
samping
lalu
keempatnya membungkuk memberi penghormatan. Mereka juga memberikan penghormatan
pada Pendekar 212 dengan cara yang sama.
"Sahabat
berdua, kami gembira bisa menemui kalian di sini." Berkata Mayat Aneh
Pertama atau Mayat Aneh Kesatu.
"Dewi
Kaki Tunggal, kami datang meneruskan rencana yang tertunda," menyambung
Mayat Aneh Kedua.
"Rencana
yang tertunda? Rencana apa?" tanya Sakuntaladewi.
"Ingat
beberapa waktu lalu kami ingin membawamu…"
"Membawa
atau menculik?" Sakuntaladewi memotong ucapan Mayat Aneh Kedua
Yang
menjawab Mayat Aneh Keempat. "Kami tidak bermaksud jahat. Kami waktu itu
siap membawamu ke Candi Kalasan…"
"Candi
Kalasan!" Kata Sakuntaladewi yang kini jadi ingat
"Empat
Mayat Aneh mengapa kalian hendak membawa sahabatku ini ke Candi Kalasan?"
Wiro yang sejak tadi diam saja ajukan pertanyaan. Dia tiba-tiba saja ingat pula
pada ucapan Dewi Ular sebelum melesat lenyap di udara bahwa gadis alam roh itu
akan menunggu dirinya di Candi Kalasan.
"Ada
apa di Candi Kalasan?" Pikir Pendekar 212.
Mayat
Aneh Keempat saling pandang dengan tiga saudaranya. Mayat Aneh Kedua berkata.
"Kesatria Panggilan, kau Kesatria yang dihormati di negeri ini. Namun kami
tidak bisa mengatakan. Yang pasti kami tidak bermaksud jahat terhadap gadis
yang akan menjadi calon istrimu ini…"
Wiro jadi
terkesiap mendengar kata-kata Mayat Aneh Keempat itu. Kaulan Sakuntaladewi
alias Dewi Kaki Tunggal rupanya sudah diketahui banyak orang di Bhumi Mataram.
"Kesatria
Panggilan, jika kau ingin tahu kami sangat mengharapkan silahkan ikut bersama
kami." Berkata Mayat Aneh Keempat
"Aku
tidak akan meninggalkan bukit ini. Raja harus ditolong. Juga keluarganya. Banyak
orang tua dan anakanak yang terlantar di sini. Kehadiranku di Bhumi Mataram
justru atas keinginan Raja. Dalam keadaan seperti ini masakan aku akan
meninggalkan beliau?" Wiro lalu melangkah ke tempat Raja Mataram yang saat
itu telah terbujur di tanah, dikelilingi para Istri dan putera putennya. Nenek
bermuka bulat tanpa alis dan berdandan medok Rauh Kalidathi berjalan mengikuti
Wiro.
"Kesatria
Panggilan, kita harus segera membawa Raja ke Istana di Kotaraja. Turuti apa
yang dikatakan Dewi Ular tadi genangan air merah sudah surut dan keadaan sudah
cukup aman."
Wiro
menggeleng. "Raja memang perlu diselamatkan dengan segera. Tapi jangan
dibawa ke Kotaraja. Raja Mataram dan keluarga serta para pengikutnya sebaiknya
lebih dulu dibawa ke satu tempat aman, rahasia tersembunyi. Raja dan para
pembantu kepercayaannya perlu menyusun rencana. Bila keadaan benar-benar aman
baru nanti berangkat ke Kotaraja."
“Tapi
bagaimana kalau orang-orang Sinuhun Keparat itu menduduki Keraton?" Tanya
Rauh Kalidhati.
"Aku
tidak menduga mereka akan melakukan hal itu. Jika memang benar mengapa sampai
saat ini mereka tidak berkeliaran di Kotaraja? Keraton hancur lebur bisa
dibangun lagi. Tapi kalau nyawa manusia sekali amblas apa ada cadangan
pengganti. Padahal sangat jelas tujuan utama Sinuhun nyawa kembar itu adalah
menghabisi Raja lalu membunuh kita-kita ini termasuk aku dan kau…"
"Sinuhun
keparat! Rauh Kalidathi menyumpah. Nek, apakah kau tahu satu tempat rahasia
untuk menyembunyikan Raja…?"
Si nenek
berjubah biru berpikir sambil terus melangkah Dua langkah di depan nenek ini
berhenti dan berkata.
"Di
Bhumi Mataram saat ini boleh dibilang hampir tidak ada lagi tempat yang aman.
Sinuhun Merah Penghisap Arwah boleh dikatakan mengetahui seluk beluk negeri ini
seperti dia bisa melihat jelas telapak tangannya." Si nenek kembali
berpikir-pikir. Sebelum keduanya sampai di hadapan Raja. Rauh Kalidathi berkata
agak berbisik. "Aku ingat satu tempat rahasia. Mungkin hanya ini
satu-satunya tempat yang aman."
"Dimana?"
tanya Wiro.
"Satu
tempat angker yang disebut Sumur Api. Terletak di sebuah rimba belantara antara
kawasan Prambanan dan Kali Dengkeng."
"Aku
pernah diceritakan riwayat sumur itu. Munculnya tiga tahun silam menjelang
terjadi pemberontakan besar Nek, apa kau mau menceburkan Raja ke dalam sumur
sempit itu bersama anak istri dan puluhan pengikutnya termasuk dirimu
sendiri?"
"Hussl
Jangan bicara begitu." Jawab si nenek. Hik hik Aku tidak tolol. Aku tahu
jalan belakang untuk mencapai bagian bawah sumur yang aman. Konon tempat itu
masih selalu menjadi perhatian Satria Lonceng Dewa Mimba Purina karena di
sanalah Ibundanya pernah tinggal dan di sana pula dia dilahirkan. Serahkan
semua padaku. Kau tak usai khawatir. Yang harus kau kawatiirkan adalah anak
perempuan bernama Ni Gatri. Aku tidak bisa membayangkan kalau anak itu sampai
jatuh ke tangan Sinuhun Muda. apa lagi Sinuhun Merah. Kau juga harus mencari
gurumu gadis molek berdandan menor. Jika kau harus pergi, kau juga harus
mendapatkan kembali Bunga Matahari yang dibawa kabur gadis berkumis halus
bernama Jaka Pesolek itu. Kau dengar sendiri ucapan Devi Ular. Bunga itu yang
membuat celaka, bunga itu pula yarg akan menjadi penyembuh. Lalu kau juga harus
menolong Rau Randang, nenek juling montok dan genit yang aku duga suka berat
padamu. Hik hik"
"Bagaimana
dengan gadis berkaki satu itu Nek? Empat
Mayat
Aneh berusaha membawanya ke Candi Kalasan. Tadi aku melihat dia mulai
bimbang…"
"Aku
tidak yakin dia akan meninggalkan kita begitu saja. Apa lagi bukankah kau sudah
dikaulkan menjadi calon suaminya? Empat mahluk aneh itu saja tahu. Seorang
istri harus ikut apa kata suami. Dimana suami berada disitu sang istri juga
harus berada. Kemana suami pergi kesitu pula istri mengikuti Tapi…"
“Tapi apa
Nek? Aku belum menjadi suaminya!"
"Hik…hik!"
Rauh Kalidathi tertawa. "Kalaupun dia pergi mengikuti Empat Mayat Aneh.
maka aku rasa pasti ada satu urusan sangat besar yang akan ditanganinya. Yang
tentunya menyangkut keselamatan Raja dan Kerajaan. Walau empat mahluk itu ujud
mereka salah kaprah, setahuku mereka berpihak pada Kerajaan dan pernah menolong
Raja Mataram."
Wiro
garuk-garuk kepala. "Lalu kemana aku harus mencari orang-orang itu Nek.
Tentang Bunga Matahari itu seharusnya gadis berkaki satu itu yang lebih tepat
mencarinya Kalau aku tidak salah Dewi Kaki Tunggal mendapatkan bunga sakti itu
dari Nyi Roro Jonggrang. Nek, aku pernah bertemu dengan Nyi Roro Jonggrang.
Kami bicara…"
"Jangan
ngaco. Patung mana bisa bicara" Tukas Rauh Kalidathi.
Wiro
terdiam lalu garuk-garuk kepala. Tidak berusaha menjelaskan.
Sementara
itu Empat Mayat Aneh terus membujuk Sakuntaladewi agar ikut bersama mereka
hingga gadis berkaki satu ini menjadi bingung.
Mayat
Aneh Ketiga berkala "Dewi. dulu pertama kali kau kami ajak melayang di
dalam peti mati kau mengeluh mengatakan di dalam peti sangat gelap dan pengap.
Tidak bisa melihat pemandangan di luar. Kau saksikan sendiri. Kami sudah
membuatkan dua jendela di samping kiri dan dua jendela di samping kanan peti
mati. Jika sekarang sekati lagi kau terbang di udara, kau tidak akan pengap dan
kegelapan lagi, nanti kau akan melihat pemandangan yang indah-indah seperti
yang kau inginkan."
Sakuntaladewi
tatap empat wajah pucat Empat Mayat Aneh. "Mereka membujukku terus.
Memaksa secara halus. Aku Jadi curiga. Apakah mahluk-mahluk ini dapat dipercaya?"
*******************
5
SAKUNTALADEWI
lalu melirik ke arah peti mati hitam besar. Memang saat itu dia melihat ada dua
lubang besar berbentuk segi empat menyerupai jendela di kedua sisi peti. Si
gadis berpaling pula ke arah lain yaitu ke tempat dimana Wiro dan Rauh
Kalidathi berada bersama Raja.
"Sahabat
berempat, rasanya aku tidak mungkin ikut kalian. Bukan saatnya untuk terbang
bersenang-senang melihat pemandangan indah. Sementara banyak masalah di sini.
Bukan cuma menyembuhkan dan menyelamatkan Raja serta keluarga dan para pengikutnya,
tapi juga bagaimana menemukan anak perempuan yang pernah ikut masuk bersamaku
ke dalam peti mati. Dia lenyap, sudah dicari tidak ditemukan…"
"Dewi,
maksudmu anak perampuan ayu berbadan sintal bernama Ni Gatri itu?" Tanya
Mayat Aneh Keempat sambil menekap bagian bawah perut dengan kedua tangan.
Sakuntaladewi
mengangguk,
Empat
Mayat Aneh saling pandang. Lalu dongakkan kepala ke langit dan menghirup udara
dalam-dalam. Lalu mewakili saudara-saudaranya
Mayat
Aneh Kesatu berkata.
"Kuharap
kami tidak salah menghirup bau udara alam gaib. Kami menduga anak perempuan itu
berada di satu tempat di kaki selatan Gunung Merapi. Ada delapan kekuatan aneh
yang mengeluarkan cahaya kuning kemerahan di sekitar dirinya hingga anak itu
tidak bisa pergi kemana-mana. Kasihan. Kami ingin menolong tapi ada urusan
besar yang lebih dulu harus kami lakukan. Yaitu membawamu ke Candi
Kaiasan."
"Jika
kalian punya ilmu kesaktian menjajaki keberadaan seseorang coba kalian selidiki
dimana beradanya seorang gadis berdandan menor bertubuh sintal yang datang dari
alam delapan ratus tahun mendatang. Kalau tidak salah namanya Sinto Gendeng.
Dia guru Kesatria Panggilan." Sakuntaladewi mengalihkan pembicaraan
sekaligus Ingin menjajal sampai dknana kehebatan Empat Mayat Aneh.
"Jika
itu pintamu, kami akan lakukan. Tapi setelah itu kau harus ikut kami."
Kata Mayat Aneh Kedua.
Tanpa
menunggu jawaban si gadis Empat Mayat Aneh kembali dongakkan kepala ke langit
Mata di pejam hidung menghirup udara dalam-dalam sampai hidung mereka kelihatan
melesak. Tiba-tiba ke empatnya sama-sama keluarkan jeritan keras, terjajar ke
belakang nyaris jatuh duduk.
"Ada
apa? " Tanya Sakuntaladewi terkejut Dilihatnya tampang Empat Mayat Aneh
bertambah pucat
Mayat
Aneh Ketiga menjawab "Ada satu kekuatan hebat dan aneh melindungi gadis
itu. Kekuatan aneh ini menebar bau busuk bangkai…"
"Yang
bisa aku lihat secara samar, kekuatan dahsyat itu berujud delapan benda
setinggi manusia membentuk tabir berwarna hitam…" Berkata Mayat Aneh
Kesatu.
Lalu
Mayat Aneh Kedua setelah mengusap mata menyambung. "Kami mohon maaf. Kami
empat bersaudara mohon maaf karena tidak dapat mengetahui jelas dimana
keberadaan guru Kesatria Panggilan itu."
Sakuntaladewi
berpikir cepat lalu berkata. "Sahabat berempat, jika kalian sudah tahu
dimana beradanya Ni Gatri lebih baik kalian tolong menyelamatkan gadis itu.
Sementara aku sendiri menyelamatkan Raja dan orang-orang yang ada di bukit ini.
Bukankah itu lebih baik dari pada aku ikut denganmu yang urusannya tidak
ketahuan apa juntrungannya
Mendengar
ucapan Sakuntaladewi, Mayat Aneh Kesatu berkata. "Dewi, menyelamatkan
Kerajaan bukan berarti hanya menolong Raja. Raja memang sangat penting. Dan
banyak cara serta hal lain yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan Raja.
Seperti yang kami katakan, kami membawa dirimu kesatu tempat untuk
mempertemukanmu dengan seseorang. Semua ini adalah juga salah satu bagian dari
usaha menyelamatkan Kerajaan dan Raja Mataram…"
"Sahabat
berempat dengar…" Kata Sakuntaladewi setelah berdiam diri sejurus.
"Kau memang memberi tahu mau membawa diriku kemana. Candi Kalasan. Tapi
selama kau tidak mau mengatakan aku ini akan dipertemukan dengan siapa dan
untuk keperluan apa, maka jangan marah kalau aku tidak mau ikut dengan
kalian…"
"Dewi.
waktu kita sangat terbatas Kita harus melakukan sesuatu sebelum orang-orang
penimbul malapetaka Malam Jahanam itu bergerak lebih dulu."
"Sahabat
berempat, aku…"
"Jika
kau bersikukuh baiklah, aku terpaksa memberi tahu walau ini sebenarnya
menyalahi pesan amanat Untuk itu kami berempat mohon ampun pada Para Dewa
karena terpaksa berbuat kelirul Kata Mayat Aneh Ketiga.
Belum
sempat Mayat Aneh Ketiga menyambung ucapan memberi tahu siapa adanya orang yang
akan ditemui Sakuntaladewi tiba-tiba dari langit sebelah utara menyambar cahaya
kuning kemerahan disertai melesatnya beberapa sosok aneh.
"Dewi!
Awasi Ada orang mengirim cahaya jahat dan mahluk-mahluk aneh pembunuh untuk
menghabisi Kita!" Berteriak Mayat Aneh Kesatu.
"Celaka!
Ini mungkin tulah kutuk kemarahan Para Dewa karena kita mau memberi tahu orang
yang hendak ditemui di Candi Kerasan. Baru mau memberi tahu saja sudah celaka,
apa lagi tempat menyebut nama" Teriak Mayat Aneh Keempat sambil menekap
bagian bawah perutnya kuat-kuat
"Dewi
lekas masuk ke dalam peti!" Teriak Mayat Aneh
Ketiga
begitu di langit dilihatnya ada pula cahaya lain menyambar yakni cahaya merah
laksana lidah api raksasa hendak membelah bumi
“Tidak,
aku tetap akan menolong Raja" Jawab Sakuntaladewi. Lalu dengan cepat gadis
berkaki satu ini melesat ke atas. Tubuhnya membal ke udara namun setengah
jalan, sebelum melayang turun ke tempat Raja terbaring tiba-tiba Empat Mayat
Aneh gerakkan tangan kanan masing-masing
“Rrettt!”
Secara
aneh gulungan kain putih yang membungkus tangan mereka melesat panjang ke
udara, melibat dua tangan, pinggang serta kaki kiri Sakuntaladewi. Sekali
disentakkan tubuh gadis itu melayang turun ke bawah dan masuk ke dalam peti
mati besar.
"Retttt!"
Empat
gulungan kain kembali melibat di tangan Empat Mayat aneh.
"Dewi
Kaki Tunggal, harap kami dimaafkan!" Berkata Mayat Aneh
Kesatu.
"Keadaan sangat berbahaya Kami terpaksa memperlakukanmu seperti ini!"
"Kalian…!"
Sakuntaladewi hendak berteriak marah namun suaranya terputus Karena begitu
tubuhnya tertelentang di lantai peti mati, Sakuntaladewi melihat Empat Mayat
Aneh mengusap mulut dan bahu masing-masing. Saat itu juga Sakuntaladewi bdak
mampu lagi bersuara dan menggerakkan anggota tubuhnya
Penutup
peti diturunkan. Empat Mayat Aneh melompat ke atas peti. Dari bagian bawah peti
mengepul asap coklat. Di lain kejap peti besar hitam itu telah melesat ke
udara.
Hanya
sesaat setelah peti mati membumbung ke udara.
"Wuusss!"
"Wuuuttt!"
"Blaaarrr!
Blaaarrr!"
Cahaya
kuning kemerahan dan cahaya merah angker berkiblat sama-sama menghantam
kelereng bukit sebelah barat Yang dituju adalah peti mati yang di dalamnya ada
Sakuntaladewi serta Empat Mayat Aneh. Namun saat itu peti mati sudah melesat
jauh ke udara dan lenyap dari pemandangan. Wiro terkejut melihat apa yang
terjadi. Dalam kedaaan seperti itu yang bisa dilakukannya bersama Rauh Kalidathi
adalah melindungi Raja Mataram dan keluarganya. Hantaman cahaya merah dan
cahaya kuning kemerahan membuat bebatuan di lereng bukit sebelah barat
terbongkar dan longsor hingga keadaannya semakin porak poranda. Untungnya dua
cahaya ganas itu menghantam cukup jauh dari tempat dimana Raja Mataram dan
keluarga serta para pengikutnya berada dikelilingi para pengawal. Debu, tanah
dan kepingan balu bertebaran di udara, membuat keadaan menjadi gelap untuk
beberapa lama.
"Kesatria
Panggilan, kurasa kau benar," kata Rauh Kalidathi begitu udara mulai
terang Keadaan masih belum aman. Buktinya barusan Kesatria Roh Jemputan dan
Sinuhun Muda mengirimkan serangan jarak jauh. Aneh, bagaimana mereka bisa
melakukan hal itu. Pasti ada yang memberikan ilmu baru pada mereka. Siapa lagi
kalau bukan Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Aku akan segera memimpin rombongan
untuk menyelamatkan Raja ke Sumur Api. Aku akan menyuruh beberapa Perwira Muda
dan belasan pengawal turun lebih dulu untuk mencari gerobak, kereta atau kuda
atau apa saja yang bisa dipergunakan untuk angkutan. Kuharap kau mau mengantar
kami sampai ke Kali Dengkeng
Wiro
menggaruk kepala. Lalu dia melangkah kehadapan Raja yang masih dalam keadaan
kaku dan tak bisa bicara.
"Nek,
biar aku membawa Raja lebih dulu. Aku tunggu kau di Sumur Api." Lalu
dengan cepat Wiro memanggul sosok Raja Mataram yang tinggi besar itu seolah
memanggul sepotong bambu ringan. Namun belum sempat Pendekar 212 tinggalkan
tempat itu bba-bba byaarr!
Dua buah
batu besar di lereng barat bukit terpental hancur. Tanah berhamburan dandebu
beterbangan. Lalu dari dalam tanah bukit mencuat satu tangan luar biasa besar
penuh ditumbuhi bulu lebat. Lima kuku jari menyerupai kepala manusia angker
berkepala botak yang ada tanduk kecil berwarna merah, memiliki kumis dan
janggut hitam menjulai. Lima jari bergerak menyatu membentuk tinju. Saat itu
juga lima kepala botak
bergabung
menjadi satu kepala luar biasa besar. Di lain kejap begitu kepala melesat ke
udara disusul menyeruaknya tubuh raksasa dari dalam tanah maka di lereng bukit
berdiri tegak satu sosok mahluk luar biasa dahsyat mengerikan. Sepasang mata
besar menjorok keluar lebih banyak berwarna pulihnya Bola mata yang hanya
merupakan titik kecil berputar liar. Mulut keluarkan suara mengorok panjang,
hembusan nafas memerihkan mata Semua orang yang ada di tempat hu jadi tercekat
bahkan ada yang berteriak ketakutan. Para pengawal Raja cepat berjaga-jaga.
Yang masih memiliki senjata segera menghunus senjata masingmasing namun rasa
takut membuat mereka sengaja menjaga jarak.
Hebatnya
lagi begitu mahluk raksasa ini tegak berdiri di atas tanah bukit di udara
berkelebat dua sosok aneh. Di lain kejap keduanya tahu-tahu telah berdiri di
atas bahu kiri kanan mahluk raksasa. Keduanya mengenakan pakaian hitam,
bertampang angker. Rambut awut-awutan. Di atas kepala masing-masing terletak
sebuah pendupaan terbuat dari tembaga merah menyala, masing-masing mengepulkan
asap merah dan kuning. Sosok di bahu kiri memiliki rambut dan mata berwarna
merah. Asap yang mengepul keluar dari dalam pendupaan di atas kepalanya juga
berwarna merah. Mahluk di bahu kanan bermata kuning, rambut kuning dan asap
yang keluar dari dalam pendupaan berwarna kuning pula. Inilah mahluk-mahluk
jahat dan ganas anak buah Sinuhun Merah
Penghisap
Arwah. (Seperti diceritakan dalam episode "Dewi Kaki Tunggal"
sebenarnya mereka berjumlah tiga orang dan disebut dengan julukan Tiga Iblis
Menunjung Dupa Kematian". Salah seorang dari mereka yaitu Iblis Kedua yang
memiliki rambut dan mata biru menemui ajal di tangan Kumara Gandamayana. Kakek
sakti ini dengan disaksikan oleh Ratu Randang, dipendam amblas ke dalam tanah
oleh Sinuhun Muda Ghama Karadipa dan Dua Iblis yang masih hidup)
Rauh
Kalidathi delikkan mata Mulutnya bergetar berucap. "Aku tidak percaya.
Arwah Ketua Penguasa Candi Miringi Bagaimana mungkin dia muncul bersama kaki
tangan Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Apakah mahluk yang selama ini jadi
kepercayaan Raja Raja Mataram dan menjaga Bhumi Mataram telah berserikat dengan
mahluk-mahluk bejat penimbul Malapetaka Malam Jahanam?"
"Nek,
apa kau mengenal siapa adanya mahluk raksasa ini?" Wiro bertanya sambil
kepala menyondak menatap ke atas.
"Dia
dikenal dengan nama Arwah Ketua Mahluk gaib yang selama ini menjadi kerabat
Kerajaan dan penjaga Bhumi Mataram. Jangan-jangan dia sudah menjadi kaki tangan
Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Celaka besar kita semua. Tapi ada satu keanehan.
Sosok Arwah Ketua tidak berbau. Mengapa mahluk ini menebar hawa bau amis…"
Baru saja
Rauh Kalidathi selesai berucap tiba-tiba Dua iblis Menjunjung Dupa berambut
merah dan kuning berteriak keras. Lalu wuuttt Keduanya melesat ke arah Wiro
Sementara mahluk raksasa tegak menyeringai bersidekap dada dan dari tenggorokan
keluar suara mengorok keras, hembusan nafas memerihkan mata!
*******************
6
MELIHAT
gelagat dua mahluk menjunjung dupa hendak menyerang dirinya, Pendekar 212 Wiro
Sableng cepat mendekab Rauh Kalidathi seraya berkata.
"Nek.
aku serahkan Raja Mataram padamu Lekas tinggalkan tempat ini Nanti aku menyusul
ke tempat rahasia yang kau sebutkan "
"Kau
mau melakukan apa?"Tanya Rauh Kalidathi “Menumpas mahluk-mahluk jahat
itu!" jawab Wiro lalu letakkan tubuh Raja yang masih kaku dan tak bisa
bicara itu di atas bahu kanan si nenek
"Oala!
Bagaimana mungkin aku sanggup memanggul tubuh besar seberat ini?!" Si
nenek bermuka bulat tak beralis Rauh Kalidathi mengeluh
"Kau
pasti sanggup Nek Kau orang sakti!" Jawab Wiro Lalu dia tepuk bahu kiri si
nenek sambil diam-diam mengerahkan tenaga dalam dan hawa sakti. Saat itu juga
Rauh Kalidathi merasa tubuh berat Raja Mataram yang dipanggulnya jadi ringan
seolah sepotong ranting kayu!
"Kesatria
Panggilan Apa yang telah kau lakukan pada diriku hingga aku…" Rauh
Kalidathi merasa heran dan bertanya
"Sudah
Nek. Lekas pergi," jawab Wiro.
Tapi
bagaimana dengan Raja. Kau telah menotoknya hingga tak bisa bergerak tak mampu
bicara."
"Tak
usah kawatir Nek. Pada saat sang surya tenggelam Raja akan pulih kembali."
menjelaskan Wiro. "Nah kau tunggu apalagi! Cepat pergi!"
Rauh
Kalidathi mengangguk "Hati-hati. jangan sampai tiga mahluk jahat itu
mencelakai dirimu," kata si nenek.
Sebelum
berkelebat pergi nenek ini keluarkan sebuah benda kecil bulat sebesar ujung ibu
jari bewama biru. Begitu dilempar ke udara benda ini meledak, mengeluarkan asap
biru. Dengan cepat asap ini menebar di Seantero bukit hingga baik si nenek
maupun rombongan puluhan pengawal yang melindungi para istri, putera puteri
Raja dan orang-orang Mataram yang selama ini ikut menyelamatkan diri ke Bukit
Batu Hangus tertutup lenyap dari pandangan mata.
Mahluk
raksasa menggembor marah.
"Asap
Biru Empat Mata Angin!" ucapnya dengan geram Perempuan setan Rauh
Kalidathi! Apa kau bisa menipu diriku dengan ilmu tololmu itu?! " Mahluk
tinggi besar membentak lalu meniup. Angin laksana badai menggebubu. Namun asap
biru tidak buyar apa lagi sima. Semua orang yang meninggalkan bukit tetap tidak
terlihat! Mahluk raksasa kembali menggembor karena tidak mampu melihat si nenek
dan rombongan yang menyusul pergi kemudian "Rauh Kalidathi, kau mau kabur
kemanal Aku akan menghadangmu di kaki Bukit batu Hangus" Mahluk raksasa
kemudian alihkan perhatian pada Pendekar 212 Wiro Sableng. Didahului suara
menggembor mahluk ini menunjuk ke arah Wiro dan berteriak. "Pateni
(Pateni: bunuh)
Ketika di
belakangnya Wiro mendengar suara menggembor keras lalu menyusul sambaran angin
dengan cepat murid Sinto Gendang membalikkan tubuh dalam gerak jurus Di Balik
Gunung Memukul Halilintar sambiI melepas dua pukulan Tangan Dewa Menghantam
Matahari.
"Blaar!Blaar!"
Dua
letusan dahsyat menggelegar di lereng bukit disertai raungan menggidikkan. Yang
menjerit adalah Dua Iblis Menjunjung Dupa Kematian yang saat itu siap menyerang
Wiro dengan asap maut yang menyembur dari dalam pendupaan di kepala
masing-masing. Tubuh mereka tercabik-cabik ketika dihajar dua pukulan sakti
yang dilepas Pendekar 212 Wiro Sableng lalu berubah jadi asap merah kuning yang
kemudian pupus dari pemandangan.
Groootkkkk…!
Wusss!"
Suara
mengorok dahsyat menggelegar di lereng bukit disusui semburan nafas aneh.
Sepasang kaki Wiro bergoyang keras, tubuh bergetar dan mata terasa perih. Dalam
keadaan seperti itu di hadapannya sosok raksasa menebar bau amis yang oleh Rauh
Kalidathi diberi tahu adalah Arwah Ketua bergerak mendekati. Satu langkah saja
dia sudah sampai di hadapan Wiro. Tangan kanan bergerak tidak terduga dan
tahu-tahu Wiro merasa lehernya sudah dicengkeram jari-jari raksasa
Sebelum
lidah terjulur, leher hancur dan nyawa putus Wiro segera meniup telapak tangan
kanan. Begitu di telapak muncul gambar kepala harimau putih bermata hijau Wiro
langsung menghantamkan jotosan ke dada mahluk raksasa yang mencengkeram
lehernya. Pukulan sakti yang dilancarkan Wiro bukan lain adalah Pukulan Harimau
Dewa pemberian Datuk Rao Basaluang Amen, kakek sakti di pulau Andalas. Jangankan
tubuh manusia, tembok besi atau gundukan batu sebesar rumahpun bisa hancur
berkepingkeping!
"Bukkk"
Pukulan
Harimau Dewa menghantam pertengahan dada mahluk raksasa dengan telak. Sang
mahluk hanya terjajar satu langkah. Dadanya tidak hancur atau jebol, bahkan
cidera sedikitpun tidak. Sang mahluk yang dipukul malah menyeringai. Selagi
Wiro terkesiap kaget tidak percaya melihat apa yang terjadi didahului suara
mengorok keras mahluk ini angkat tinggi-tinggi tubuh sang pendekar lalu
dibanting ke tanah bukit
"Braakk.
Tubuh
Pendekar 212 amblas ke dalam tanah sampai sebahu. Wiro merasa dirinya seolah
remuk mulai dari kaki sampai ke dada, kepala seperti mau mau meledak. Dia coba
mengeluarkan diri dari dalam tanah tapi sampai mata mendelik, kuping berdenging
muka berkeringatan dan geraham bergemeletakan dia tidak berhasil. Mahluk
raksasa mendongak laku tertawa bergolak
"Anak
manusia yang dipanggil dengan sebutan Kesatria Panggilan! Sekali seseorang
sudah aku buat amblas dengan ilmu Arwah Memantek Roh jangan harap bisa keluar
dan dalam tanah!"
"Mahluk
keparat Siapa kau? Kau pasti salah seorang kacungnya Sinuhun Merah Penghisap
Arwah!"
Dimaki
sebagai kacung mahluk raksasa delikkan mata. Kumis berjingkrak dan tanduk di
kepala memancarkan cahaya merah benderang.
"Di
jagat Mataram tdak ada orang berani memaki kurang ajar diriku yang dipanggil
dengan sebutan Arwah Ketua Baureksa penguasa tanah dan udara Bhumi
Mataram!"
Wiro
pencongkan mulut "Kau Arwah Ketua palsu. Arwah Ketua asli tidak bau amis
seperti dirimu!" Teriak Wiro yang mendapat tahu keadaan mahluk besar ini
dari Rauh Kalidathi.
Tampang
mahluk raksasa tampak melengak seperti kaget Sepasang mata besar yang menjorok
dan putih berputar liar.
"Grookkkk!"
Mahluk raksasa keluarkan suara mengorok. "Di negerimu kau boleh menjadi
orang paling hebat Tapi di hadapanku kau tidak lebih dari seekor kacoak busuk.
Jadi jangan bicara sombong dan kurang ajar! Aku sudah menyaksikan sendiri!
Ternyata kau tidak punya kesaktian apa-apa. Di Bhumi Mataram kau hanya
menimbulkan
keonaran!
Aku akan kembalikan bangkai kacoakmu ke negeri delapan ratus tahun mendatang
dari mana kau berasal Mahluk raksasa membungkuk. Dua tangan dipantang kedepan.
Secepat kilat membuat gerakan mengepruk.
*******************
7
HANYA
sekejapan lagi akan menemui ajal dengan kepala hancur dikepruk Arwah Ketua
tiba-tiba Wiro ingat pada ilmu kesaktian bernama Belut Menyusup Tanah yang
dimilikinya. Secepat dia mengeluarkan ilmu itu maka sekujur tubuhnya menjadi
licin dan mencelat ke udara. Namun setengah jalan salah satu tangan Arwah Ketua
masih sempat menggebuk bahu lawannya Walau karena licinnya tubuh dan pakaian
sang pendekar pukulan tersebut mendarat tidak begitu telak, namun tetap saja
membuat Wiro terpental, jatuh bergedebuk di tanah, lalu terguling ke balik sebuah
batu besar.
Arwah
Ketua menggembor keras, melompat ke atas batu. Kaki kanan dihunjamkan hingga
batu besar hancur berkeping-keping.
"Grookkkl
Kacoak busuk! Kau mau lari kemana?!"
Wiro yang
terkapar di tanah cepat gulingkan diri menjauhi kaki Arwah Ketua yang hendak
menginjak lumat tubuhnya.
"Braaakk!"
Satu batu
besar hancur, satu lobang besar dan dalam menganga di tanah akibat injakan
kaki. Sebelum tubuhnya jatuh masuk ke dalam lobang Wiro berguling menjauhi
lobang lalu cepat berdiri. Jaraknya dengan mahluk raksasa hanya terpaut delapan
langkah. Bahunya yang tadi kena dipukul mendenyut sakit membuat dia tidak bisa
berdiri lurus. Mahluk raksasa menyeringai lalu kembali keluarkan suara mengorok
keras pertanda akan meyerang lagi.
Wiro
gerak-gerakkan lima jari tangan ke arah lengan. Sengaja menantang agar si
mahluk raksasa mendatanginya.
Wiro
tengah membuat perhitungan. Jika mahluk raksasa itu tadi tidak mempan Pukulan
Harimau Dewa, apakah dia sanggup bertahan kalau dihantam dengan Pukulan Sinar
Matahari? Sewaktu/nahluk raksasa telah bergerak tiga langkah ke arahnya,
tiba-tiba selintas pikiran muncul dalam benak murid Sinto Gendeng.
"Arwah
harus dilawan dengan arwah! Membatin murid Sinto Gendeng. Di depan matanya
muncul bayangan sosok Luh Rembulan alias Hantu Santet Laknat, mahluk alam gaib
Latanahsilam seribu dua ratus tahun silami (Baca serial Wiro Sableng di
Latanahsilam) Wiro angsurkan kaki kanan ke depan. Deretan lima jari dimiringkan.
Kaki yang kini bertumpuk pada Jari kelingking itu siap menggurat tanah bukit
Ilmu Membelah Bumi Menyedot Arwah!
Melihat
gerakan kaki yang dibuat Pendekar 212, mahluk raksasa tampak berubah wajahnya
Sepasang telinga mencuat ke atas. Dua mata berwarna putih berkedut-kedut. Suara
seperti tercekik keluar dari tenggorokan mahluk raksasa.
"Mahluk
dajal. Kau kelihatan takuti Berarti kau bisa kubunuhl Wiro berucap dalam hatj.
Tiba-tiba
di kaki bukit sebelah selatan terdengar suara orang meniup seruling dan memukul
tambur. Wiro terkesiap. Mahluk raksasa sendiri tampak hentikan langkah.
"Si
Tambur Bopeng dan Si Suling Burik!" kata Wiro dalam hati. "Kalau dua
orang aneh itu muncul biasanya muncul pula sepasang kakek nenek alam gaib
Sepasang Arwah Bisu."
Wiro
mendongak ke langit Benar saja saat itu di atas sana kelihatan sosok sepasang
kakek nenek mengenakan pakaian selempang kain putih, mengambang di udara. Si
kakek menatap ke arah Wiro sambil tangan kanan digoyanggoyang. Lalu dia
membuat gerakan tangan bahasa orang bisu. Wiro yang sudah mendapat ilmu membaca
dan membuat bahasa gerakan tangan orang bisu dari patung Nyi Loro Jonggrang di
Candi Prambanan segera mengerti apa yang di katakan si kakek.
"Jangan
jangan jangan”
Wiro
garuk kepala lalu membalas dengan menggerakkan dua tangan, bertanya. "Apa
yang jangan ?"
Si kakek
menjawab dengan gerakan tangan yang berupa kata-kata. "Jangan guratkan
kaki kananmu! Jangan keluarkan Ilmu kesaktian yang bisa membelah tanah itu!
Wiro Jadi
melengak "Walau dia tidak menyebut nama ilmu itu, tapi bagaimana kakek itu
tahu kalau aku memiliki ilmu yang bisa membelah tanah. Lalu mengapa dia
melarangku mengeluarkan ilmu itu ? Apa dia bermaksud menolong mahluk raksasa
jahat ini ? Apa berarti sepasang kakek nenek itu kini telah menjadi kaki tangan
Sinuhun Merah Penghisap Arwah pula? Kalau benar kasihan sang cucu Sakuntaladewi
alias Dewi Kaki Tunggal."
Suara
tiupan suling dan tabuhan tambur mendadak sirna. Wiro kembali menatap ke langit
Bayangan sepasang kakek nenek Arwah Bisu memudar lalu lenyap. Di saat bersamaan
mahluk raksasa telah berada dua langkah dari hadapan Wiro.
"Kakek
Arwah Bisu memberi tahu. Pasti ada apaapanya. Jika aku tidak menuruti
nasihatnya mungkin saja akan terjadi sesuatu." Wiro membatin bimbang.
Ketika
Arwah Ketua semakin mendekat Wiro yang terpengaruh oleh apa yang dikatakan
Sepasang Arwah bisu kini memutuskan untuk menghantam lawan dengan Pukulan Sinar
Matahari. Namun baru saja tangan kanannya berubah warna seperti perak putih
berkilau mendadak seett seetttl
Dua
tangan kiar biasa besar melesat mencuat dari dalam tanah. Sepuluh jari berwarna
merah laksana bara menyala menebar hawa sangat panas langsung mencengkeram
pergelangan kaki Wiro kiri kanan. Selagi terkesiap karena ternyata sepuluh jari
panas menyala itu tidak melumat leleh malah dua kakinya terasa sejuk Wiro
berteriak kaget ketika tiba-tiba dua kakinya ditarik ke bawah dan cepat sekali
tubuhnya amblas lenyap ke dalam tanah
WIRO
merasa pengap luar bisa Nafasnya sesak sementara kemanapun dia memandang yang
tampak hanya kegelapan menghitam.
"Celaka,
mahluk apa tadi yang menarik kedua kakiku ? Jangan-jangan kaki tangan Sinuhun
keparat itu! Tapi jika ada yang berniat jahat mengapa sepuluh jari panas merah
membara tidak menciderai dua kakiku sedikitpun?"
Kawatir
akan terjadi sesuatu mencelakai dirinya Wiro siapkan Pukulan Sinar Matahari di
tangan kanan untuk menghadapi bahaya dari arah depan dan samping kiri kanan
Lalu tangan kiri menyiapkan Pukulan Tangan Dewa Menghantam Rembulan untuk
menghadang bahaya yang datang dari belakang. Walau dua pukulan sakb itu sudah
siap untuk dipergunakan namun murid Sinto Gendeng tersentak kaget ketika
menyadari kalau dia tidak mampu menggerakkan dua tangan dan juga dua kakinya!
"Aku
ditarik kebawah. Apa saat ini aku benar-benar berada di dalam tanah. Celaka,
dadaku tambah sesak, nafasku menyengal. Tubuhku lemas sekali. Rasanya seperti
mau mati…
Mendadak
ada seberkas cahaya kelabu di bawahnya dan Wiro merasa tubuhnya seperti
ditarik, bergerak dengan cepat ke arah depan. Sementara saat demi saat cahaya
kelabu berubah menjadi putih dan keadaan di sekitarnya kini berubah terang.
Megap-megap
Wiro memandang berkeliling sambil berusaha menghirup udara dalam-dalam.
Tubuhnya yang lemas seperti mengambang dalam satu ruangan tidak bertepi tidak
berdinding. Wiro merasa ada seseorang di dekatnya. Ini membuat dia jadi
merinding. "Jangan-jangan penguasa alam akhirat yang hendak mencabut
nyawaku!" pikir Wiro dengan dada berdebar dan tengkuk dingin menggidikan.
*******************
8
BARU saja
Wiro membatin sekonyong-konyong dari sebelah bawah ada kepulan asap kelabu.
Lalu muncul satu kepala, bergerak melayang ke atas hingga berhadaphadapan
sejajar dengan wajah Pendekar 212.
"Gila
jin tanah atau setan atau dedemit! Atau malaikat maut? Mengapa cuma kepala yang
muncul gentayangan?" Wiro menatap tak berkesip.
Kepala di
hadapannya memiliki rambut putih awutawutan. Walau kemunculannya terasa
mengerikan namun kepala itu berupa orang tua berwajah jernih.
Mahluk
yang hanya berupa kepala, siapa kau? Wiro bertanya.
Kepala
yang ditanya tidak menjawab. Mata tak berkesip dan mulut terkancing Sesaat
kemudian terjadi satu keanehan lagi. Di bawah kepala yang melayang muncul
leher, lalu menyeruak sosok tubuh mengenakan jubah kelabu. Di ujung sosok kelihatan
sepasang kaki berkasut putih
Wiro
terus memperhatikan. Kalau tadi dia tidak mengenali wajah si orang tua, kini
melihat jubah kelabu dan kasut pubh selintas ingatan muncul di benak Wiro.
"Orang
tua, kau…Apakah aku mengenalmu?"
Untuk
pertama kali mulut yang terkancing membuka. "Mata telah melihat, otak
telah berpikir. Kita pernah bertemu beberapa kali. Apa kau lupa? Namaku Kumara
Gandamayana."
"Astaga.
Aku pangling. Selama ini kau selalu mengenakan sorban kelabu, sekarang tidak.
Bukankah kau kakek sakti yang pernah datang ke negeri asalku delapan ratus
tahun mendatang dan berulang kali masuk ke dalam
tubuh
anak perempuan bernama Ni Gatri."
Si orang
tua tersenyum. Lalu mengangguk.
"Benar
sekali Aku… "
"Tunggu
Kek. Aku mau tahu dulu. Aku ini berada dimana?" Wiro potong ucapan orang.
"Kita
berdua ada di dalam tanah. Tak jauh dari kaki Bukit Batu Hangus…"
Wiro
melongo tercengang.
"Kek,
aku sulit bernafas. Dadaku sakit sekali…"
"Berada
di dalam tanah memang tidak semua orang berilmu tinggi bisa melakukan. Aku akan
memberikan satu kekuatan padamu. Tenang saja. Nanti kau akan bisa bernafas
seperb keadaan kau berada di alam terbuka. Mudah-mudahan para Dewa berkenan
menolong."
"Kek
Beritahu Dewa tangan dan kakiku tidak bisa bergerak"
Kumara
Gandamayana kembali tersenyum
"Sesungguhnya
Yang Maha Kuasa tahu dan melihat segala-galanya. Kau tidak usah kawatir Tutup
matamu, bernafas seperti biasa dan kosongkan pikiran."
"Kosongkan
pikiran? Aku rasanya sudah mau matil Kau malah menyuruh mengosongkan
pikiran!"
Kumara
Gandamayana, orang sakti kepercayaan utama Raja Mataram tersenyum. Dia
kembangkan telapak tangan kanan lalu ditempelkan ke dada Wiro. Orang tua ini
kemudian kembangkan pula telapak tangan kiri, di angkat begitu rupa dan
diusapkan di depan wajah sang pendekar. Saat itu juga diluar sadar sepasang
mata Wiro perlahanlahan terpejam. Telapak tangan kanan yang tadi menempel di
dada kini di tekapkan ke mulut dan hidung Wiro. Setelah itu periahan-lahan
Kumara Gandamayana meniup wajah sang pendekar. Lalu terdengar suaranya berkata.
"Sesungguhnya
insan berasal dari tanah. Maka sesungguhnya pula dia berhak untuk bisa hidup
dan bernafas di dalam tanah. Wahai Yang Maha Kuasa di Swarga Loka. perkenankan
permintaan saya agar pemuda ini diberi berkah kemampuan dan kekuatan "
Kumara
Gandamayana meniup wajah Wiro sekali lagi Saat itu juga satu sinar putih
benderang untuk beberapa lama berpijar menerangi kepala dan dada Pendekar 212.
Si orang tua menarik nafas lega. Lalu dengan tangan kirinya dia menepuk bahu
Wiro. Begitu Wiro membuka mata Kumara Gandamayana bertanya. "Kesatria
Panggilan, apakah dadamu masih sakit? Apakah nafasmu masih sesak? Apakah kau
masih merasa seperti mau mati?"
Wiro
tatap wajah orang tua di hadapannya lalu gelengkan kepala. Setelah menarik
nafas dalam-dalam dan memandang berkeliling dia bertanya.
“Kek, apa
yang telah kau lakukan padaku?"
"Pertanyaan
itu tidak penting. Yang jelas saat ini kau telah memiliki satu ilmu dan
kekuatan serta kemampuan baru hingga bisa bernafas seperti biasa walaupun
berada di dalam tanah. Dengan kata lain jika kau mau kau kini mampu
mengamblaskan diri masuk ke dalam tanah kapan saja kau menghendaki. Namun ingat
Karena Ilmu kepandaian itu datangnya dari Yang Maha Kuasa maka harus
dipergunakan untuk kebaikan dan kebajikan."
Wiro
terkejut, tidak menyangka tidak percaya. Terlebih ketika dia menyadari saat itu
dia telah mampu menggerakkan tangan dan kakinya kembali. Buru-buru Wiro
merunduk sambil berkata. Kek, aku sangat berterima kasih padamu." Tangan
kanan si kakek dicium berulang kali.
"Jangan
berterima kasih padaku, tapi berterima kasih pada Yang Maha Kuasa." Jawab
Kumara Gandamayana.
Wiro
manggut-manggut dan dalam hati mengucapkan rasa syukur berulang kali pada Gusti
Allah. Lalu Wiro berkata "Orang tua, aku tidak bermaksud lancang.
Sebenarnya aku ingin menanyakan bagaimana kau bisa berada di dalam tanah Lalu
bukankah kau yang menarik dua kakiku hingga masuk ke sini?" Wiro
memperhatikan tangan kiri kanan si orang tua. Dua tangan itu tampak biasa-biasa
saja, tidak beda dengan tangan manusia. Padahal sebelumnya jelasjelas dia
melihatdua tangan itu selain besar luar biasa juga berbentuk bara menyala.
"Aku
memang yang menarikmu ke dalam tanah sini dengan ilmu Menembus Tanah Menarik
Petaka. Dalam ujudnya yang seperti bara panas menyala, dua tanganku bisa
membuat lumat dan leleh siapa saja mahluk yang berhati jahat Sebaliknya
orang-orang berhati baik dia akan merasakan kesejukan begitu bagian tubuhnya
kusentuh…"
Wiro
mesem-mesem sambil garuk kepala. "Kek, terus terang, aku belum termasuk
orang berhati baik seperti yang kau katakan itu. Mungkin hanya nasib dan rejeki
saja yang baik. Aku memang merasakan kesejukan waktu dua tanganmu mencekal
pergelangan dua kakiku…"
Kumara
Gandamayana tertawa mendengar ucapan Wiro.
"Anak
muda dari negeri jauh, apakah dengan kehendak Yang Maha Kuasa kau juga
menginginkan aku memberikan ilmu yang membuat dua tanganmu bisa jadi besar dan
berbentuk bara panas menyala?"
“Tidak
Kek." jawab Wiro sambil mundur satu langkah dan geleng-geleng kepala
"Mana aku berani menerima. Ilmu bisa masuk dan bernafas di dalam tanah
saja sudah sangat luar biasa bagiku. Aku tidak tahu bagaimana dan kapan bisa
membalas budi besarmu!"
Kumara
Gandamayana tertawa lalu berkata. "Sesungguhnya manusia itu hidup dalam
lingkaran budi. Hanya sayang, tidak semua menyadari hal itu."
"Orang
tua, kau belum menjelaskan mengapa kau berada dalam tanah. Apakah sengaja
menungguku. Bukankah kehadiranmu di luar sana sangat diperlukan oleh Raja dan
rakyat Mataram.
Atas
pertanyaan Wiro itu Kumara Gandamayana menceritakan pertarungannya dengan
Sinuhun Muda sewaktu membantu Ratu Randang dan menyelamatkan Ni Gatri beberapa
waktu lalu.
"Sinuhun
Muda mengandalkan tiga mahluk jahat bernama Tiga Iblis Menjunjung Dupa. Dari
dalam pendupaan di atas kepala tiga iblis itu keluar tiga mahluk yang disebut
Tiga Jerangkong Penebar Arwah. Ratu Randang berhasil menghabisi tiga jerangkong
dengan ilmu Tombak Dewa Memancung Berhala. Aku sendiri dapat membunuh Iblis
Menjunjung Dupa Kedua dengan cara menarik sosoknya amblas ke dalam tanah
Namun
nasibku buruk. Selagi aku berada di dalam tanah Sinuhun Muda dibantu Dua Iblis
Menjunjung Dupa yang masih hidup menutup dan mengunci diriku. Seharusnya saat
itu aku sudah menemui ajal, leleh lumat jadi satu dengan lapisan tanah. Namun
Yang Maha Kuasa masih menolong diriku melalui tangan sakti seorang anak keramat
bernama Mimba Purana Hanya nasibku tetap saja buruk. Walau di dalam tanah aku
bisa pergi kemana saja namun seumur-umur aku tidak akan bisa keluar dari dalam
tanah. Kecuali Para Dewa memberi pertolongan." (Mengenai pertarungan
Kumara Gandamayana dengan Sinuhun Muda dan Tiga Iblis Menjunjung Dupa dapat
dibaca dalam episode berjudul "Dewi Kaki Tunggal")
Kejut
Pendekar 212 bukan alang kepalang ketika mendengar ucapan si orang tua bahwa
seumur-umur dia tidak akan btsa keluar dari dalam tanah.
"Kek,
kalau kau seumur-umur bdak bisa keluar dari sini. apa berarti seumur-umur aku
juga akan terpendam di dalam tanah ini?"
Kumara
Gandamayana menggeleng lalu menjawab.
"Kau
bdak perlu kawatir. Ilmu jahat Sinuhun Muda hanya ditujukan pada diriku. Tidak
ada pengaruh atas dirimu. Setiap saat kau bisa meninggalkan tempat ini."
Wiro
terdiam. Kepala digaruk.
"Kakek
Kumara, aku tahu kau telah menolong diriku sewaktu kau sengaja menarik diriku
ke dalam tanah. Lalu kau masih menanam budi besar lag dengan memberikan ilmu
masuk dan bernafas di dalam tanah. Apapun yang terjadi aku tidak akan
meninggalkanmu."
"Semua
yang aku lakukan tidak mengharapkan balas budi dan pamrih. Kau pergilah. Raja
dan rakyat Mataram masih memerlukan pertolonganmu."
"Kau
benar Kek sahut Wiro. "Selain itu aku masih harus mencari guruku Eyang Sinto
dan anak perempuan bernama Ni Gatri. Anak itu lenyap begitu saja dari Bukit
Batu Hangus ketika terjadi pertarungan ilmu kesaktian hebat "
"Gurumu,
bukankah dia gadis cantik yang memakai empat tusuk konde d kepalanya?"
"Sebenarnya
ada lima, tapi yang satu musnah sewaktu menolong seseorang bernama Swara
Pancala…"
"Orang
yang ditolong gurumu itu adalah sahabatku seperjuangan. Dia menemui ajal di
tangan Sinuhun Muda. Sebelumnya dia telah menceritakan bagaimana gurumu
menolongnya dari satu serangan gelap dengan mempergunakan tusuk konde perak.
Aku berjanji akan mengganti tusuk konde itu…"
"Kurasa
Eyang Sinto tidak minta penggantian segala." Kata Wiro pula
"Aku
mengerti," ucap Kumara Gandamayana Kakek ini lalu menghela nafas dalam,
wajahnya sedikit suram. "Ada satu hal perlu aku beritahukan mengenai
gurumu. Sewaktu dirimu dicelakai oleh gurumu dan orang-orang Mataram berusaha
menolongmu, seorang anak lelaki keramat bernama Mimba Purana Satria Lonceng
Dewa secara samar dalam bentuk cahaya muncul menyelamatkan lalu memasukkannya
ke dalam satu goa. Gurumu telah dicuci otaknya oleh Sinuhun Merah Penghisap
Arwah dengan Ilmu Delapan Jalur Arwah Pencuci Otak sehingga dia telah menjadi
kaki tangan mahluk-mahluk jahat penimbul bala Malam Jahanam itu. Di dalam goa
gurumu berada dalam keadaan tidak berdaya karena kekuatan luar dan kesaktiannya
terpaksa dilumpuhkan sementara ilmu jahat yang menguasai otaknya berusaha
dilenyapkan. Namun sebelum gurumu dapat disembuhkan, orang-orang Sinuhun Merah
Penghisap Arwah berhasil menemukan goa tempat gurumu di sembunyikan. Gurumu
diculik. Disekap di satu tempat Kurasa saat ini dia dijaga ketat oleh delapan
mahluk hitam. Mahluk-mahluk itu dikenal dengan julukan Tabir Delapan Mayat.
Tidak ada yang bisa menerobos tabir mayat apa lagi menumpasnya. Kecuali
kekuatan Yang Maha Kuasa. Aku punya dugaan sesuai rencana Sinuhun Merah
Penghisap Arwah akan melepas gurumu dalam waktu dekat Jika itu terjadi maka
bencana besar akan menimpa semua orang yang menjadi musuh Sinuhun Merah
Penghisap Arwah. Kau harus berhati-hati karena aku yakin gurumu tidak mengenali
dirimu lagi."
"Jika
guruku sampai celaka, aku bersumpah tidak akan kembali ke negeri asalku sebelum
menumpas Sinuhun keparat dan kaki tangannya " Kata Wiro pula penuh geram.
Lalu dia
bertanya." "Kakek Kumara. apa kau tahu dimana tempat guruku
disekap?"
Si kakek
gelengkan kepala. "Mudah-mudahan aku atau siapa saja akan segera mendapat
petunjuk."
"Dalam
usianya yang sudah sangat lanjut Eyang Sinto masih bersemangat untuk menumpas
segala macam kejahatan. Kek. kau tahu mengapa guruku sampai terpesat ke Bhumi
Mataram ini?"
Kumara
Gandamayana tidak menjawab. Dia menatap ke lapisan tanah di atasnya.
"Maafkan
aku Kek kalau bicara terus terang. Setahuku riwayat mengapa sampai guruku Eyang
Sinto terpesat sampai ke negeri ini karena dia tertarik dan suka padamu."
Wajah
jernih Kumara Gandamayana tampak bersemu merah. Wiro lantas cepat-cepatmerubah
pembicaraan.
"Kek!
Kau berada di dalam tanah. Tapi tahu semua apa yang terjadi di luar sana"
"Jika
kau keluar dari sini, hati-hatilah. Kurasa mahluk raksasa Arwah Ketua masih
berada di atas sana, menunggumu."
"Jadi
kau juga tahu apa yang barusan terjadi di atas diriku Kek ?"
SI orang
tua mengangguk. "Bukankah kau telah membunuh Dua Iblis Menjunjung
Dupa?"
Wiro
tercengang tak habis heran.
"Kalau
begitu aku mau bertanya." kata Wiro pula. "Menurut nenek bernama Rauh
Kalidathi. mahluk raksasa yang hendak membunuhku itu bernama Arwah Ketua.
Merupakan mahluk alam gaib kerabat dekat Raja dan Kerajaan Mataram. Tapi
mengapa dia kini menjadi kaki tangan Sinuhun Merah Penghisap Arwah? Lalu di
atas sana. ketika aku hendak mengeluarkan satu ilmu untuk menghadapi Arwah
Ketua, sepasang kakek nenek bisu yang dikenal dengan nama Sepasang Arwah Bisu
mendadak muncul di langit Si kakek memberi tahu lewat gerakan tangan agar aku
tidak mengeluarkan Ilmu kesaktian itu. Aku heran Kek. Mengapa aku tidak boleh
membunuh mahluk jahat itu yang jelas-jelas kaki tangan Sinuhun Merah Penghisap
Arwah dedengkot penimbul malapetaka di Bhumi Mataram."
“Tidak
ada hal yang mengherankan. Aku tahu cerita kejadiannya," jawab Kumara
Gandamayana lalu rambutnya yang panjang awut-awutan digulung dan dikonde di atas
kepala.
"Kalau
kau mau menceritakan, aku sangat ingin tahu Kek," kata Wiro. Lalu dia
duduk bersila di tanah.
"Mengapa
kau duduk, mengapa tidak segera pergi?"
Tanya si
orang tua berjubah kelabu berkasut putih.
"Aku
mau dengar ceritamu dulu," jawab Wiro enteng.
Si orang
tua menghela nafas dalam. Sepasang mata memperhatikan wajah Pendekar 212 lalu
pandangannya turun ke bagian tubuh Wiro. Mata berkedip, hati tersentak, jantung
berdebar. Pandangan menembus raga. Diam-diam si orang tua membatin.
"Kapak
sakti yang aku lihat dalam mimpi dua puluh satu hari lalu. Berada di dalam
tubuh pemuda ini. Hyang Jagat Bathara! Kalau Keris Kanjeng Sepuh Pelangi tidak
mampu merubah keadaan maka agaknya hanya kapak bermata dua itulah satu-satunya
senjata yang diharapkan bisa jadi andalan…
*******************
9
KUMARA
GANDAMAYANA ikutan duduk di tanah, bersila di hadapan Wiro. Sebelum bercerita
orang tua ini lebih dulu bertanya.
"Ketika
kau berhadapan dengan mahluk raksasa bernama Arwah Ketua itu, apakah kau
mencium kalau sosoknya menebar bau busuk amis?"
"Benar
sekali Kek. Tubuhnya memang bau amis. Menurut si nenek Rauh Kalidathi sosok
asli Arwah Ketua tidak amis seperti itu."
"Kejadiannya
berlangsung beberapa waktu lalu. Sinuhun Merah Penghisap Arwah berhasil
menguasai Arwah Ketua. Untuk mengendalikan Arwah Ketua Sinuhun Merah kemudian
menyusupkan arwah gaib Ketua Jin Seratus Perut Bumi ke dalam tubuh Arwah Ketua.
Itu sebabnya kakek bisu tidak mau kau menyerang Arwah Ketua dengan ilmu
kesaktian yang bisa membunuhnya. Karena Arwah Ketua berbuat segala apa secara
tidak sadar…"
"Aku
mengerti sekarang." kata Wiro sambil menggaruk kepala. "Aku melihat
sendiri Ketua Jin Seratus Perut Bumi melarikan diri masuk ke dalam tanah
setelah kaki kirinya putus terkena pecahan sinar merah senjata Lentera Iblis
Pangeran Matahari alias Kesatria Roh Jemputan "
Nah kalau
kau sudah mengerti dan karena ceritaku sudah selesai, kau sekarang boleh
pergi."
Wiro
menatap wajah jernih orang tua di hadapannya,
"Kek,
tadi aku sudah bilang, aku tidak akan meninggalkanmu di tempat ini."
"Ingat,
orang-orang di luar sana sangat membutuhkan pertolonganmu"
Wiro
beringsut mendekati Kumara Gandamayana. Dengan gerakan cepat dia menggelung
pinggang orang tua itu. dipanggul di bahu kiri lalu bangkit melompat Ketika Wiro
melesat ke atas untuk bisa keluar dari dalam tanah tiba-tiba dukk! Kepalanya
membentur dinding keras yang tidak kelihatan.
Wiro
cepat melayang turun menatap ke atas sambil menahan sakit
"Kek,
aku tidak melihat atap atau dinding di atas sapa Tadi kepalaku membentur
apa…?" Wiro usap-usap kening.
Kumara
Gandamayana tidak menjawab.
Penasaran
Wiro melesat lurus ke depan
"Dukkk!”
Kali ini
dua kaki si kakek yang membentur benda keras tak kelihatan
"Kesatria
Panggilan semua usahamu untuk membawaku keluar dari dalam tanah ini akan
sia-sia belaka Jika kau tak percaya, turunkan diriku. Lalu kau coba melesat ke
atas Dalam sekejapan kau akan keluar dari tempat ini."
"Aku
tak percaya" Kata Wiro pula tapi tubuh si kakek diturunkannya dari
panggulan.
"Lakukanlah"
berkata Kumara Gandamayana.
"Kek,
kau tetap di situ. Jangan pergi kemana-mana "
Si orang
tua hanya tersenyum sambil lambaikan tangan.
Wiro
menatap ke atas. Dia tidak melihat apapun yang menjadi penghalang. Dua kaki
dijajakkan ke tanah. Wuuuttt! Sosok Wiro meiesat tembus dan dilain kejap dia
telah berada di satu tempat di selatan kaki Bukit Batu Hangus.
"Gila!
Bagaimana bisa begini?!" Wiro tercengangcengang, memandang berkeliling.
Mendadak di kejauhan dia mendengar suara menggembor.
Dia cepat
berpaling. Dari balik pucuk pepohonan dia melihat menyembul satu kepala botak
bertanduk.
"Jahanam
Arwah Ketua" maki Wiro. Dia menatap ke tanah. Ragu-ragu sesaat Lalu
melompat ke udara setinggi setengah tombak. Ketika dua kakinya menyentuh tanah,
sosoknya langsung amblas. Di lain kejap dia sudah berada di bawah tanah dan di
depannya telah berdiri Kumara Gandamayana!
"Kesatria
Panggilan, mengapa kau kembali? Arwah Ketua menghadangmu?"
"Bukan
itu. Aku kembali untuk membawamu."
"Kau
sudah mencoba sendiri. Apa kau masih belum percaya kalau aku bdak mungkin bisa
keluar dari tempat ini?"
"Aku
memang sudah membuktikan sendiri Kek. Tapi aku yakin pasti ada cara untuk
membawamu keluar dari dalam tanah ini "Wiro melangkah mundar mandir sambil
menggaruk kepala.
"Kesatria
dari negeri delapan ratus tahun mendatang. Terus terang sebenarnya aku
mengetahui memang ada satu cara agar aku bisa keluar dari sini. Namun aku tidak
ingin kau punya sangkaan bahwa hal itu sebagai permintaan balas budi
darimu."
"Kakek
Kumara, apa maksudmu? Ikut bicaramu aku bisa menolongmu tapi kau tidak mau
mengatakan caranya Kek, kau ingin mendekam terus di sini sementara orang-orang
Mataram membutuhkan pertolonganmu?"
Kumara
Gandamayana terdiam sejurus. Kelihatannya tengah merenung berpikir-pikir. Apa
yang tadi dikatakannya pada Wiro kini orang mengatakan pada dirinya sendiri.
"Kesatria
Panggilan, kalau hatimu polos dan tulus mau menolongku aku akan
mengatakan."
"Tentu
saja aku akan menolongmu kalau bisa Kek. Aku tidak akan pergi tanpa membawamu.
Lalu buat apa kita berdua-dua mendekam menjadi cacing tanah di tempat
ini?!"
Kumara
Gandamayana terdiam. Dia seperti dalam kebimbangan.
"Kesatria
Panggilan, baiklah aku akan mengatakan padamu bahwa kau memiliki satu ilmu
kesaktian. Dengan ilmu kesaktian itu kau bisa membawaku keluar dari dalam
tanah."
"Katakan
Kek, ilmu kesaktianku yang mana yang bisa membawamu keluar dari tempat
ini." Ucap Wiro pula.
"Kau
memiliki ilmu kesaktian yang disebut Meraga Sukma ilmu itu kau dapat dari
seorang sakti di pantai selatan…"
"Betul
sekali Kek. Kau tahu banyak tentang diriku. Aku memang punya ilmu kesaktian
itu. Katakan bagaimana caranya aku bisa menolongmu."
"Keluarkan
sukmamu dari dalam raga. Sukma itu akan mampu membawaku keluar dari tempat ini.
Jika kau berkenan dan Yang Maha Kuasa menolong…"
Mendengar
ucapan si kakek, tidak menunggu lebih lama lagi Wiro segera duduk bersila di
tanah.
"Tunggu.
Ada yang harus aku beritahu terlebih dulu. Jika aku sudah berada di luar sana,
aku akan meninggalkanmu, bergabung dengan Rauh Kalidathi untuk menyelamatkan
Raja ke tempat rahasia. Kau sendiri segeralah pergi mencari gurumu dan Ni Gatri
Lalu kau juga harus pergi ke Candi Kalasan. Satu peristiwa besar akan terjadi
di sana. Secepatnya Raja selamat di tempat yang dituju aku akan menyusulmu ke
Candi Kalasan "
Wiro
lantas saja ingat pada ucapan Dewi Ular yang mengatakan kalau gadis alam gaib
itu akan menunggunya di Candi Kalasan. "Orang tua ini sungguh luar biasa.
Meski berada di dalam tanah tapi dia tahu hampir semua hal di luar sana."
Wiro berkata dalam hati. Lalu dia ingat pada sang Arwah Ketua.
"Kek.
apakah kita tidak berusaha bagaimana mengeluarkan Ketua Jin Seribu Perut Bumi
yang mendekam di tubuh Arwah Ketua?" Wiro bertanya.
"Ah,
itu memang satu hal yang harus segera dilakukan sebelum Arwah Ketua tanpa sadar
berbuat lebih banyak kekacauan. Tapi itu tidak mudah. Serahkan hal itu padaku.
Aku akan menemu Satria Lonceng Dewa Mimba Purana. Mudah-mudahan anak keramat
kesayangan Para Dewa itu mau menolong."
"Baik
Kek. Apa katamu akan aku lakukan." Wiro lalu duduk bersila dengan khidmat
Dua lengan disilang, dua telapak tangan ditempelkan di atas dada. Perlahan-lahan
sepasang mata dipejamkan. Lalu perlahan-lahan pula mulutnya mengucap Bismillah
tiga kali disusul kata-kata Meraga Sukma juga tiga kali.
Saat itu
juga Wiro merasa tubuhnya dirasuk hawa dingin luar biasa. Namun anehnya
keringat mengucur di seluruh badan dan wajah. Asap putih mengepul dari
ubunubun. Didahului satu getaran hebat dari tubuh Pendekar 212 kemudian
menyeruak keluar satu bayangan samar dan ketika bayangan berubah menjadi jelas
sosok dan wajahnya ternyata sangat sama dengan diri sang pendekar inilah sosok
sukma yang telah keluar dari raga asli. Sementara raga Wiro masih tetap duduk
bersila, dengan gerakan seperti melayang sang sukma mendekati Kumara
Gandamayana yang sejak tadi memperhatikan dengan penuh tercekat
"Kek,
aku sudah siap membawamu." Sukma Pendekar 212 berkata.
Si kakek
segera berdiri. Sukma Pendekar 212 cepat merangkul pinggang orang tua itu. Lalu
sekali bergerak tubuhnya melesat ke atas.
"Wusss
!"
Sukma dan
sosok Kumara Gandamayana mencuat keluar dan dalam tanah tanpa ada benda yang
menghalangi
"Kita
sudah berada di alam terbuka. Tempat ini tak jauh dari kaki selatan Bukit Batu
Hangus…" kata Kumara Gandamayana sambil memandang berkeliling.
"Kesatria Panggilan, kembalilah ke dalam tanah dan cepat masuk ke dalam
ragamu." Sebelum sukma Pendekar 212 bergerak, dari balik jubah kelabunya
si kakek keluarkan sebuah benda yang ternyata adalah tusuk konde terbuat dari
emas. "Bilamana kau menemui gurumu, tancapkan tusuk konde ini di
kepalanya. Mudah-mudahan Yang Maha Kuasa akan melepaskan dirinya dari sirap
ilmu
jahat pencuci otak Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Jika dia berhasil
disembuhkan, sampaikan salamku padanya."
"Terima
kasih Kek. Budimu sungguh besar." Sukma Wiro cepat ambiI tusuk konde emas
lalu sekali dia menghunjamkan kaki sosoknya amblas lenyap siap masuk kembali ke
dalam raganya yang masih berada di dalam tanah.
*******************
10
MALAM
HARI, kurang satu hari dari saat Dewi Kaki Tunggal dibawa pergi Empat Mayat
Aneh. Di sebuah pedataran miring dan sempit di lereng barat Gunung Merapi
terlihat satu pemandangan aneh. Delapan batu hitam menyerupai tonggak setinggi
manusia menancap di tanah keras berbatu-batu, membentuk lingkaran Di udara yang
cukup dingin menebar bau sangat busuk seperti bau busuk bangkai manusia. Begitu
hebatnya bau busuk ini seseorang yang tidak memiliki ilmu pertahanan diri
mungkin saja bisa pingsan, paling tidak akan dilanda pening dan mual lalu
muntah-muntah
Salah
satu dari tonggak batu yang delapan tertutup oleh ribuan lalat hijau yang entah
dari mana datangnya.
Ketika di
langit sebelah utara awan kelabu berarak bergerak menuju ke timur tiba-tiba di
arah selatan terdengar satu suara suitan keras disertai munculnya satu titik
merah menyala. Titik merah ini melesat ke bawah, semakin mendekat ke lereng
gunung semakin membesar dan pada akhirnya membentuksatu ujud seorang kakek
bertampang dingin angker.
Orang tua
ini berdiri berkacak pinggang sambil mata tak berkesip memperhatikan delapan
tonggak batu. Di kepalanya bertengger sebuah belangkon merah Di bagian
depan
belangkon tersemat hiasan bintang sudut delapan terbuat dari suasa muda atau
perunggu. Orang tua berwajah angker dingin ini memiliki janggut kumis, berewok
serta sepasang alis berwarna merah. Delapan benjolan merah terlihat jelas di
kening. Bagian mata yang seharusnya pubh ternyata juga berwarna merah. Sesekali
dari mulutnya mencuat keluar lidah panjang basah dan merah. Orang ini dongakkan
kepala, menghirup udara dalam-dalam seolah tidak merasa busuknya bau bangkai.
Lalu lidah d julur ke atas sampai setinggi satu tombaki Sepasang mata kemudian
mengawasi delapan tonggak batu hitam. Untuk beberapa lama pandangannya lebih
memperhatikan pada batu yang diselubungi ribuan lalat hijau.
Siapa
gerangan orang ini. Jelas dia bukan lain adalah adalah Sinuhun Merah Penghisap
Arwah mahluk alam roh penimbul bencana Malam Jahanam di Bhumi Mataram
Sinuhun
Merah melangkah mengelilingi lingkaran batu hitam dua kali. Pada kali yang ke
tiga dia hentikan langkah tepat di depan babi hitam yang diselubungi lalat
hijau lalu berteriak.
"Sinuhun
Muda Ghama Karadipal Kesatria Roh Jemputan! Jangan membuat aku menunggu
berlama-lama! Hari ini hari luar biasa pentingl Keputusan besar harus segera
dibuat. Apa kalian sudah berada di sini?!"
Belum
habis gema suara teriakan Sinuhun Merah tibatiba blaar! Blaarr! Tanah
pedataran sempit menganga di dua tempat Bersamaan dengan berhamburannya tanah
dan bebatuan, dari dalam tanah melesat keluar dua sosok, satu berpakaian dan
berikat kepala hijau, satunya lagi berikat kepala merah dan berpakaian serta
mantel hitam. Mereka bukan lain adalah Sinuhun Muda Ghama Karadipa, saudara
nyawa kembar Sinuhun Merah dan Pangeran Matahari alias Kesatria Roh Jemputanl
Sinuhun
Muda menjawab.
"Sinuhun
Merah, kau lihat sendiri, kami sudah berada di sini, siap menunggu kedatanganmu
dan siap melakukan apa, yang menjadi keputusan!"
Sinuhun
Merah perhatikan dua orang yang berdiri di hadapannya. Kumis, janggut serta
cambang bawuk hitam Sinuhun Muda Ghama Karadipa kelihatan meranggas panjang
tidak terpelihara membuat wajahnya tampak lebih garang dari biasanya. Kesatria
Roh Jemputan berdiri dengan kaki merenggang, seperti biasa penampilannya tetap
congkak. Hal ini membuat Sinuhun Merah merasa kurang senang. Di tangan kanan
dia memegang Lentera Iblis.
"Kalian
berdua, apa kalian sudah memeriksa keadaan delapan tanaman keramat?! Sinuhun
Merah bertanya.
Yang
menjawab adalah Sinuhun Muda. "Sinuhun Merah, kau saksikan sendiri.
Delapan tanaman telah menyembul dari dalam tanah."
Sinuhun
Merah melirik ke arah delapan batu hitam. "Aku sudah menyaksikan. Yang aku
ingin tahu apakah saatnya panen sudah dapat dilaksanakan? Keadaan di luar sana
tidak menguntungkan pihak kita!"
"Sinuhun
Merah, jika kau inginkan, panen bisa dilaksanakan sekarang juga!"
Sinuhun
Merah pelintir ujung alis merah kiri kanan.
"Memang
harus dilakukan sekarang juga! Keadaan sudah sangat mendesak. Keadaan di luar
sana tidak seperti yang aku harapkan."
"Bukankah
Sinuhun telah berhasil menguasai Arwah Ketua di Candi Miring, pimpinan semua
arwah di Bhumi Mataram?" Bertanya Sinuhun Muda sementara Kesatria Roh
Jemputan alias Pangeran Matahari memperhatikan dan mendengar pembicaraan kedua
orang itu.
"Memang
benar kita telah menguasai Arwah Ketua. Aku memasukkan Ketua Jin Seratus Perut
Bumi ke dalam ujudnya untuk mengendalikan dirinya! Tapi sampai saat ini dia
belum mampu menghabisi Kesatria Panggilan. Aku sekarang menugaskannya memburu
Rauh Kalidathi yang tengah berusaha menyelamatkan Raja Mataram dan keluarga
serta para pengikutnya ke satu tempat rahasia yang belum bisa aku ketahui. Aku
menerapkan Ilmu Tanpa Mata Mengandalkan Penciuman untuk mengetahui kemana
tujuan mereka. Tapi gagal karena Rauh Kalidathi nenek keparat itu telah lebih
dulu menyirap keadaan dengan Ilmu Asap Biru Empat Mata Angin. Ada satu hal yang
kurang menyenangkan dan membahayakan. Kumara Gandamayana yang telah dikunci dan
dipendam di dalam tanah berhasil keluar. Pasti ada seseorang yang
menolongnya."
"Satria
Lonceng Dewa Mimba Purana?" Ujar Sinuhun Muda.
"Kurasa
bukan dia. Ilmu yang dipergunakan untuk mengeluarkan Kumara Gandamayana dari
dalam tanah merupakan satu ilmu sangat langka yang tidak dikenal di Bhumi
Mataram."
"Berarti
si penolong adalah mahluk panggilan keparat bernama Wiro Sableng itu!"
Kata Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran Matahari
"Bagus,
kau bisa menduga. Apakah kau bisa
mengetahui
apa nama ilmu yang dipergunakan untuk
menolong
Kumara Gandamayana itu?"
Pangeran
Matahari menggeleng "Sulit untuk
mengetahui
kalau tidak melihat sendiri…"
"Kau
mahluk alam roh. Seharusnya kau punya kemampuan untuk melihat ke dalam alam
gaib." Tukas Sinuhun Muda.
"Kalau
aku bisa mengetahui pasti sudah aku katakan pada kalian berdua!" Kata
Pangeran Matahari pula yang membuat membuat jengkel dua Sinuhun.
Sinuhun
Merah lantas berbisik pada saudara nyawa kembarannya Terus terang aku sudah
sejak lama tidak menyukai mahluk satu ini. Dia tidak memberi pertolongan
apa-apa pada kita…"
"Kita
masih memerlukannya. Kita masih bisa memeras tenaga dan kesaktiannya. Jika
sudah tidak berguna biar aku yang memecahkan kepalanya!" Jawab Sinuhun
Muda dengan berbisik pula.
"Ada
satu kabar buruk Kesatria Panggilan berhasil membunuh Iblis Menjunjung Dupa
Kematian Kesatu dan Ketiga. Aku mengutus mereka bersama Arwah Ketua untuk
membunuh Kesatria itu. Memang sudah saatnya panen dilaksanakan! Kalian berdua
harap berjaga-jaga. Segala hal yang tidak diharapkan bisa saja muncul tidak
terduga!
Habis
berkata begitu Sinuhun Merah Penghisap Arwah susun dua telapak tangan di atas
kepala. Delapan jari menunjuk lurus ke langit, dua jari tengah ditekuk.
"Wusss!"
Delapan
sinar merah berkiblat Saat itu juga tubuh Sinuhun Merah Penghisap Arwah melesat
ke udara lalu turun mengambang di atas tonggak batu hitam yang penuh dengan
kerumunan lalat hijau. Mulutnya berteriak keluarkan seruan.
"Mayat
Kunci Bangkai Inti! Tabir Delapan Mayat! Saat panen sudah tiba" Aku
Sinuhun Merah Penghisap Arwah datang menjemput kalian!"
"Wuuutt!”
Tonggak
batu dibawah kaki Sinuhun Merah Penghisap Arwah amblas masuk ke dalam tanah.
Ribuan lalat hijau beterbangan mengeluarkan suara menggidikkan membuat keadaaan
di tempat itu untuk beberapa ketika menjadi gelap. "Bless! Bless! Bless!
Tujuh
tonggak batu satu persatu meluncur kebawah dan akhirnya semua lenyap dari
pandangan mata. Di tanah bekas delapan tonggak batu menancap kini kelihatan
mahluk mengerikan berupa delapan mayat telanjang yang keadaannya membusuk jijik
dan mengerikan. Dari liang mata, hidung, mulut dan telinga menggeliat keluar
puluhan belatung yang juga berwarna hitam. Ribuan lalat hijau yang tadi
berterbangan di udara melayang turun dan hinggap mengerumuni salah satu dari
delapan mayat busuk lalu terbang lagi ke udara dan lenyap.
Tabir
Delapan Mayat Melalui alam gaib aku sudah mamberitahu apa tugas kalian! Cepat
ikuti aku"
Delapan
mayat busuk dongakkan kepala. Mulut menyembur cairan hitam kepala digoyang
membuat gerakan melingkar. Lalu wuuut Tubuh mereka berubah menjadi
bayang-bayang samar dan membuat gerakan kilat membentuk tabir aneh
berputar-putar. Lalu satu persatu melesat ke udara, lenyap dari pandangan mata
meninggalkan berkas tabir samar aneh sepanjang belasan tombak, mengambang dari
utara ke selatan.
*******************
11
KAMI AJAK
dulu pembaca pada apa yang terjadi dengan Ratu Randang yang dibawa terbang Jaka
Pesolek meninggalkan Bukit Babi Hangus. Di langit lepas, sambil memanggul si
nenek cantik kencang-kencang Jaka Pesolek bada henti keluarkan suara mendesah
lalu tertawa cekikikan. Sepasang mata terkadang dipejamkan lalu dibuka lagi.
Lidah berulang kali d ulur membasahi bibir. Nakalnya, sesekali dia pergunakan
tangan kiri mengusap pantat Ratu Randang hingga si nenek memaki panjang pendeki
Sementara tangan kanan memegang Bunga Matahari yang dirampasnya dari
Sakuntaladewi.
"Gadis
salah ujud. Jangan kurang ajari Kau mau membawaku kemana? Lepaskan! Turunkan
aku atau kubuat bolong kepalamu!" Teriak Ratu Randang.
"Nenek
cantik bertubuh molek. Jangan buru-buru marah. Apa kau tidaksadar kita senasib.
Maksudku kita sedang sama-sama merana tapi sekaligus merasa nikmat Hik-hik. Aku
tahu satu tempat yang bagus untuk kita berdua bersenang-senang…"
"Aku
memang dikungkung gairah. Tapi jika kau mencoba-coba…" Meskipun ada
kelainan di dalam dirinya, rupanya sinenek masih memiliki pikiran jernih.
Ratu
Randang pentang lurus dua jari tangan kanan. Sinar biru memancar. Siap untuk
menusukkan serangan Tombak Dewa Memancung Berhala. Jangankan kepala manusia,
tembok besipun bisa jebol! Ilmu kesaktian inilah yang telah menghabisi riwayat
Tiga Jerangkong Penebar Arwah, kaki tangan Sinuhun Merah Penghisap Arwah.
"Nek,
kalau kau mau membunuhku maka aku btidak bisa membawamu turun ke tanah! Kita
akan sama-sama hancur luluh amblas ke bumi. Tapi aku juga bisa secepat
kilat" membawamu kembali ke Bukit Batu Hangus. Kau akan diminta
pertanggungan jawab atas perbuatan keji yang telah kau lakukan. Syukur-syukur
Raja Mataram tidak menyuruh pengawalnya memenggal kepalamu!
"Gertakan
ayam kampung” jawab Ratu Randang lalu cibirkan bibirnya yang jontor Dua jari
tangan yang dipentang ke arah kepala Jaka Pesolek tampak bergetar. Cahaya biru
memancar lebih terang pertanda serangan yang hendak dilancarkan si nenek
mengandalkan tenaga dalam penuh. Saat itu juga Jaka Pesolek merasa hawa sangat
dingin memancar dari dua jari tangan si nenek. Tengkuknya jadi merinding. Si
enek rupanya bdak main-main Kecuali memiliki berbagai ilmu jerakan kilat dan
mampu terbang laksana seekor burung besar serta ilmu menangkap petir. Jaka
Pesolek memang tidak punya ilmu kepandaian lain yang namanya ilmu silat apa
lagi segala macam Umu kesaktian.
"Aku
belum mau mati! Jika kau tidak mau kuajak bersenang-senang tidak jadi
apa!" Jaka Pesolek dengan cepat membuat gerakan aneh. Tubuhnya yang
melesat di udara dan masih memanggul si nenek tampak jungkir balik berputar
seperti titiran. Dengan cara begini dia mampu meredam kecepatan turun ke tanah
hingga tidak celaka.
Dalam
kedaan tubuh terputar begitu rupa Ratu Randang tidak mungkin meneruskan
melancarkan serangan dua jari tangan. Takut terlepas jatuh ke tanah dari
ketinggian lebih dari seratus tombak si nenek bergayut eraterat ke leher Jaka
Pesolek. Tubuhnya dingin gemetaran.
Tiba-tiba
Jaka Pesolek mencium bau tidak enak serta ada cairan hangat muncrat ke dada dan
tengkuk serta membasahi pipinya sebelah kiri. Langsung dia berteriak
sambil
menggebuk pantat Ratu Randang.
"Nenek
sialan! Kau ngompol mengencingi aku!"
Tidak
terdengar jawaban si nenek. Jangan-jangan sudah pingsanl Menjelang belasan
tombak kedua orang itu akan jatuh di atas satu pedataran yang banyak ditumbuhi
pohon jati tiba-tiba dari arah barat bergemuruh tiupan angin. Begitu dahsyatnya
hingga mengeluarkan suara mengerikan, membuat udara bergetar, bumi bergoncang.
Ratusan pohon jati meliuk-iiuk. Ada yang kemudian terbongkar tumbang, banyak
pula yang berpatahan. Sungai yang melintas di tengah pedataran airnya
bergelombang menimbulkan arus luar biasa deras ke arah hilir.
"Badai
di siang bolong" Teriak Jaka Pesolek. "Celaka Aku mana mampu
menangkap angin! Nek. celaka kita berdua”
Mendadak
satu gelombang angin badai luar biasa hebat menghantam ke dua orang itu hingga
bermentalan di udara, terpisah satu sama lain sejarak sepejangkauan kemudian
melayang jatuh berbarengan ke bawah
"Byurrr!
Byuur!"
Terdengar
suara dua tubuh tercebur ke dalam air. Lalu sunyi karena saat itu badai yang
melanda sudah melesat jauh ke kawasan lain.
Kepala
seseorang menyembul keluar dari dalam air. Megap-megap orang berseru _
"Nek.
aku masih hidup. Kau dimana Nek? " Orang yang berseru ternyata adalah si
gadis berkumis Jaka Pesolek. Dia coba memperhatikan keadaan sekitarnya,
berusaha mengetahui berada dimana namun tubuh dan kepalanya kembali tenggelam.
Dua tangan menggapai-gapai. Tangan kanan masih memegang Bunga Matahari. Sebelum
lenyap dari permukaan Jaka Pesolek kembali berteriak. "Nek, tolong! Aku
dak bisa berenang!" Bleeppl Kepala gadis berkumis halus itu lenyap dari
permukaan air.
Di bagian
lain muncul pula satu kepala lagi. Kepala Ratu Randang. Si nenek megap-megap
berusaha menarik nafas panjang. Tapi Karena bisa berenang maka dengan cepat dia
menguasai diri hingga tidak kembali tenggelam. Selain itu dia juga sempat
melihat dimana dia berada Ternyata dia tadi jatuh ke dalam sebuah telaga yang
cukup besar, berair sejuk berwarna hijau kebiruan.
Ketika
Ratu Randang muncul di permukaan air, nenek ini tidak mendengar suara teriakan
Jaka Pesolek. Namun dia masih sempat melihat Bunga Matanan yang dipegang gadis
itu di tangan kanan sebelum lenyap tenggelam ke dalam air. Ratu Randang
menunggu beberapa ketika. Sewaktu Jaka Pesolek tidak muncul-muncul maka nenek
ini segera menyelam ke dalam air.
Tidak
lama berselang Ratu Randang timbul lagi ke permukaan air. Kali ini sambil
berenang dia mencekal leher pakaian Jaka Pesolek dan membawanya ke tepi telaga.
Selamat
sampai di tepi Ratu Randang baringkan tubuh menelantang di tanah. Aneh,
nafasnya tidak menyengat padahal berenang cukup jauh dan menarik Jaka Pesolek
pula. Tubuhnya tidak terasa letih malah terasa sejuk dan nyaman. Rasa sakit
akibat lebam di pipi dan mata juga lenyap Ketika si nenek memegang bibirnya
ternyata bibir itu tidak jontor lagi! Yang paling membuatnya jadi terkesiap
adalah perasaan gairah yang membangkitkan nafsu selama beberapa waktu yang lalu
saat itu juga lenyap! Otaknya jernih, pemandangan terang. Tangan tidak lagi
mengusap atau memegang bagian bawah perut Jika saja saat itu Ratu Randang bisa
melihat wajahnya sendiri dia pasti akan terkejut besar. Bukan saja lebam di
pipi serta matanya lenyap tapi wajahnya sekarang tampak lebih segar dan lebih
muda. Dia juga tidak menyadari kalau goresan luka di badan dan kakinya telah
hilang tanpa bekas. Selagi si nenek menduga-duga apa yang terjadi, di
sampingnya sosok Jaka Pesolek menggeliat bergerak bangun dan duduk di tanah.
Gadis ini
pandangi tubuh dan pakaiannya yang basah kuyup, mengusap wajah dan rambut Lalu
memperhatikan Ratu Randang yang terbaring kini dengan mata terpejam sambil
terus berpikir dan menduga-duga.
"Heh…?"
Jaka Pesolek terheran-heran. "Nenek satu ini. kenapa wajahnya jadi lebih
muda dan tambah cantik?! Si gadis lalu goyang-goyang bahu Ratu Randang.
"Nek, bangun. Kau pingsan atau ketiduran? Apa yang telah kau lakukan? Apa
yang terjadi dengan wajahmu?"
*******************
12
MENDENGAR
pertanyaan Jaka Pesolek. Ratu Randang serta merta buka sepasang mata julingnya
yang terpicing lalu bangun dan duduk. Dua tangan mengusap wajah yang biasa
berdandan mencorong, mulut bertanya "Memangnya ada apa. Wajahku rusak
hancur-hancuran?"
"Justru
sebaliknya! Wajahmu kulihat jadi lebih muda. Pipimu licin Keriputan di
pinggiran matamu tidak ada lagi. Rambutmu lebih hitam mengkilap…"
"Jaka
Pesolek, kau jangan bergurau. Aku tahu bibirku jontor. Juga habis digebuki
orang. Tampangku pasti babak belur. Bagaimana enak saja kau bisa bilang pipiku
licin, aku tampak lebih muda…"
"Sumpah
Nek! Sumpah. Aku tidak dusta. Kau jauh lebih cantik dari sebelumnya
Ratu
Randang tarik-tarik bibirnya lalu usap wajahnya berkail-kali.
"Cermin!"
ucap si nenek pula. "Aku tahu kau punya cermin. Coba keluarkan, aku mau
meanat sendiri kalau kau tidak ngacok!"
Jaka
Pesolek segera memeriksa ke balik pakaiannya.
Wajahnya
mendadak berubah. Lalu gadis ini terpekik.
"Ada
apa? Anumu digigit semut rangrang?! Tegur Ratu Randang. "Mana
cerminmu?"
"Ampun!
Cerminku lenyap. Juga kotak bedak, alat pemerah bibir, kayu penghitam alis.
Hilang semual Pasti jatuh di dalam telaga ketika aku keceburl Oala. bagaimana
nanti aku mau berdandan…"
Itu
tandanya kau memang tidak perlu berdandan. Kau ini laki-laki atau perempuan!
Edan!"
Jaka
Pesolek sesenggukan menahan tangis.
"Jangan
cengeng pakai menangis segala!" Bentak Ratu Randang.
"Kau
tidak tahu bagaimana perasaanku Nek."
"Siapa
perduli perasaanmu!"
Jaka
Pesolek pupus air matanya. Dia memandang berkeliling. "Nek Nek. kita ada
di mana?" Jaka Pesolek bertanya.
"Kau
punya mata, lihat sendiri!"
"Aku
tahu Nek. kita ada di pinggir telaga."
"Kalau
sudah tahu mengapa masih bertanya?! Eh. Jaka, apa kau tidak sadar dan segera
bersyukur berterima kasih pada Yang Maha Kuasa karena dirimu diselamatkan dari
kematian mengerikan jatuh tercebur ke dalam telaga, bukan di atas tanah yang
bisa membuat tubuhmu hancur remuk tak karuan!
Apa apa
kau sendiri sudah bersyukur dan berterima kasih pada Para Dewa Nek?" Tanya
Jaka Pesolek.
"Tentu
saja sudah" Jawab Ratu Randang pula.
Jaka
Pesolek terdiam, lalu manggut-manggut dan picingkan mata. Mulut berkomat kamit
Agaknya dia tengah memanjatkan puji syukur pada Yang Maha Kuasa. Ratu Randang
memperhatikan sambil senyum-senyum karena sebenarnya dia sendiri belum
memanjatkan puji syukur terima kasih pada Yang Maha Kuasa. Ketika nenek ini
hendak mulai melakukan hal itu dia merasa ada satu kelainan di wajah Jaka
Pesolek. Dia terus menatap. Tiba-tiba Ratu Randang berteriak sambil menepuk
bahu Jaka Pesolek.
Jaka
Pesolek tersentak dan buka sepasang mata.
"Kau
ini apa-apaan Nek? Tadi kau menyuruh aku bersyukur dan berterima kasih pada
Yang Maha Kuasa. Kini kau malah menggangguku."
"Dengar,
aku bukan mengganggu, tapi…" Si nenek tidak meneruskan ucapan, malah
tertawa cekikikan. "Wajahmu juga berubah!"
"Apa
katamu Nek?" Jaka Pesolek sekarang yang terkejut Seperti si nenek tadi
kini giliran dia yang mengusap wajah. Hidung dipencet-pencet, bibir disentuh
dan matadiusap. "Ada yang salah dengan wajahku Nek? Apa kulit wajahku
beruntusan? Apa mukaku jadi peang? Atau mataku jadi juling seperti
matamu?!"
Ratu
Randang tertawa geli.
"Oala,
kau malah tertawa! Jaka Pesolek tambah khawatir Dia berlari ke tepi telaga
Mendekatkan wajahnya ke air, namun dia tidak mungkin melihat jelas seperti
orang bercermin Gadis ini kembali mendatangi Ratu Randang. "Bilang Nek,
apaku yang berubah?"
"Kumis
halus di atas bibirmu itu, tahu!" Kata Ratu Randang.
"Oalal
Celaka! Apa kumisku bertambah tebal?" Jaka Pesolek raba bagian atas bibir
di bawah hidung.
"Bukan
tambah tebal, tapi hilang semua!" Jawab Ratu Randang
Jaka
Pesolek terpekik saking kagetnya. Bibirnya sebelah atas diusap berulang kali
sementara mata nyalang tak berkesip dan kening mengerenyit
"Kau
benar Nek, aku tidak merasa bulu-bulu halus itu. Bagaimana mungkin? Dewa Agung.
Sekarang wajahku benar benar mulus Tapi Mendadak muncul bayangan kekawatiran di
wajah Jaka Pesolek. Dia memandang pada Ratu Randang. Setengah berbisik gadis
ini berkata. "Nek, aku takut Kalau bulu halus menyerupai kumis di bibirku
lenyap secara aneh. jangan-jangan…"
"Jangan-jangan
apa? Tanya Ratu Randang meski dia sudah bisa menduga-duga apa yang dimaksud dan
dikawatirkan Jaka Pesolek.
Jaka
Pesolek perlahan-lahan singsingkan ke atas bagian bawah pakaian merah muda yang
dikenakannya hingga pergeiangan kaki tersingkap lalu naik sampai ka betis dan
lutut
“
Nek…bulu kakiku juga lenyap," kata Jaka Pesolek kemudian.
"Ya,
aku lihat Lalu kau mau memeriksa bulu mana lagi?" Ratu Randang tidak dapat
menahan tawa cekikikan. Sedang Jaka Pesolek tampak semakin kawatir Dia hendak
menyingkapkan pakaian lebih ke atas namun memandang pada si nenek dia batalkan
dan malah lari ke balik serumpunan semak belukar. Tak lama kemudian gadis itu
keluar dari balik semak-semak, melangkah ka arah si nenek. Wajahnya tampak lega
dan malah sudah bisa tersenyumsenyum.
"Apa
bulumu yang itu juga lenyap?" Tanya Ratu Randang.
"Tidak
Nek, untung tidak lenyap," jawab Jaka Pesolek dengan suara dan raut wajah
gembira lega laki tertawa cekikan. "Ada satu hal lagi Nek. Mengapa diriku
rasanya tidak bergairah lagi. Hai., mengapa mataku tidak meram melek lagi.
Kemana lenyapnya kenikmatan itu. Oala…gairahku hilangi Lihat" Jaka Pesolek
kembangkan dua tangan ka atas. "Aku tidak lagi memegangi…hik…hik."
Gadis itu hendak mengusap bagian bawah perutnya dengan tangan kanan tapi
mendadak tangannya cepat-cepat ditarik. Jaka Pesolek lalu menatap Ratu Randang.
"Nek. sebelumnya aku melihatmu sangat mempesona, membuat nafsuku
meledak-ledak. Sekarang aku lihat kau tambah muda, tambah cantik. Tapi mengapa
aku tidak lagi bergairah! Rasanya diriku lebih tenang!"
"Berarti
kau juga mengalami seperti apa yang kejadian dengan diriku."
"Aku
tidak mengerti…" Kata Jaka Pesolek sambil mengurut rambutnya yang basah
agar kering.
"Secara
aneh kita terlepas dari kualat gara-gara aku mengusapkan Bunga Matahari ke
anunya Dewi Ular. Hai Bunga Matahari Hul Waktu kecebur ke dalam telaga kau
kulihat masih memegangi bunga sakti itu. Sekarang kemana perginya?"
Jaka
Pesolek mengangkat bahu. "Sepertinya Ikut tenggelam ke dasar telaga
bersama cermin dan bedakku."
"Jaka
Pesolek, kita harus menyelidik. Kita sama-sama sembuh setelah kecebur dan
keluar dari dalam telaga. Pasb semua ini kuasanya Para Dewa. Telaga apa ini
namanya…"
"Aku
juga Ingin sembuh Nekl Tiba-tiba ada suara perempuan berseru. Lalu satu benda
hitam panjang berkilat bermoncong putih seolah melayang turun dari langit
melesat masuk ke dalam air telaga.
“Astaga!
Itu suara Dewi Ular!" Seru Ratu Randang. Si nenek dan Jaka Pesolek
memandang ke arah pertengahan telaga dengan hati berdebar.
Tak
selang berapa lama periahan-lahan muncul sekuntum Bunga Matahari di permukaan
air telaga yang hijau kebiruan. Lalu kelihatan tangan putih halus yang memegang
tangkai bunga itu Tak lama kemudian tampak kepala berambut hitam menyembul
disusul wajah cantik.
"Wuuttt!"
Sosok
perempuan di dalam telaga melesat keluar. Ketika melayang di udara sebagian
tubuh sebelah bawah masih berbentuk ular hitam. Begitu sampai dan berdiri di
tepi telaga di depan Jaka Pesolek dan Ratu Randang ujudnya berubah sempurna
menjadi sosok seorang gadis cantik berpakaian tipis hijau basah kuyup. Dia
memang Kunti Ambin alias Dewi Ular
Dewi Ular
memandang tersenyum pada dua orang di depannya lalu goyang-goyangkan Bunga
Matahari yang dipegangnya di tangan kanan. Ratu Randang dan Jaka Pesolek karuan
saja sama-sama melompat m undur
“Janganl
Aku sudah kapok!" Berkata Ratu Randang.
"Aku.,.aku
masih mau tapi sebaiknya jangan. Siksaannya lebih celaka dari pada
nikmatnya!" Ucap Jaka Pesolek.
Dewi Ular
tertawa cekikikan.
"Sahabat
muda, apakah kau juga sudah sembuh dari perasaan aneh itu?" Bertanya Ratu
Randang.
"Kau
lihat, apakah aku masih mendesah, wajah memelas dan tanganku memegangi bagian
bawah perut?" Jawab Dewi Ularbalik bertanya.
"Memang
tidak," jawab Jaka Pesolek. "Kalau begitu sebaiknya Bunga Matahari itu
cepat-cepat kau buang. Lempar saja ke dalam telaga! Aku kawati r kalau kalau
kita salah lagi bertingkah untuk kedua kali. Kalau hal itu sampai terjadi pasti
tidak ada ampunnya "
"Apa
lagi saat ini pasti kau masih tidak pakai celana dalam. Menyambung Ratu
Randang.
Ucapan
Ratu Randang membuat Dewi Ular Ingat sesuatu dan ini membuat wajahnya berubah.
Ketika si nenek mengusapkan Bunga Matahari ke bagian bawah perutnya, selain
dirinya digerayangi nafsu dan hasrat yang bergejolak, keadaan auratnya juga
berubah. Perubahan ini telah disaksikan sendiri oleh Sakuntaladewi dan gadis
berkaki tunggal itu kemudian menceritakan pada Pendekar 212. Kini ingat akan
keadaan dirinya itu, Dewi Ular tanpa malu-malu segera saja hendak memeriksa
auratnya Namun mendadak seperti ada gempa, tanah di pinggiran telaga bergetar.
Pepohonan bergoyang-goyang, air telaga bergejolak. Lalu ada suara bergemuruh di
dasar telaga.
"Celaka!"
Berseru Ratu Randang. "Pasti kita kena kualat lagi. Jangan-jangan ada
mahluk sakti atau jin putih di dalam telaga. Dia yang menolong kita. Tapi tidak
suka kalau ada gadis tidak pakai celana berada di tempat ini!"
Mendengar
ucapan Ratu Randang, Dewi Ular merengut jengkel.
"Nek,
jangan kau mengada-ada! Kalau memang ada mahluk sakti di dalam telaga yang
tidak suka aku tidak pakai celana dalam, pasti sudah dari tadi tadi aku dicekik
lalu dibenamkan kedasar telaga. Buktinya aku bisa keluar dari dalam telaga dan
sembuh seperti kalian. Hanya saja aku tidak memastikan apakah auratku yang satu
itu sudah kembali seperti semula. Bagaimana aku tahu kalau bdak memeriksa dan
melihatnya lebih dulu
Baru saja
Dewi Ular berucap tiba-tiba byaarrrl
Air
telaga mencuat muncrat tinggi ke udara. Pepohonan di sekitar telaga
bergoyang-goyang seolah ditiup angin kencang. Udara di sekitar tempat itu
mendadak berubah dingin.
"Astaga!
Lihat!" Berseru Dewi Ular sambil menunjuk ke tengah telaga.
Ratu
Randang dan Jaka Pesolek menoleh ke arah yang ditunjuk Ratu Ular. Ketiga orang
sama-sama terbelalak ternganga ketika menyaksikan, di balik air yang muncrat ke
atas sampai beberapa tombak, tampak menyeruak satu patung tinggi besar seolah
keluar dari dasar telaga.
"Nek,
kau benar" Kata Jaka Pesolek dengan suara gemetar. Telaga ini ada
penghuninya! Pasti kita bertiga bakal kena celaka. Oala, kumisku pasti akan
menjadi tebal lagil Biar aku lari duluan!"
Jaka
Pesolek yang memiliki gerakan seperti kilat segera berkelebat hendak
meninggalkan tempat itu. Namun dess desssl Entah apa yang terjadi dua kakinya
melesak masuk ke dalam tanah sampai mata kaki dan dia tidak mampu
untukmenggerakkan lagi.
*******************
13
PATUNG
batu tinggi besar yang keluar dari dalam telaga ternyata adalah patung
perempuan berwajah cantik, memiliki sepasang mata menawan yang menatap penuh
kelembutan. Demikian bagusnya patung ini diciptakan sehingga sekilas kelihatan
keadaannya seperti perempuan cantik hidup benaran.
Ratu
Randang, satu-satunya orang yang mengenali patung siapa adanya yang muncul itu,
cepat-cepat jatuhkan diri. berlutut satu kaki sambil rundukkan kepala.
"Nek,
mengapa musti merunduk segala? Apa kau minta diselamatkan dan kami berdua saja
yang bakal kena celaka?!" Bisik Jaka Pesolek. Dewi Ular juga agak heran,
apa lagi sang patung muncul secara aneh dari dalam telaga Mungkin ada seorang
sakti yang sembunyi di dalam patung, begitu pikir Dewi Ular.
“Sstt..
Walau cuma patung tapi kita harus berlaku hormat. Patung itu bukan patung sembarangan
Ratu Randang menyahuti ucapan Jaka Pesolek. Setelah itu dia berbisik pada Dewi
Ular. "Kau sudah berkeliaran kemanamana, apa tidak tahu itu patung siapa?
Patung itu pasti juga ada di negeri alam gaib asalmu. Negeri delapan ratus
tahun mendatang." Lalu kepada patung perempuan di tengah telaga nenek
bermata juling ini berkata.
"Nyi
Loro Jonggrang. salam hormat saya untukmu. Sungguh besar kuasa Para Dewa dan
sungguh rendah hatimu tapi tinggi budi baikmu hingga mau datang ke tempat ini.
Apakah Nyi Loro Jonggrang memang sengaja muncul untuk menemui kami bertiga?
Kami tidak tahu kalau telaga ini adalah salah satu tempat tetirahan Nyi Loro
Jonggrang. Bertemu denganmu kami merasa menerima berkah besar tiada taranya
Tapi jika kami memang telah berbuat salah, kami mohon maaf dan pengampunan da
mu
Jaka
Pesolek terkejut ketika mendengar Ratu Randang menyebut nama patung itu. Dia
telah sering kali mendengar riwayat patung tersebut dan mengetahui dimana
beradanya namun seumur hidup baru kali ini melihatnya. Kunti Ambiri alias Dewi
Ular ternganga tercengang-cengang
"Perempuan
yang berlutut, aku terima salam hormatmu tapi aku tidak layak disembah.
Bangkitlah
Melihat
dan mendengar patung batu bisa bicara, bahkan mulutnya tampak bergerak, kebga
orang di tepi telaga kagum ada takut juga ada. Sementara Ratu Randang
cepat-cepat berdiri.
"Jangan-jangan
aku benar-benar bakal kena hukuman. Setahuku Bunga Matahari itu pernah disirap
dimanterai oleh Nyi Loro Jonggrang…" Ratu Randang membatin dalam hati
lalu
cepat-cepat berdiri.
"Perempuan
yang telah berdiri, bukankah kau salah seorang kepercayaan Raja Mataram bernama
Ratu Randang?
Ratu
Randang terkejut ketika patung bicara dan menyebutmengenali siapa dirinya.
Cepat dia menjawab.
"Nyi
Loro Jonggrang. Kau benar. Saya memang Ratu Randang."
Dalam hab
Ratu Randang mendadak merasa takut kalau-kalau sang patung akan memarahi
dirinya karena telah mempermainkan Bunga Matahari sakti secara senonoh. Namun
dia merasa lega ketika mendengar pertanyaan Nyi Loro Jonggrang.
"Bukankah
kau yang pemah mengantarkan seorang pemuda dari negeri delapan ratus tahun
mendatang bernama Wiro Sableng ke tempat kediamanku di Candi Siwa? Pemuda itu
konon oleh orang-orang di Bhumi Mataram disebut dengan nama Kesatria
Panggilan."
Ratu
Randang menjawab sambil membungkuk. "Benar sekali Nyi Loro."
"Pemuda
itu membawa sekuntum Bunga Matahari yang berasal dari seorang gadis malang
bernama Sakuntaladewi…" Itu juga benar Nyi Loro," kata Ratu Randang
pula.
"Dimana
pemuda itu sekarang?" tanya patung Nyi Loro Jonggrang.
"Kami
berpisah di Bukit Batu Hangus. Terus terang. gara-gara perbuatan saya yang
tidak terpuji, akibat mempermainkan Bunga Matahari pemberian Nyi Loro saya dan
beberapa sahabat bahkan termasuk Raja mendapat kualat Saya mohon maaf dan minta
ampun."
"Aku
sudah tahu apa yang terjadi, itu sebabnya aku muncul di sini. Kesalahanmu telah
diampunkan Para Dewa karena satu kebajikan besar yang telah kau lakukan."
Ratu
Randang terkejut dan berpikir-pikir.
"Nyi
Loro, saya merasa tidak melakukan kebajikan apaapa.Kapan d mana?
"Ketika
gadis bernama Jaka Pesolek itu hampir mati tenggelam di dalam telaga, kau telah
menolong dan menyelamatkan nyawanya."
Ratu
Randang berseru tertahan. Matanya berkaca-kaca. Langsung saja dia hendak
jatuhkan diri berlutut tapi cepat dilarang oleh patung Loro Jonggrang.
Jaka
Pesolek pegang lengan Ratu Randang. "Nek, kau memang telah menyelamatkan
jiwaku. Aku belum berterima kasih. Sekarang kumengucapkan terima kasih
padamu…"
Ratu
Randang tersenyum sambil usap air mata yang meleleh di pipi. Sementara patung
Nyi Loro Jonggrang menatap ke tiga orang itu beberapa lama. Pandangannya
berhenti pada wajah dan sosok Dewi Ular.
"Kalian
bertiga, apakah kalian tahu telaga apa ini adanya dan apa namanya?"
Tiga
orang yang ditanya sama-sama gelengkan kepala.
Telaga
ini bernama Telaga Banyu Raden. Diciptakan oleh Para Dewa bukan sebagai telaga
biasa karena keberadaannya tidak selalu terlihat kasatmata. Di telaga ini, jika
memang dikehendaki Para Dewa seseorang bisa menerima berkah, bagi kebaikan hati
maupun kebaikan badaniah…"
“Telaga
Banyu Raden…" Ucap Ratu Randang dengan suara perlahan bergetar. "Aku
baru ingat sekarang!" Nenek cantik ini terpekik kecil lalu usap wajah dan
tubuhnya. Jaka Pesolek terperanjat lalu merangkul Ratu Randang seraya berbisik.
"Pantas
Nek, mukamu jadi cantik, lebih muda dan auratmu tampak tambah kencang. Aku
sendiri telah kehilangan bulu-bulu halus di kaki dan di atas bibirku. Ini
memang berkah besar bagi kita berdua…"
Ratu
Randang dan Jaka Pesolek lalu sama-sama membungkuk ke arah patung Loro
Jonggrang sementara Dewi Ular hanya berdiri tegak sambil mengusap-usap Bunga
Matahari Dia seolah merasa tidak menerima berkah dan merasa tidak diperhatikan.
Nyi Loro Jonggrang kemudian menyapa gadis cantik berpakaian tipis hijau ini
"Sahabat,
gadis cantik dari negeri delapan ratus tahun mendatang. Siapa namamu?"
"Namaku
Kunti Ambiri." Jawab Dewi Ular menyebut nama aslinya
"Ketika
masuk ke dalam telaga, sosokmu berupa seekor ular hitam berkepala putih…”
"Ah,
patung sakti ini tahu rupanya bagaimana ujudku, membatin Dewi Ular. Lalu dia
berkata menjawab ucapan Nyi Loro Jonggrang. "Selama ini diriku memang
dijuluki Dewi Ular. Aku mahluk alam roh yang punya dua ujud. Ular dan
manusia."
“Siapapun
dirimu adanya, jangan bersedih. Ketahuilah tanpa kau sadari kaupun telah
mendapat berkah jauh lebih besar dari pada dua sahabatmu ini. Keadaan auratmu
telah kembali seperti semula. Namun perubahan badanlah tidak ada artinya
dibanding dengan perubahan yang terjadi dalam hati sanubari serta budi
pekertimu."
Kunti
Ambiri alias Dewi Ular terkejut. Kening mengerenyit mata menyipit Dia meraba ke
bagian bawah perut "Nyi Loro, apa aku boleh melihatnya sendiri
sekarang…?" Enak saja Dewi Ular balikkan badan lalu hendak menyingkapkan
bagian bawah pakaiannya
Nyi Loro
Jonggrang tersenyum dan berkata
"Tidak
usah dilakukan sekarang. Nanti saja karena waktuku tidak lama."
"Nyi
Loro, tadi kau mengatakan bahwa terjadi perubahan dalam hati sanubari dan budi
pekertiku. Apa maksud Nyi Loro?" Dewi Ular bertanya.
"Kau
telah berubah sifat Dari seorang gadis cantik yang dulu ditakuti karena
kehebatan ilmu kesaktiannya, kini akan menjadi sahabat semua orang. Tidakkah
kau merasa kelegaan di rongga dada dan kesejukan di lubuk hati…"
"Nyi
Loro, harap Nyi Loro berterus terang saja. Maksud Nyi Loro dulu aku seorang
jahat sekarang berubah jadi orang baik?" Tanya Dewi Ular dengan sepasang
mata menatap patung Nyi Loro Jonggrang tak berkesip.
Ketika
sang patung kedipkan mata dan anggukkan kepala Dewi Ular terpekik gembira.
Masih memegang Bunga Matahari di tangan kanan dia langsung mencebur masuk ke
dalam telaga dan merangkul serta menciumi dua kaki Nyi Loro Jonggrang. Setelah
mengusap kepala Dewi Ular. Nyi Loro Jonggrang meminta gadis alam gaib itu
kembali ke tepi telaga. Dewi Ular cepat melakukan apa yang dikatakan.
(Riwayat
Telaga Banyu Raden sebagai telaga yang memiliki kesaktian dapat dibaca juga
dalam episode sebelumnya berjudul "Dewi Kaki Tunggal". Diceritakan
bagaimana sekujur tubuh Pangeran Matahari yang di Bhumi Mataram dikenal dengan
julukan Kesatria Roh Jemputan gosong babak belur dihantam Pukulan Sinar
Matahari Pendekar 212. Sebelumnya Pangeran Matahari telah pula dihajar oleh
Kumara Gandamayana hingga tercebur masuk ke dalam comberan busuk. Ketika
bertarung melawan Dewi Kaki Tunggal Pangeran Matahari dipecundangi dengan Ilmu
Enam Belas Gerakan Tangan Bisu. Akibatnya sepasang mata sang Pangeran
terbongkar keluar nyaris lepas. Sinuhun Merah Penghisap Arwah kemudian membawa
Pangeran Matahari ke Telaga Banyu Raden Setelah dimandi dibersihkan keadaannya
kembali pulih seperti sebelumnya)
"Nyi
Loro Jonggrang." Ratu Randang berkata. "Ketika aku berbuat tidak
senonoh, bukan saja kami bertiga yang kena kualat hukuman, tapi Raja Mataram
juga menderita hal yang sama gara-gara aku mengusapkan Bunga Matahari ke aurat
Raja Apakah apakah Nyi Loro juga bisa dan bersedia menolong beliau…"
"Rabi
Randang, kau tidak usah mengawabrkan keadaan Yang Mulia Raja Mataram. Kuasa dan
pertolongan Yang Maha Kuasa tidak terbatas pada tempat dan waktu. Walau Raja
Mataram tidak masuk ke dalam telaga Banyu Raden namun saat ini Raja juga telah
sembuh dari semua kesengsaraan yang dialami…"
"Terima
kasih Nyi Loro, terima kasih…" Ucap Ratu Randang berulang kali sambil
membungkuk.
"Kalian
bertiga. Bhumi Mataram masih dalam cengkeram an bahaya. Manusia dan
mahluk-mahluk jahat yang mencelakai negeri ini masih berkeliaran." Patung
Nyi Loro Jonggrang berucap. Sepasang matanya yang bagus menatap ke arah Bunga
Matahari di tangan kanan Dewi Ular. Tiba-tiba dari dua mata itu mencuat keluar
beberapa larik cahaya putih.
"Crass…crass!"
Dewi Ular
terkejut
Bunga
Matahari besar di tangan kanan Dewi Ular terbelah delapan dan masing-masing
belahan berubah menjadi delapan Bunga Matahari sekecil dan seujung ibu jari
tangan.
"Sahabat
bertiga, kalian segeralah pergi ke Candi Kalasan. Dan kau Kunti Ambiri, jika
kau bertemu dengan Kesatria Panggilan Wiro Sableng, berikan delapan Bunga
Matahari kecil itu padanya. Lalu jangan lupa menyampaikan ucap pesanku ini
padanya. Di dalam bilangan delapan ada satu yang tidak asli. Yang busuk itulah
yang harus mati Jangan terlalu mengandalkan ilmu atau senjata sakti. Pergunakan
akal untuk mencari bukti Bunga sekuntum bisa menjadi alat pemati. Apa kalian
bisa saling mengingat ucapanku tadi dan menyampaikannya pada Kesatria
Panggilan?
"Kami
akan ingat baik-baik. Nyi Loro," kata Dewi Ular sambil memandang pada Ratu
Randang dan Jaka Pesolek. Kedua orang sama anggukkan kepala.
"Kalau
begitu baiklah. Aku pergi sekarang. Selamat tinggal. Semoga Yang Maha Kuasa
melindungi dan menolong sahabat bertiga!"
Begitu
Nyi Loro Jonggrang selesai berucap di udara nampak air mencurah ke bawah.
Dengan mengeluarkan suara menderu sosok patung tinggi besar Nyi Loro Jonggrang
melesat masuk ke dalam air telaga, lenyap dari
pemandangan.
Tiga
orang di tepi telaga menarik nafas lega.
"Nek,"
tiba-tiba Jaka Pesolek berkata "Wajahmu memang tambah cantik dan tubuhmu
tambah kencang seperti gadis saja. Tapi tadi mengapa kau tidak minta pada Nyi
Loro Jonggrang agar matamu yang juling disembuhkan?"
"Kau
ini bicara memberi nasihat atau mengejek?!" Tukas Ratu Randang. Lalu dia
membalas. "Kau sendiri mengapa tidak minta agar anumu ditambah satu agar
kau benar-benar jantan bisa betina bisa!" Ratu Randang mencibir.
Jaka
Pesolek hendak membalas lagi ucapan si nenek Tapi tiba-tiba ada orang berseru
keras disusul suara tawa girang cekikikan.
“itu
suara Kunti Ambir!" Kata Jaka Pesolek.
"Aku
lihat tadi dia lari ke balik pohon besar sana sambil menyingsing pakaian. Pasti
tengah memeriksa keadaan dirinya"
Dari
balik pohon tiba-tiba terdengar suara Dewi Ular berseru.
“Ihhh!
Mengapa jadi rimbun! Oala mengapa jadi gempal montok Terima kasih Nyi Loro!
Terima kasih Telaga Banyu Raden IHk. hik. hik!
Sementara
Ratu Randang mendatangi Dewi Ular di balik pohon, Jaka Pesolek tak sengaja
melihat sesuatu di balik satu gundukan batu. Gadis ini segera melangkah cepat
ke balik batu. Matanya membesar dan dadanya berdebar ketika di tanah dia
melihat tiga buah benda tergeletak.
Benda
pertama sebuah cermin baru bulat bergagang kecil.
"Cermin!
Oh Dewa Agung! Ini pasti hadiah dari patung sakti Nyi Loro Jonggrang!"
Jaka Pesolek membungkuk berulang kali laki mengambil cermin itu Setelah
memperhatikan wajahnya di cermin dan ternyata memang bulu halus di atas bibir
tidak ada lagi. girangnya si gadis bukan alang kepalang. Cermin disimpan di
balik pakaian.
Benda kedua
adalah sebuah kotak kecil terbuat dari perak. Dengan dada semakin berdebar
bahkan tangan gemetar Jaka Pesolek mengambil kotak perak. Ketika kotak dibuka
dia terpekik kecil. DI dalam kotak ternyata terdapat perlengkapan untuk
bersolek. Mulai dari bedak, kayu pemerah bibir dan kayu penebal penghitam alis!
Jaka
Pesolek jatuhkan diri berlutut "Dewa Agung Nyi Loro Jonggrang, aku Jaka
Pesolek menghaturkan ribuan terima kasih Hidupku selama ini banyak tidak karuan
salah jalan dan penuh dosa Tapi Dewa Agung dan Nyi Loro masih mau berbaik hati
memberikan semua ini padaku…"
Ketika
membungkuk penuh khidmat Jaka Pesolek melihat benda ketiga. Seperti cermin,
kotak bedak segera disusupkan ke balik pakaian. Lalu dia melangkah mendekati
benda ke tiga yang ternyata adalah sehelai celana dalam perempuan, terbuat dari
kain halus berwarna merah muda dan pinggirannya dihias renda putih.
"Oala
bagusnya! Cocok dengan pakaianku yang juga merah muda!" ucap Jaka Pesolek.
"Ini pasti untukku jugal
Ketika
dia mengambil dan mengelus-elus celana dalam itu sepintas hatinya membatin.
"Jangan-jangan celana ini diberikan Nyi Loro Jonggrang untuk Dewi Ular.
Ah, biar saja! Aku pakai saja! Dewi Ular bdakmelihat, tidak tahu kalau ada
rejeki bagus begini rupa" Lalu Jaka Pesolek cepat-cepat tanggalkan celana
dalam yang dikenakannya, celana merah muda baru dipakai sebagai pengganti.
Celana dalam miliknya yang berwarna putih dibentang di pinggiran batu. Setelah
merapikan pakaiannya, gadis ini berteriak.
"Sahabatku
Kunti Ambiril Cepat ke sinil Nyi Loro meninggalkan hadiah bagus untukmu!"
Dari
balik pohon Dewi Ular keluar diikuti Ratu Randang.
Jaka
Pesolek menunjuk pada celana dalam putih di atas batu. "Lihat bagaimana
baiknya Nyi Loro. Dia tahu kau tidak punya celana dalam. Lantas dia memberikan
celana itu!" Jaka Pesolek menunjuk pada celana dalam putih di pinggiran
batu.
Dewi Ular
segera mengambil celana dalam putih itu. Memperhatikan dengan seksama. Lalu dia
berucap. "Kalau yang memberikan memang Nyi Loro mengapa yang seperti ini?
Celana ini lecak dan jelas tidak baru!"
Ratu
Randang mengambil celana itu lalu di dekatkan ke hidung.
"Edani
Celana bau pesingl Ini pasti celana bekas!" Si nenek melotot, menatap ke
arah Jaka Pesolek. Dewi Ular juga delikkan sepasang mata. Lalu berkata.
"Jaka Pesolek, katakan ini celana dalam siapa sebenarnya. Sambil berkata
Dewi Ular angkat tangan kanan siap menggebuk.
Ratu
Randang mendengus. "Jaka Pesolek. Jawab pertanyaan Kunti Ambiri! Jangan
berani berdusta! Si nenek juga mengangkat tangan kiri, mengancam si gadis.
Wajah
Jaka Pesolek menjadi pucat Sikapnya gugup.
"Aku…
aku…" Ucap jawaban gagap. Tiba bba gadis ini balikkan diri lalu lari
menjauh sambil tertawa cekikikan. "Kunti Ambiri! Celana baru pemberian Nyi
Loro Jonggrang sudah kupakai. Mungkin itu memang untukmu. Tapi biar aku
memakainya barang sehari dua hari. Nanti aku berikan padamu!"
"Kurang
ajar" Dewi Ular memaki marah.
Ratu
Randang kucai kucai celana bekas milik Jaka Pesolek lalu dibanting ke tanah.
"Liat saja! Nanti dia yang tidak bakal pakai celana dalam Kunti. ayo kita
kejar dia!"
"Aku
akan menelanjangi dirinya. Biar dia tahu rasa" Kata Dewi Ular lalu
melompat mengejar ke arah larinya Jaka Pesolek.
"Jangan!
Jangan d telanjangi Itu memang maunya!" Sahut Ratu Randang lalu tertawa
bergolak.
*******************
14
SAKUNTALADEWI
merasa peti mati melayang turun. Gadis yang berada dalam keadaan kaku tak bisa
bergerak tak mampu bersuara akibat slrapan Ilmu kesaktian Empat Mayat Aneh ini
ingin sekali mengintai lewat jendela kecil di dinding kiri kanan peti mati.
"Aku
yakin orang mau berbuat jahatl Kalau tidak mengapa diriku dibuat seperti ini!
Kata Sakuntaladewi dalam hati.
Tiba-tiba
ada empat kali ketukan di kayu penutup peti m ab Lalu em pat sinar muncul m
enyapu tubuhnya m ulai dari kepala sampai ke kaki. Sakuntaladewi menggeliat
Aneh, mendadak saja sekarang dia mampu bergerak. Dia hendak berteriak. Tapi
suaranya tidak keluar. Ternyata jalan suaranya masih dikunci orang!
Cepat-cepat
gadis berkaki satu ini merangkak mendekati salah satu jendela kecil di dinding kiri
peti lalu mengintai keluar. Mula-mula dia hanya melihat kerimbunan hijau
daun-daun pepohonan. Lalu ada satu sungai kecil di kejauhan. Kemudian matanya
membentur sebuah bangunan candi yang sebenarnya sangat indah namun tampak
kusam, sebagian tertutup lumut karena tidak terawat
"Candi
Kalasan…" Ucap Sakuntaladewi dalam hati. Gadis ini masih heran dan terus
bertanya-tanya mengapa Empat Mayat Aneh membawa-nya ke candi tersebut Dikatakan
hendak menemui seseorang. Seseorang siapa? Apakah orang itu penghuni candi?
Setahu Sakuntaladewi candi itu tidak ada yang mendiami. Orang baru datang ke
candi dan bermalam di sana bilamana ada perayaan keagamaan.
Selagi
asyik memperhatikan keadaan di luar sana sementara peti mati melayang semakin
rendah siap mencapai dan menyentuh tanah tiba-tiba satu kaki dibalut gulungan
kain putih menjuntai di depan jendela menghalangi pandangan si gadis. Pasti
salah satu kaki dari Empat Mayat Aneh Tidak pikir panjang Sakuntaladewi cepat
menarik kaki itu kuat-kuat hingga yang ditarik berteriak kaget dan terjungkal
jatuh bergedebuk di tanah. Untungnya saat itu peti mati hanya tinggal satu
tombak dari tanah hingga yang terbanting tidak cidera. Yang kakinya ditarik
oleh Sakuntaladewi ternyata Mayat Aneh Keempat
Mayat
Aneh Keempat berdiri sambil dua tangan pegang! bagian bawah perut
"Dewi
Kaki Tunggal, untung kakiku yang kau tarik. Kalau sampai kau menarik…"
Tiga
Mayat Aneh lainnya melompat dan atas peti. Mayat Aneh Kedua membentak Mayat
Aneh Keempat "Pelihara mulut hanya bicara kebaikan!"
Mayat
Aneh Kedua berkata. "Kita sudah sampai. Sebaiknya kita keluarkan gadis itu
dan diantar ke dalam candi. Orang tua itu pasti sudah menunggu sejak lama
"
Tiga
Mayat Aneh lainnya mengangguk. Mereka melangkah mendekati peti lalu sama-sama
membuka penutup peti. Begitu penutup peti tersingkap lebar dan mereka melihat
ke dalam peti. kaget Empat Mayat Aneh bukan alang kepalang Sampai-sampai mereka
keluarkan seruan tertahan.
"Celaka
Apa yang terjad!" Mayat Aneh Kesatu berteriak.
"Mana
mungkin! Mana mungkin bisa kejadian seperti ini!" Mayat Aneh Ketiga Ikut
berseru.
Empat
pasang mata mendelik besar memperhatikan bagian bawah peti mati yang papannya
telah terlihat dalam keadaan jebol seperti habis dibongkar. Sosok Sukantaladewi
sama sekali tidak ada lagi di dalam peti!
"Geser
peti! Cepat!" Teriak Mayat Aneh Keempat
Empat
Mayat Aneh lalu mendorong peti mati hingga mereka bisa menyaksikan tanah yang
sebelumnya berada di bawah peb mati. Tanah itu dalam keadaan rata. Tidak ada
lobang, bahkan sedikit goresanpun tidak kelihatan!
"Kalau
tidak ada lobang, kemana gadis tadi perginya?!" Berkata Mayat Aneh Kesatu
sambil jitak-jitak keningnya sendiri.
"Kalian
berdua coba periksa ke dalam candi Mungkin gadis itu sudah ada di sana menemui
si orang tua!" Berkata
Mayat
Aneh Keempat pada Mayat Aneh Kedua dan Ketiga.
"Mana
mungkin begitu. Dia tidak tahu mau dipertemukan dengan siapa. Aku khawatir dia
sudah diculik Sihuhun Merah" Menjawab Mayat Aneh Kedua.
Kalau
kalian tidak mau menyelidik biar aku masuk sendiri ke dalam candi! Kalau terjadi
apa-apa dengan gadis itu kalian bertiga punya tanggung jawab!"
Mayat
Aneh Keempat Uru meleset memasuki pintu depan candi yang di atasnya ada
Lengkung Kala Makara. Baik Mayat Aneh Keempat maupun tiga saudaranya sama
sekali tidak memperhatikan kalau dari sepasang mata kepala patung pipih hiasan
pada lengkungan pintu memancar keluar asap tipis kehitaman.
Setelah
cukup lama menunggu Mayat Aneh Keempat masih belum keluar dari dalam candi tiga
Mayat Aneh lainnya mulai gelisah.
"Kita
harus sama-sama memeriksa masuk ke dalam candi sekarang jugal Aku punya firasat
tidak enak" Kata Mayat Aneh Kedua. Dua saudaranya menyetujui. Namun belum
sempat bergerak tiba-tiba di dalam candi terdengar suara Jeritan keras. Lalu
wuuttt! Satu sosok putih melesat keluar dari pintu candi dan braaak! Sosok itu
terkapar di halaman depan candi.
"Saudara
Keempat!" Teriak tiga Mayat Aneh ketika melihat yang tergeletak di tanah
adalah saudara mereka Mayat Aneh Keempat! Gulungan kain putih yang menyelubungi
sekujur tubuh dan kepala tampak hitam dan mengepul. Sosoknya mengeluarkan bau
sangat busuk
"Katakan
apa yang terjadi?! Kata Mayat Anah Ketiga.
"Siapa
yang menciderai dan melempar dirimu begini rupa?!" Mayat Aneh Kedua
bertanya.
Lalu
Mayat Aneh Kesatu susul bicara. "Apa kau menemui gadis berkaki satu itu di
dalam candi?!"
Mayat
Aneh Keempat membuka mulut Tapi tidak ada suara yang keluar. Malah dari mulut
Hu menyembur darah kental merah.
Mayat
Aneh Keempat keluarkan suara mengerang. Sepasang mata mendelik. Tangan kiri
memegang bagian bawah perut tangan kanan coba diangkat menggapai-gapai lalu
menunjuk ke arah candi.
"Ada
mahluk jahat mencelakai Mayat Keempat" teriak Mayat Kesatu marah.
“Tangkap
mahluk itu dengan Amu Memintal Kain Menjirat Arwah” Teriak Mayat Aneh Ketiga.
Bersama
dua saudaranya Mayat Aneh Ketiga ulurkan tangan kiri kanan ke arah pintu candi.
"Srettt
sreetf Wuuuttt!"
Gulungan
kain putih pada dua tangan tiga Mayat Aneh membuntal membuka Disertai kilauan
cahaya putih buntalan kain melesat masuk ke dalam candi lewat pintu depan
laksana enam anak panah lepas dari busurnya!
Di dalam
candi mendadak terdengar suara teriakan-teriakan aneh. Lalu satu gelombang
angin busuk bersinar kehitaman menerpa keluar candi menghantam tiga Mayat Aneh.
"Bahaya
besar. Tarik gulunganl Teriak Mayat Aneh Ketiga.
Enam
larik gulungan sinar putih yang tadi menembus masuk ke dalam candi kini mem
buntal membalik dan sreett. Gulungan kain berhasil kembali ke lengan tiga Mayat
Aneh. Namun ketiganya mencelat mental akibat sambaran asap kehitaman menghantam
tubuh mereka!
Di saat
yang bersamaan halaman depan Candi Kilasan telah dibuncah oleh bau luar biasa
busuk. Tiga Mayat Aneh yang tengah megap-megap menahan sakit akibat hantaman
asap hitam kini mendadak diserang rasa mual amat sangat Isi perut mereka
seperti jungkir balik, hidung seolah mau tanggal pemandangan berkunang dan kepala
laksana mau pecah. Wajah mereka yang tidak tertutup kain putih tampak hitam
pekat
“Tutup
jalan nafas! Bersihkan diri dengan ftmu Menguras Racun Menumpas Bisa"
Berteriak Mayat Aneh Kedua.
Tiga
Mayat Aneh rangkapkan dua tangan di depan dada. Lalu wuttfl Tubuh mereka
melesat satu tombak ke udara, berputar kembali ke tanah dengan kepala lebih
dulu
"Dess!Dess!Dess!"
Kepala
tiga Mayat Aneh menempel di tanah. Tubuh bergetar hebat lalu memancarkan cahaya
kehitaman dan mengepul. Perlahan-lahan wajah yang hitam kembali berubah putih
pucat
"Gadis
kaki satu itu tidak ditemui. Orang tua yang meminta kita membawanya kesini juga
tidak muncul! Kita benar-benar sudah tertipu!" Mayat Aneh Kedua berteriak
marah.
"Kita
masih bisa selamat tapi bagaimana saudara Keempat?!" Berkata Mayat Aneh
Kesatu sambil membalikkan tubuh, kembali berdiri di atas dua kakj.
Tiga
Mayat Aneh capat mendatangi Mayat Aneh Keempatyang masih tergeletak di tanah
dalam keadaan megap-megap dan wajah bersimbah darah.
"Membendung
Darah Menyerap Racun!" Mayat Aneh Ketiga berseru menyebut nama Ilmu
kesaktian sambil kembangkan telapak tangan di atas dada Mayat Aneh Keempat Dua
saudaranya segera melakukan hai yang sama. Dari telapak tangan itu memancar
cahaya putih mengandung tenaga menyedot yang dahsyat Namun sebelum Mayat Aneh
Keempat sempat ditolong tiba-tiba ada suara berseru.
"Salah
satu dari kalian sudah pantas menjadi tumbal kembali ke alam roh"
"Wusss!"
Dari
dalam candi melesat keluar satu larikan cahaya putih berbentuk tabir meHngkar
disertai menerpanya hawa luar biasa busuk. Di balik tabir tampak delapan sosok
samar hitam membentuk mahluk aneh telanjang mengerikan! Sementara itu bau busuk
semakin menggila menjadi-jadi.
“Tabir
Delapan Mayat”. Teriak Mayat Aneh Ketiga, Kedua dan Kesatu berbarangan. Di
tanah Mayat Aneh Keempat keluarkan suara raungan keras, melejang-lejang
beberapa kali lalu diam tak bergeming lagi.
*******************
15
MELIHAT
apa yang terjadi dengan saudaranya, tiga Mayat Aneh ikut meraung keras lalu
serentak pukulkan dua tangan ditujukan pada delapan sosok hitam dlbalik tabir
Enam
larik sinar putih menyambar ke arah delapan sosok hitam. Tabir menguak, delapan
sosok hitam angkat dua tangan ke atas lalu mulut meniup.
“Wusss!"
Enam
cahaya putih musnah. Tiga Mayat Aneh terpental jungkir balik, jatuh tumpang
tindih di tanah. Tubuh mengepul asap hitam dan baui Mayat Aneh Ketiga yang
berada di sebelah bawah berkata megap-megap.
“Tabir
Delapan Mayat! Sesuai suratan kita tidak mungkin menghadapi mereka. Lebih baik
lekas pergi dari sini. Bawa Mayat Aneh Keempat" Mayat Aneh Ketiga berkata
sambil berusaha keluar dari himpitan dua saudaranya
Delapan
sosok hitam busuk serentak melompat keluar dari balik tabir. Keadaan mereka
benar-benar mengerikan dan menjijikkan Tubuh hitam telanjang membusuk seperti
leleh. Dari rongga mata, lobang hidung, mulut dan telinga bergel atan puluhan
belatung hitam, lalu ada suara tapi tidak tahu yang mana yang bicara diantari
mereka.
"Kalian
mau kabur?! Enak sajal Sebelum kalian kami kirim ke alam roh untuk
selama-lamanya jawab dulu pertanyaan kami! Mana gadis berkaki satu yang kalian
bawa ke sini dalam peti mau"?!"
Tiga
Mayat Aneh saling pandang dan kedipkan mata. Mereka sendiri sebenarnya tidak
tahu kemana lenyapnya Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal. Mayat Aneh Kesatu
tiba-tiba menunjuk ke langit Delapan mayat busuk dongakkan kepala memandang ke
langit
Mayat
Aneh Kedua tudingkan ibu jari ke tanah. Delapan mayat busuk tundukkan kepala,
menatap ke tanah. Mayat Aneh ketiga perlahan-lahan tekan dan putar tumit kanan
ke tanah. Getaran menjalar ke arah peti mati. Peti bergetar, bagian bawah peti
pancarkan cahaya hitam kecoklatan Tiga Mayat Aneh tiba-tiba membuat gerakan berputar.
Gulungan kain putih melesat ke udara, mengeluarkan suara bising dan menutup
pemandangan. Satu gulungan menyambar ke arah sosok Mayat Aneh Keempat yang
tergeletak di tanah lalu wuutt! Sosok itu melesat ke udara, masuk ke dalam peti
mati. Tiga Mayat Aneh menyusul metompat masuk ke dalam peti.
"Pertanyaan
kami belum dijawab. Kalian mau kabur kemana?! Kalian mayat-mayat kesasar tidak
layak berkeliaran lebih lama di Bhuml Mataram!"
Salah
satu dari mayat busuk berteriak sambil menunjuk. Tujuh lainnya ikut menunjuk.
Di lain kejap delapan larik cahaya
hham
menyambar ke arah peti mati, siap menghancurkan pati yang hendak dipargunakan
Tiga Mayat Aneh untuk menyelamatkan diri bersama Mayat Aneh Keempat
"Delapan
Telunjuk Arwah Busuk" Teriak Mayat Aneh Kesatu yang mengenali serangan
ilmu jahat yang tengah dilancarkan Delapan Mayat busuk.
Bersama
dua saudaranya dia bukan saja tidak berani meneruskan masuk ke dalam pati mati
tapi juga sama-sama berseru tegang karena saudara mereka yang keempat telah
berada di dalam pati yang siap dihancurkan Delapan Mayat busuk sekejapan lagi
peti mati akan hancur musnah berkeping-keping lalu leleh tiba-tiba dari dalam
peti menyembul keluar sosok Mayat Aneh Keempat Kepala agak tergontal miring ke
kiri tapi dua tangan terpentang ke depan. Dua tangan ini memancarkan cahaya
perak menyilaukan, menebar hawa luar biasa panas dan menderu. Hawa panas luar
biasa menebar menyongsong datangnya serangan Delapan Terunjuk Arwah Busuk.
Ajaib di atas ajaib! Apakah saudara kita Keempat hidup kembali? Lalu bagaimana
dia bisa melancarkan serangan balasan begitu rupa? ilmu kesaktian apa itu?!
Aku…" Yang berteriak adalah Mayat Aneh Ketiga. Dua saudaranya ikut
melengak heran.
Lapat
lapat mendadak ada orang berteriak. "Weehhhh! Ternyata Candi Kalasan ada
petirnya! Baru tahu aku Disiang bolong pula! Kalian berdua tunggu di sini. Aku
mau melihat lebih dekat!"
Orang
yang barusan berteriak dibentak oleh seorang lain. "Jangan tolol! Kalau
kau mau mampus silahkan saja melompat ke sana!"
**********************
Belum
selesai Mayat Aneh Ketiga berteriak, dua larik cahaya putih perak berkilau
sudah saling berhantaman dengan delapan sinar busuk
Langit
laksana runtuh. Tanah seperti dhjoncang gempa. Peti mati hitam berderak-derak.
Sosok Mayat Aneh Keempat lenyap. Mayat Aneh Kesatu, Kedua dan Ketiga jatuh
bergelimpangan di tanah.
Delapan
Mayat busuk melompat mundur ke balik tabir hitam. Pandangan mata membabak
dipenuhi belatung liar. Delapan tenggorokan mengeluarkan suara menggeram Salah
satu dari mereka bicara dengan suara bergetar.
"Sinuhun
Merah! Kau mengatakan kami adalah segalagalanya! Ternyata saat ini Tabir
Delapan Mayat menghadapi kekuatan yang tidak bisa dimusnahkan!"
“Tabir
Delapan Mayat!" Tiba-tiba ada suara berucap datang dari kejauhan mengiang
di telinga Delapan Mayat busuk. "Jangan kalian berkecil hati! Kalian tetap
merupakan mahluk yang tidak akan terkalahkan Kalian tidak mengalami cidera
sedikitpun Tapi mahluk yang barusan menyerangmu taat ini berada dalam keadaan
terluka di dalam! Jangan berkecil hati! Pantang kecewa dan putus asal Saat ini
ada tugas lain lebih penting yang harus kau lakukan. Tugasmu di sini sudah ada
yang mewakili! Lekas ikuti aku!"
Mendengar
suara mengiang itu Delapan Mayat busuk bergerak mundur dua langkah lalu
berkelebat cepat membuat lingkaran. Tabir hitam tipis bergulung membunta!
"Wusss!"
Tabir
Delapan Mayat melesat ke udara, lenyap dari pemandangan.
Masih
dalam keadaan tegang, tiga Mayat Aneh mendekati peti mati untuk melihat keadaan
saudara mereka MayatAneh Keempat
Tiba-tiba
dari dalam peti mati muncul keluar sosok seorang pemuda berikat kepala putih
berpakaian putih. Rambut panjang menjulai sebahu. Mulut menyeringai tapi ada
lelehan darah di sela bibir pertanda dia menderita luka dalam. Tangan kiri
diangkat hendak menggaruk kepala namun belum tersentuh tiba-tiba lututnya
terlipat dan tubuhnya jatuh duduk di tanah, tersandar ke dinding peti mati.
"Astaga!
Dia!" Seru Mayat Aneh Kedua.
"Kesatria
Panggilanl Kau!" Mayat Aneh Ketiga mendekat sambil memegang bahu si
pemuda.
"Memang
aku!" Menyahuti pemuda yang tersandar ke
peti
mati. Mulut kembali mengulum seringai.
"Kau
terluka di dalam" Mayat Aneh Kesatu meraba dada si pemuda yang memang
adalah Kesatria Panggilan alias Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Aku
tidak apa-apa," jawab Wiro sambil berdiri dan menyeka lelehan darah.
"Saudara
kita Mayat Aneh Keempat" Tiba-tiba Mayat Aneh Ketiga berteriak Ingat
saudaranya.
"Aku
disini!"
Dari
dalam peti mati terdengar suara orang menjawab.
Sesaat
kemudian dari dalam peti mati mencogok keluar sosok Mayat Aneh Keempat Wajah
pucat tapi dua tangan sudah seperti biasa yaitu memegangi bagian bawah perut
dan mulut menyeringai!
"Kau…kau
tidak apa-apa? Kau tidak kembali ka alam roh?!" Tanya Mayat Aneh Kesatu.
"Husssl
Bicara yang baik-baik saja." Jawab MayatAneh Keempat Dia lalu menunjuk ke
arah Wiro yang tengah duduk bersila di tanah mengerahkan tenaga dalam dan hawa
sakti untuk mengobati luka dalam. Aliran hawa hangat dari kapak sakti yang ada
dalam tubuhnya Ikut membantu penyembuhan.
"Pemuda
itu menolongku. Aku tidak tahu bagaimana caranya dia menolong. Tubuhku terasa
dialiri hawa sejuk. Ketika dia tengah mengalirkan hawa sakti ke dalam diriku,
Delapan Mayat busuk menyerang ke arah peti dimana kami berada Pemuda itu
mengangkat dua tanganku dan melancarkan serangan balasan berupa pukulan laksana
petir melalui tanganku kiri kanan. Walau aku tidak terluka dan sembuh namun
agaknya dia mengalami luka dalam…"
"Hussl
Bicara yang baik-baik saja! Aku Juga sudah sembuh!" Wiro melompat dari
duduknya, batuk-batuk beberapa kali lalu tertawa geiak-gelak. Mayat Aneh
Keempat memeluk Wiro hingga sang pendekar Jadi mengkirik.
"Sobatku
dari negeri delapan ratus tahun mendatang. Aku Mayat Aneh Keempat mengucapkan
terima kasih. Kau telah menyelamatkan nyawa rohku…"
Wiro hanya
manggut-manggut lalu cepat-cepat melepaskan diri dari rangkulan Mayat Keempat
"Sobat
berempat ketika kalian meninggalkan Bukit Batu Hangus, bukankah kalian membawa
gadis berkaki satu bernama Dewi Kaki Tunggal itu?"
"Benar
sekali," Jawab Mayat Aneh Kedua.
Wiro
memandang ka arah pati mati. "Gadis itu tidak ada di sana. Ketika aku
menyelinap masuk, peti mati kosong. Lantainya seperti ada yang mencongkel.
Kemudian baru masuk saudara kalian Mayat Aneh Keempat.."
Mayat
Aneh Kesatu laki menceritakan apa yang terjadi Ceritanya diakhiri dengan
ucapan. "Kami berempat juga tidak tahu apa yang terjadi dengan gadis
berkaki satu itu. Dia sirna tanpa bekas, seolah angin berhembus…"
"Sahabat
berempat, aku pernah secara tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian dengan
Dewi Kaki Tunggal Kalian membawa gadis itu ke Candi Kalasan karena ada
seseorang yang menyuruh. Saat ini apa kalian mau memberi tahu siapa
orangnya…"
"Sebenarnya
ini satu rahasia besar," jawab MayatAneh Kesatu. Tapi karena kami sudah
curiga kalau kami ditipu dan orang itu mungkin saja adalah kaki tangan anak
buah Sinuhun Merah, maka kami merasa tidak perlu lagi merahasiakan
dirinya" Mayat Aneh Kesatu memandang dulu pada ketiga saudaranya seolah
minta persetujuan. Tiga Mayat Aneh sama anggukkan kepala. Mayat Aneh Kesatu
lalu kembali berpaling pada Wiro lalu berkata. "Orang yang menyuruh adalah
seorang Empu bernama Empu Semirang Biru…"
"Empu
Semirang Biru…" Wiro mengulang menyebut nama "Aku belum pernah
mendengar nama itu sebelumnya. Siapa adanya orang itu?"
"Dia
adalah Empu sakti yang membuat Keris Kanjeng Sepuh Pelangi atas perintah Yang
Mulia Sri Maharaja Mataram." Jawab Mayat Aneh Kesatu. Lalu menambahkan.
"Selain lenyapnya gadis berkaki satu dari dalam peti secara aneh, kami
berempat juga tidak menemui Empu itu disini. Padahal dia yang menyuruh kami
agar membawa si gadis ke Candi Kalasan…"
"Apa
Empu Semirang Biru menerangkan mengapa dia minta sahabat berempatmombawa gadis
itu ke Candi Kalasan?"
Mayat
Aneh Kesatu menggeleng. Tiga saudaranya ikut menggeleng.
"Agaknya
ada hubungan antara gadis itu dengan keris yang diciptakan sang Empu. Kalau
kalian memang tertipu berarti gadis itu dalam bahaya besar. Aku…"
Ucapan
Wiro belum selesai ketika tiba-tiba tanah di halaman Candi Kalasan terasa
bergetar. Bangunan candi tampak bergoyang.
Ada
mahluk raksasa mendatangi tempat ini Bisik Mayat Aneh Ketiga sambil mengusap
telinga
"Aku
mencium bau amis…" Ucap Mayat Aneh Kedua.
Terdengar
suara mengorok keras dari arah kiri. Wiro berpaling ke arah satu gundukan batu
besar di balik sebuah pohon Mahoni Dia tidak melihat apa-apa Ketika dia menoleh
ke bagian belakang Candi Kalasan pandangannya membentur sosok tinggi berjubah
biru dada berbulu, kepala botak bercula merah. Kumis dan janggut serta sepasang
alis hitam berkilat, mencuat ke atas. Mata besar yang memiliki bola mata sebuah
titik kedi bergerak liar berputar lalu mengarah pada Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Arwah
Ketua" Ucap Wiro. "Sebelumnya dia bermaksud jahat hendak membunuhku.
Kali ini kalau dia hendak melakukan kembali, aku tidak perduli larangan
Sepasang Arwah Bisul Aku akan menghabisinya!"
"Aku
mencium bau amis…" Mayat Aneh Kedua mengulang ucapan.
"Bau
amis itu adalah bau amis Ketua Jin Seratus Perut Bumi yang menyusup masuk ke
dalam tubuh Arwah Ketua. Ini semua perbuatan Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Aku
menaruh kasihan pada mahluk raksasa ini. Tapi kalau dia memang ingin
membunuhku, apa boleh buat Aku terpaksa menghabisinya lebih dulu!"
"Kalau
memang di dalam tubuhnya ada roh jahat Ketua Jin Seratus Perut Bumi. serahkan
pada kami. Biar kami mengulitinya Kata Mayat Aneh Ketiga lalu memberi tanda
pada tiga saudaranya.
"Kalian
akan mengulitinya?" tanya Wiro sambil menggaruk kepala heran. "Ah,
ini satu ilmu baru yang ingin sekali aku menyaksikannya "
Empat
Mayat Aneh saling menempelkan dua tangan satu sama lain. Lalu sama-sama
berseru. "Delapan Pisau Pengikis Arwah!"
"Sreett!"
Gulungan
kain putih yang membungkus tangan Empat Mayat Aneh bergulung membuka. Delapan
tangan tersingkap. Ujung tangan yang seharusnya berupa lima buah jari ternyata
berbentuk seperti pahat besar yang berkilauan saking tajamnya
Seperti
tadi, sayup-sayup terdengar suara orang bicara.
"Baru
kali ini aku melihat mahluk raksasa. Tinggi kekar, dada berbulu. Pasti kuat
sekali Hik… hik! Tapi sayang mukanya jelek. Tidak ganteng Aku tidak bernafsul
Hik..hik…hiki Aih! Apa itu? Delapan tangan berubah jadi pisau tajam. Eh. apa
Empat Mayat Aneh mau menyunat raksasa itu Oalal Hati-hati! Potongan daging
sunatannya pasti sekarung penuh. Bisa dibuat dendeng untuk orang sekampung!
Hik… hik… hik…!"
TAMAT
No comments:
Post a Comment