Cinta Tiga Ratu
WIRO
SABLENG
Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212
Karya:
Bastian Tito
********************
1
DI BAWAH
badai dahsyat yang melanda kawasan laut utara Datuk Api Batu Neraka, salah
seorang tokoh silat kepercayaan Ratu Laut Utara sampai di selatan Pulau
Karimunjawa. Dia datang bersama Ning Kameswari, seorang gadis cantik yang
merupakan pembantu Ratu Laut Utara sekaligus kekasih gelap sang Datuk. Mereka
sengaja mencari bagian pantai yang agak ketinggian agar dapat melihat jelas
keadaan di sekitarnya. Walau badai membuncah dan matahari belum muncul di ufuk
timur namun terpisah sekitar dua puluh langkah di hadapannya sang Datuk dapat
melihat dua orang berada di tepi pasir, di bagian pantai yang dangkal.
"Dua
orang itu, kau mungkin tidak kenal mereka. Tapi aku tahu mereka adalah Bujang
Gila Tapak Sakti dan Bidadari Angin Timur" kata Datuk Api Batu Neraka pada
Kameswari. Orang tua bersorban dan berjubah putih Ini mempunyai mulut lebar
mulai dari bawah kuping kiri sampai kuping kanan.Tenggorokan selalu
bergerak-gerak seperti dia tengah menelan sesuatu. Urat leher menyembul merah.
"Kameswari
sekarang saatnya kau pergi. Lakukan apa yang aku katakan. Tapi awas, jangan
membuat aku cemburu. Begitu tubuh si gendut itu panas kelojotan kau lekas
kembali ke sini. Aku akan menyambung pekerjaanmu. Sebentar lagi Sri Paduka Ratu
akan muncul untuk menantang dan memancing Bidadari Angin Timur.”
"Aku
siap pergi Datuk." jawab Ning Kameswari. Kedua orang ini telah lama
melakukan hubungan mesum. Sebagai imbalan Kameswari mendapatkan hadiah berupa
barang-barang berharga dalam bentuk perhiasan dan lain sebagainya.
"Setelah
semua urusan Ini selesai, kita akan tinggal beberapa hari di pulau ini untuk
bersenang-senang. Aku sudah meminta izin dari Ratu Laut Utara. Apakah kau
suka?"
Tentu
saja aku suka, Datuk. Jangankan beberapa hari, satu bulan purnama penuhpun aku
akan senang melayanimu. Asalkan kau tidak lupa memberiku hadiah. Kali ini tentu
lebih banyak dari yang sudahsudah," kata Ning Kameswari pula sambil
mengelus-elus janggut putih Datuk Api Batu Neraka yang diikat menjadi satu
dengan rambut dan kumis.
Datuk tua
tertawa girang. Sambil tangan kiri mengusap-usap belakang pinggul Kameswari dia
berkata. "Hadiah lebih banyak. Berarti tentunya kau akan melayaniku jauh
lebih hebat dari yang sudahsudah!” Kedua orang itu sama-sama tertawa. Datuk
Api Batu Neraka cium wajah Kameswari berulang kali lalu berkata. “Sebelum pergi
coba aku periksa dulu tabung yang kau bawa.”
Ning
Kameswari ambil sebuah tabung bambu yang tergantung di pinggangnya. Datuk Api
Batu Neraka membuka kain tebal penutup tabung. Hawa panas menebar keluar dari
dalam tabung disertai membersitnya cahaya redup kebiruan. Si orang tua Jauhkan
sedikit wajahnya dari mulut tabung lalu memperhatrkan. Dalam kegelapan dia
masih bisa melihat tujuh ekor kalajengking biru bergerak-gerak di dalam tabung.
Umumnya kalajengking berwarna hitam. Warna biru merupakan pertanda bahwa tujuh
binatang itu merupakan kalajengking jenis langka dan memiliki racun yang sangat
jahat.
***********************
BUJANG
Gila Tapak Sakti berada di dalam laut sampai sebatas bahu. Kopiah hitam kupluk
dibenam dalam-dalam di atas kepala agar tidak diterbangkan badai. Kipas kertas
kesayangan disimpan di bawah kopiah Hu. Di belakangnya si cantik berambut
pirang Bidadari Angin Timur berdiri menempelkan dua telapak tangan ke punggung
pemuda gemuk itu.
"Gendut,
aku sudah siap…" Berkata Bidadari Angin Timur.
"Aku
Juga! Awas, jangan ada niat mau main-main daiamotakmu.Kita tengah menghadapi
urusan besar. Kalau bukan lawan maka kita yang akan jadi bangkai!" Jawab
Bujang Gila Tapak Sakti Pemuda bertubuh gemuk dengan berat ratusan kati ini
segera pancarkan tenaga dalam yang berpusat di pusar.
Sementara
di belakangnya Bidadari Angin Timur mulai menyalurkan seluruh tenaga dalam yang
ada ke tubuh Bujang Gila Tapak Sakti sehingga kekuatan tenaga dalam dan hawa
sakti yang ada di tubuh si gendut itu Jadi berlipat ganda dan bukan olah-olah
hebatnya.
"Dess!
Desss! Dess!"
Asap
kelabu yang menebar hawa luar biasa dingin mengepul keluar dari telinga, hidung
dan mulut Bujang Gila Tapak Sakti. Sementara hawa dingin yang keluar dari dalam
tubuh pemuda sakti Itu menderu dahsyat Bukan saja menahan terpaan badai tapi
sekaligus mengalir masuk ke dalam air laut, turun ke bawah Jauh mencapai dasar
samudera dimana terletak Istana Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut Utara.
Bangunan
Istana yang terbuat dari batu pualam diseling batu karang hitam laksana dibenam
dalam gumpalan es. Gundukan-gundukan putih menyerupai salju menyelimut
dimana-mana terutama di bagian atap yang memiliki tiga menara. Ribuan ikan
melesat ke permukaan mencari selamat dan berenang menjauhi kawasan itu. Ratusan
diantara Ikan-ikan Hu dilempar gelombang, bertebaran di pantai, menggelepar
sebelum menemui ajal. Siapapun mahluK yang ada dalam Istana Bawah Laut dan
tidak sanggup melawan hawa dingin akan segera menemui kematlnn kalau tidak
cepat-cepat naik selamatkan diri ke permukaan air laut. Puluhan pengawal dan
pelayan Istana berenang ke atas untuk cari selamat. Kebanyakan dari mereka
menemui ajal secara mengenaskan. Di pantai ratusan bangkai ikan bertumpukan
bercampur dengan belasan mayat manusia!
Mahluk
Jin Durna Rawana peliharaan dan pembantu Ratu Laut Utara mengusap kepala
botaknya berulang kali. Saat itu dia duduk di atas salah satu dari tiga menara
Istana tengah berjaga-jaga sesuai perintah Ratu Laut Utara. Dia satu-satunya
orang Ratu Laut Utara yang masih ada di tempat itu. Mahluk yang Sekujur
tubuhnya berwarna kuning dan tertutup bulu lebat serta memiliki tiga buah mata
ini mulai merasa gelisah. Kegelisahan itu bukan saja karena adanya hawa dingin
aneh yang mencucuk masuk ke dalam tubuhnya tapi juga karena di atas sana dia
tidak lagi mendengar suara tiupan seratus anak buahnya yang diperintahkan
menciptakan badai. Sementara getaran badai yang sampai ke tubuhnya terasa
mengendur.
Jin
bertubuh raksasa yang hanya mengenakan cawat ini alirkan hawa panas ke seluruh
tubuh sampai ke kepala Namun apa yang dilakukannya tidak mampu menolak hawa
dingin yang menyerang semakin hebat Rahang bergemeletukan, dua taring basah
merah bergetar.
"Apa
yang terjadi dengan diriku. Air laut berubah jadi sangat dingin Aneh! Lebih
aneh lagi aku tidak mampu melawan hawa dingin itu. Di atas sana, aku tidak
mendengar seratus anak buahku meniup badai. Apa yang terjadi dengan
mereka?"
Tidak
menunggu lebih lama Jin Durna Rawana segera melesat naik ke permukaan laut DI
dalam gelap dia tidak melihat seorangpun dari seratus anak buahnya Yang tampak
ratusan bangkai ikan mengapung lalu beberapa mayat manusia dan selanjutnya, ini
yang mengagetkan Durna Rawana. Dia melihat puluhan benda putih sebesar batangan
pohon pisang mengapung di permukaan laut.
Penuh
curiga Durna Rawana hampir! satu benda putih yang paling dekat. Dia meraba.
Tangannya tersengat hawa dingin luar biasa.
"Gumpalan
es! Menyerupai sagu atos! Apa yang ada di dalam gumpalan Ini.
Jangan-jangan…." Durna Rawana yang merasa curiga segera hantamkan tangan
kanannya.
"Braakk!"
Benda
putih hancur berentakan laiu leleh masuk ke dalam laut Begitu gumpalan putih
hancur maka menyembul sosok anak buahnya. Jin bertubuh seukuran manusia
bertubuh pendek, berkepala botak, bermata merah dan bermulut tebar. Sosok jin
ini menggeliat satu kafi, keluarkan suara mengering lalu semburkan cairan dari
mulut. Tubuh mengepulkan asap merah. Sesaat kemudian ujud dan asap lenyap dalam
kegelapan.
"Kurang
ajar! Ada orang sakti membunuh peliharaanku dengan hawa dingin! Bangsat! Aku
mau tahu siapa jahanamnya!"
Durna
Rawana bertindak cepat. Semua benda putih yang mengapung di permukaan laut
dihancurkan. Ternyata benda putih ini adalah semua anak buahnya yang telah
dibalut es. Dari seratus jin hanya enam puluh dua orang yang bisa diselamatkan
. hidup-hidup. Sisa tiga puluh delapan tidak tertolong, menemui kematian,
berubah jadi asap merah lalu lenyap ditelan kegaiban.
Kepada
yang masih hidup Durna Rawana berteriak.
"Kalian
semua lekas menghilang! Lakukan tiupan badai dari alam gaib! Aku akan mencari
siapa bangsat yang membunuh kawan-kawan kalian!"
Mendengar
perintah pimpinan mereka enam puluh dua jin keluarkan suara seperti anjing
meraung lalu tubuh mereka hampir bersamaan lenyap dari pandangan mata.Tak lama
kemudian badai yang tadi mulai mereda kini kembali menderu hebat walau tidak
sedahsyat sebelumnya.
Niat Jin
Durna Rawana untuk mencari siapa yang membantai tiga puluh delapan anak buahnya
terhalang karena Datuk Api Batu Neraka yang datang menemuinya memerintah agar
dia segera kembali ke dasar laut untuk menjaga Istana.
Walau
marah namun Durna Rawana terpaksa mematuhi karena di Kerajaan Bawah Laut Ratu
Laut Utara kedudukannya memang berada di bawah Datuk Api Batu Neraka.
Sebenarnya Durna Rawana sudah lama membenci sang Datuk. Apa lagi diam-diam dia
juga menaksir Ning Kameswari. Namun yang bisa dilakukannya sampai sebegitu Jauh
hanya mendendam dan mengeluarkan ancaman di dalam hati.
********************
2
BADAI
yang oleh Nyi Roro Manggut disebut sebagai badai setan masih terus menggila.
Disebut badai setan karena diciptakan oleh mahluk jin bernama Durna Rawana
peliharaan Ratu Laut Utara yang memiliki seratus anak buah. Durna Rawana
memerintahkan mereka muncul ke permukaan laut. Setelah merapal mantera maka
seratus jin meniup. Saat itu juga di tengah laut utara menderu badai dahsyat,
laut dibuncah gelombang luar biasa besar dan tinggi, menggemuruh menyapu ke
arah pantai. Beberapa penampungan nelayan yang terletak sepanjang pantai utara
porak poranda. Penduduk berlarian ketakutan menyelamatkan nyawa. Belum pernah
mereka mengalami kejadian mengerikan seperti Ini. Belasan perahu penangkap ikan
beserta nelayan yang ada di atasnya lenyap amblas tak berbekas, ditelan
gelombang, masuk ke dalam laut.
Telah
dituturkan sebelumnya dalam sertai Wiro Sableng bejudul "Badai Laut
Utara" bagaimana Pendekar 212 Wiro Sableng bersama Ratu Duyung sampai di
pantai laut utara dalam mengejar pencuri Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru.
Petunjuk dalam cermin sakti menyatakan bahwa mahluk yang mencuri batu sakti
itu yakni Nyai Tumbal Jiwo alias Ratu Duyung jejadian telah menemui ajal dan
batu milik Nyai Roro Kidul itu kini berpindah tangan. Melihat arah lenyapnya
batu mustika terjadi di kawasan laut utara Ratu Duyung dapat memastikan bahwa
batu tersebut kini berada di bawah kekuasaan Ratu Laut Utara.
Untuk
mendatangi Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut Utara guna mengambil batu sakti dari
tangan Sang Ratu penguasa tidak mudah. Selain Ratu Laut Utara memiliki ilmu
kesaktian tinggi dia juga mempunyai banyak pembantu sakti mandraguna termasuk
Jin Durna Rawana yang punya seratus anak buah.
Setelah
melakukan samadi untuk berhubungan langsung dengan Ratu Agung Nyai Roro Kidul
Penguasa Laut Selatan, Ratu Duyung mendapat petunjuk bahwa satu-satunya cara
untuk dapat menerobos masuk ke dalam Kerajaan Bawah Laut Utara Wiro harus
menerapkan Ilmu Meraga Sukma yang didapatnya dari Nyai Roro Kidul melalui nenek
sakti Nyi Roro Manggut
Ternyata
Ratu Laut Utara yang kini memiliki seorang pembantu berkepandaian tinggi yakni
Purnama, berhasil mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Pendekar 212 Wiro
Sableng. Bersama Purnama yang telah dibuat menjadi pengikutnya dibawah tenung
sirapan Ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat Hati Ratu Laut Utara melesat kepermukaan
laut, bergerak ke arah pantai dimana murid Sinto Gandeng tengah duduk bersila
menerapkan Ilmu Meraga Sukma.
Wiro
memang berhasil mengeluarkan sukmanya dan masuk ke dalam laut utara namun hanya
beberapa saat setelah hal Hu dilakukan Ratu Laut Utara didampingi Purnama
sampai di tepi pantai tempat dimana raga kasar sang pendekar berada. Sang Ratu
yang telah membawa senjata penangkal yakni sebilah bambu kuning sepanjang tiga
jengkal berujung runcing secepat kilat menancapkan bambu itu ke leher Wiro.
Ratu
Duyung berusaha mencegah tapi terlambat.
"Craass!"
Ratu
Duyung terpekik.
Bambu
kuning menancap amblas, masuk di leher kiri, tembus ke leher kanan Pendekar
212! Anehnya tidak ada darah mengucur. Tak ada Jerit kesakitan keluar dari
mulut Wiro. Namun kejap itu juga, tubuhnya kehilangan bobot. Laksana daun
kering sambaran angin membuat Wiro mencelat ke arah laut Selagi melayang di
udara gulungan ombak besar menerpa hingga tubuh itu kembali terpental,
terguling-guling di pasir pantai hingga akhirnya tergeletak terkapar di depan
satu gundukan batu yang terbongkar akibat hantaman badai.
"Wiror
Ratu
Duyung menjerit keras. Dia melompat mengejar. Namun sebelum mampu mencapai sang
pendekar, Ratu Laut Utara telah lebih dulu melesat dan menyambar tubuh Wiro.
Kakinya di hentakkan ke pasir hingga bagian pantai di tempat itu bergetar
seperti digoyang gempa. Membuat Ratu Duyung yang hendak mengejar terhuyung-huyung
hampir jatuh. Selagi Ratu Duyung berusaha mengimbangi diri kesempatan
dipergunakan Ratu Laut Utara untuk memanggul Wiro lalu berkelebat membawa lari
Pendekar 212 ke arah timur.
"Perempuan
jahat! Jangan harap kau bisa lari!" Teriak Ratu Duyung dan cepat mengejar.
Namun mendadak berkelebat satu bayangan biru menghadang. Gerak Ratu Duyung
tertahan. Sepasang mata biru membeliak besar, tak percaya melihat siapa yang
ada di hadapannya.Tegak berkacak pinggang sambil sunggingkan senyum mengejek.
"Purnama
sahabatku! Aku benar-benar tidak percaya. Kau bergabung dengan orang-orang laut
utara! Kau menjadi kaki tangan Ratu Laut Utara!Mungkinkah aku salah menduga?!’
Senyum
sinis pupus dari wajah Purnama. Mulut berucap menjawab perkataan Ratu Duyung.
"Kau
tidak salah menduga. Aku tidak melihat ada salahnya kau bergabung dengan
orang-orang laut selatan. Lantas apakah ada salahnya kalau aku bergabung dengan
orang-orang laut utara?!"
"Gila.
Purnama, apa yang terjadi dengan dirimu?! Kau mengkhianati para sahabat! Kau
mengkhianati Wiro."
Purnama
tertawa. "Aku mungkin mengkhianati para sahabat Tapi aku tidak
mengkhianati Wiro.Tidak akan pernah. Dia akan segera menjadi pimpinan kami di
Kerajaan Laut Utara. Kami akan menguasai rimba persilatan. Di laut dan di
daratan. Delapan penjuru angin! Ha… ha… ha!"
Rahang
Ratu Duyung menggembung. Bola matanya yang biru laksana dikobar! api.
"Gusti
Allah. Apa yang terjadi dengan gadis alam roh ini? Dia tidak seperti dirinya.
Aku melihat ada sesuatu yang aneh pada sinar matanya." Lalu dengan suara
selembut mungkin dia berkata."Pumama,apa kau sadar pada semua yang barusan
kau ucapkan? Semua apa yang kau perbuat?"
Jawaban
Purnama justru sangat mengejutkan.
"Ratu
Duyung, aku diberi wewenang untuk membunuhmu! Aku masih mau memberi kesempatan!
Pergilah sebelum pikiranku berubah!"
Pertarungan
antara dua gadis cantik itu, satu dari alam sakti laut selatan dan satu lagi
dari alam gaib 1200 silam tidak dapat dihindari.
Purnama
memulai dengan serangan yang disebut Menahan Raga Menyerap Tenaga untuk
melumpuhkan Ratu Duyung. Sebaliknya Ratu Duyung menangkis sambil balas
menggempur dengan pukulan Genta Biru Menatap Langit.
Begitu
dua kekuatan serangan sakti saling bertabrakan di udara, satu dentuman
menggelegar dahsyat.
Ratu
Duyung terjajar ke belakang nyaris Jatuh terkapar di tanah. Purnama sendiri
terjengkang di pasir dengan wajah pucat pasi. Gadis dari Latanahsilam ini
menyadari kalau lawan memiliki tenaga dalam satu tingkat lebih tinggi.
Perlahan-lahan
Purnama bangkit berdiri. Air muka yang membesi serta sikap berdirinya Jelas dia
siap melancarkan serangan kedua.
********************
3
RATU
Duyung menatap tak berkesip. Dalam hati gadis ini membatin. "Sesuatu telah
terjadi dengan dirinya Aku yakin! Ratu Laut Utara telah mencuci otaknya dengan
mantera jahat! Aku pernah menyirap kabar Ratu Laut Utara mencuri semacam ilmu
penunduk hati ketika masih menjadi pembantu Nyai Roro Kidul. Walau cuma separuh
yang didapatnya sebelum ketahuan namun mungkin dia telah mampu mengembangkan
menjadi ilmu hitam yang bisa mencelakakan siapa saja! Mungkin Nyi Kuncup
Jingga? Aku masih belum melihat tua bangka satu itu!"
"Purnama!
Bagaimanapun juga kau adalah sahabatku! Jika kau tidak mau sadar aku terpaksa
menjatuhkan tangan keras padamu!"
Purnama
tertawa panjang mendengar kata-kata Ratu Duyung.
"Jangan
membalik kenyataan. Aku yang tadi telah lebih dulu mengampuni selembar nyawamu!
Ternyata kau keras kepala. Sekarang aku tidak punya belas kasihan lagi
terhadapmu! Aku hanya akan ikut bersedih Jika kelak Wiro meratapi
kematianmu!"
Purnama
lalu keluarkan ilmu Menyusup Bumi Menghancurkan Bala.Tubuhnya masuk ke dalam
tanah sampai sebatas bahu. Dengan cara begini dia mampu menyerap kekuatan
tenaga bumi sampai sedalam tiga lapis. Begitu tubuhnya melesat keluar Purnama
menghantam dengan serangan Kutuk Alam Gaib Lapis Ketujuh.
Jangankan
manusia biasa, mahluk alam roh seperti Nyai Tumbal Jiwo saja bisa menemui ajal
dengan tubuh tercabik-cabik. Apa lagi kini di dalam tubuh Purnama mendekam
kekuatan tenaga dalam serta hawa sakti yang luar biasa hebatnya!
Ratu
Duyung Wni sadar kalau lawan benar-benar punya niat jahat hendak membunuhnya.
Tidak mau berlaku ayal Ratu Duyung lepaskan dua pukulan tangan menyilang serta
kedipkan mata. Empat larik sinar biru menyambar ke arah Purnama. Dua yang dari
mata merupakan ilmu Inti Biru Laut Selatan sedang yang berkiblat dari dua
tangan membentuk pedang bersilang adalah Dua Genta Melanda
Samudera.
Sebelumnya tidak pernah orang kepercayaan Nyai Roro Kidul ini melepas dua
pasang ilmu sakti itu sekaligus secara berbarangan!
Dua
dantuman dahsyat menggelegar menindih deru badai. Laut bergejolak. Gelombang
membuncah dan tepian pantai laksana digetari gempa. Dua Matan menyilaukan
bertabur di udara. Bersamaan dengan itu dua gadis yang barusan saling serang sama-sama
keluarkan jeritan keras. ‘
Purnama
terkapar di pasir, diam tak berkutik. Di kening dan dada pakaiannya ada tanda
berbentuk garis hangus bersilang. Mulut keluarkan suara mengerang. Dia berusaha
kerahkan tenaga dalam, menggeliat beberapa kali lalu mencoba bangkit namun
jatuh terduduk. Sepasang mata membeliak, tubuh menghuyung lemas.
Ratu
Duyung sendiri saat Itu tampak duduk bersimpuh di pasir pantai. Walau wajah
kelihatan segar namun saat itu dari, telinga, hidung serta sudut bibir tampak
lelehan darah. Dada turun naik. tarikan dan lepasan nafas mengeluarkan suara
menguik. Dia kerahkan seluruh kekuatan yang ada.Tiba-tiba gadis ini bertenak
keras.Tubuh melesat di udara sejajar pasir laksana seekor burung elang siap
menyambar mangsa.Tangan kanan membentuk tinju, diarahkan ke depan. Sesaat lagi
pukulan Genta Laut Selatan yang dilancarkan Ratu Duyung akan mendarat dan
menghancurkan kepala Purnama tiba-tiba dua orang berkelebat dibawa den. angin
badai dan tebaran pasir. salah seorang dari mereka beteriak.
"Tahan
serangan! Jangan pukul!"
Saat itu
juga ada orang bertangan kuat mencekal tangan kanan Ratu Duyung hingga dia tak
mampu menggerakkan apa lagi meneruskan serangan. Orang yang sama lalu mendorong
tubuhnya hingga terguling di pasir. Pukulan Genta Laut Selatan menghantam udara
kosong, membuat tebaran pasir yang dihembus badai berpijar merah!
Di tempat
lain Purnama merasa dua totokan melanda pangkal lehernya.Tubuhnya serta merta
pancarkan cahaya biru pelindung diri.Dua totokan buyar. Namun dua totokan lagi
datang menyusul, mendarat telak di dua urat besar di bagian punggung.Tak ampun
lagi gadis dari alam gaib ini melosoh ke pasir.Tubuh tak mampu bergerak. Mulut
masih bisa bersuara dan mata masih sanggup melihat serta mengenali.
"Nek…"
Purnama
kembali kerahkan tenaga dalam.Tubuh mampu menggeliat. Namun satu totokan lagi
bersarang di ubun-ubunnya. Kali Ini membuat dia melosoh ke pasir tak ingat
apa-apa lagi.
Dua orang
yang muncul ternyata adalah Nyi Roro Manggut dan Kembaran Ketiga Eyang Sepuh
Kembar Tilu. Nyi Roro Manggut berkata pada sahabatnya. "Nenek Kembaran
Ketiga Kau jaga Ratu Duyung! Aku akan mengejar Ratu Laut Utara! Dia menculik
Wiro. Aku juga melihat ada bayangan batu mustika biru di dadanya!"
"Nyi
Roro Manggut," menyahuti Kembaran Ketiga Eyang Sepuh KembarTilu."Kau
saja yang menolong, Ratu Duyung. Kau lebih tahu dirinya dari pada aku.
Biar aku
yang mengajar Ratu Laut Utara!" Lalu tanpa menunggu lagi si nenek
berkelebat ke arah timur, ke jurusan lenyapnya Ratu Laut Utara yang memboyong
Pendekar212.
Nyi Roro
Manggut berusaha mencegah namun nenek Kembaran Ketiga Eyang Sepuh Kembar Tilu
telah lenyap. Nyi Roro Manggut tarik nafas dalam. Dia merasa kawatir.
"Nenek kembar manusia alam roh," katanya perlahan. "Bagaimanapun
juga ketinggian ilmumu, kau tidak tahu seluk beluk di kawasan laut utara.
Sekali kau terperangkap dalam kelicikan nyawamu akan minggat ke alam roh untuk
selama-lamanya!"
"Nyi
Roro," tiba-tiba Ratu Duyung keluarkan suara. "Lekas kau Ikuti nenek
itu. Dia bisa celaka jika berani masuk ke dalam laut utara."
"Aku
sudah mencegah tapi dia bersikeras mau pergi sendiri.Lagi pula aku harus
menolongmu. Untung tadi pukulan Genta Laut Selatan yang kau lepaskan hanya
menghantam udara kosong. Kalau sampai menghantam telak kepala gadis alam gaib
itu, kau memang bisa membunuhnya, tapi keselamatanmu sendiri terancam. Seluruh
tenaga dalam serta kesaktian yang kau miliki akan terkuras ludas! Kau akan
menjadi seorang nenek jompo yang tiada daya!"
Wajah
cantik Ratu Duyung berubah pucat. Dia menyadari apa yang dikatakan si nenek itu
memang betul adanya
"Nyi
Roro Manggut, jangan perdulikan diriku. Nenek satu itu harus ditemukan kembali!
Lekas pergi! Aku harus memulihkan tenaga lebih dulu!"
Nyi Roro
Manggut yang berambut panjang putih selutut hanya mengangguk-angguk. Dalam hati
dia berkata. "Wiro memang perlu diselamatkan. Batu mustika harus didapat
kembali. Tapi nenek kembar alam gaib Itu nekad pergi sendirian, aku punya
dugaan dia ingin menyelamatkan Wiro karena diam-diam menyukai pemuda itu.
Mungkin dia tidak pernah menduga kalau akupun menyukai Wiro. Hik… hik!" Si
nenek yang bertubuh cebol dan mengenakan jubah hijau menatap wajah Ratu Duyung.
Hatinya kembali berucap. "Aku tahu, gadis ini sangat mencintai Wiro. Aku
menyirap kabar kepergiannya ke puncak Gunung Gede menemui Kiai Gede Tapa
Pamungkas adalah untuk membicarakan soal perjodohan. Jangan-jangan sang Kiai
sudah menikahkan mereka. Kalau itu sampai terjadi berapa banyak gadis cantik
yang akan meratap menangis diri, mungkin patah hati dan mungkin pula bisa bunuh
diri. Hik…hik. Aku saja yang sudah nenek peot begini bisa terenyuh sedih karena
merasa kehilangan. Aku ingat waktu aku merubah diri jadi gadis cantik ketika
dia datang ke istana Nyai Roro Kidul di samudera selatan. Hik… hik. Aku
merayunya sewaktu dia meminta Ilmu Meraga Sukma. Ternyata dia memang tidak bisa
dibujuk dengan tubuh bagus dan wajah cantik. Ratu Duyung, kau seharusnya merasa
bahagia karena selalu berdekatan dengan pemuda itu dibanding dengan sekian
banyak gadis lain yang mancintalnya.Tapi sekarang nasib keadaan dirinya…"
Ratu
Duyung seka darah yang membasahi hampir separuh wajahnya lalu cepat-cepat duduk
bersila. Mata dipejam. Kerahkan hawa sakti dan perlahan-lahan coba alirkan
tenaga dalam. Ketika dia merasakan keadaan dirinya mulai pulih dan membuka
sepasang mata birunya kembali dia terkejut dapatkan Nyi Roro Manggut masih
berada di tempat itu.
"Nyi
Roro, kau masih di sini?!"
"Ratu
Duyung, aku tidak mungkin meninggalkan kau sendirian dalam keadaan lemah
seperti ini. Sementara badai belum reda aku mencium bahaya besar sekeliling
kita."
Ratu
Duyung memandang berkeliling.
"Kau
benar Nyi Roro. Bahaya besar sekeliling kita. Buktinya Purnama tidak ada lagi
di tempat ini."
Nyi Roro
Manggut sampai tersedak saking terkejut Dia berpaling ke arah mana sebelumnya
Purnama tergeletak. Apa yang dikatakan Ratu Duyung memang benar. Purnama tak
ada lagi di tempat itu!
"Tadi
mata dan pikiranku terpusat pada dirimu. Aku sudah kecolongan!" Nyi Roro
Manggut menyesali diri.
"Syukur
kalau cuma kecolongan." Sahut Ratu Duyung."Kalau orang yang melarikan
Purnama mau, dia pasti bisa membokong dan paling tidak mencelakai salah seorang
di antara kita!"
********************
4
RATU LAUT
Utara lari laksana terbang sepanjang pantai dengan memanggul raga atau tubuh
kosong Pendekar 212 ke arah timur. Di satu tempat dia berputar talam ke arah
kiri, berkelebat ke sebuah bukit batu yang cukup tinggi dan terjal. Lalu dari
bukit ini dia melompat terjun memasuki laut yang masih dibuncah badai. Siapapun
yang melihat akan menduga bahwa Ratu Laut Utara membawa Pendekar 212 ke Istana
Bawah Laut miliknya yang terletak di dasar samudera laut selatan. Pada hal ini
semua adalah tindakan untuk mengelabui belaka. Karena tak selang berapa lama
perempuan cantik berusia 40 tahun berpakaian biru Ini menyembul di pantai Pulau
Menjangan Besar yang tertelak berseberangan di barat daya Pulau Karlmunjawa.
Pulau
kecil yang jarang didatangi orang Ini tampak gelap. Badai yang melanda laut
utara Ikut memporakporandakan pulau ini. Pepohonan bertumbangan terutama yang
tumbuh sekitar pantai bertumbangan.
Meskipun
cuaca masih gelap namun Ratu Laut Utara mampu berkelebat cepat. Satu pertanda
dia cukup mengenal keadaan dan liku-liku pulau ini. Di depan deretan tiga pohon
waru di bagian tengah pulau Ratu Laut Utara hentikan lari. Kaki kanan
dihentakkan tiga kali ke tanah. Saat itu juga secara aneh pohon waru di sebelah
tengah bergeser ke belakang Pada bekas geseran terlihat sebuah lobang cukup
besar. Di bagian bawah lobang tampak tangga batu menuju ke bawah. Aneh, ada
cahaya terang di dalam sana.
Sekali
berkelebat Ratu Laut Utara telah lenyap masuk ke dalam lobang. Pohon waru besar
bergeser ke depan menutup lobang. Di bawah tanah pulau Ratu Laut Utara berjalan
cepat melewati satu lorong cukup panjang. Pada jarak-jarak tertentu, di dinding
lorong terdapat obor. Cahaya obor inilah rupanya yang merambas dan terlihat
dari luar.
Di satu
tempat lorong bercabang dua. Tepat di pertengahan cabang ada dinding lorong
berwarna merah berbentuk segi empat seperti pintu. Ratu Laut Utara turunkan
sosok Pendekar 212 didudukkan di lantai lorong menghadap ke arah dinding merah.
"Pendekar,
pujaan hati tambatan jiwaku. Duduklah dengan tenang. Harap kau mau bersabar
sampai aku mendatangkan sukmamu dan masuk kembali bersatu dengan ragamu.
Sebelum aku membawamu ke ruangan bernama Ruang Penantian Cinta, aku ingin
seseorang melihat dan mengetahui kehadiran dirimu di tempat ini."
Sosok
Pendekar 212 terduduk tak bergerak. Mata nyalang tapi tak melihat, mulut
terbuka tapi tak bisa bicara. Bambu kuning masih menancap di leher. Ratu Laut
Utara dekap pipi pemuda itu dengan kedua tangan lalu mencium keningnya.
"Wiro
walau baru kali ini kita saling berjumpa, sejak sekian lama aku telah
memutuskan bahwa kaulah satu-satunya kekasihku. Lebih dari dua puluh empat
purnama aku menantikan kedatanganmu. Akhirnya kau hadir juga. Wiro kekasihku,
aku telah mempersiapkan segala sesuatunya. Kita berdua akan menguasai rimba persilatan,
delapan penjuru daratan, delapan penjuru lautan…"
Setelah
mengecup bibir sang pendekar Ratu Laut Utara mundur dua langkah. Telapak tangan
kanan ditempelkan di dinding merah. Tenaga dalam dialirkan. Terdengar suara
berdesir. Dinding batu bergerak ke samping, membuka ruangan sebentuk pintu yang
dibatasi enam jalur besi hitam sebesar betis. Di antara celah-celah jeruji besi
terlihat satu ruangan batu tak seberapa besar.
Dari
dalam ruangan ini menghampar bau tidak sedap. Di sudut ruangan sebelah kiri ada
satu obor kecil yang nyala apinya tampak berkedap kedip. Pada dinding sisi
sebelah kanan terlihat satu tempat tidur batu. Di ujung tempat tidur batu,
duduk bersandar ke dinding seorang perempuan berambut kusut riap-riapan.
Sepasang mata terpejam. Wajah, pakaian serta tubuhnya kotor, diselimuti daki
yang nyaris membentuk lumut dan menebar bau busuk. Salah satu kaki diikat
dengan rantai besi besar. Ujung lain dari rantai ini ditanam di lantai ruangan.
Tangan kanan sebatas pergelangan sampai ke ujung jari berwarna hitam. Uma jari
tampak bengkok dan nyaris tanpa kuku.
Siapakah
gerangan perempuan malang yang ada dalam ruangan berupa penjara itu? Dia bukan
lain adalah Ayu Lestari, Ratu Laut Utara yang asli. Beberapa tahun silam Ratu
Laut Utara yang sekarang, yang bernama Nyi Harum Sarti, dan sebelumnya adalah
anak buah Nyai Roro Kidul, merebut tahta Kerajaan Bawah Laut dari tangan Ayu
Lestari. Ratu yang asli dipenjarakan. Selama ini Ayu Lestari tidak bisa dibunuh
dan konon pada 300 hari mendatang dia baru bisa dihabisi yaitu pada saat
kesaktian yang masih melekat di tubuhnya lenyap.
"Perempuan
celaka di dalam ruang batu!" tiba-tiba Ratu Laut Utara berteriak keras.
"Buka matamu! Lihat siapa yang hadir bersamaku!"
Orang
yang duduk di tempat tidur batu dengan kaki terbelenggu rantai besi ke lantai
ruang batu tidak bergerak. Dua mata tetap saja tertutup.
Ratu Laut
Utara menyeringai gusar. Tangan kiri betulkan letak mahkota emas di atas kepala
lalu tangan dikacakkan di pinggang. Tiba-tiba tangan kanan dipukulkan ke dalam
ruangan. Selarik sinar hijau melesat melewati celah antara dua jeruji besi.
Menghantam dinding batu ruangan, satu jengkal dari kepala Ayu Lestari.
"Braakkk!"
Dinding
ruangan hancur berantakan. Hancuran batu bertaburan, sebagian mengenai pipi
kiri Ayu Lestari. Namun tidak ada luka atau goresan terjadi pada pipi itu.
Pertanda ada satu kekuatan yang melindungi dirinya. Sementara sepasang mata
tidak membuka. Malah dalam keadaan tidak bergerak dan mata masih terpejam dari
mulut Ratu Laut Utara yang asli ini keluar suara tawa panjang lalu begitu suara
tawa lenyap keadaan di tempat itu kembali hening.
"Perempuan
celaka! Kau akan menyesal masuk keliang kubur kalau tidak mau melihat siapa
orang yang ada bersamaku! Sekian tahun kau telah merindukannya!"
Tiba-tiba
kepala Ayu Lestari yang agak tertunduk bergerak sedikit. Mulutnya bergerak.
"Puaahhh!"
Dari
mulut perempuan muda yang kecantikannya tenggelam dibalik lapisan daki tebal
melesat ludah, menyambar ke arah pintu.
"Traang!"
Suara
nyaring laksana dihantam benda keras membuat salah satu jeruji besi yang kena
sambaran ludah bergetar bengkok! Namun sesaat kemudian besi yang bengkok secara
aneh kembali lurus dengan sendirinya Ratu Laut Utara mendelik besar melihat apa
yang terjadi.
"Perempuan
celaka ini ternyata masih memiliki limu kesaktian. Tenaga dalamnya tidak
berubah! Mungkin dia masih dilindungi oleh Ratu Sepuh. Untung aku telah
memagari ruangan Ini dengan Ilmu Dinding Gaib Laut Utara. Kalau tidak sudah
dulu-dulu dia bisa kabur dari tempat ini."
Kehebatan
ilmu yang diterapkan Ratu Laut Utara di dalam ruangan itu memang luar biasa.
Misalnya Ayu Lestari mampu menghancurkan atau memutus rantai besi yang mengikat
kakinya. Namun sekejap kemudian rantai itu kembali utuh. Kalau dia bisa
menjebol dinding ruangan dengan pukulan sakti, sesaat sesudah Itu secara ajaib
lobang menutup dengan sendirinya Karena telah bosan berulang kali tak pernah
berhasil dalam usahanya meloloskan diri akhirnya Ayu Lestari hanya tinggal
pasrah disekap di tempat itu. menunggu sampai tiga ratus hari dimuka yang penuh
mendebarkan yaitu pada saat dimana konon seluruh ilmu yang dimilikinya akan
musnah dan dia akan mudah dihabisi oleh Ratu Laut Utara bernama Nyi Harum Sarti
itu.
"Perempuan
tolol! Kau benar-benar tidak mau melihat orang yang pernah menyelamatkan dirimu
dan pernah kau cintai?!"
Ayu
Lestari tetap diam, tidak bergerak juga tidak bersuara
"Kau
akan menyesal! Kau akan jadi arwah penasaran selama bumi terhampar selama
langit terkembang dan selama laut bergelombang!"
Ratu Laut
Utara tekan dinding batu berwarna merah.Terdengar suara berdesir dan
perlahan-lahan dinding batu yang merupakan pintu penutup ruangan bergeser ke
samping.
“Tunggu!"
********************
5
PEREMPUAN
yang duduk kaki terbelenggu rantai besi di atas tempat tidur batu keluarkan
suara. Sangat keras, membuat Seantero ruangan batu yang tidak seberapa besar
itu bergetar bahkan ada bagian langit-langit ruangan yang luruh rontok. Kepala
disentakkan hingga rambut yang menutupi sebagian wajah tersingkap.
Perlahan-lahan sepasang mata dibuka. Kalau pakaian dan seluruh tubuh mulai dari
ujung rambut sampai ujung kaki perempuan ini tampak kotor diselimuti daki
tebal, maka satu-satunya yang kelihatan masih bersih dan bening walaupun sayu
adalah sepasang matanya.
"Kau
sudah melihat?!" Bentak Ratu Laut Utara.
Ayu
Lestari, perempuan di atas pembaringan batu tidak menjawab sementara sepasang
mata menatap sayu tak berkesip.
"Kau
tidak mengenali pemuda ini?! Lihat! Buka matamu lebar-lebari Jangan
berpura-pura! Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng! Orang yang pernah menolongmu!
Pemuda yang pernah kau cintai dan seumur hidup kau rindukan! Lihat! Pandang
untuk terakhir kali sebelum kau menemui kematian beberapa puluh hari
dimuka!"
"Aku
tidak melihat manusia! Aku tidak melihat Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng.
Tiba-tiba Ayu Lestari keluarkan ucapan.
"Apa?!"
Sepasang alis bagus Ratu Laut Utara berjingkrak ke atas.
"Apa
matamu sudah menjadi buta karena terlalu lama disekap di tempat celaka
ini?!"
"Aku
memang melihat sesuatu…"
"Perempuan
keparat! Apa yang kau lihat?!" Menghardik Ratu Laut Utara.
"Aku
melihat kau membawa sendiri malaikat maut yang akan mencabut nyawamu. Kasihan.
Mengapa kau berlaku sebodoh itu?"
"Jahanam!"teriak
Ratu Laut Utara marah.Tangan kanannya dipukulkan ke arah Ayu Lestari.
"Wuuttt!"
Selarik
sinar hijau menyambar ke arah kepala Ayu Lestari.
"Wusss!"
Itulah
pukulan bernama Mambang laut Utara. Jangankan tubuh manusia. Batu karang
atospun akan hancur berkeping-keping kalau sampai kena dihantam.
Selarik
cahaya biru tiba-tiba melesat keluar dari bagian tubuh yang diserang. Sinar
hijau terdorong hebat dan berbalik menghantam ke arah Ratu Laut Utara! Ratu
Laut Utara memekik marah! Dengan cepat dia rundukkan tubuh sambil mendorong
sosok kosong Wiro yang ada di sampingnya.
"Trang!"
"Braakkk!"
Dua
jeruji besi sebesar betis putus! Dinding batu di depan pintu berjeruji besi
hancur bertaburan membentuk lobang besar. Namun anehnya! Sesaat kemudian
dinding batu pulih kembali, dua jeruji yang putus bersambung utuh lagi! Itulah
kehebatan ilmu pelindung bernama Dinding Gaib Laut Utara yang diterapkan oleh
Ratu Laut Utara.
"Jahanam
keparat!" Ratu Laut Utara memaki marah.
"Perempuan
celaka itu masih menguasai Ilmu kesaktian hebat Tunggu! Tak berapa lama lagi
kau akan sampai pada hari nahas hari celakamu! Begitu semua ilmu kesaktianmu
rontok aku akan menghabisimu!"
Ratu Laut
Utara tekan dinding merah. Dinding bergerak menutup pintu berlapis enam jalur
besi sebesar betis. Dia panggul tubuh kosong Pendekar 212 lalu cepat-cepat
tinggalkan tempat itu. Dari dalam ruangan batu terdengar suara tawa bergelak
tiada henti dan baru lenyap setelah Ratu Laut Utara sampai di bagian lorong dimana
terdapat sebuah tangga batu menurun dan di ujung sana terdapat sebuah pintu
besi berwarna coklat.
Di bagian
atas pintu pada satu palang besi tergantung seekor kelelawar raksasa hitam
dengan sayap menguncup, kaki ke atas kepala ke bawah. Sepasang mata merah
menyala berputar-putar tiada henti, mengawasi seantero tempat. Mulut menganga
memperlihatkan barisan gigi putih dan lidah bercabang merah basah yang selalu
bergerak-gerak. Yang hebatnya, di sekujur tubuh kelelawar raksasa ini
bergantungan ratusan kelelawar kecil berwajah tak kalah seramnya!
Tiba-tiba
kelelawar raksasa geleparkan dua sayapnya. Mulut membuka lebih lebar dan
keluarkan suara menguik menggidikkan. Ratusan kelelawar kecil ikut menguik.
Kelelawar raksasa ulurkan leher hingga kepala menyentuh lantai. Kepala
dianggukkan beberapa kali seolah memberi hormat pada perempuan cantik yang ada
di hadapannya laau kepala ditarik kembali ke atas.
Ratu Laut
Utara tersenyum.
"Raja
Kalong Laut Utara! Aku senang sampai saat ini kau tetap setia menjaga kamar
tidurku. Di luar sana di kawasan laut utara kita tengah menghadapi bahaya.
Banyak orang jahat berkeliaran. Tapi aku telah mengecoh mereka. Tidak satupun
di antara mereka yang tahu tempat rahasia di bawah pulau Ini. Selain itu
sebentar lagi mereka semua akan menemui ajal secara sengsara!"
Ratu Laut
Utara usap punggung Wiro dan cium bahu sang pendekar."Raja Kalong Laut
Utara, aku membawa seseorang untuk kutinggal kutitipkan di dalam kamar. Jika
aku pergi Jaga dia baik-baik. Ketak dia akan menjadi pendampingku di Kerajaan
Laut Utara."
Kelelawar
raksasa yang disebut Raja Kalong Laut Utara keluarkan suara mengulk keras dan
anggukkan kepala tiga kali. Bersamaan dengan itu pintu besi warna coklat
terbuka. Ratu Laut Utara segera melangkah masuk membawa raga Pendekar 212 yang
ada di bahu kanannya.
Ruang
tidur Ratu Laut Utara ternyata adalah satu ruangan sangat besar. Di situ
terdapat sebuah ranjang besar dan bagus. Seluruh lantai ditutup permadani tebal
dan lembut Di atas sebuah meja terdapat banyak kendi perak berisi berbagal
minuman. Juga ada piring piring perak besar dipenuhi bermacam-macam buah segar.
Pada empat sudut ruangan terdapat sebuah pendupaan tanah berlapis tembaga
kuning yang mengepulkan asap halus menebar bau harum semerbak. Inilah ruangan
yang oleh Ratu Laut Utara disebut sebagal Ruang Penantian Cinta.
Hebatnya!
Di salah satu dinding ruangan terdapat lukisan seorang pemuda gagah berambut
panjang yang wajahnya mirip sekali dengan Pendekar 212 Wiro Sableng. Luar
biasanya, lukisan ini merupakan satu lukisan telanjang! Wiro dilukiskan secara
utuh namun tidak mengenakan pakaian sama sekali! Ratu Laut Utara sering datang
ke tempat ini hanya untuk memandangi, bicara dan mencumbui lukisan.
Setiap
hal itu dilakukan dia selalu berkata.
"Pendekar,
walau kita belum pernah berjumpa namun diri ini yakin satu ketika hal Itu akan
menjadi kenyataan.Tali sambungan kasihku padamu tidak akan pernah terputuskan
oleh apa dan siapapun. Satu ketika kita akan berjumpa dan tali yang indah itu
akan mengikat diri kita untuk selama-lamanya.Oh… betapa rindunya aku
padamu…"
Apa yang
diucap dan diharapkan Ratu Laut Utara hari itu menjadi kenyataan. Dia berhasil
menemui Wiro bahkan kini mendapatkan raga sang pendekar walau tidak dalam
keadaan utuh karena sukmanya berada di tempat lain.
Ratu Laut
Utara dudukkan Wiro yang masih dalam keadaan bersila di atas tempat tidur
besar. Lalu dia menotok beberapa bagian tubuh sang pendekar. Sambil memegang
dua ujung bambu yang menancap di leher Wiro dia kerahkan tenaga dalam hingga
tubuhnya bergetar mandi keringat. Sesaat kemudian tubuh yang tadinya kaku itu
kini menjadi lentur dan bisa dibaringkan di atas tempat tidur. Dua kaki
ditarik memanjang ke bawah, dua tangan di kembangkan ke samping.
Kemudian
Ratu Laut Utara baringkan tubuhnya disamping Wiro. Sambil mengusap kening sang
pendekar dia berkata.
"Kekasihku,
kau akan tenang dan aman di sini. Bertahun-tahun aku menanti kedatanganmu.
Pengap rasanya dada ini. Membara rasanya lubuk hati ini. Aku seperti mau
meledak. Kekasihku.. Jangan biarkan aku meledak seorang diri…"
Setelah
menciumi wajah Wiro berulang kali Ratu Laut Utara melangkah ke arah meja. Dta
meneguk habis minuman dalam beberapa kendi hingga wajahnya yang cantik bersemu
merah, bibir mekar bergetar, mata merah membara dan dada busung menantang.
Minuman
di dalam kendi bukan minuman biasa. Melainkan air kelapa yang telah dirubah
menjadi arak cukup keras. Arak dari kendi ke lima tidak ditelan seluruhnya.
Sebagian dari minuman masih ditahan di dalam mulut Lalu Ratu Laut Utara
melangkah ke tepi ranjang. Pipi Wiro ditekan hingga mulutnya membuka. Ratu Laut
Utara dekatkan mulutnya ke mulut Wiro. Minuman dalam mulut kemudian dialirkan
ke mulut sang pendekar. Minuman tak mampu masuk melewati tenggorokan. hanya
menggenang di dalam mulut Wiro.
Sedikit
demi sedikit Ratu Laut Utara menjilati minuman di dalam mulut sang pendekar
hingga habis.
Kendi
perak tercampak jatuh ke lantaLTubuh Ratu Laut Utara bergetar hangat dan
menghuyung lalu rebah menelungkup di atas sosok Pendekar 212.
"Kekasihku
aku terpaksa meninggalkanmu. Aku sedih melihat lehermu yang masih ditancapi
bambu kuning. Sebenarnya aku ingin cepat-cepat mencabut bambu itu dari lehermu.
Namun keadaan memaksa. Wiro, sebelum kau kutinggalkan, perbolehkan diriku
bersatu raga dengan dirimu. Aku sudah menunggu kesempatan ini selama ratusan
hari….Kekasihku izinkan diriku…" Dua tangan halus Ratu Laut Utara bergerak
menyibak dada pakaian hitam yang dikenakan Pendekar 212.
KETIKA
suara tawa bergolak lenyap, ruang bau tempat Ayu Lestari disekap berubah sunyi.
Namun hanya sebentar. Karena sesaat kemudian bekas Ratu Laut Utara ini
keluarkan suara mengisak. Butiran-butiran air mata jatuh meleleh di pipinya
yang kotor.
"Wiro….Apa
yang terjadi. Mereka menangkap ragamu! Mereka menancapkan bambu penangkal di
lehermu agar sukmamu tidak bisa kembali bersatu dengan raga kasarmu. Ya Tuhan,
dimana sukmamu saat ini? Sejak kau meninggalkan Kerajaan Laut Utara beberapa
tahun lalu, aku tak pernah melupakan dirimu. Aku memang tidak pernah mengatakan
padamu, aku tidak pernah berterus terang betapa besar dan tulusnya cintaku
padamu. Hari-hari perpisahan dimana aku tidak pernah melihat dirimu lagi adalah
hari-hari dimana cintaku tumbuh semakin subur walau hati ini sebenarnya merana
karena rindu. Wiro aku tidak bisa menolongmu seperti dulu kau menolongku.
Budimu agaknya tak pernah akan terbalaskan kecuali dengan menyerahkan hati,
cinta serta ragaku untukmu seorang. Wiro, ditempat terkutuk ini aku hanya bisa
berdoa pada Yang Maha Kuasa agar kau diselamatkannya dan kita bisa bertemu
lagi. Kerajaan Laut Utara adalah milikku. Kalau aku mampu mendapatkan tahta itu
kembali aku ingin kau mendampingiku. Tuhan Yang Maha Mendengar dan Maha Kuasa,
kabulkan permintaan orang yang teraniaya.
Ayu
Lestari usap air mata yang membasahi wajahnya. Dia memandang seputar ruangan
batu tempat dirinya disekap. Setelah menghela nafas dalam Ratu Laut Utara yang
asli Ini kembali keluarkan ucapan. "Ratu Sepuh….Nenek Cempaka, dimana
kalian berdua? Apakah kalian mengetahui keadaan sengsara diriku. Kalau saja
kalian ada di sini…"
Ratu
Sepuh adalah pendiri Kerajaan Bawah Laut Utara dan merupakan Ratu Laut Utara
yang pertama. Setelah menyerahkan tahta Kerajaan Laut Utara padanya konon Ratu
sepuh kembali ke alam dan ujud asalnya yaitu seekor buaya putih. Dikabarkan
Ratu Sepuh bertapa di satu tempat yang tidak seorangpun mengetahui. Menurut
yang pernah melihat Ratu Sepuh dalam ujud buaya putih sesekali memperlihatkan
diri di sekitar Istana Kerajaan Bawah Laut Utara. Jika hal Ini terjadi maka
dipimpin oleh Ratu Laut Utara Ayu Lestari penghuni Istana menebar kembang tujuh
rupa di dalam lautan. Sejak Nyi Harum Sarti memegang kekuasaan buaya putih itu
tidak pernah kelihatan lagi.
Adapun
Nenek Cempaka dia merupakan seorang nenek cantik sakti pembantu dan kepercayaan
Ratu Sepuh. Ketika Nyi Harum Sarti merebut tahta Kerajaan Bawah Laut Utara,
Nenek Cempaka menghilang entah kemana. Ada yang menduga dia bergabung
mendampingi Ratu Sepuh di pertapaan. Ada pula yang memperkirakan kalau nenek
Itu telah dibunuh oleh Ratu Laut Utara yang baru. Untuk mengetahui riwayat
mereka silahkan dibaca serial Wiro Sableng berjudul "Pembalasan Ratu Laut
Utara".
********************
6
NENEK
kembaran ketiga Eyang Sepuh Kembar Tilu meninggalkan Ratu Duyung yang cidera
dan dijagai oleh Nyi Roro Manggut. Nenek alam roh Ini berusaha mengejar Ratu
Laut Utara yang melarikan Wiro. Dia masih sempat melihat perempuan itu melompat
dari satu bukit batu, masuk mencebur ke dalam laut yang diamuk gelombang dan
angin deras bersama Wiro yang ada di panggulan bahu kanannya.
Tanpa
menunggu lebih lama nenek ini segera pula menyusul melompat masuk ke dalam
laut. Dia tidak pernah tahu kalau masuknya Ratu Laut Utara ke dalam laut hanya
satu tipuan belaka. Sang Ratu seperti yang telah dituturkan sebelumnya tidak
menuju ke Istana Kerajaan Bawah Laut melainkan pergi ke satu tempat rahasia di
Pulau Menjangan Besar.
Di bagian
bawah permukaan laut utara ternyata cuma sekali tidak ada gejolak badai. Namun
ada rasa dingin yang luar biasa.
"Gila!
Mengapa air laut dingin seperti es begini rupa?! Aku bisa kencing
terus-terusan! Hik… hik!" ucap si nenek begitu dia berada di dalam laut.
Matanya dibuka lebar-lebar. Dia tidak bisa melihat jelas. Air laut seperti
berkabut. Lama-lama kedua matanya menjadi perih. Cepat-cepat dia kerahkan
tenaga dalam dan alirkan hawa sakti panas pada kedua mata hingga rasa perih
hilang dan penglihatannya kembali terang.
"Kurang
ajar” Kemana kaburnya Ratu keparat yang melarikan raga Wiro itu. Aku harus
menemukan Istana bawah laut. Wiro pasti di bawa ke sana. Gila! Arah mana yang
harus aku tempuh. Dimana letak istana itu."
Sepasang
mata merah si nenek memperhatikan kian kemari. Di bawah sana dia melihat ada
seberkas cahaya. Dengan sikap hati-hati si nenek melayang turun lebih dalam ke
dasar laut Yang memancarkan cahaya ternyata adalah sebuah bangunan besar
memiliki tiga menara, terbuat dari batu pualam berkilauan. Beberapa bagian dari
bangunan itu terutama di bagian atap dan menara dibalut benda putih menyerupai
salju. Di depan bangunan berdiri satu mahluk raksasa membelakangi arah
datangnya si nenek. Kedua bahu makhluk ini juga dipenuhi tumpukan salju.
"Istana
bawah laut!" ucap si nenek. "Ada mahluk raksasa tengah mengawasi
berjaga-jaga Pasti salah satu anak buah Ratu Laut Utara. Pasti Ratu jahanam itu
ada di dalam istana bersama raga Wiro! Aku harus menyelidik. Aku harus bisa
masuk ke dalam bangunan itu! Apakah sukma pemuda itu sudah berada di dalam
istana? Mengapa keadaan sunyi-sunyi saja?"
Si nenek
kembali bergerak turun. Gerakannya yang cukup deras membuat air laut bergejolak
dan menyebabkan mahluk raksasa yang ada di depan bangunan istana balikkan
tubuh. Air laut bersibak. Tubuh si nenek terdorong sampai beberapa tombak.
Memandang ke depan dia terkesima kaget menyaksikan mahluk besar luar biasa
mengerikan.
Mahluk
bertubuh raksasa ini memiliki tiga mata berwarna merah. Mata ketiga yang ada di
kening selalu berkedap kedip. Sekujur tubuh tertutup bulu tebal. Yang tidak
tertutup bulu berwarna kuning pekat. Ada cairan merah keluar dari mulutnya yang
bercaling. Inilah Jin Durma Rawana yang ditugaskan Ratu Laut Utara menjaga
Istana Kerajaan Bawah Laut Utara. Dua bahu digoyang.Tumpukan salju pecah
berhamburan. Begitu melihat si nenek yang besarnya hanya seperempat dari besar
tubuhnya, mahluk raksasa meniup.
Air laut
bergulung. Nenek jejadian kembaran ke tiga Eyang Sepuh Kembar Tilu terpelanting
jungkir balik dilanda gulungan air laut. Selagi dia berusaha mengimbangi diri
tiba-tiba mahluk raksasa bergerak. sekali mahluk ini ulurkan tangan dia
berhasil mencekal pinggang lawan. Jika sampai diremas maka ikan hancur remuklah
pinggang si nenek. Nyawa pasti amblas dan dia akan kembali ke alam roh untuk
selama-lamanya!
Sadar
akan bahaya maut yang akan menimpa dirinya si nenek tidak tinggal diam. Dengan
kedua tangan dia lancarkan pukulan menyilang. Selarik sinar merah membentuk
kipas terbuka menderu. Air laut berubah panas merah laksana darah dan bersibak
deras. Sebagian tumpukan salju di atas atap dan menara Istana mencair leleh.
Pukulan Kipas Roh!
Durna
Rawana meraung marah. Walau tidak cidera namun dadanya yang terkena sambaran
sinar merah seperti melesak. Tubuhnya terhuyung ke belakang! Rasa sakit membuat
dia melepas cengkeraman pada pinggang si nenek.
Kesempatan
ini dipergunakan oleh si nenek untuk melesat ke atas. Jin peliharaan Ratu Laut
Utara mengejar. Walau tubuhnya besar gerakannya ternyata lebih ringan dan lebih
cepat dari si nenek. Sebelum tubuhnya kembali dicengkeram, si nenek menyembur.
Maksudnya hendak menyerang dengan ilmu Asap Penggulung Raga. Namun ternyata di
dalam’air laut ilmu ini tidak bisa diterapkan. Kesaktian yang seharusnya bisa
mengeluarkan asap kelabu dan mengurung serta menghalangi pandangan lawan, di
dalam taut hanya tinggal merupakan alur-alur air yang tentu saja tidak ada
artinya bagi Jin Durna Rawana. Sekali dia melesat ke atas si nenek dengan mudah
dapat ditangkap kembali.
"Edan!"
maki si nenek. Dengan cepat dia terapkan ilmu Merubah Ujud, Menipu Pandang,
Melindungi Raga. Tubuhnya serta merta berubah menjadi seekor ikan bertubuh
panjang dan sangat licin. Sekali menggeliat si nenek mampu loloskan diri dari
cekalan jin Durna Rawana.
Sadar
walau bisa lolos namun akan sulit baginya untuk melarikan diri maka si nenek
berlaku nekad. Masih dalam keadaan berbentuk ikan dia menyusup masuk ke balik
cawat yang dikenakan jin Durna Rawana,
"Kalau
aku remas hancur kemaluanmu masakan tidak akan mampus!" Begitu si nenek
berpikir. Maka dalam keadaan tubuh masih menyerupai ikan dia kembalikan bentuk
kedua tangannya.Tapi ketika dua tangan itu menyelinap ke bagian bawah perut Jin
Durna Rawana untuk meremas, kaget si nenek bukan alang kepalang.Ternyata bagian
bawah jin bertubuh raksasa itu licin polos!
"Oala!
Mahluk jahanam ini tidak punya kemaluan! Bangsat ini laki-laki atau perempuan!"
Dalam bingungnya si nenek kembalikan ujud kepalanya. Mulut menyeringai. Bagian
licin dibawah perut mahluk jin itu digigitnya kuat-kuat. Walau barisan gigi si
nenek atas bawah sudah tidak lengkap lagi, banyak yang ompong, namun sisa gigi
yang ada selain besar-besar juga runcing dan kuat!
Jin Durna
Rawana meraung keras hingga air laut bergejolak membuncah ke atas.Tubuh
menggelepar kian kemari. Dua kaki terkembang. Bagian bawah perut luka besar
namun tidak ada darah yang keluar.Tangan kanan dimasukkan ke daiam cawat untuk
menangkap si nenek. Tapi si nenek yang kini berujud setengah ikan setengah
manusia itu telah melesat ke permukaan laut. Selain tidak tahan akan air laut
yang semakin dingin, dia juga kawatir karena cepat atau lambat mahluk raksasa
akan mampu menangkap dirinya kembali. Karena itu sambil naik ke atas si nenek
berkali-kali melepas Pukulan Kipas Roh guna menahan gerak lawan, sekaligus
memancing Durna Rawana naik ke daratan sementara tubuhnya kembali ke ujud
semula.
Walau
terbanting-banting di dalam air akibat serangan susul menyusul yang dilepas
oleh si nenek namun jin Durna Rawana masih mampu mengejar. Sesaat menjelang
mendekati permukaan laut dia berhasil menangkap kaki kiri nenek jejadian itu.
Si nenek
berusaha menarik kakinya sambil berenang naik ke permukaan laut. Secepat kilat
dia kemudian balikkan tubuh. Kaki kanan ditendangkan.
"Praakk!"
Tendangan
keras itu mendarat telak di mata kanan Durna Rawana hingga melesak hancur.
Raungan dahsyat sang jin membuat air laut bergejolak dan muncrat ke atas. Waiau
mata kanannya kini menjadi buta dan dia menahan sakit bukan alang kepalang,
Durna Rawana tidak lepaskan cekatannya di kaki kiri lawan. Malah kini dia
berhasil mencekal kaki satunya dari si nenek. Begitu dua kaki si nenek berada
dalam cengkeramannya, Durna Rawana menariknya ke arah yang berlawanan.
"Ggrreeek!"
Saat itu
juga tubuh nenek jejadian robek mengerikan. Mulai dari bawah perut hingga ke
dada seolah dibelah!
Jin Durna
Rawana keluarkan suara menggembor yang membuat air laut buncah bergejolak dan
cairan merah membersit keluar dari mulut. Lalu dengan gerakan sangat kuat dia
lemparkan tubuh si nenek ke atas permukaan laut.
Dalam
keadaan tubuh terbelah dan alam roh siap menyambut kematian ke dua kalinya,
sementara tubuh melayang melesat di di udara nenek kembaran ketiga masih mampu
keluarkan teriakan untuk terakhir kali.
"Wiroooooo….!"
********************
7
RATU
Duyung masih duduk bersila di atas pasir pantai sementara badai terus membuncah
laut utara walau tidak sehebat sebelumnya. Dengan bantuan Nyi Roro Manggut dia
berhasil mengerahkan tenaga dalam dan mengalirkan hawa sakti ke seluruh tubuh
namun keadaanya masih belum pulih betul.
"Aku
hampir saja membunuh sahabatku Itu…"Ucap Ratu Duyung perlahan.
"Maksudmu
Purnama?" tanya si nenek cebol.
Ratu
Duyung anggukkan kepala
"Dia
bukan sahabatmu lagi Ratu. Bukan sahabatku. Bukan sahabat kita. Gadis alam roh
itu telah berlaku culas. Menyeberang ke pihak musuh, menjadi kaki tangan Ratu
Laut Utaraf
"Nyi
Roro, aku melihat ada kelainan dalam dirinya. Kalau dia memang pengkhianat
berarti pantas dibunuh. Lantas mengapa kau dan nenek kembar ke tiga itu
mencegah apa yang tadi aku lakukan?"
"Kami
tidak mencegah kematiannya. Justru mencegah kematian dirimu!" Jawab Nyi
Roro Manggut
"Aku
tidak mengerti Nek."
SI nenek
manggut-manggut beberapa kali. Matanya yang juling menatap Ratu Duyung.
"Saat kau melancarkan pukulan Genta Laut Selatan, keadaanmu sangat lemah.
Kau mengerahkan seluruh tenaga dalam dan hawa sakti. Sama saja dengan kau
menguras membongkar diri sendiri. Pada saat kau menghancurkan kepala Purnama,
gadis dari alam roh itu akan memberikan perlawanan berupa cahaya biru yang
keluar menyelubungi tubuh. Kau bisa menembus cahaya itu tapi sebagian kekuatan
yang ada dalam cahaya biru akan berbalik menghantam dirimu. Dia mati, kau juga
akan menemui ajal."
"Kalau
begitu, aku sangat berterima kasih padamu dan nenek kembar ketiga itu."
Kata Ratu Duyung pula "Sekarang kita harus mengejar nenek itudan mencari
Wiro. Mereka dalam bahaya. Si nenek akan terjebak di dalam laut Wiro tidak
mampu mengembalikan sukmanya ke dalam raga. Dan Ratu Laut Utara kini menguasai
raga Itu."
Nyi Roro
Manggut membantu Ratu Duyung berdiri seraya berkata. "Sebenarnya aku lebih
suka kau beristirahat barang beberapa lama. Biar aku yang masuk ke dalam laut.
Aku…."
SI nenek
hentikan ucapan. "Aku mendengar suara di kejauhan. Seseorang berteriak
menyebut nama Wiro…."
"Aku
juga," jawab Ratu Duyung seraya mendongak ke langit
Tiba-tiba
sebuah benda melesat keluar dari dalam laut melayang di udara dan blukkk! Jatuh
di samping kedua orang itu!
Ratu
Duyung menjerit keras. Nyi Roro Manggut meraung dahsyat ketika keduanya
mengenali siapa yang terkapar di atas pasir. Nenek kembaran ketiga Eyang Sepuh
Kembar Tilu! Keadaannya luar biasa mengerikan.Tubuh terbelah dari bagian bawah
perut sampai pertengahan dada! Cairan merah kehitaman dan pekat menyelubungi
seluruh tubuh dan jubah kuningnya.
"Gusti
Allah! Siapa yang melakukan perbuatan kebiadaban ini!" teriak Ratu Duyung.
"Sobatku!
Aku bersumpah akan membalas kematianmu!" Nyi Roro Manggut susul berteriak.
Tiba-tiba
dua bayangan kuning samar-samar berkelebat dari langit, melayang turun ke
tempat nenek kembaran ke tiga tergeletak. Walau tidak jelas namun Ratu Duyung
dan Nyi Roro Manggut masih bisa mengenali.
"Arwah
Eyang Sepuh Kembar Tilu bersama kembaran kedua datang menjemput kembaran ketiga
mereka…" bisik Nyi Roro Manggut dengan suara bergetar.
Ratu
Duyung merasa tengkuknya dingin.
Cepat
sekail dua nenek kembar samar menggotong mayat nenek kembaran ke tiga. Lalu membawanya
melesat ke langit gelap dibawahi deru badai dan lenyap dalam sekejapan mata.
"Kasihan….kasihan
sekali nenek itu…" kata Ratu Duyung sambil berusaha menahan tangis.
"Kalau Wiro tahu, dia pasti akan mengamuk. Sebelumnya Wiro telah terpukul
sewaktu seorang nenek dari Latanahsilam sahabatnya menemui kematian."
Ratu
Duyung pegang lengan nenek cebol.
"Nak,
kita harus segera pergi dari sini. Kita harus menemukan raga Wiro. Kita harus
mendapatkan Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru…"
Belum
sempat keduanya bergerak mendadak satu mahluk tinggi besar berkepala botak,
hanya mengenakan cawat melesat keluar dari dalam laut. Sekujur tubuh tertutup
bulu lebat. Jin Durna Rawanal
Ratu
Duyung dan Nyi Roro Manggut sampai tersurut beberapa langkah melihat kemunculan
mahluk raksasa yang mengerikan ini.
"Aku
mengenali mahluk ini… " bisik Nyi Roro Manggut." Dia jin yang telah
hidup ratusan tahun dan jadi anak buah kaki tangan Ratu Laut Utara. Lihat mata
kanannya. Melesak hancur. Jangan-jangan dia berkelahi dengan nenek kembaran ke
tiga. Nenek itu berhasil menghancurkan matanya"
"Berarti
dia yang membunuh secara kejam nenek sahabat kita itu! ucap Ratu Duyung pula.
"Nak, kita sudah bersumpah untuk menghabisi siapapun yang telah membunuh
nenek kembaran ke tiga itu.Tunggu apa lagi. Mari kita musnahkan mahluk durjana
ini."
"Sumpah
tinggal sumpah Ratu," jawab Nyi Roro Manggut. "Tapi kita berdua
mungkin tidak mampu membunuhnya. Mahluk jin seperti dia hanya bisa dihabisi
dengan Ilmu api. Kita berdua tidak punya ilmu kesaktian yang mengandalkan
kekuatan api!"
"Nek,
kita berdua orang-orang kepercayaan Nyi Roro Kidul. Kita mendapatkan banyak
ilmu kesaktian dari Ratu Agung! Kalau nenek kembaran ke tiga mampu membuat
matanya hancur melesak, masakan kita berdua tidak sanggup berbuat lebih dari
itu!" kata Ratu Duyung pula.
"Jangan
keliru. Nenek itu mahluk alam roh yang punya kekuatan inti bumi dan inti
langit!" Jawab Nyi Roro Manggut
Ratu
Duyung tidak perduli. Dia menyahuti. "Ilmu kesaktian kita berdua kalau
digabung masakan tidak bisa membunuh mahluk ini! Lihat, dia memiliki mala ke
tiga di kening. Aku yakin mata itu titik kekuatan sekaligus kelemahannya!"
Habis
berkata begitu didahului teriakan keras Ratu Duyung melompat ke hadapan Jin
Durna Rawana sambil dua tangan kirimkan pukulan dua tangan menyilang.
"WuutttWuuutt!"
Dua larik
sinar biru berkiblat ke arah kepala Durna Rawana. Ilmu Pedang Inti Samuderal
"Blaar!
Blaaar!"
Suara
laksana patir menyambar menggelegar di tepi pantai begitu pukulan sakti Ratu
Duyung menghantam telak kepala dan leher Jin Durna Rawana.
Nyi Roro
Manggut tak tinggal diam. Dia segera merapal ajian Ilmu Menggunung Raga Melaut
Tenaga. Saat itu juga tubuh si nenek berubah menjadi tinggi dan besar, hampir
menyamai sosok Jin Durna Rawana. Bersamaan dengan perubahan tubuhnya. Nyi Roro
Manggut lepaskan satu pukulan tangan kosong ke arah lawan. Selarik sinar biru
menggebubu menyapu tubuh Durna Rawana.
Akibat
serangan yang dilancarkan Ratu Duyung kening Durna Rawana terbelah tepat di
bagian mata ke tiga. Leher putus. Kepala menggelinding di pasir. Lalu begitu
tubuhnya kena dihantam pukulan sakti yang dilepas Nyi Roro Manggut tubuh tinggi
besar Durna Rawana laksana meledak, berubah menjadi kepingin-kepingan
mengerikan, bertebaran di atas pasir pantai!
"Nek!"
Ratu Duyung berteriak girang. "Lihat! Kita berhasil membunuhnya!"
Nyi Roro
Manggut diam saja. Dia tahu banyak tentang mahluk ini dan dia maklum apa yang
akan segera terjadi.
"Ratu,
cepat tinggalkan tempat ini!" ucap si nenek sambil tarik lengan Ratu
Duyung.
Ratu
Duyung yang tidak mengerti malah menolak pegangan si nenek. Dia merasa puas
karena berhasil menghabisi mahluk yang telah membunuh sahabatnya nenek kembaran
ketiga. Namun gadis bermata biru ini membaliak dan keluarkan suara melengak
kaget ketika melihat bagaimana kening simahluk yang terbelah merapat kembali.
Kepala yang putus menggelinding melayang dan menempel lagi ke leher! Tubuh yang
berkeping-keping satu persatu melesat di udara, bergabung menyatu kembali! Asap
aneh mengepul! Sesaat kemudian mahluk itu, sudah berdiri tegak, menyeringai
mengerikan lalu wuuttt wuuutt! Dua tangan laksana kilat mencengkeram ke arah
dada pakaian Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut.
"Bukk!
Bukkk!"
"Dukkk!"
Nyi Roro
Manggut hantamkan dua Jotosan sekaligus ke dada Durna Rawana hingga tubuhnya
mengepulkan asap. Ratu Duyung menghajar perutnya dengan tendangan keras membuat
tubuh jin itu terangkat. Namun Durna Rawana tidak cidera malah menyeringai.
Didahului
suara menggembor mulutnya menyembur. Cairan merah dan hawa aneh melesat ke
wajah serta tubuh Nyi Roro Manggut. Saat itu juga sosok si nenek kembali
mengecil ke bentuk asal! Mukanya tertutup cairan merah yang membuat matanya
perih.
"Jin
Durna Rawana tertawa bergelak. Dua tangan kiri kanan bergerak menghantamkan
kepala Ratu Duyung dengan kepala Nyi Roro Manggut Jika Yang Maha Kuasa memang
sudah menakdirkan, kedua orang Itu akan hancur kepala masing-masing karena saling
kepruk!
********************
8
PADA saat
sangat genting menegangkan itu dimana kepala Ratu Duyung akan berhantaman dan
saling menghancurkan dengan kepala Nyi Roro Manggut tanpa kedua orang ini bisa
berbuat sesuatu untuk selamatkan diri tiba-tiba dari arah pantai sebelah timur
muncul seorang berpakaian hitam. Dari arah orang ini terlihat kilatan api. Lalu
sesaat kemudian wussss! Larikan lidah api menyambar susul menyusul melabrak Jin
Durna Rawana.
Jin
bertubuh raksasa meraung keras. Cengkeramannya pada Ratu Duyung dan Nyi Roro
Manggut terlepas. Kedua orang ini cepat jatuhkan diri, berguling di pasir
menjauh dari Durna Rawana yang saat itu telah dikobari api tubuhnya sebelah
belakang mulai dari tengkuk sampai ke kaki! Dalam keadaan seperti itu jin ini
balikkan tubuh sambil mulut menyembur dan tangan kanan memukul.
Cairan
merah menderu, disusul gelombang angin pukulan yang bukan kepalang hebatnya.
Pasir pantai berserabutan, menghambur ke depan berubah menjadi benda sangat
berbahaya yang bisa membuat tubuh manusia berlubang hangus.
Orang
berpakaian hitam yang mendapat serangan melesat dua tombak ke udara. Lalu dari
udara kelihatan dua lidah api menyambar. Jin Durna Rawana kembali meraung
begitu tubuh ditambus api! Kali ini muka dan perutnya. Sambil meraung keras
mahluk ini lari dan menceburkan diri ke dalam laut.
Saat itu
Juga deru angin mengendur.Tebaran pasir yang membubung di udara perlahan-lahan
luruh jatuh ke laut dan ke tepi pantai. Gelombang raksasa yang menggila di
tengah laut sedikit demi sedikit menyurut dan akhirnya lenyap sama sekali.
Badai yang melanda sirna secara aneh. Laut kembali tenang seolah tidak terjadi
apa-apa sebelumnya. Di kejauhan terdengar suara raungan aneh riuh sekali lalu
sunyi. Itu adalah suara raung enam puluh dua jin anak buah Durna Rawana yang
terpuruk kembali ke alam gaib begitu pimpinan mereka menemui ajal. Tapi apakah
benar Jin raksasa ini telah menemui kematian?
Ratu
Duyung dan Nyi Roro Manggut saling pandang.
"Badai
berhenti Nek. Apa yang terjadi?" ucap Ratu Duyung.
Nyi Roro
Manggut menatap ke tengah laut."Kurasa ada sangkut paut dengan kematian
jin tadi. Pasti dia yang menciptakan badai setan atas perintah Ratu Laut
Utara."
Sementara
orang berpakaian hitam yang tadi menyerang Jin Durna Rawana melayang turun ke
arah Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut Di tangan kiri memegang sebuah benda yang
ternyata adalah batu hitam empat persegi panjang. Di tangan kanan dia mencekal
kapak bermata dua yang menebar cahaya menyilaukan di udara yang masih gelap
itu.
"Wiro!"
seru Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut Kedua perempuan ini langsung memeluk
sosok Pendekar 212 yang sebenarnya adalah sukma, bukan raga aslinya. Seperti
diketahui batu hitam batu sakti jika digesekkan dengan mata Kapak Naga Geni 212
akan mencuatkan lidah api dahsyat Serangan lidah api inilah tadi yang dilakukan
Wiro terhadap Jin Durna Rawana.
"Syukur
kau datang. Kalau tidak kami berdua pasti sudah mati di tangan mahluk jin
itu!" ucap Ratu Duyung terbata-bata.
"Seharusnya
aku membunuh mahluk itu di dasar laut. Aku melihatnya sewaktu hendak memasuki
istana Ratu Laut Utara. Tapi aku memilih membiarkannya dulu karena ingin
buru-buru mengejar Ratu Laut Utara. Ternyata Ratu Laut Utara tidak ada dalam
istananya. Aku juga berusaha mencari sahabatku Ayu Lestari, Ratu Laut Utara
yang asli.Tidak bisa aku temukan…"
"Pasti
gadis itu disekap di satu tempat lain yang rahasia," kata Nyi Roro Manggut
sementara Ratu Duyung berdiam diri mendengar disebut-sebutnya nama Ayu Lestari.
Sambil bicara Nyi Roro Manggut melirik ke arah Ratu Duyung. Dia maklum kalau
dalam hati gadis ini ada seberkas rasa cemburu terhadap Ayu Lestari.
"He..he.„ Cemburu… Apakah aku sendiri tidak merasa cemburu?" si nenek
berkata dan tertawa sendiri dalam hati. Seperti diketahui ketika hendak
memberikan Ilmu Meraga Sukma pada Pendekar 212 Nyi Roro Manggut walau hanya
menguji telah merubah diri menjadi gadis cantik dan berusaha menggoda Wiro.
"Ketika
aku berenang menuju permukaan laut, aku sempat mendengar suara orang berteriak
memanggil namaku…"
"Wiro…"
Nyi Roro Manggut tidak meneruskan ucapannya melainkan memandang pada Ratu
Duyung.
"Ada
apa Nyi Roro, intan?" tanya Wiro.
"Wiro,"
Ratu Duyung terisak dan jatuhkan kepalanya di dada Pendekar 212. "Yang kau
dengar Itu mungkin suara nenek kembaran ketiga Eyang Sepuh KembarTilu.
Seharusnya kau bunuh mahluk jin itu ketika masih di dalam laut. Ketahuilah, dia
barusan membunuh nenek sahabat kita Itu."
"Apa?!"
Suara sukma Wiro menggelegar.
Terbata-bata
Ratu Duyung ceritakan apa yang telah terjadi dengan nenek jejadian kembaran ke
tiga.
"Kurang
ajar! Aku harus mengejar mahluk itu dan membunuhnya sekarang juga! Mungkin dia
belum mati dan sembunyi di dalam laut!"
Wiro
acungkan Kapak Naga Geni 212.
"Kau
tak perlu mengejar. Kau sudah membakar sekujur tubuhnya. Api adalah musuh utama
dan kelemahan mahluk jin Kurasa saat ini dia sudah kembali ke alamnya,"
kata Nyi Roro Manggut.
"Yang
lebih penting adalah mengejar Ratu Laut Utara." Kata Ratu Duyung pula.
Wiro
memperhatikan berkeliling. Saat itu fajar telah menyingsing hingga dia bisa
melihat cukup jelas kemanapun dia memandang. Dia tidak menemukan apa yang
dicarinya.
"Wiro,
sesuatu telah terjadi dengan ragamu." Kata Ratu Duyung. Gadis ini
berpaling pada si nenek di sampingnya. "Nyi Roro, aku tidak tega
mengatakan. Tolong kau saja yang menceritakan apa yang telah dilakukan Ratu Laut
Utara."
"Wiro,
tak berapa lama setelah sukmamu masuk ke dalam laut, Ratu Laut Utara muncul
bersama Purnama…"
"Apa?!
Ratu Laut Utara muncul bersama Purnama, Nek?! Kau ini cerita apa?!" Nyi
Roro Manggut angkat tangan kiri memberi tanda agar Wiro jangan memotong
bicaranya dulu.
"Sesuatu
telah terjadi hingga gadis dari negeri seribu dua ratus tahun silam itu tunduk
dan ikut bersama musuh. Kurasa dia masuk perangkap sang Ratu. Kini dia menjadi
kaki tangan Ratu Laut Utara…"
"Aku
tidak menduga seculas itu hatinya. Sejahat itu pekertinya…"
"Ratu
Laut Utara muncul membawa bambu kuning penangkal ilmu meraga sukma. Ratu
jahanam itu menancapkan bambu kuning ke leher ragamu. Selama bambu itu menancap
di ragamu, sukmamu tidak akan bisa masuk kembali. Kami berdua berusaha mencegah
tapi terlambat"
"Lalu
ragaku, dimana ragaku sekarang. Seharusnya ada di sekitar sini."
"Ratu
Laut Utara membawa lari ragamu. Ketahuilah ragamu yang tanpa sukma menjadi
sangat enteng. Mudah dibawa kemana-mana. Purnama lenyap dari tempat ini. Dia
dalam keadaan terluka setelah bertempur melawan Ratu Duyung. Pasti ada
orang-orang sakti kaki tangan Ratu Laut Utara yang menyelamatkannya."
Rahang
Pendekar 212 menggembung. Darah dalam tubuhnya laksana mendidih. "Ratu
Laut Utara tidak ada di Istananya. Dia tidak ada di dalam laut Intan, coba kau
selidiki dengan cermin saktimu."
"Aku
tidak tahu apa cerminku sudah bisa dipergunakan. Terakhir sekali cermin itu
berwarna hitam pekat…" Ratu Duyung keluarkan cermin bulat dari balik
pakaiannya. Dia membolak balik cermin sakti itu beberapa kali lalu
memperhatikan." Ah, syukur cerminku sudah bisa bekerja kembali!" Ratu
Duyung berseru girang. "Wama hitam titik buta lenyap. Aku melihat laut.
Aku melihat…"
Tiba-tiba
satu cahaya hijau melesat dan arah utara. Sebelum tiga orang itu sadar apa yang
terjadi cahaya hijau telah menghantam cermin sakti di tangan Ratu Duyung hingga
hancur berkeping-keping dan mengepulkan asap.
Wiro
cepat memeluk Ratu Duyung yang terpekik dan kini tertegun dengan muka pucat.
"Aku,
aku tidak apa-apa Wiro.Tapi cermin Itu. Ah.-"
"Nyawamu
lebih penting dari cermin itu. Aku berjanji akan memintakan cermin baru dan
iebih sakti pada Nyai Roro Kidul," kata Nyi Roro Manggut pula.
"Intan,
waktu kau melihat ke dalam cermin kau berkata kau melihat laut. Lalu kau masih
sempat berucap kau melihat… melihat sesuatu yang tak sampai kau ucapkan. Kau
melihat apa Intan? Kau bisa mengingat?"
Ratu
Duyung pegang lengan Wiro. "Ya, aku melihat sesuatu. Aku melihat
pulau," jawab Ratu Duyung.
"Intan,
cepat kau terapkan Ilmu Menembus Pandang.."
"Pulau
itu cukup jauh dari sini. Tak mungkin menyelidik dengan Ilmu Menembus
Pandang."
"Aku
dan Nyi Roro Manggut akan bantu mengerahkan tenaga dalam agar daya lihatmu jadi
berlipat ganda. Kau pasti mampu. Ayo Intan, Nyi Roro. Mari kita lakukan!"
Wiro
letakkan dua telapak tangan di punggung Ratu Duyung. Nyi Roro Manggut melakukan
hal yang sama. Perlahan-lahan Ratu Duyung hadapkan wajahnya ke arah laut
Sepasang mata biru menatap ke arah kejauhan, diluar batas kemampuan pandangan
manusia. Mata yang bagus itu lalu dikedipkan.
********************
9
KITA
kembali pada Bujang Gila Tapak Sakti dan Bidadari Angin Timur yang berada di
pantai selatan Pulau Karimunjawa. Dengan bantuan tenaga dalam gadis berambut
pirang itu Bujang Gila Tapak Sakti berhasil membuat air laut menjadi sedingin
es sehingga semua penghuni Istana Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut Utara terpaksa
naik ke permukaan laut. Yang terlambat menyelamatkan diri menemui ajal secara
mengenaskan. Yang ikut jadi korban adalah tiga puluh delapan jin anak buah Jin
Durna Rawana. Satu-satunya mahluk yang masih bisa bertahan saat itu sebelum
dibakar oleh Pendskar212 Wiro Sableng adalah Durna Rawana sendiri
"Sobatku
gendut Kurasa tak ada lagi mahluk yang masih hidup dan bisa bertahan di dasar
laut sana. Ratu jahat itu bersama pengikut-pengikutnya pasti Juga sudah kabur.
Saatnya kita mencari tamen-teman. Katamu menurut petunjuk Kakek Segala
Tahu…." Gadis berambut pirang itu tidak teruskan ucapannya karena
tiba-tiba dari arah barat dia mendengar suara perempuan berteriak. Walau badai
membuncah kawasan itu namun suara teriakan terdengar cukup jelas tanda
perempuan ini memiliki tenaga dalam tinggi serta mampu mengarahkan teriakannya
kepada orang yang dituju.
"Bidadari
Angin Timur! janda Kepala Pasukan Kesultanan Cirebon bernama Tubagus
Kesumaputra! Kau berada di Kawasan Kerajaan Laut Utara tanpa izin tanpa
diundang! Kau berserikat dengan musuhmusuh Kerajaan merencanakan sesuatu!
Seharusnya kau dihukum mati! Tapi aku Ratu Laut Utara berbaik hati memberi
kesempatan hidup padamu! Aku sudah lama mendengar kehebatanmu! Janda muda! Apa
kau berani menerima tantanganku barang satu dua jurus?! Jika kau mampu
mengalahkanku maka aku akan membebaskanmu! Tapi jika kau menjadi pecundang maka
kau harus menyembah dan tunduk padaku!"
Bukan
teriakan yang menggelegar itu yang membuat kaget Bidadari AnginTimur setengah
mati! Tapi ucapan bahwa dia janda muda Kepala Pasukan Kesultanan Cirebon
Tubagus Kesumaputra itulah yang membuat gadis ini seperti mau meledak. Bidadari
Angin Timur berpaling ke arah barat pulau di mana terdapat satu bukit rendah.
Di atas bukit ini ada gugusan batu hitam. Di salah satu batu hitam berdiri
seorang perempuan berpakaian biru gelap. Rambut melambai-lambai ditiup angin.
Di kepalanya ada sebuah mahkota emas bertabur batu permata.
Bujang
Gila Tapak Sakti yang Juga mendengar teriakan perempuan itu dan jadi
terheran-heran Setelah memandang ke arah barat lalu berkata "Bidadari
AnglnTimur. Aku yakin perempuan di atas batu itu adalah Ratu Laut Utara Dia
menantang dirimu! Yang aku tidak mengerti mengapa dia menyebut dirimu janda
muda Janda Kepala Pasukan Kesultanan Cirebon! Eh, memangnya apa kau pernah
kawin. Lalu suamimu itu mati atau kau dicerai atau bagaimana?"
"Perempuan
jahanam! Akan aku robek mulutnya!" Ucap Bidadari Angin Timur."Bujang
gila kau tetap di sini. Tunggu sampai aku datang membawa kepala perempuan
itu…"
"Kurasa
tugasku di sini sudah selesai. Ratu Laut Utara musuh kita bersama. Aku Ikut!
Menurut Kakek Segala Tahu perempuan Itu sangat berbahaya!"
Tidak
perdulikan ucapan si gendut, Bidadari Angin Timur telah berkelebat lebih dulu
ke arah bukit gugusan batu hitam. Bujang Gila Tapak Sakti tekan peci hitamnya
hingga turun sampai sebatas alis lalu memutar tubuh. Namun sebelum sempat
bangkit dan keluar dari dalam laut yang agak dangkal itu tiba-tiba dia
merasakan ada sesuatu menyusup ke balik celana komprang hitamnya.
Kaget si
gendut ini bukan alang kepalang. Tapi ada rasa-rasa nikmat yang membuat dia
sesaat jadi terperangah diam, malah senyum-senyum keenakan
"Ini
|elas bukan ikan. Heh, siapa yang meraba diriku…?"
Mendadak
dari dalam laut dangkal melesat keluar sesosok tubuh. "Kini selain kaget
Bujang Gila Tapak Sakti juga terkesiap. Betapa tidak. Yang muncul di antara dua
kakinya yang terkembang adalah seorang gadis cantik bertubuh dan berambut
panjang basah riap-riapan. Di sebelah atas gadis ini tidak mengenakan apa-apa.
"Kekasihku,
apakah kau sudah lama menungguku di tempat ini?"
Si gadis
yang bukan lain adalah Ning Kameswari menyapa sambil layangkan senyum serta
lirikan mata penuh menggoda. Sambil bicara dia menggoyangkan dada hingga Bujang
Gila Tapak Sakti yang mau bicara jadi tergagap-gagap.
Si gendut
berkata polos. "Aku … aku bukan kekasihmu. Aku … aku tid … tidak
menunggumu di sini."
"Hal,
Jangan membuat hatiku sedih mendengar ucapanmu itu. Namaku Kameswari. Bukankah
namamu Bujang Gila Tapak Sakti?" St gadis bertelanjang dada berkata.
"Betul….Bagaimana
kau tahu namaku? Eh, apakah tanganmu yang ada dalam celanaku?" Bujang Gila
Tapak Sakti bertanya sambil senyum-senyum.
Si gadis
tertawa cekikikan. Saat itu dua tangannya mulai bekerja membuka kain penutup
tabung bambu berisi tujuh kalajengking biru. Begitu penutup tanggal, tabung
ditunggingkan. Tujuh kalajengking biru bertebaran langsung mengantuk tubuh
bagian bawah perut Bujang Gila Tapak Sakti. SI gendut ini mendelik lalu
menjerit keras. Tubuh terjengkang, dua kaki menggelepar. Hawa panas menjalar ke
sekujur tubuh. Kameswari tertawa panjang lalu menyusup masuk ke dalam air
lautdan lenyap dari pemandangan.
Di saat
bersamaan, di atas bukit dimana Datuk Api Batu Neraka menunggu, begitu melihat
Ning Kameswari berhasil melakukan tugasnya, orang tua bersorban dan berjubah
putih ini buka mulutnya yang lebar. Sekali menyembur dari mulut Itu bertumpahan
ratusan batu menyala, masuk ke dalam laut hingga air laut yang tadi telah
dibuat dingin oleh Bujang Gila Tapak Sakti kini berubah panas. Di dalam laut
Bujang Gila Tapak Sakti tidak beda merasakan seperti direbus! Keponakan Dewa
Ketawa ini menjerit keras, menggeliat beberapa kali tak berkutik lagi. Sekujur
tubuhnya berwarna biru.
KETIKA
melihat ratusan batu merah menyala melesat bertaburan ke arah laut. Bidadari
Angin Timur hentikan lari. Di satu bukit lain yang berdampingan dengan bukit
batu gadis berambut pirang itu melihat seorang tua bersorban dan berjubah putih
memuntahkan batu-batu menyala itu. Di saat yang sama dia mendengar suara jeritan
keras. Suara Bujang Gila Tapak Sakti!
Bidadari
Angin Timur menoleh ke belakang. Memandang ke arah laut di bawahnya. Dia tidak
melihat sosok Bujang Gila Tapak Sakti. Malah sekelebatan dia melihat ada sosok
lain yaitu seorang perempuan bertelanjang dada mencebur masuk ke dalam laut.
Ketika dia kembali memandang ke arah bukit batu, perempuan berambut panjang
berpakaian biru gelap tidak kelihatan lagi!
Di bagian
bukit yang lain Bidadari Angin Timur melihat orang tua bersorban dan berjubah
putih masih terus memuntahkan batu-batu menyala ke dalam laut.
"Tua
bangka berilmu setan! Dia pasti anak buah Ratu Laut Utara. Dia hendak
mencelakai Bujang Gula Tapak Sakti!"Tidak menunggu lebih lama Bidadari
Angin Timur lepaskan pukulan tangan kosong jarak jauh mengandung tenaga dalam
tinggi.
"Wuuutt!!"’
“Byaaarr!"
Pukulan
sakti menghantam bukit kecil dengan tepat Bukit kecil itu laksana meledak.Tanah
mencuat bertaburan. Namun sosok orang tua berjubah putih telah lebih dulu
melenyapkan diri.
Penasaran
Bidadari AnginTimur melanjutkan lari ke arah puncak bukit batu Sampai di atas,
perempuan Itu memang benar-benar tak ada lagi di tempat semula dia berdiri!
"Ratu
keparat! Pengecut! Berani menantang tapi sekarang kabur menghilang!"
Mendadak selintas pikiran muncul di benak Bidadari Angin Timur. "Aku
dijebak! Ya Tuhan! Bagaimana mungkin aku bisa tertipu!"
Tidak
menunggu lebih lama Bidadari Angin Timur segera lari menuruni bukit Ketika dia
sampai di tepi pantai dilihatnya sosok gendut Bujang Gila Tapak Sakti sebagian
terapung di laut setengah lagi terkapar di atas pasir.
"Celaka!
Apa yang terjadi! Bujang Gila! Kau kenapa?!"
Tak ada
sahutan.
Susah
payah Bidadari Angin Timur cepat menarik tubuh gendut Bujang Gila Tapak Sakti
agar tidak terseret air laut Si gadis dekapkan telinga kirinya ke dada.
"Masih
hidup. Masih terdengar detakan jantung.
Tapi
gila! Sekujur tubuhnya membiru!" Ucap Bidadari Angin Timur. Dia terpekik
dan melompat ketika melihat tujuh ekor kalajengking biru menyelinap keluar dari
balik kaki celana hitam komprang yang dikenakan Bujang Gila Tapak Sakti,
meluncur di atas pasir menuju ke laut. Bidadari Angin Timur ingat pada
perempuan setengah telanjang yang tadi dilihatnya berada di dekat Bujang Gila
Tapak Sakti. "Aku benar-benar tertipu Ketika aku mengejar Ratu keparat
perempuan setengah telanjang itu mengerjai Bujang Gila!"
Saking
geramnya Bidadari Angin Timur lalu lepaskan pukulan tangan kosong.Tujuh
kalajengking biru hancur amblas masuk ke dalam pasir!
"Racun
kalajengking! Bagaimana aku menolong!" Dalam bingungnya Bidadari Angin
Timur lalu membuat selusin totokan di berbagai, bagian tubuh Bujang Gila Tapak
Sakti. Gadis ini jatuhkan diri, terduduk di samping tubuh gemuk tak bergerak
itu. Dta sadar totokan yang dibuatnya hanya sanggup menunda kematian Bujang
Giia Tapak Sakti selama satu hari. Mungkin lebih cepat dari Ku!
Dalam
keadaan bingung begitu rupa tiba-tiba dua orang berkelebat di udara. Gerakan
mereka selain cepat juga enteng. Sekejap kemudian dua orang Itu telah berdiri
di hadapan Bidadari Angin Timur yang masih duduk kebingungan di samping tubuh
Bujang GilangTapak Sakti.
Orang
pertama adalah kakek berjubah hitam dengan tangan kiri dibalut. Dia bernama Ki
Ngumpil Sebaki alias Si Lidah Hantu. Beberapa waktu lalu dalam satu perkelahian
dengan Nyai Tumbal Jiwo yang menyamar diri dengan ujud Ratu Duyung, tangan kiri
si kakek kena ditendang patah dengan tendangan Kaki Roh Menjebol Karang. (Baca
serial Wiro Sableng sebelumnya berjudul "Badai Laut Utara")
Nenek
yang muncul bersama Ki Ngumpil Sebaki, berkepala kuncup berkulit dan berpakaian
ungu. Mata bengkak, bibir dower merah. Siapa lagi kalau bukan Nyi Kuncup
lingga.
Mencium
bahaya Bidadari Angin Timur segera berdiri lalu membentak.
"Kalian
pasti dua cecunguk kaki tangan Ratu Laut Utara! Setelah teman kalian mencelakai
sahabatku ini, kalian masih berani muncul! Benar-benar minta mampus!"
"Gadis
rambut pirang! Jangan salah menduga!" menjawab Nyi Kuncup Jingga.
"Benar,"
menyambung Ki Ngumpil Sebaki. "Kami tidak ada sangkut paut dengan Ratu
Laut Utara. Kami datang justru hendak menolong sahabatmu yang terkena racun
kalajengking biru ini!"
Bidadari
Angin Timur menatap dua orang di hadapannya tak berkesip. Lalu dia dongakkan
kepala dan tertawa melengking panjang.
"Tua
bangka tolol! Kalau kalian bukan satu komplotan bagaimana tahu sahabatku ini
celaka karena racun kalajengking biru!"
Nyi
Kuncup Jingga dan Ki Ngumpil Sebaki sama-sama tersentak karena baru menyadari
kalau salah satu dari mereka telah salah bicara!
"Lihat
Hantu," bisik si nenek pada temannya. "Dia sudah tahu siapa kita.
Kita sudah tahu siapa dia! Sesuai perintah Sri Paduka Ratu kita harus
menghabisinya sekarang juga!"
Bidadari
Angin Timur yang sudah yakin kalau sepasang kakek nenek itu adalah anak buah
Ratu Laut Utara, selagi keduanya berbisik-bisik segera menerjang lancarkan
serangan.
Dengan
gerakan luar biasa cepat karena ilmu meringankan tubuhnya yang sangat tinggi
gadis berambut pirang ini kirimkan tendangan ke arah Ki Ngumpil Sebaki
sementara si nenek dihantam dengan pukulan tangan kosong. Sepasang kakek nenek
yang sudah bersiap-siap waspada tidak tinggal diam.
Sambil
berteriak keras ke duanya rundukkan tubuh lalu secara berbarengan lepaskan
pukulan bernama Gelombang Laut Utara.
Suara
ombak bergemuruh dahsyat memenuhi tempat itu. Di depan matanya Bidadari Angin
Timur benar-benar melihat gelombang besar menerjang ke arahnya. Sesaat lagi
tubuhnya akan digulung dan dilumat hancur serangan ganas itu Bidadari Angin
Timur cepat melesat ke udara. Dari atas dia hantamkan dua tangan sekaligus ke
arah dua lawan. Yang dicecar adalah kepala menakal
"Wuutt..Wuuuttt!"
Dua larik sinar biru berkiblat menyerupai pedang. Menyambar ke arah batok
kepala Nyi Kuncup Jingga dan Ki Ngumpil Sebaki.
"Awas
Pedang Biru Liang Akhirat!" Teriak Nyi Kuncup Jingga Serangan dua sinar
biru yang dilepas Bidadari Angin Timur seperti yang terlihat memang berbentuk
sepasang pedang namun ilmu kesaktian itu tidak bernama. Selama malang melintang
dalam rimba persilatan Bidadari Angin Timur memiliki beberapa pukulan sakti.
Tetapi semua pukulan itu seolah mengandung rahasia dan jarang sekali diberi
nama. Entah bagaimana si nenek bisa saja menyebut serangan sebagai Pedang Biru
Liang Akhirat.
Menghadapi
serangan lawan Nyi Kuncup Jingga cepat menyingkir ke kiri. Nenek ini unjukkan
muka pucat dan keluarkan keringat dingin waktu melihat bagaimana tanah di
hadapannya yang kena dihantam sinar biru terbongkar membentuk lobang besar
sedalam betis! Tidak menunggu lebih lama nenek ini segera melepas pukulan
bernama Mega Jingga.
Ki
Ngumpil Sebaki juga berhasil menyelamatkan diri dari serangan Bidadari Angin
Timur. Sekujur tubuhnya dari kepala sampai kaki tertutup tanah yang mencuat ke
udara akibat pukulan sakti yang dilepaskan Bidadari Angin Timur. Kakek ini
jatuhkan diri ke tanah. Sambil bergulingan dia lancarkan pukulan Perangkap Raga
Penjirat Jiwa. Malah seolah belum puas dia susul serangan ini dengan ilmu yang
disebut Lidah Hantu. Sekali dia membuka mulut maka lidahnya yang merah basah
melesat panjang keluar. Laksana ular hidup lidah ini menelikung ke arah
pinggang Bidadari AnginTimur!
********************
10
SERANGAN
maut Mega Jingga yang menebar cahaya ungu menyilaukan mencurah dari tangan
kanan Nyi Kuncup Jingga. Dari arah lain serangan Ki Ngumpil Sebaki yang
memancarkan cahaya hitam, begitu mencapai Bidadari Angin Timur cahaya berubah
menjadi jaring samar yang siap meringkus gadis berambut pirang ini. Inilah
serangan bernama Perangkap Raga Penjirat jiwa. Sekali seseorang masuk
terperangkap dalam jaring hitam, sulit baginya untuk bisa melepaskan diri. Lalu
masih ada serangan ke tiga yaitu sambaran lidah panjang si kakek yang melesat
ke arah pinggang!
Walau
Bidadari Angin Timur memiliki kecepatan gerak luar biasa yaitu Ilmu yang
disebut Selaksa Angin namun menghadapi tiga serangan sekaligus benar-benar
membuat gadis Ini tergetar nyalinya. Selain kemampuan hebat yang dimiliki dua
orang lawan itu. Juga telah dibekali tambahan kekuatan oleh Ratu Laut Utara.
Apa lagi saat itu pikiran Bidadari Angin Timur masih tersita oleh keadaan
Bujang Gila Tapak Sakti yang tengah sekarat akibat keracunan. Ditambah pula
dengan teriakan Ratu Laut Utara yang masih terngiang di telinganya, meneriakkan
bahwa dirinya adalah seorang Janda!
Didahului
teriakan dahsyat Bidadari Angin Timur berkelebat laksana angin. Tubuhnya lenyap
hanya tinggal bayangan biru. Dua tangan dipukul membuat gerakan menangkis
sekaligus balas menyerang. Sinar Jingga tercabik-cabik di udara mengeluarkan
letupanletupan mengepulkan asap. Nyi Kuncup Jingga terjajar beberapa langkah,
muka pucat berkerut, kepala mengkerut aneh. Nenek ini semburkan ludah ke tanah.
Ludahnya tampak berwarna merah pertanda bentrokan ilmu kesaktian tadi membuat
dirinya terluka di dalam walau tidak parah. Setelah kerahkan tenaga dalam dan
alirkan hawa sakti ke dada, sambil menjerit marah si nenek kembali lepaskan
satu pukulan. Kali ini memancarkan tiga cahaya sekaligus. Merah, hitam dan
kuning! Inilah ilmu pukulan mengandung racun jahat bernama Jelaga Kematian.
Ilmu
jaring yang dilepas Ki Ngumpil Sebaki untuk meringkus lawan juga musnah
berentakan dihantam serangan balasan Bidadari Angin Timur. Namun semburan
lidahnya berhasil menyusup dan menyambar ke arah pinggang si gadis.
Hantaman
serangan dua lawan cukup membuat kuda-kuda sepasang kaki Bidadari AnginTimur
goyah. Selagi dia berusaha mengimbangi diri lidah panjang Ki Ngumpil Sebaki
telah menjirat pinggangnya! Sekali lidah itu disentakkan maka hancurlah
pinggang si gadis sampai ke tulang-belulangnya! Kehebatan ilmu Lidah Hantu ini
sudah pemah kita ketahui ketika Ki Ngumpil Batangnipa menjerat hancur leher
Gumelar Kartasuwita, pemuda gagah pimpinan rombongan sandiwara keliling
"Jaka Lelana"(Baca "Badai Laut Utara")
"Ihhh!"
Bidadari
Angin Timur berteriak kaget dan jijik. Dia coba lepaskan diri dengan memukul
lidah sambil melesat ke atas.
"Bukk!
Bukkk!"
Dua kail
tangan kiri Bidadari Angin Timur berhasil memukul telak lidah yang menjirat
pinggangnya.Tapi seperti memukul karet, tangan si gadis membal ke atas.
Bidadari AnginTimur merasa tangan yang tadi memukul sakit kesemutan, nyaris
kaku digerakkan. Dalam keadaan lidah terjulur begitu rupa Ki Ngumpil Sebaki
masih bisa tertawa bergelak dan keluarkan ucapan.
"Gadis
cantik! Umurmu sampai di sini!"
Sebelum
lidah menyentak meremukkan pinggangnya Bidadari Angin Timur berteriak nekad.
"Tua
bangka jahanam! Aku mengadu jiwa denganmu!"
Lalu si
gadis pergunakan dua tangan untuk membetot lidah. Begitu tubuh Ki Ngumpil
Sebaki ikut tertarik ke depan, Bidadari Angin Timur hantamkan kepalanya ke
kepala lawan!
Sama-sama
mati, itulah yang bakal terjadi. Tapi Ki Ngumpil Sebaki belum mau mati. Kakek
ini buka mulutnya lebih lebar, tangan kanan bergerak menarik sendiri lidah itu.
Lalu greekk.
Lidah
panjang merah dan basah itu terlepas tanggal dari mulutnya. Akibatnya Bidadari
Angin Timur yang menarik lidah dengan sekuat tenaga terpental ke belakang. Di
saat bersamaan tiga cahaya pukulan Jelaga Kematian yang dilepas Nyi Kuncup
Jingga datang menyambar wajah Bidadari Angin Timur. Gadis ini merasa dadanya
sesak dan pemandangannya menjadi lamur. Lidah panjang yang tadi berada dalam
cekalan kedua tangannya lenyap meninggalkan bau amis!
Ki
Ngumpil Sebaki keluarkan tawa bergelak. Tangan kanan menjotos ke dada Bidadari
Angin Timur. Tepat di arah jantung. Di saat kematian sudah menghadang di depan
mata dan tubuh miring ke kiri, Bidadari Angin Timur kerahkan seluruh tenaga
dalam lalu singkapkan pakaian birunya di bagian perut.
Ki
Ngumpil Sebaki yang melihat putih bagusnya perut si gadis sempat terkesiap dan
kerenyitkan kening. Dia berpikir Bidadari Angin Timur hendak membuka seluruh
pakaiannya dan tengah menggoda dirinya.
"Gadis
cantik., kalau kau memang ingin menyerah dan mengundang bersenang-senang aku
yang tua ini tidak sungkan-sungkan menerima dan melayani. Tapi tempatnya bukan
di sini! Ha…ha… ha!" ucap si kakek lalu tertawa gelak-gelak.
“Ki
Ngumpil awas!" Teriak Nyi Kuncup Jingga mengingatkan.
Tapi
tertambat. Pusar Bidadari AnginTimur yang tadinya rata tiba-tiba mencuat
bodong. Selarik sinar biru mencuat berkiblat. Sinar Geni Biru. Ilmu Pusar
Pusaka!
"Rertttt!"
Tubuh Ki
Ngumpil Sebaki terbelah hangus mulai dari kepala ke dada. Kakek ini menemui
ajal tanpa jeritan sama sekali. Sekujur badannya berubah biru dan kepuikan
asap!
Bidadari
Angin Timur jatuh terduduk di tanah seolah kehabisan tenaga tiada daya
Pemandangannya semakin samar.
"Gadis
celaka! Kau telah membunuh temanku! Sekarang terima kematianmu!"
Nyi
Kuncup Jingga melompat dan akan hantamkan tangan kanan ke batok kepala Bidadari
AnginTimur! Untuk kesekian kalinya maut siap merenggut nyawa gadis cantik ini.
Namun yang sekali Ini agaknya dia tidak bisa lagi lolos dan kematian. Sesaat
lagi kepala berwajah cantik jelita itu akan pecah tiba-tiba air laut di tepi
pantai bersibak, mencuat tinggi ke udara. Di celah sibakan muncul satu mahluk
putih besar panjang mengerikan. Meluncur ke arah Bujang Gila Tapak Sakti
terkapar di pasir. Tubuh dan kepalanya jelas adalah kepala seekor buaya namun
ada bagian-bagian seperti hidung, kening dan mata menyerupai manusia. Di kepala
binatang raksasa ini ada sebentuk mahkota kecil terbuat dari emas bertabur
batu-batu permata.
"Buaya
putih!" Nyi Kuncup Jingga berseru kaget Tubuh bergetar tengkuk dingin dan
wajah berubah. Nyalinya nyaris leleh.
Saat itu
terdengar suara orang bicara. Suara perempuan. Entah siapa orangnya.
"Manusia
malang! Hawa dingin yang kau tebar telah membangunkan aku dari tidur seribu
hari! Tidak ada salahnya aku membalas budi kebaikanmu."
Buaya
putih buka mulutnya lebar-lebar. Diarahkan ke sosok Bujang Gila Tapak Sakti.
Dari dalam mulut binatang ini keluar suara menderu. Saat itu juga tubuh gemuk
Bujang Gila Tapak Sakti tersedot amblas, masuk ke dalam mulut buaya putih.
Buaya putih bergerak surut masuk ke dalam air laut berputar-putar beberapa
kali.
Bidadari
Angin Timur yang sempat menyaksikan kejadian itu walau dalam pandangan samar
hanya bisa berteriak.
"Hai!
Jangan bunuh temanku!"
Lalu
gadis ini terjerembab ke depan, tertelungkup di tanah tidak sadarkan diri lagi.
Nyi Kuncup Jingga melompat mendatangi. Kaki kanan ditendangkan ke kepala
Bidadari Angin Timur. Namun gerakannya tertahan ketika ada suara mengiang
muncul di telinganya.
"Nyi
Kuncup! Jangan dibunuh! Kita kekurangan orang. Bawa dia ke pulau. Masukkan di
ruang perawatan, satukan dengan Purnama. Obati lalu terapkan ilmu Penyejuk Jiwa
Pemikat Hati."
"Sri
Paduka Ratu," kata Nyi Kuncup Jingga sambil membungkuk hormat.
"Perintah Sri Paduka Ratu akan saya jalankan. Namun kalau boleh izinkan
saya memberi tahu sesuatu terlebih dulu."
"Ada
apa Nyi Kuncup. Sayang aku telah kehilangan Dulang Perak Sejuta Mata hingga
tidak dapat mengetahui banyak kejadian diluar. Aku kini hanya bisa menyelidik
secara tidak langsung melalui sambungan rasa dengan anak buahku termasuk
dirimu."
"Sri
Paduka Ratu, barusan saya melihat seekor buaya putih berkepala setengah manusia
muncul di tepi pantai…"
"Apa
Nyi Kuncup?!" suara mengiang itu seperti ledakan keras hingga si nenek
tekap ke dua telinganya yang kesakitan.
"Buaya
putih Sri Paduka Ratu. Saya melihat seekor buaya putih." Mengulang Nyi
Kuncup Jingga Binatang itu menelan tubuh Bujang Gila Tapak Sakti yang sedang
sekarat akibat keracunan tujuh kalajengking biru yang dilepas Ning Kameswari.
Selesai menelan buaya putih melenyapkan diri masuk kembali ke dalam laut. Saya
kawatir buaya putih itu adalah penjelmaan Ratu Sepuh.."
"Gila.
Ternyata dia masih hidup! Aku menyangka jahanam tua itu sudah lama menemui
ajal!"
"Sri
Paduka Ratu, apa yang harus saya lakukan?" Nyi Kuncup Jingga bertanya.
Tetap
laksanakan apa yang aku perintahkan Mengenal buaya putih itu untuk sementara
tidak perlu dikawatirkan. Jika dia berani mendekati diriku aku akan
menghabisinya dengan benda penangkal! Sekarang lekas laksanakan tugasmu!"
Nyi
Kuncup Jingga membungkuk lalu cepat menggotong tubuh Biadadari Angin Timur.
Namun sebelum nenek ini sempat menyentuh tubuh si gadis, tiba-tiba dari dalam
laut melesat benda putih panjang, menyambar menggebuk bagian belakang tubuhnya.
Nyi Kuncup Jingga terpekik, terguling jatuh di atas pasir. Ketika mencoba
bangkit dia tak mampu melakukan. Ternyata tubuhnya sebatas pinggang ke bawah
mengalami kelumpuhan!
Dari
dalam laut kembali melesat keluar benda putih panjang tadi yang ternyata adalah
ekor buaya putih. Badan dan kepalanya tidak kelihatan. Ekor melilit pinggang
Bidadari Angin Timur. Sekali menyentak maka tubuh si gadis melesat lenyap masuk
ke dalam air laut.
********************
11
BERSAMAAN
dengan tersembulnya sang surya di ufuk timur, tiga orang yaitu Nyi Roro
Manggut, Ratu Duyung dan sukma Pendekar 212 berenang cepat mencapai pantai
selatan Pulau Menjangan besar. Badai besar yang oleh Nyi Roro Manggut disebut
sebagai badai setan telah lama berhenti. Keadaan di sekitar pantai sunyi.
Kesunyian yang membuat perasaan tiga orang itu justru tidak tenteram dan bedaku
waspada,
"intan,
kau merasa pasti Ini pulau yang kau lihat dalam cermin sakti sebelum cermin itu
hancur… ?!" bertanya Wiro pada Ratu Duyung.
Ratu
Duyung memandang berkeliling, lalu menjawab sambil menunjuk ke arah barat.
"Benar
sekali Wiro. Aku mengenali gugusan batu karang rendah yang membentuk dinding
kelabu kehitaman di sebelah sana…"
"Sekarang
coba kau selidiki keadaan di pulau ini. Pertama keberadaan ragaku, lalu
keberadaan Ratu Laut Utara, Purnama, Ayu Lestari…"
"Akan
kucoba, akan kucoba…" kata Ratu Duyung pula.’Mek, bantu aku menambah
tenaga dalam."
"Kau
perlu bantuanku juga Intan?" tanya Wiro.
"Terimakasih.
Saat ini cukup Nyi Roro saja…"
Si nenek
cebol gulung rambut putih panjangnya di atas kepala lalu tempelkan dua telapak
tangan di punggung. Begitu dia alirkan tenaga dalam, Ratu Duyung segera pula
mengalirkan tenaga dalam ke arah mata. Dua mata dikedipkan sesaat kemudian.
"Wiro,
aku….aku melihat ragamu. Memang ada di pulau inl.Tergolek di atas sebuah tempat
tidur besar…"
"Kau
Juga melihat Ratu Laut Utara?"
Ratu
Duyung menggeleng.
"Aku
melihat seorang lain. Seorang perempuan. Wajahnya agak gelap. Dua kaki di
rantai…"
"Itu
pasti Ratu Laut Utara yang asli. Sahabatku Ayu Lestari yang disekap!" ucap
Wiro dengan suara keras sambil kepalkan tinju."Slapa lagi yang kau lihat
Intan? Cari… pasti ada yang lain. Mungkin Purnama…"
"Ah
mengapa kepalaku tiba-tiba pusing," kata Ratu Duyung pula."Aku akan
tambahkan tenaga dalam ke tubuhmu," kata Wiro.
Tiba-tiba
Nyi Roro Manggut menjerit. Nenek ini melihat ada darah keluar dari sepasang
mata Ratu Duyung.
"Ada
orang menghadang tenaga dalammu agar kau tidak bisa menyelidik." kata
Wiro. Dia seka darah yang mengalir di wajah Ratu Duyung lalu menekap kedua
pipinya dan langsung alirkan tenaga dalam.
"Intan,
coba kau mencari tahu jalan ke arah tempat dimana ragaku dan Purnama berada.
Juga Ayu Lestari…."
Ratu
Duyung kembali mencoba. Dia melihat sesuatu namun agak samar. Lalu apa yang
dilihatnya lenyap.
"Aku
tidak bisa Wiro. Kepalaku sakit sekali." Jawab Ratu Duyung sementara darah
makin banyak mengalir dari kedua matanya. Wiro cepat totok pelipis serta pijat
bagian wajah sekitar kedua mata Ratu Duyung.
Tiba-tiba
gadis Ini menjerit keras. Dari dalam kedua matanya kini bukan cuma darah yang
keluar tapi juga binatang aneh berbentuk belatung-belatung besar!
"Kurang
ajar! Ini pasti perbuatan perempuan jahanam Ratu Laut Utara!"Wiro marah
sekali tapi juga bingung. "Nek, apa kau bisa menolong Intan?"
"Tenang…
tenang. Ini memang perbuatan jahat ratu keparat itu. Aku akan mengobati, aku
punya penangkalnya…"
Dari
balik jubah hijaunya nenek cebol Ini keluarkan sebuah benda yang ternyata
adalah sekeping kemenyan. Sekail meremas kemenyan itu berubah menjadi bubuk
putih kecoklatan. Sambil membaca mantera dalam hati bubuk kemenyan kemudian
disapukan pada mata kiri kanan Ratu Duyung. Menunggu sebentar si nenek laiu
meniup kedua mata tiga kali berturut-turut Cairan darah dan belatung serta
meria lenyap. Walau kini matanya bersih dan nyalang namun Ratu Duyung tidak
bisa melihat apa-apa.
"Nek,
Wiro….Aku tak bisa melihat apa-apa. Semuanya gelap. Aku buta!" ucap Ratu
Duyung setengah meratap. Dua tangannya diulurkan ke depan. Wiro cepat pegang
tangan gadis itu dan diusap berulang kali.
"Ratu,
jangan cemas. Hal itu hanya sementara. Sebentar lagi kau akan melihat seperti
semula." Kata Nyi Roro Manggut seraya mengusap rambut Ratu
Duyung.
"Nek,
kau jaga Intan di sini. Jangan kemana-mana."
"Memangnya
kau mau kemana Wiro?"tanya Nyi Roro Manggut
"Aku
akan membakar pulau ini! Kalau semua sudah dikobari api masakan perempuan Jahat
itu tidak akan menunjukkan diri!"
"Wiro,
kau boleh membakar seluruh dunia ini. Ratu Laut Utara tidak tolol! Tunggu
sampai Ratu Duyung pulih keadaan matanya"
"Wiro,
apapun yang terjadi, apapun yang kau lakukan jangan tinggalkan aku di sini.
Aku… aku tak ingin kehilangan dirimu. Aku … aku sangat mencintaimu. Kalau nasib
buruk jatuh atas diriku, maukah kau…"
Wiro
tekap mulut Ratu Duyung dengan memalangkan jari-jari tangan di atas bibir lalu
pegang dua tangan si gadis mendekapkan ke dada dan menciumnya berulang kali.
Perasaan haru biru memenuhi hati sanubari sukma Pendekar 212. Selama Ini Ratu
Duyung tidak pernah menyatakan perasaan hatinya terhadap Wiro secara terus
terang.Tapi dalam saat-saat sulit seperti Ku semuanya tercurah tanpa bisa
ditahan dan disadari. Wiro lantas saja memeluk gadis Itu erat-erat. Dalam hati
pemuda Ini berkata. "Intan, kau satu-satunya gadis yang berterus terang
tentang perasaan hatimu padaku. Apakah selama ini aku memang menunggu sampai
satu kali ada seorang gadis mau mengucapkan kata-kata indah dan tulus itu
padaku?" Wiro cium rambut Ratu Duyung. Sesaat dia teringat pada Bunga. Gadis
alam roh itu pernah mengatakan bahwa jika Wiro ingin mencari pendamping dalam
kehidupannya maka Ratu Duyunglah orangnya. "Bunga mungkin benar, Kiai Gede
Tapa Pamungkas dan Eyang Sinto juga mungkin benar…"
"Wiro,
aku dengar kau berucap perlahan. Mengatakan sesuatu. Apakah kau bicara
padaku…" Ratu Duyung bertanya
Wiro cium
kening Ratu Duyung lalu lepaskan Pelukannya. Memandang pada Nyi Roro Manggut
sambil senyum-senyum. Si nenek balas menatap kosong. Dia ingat sewaktu coba
menggoda pemuda itu sebelum memberikan Ilmu Meraga Sukma.
"Wiro,"
kata Nyi Roro Manggut "Aku mencium ada bahaya besar di pulau ini. Kalau
kita bertindak keliru ragamu bisa dimusnahkan orang. Dan kau tak akan bisa
kembali dalam ksadaan sapartl semula selamalamanya."
Sukma
Wiro terdiam dan masih bisa menggaruk kepala! "Nek, aku jadi setan
gentayanganpun mau! Asal bisa membunuh Ratu Laut Utara keparat Itu dan
dapatkan kembali Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru."
Ratu
Duyung angkat tangannya memberi Isyarat.
"Wiro,
sebelum belatung keluar dari mataku, aku melihat sesuatu dalam keadaan
samar.Tapi aku masih bisa mengenali."
"Katakan
Intan, katakan apa yang kau lihat" Kata Wiro sambil pegang dua bahu Ratu
Duyung.
Masih
dengan mata nyalang tapi tak melihat apa-apa Ratu Duyung menjawab.
"Aku….aku melihat tiga pohon tumbuh berjajar di tengah hutan."
"Pohon
apa?" Nyi Roro Manggut yang kini bertanya.
"Aku
tidak tahu Nek. Terlihatnya samar-samar…"
"Ratu,
kita tunggu barang beberapa saat sampai matamu bisa melihat kembali."
"Bagaimana
kalau aku memang tidak bisa melihat lagi selama-lamanya alias buta?" tanya
Ratu Duyung.
"Kau
jangan berpikiran buruk seperti itu. Yang penting jangan lagi kau pergunakan
Ilmu Menembus Pandang. Musuh pasti sudah mengintai gerak-gerik kita dari jauh.
Setiap ilmu yang kita pergunakan pasti akan mereka tangkal secara ganas. Heran
dari mana Ratu Laut Utara mendapatkan semua ilmu keji itu!" Nyi Roro
Manggut angguk-anggukkan kepala berulang kali. Wiro mendekati lalu berkata.
"Nek,
setahuku kau punya Ilmu yang bisa menjajagi seseorang dari nafas, detak
Jantung, raga serta keringatnya. Apakah kau tidak Ingin mencoba agar kita bisa
lebih mengetahui…"
"Memang
Itu yang sedang aku pikirkan." Kata Nyi Roro Manggut pula."Aku akan
coba dulu dengan ilmu Menjajag Nafas Menjajag Keringat"
Si nenek
tegak diam tak bergerak. Dua tangan disilang di depan dada. Kepala mendongak ke
atas. Dada kemudian bergerak turun naik sementara hidungnya yang pesek bergerak
kembang kempis. Sesaat kemudian nenek ini menyapukan tangan kanannya ke udara
lalu membuat gerakan seperti menangkap seekor binatang yang sedang terbang.
Setelah itu tangannya diletakan di depan hidung.
"Hemm….aku
mencium bau keringat seseorang. Keringatmu sendiri. Mungkin keringat dari
ragamu. Berarti ragamu memang ada di pulau Ini. Coba kau cium sendiri!" SI
nenek lalu usapkan tangan kanannya yang keringatan ke hidung sukma Penekar 212.
"Puahl
Bau ketek Nek!" ucap Wiro lalu meludah berulang kali. "Itu bukan
keringatku. Ketekku tidak bau! Kau pasti mencium ketek orang lain! Coba kau
jajagi sekali lagi!"
Nyi Roro
Manggut tertawa cekikikan. Ratu Duyung mau tak mau ikut senyum-senyum.
"Sudah,
aku pergunakan ilmu yang lain saja agar tidak keliru!" kata Nyi Roro
Manggut "Aku akan terapkan ilmu Menjajag Nafas Mendenqar Detak
Jantung."Lalu nenek cebol ini kembali tegak berdiam diri.
"Tunggu
Nek," kata Wiro sambil memagang lengan Nyi Roro Manggut.
"Ada
apa?" tanya si nenek.
"Kalau
yang kau cium nanti nafas bau jengkol, itu pasti bukan nafasku. Aku tidak
pernah makan jengkol! Jadi jangan nanti kau coba meniup-niup ke arah hidungku
menyaru-nyaru bau jengkol!"
Nyi Roro
Manggut tertawa cekikikan mendengar kata-kata Wiro.
"Pantas…pantas
si Sinto Gendeng itu sering memanggilmu anak setan. Nyatanya kau memang setan
konyol! Dalam keadaan seperti ini masih bisa bergurau!"
Si nenek
lalu kembali tegak berdiam diri, dua tangan dirangkap di depan dada. Kalau tadi
kepala didongakkan ke atas maka kini ditukikkan memandang ke arah pasir
pantai.
Tiba-tiba
si nenek terpekik. Tubuhnya terlonjak sampai tinggi. Mukanya tampak merah.
Sepasang mata julingnya memandang tak berkesip ke arah Wiro dan Ratu Duyung
ganti berganti. Saat itu pandangan gadis bermata biru ini telah mulai pulih.
"Ada
apa Nek?" tanya Ratu Duyung sementara Wiro berpikir si nenek ini pasti mau
mempermainkan, membalas gurauannya tadi!
Nyi Roro
Manggut tidak segera menjawab. Kepala manggut-manggut lalu digeleng-gelong
berulang kali. "Nek, apa kau kesambat setan lewat?" tanya Wiro.
"Dengar
kalian berdua. Kalian tahu apa yang barusan terjadi?
"Aneh,
aku bukan mencium bau nafas atau mendengar detak jantung. Aku malah melihat!
Kalian tahu apa yang aku lihat?"
"Mana
kami bisa tahu kalau kau tidak mengatakan Nek," jawab Wiro pula.
"Aku…aku
melihat dua buah benda bengkak sebesar semangka. Berwarna biru. Aku melihat
sebuah benda panjang juga biru, kejepit di antara dua buah benda sebesar
semangka. Ada tujuh titik hitam berdarah pada benda. Kalian tidak tahu benda
apa rtu?"
Wiro dan
Ratu Duyung menggeleng. Heran.
Tiba-tiba
Nyi Roro Manggut tertawa mengekeh, lama dan panjang hingga kedua matanya yang
juling basah oleh air mata.
"Yang
aku lihat …Hik…hik! Yang aku lihat, hik… hik! Yang aku lihat adalah anunya.
Bengkak gembung. Berwarna biru. Ada tujuh titik luka. Empat di kantong menyan,
tiga di pisang raja! Lalu ada kipas kertas dan kopiah hitam dipakai mengipasi
anunya itu! Hik… hik…hlk!"
"Nek,
kau ini bercanda atau bagaimana?" tanya Wiro garuk-garuk kepala
"Sumpah
disambar petir! Aku tidak dusta?" Jawab Nyi Roro Manggut.
"Nek,"
kata Wiro pula. "Yang kau lihat itu bukan punyaku kan Nek?"
Tawa si
nenek kembali tersembur.
********************
12
DALAM
rimba belantara di pertengahan Pulau Menjangan Besar. Sukma Wiro, Nyi Roro
Manggut dan Ratu Duyung berdiri di hadapan tiga pohon Waru yang tumbuh sederet.
"Aku
bersyukur penglihatanku telah pulih kembali. Aku berterima kasih padamu
Nek," kata Ratu Duyung pada Nyi Roro Manggut. Si nenek senyum lalu
manggutmanggut Dia berbisik.’Kau gadis baik.Tapi bukan saatnya memakai segala
macam peradatan. Sebentar lagi kita akan menghadapi perkara besar."
Wiro yang
sudah tidak sabaran segera bertanya. "Intan, kau yakin Ini tiga pohon yang
kau lihat sewaktu kita masih berada di pantai seberang?"
"Aku
yakin Wiro. Memang ini pulaunya."
Mendengar
ucapan Ratu Duyung tidak menunggu lebih lama Wiro langsung hantamkan tangan
kanan ke deretan tiga pohon, melepas pukulan Dewa Topan Menggusur Gunung yang
dipelajarinya dari Tua Gila alias Sukat Tandika, kekasih Sinto Gendeng dimasa
muda.
"Braakkk!"
Tiga
pohon Waru terbongkar sampai ke akar-akarnya. Batang berpatahan lalu tumbang
bergemuruh memuncratkan tanah dan bebatuan ke udara.
Pada
bekas pohon Waru di sebelah tengah terlihat satu lobang besar. Di bagian bawah
lobang ada tangga batu. Baru saja ke tiga orang itu ulurkan kepala hendak
menyelidik tiba-tiba terdengar suara kepakan sayap dan suara menguik riuh
sekali.
"Ada
binatang terbang ke arah mulut lobang. Awas! Lekas mundur!" teriak Wiro
lalu menarik Nyi Roro Manggut dan Ratu Duyung beberapa langkah menjauhi lobang.
"Aku
mencium bau amis aneh! Seperti bau…" ucapan Nyi Roro Manggut terputus
karena saat itu dari dalam lobang melesat puluhan, bahkan mungkin ratusan
kelelawar hitam kecoklatan, bermata merah. Mulut terbuka mengeluarkan suara
menguik keras. kaki mencuatkan kuku hitam panjang dan runcing. "Awas!
Binatang itu menyerang kita!"Teriak Nyi Roro Manggut
"Kukunya
berbisa!" berteriak Ratu Duyung.
Kedua
orang Ini lindungi diri dengan segera melepas pukulan tangan kosong, menghantam
ratusan kelelawar yang menyerbu laksana air bah! Binatang-binatang itu
berpekikan dan tubuh mereka mencelat mental. Namun luar biasanya tidak ada yang
cedera apa lagi mati. Malah didahului suara menguik mengerikan mereka kembali
menyerbu. Empat kelelawar melesat ke arah Nyi Roro Manggut. Pukulan sayap dan
cakaran kuku menyambar kepala si nenek. Nyi Roro Manggut cepat merunduk sambil
memukul. Rambut putih yang digulung di atas kepala terbongkar awut-awutan.
Untung cakaran kuku berbisa tidak mengenai kulit kepala si nenek!
Lima
kelelawar berkelebat menyerang Ratu Duyung. Gadis ini cepat menghantam dengan
pukulan pedang biru. Lima kelelawar terpental. Namun seperti tadi binatang itu
tidak seekorpun yang cidera! Lalu ratusan lainnya setelah berputar-putar
kembali datang menyerbu!
"Ini
bukan kelelawar biasa! Kalian berdua lekas menyingkir. Berlindung di balik
pohon!" teriak Wiro. Lalu murid Sinto Gendeng ini berteriak menyebut Kapak
Naga Geni 212 dan Batu Hitam Sakti!
Saat itu
juga kapak dan batu sakti yang berada dalam sukma tubuhnya melesat keluar dan
tahu-tahu sudah berada di tangan kiri kanan.Tidak menunggu lebih lama Wiro
gesekkan kuat-kuat batu sakti ke mata kapak. Lidah api berkiblat ke udara.
Ratusan kelelawar menguik keras. Wiro terus menghantam tiada henti. Kelelawar
yang ditambus api bukan satu persatu tapi kelompok demi kelompok. Anehnya
begitu jatuh di tanah, kelelawar yang tubuhnya dikobar! api itu langsung sirna.
Yang tinggal hanya kepulan asap menebar bau daging terpanggang!
Kelelawar-kelelawar yang masih hidup menguik ketakutan, berserabutan masuk ke
dalam lobang di tanah.
Memperhatikan
hal Itu Wiro langsung mengejar masuk ke dalam lobang. Tubuhnya yang meraga
sukma melayang seperti asap mengambang. Batu sakti dan mata kapak masih terus
digosokkan. Lidah api mencuat tiada henti, berubah menjadi gelombang api luar
biasa dahsyat dan menggebubu masuk ke dalam lorong. Puluhan kelelawar yang tadi
masuk ke dalam lobang di bawah tanah kini tidak bisa lagi selamatkan diri.
Malah pimpinan mereka Raja Kalong Laut Utara ikut menemui ajal. Bangkainya yang
gosong hitam tergeletak di depan pintu besi ruang tidur Ratu Laut Utara.
Di luar
lobang.
"Wiro
tunggu!" teriak Ratu Duyung ketika melihat Wiro melompat masuk ke dalam
lobang. Dia segera mengejar mengikuti Wiro.
Sebelum
menuruni tangga Ratu Duyung berbalik dan berseru pada Nyi Roro Manggut.
"Nek!
Kau tidak ikut?!"
"Kalau
semua masuk ke dalam siapa yang menunggu di luar sini?!" sahut si nenek.
Lalu dia melompat ke atas satu pohon paling tinggi. Dari atas pohon ini dia
bisa melihat ke seantero rimba belantara di bawahnya. Jangankan manusia, seekor
kelincipun tidak akan luput dari pengawasannya! Sebenarnya selain melakukan
pengintaian nenek ini juga berusaha mendapatkan sejenis buah dari pohon yang
sebelumnya dilihatnya tumbuh di pulau itu.
***********************
DI DALAM
kamar rahasia di bawah tanah rimba belantara Pulau Menjangan Besar,empat orang
berada di tempat itu. Yang pertama adalah raga Pendekar 212 dalam keadaan
terbaring di atas tempat tidur besar. Kedua tentu saja Ratu Laut Utara si
pemilik tempat. Orang ketiga Nyi Kuncup Jingga dan yang keempat adalah Purnama
yang saat itu telah dsembuhkan dari cideranya dan masih tetap berada dalam
tenung Ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat Hati.
"Kalian
semua dengar baik-baik apa yang aku katakan." Ratu Laut Utara berkata.
"Para penyerbu sudah berada di atas pulau. Kita membagi tugas mengatur
rencana. Nyi Kuncup Jingga, kau periksa kawasan laut utara. Cari Ratu Sepuh
yang berujud buaya putih."
Dari
balik pakaian birunya Ratu Laut Utara mengeluarkan sebuah kotak kecil terbuat
dari perak. Dia menyodorkan kotak Itu pada si nenek seraya berkata. "Di
dalam kotak perak ini terdapat sejumput benda sangat langka yaitu tembakau
putih. Begitu bertemu Ratu Sepuh, keluarkan tembakau putih dari dalam kotak.
Ambil sejumput kecil tembakau putih dan lemparkan ke arahnya. Dia pasti akan
lari tunggang langgang karena tembakau putih adalah pantangannya. Jika kau
mampu menyentuhkan tembakau putih ke tubuhnya maka seluruh kesaktian Ratu Sepuh
akan rontok! Bahkan dia akan menemui ajal dalam beberapa kejapan mata saja!"
Nyi
Kuncup Jingga ambil kotak perak yang diberikan Ratu Laut Utara, menyimpan
diballk pakaian.
"Sri
Paduka Ratu, saya pergi sekarang."
"Pergilah.
Begitu kau berhasil membunuh Ratu Sepuh segera temui aku di Bukit Cinta di
Pulau Menjangan Kecil."
"Baik
Sri Paduka Ratu," jawab Nyi Kuncup Jingga.
"Pergilah.
Ingat, tinggalkan tempat ini melalui pintu rahasia Lantai Samudera Atap
Bumi."
Setelah
Nyi Kuncup Jingga pergi membawa kotak perak Ratu Laut Utara segera memanggul
raga Pendekar 212 yang sejak tadi tergolek di atas tempat tidur.
"Purnama,
ikuti aku. Ada seseorang yang harus kita habisi saat Ini juga!"
"Kalau
saya boleh bertanya, siapa orang itu Sri Paduka Ratu?" tanya Purnama.
"Namanya
Ayu Lestari…"
"Siapa
dia Sri Paduka Ratu?"
"Kau
tidak perlu tahu siapa dia!" Ratu Laut Utara jadi jengkel karena ditanya
terus. "Yang penting kau harus membunuhnya!"
"Aku
punya pantangan.Tidak bisa membunuhnya sebelum tiga ratus hari. Lagi pula kau
berada dibawah perintahku! Apakah kau masih mau bertanya. Purnama?"
“Tidak
Sri Paduka Ratu."
Ratu Laut
Utara menatap wajah pucat Purnama yang belum lama dilepaskan dari totokan dan
disembuhkan dari cidera. Diam-diam Ratu Laut Utara merasa kawatir kalau totokan
yang dilakukan musuh atas diri Purnama sebelum diselamatkan telah merubah jalan
pikirannya. Ternyata Ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat Hati masih menguasai gadis itu.
Untuk menghilangkan rasa was-was Ratu Laut Utara ajukan beberapa pertanyaan.
"Purnama,
apakah kau baik-baik saja?"
"Saya
baik-baik saja Sri Paduka Ratu."
"Ada
sesuatu yang mengganjal di hatimu?"
"Tidak
ada Sri Paduka Ratu."
"Ada
sesuatu yang mengacaukan pikiranmu?"
"Tidak
juga Sri Paduka Ratu."
"Apakah
kau punya perasaan tertentu terhadap pemuda yang ada di bahu kananku ini? Kau
menyukainya?"
Purnama
menatap wajah Pendekar 212 sebentar lalu menjawab.
"Tidak
Sri Paduka Ratu."
"Kalau
begitu laksanakan perintahku tanpa banyak bertanya."
"Mohon
maafmu Sri Paduka Ratu. Saya akan melakukan apa yang Sri Paduka Ratu
perintahkan. Tunjukkan orang yang harus saya bunuh itu."
"Bagus.
Sekarang ikuti aku!"
Begitu
keluar dari ruangan, tepat di depan pintu besi yang hangus Ratu Laut Utara dan
Purnama melihat bangkai Raja Kalong Laut Utara tergeletak gosong mengerikan.
"Raja
Kalong, aku akan membalaskan kematianmu!" ucap Ratu Laut Utara lalu
memberi isyarat pada Purnama agar berjalan lebih cepat
***********************
KETIKA
membuka pintu merah di ruang batu tempat Ayu Lestari, Ratu Laut Utara yang asli
di sekap. Ratu Laut Utara melengak kaget Mata mendelik tubuh bergetar. Tawanan
itu tidak ada lagi di dalam ruangan. Dinding batu di sebelah belakang hancur
berentakan membentuk satu lobang besar!
"Kurang
ajar. Tawanan melarikan diri!" teriak Ratu Laut Utara marah besar. Kakinya
ditendangkan. Dua jeruji besi sebesar betis patah berentakan. Ratu Laut Utara
masuk ke dalam ruangan."Benar-benar kurang ajar! Bagaimana mungkin?!"
"Sri
Paduka Ratu," kata Purnama. "Menyaksikan keadaaan di tempat ini saya
rasa tawanan bisa melarikan diri karena ada pertolongan orang dari luar!"
"Aku
sudah mengetahui hal itu," jawab Ratu Laut Utara sambil melotot
memperhatikan dinding batu yang Jebol. "Ilmu Dinding Gaib Laut Utara yang
aku terapkan tidak mempan. Dinding yang jebol tidak bisa pulih kembali! Hanya
ada satu orang yang bisa melakukan hal itu. Ratu Sepuh!" Ratu Laut Utara
memperhatikan lantai ruangan dan sebagian dinding yang jebol. Keadaannya basah
oleh air laut. "Ada basahan air laut. Ada bau wangi. Ratu Sepuh! Dia
memang benar-benar sudah muncul! Dia yang datang ke tempat ini membebaskan
tawanan! Keparat kurang ajar!"
***********************
***********************
13
YANG disebut pintu rahasia Lantai Samudera Atap Bumi adalah sebuah mulut goa terletak di balik rerumpunan semak belukar lebat di rimba belantara Pulau Menjangan Besar. Ketika Ratu Laut Utara yang memanggul Wiro keluar dari goa rahasia itu bersama Purnama, kedua orang Ini kaget setengah mati melihat pemandangan yang ada di depan matanya!
YANG disebut pintu rahasia Lantai Samudera Atap Bumi adalah sebuah mulut goa terletak di balik rerumpunan semak belukar lebat di rimba belantara Pulau Menjangan Besar. Ketika Ratu Laut Utara yang memanggul Wiro keluar dari goa rahasia itu bersama Purnama, kedua orang Ini kaget setengah mati melihat pemandangan yang ada di depan matanya!
Di
sebelah kiri Datuk Api Batu Neraka tergeletak di tanah. Mata mencelet, leher
robek besar nyaris putus. Darah membasahi janggut dan sekujur tubuhnya yang
sama sekali tidak mengenakan pakaian.Tak jauh dari tempat sang Datuk
tergeletak, terkapar sosok raksasa Jin Durna Rawana dalam keadaan megap-megap.
Tubuh terkelupas hangus dan kepulkan asap menebar bau menggidikkan.
"Gila!
Edan! Apa yang terjadi?" Ratu Laut Utara tampak marah besar. Dalam marah
dia menduga-duga. Lalu dia mendengar suara perempuan mengisak. Cepat dia
palingkan kepala ke kiri. Di situ, di depan serumpunan semak belukar Ning
Kameswari duduk dengan muka pucat ketakutan, terisak menahan tangis sambil
menutupi tubuhnya dengan jubah putih milik Datuk Api Batu Neraka! Ternyata di
balik Jubah itu tidak selembar benangpun menutupi auratnya.
Ratu Laut
Utara mendatangi dengan langkah besar. Rambut Ning Kameswari dijambak.
"Katakan
apa yang terjadi?! Cepat!"
"Saya
mohon maafmu Sri Paduka Ratu…"
"Perempuan
Jahanam! Aku tidak menyuruh kau minta maaf. Aku minta katakan apa yang
terjadi!"
"Plaakkk!"
Ratu Laut
Utara tampar pipi kiri Ning Kameswari hingga gadis berwajah cantik bertubuh
sintal ini terpekik kesakitan, kucurkan darah di sudut bibir. Di tengah
isakannya Kameswari kemudian bercerita.
"Mohon
maafmu Sri Paduka Ratu. Saya mengaku salah. Berbuat lalai dalam menjalankan
tugas. Tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa. Datuk memaksa saya Setelah saya
berhasil mencelakai pemuda gemuk bernama Bujang Gila Tapak Sakti dengan tujuh
kalajengking biru, Datuk mengajak saya ke tempat Ini untuk bercinta.Tiba-tiba
datang Jin Durna Rawana Datuk di bunuh."
Rupanya
setelah dihantam Wiro dengan lidah api dan dalam keadaan tubuh dikobar! api Jin
Durna Rawana masuk mencebur ke dalam air laut. Dia tidak segera menemui ajal.
Dalam keadaan sakarat dan tubuh hangus terkelupas dia mencari Datuk Api Batu
Neraka yang sudah lama dibencinya. Sang Datuk ditemui di pulau tengah bercinta
dengan Ning Kameswari yang diam-diam juga disukainya. Ini membuat dendam
kesumat Jin Durna Rawana semakin berkobar. Dengan cara membokong Durna Rawana
berhasil membunuh Datuk Api Bara Neraka.
"Mahluk-mahluk
tak berguna!" teriak Ratu Laut Utara. Kakinya menendang dua kali. Mayat
Datuk Api Batu Neraka mencelat tiga tombak.Tubuh raksasa Jin Durna Rawana yang
tengah sekarat terguling-guling. Di satu tempat sosoknya meledak
berkeping-keping lalu berubah menjadi asap merah dan sirna dari pemandangan.
"Ratu
saya mohon. Saya minta ampun. Saya jangan dibunuh!" Kata Ning Kameswari
sambil sujud menyembah di tanah ketika Ratu Laut Utara mendatanginya. Dia
tidak perduli lagi keadaan tubuhnya yang tersingkap bugil karena jubah milik
Datuk Api Batu Neraka telah merosot jatuh ke tanah.
"Aku
memberi banyak kepercayaan dan keleluasaan padamu! Ternyata kau hanya
menimbulkan kekacauan! Kau pantas menyusul kedua gendakmu itu!" Habis
berkata begitu Ratu Laut Utara berpaling pada Purnama. "Habisi dia!"
Ning
Kameswari menjerit keras.
"Tidak!
Jangan Ratu! Ampun!"
Purnama
melangkah tenang mendekati Kameswari. Tiba-tiba kaki kanannya melesat. Menghantam
telak di dada orang. Darah menyembur dari mulut perempuan itu.Tubuhnya mencelat
jauh.
***********************
DI DALAM
lorong di bawah Pulau Menjangan Besar Wiro dan Ratu Duyung masuk ke dalam ruang
tidur besar Ratu Laut Utara yang juga disebut Ruang Penantian Cinta. Begitu
masuk langsung saja dua kaki mereka laksana dipantek di lantai batu. Betapa
tidak. Pada dinding ruangan di seberang sana terpampang lukisan besar diri Wiro
dalam keadaan telanjang!
Ratu
Duyung membuang muka lalu cepat balikkan badan dan keluar dari ruangan. Untuk
beberapa lamanya Wiro masih tegak memandangi lukisan dirinya lalu garuk-garuk
kepala.
"Gila!
Bagaimana ada lukisanku di tempat celaka Ini! Telanjang pula! Siapa yang
melukis? Ratu sialan itu? Wah, anuku dibikin mencong, begitu?! Jelek amat! Untung
tidak ada orang lain yang melihat lukisan ini. Tapi Intan…." Wiro melirik
ke arah Ratu Duyung yang tegak membelakanginya.
"Wiro,
sebaiknya kita cepat-cepat tinggalkan tempat ini." Kata Ratu Duyung yang
wajahnya masih bersemu merah.
"Baik
Intan. Aku memang mau pergi.Tapi biaraku musnahkan dulu lukisan edan itu!"
Tidak tanggungtanggung Wiro lalu menghantam dinding yang ada lukisan dirinya
dengan Pukulan Sinar Matahari! Bukan cuma dinding yang hancur berentakan tapi
seluruh ruangan tidur runtuh, beberapa bagian terowongan ikut ambruk.
***********************
MENDENGAR
suara bergemuruh di bawah tanah sekitar lobang bekas pohon Waru si nenek jadi
merasa kawatir. Dia segera terapkan ilmu mengirim suara dari jauh pada Ratu
Duyung.
"Lekas
keluar dari dalam goa! Kalian tidak akan menemukan Ratu Laut Utara di sana. Aku
barusan melihatnya berkelebat ke arah barat.
"Tak
usaha kawatir Nek, kami sudah ada di sini." Tiba-tiba terdengar suara Ratu
Duyung. Dia muncul diikuti sukma Pendekar212.
"Dengar,
aku barusan melihat Ratu Laut Utara melarikan diri ke arah barat. Memanggul
raga Wiro. Kita bisa mengikuti dan mengejar mereka dengan ilmu Menjajag Nafas
Mendengar Detak Jantung…"
Ketiga
orang itu segera berkelebat ke barat dan baru berhenti ketika sampai di tepi
pantai sebelah baret Pulau Menjangan Besar.
Nyi Roro
Manggut menunjuk ke langit. Sebuah benda biru seperti seekor burung melayang
turun ke permukaan laut. "Benda biru itu pasti Ratu Laut Utara. Ada sebuah
pulau di sebenang sana," kata Ratu Duyung. "Setahuku Ratu Laut Utara
punya beberapa tempat rahasia,"menjelaskan Nyi Roro Manggut.
"Kita
menyeberang sekarang juga! Pulau itu tak berapa jauh. Kita bisa berenang!"
kata Wiro. Ketiganya segera bersiap-siap masuk ke dalam laut.
Namun
tiba-tiba air laut mencuat. Dari dalam laut melesat sosok berpakaian hitam. Bau
pesing menebar mencucuk pernafasan. Lalu terdengar suara membentak.
"Anak
setan! Jangan buru-buru minggat! Aku mau bicara dan memberikan sesuatu pada
calon binimu!"
"Hah!"
Wiro tersentak kaget Ratu Duyung tak kalah kejutnya sementara Nyi Roro Manggut
goleng-goleng kepala, tejuling-juling memperhatikan orang yang barusan keluar
dari dalam laut dan melangkah ke arah mereka.
"Eyang
Sinto!" seru Wiro.
"Sssttt!
Saat ini aku tidak mau banyak bicara denganmu. Apa lagi kau cuma sosok sukma,
bukan manusia benaran! Hik… hik! Aku mau bicara dengan Ratu Duyung!" Orang
yang bicara melangkah langsung ke arah gadis bermata biru.Ternyata dia adalah
si nenek bermulut perot Eyang Sinto Gendong guru Pendekar 212. Tubuhnya
melangkah agak menggigil seperti kedinginan. Mata tampak merah dan bergelembung
karena kurang tidur. "Nek, bagaimana kau bisa berada di pulau ini?"
tanya Ratu Duyung seraya menghampir dan memeluk bahu Sinto Gendang.
"Panjang
ceritanya, panjang ceritanya…." jawab si nenek bau pesing. Dari balik
kebaya hitamnya nenek ini keluarkan sebuah kantong kain berwarna perak karena
dilapisi cairan timah yang sudah mengering. "Aku sudah tiga hari tiga
malam menunggumu di sini. Lihat mataku sampai bengkak karena tidak tidur-tidur.
Tubuhku menggigil kedinginan karena terus-terusan berendam dalam air laut
Ikan-ikan sudah banyak yang mati karena tidak tahan mencium bau pesing air
kencingku. Hik… hik…hik!"
"Nek,
mengapa kau sengaja menunggu kami di sini? Tadi Eyang bilang mau memberikan
sesuatu pada…"
Si nenek
segera membentak. Mata dibeliakkan. "Aku sudah bilang aku hanya mau bicara
dengan gadis Ini!"
"Baik
Nek. baik Nek. Silahkan bicara!" kata Wiro sambil menyengir dan garuk
kepala.
"Ratu
Duyung…"
"Namanya
sudah diganti jadi Intan Nek!" Wiro kembali menyeletuk.
"Anak
setan sialan! Kau selalu memotong ucapanku! Apa mau kusumpal dengan ini?!"
Sinto Gendeng keluarkan susur dari dalam mulutnya. Siap disumpalkan ke mulut
Wiro. Sang murid cepat-cepat mundur menjauh. Si nenek kembali berpaling pada
Ratu Duyung.
"Dengar,
aku datang jauh-jauh menemuimu ke sini hanya untuk menyerahkan ini…" Sinto
gendeng lalu serahkan kantong kain yang dilapisi timah kering. Ketika menerima
kantong si gadis melihat tangan kanan Sinto Gendeng melepuh merah.
"Kenapa
tanganmu Nek?" tanya Ratu Duyung sambit pegang dan mengelus lengan kanan
si nenek.
"Anu,
aku teriuka karena … karena tidak kuat memegang benda ini. Karena itu benda aku
bungkus dengan kain berlapis timah. Itu pun sesudah ada seorang teman memberi
tahu Kalau tidak oala, amblas tangan kananku. Bisa buntung! Cepat,
ambillah."
Walau
heran mendengar keterangan si nenek Ratu Duyung segera mengambil kantong
kain."Apa Isinya Nek?"
"Buka
kantongnya. Lihat sendiri," jawab Sinto Gendeng.
Ratu
Duyung memandang pada Wiro, menatap ke arah Nyi Roro Manggut lebih dulu baru
membuka kantong kain. Ada hawa aneh dingin ketika tangannya menyentuh benda
dalam kantong. Begitu benda itu dikeluarkan tiba-tiba srettt!
Cahaya
menyilaukan berkiblat. Di tangan Ratu Duyung kini tergenggam sebilah pedang
luar biasa tipis, memancarkan cahaya putih terang dan menebar hawa sejuk.
"Pedang
Naga Suci Dua Satu Dua!" berseru Wiro.
Ratu
Duyung sendiri tidak bisa percaya kalau yang diserahkan si nenek dan kini
dipegangnya adalah pedang mustika sakti yang terkenal itu.
Wiro
garuk kepala.
"Nek,"
katanya. "Jadi kau yang mencuri pedang sakti Itu, menukarnya dengan yang
palsu. Nek, kau ini apa-apaan…"
Sinto
Gendong tertawa mengekeh.
"Nek,
aku masih kurang jelas. Tolong ceritakan bagaimana kejadiannya."
Si nenek
seperti hendak marah namun kemudian tertawa cengengesan. "Sebetulnya aku
tidak mau bicara padamu.Tapi sekail ini tidak jadi apa. Biar aku mengalah.
Setelah dapatkan Pedang Naga Suci kembali, Kiai Gede Tapa Pamungkas membawa
pedang ke tempat kediaman di puncak Gunung Gede. Aku mencuri, menukar dengan
pedang palsu."
"Mengapa
kau tega berbuat begitu Nek?" tanya Wiro.
"Ini
bukan soal tega atau tidak tega. Aku tidak punya maksud jahat. Aku hanya ingin
menebus dosa."
Wiro
garuk-garuk kepala. "Menebus dosa? Memangnya kau punya dosa apa
Eyang?"
"Aku
ingin menyerahkan senjata itu kembali pada Tua Gila. Saat menerima warisan dari
Kiai Gede Tapa Pamungkas puluhan tahun silam, aku berlaku serakah. Aku
mengambil kapak dan pedang sekaligus. Tua Gila tidak dapat apa-apa. Aku
menyesal. Aku coba menebus dosa dengan memberikan senjata itu padanya. Tapi
itulah….Dengan cara mencuri dan memperdayai guruku sendiri. Dosa sedikit tapi
pahalanya kan lebih banyak. Hik… hik… hik!"
"Kalau
begitu ceritanya, saya tidak berani menerima senjata ini Nek," kata Ratu
Duyung pula,
"Oala!
Jangan kau bicara begitu. Pedang sakti Itu memang seharusnya akan menjadi
milikmu. Cuma aku saja tua bangka Ini yang membuat sedikit kericuhan.
Sebenarnya aku bisa menunggu memberikannya kapan-kapan.Tapi aku mendengar
kalian ada urusan besar dengan Ratu Laut Utara. Apa kalian tidak tahu kalau
Ratu satu itu hanya mampu dihabisi dengan Pedang Naga Suci Dua Satu Dua?"
"Mengapa
bisa begitu Nek?" tanya Wiro.
"Aku
tidak tahu.Tapi kata orang pedang sakti ini adalah pedang betina alias
perempuan. Ratu Laut Utara juga perempuan. Nah perempuan dengan perempuan
biasanya jarang akur. Jadi ada yang bakal apes. Nah yang apes itu si Ratu Laut
Utara tadi! Hik… hik…hik."
"Kalau
begitu ceritanya, kami sangat berterima kasih sekali padamu Nek."
"Anak
setan! Sudah! Dari tadi kau paling banyak omong! Urus dulu masalahmu! Kalau
sukmamu tidak bisa masuk kembali ke dalam ragamu, celaka nasibmu. Kau akan gentayangan
seumur-umur di kolong langit. Manusia bukan setan juga bukan!" Habis
berkata begitu Sinto Gendeng tertawa cekikikan lalu berkelebat tinggalkan
tempat itu.
********************
14
PULAU
Menjangan Kecil. Walau udara cerah namun angin laut bertiup lebih dingin dan
lebih kencang. Begitu berada di tepi pantai Wiro, Ratu Duyung dan Nyi Roro
Manggut melihat sebuah bukit kecil. Inilah bukit yang oleh Ratu Laut Utara
diberi nama Bukit Cinta. Di atas bukit sebelah kiri terdapat dua buah patung
telanjang. Satu patung perempuan dalam keadaan berbaring menelentang, satu lagi
patung lelaki yang merunduk di atas patung perempuan. Di kejauhan sayup-sayup
terdengar suara alunan gamelan.
"Sepi,
tapi ada alunan gamelan." Kata Ratu Duyung. Lalu dia memegang lengan Wiro
dan berbisik. "Aku ingin menerapkan Ilmu Menembus Pandang.Tapi kawatir
Ratu Laut Utara masih memagar diri dengan ilmu jahat yang bisa membutakan
mata."
"Biar
aku yang mencoba," kata Wiro pula. Dia segera kerahkan tenaga dalam ke
mata. Setelah menunggu beberapa lama tidak terjadi apa-apa. "Aku tidak
bisa mempergunakan ilmu itu. Ratu Laut Utara pasti sudah memagari tempat
ini."
"Aneh.
bagaimana ada gamelan di tempat seperti ini. Kalau ini memang pekerjaannya Ratu
Laut Utara apa maksudnya?" kata Ratu Duyung.
"Yang
lebih aneh lagu yang aku dengar adalah gending duka cita. Gending
kematian." Ujar Nyi Roro Manggut.
"Ratu
Laut Utara sengaja mengacau hati dan pikiran kita." Menyahuti Wiro.
"Jangan
terpancing." Mengingatkan Nyi Roro Manggut
"Aku
akan hancurkan dua patung itu!"Wiro angkat tangan kanannya. Siap melepas
pukulan dahsyat
"Tunggu!"
kata si nenek pula. "Patung itu, aku seperti mengenali raut wajah mereka.
Coba kita mendekat lebih dulu."
Ketika
ketiga orang itu hanya tinggal lima belas tombak dari mereka tersentak kaget
dan sama hentikan langkah.
"Apa
kataku!" ucap si nenek.
"Gila!
Ini benar-benar gila!" teriak Wiro. "Tadi lukisan! Sekarang
patung!"
Ratu
Duyung menutup dua mata dengan tangan.
Patung
perempuan yang berbaring menelentang raut tubuh serta wajahnya jelas merupakan
Ratu Laut Utara. Sedang patung lelaki yang berada di atas patung perempuan
bukan lain membentuk sosok dan wajah Pendekar 212 Wiro Sableng. Dua patung
berada dalam keadaan bersatu badan!
Sukma
Wiro tidak dapat menahan diri lagi.
Tangan
kanan dipantang. Tangan itu serta meria berubah menjadi putih perak
menyilaukan. Wiro hendak menghantam patung dengan Pukulan Sinar Matahari!
"Wiro,
tahan!" Ratu Duyung berkata. Nyi Roro Manggut cepat memegang tangan kanan
sang pendekar.
"Lihat!"
Ratu Duyung menunjuk ke arah patung.
Saat itu
tampak Ratu Laut Utara muncul melangkah perlahan memanggul raga Wiro. Dengan
hati-hati raga yang lehernya masih ditancapi bambu kuning itu dibaringkan di
samping patung perempuan. Di belakang Ratu Laut Utara berjalan perampuan cantik
berpakaian biru gelap yang bukan lain adalah Purnama. Gadis dari Latanahsilam
ini menating sebuah nampan di atas mana terdapat dua buah seloki besar terbuat
dari perak. Nampan diletakkan dekat kaki patung lelaki.
"Purnama…"
desis Wiro. "Benar-benar dia. Aku tidak bisa mempercayai mataku!"
Di
belakang Purnama berjalan seorang nenek lagi, walau tua tapi masih berwajah
cantik, berambut putih mengenakan kebaya panjang serta kain warna putih.
"Astaga!"
Ratu Duyung terkejut ketika melihat dan mengenali nenek itu.
Nyi Roro
Manggut geleng-geleng kepala dan keluarkan suara tersedak beberapa kali.
"Bukankah nenek satu itu Nenek Cempaka? Orang kepercayaan Ratu Laut Utara
yang pertama? Bagaimana dia bisa bergabung dengan Ratu Laut Utara yang merebut
tahta dari anak asuhnya sendiri Ayu Lestari?!"
"Kurasa
seperti Purnama nenek itu juga juga sudah kena ilmu tenung jahat Ratu Laut
Utara!" kata Ratu Duyung.
"Gila,"
bisik si nenek pada Ratu Duyung. Kita berdua belum tentu bisa menghadapi nenek satu
Ini…"
Ratu
Duyung memang tahu betul kehebatan Ilmu kesaktian nenek itu. Untuk
menenteramkan hati dia pegang kuat-kuat gulungan Pedang Naga Suci 212 yang ada
di genggaman tangan kanan.
"Aku
tidak melihat Nyi Kuncup Jingga," bisik Nyi Roro Manggut.
"Kurang
ajar! Ragaku ada di sana. Aku tidak bisa menghancurkan patung bejat itu!"
Ucap Pendekar 212 penuh geram.
Tiba-tiba
suara alunan gamelan terdengar lebih keras lalu berubah perlahan. Begitu suara
gamelan lenyap Ratu Laut Utara bertepuk tiga kail. Suaranya merdu sekali ketika
berucap.
"Seorang
kekasih penyanding tahta Kerajaan Bawah Laut Utara telah datang. Mohon maaf
kalau penyambutan begini sederhana. Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng, minuman
kebahagiaan telah tersedia untuk kita berdua Silahkan datang mendekat dan
silahkan minuman diteguk."
Wiro tak
bergerak di tempatnya Mulutnya berucap.
"Aku
ingin sekali merobek mulut perempuan itu!"
"Wiro
kekasihku! Mengapa kau berdiam diri. Mengapa tidak mau datang kesini? Apakah
dua orang yang bersamamu itu menghalangi? Ah, sungguh sangat disayangkan kau
tidak datang seorang diri. Perlu apa membawa serta dua mahluk buruk dan busuk
itu! Satu nenek jelek, satu gadis kesasar tak tahu diuntung yang dulunya
setengah manusia setengah ikan! Bagaimana kalau keduanya kita masukkan dulu ke
dalam kerangkeng?!"
Ratu
Duyung jadi merah seluruh wajahnya. Seperti diketahui gadis bermata biru ini
dulu semasa kutukan masih menimpa dirinya, tubuhnya pernah sebelah atas
menyerupai manusia namun bagian bawah berbentuk ikan. Berkat pertolongan
Wirolah maka kelainan akibat kutuk itu berhasil dilenyapkan.
"Intan,
tenangkan hatimu. Jangan terpengaruh ucapan Ratu durjana itu!" kata Wiro
pada Ratu Duyung.
Ratu Laut
Utara tiba-tiba bertepuk dua kali. Entah dari mana asalnya tahu-tahu dua kerangkeng
besi melesat di udara dan melayang turun tepat di depan Ratu Duyung dan Nyi
Roro Manggut. Pintu kerangkeng terbuka dengan sendirinya.
"Jahanam
kurang ajar!" rutuk Nyi Roro Manggut. Nenek Ini hantamkan tangan kanannya
ke arah kerangkeng besi. Ratu Duyung melakukan hal yang sama. Dua cahaya biru
berkiblat. Dua kerangkeng besi hancur berkeping-keping.
Ratu Laut
Utara tertawa panjang.
"Rupanya
kalian tidak suka masuk kerangkeng.
Tidak
jadi apa. Nanti aku carikan tempat yang lebih baik bagi kalian. Mungkin kandang
ayam atau kandang kambing! Hik… hik..hik!"
Saat itu
sukma Wiro telah melompat dan berdiri lima langkah di hadapan Ratu Laut Utara.
"Kekasih
penyanding tahta. Akhirnya kau sudi juga mendekat. Betapa bahagianya hati ini.
Apakah aku boleh menawarkan minuman kebahagiaan itu kembali?"
"Ratu
Laut Utara!" bentak Pendekar 212. "Kami datang bukan untuk sandiwara
tolol Ini! Jika kau sayang nyawamu, kembalikan Batu Mustika Angin Laut Kencana
Biru dan lepaskan Ayu Lestari, Ratu yang kau sekap selama ini!"
"Kekasihku
gagah! Rupanya aku salah mengira!" jawab Ratu Laut Utara."Aku mengira
kau datang untuk bersanding di tahta Kerajaan Laut Utara bersamaku. Tapi tak
jadi apa. Apa hanya dua hal itu saja yang jadi permintaanmu?"
"Ratu,
aku bukan kekasihmu! Jangan mimpi di siang bolong!" Hardik Wiro.
"Oh
begitu? Lalu apa artinya dua patung yang bagus indah ini? Kita sudah bersatu
badan di dalam kegaiban. Dan kau masih mampu mengatakan dirimu bukan kekasihku!
Sungguh sedih aku mendengar. Betapa malang diriku!"
"Perempuan
liar! Nasibmu memang malang! Mungkin lebih malang dari ini!"
Tiba-tiba
ada orang bicara dengan suara keras. Lalu bluuukk! Sebuah benda melayang jatuh
tepat di depan kaki Ratu Laut Utara. Perempuan ini delikkan mata. Semua orang
ikut kaget Yang terkapar di depan sang Ratu adalah sosok Nyi Kuncup Jingga yang
sudah jadi mayat. Sosoknya mulai dari kepala sampai ke kaki tampak bengkak. Di
mulutnya menyumpal sebuah kotak perak.
Kejut
Ratu Laut Utara, Purnama dan Nenek Cempaka bukan kepalang. Ketika mereka dan
semua orang memandang ke kanan, hanya dua tombak jaraknya, kelihatan seekor
buaya putih besar, seorang pemuda gendut yang sebentar-sebentar meringis
kesakitan sambil pegangi bagian bahwa perutnya yang tampak melendung bengkak
yang bukan lain adalah Bujang Gila Tapak Sakti. Di samping si gendut ini
berdiri seorang gadis cantik berpakaian hijau. Di sebelahnya tegak gadis
berambut pirang Bidadari Angin Timur.
Wiro
besarkan matanya memandang pada gadis berpakaian hijau. "Ayu
Lestari….Ternyata kau dalam keadaan selamat" Dia juga memandang dan
kedipkan mata pada Bidadari Angin Timur, tersenyum menyaksikan Bujang Gila
Tapak Sakti namun mengerenyit ketika memperhatikan buaya putih besar.
Akan
halnya Ratu Laut Utara saat Itu boleh dikatakan tengkuknya terasa dingin ketika
melihat buaya putih. Dia tidak takut menghadapi semua orang yang ada di tempat
Itu. Tapi terhadap buaya putih itu! Sementara Purnama dan Nenek Cempaka tegak
tenang-tenang saja karena mereka memang tidak lagi mampu berpikir sendiri. Otak
keduanya berada di bawah kendali Ratu Laut Utara.
Tiba-tiba
suara gamelan mengalun kembali. Lagunya bukan gending yang tadi. Ini
mengejutkan Ratu Laut Utara karena bukan dia yang membuat gamelan gaib bergema
lagi. Bersamaan dengan itu buaya putih tegakkan kepala lalu ada kepulan asap
putih. Begitu asap sirna buaya putih Itu telah berubah menjadi seorang nenek
berwajah kelimis, berpakaian beludru warna hijau bertubuh tinggi semampai tapi
agak bungkuk. Di tangan kanan dia memegang sebatang tongkat emas. Di kepala ada
satu mahkota emas bertabur batu permata. Inilah perujudan asli Ratu Sepuh yaitu
Ratu pertama Kerajaan Laut Utara.
"Ah
dia benar-benar masih hidup. Malah datang unjukkan diri di tempat Ini. Membawa
Ratu keparat itu, seorang pemuda gendut dan janda muda Kepala Pengawal
Kesultanan Cirebon!" Ratu Laut Utara membatin dengan hati
tergetar.Tiba-tiba dia berkata. "Kekasihku Wiro, kau lihat sendiri. Ayu
Lestari datang bersama rombongan orang-orang yang tidak kukenal ini. Jadi
jelas, aku tidak pernah menyekapnya seperti yang kau katakan tadi. Ah, begitu
banyak fitnah di dunia ini!"
Nenek
berjubah bludru hijau ketukkan tongkatnya ke tanah hingga Seantero tempat
bergetar. Dua patung besar bergoyang dan keluarkan suara berderak.
Bidadari
AnginTimur yang pernah ditantang dan diteriaki janda Itu sudah panas hatinya,
Ingin menghajar sang Ratu. Sesaat dia melirik pada Purnama. Dadanya mau
meledak."Pasti dia yang memberi tahu perihal diriku pada Ratu celaka itu.
Kalau bukan dia siapa lagi! Aku harus mencari kesempatan agar dapat merobek
mulutnya yang kotor jahat itu!"
********************
15
NYI HARUM
SARTI! Tiba-tiba Ratu Sepuh menghardik menyebut Ratu Laut Utara dengan nama
aslinya. "Hentikan semua perbuatan tololmu dan aku percaya pertumpahan
darah bisa dihindarkan di tempat Ini!"
"Nenek
tua! Aku tak kenal siapa dirimu! Mengapa bicara hebat!" Ucap Ratu Laut
Utara seraya perlahanlahan melangkah mendekati mayat Nyi Kuncup Jingga.
Ratu
Sepuh tertawa panjang mendengar kata-kata Ratu Laut Utara.Tiba-tiba Ratu Laut
Utara membungkuk, menyambar kotak perak yang menyumpal di mulut mayat Nyi
Kuncup Jingga. Dengan cepat dia membuka kotak itu.Ternyata apa yang dicarinya
tidak ada di situ. Kotak dalam keadaan kosong!
"Ratu
Laut Utara, kau mencari tembakau putih pahala kematian diriku?"Ratu Sepuh
menegur. "Sejak tadi aku mengunyah tembakau itu!" Si nenek lalu buka
mulutnya lebar-lebar, memperlihatkan tembakau putih yang dicari sang Ratu.
"Ratu tolol, kematian bukan disebabkan oleh tembakau atau segala macam
barang tolol! Kematian adalah Kuasa Gusti Allah! Ratu Sepuh memandang
berkeliling, lalu ketukkan tongkatnya ke kaki kanan Bujang Gila Tapak Sakti.
"Out, apakah kau tidak bisa diam barang sebentar. Dari tadi mengerang
terus. Sekali sekali mengucapkan kata-kata kotor. Apa kau kira aku tidak mendengar?"
"Ampun
Nek. Tapi barangku. Sakitnya tidak tertahankan. Kau berjanji mau
mengobati!" Jawab Bujang Gila Tapak Sakti.
Si nenek
ketok kembali kaki pemuda itu hingga Bujang Gila Tapak Sakti terpaksa tutup
mulut rapat-rapat.
Ratu
Sepuh berpaling kembali pada Ratu Laut Utara.
"Ratu
Laut Utara, kau tadi mengatakan tidak kenal diriku. Hik… hik! Kau benar. Karena
kau bukan Ratu yang syah dari Kerajaan Laut Utara Pemuda gondrong itu tadi
ajukan dua permintaan padamu. Pertama kembalikan batu mustika milik orang
selatan yang saat Ini ada padamu. Hemm….aku bisa melihat batu sakti itu ada di
dalam dadamu. Permintaan kedua si gondrong ini yang patungnya bagus tapi konyol
mesum sekall. Yaitu agar kau melepas Ayu Lestari yang kau sekap. Aku dan
teman-teman telah melepaskannya Jadi dari si gondrong kau hanya tinggal
memenuhi satu permintaan. Lalu dari aku ada satu permintaan. Serahkan tahta
Kerajaan Laut Utara secara damai pada Ayu Lestari. Dia yang berhak karena dia
menerima warisan dariku. Bukan kau!"
"Begitu?"
ucap Ratu Laut Utara lalu mendongak dan tertawa gelak gelak. Tiba-tiba suara
tawanya lenyap, berganti dengan bentakan memerintah." Purnama! Bunuh tua
bangka sinting itu!"
Begitu
mendengar perintah tanpa pikir panjang lagi Purnama langsung melompat.Tangan
kanan dipukulkan ke arah Ratu Sepuh, melepas pukulan Kutuk Alam Gaib Lapis Ke
Tujuh. Pukulan Ini adalah pukulan terhebat yang dimilik. gadis dari alam 1200
tahun silam Ini. Si nenek merasakan tubuhnya bergetar. Sambil angkat tongkat
emasnya ke atas dia berkata
"Cucuku
manis, ilmu baik harus untuk kebaikan. Mengapa dipergunakan untuk
kejahatan?"
Cahaya
kuning menyilaukan membersit dari tongkat emas. Saat itu juga Purnama terpaku
diam tak bisa berkutik lagi.
"Nenek
Cempaka! Jangan diam saja! Habisi tua bangka jahanam Itu!" Ratu Laut Utara
kini berikan perintah pada Nenek cantik berpakaian serba putih.
"Eh
… Nenek bagus, sobatku lama jangan kemanamana. Tetap di tempatmu!" Ratu
Sepuh berkata sambil dorongkan tongkat emasnya. Selarik sinar kuning menderu,
membungkus tubuh Nenek Cempaka hingga seperti Purnama diapun tak bisa bergerak
lagi. Diam kaku!
"Nyi
Harum Sarti aku mulai bosan dengan permainan tak berguna ini. Apakah kau tidak
mau menyerahkan batu mustika dan tahta Kerajaan yang kau kuasai secara tidak
syah?!"
Ratu Laut
Utara tidak menjawab.Tiba-tiba sekali lompat saja dia telah berada di samping
raga Wiro yang terbaring di kaki patung. Tangan kirinya mencekal salah satu
ujung bambu kuning yang menancap di leher.
"Nenek
sinting! Semua yang ada di sini! Dengar baik-baik apa yang akan aku katakan!
Aku akan menyerahkan batu mustika dan tahta Kerajaan dengan satu syarat sebagai
imbalan. Aku harus mendapatkan orang yang sejak lama aku cintai! Pendekar Dua
Satu Dua Wiro Sableng! Aku tidak akan berniat jahat terhadapnya. Aku Ingin dia
menjadi pendamping hidupku untuk selanjutnya. Aku ingin dia jadi suamiku karena
aku memang mencintainya!"
Keadaan
di tempat itu sirap seketika. Sunyi Hanya suara angin yang terdengar. Semua
orang memandang ke arah Wiro. Ratu Duyung pejamkan mata. Belum lama ini dia
berterus terang, dengan ketulusan hati menyatakan cinta kasihnya pada Wiro.
Kini ada orang lain mengatakan hal yang sama! Gadis Ini melirik ke arah
Bidadari Angin Timur. lalu melirik lagi pada Ayu Lestari.
Ratu Laut
Utara yang asli yaitu Ayu Lestari merasakan dadanya sesak. Hatinya bergetar.
"Keclntaanku
pada Wiro tidak pernah padam sejak pertama kail aku bertemu. Ketika benih cinta
Ini tumbuh semakin subur, ketika aku melihat dirinya kembali, mengapa ada orang
lain yang begitu berani mengatakan cintanya dalam keadaan seperti Ini? Ada
berapa banyak gadis yang mencintai dirinya? Tuhan, jika Wiro kejatuhan kasih
cintamu, aku ingin jangan perempuan seperti Nyi Harum Sarti itu yang Kau beri
rakhmat Tuhan, maafkan diriku kalau aku telah berlaku keliru…" Air mata
menggenang di kelopak mata gadis ini.
Ratu
Sepuh batuk-batuk, senyum-senyum lalu berkata.
"Pendekar,
apa jawabmu? Katakan sesuatu!"
Wiro
menggaruk kepala. Ratu Laut Utara putar potongan bambu kuning yang menancap di
leher Wiro. Walau Wiro tidak merasakan apa-apa namun rasa ngeri membuat
pendekar ini dingin kuduknya!
"Wiro.
aku tahu kau tidak mencintai gadis bernama Ratu Duyung yang setengah manusia
setengah Ikan itu! Aku juga tahu kau tidak mencintai Ayu Lestari, Ratu sengsara
itu. Lalu aku juga tahu kau tidak mencintai gadis berambut pirang bernama
Bidadari Angin Timur yang janda muda dari Kepala Pengawal Kesultanan Cirebon
Tubagus Kesumaputra itu! Wiro, kalau kau tidak mengabulkan permintaanku aku
akan membunuhmu saat ini juga melalui ragamu! Lalu aku akan bunuh diri!"
Bujang
Gila Tapak Sakti, Ratu Sepuh, Wiro, Nyi Roro Manggut dan Ratu Duyung sama
menatap ke arah Bidadari AnginTimur. Mereka tidak perduli Ratu Laut Utara mau
bunuh diri. Tapi mereka merasa heran akan apa yang barusan diucapkan Ratu Laut
Utara yaitu bahwa Bidadari Angin Timur sebagal janda muda Kepala Pasukan
Kesultanan Cirebon bernama Tubagus Kesumaputra! Suasana tampak tegang. Saat itu
gadis berambut pirang ini berdiri dengan tubuh seperti membara, wajah mengelam
merah. Sepasang mata memandang menyala ke arah Ratu Laut Utara.
"Nyi
Harum Sarti," Wiro akhirnya memecah kesunyian. "Aku masih
mengharapkan ada cahaya kesadaran dalam dirimu.Tapi jika aku harus mati di
tanganmu apa boleh buat."
Saat itu
tiba-tiba Ratu Duyung mendengar suara mengiang di telinganya.
"Ratu
Duyung, aku Ratu Sepuh. Aku tahu ada seseorang memberikan sebilah pedang sakti
padamu. Aku tahu hanya senjata Itu yang bisa menghabisi perempuan jahat itu.
Apa lagi yang kau tunggu. Lakukan sekarang!"
Ratu
Duyung menatap ke arah Ratu Sepuh. Nenek ini kedipkan mata dan anggukkan
kepala. Perlahanlahan gadis bermata biru Ini buka tangan kanannya yang sejak
tadi menggenggam.
"Srett!"
Pedang
Naga Suci 212 terbuka dari gulungan, memancarkan sinar putih menyilaukan.
Ratu
Duyung melangkah mendekati Ratu Laut Utara
"Ratu
durjana! Ratu Sepuh sebenarnya telah memberi pengampunan atas dirimu. Mengapa
kau berlaku tolol dan angkuh!"
Ratu Laut
Utara angkat kepalanya sedikit tapi sepasang mata memperhatikan pedang di
tangan Ratu Duyung. Setelah keluarkan suara mendengus dan sunggingkan senyum
mengejek Ratu Laut Utara berkata.
"Sebagai
manusia aku mencium tubuhmu berbau harum. Tapi aku juga mencium bau amis karena
kau sebenarnya adalah ikan jejadian! Hik… hik! Aku tidak heran mengapa kau jadi
kalap! Aku tahu kau mencintai pendekar itu! Berusaha mendapatkannya dengan
berpura-pura menjadi orang gagah pembela kebenaran!"
Dikatakan
bau amis dan sebagai mahluk Ikan jejadian Ratu Duyung kertakkan rahang. Didahului
teriakan keras menggelegar gadis ini putar senjata di tangan. Cahaya putih
berkiblat dingin. Ratu Laut Utara cepat hindarkan diri sambil berteriak.
"Manusia
pengecut! Aku tidak bersenjata! Kau menyerangku dengan pedang!"
"Nyi
Harum Sarti’."Ratu Sepuh berseru. "Kau boleh pakai tongkatku sebagai
senjata!" Si nenek lalu lemparkan tongkat emasnya ke udara. Ratu Laut
Utara cepat menyambar tongkat. Begitu tongkat berada dalam genggamannya
langsung dibabatkar. ke arah Ratu Duyung!
"Trang!"
Tongkat
dan pedang bentrokan di udara mengeluarkan suara nyaring dan kilatan warna
kuning serta putih. Selanjutnya pertarungan berlangsung hebat jurus demi jurus.
Walau Ratu Laut Utara memegang tongkat sakti milik Ratu Sepuh, namun dia tidak
memiliki kemampuan mengendalikan senjata itu. Setelah sepuluh jurus berlalu
keadaannya mulai terdesak. Untuk mengimbangi serangan gencar lawan Ratu Laut
Utara mulai lepaskan pukulan-pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam
tinggi dengan tangan kiri. Ratu Duyung tidak tinggal diam Tangan kirinya
berulang kali melepas pukulan sakti hingga iawan kembali terdesak. Kali Ini
lebih hebat dari yang tadi. Pada saat inilah tiba-tiba Ayu Lestari melompat ke
dekat patung. Dengan cepat dia menyambar raga Wiro. Sambil berteriak memanggil
Wiro dia membawa raga sang pendekar ke tempat aman, menjauhi pertarungan yang
tengah berkecamuk hebat.
Melihat
apa yang dilakukan Ayu Lestari Nyi Roro Manggut cepat bertindak. Dia segera
mendatangi Ayu Lestari. Wiro menyusul.
"Nek,
kau lebih tahu dariku bagaimana menolong Wiro.Tolong Nek, aku rasanya…."
Nyi Roro
Manggut membantu Ayu Lestari membaringkan raga Wiro di tanah.
"Anaksetan!"Nyi
Roro Manggut berkata pada Wiro. SI nenek rupanya sudah ketularan cara bicara
Sinto Gendeng. "Aku akan mencabut bambu kuning di leher ragamu. Begitu
bambu dicabut kau lekas menerapkan
Ilmu
Meraga Sukma agar sukmamu bisa masuk kembali ke dalam tubuh kasarmu."
"Aku
siap Nek," jawab Wiro. Lalu dia duduk bersila di tanah. Tanpa berkeslp
Wiro perhatikan apa yang dilakukan Nyi Roro Manggut.
"Sekarang
Wiro!" seru si nenek.
"Kreekk"
Bersamaan
dengan bergeraknya tangan Nyi Roro Manggut mencabut bambu kuning dari leher
raga Wiro, sukma Wiro mengucap Basmallah tiga kail disambung menyebut Meraga
Sukma Kembali Pulang juga tiga kali.
Walau
tengah bertarung hebat dan dalam keadaan terdesak, namun apa yang dilakukan Ayu
Lestari Nyi Roro Manggut dan sukma Wiro tidak lepas dari perhatian Ratu Laut
Utara. Ketika dia melihat jelas si nenek hendak mencabut bambu kuning di leher
raga Wiro, Ratu Laut Utara menjerit keras.
"Tidak!
Jangan! Hentikan….!!!"
Sambil
babatkan tongkat emas ke arah Ratu Duyung, Ratu Laut Utara lepaskan satu
pukulan sakti ke arah Nyi Roro Manggut. SI nenek cepat jatuhkan diri, berguling
di tanah. Wiro dan Ayu Lestari ikut berlompatan selamatkan diri.
Sembari
bergulingan di tanah Nyi Roro Manggut lemparkan bambu kuning di tangan kanan ke
arah Ratu Laut Utara Seperti anak panah melesat dari busur potongan bambu
menderu dan mendarat telak di kening Ratu Laut Utara. Tapi laksana menghantam
tembok batu atos bambu kuning Itu terpental patah dua tanpa mampu melukai
sasaran bahkan menggorespun tidak!
Serangan
Ratu Laut Utara terhadap Nyi Roro Manggut bukan saja tidak mampu mencegah
masuknya kembali sukma Wiro ke dalam raga namun gerakannya menyerang sambil
melompat tadi di tambah adanya hantaman bambu di kening membuat genggamannya
pada tongkat emas goyah.
"Traang!"
Begitu
tongkat emas dan pedang sakti saling beradu, tongkat terlepas mental ke udara.
Ratu Sepuh tanpa bergerak dari tempatnya ulurkan tangan kanan. Tongkat sakti
laksana seekor burung jinak melayang turun dan masuk ke dalam genggaman
pemiliknya.
Ratu Laut
Utara dengan nekad masih meneruskan lompatan ke arah Wiro yang sudah menyatu
antara raga dengan sukma. Dia tidak melihat bagaimana dari arah samping Pedang
Naga Suci 212 berbalik, menderu dahsyat, membabat membelintang pertengahan
dadanya. Darah mengucur deras dari dada yang nyaris terbelah. Nyi Roro Manggut
cepat melompat dan menangkap Batu Angin Laut Kencana Biru yang melesat keluar
dari dalam tubuh Ratu Laut Utara.
Apa yang
dikatakan Sinto Gendeng jadi kenyataan. Ratu Laut Utara hanya mampu dikalahkan
dengan Pedang Naga Suci 212.
Tubuh
sang Ratu tersungkur di tanah. Namun luar biasanya tubuh itu bangkit kembali,
melangkah terhuyung-huyung mendekati Wiro. Mulut berulang kali menyebut nama
Wiro. Dua langkah dari hadapan sang pendekar dia tak mampu lagi berjalan jatuh
berlutut tapi kepala masih menatap lurus ke arah Wiro dan mulut masih bisa
keluarkan ucapan.
"Wiro….Kasih
sayangku padamu bukannya loyang. Kasih sayangku padamu akan aku bawa ke liang
lahat. Aku sangat berbahagia karena kau turut menyaksikan kepergianku. Walau di
dunia kita tidak bisa bersatu.aku akan menantimu di akhirat…." Ratu Laut
Utara ulurkan tangan kanan, berusaha menyentuh wajah Pendekar212, namun tangan
itu terkulai jatuh ke tanah. Tubuh kaku tak bergerak namun mulut masih
mengeluarkan katakata walau kali ini suara yang keluar jauh lebih perlahan,
tak ada yang mendengar kecuali Wiro."Kekasihku, ini bukan akhir dari satu
perjalanan. Ini bukan akhir dari segala-galanya. Kita akan bertemu lagi. Karena
aku akan menitis masuk ke dalam diri Ken Permata…"
Pendekar
212 merasa sekujur tubuh mendadak menjadi dingin. Apa barusan dia tidak salah
mendengar. Apa dalam keadaan sakarat Ratu Laut Utara sadar apa yang
diucapkannya? Ken Permata adalah puteri Nyi Retno Mantili. istri mendiang Patih
Kerajaan Wira Bumi. yang selama Ini dicarinya dan tidak tahu berada dimana.
Di
kejauhan kembali mengalun suara gamelan. Perlahan-lahan tubuh Ratu Laut Utara
condong ke depan lalu tersungkur di tanah. Mahkota emas bertabur batu permata
tanggal terjatuh ke tanah. Ratu Duyung pejamkan mata menahan jatuhnya air mata.
Ayu Lestari Ratu asli Kerajaan Laut Utara benamkan wajah ke dada Nyi Roro
Manggut. Wiro terduduk di tanah, terkesiap menyaksikan apa yang terjadi. Ratu
Sepuh menatap sayu ke depan. Semua terdiam dalam pikiran dan hati masing-masing
Tiba-tiba
satu bayangan biru berkelebat Tubuh tak bernyawa Ratu Laut Utara mencelat
mental lalu terkapar di tanah dalam keadaan mulut hancur. Semua orang berseru
kaget Memandang berkeliling mereka melihat Bidadari Angin Timur yang sejak tadi
berdiri di samping Ratu Sepuh tak ada lagi di tempat itu!
TAMAT
No comments:
Post a Comment