Dewi Kaki Tunggal
WIRO
SABLENG
Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212
Karya:
Bastian Tito
*******************
“ GADIS
bermuka setan! Apa kau tahu kalau hidungmu tak bakal bisa kembali ke tempatnya
semula?! Wajahmu telah sengaja dibuat cacat mengerikan seumur-umur oleh
Pendekar Dua Satu Dua!”Begitu Sakuntaladewi berada di hadapannya Pangeran
Matahari langsung keluarkan ucapan menghina dan mentakut-takuti.
“Dewi
Kaki Tunggal! Jangan percaya ucapan mahluk gosong itu!”Ni Gatri berteriak.
“Aku
tahu, kau tak usah kawatir,”jawab Sakuntaladewi. Lalu dia berpaling pada
Pangeran Matahari. “Walau hidungku sudah pindah ke pipi, tapi aku masih mampu
mencium bau busuk tubuhmu!”
“Hemm,
jangan-jangan kau ini sudah menjadi gendak pendekar mata keranjang itu !
Ha … ha …
ha!”
“Manusia
bertubuh hangus! Kasihan. Otakmu ikut gosong ! Hik .. hik. Kau salah mengira.
Aku bukan gendaknya Pendekar Dua Satu Dua. Aku adalah calon Istrinya!”
Sepasang
alis mata Pangeran Matahari berjingkat. Lalu kembali tawa bergelaknya meledak
di tempat itu.
*******************
1
PENDEKAR
212 Wiro Sableng mendapat petunjuk dari Sepasang Arwah Bisu bahwa dirinya
memiliki ilmu yang sanggup melenyapkan benjolan merah di kening semua orang
yang berada di Mataram, termasuk yang ada di kening Sri Maharaja Rakai
Kayuwangi. Dengan mendukung Ni Gatri dan anjing kecil, hitam, bersama Ratu
Randang Wiro segera menuju Bukit Batu Hangus. Dengan ilmu lari tingkat tinggi
yang dimiliki sebelum fajar menyingsing mereka akan mampu sampai di bukit itu
dimana berada Raja Mataram, keluarga, para pengikut dan ratusan orang lainnya
dalam keadaan sengsara mengenaskan, siap menemui kematian jika tidak segera mendapat
pertolongan.
Sebenarnya
seperti yang telah diceritakan sebelumnya Wiro bermaksud hendak lebih dulu
mencari Eyang Sinto Gendeng yang dikhawatirkan telah menemui ajal. Namun Ratu
Randang memberi tahu bahwa sang guru berada di satu tempat yang aman. Selain
itu Wiro sadar kalau dia tengah berpacu dengan waktu. Maka murid Sinto Gendeng
memutuskan segera pergi ke Bukit Batu Hangus. Dia harus sampai di bukit itu
sebelum sang surya muncul. Wiro tidak pula berniat mengikuti dua orang aneh Si
Tambur Bopeng dan Si Suling Burik yang menurut Sepasang Arwah Bisu mengetahui
mengenal keberadaan sebuah senjata sakti mandraguna.
Sambil
berlari laksana anak panah lepas dari busurnya Ratu Randang berkata.
“Wiro,
aku menduga senjata yang dimaksud Sepasang Arwah Bisu itu adalah Keris pusaka
Kerajaan yang baru saja diciptakan oleh Empu Semirang Biru. Sebuah keris yang
diberi nama Kanjeng Sepuh Pelangi. Senjata sakti itu lenyap, dicuri orang
sesaat setelah sang Empu merampungkan pembuatannya. Raja Mataram hanya memiliki
sarungnya…”
“Aku baru
tahu riwayat senjata itu darimu. Tapi bagaimanapun juga lebih dahulu
menyelamatkan Raja dan semua orang yang ada di Bukit Batu Hangus jauh lebih
penting dari mencari senjata itu, Aku berharap guruku Eyang Sinto benar-benar
berada dalam keadaan selamat di tempat aman seperti yang kau katakan. Kalau kau
berdusta aku pasti bakal kena kualat besar ! Sesuai petunjuk Sepasang Arwah
Bisu sesampainya di Bukit Batu Hangus aku harus melakukan sesuatu !”
“Melakukan
apa ?”Tanya Ratu Randang.
Ketika
Wiro tak menjawab Ratu Randang segera pegang lengan kiri sang pendekar.
“Wiro,
kita harus mempercepat lari. Aku melihat sekilas cahaya terang di arah timur.”
Wiro
merasa tubuhnya seperti dibawa terbang melayang menembus temaram kegelapan pagi
dan udara dingin. Anjing kecil di bahu kanan menggereng halus, cengkramkan kuku
empat kakinya ke pakaian Wiro. Ni Gatri yang ada dalam dukungan picingkan mata
saking gamangnya.
Ketika
Bukit Batu hangus mulai tampak menghitam di kejauhan mendadak seseorang
berkelebat memintas gerak arah lari Pendekar 212 dan Ratu Randang. Di atas bahu
kanan Wiro, anak anjing hitam menyalak dua kali lalu diam seolah ketakutan.
“Pertanda
tidak baik…”Wiro membatin sambil mengusap tengkuk anjing hitam.
Sepasang
mata menatap tak berkesip ke depan.
Mula-mula
sosok ini terlihat sebagai bayangan saking cepat daya kelebatannya.
Namun
begitu berhenti, tegak menghadang di tengah jalan, terlihat ujudnya adalah
seorang berpakaian dan bermantel hitam. Wajahnya tidak terlihat jelas karena
tertutup kabut pagi. Wiro dan Ratu Randang yang telah menghentikan lari
melangkah mendekati. Kini kelihatan ada kain merah terikat di kening orang Itu.
Sewaktu kabut bergerak sirna tampaklah wajahnya, yang ternyata seorang pemuda
memiliki rahang kokoh, tegak dengan kepala setengah mendongak, menebar raut
wajah penuh kecongkakan. Dan sepasang mata dan mulut yang terbuka memancar
cahaya merah seolah ada nyala kobaran api.
Pendekar
212 tersentak kaget. Ratu Randang melirik lalu berbisik.
“Wiro,
kau mengenali pemuda bermantel itu ? Aku tidak pernah melihatnya di Bhumi
Mataram sebelumnya. Aku menduga dia adalah mahluk alam roh yang berasal dari
negerimu. Yang disebut sebagai Kesatria Roh Jemputan.”
Untuk
beberapa lama Pendekar 212 tidak bisa keluarkan suara. Sepasang mata mendelik
mengawasi tidak berkedip, tidak percaya akan apa yang dilihatnya. Sementara itu
di depan sana sambil kacakkan dua tangan di pinggang, pemuda bermantel hitam
umbar suara tawa bergelak. Anjing kecil kembali menyalak sementara Ratu Randang
merasa bagaimana suara tawa pemuda bermantel hitam dan berikat kepala kain
merah menggetarkan tanah yang dipijak dan membuat gejolak debaran di dadanya!
Di dalam dukungan Wiro Ni Gatri memperhatikan penuh kebencian pada pemuda yang
tertawa congkak. Lalu anak yang masih dalam keadaan bisu ini meluncur turun
dari dukungan Wiro.
“Ratu,”akhirnya
Wiro keluarkan ucapan berbisik. “Pemuda bermantel itu, aku memang mengenainya.
Dia adalah musuh besarku di alam delapan ratus tahun silam.
Dia
dikenal dengan nama Pangeran Matahari. Berjuluk Pangeran Segala Cerdik, Segala
Akal, Segala ilmu, Segala Licik, Segala Congkak. Jahatnya sangat luar biasa!
Aku dan beberapa orang sahabat telah membunuhnya dalam satu pertarungan hebat,
di puncak Gunung Merapi. Dari sikap dan gerak geriknya memang jelas manusia
satu ini berada di pihak orang-orang yang telah mencelakai Raja dan rakyat
Mataram. Lihat saja, di keningnya, di bawah kain merah ikat, kepala ada delapan
benjolan merah. Yang aku tidak mengerti bagaimana mungkin dia bisa muncul di
Bhumi Mataram ini ?!”(Mengenai riwayat kematian Pangeran Matahari dapat dibaca
dalam serial Wiro Sableng berjudul “Api Di Puncak Merapi”)
“Ini
past! pekerjaan Sinuhun Merah Penghisap Arwah,”jawab Ratu Randang.
“Mahluk
roh keparat itu memiliki ilmu kesaktian dahsyat. Aku tidak tahu namanya.
Dengan
ilmu kesaktian itu dia bisa memanggil, mampu menghisap dan mendatang-kan roh
atau arwah siapa saja yang dikehendakinya. Roh atau arwah itu kemudian dikuasai
dan dikendalikan. Itu sebabnya dia dijuluki si Penghisap Arwah! Kedatangan
pemuda yang dijuluki Kesatria Roh Jemputan ini agaknya memang sudah
direncanakan matang dan dalam waktu sangat cepat. Dibawah sirap ilmu kesaktian
Sinuhun Merah dia diperintahkan menghadangmu, menghalangi semua rencana yang
hendak kau lakukan untuk menolong Raja dan rakyat Mataram.”
“Caranya
cuma satu,”menyahuti Wiro. “Membunuhku!”
“Pasti
itu yang hendak dilakukannya. Kau harus berhati-hati,”ucap Ratu Randang pula.
Di depan
sana tiba-tiba Pangeran Matahari kembali umbar tawa bergelak.
“Pendekar
Dua Satu Dua! Walau aku tertawa tapi saat ini sebenarnya aku merasa sedih.
Sedih karena sebentar lagi akan menyaksikan kematian dirimu. Ajal sungguh tidak
memilih tempat! Siapa menyangka kalau kematianmu akan begitu melarat dan jauh
dari alam asalmu! Jauh dari semua kerabat dan puluhan kekasih serta gendakmu!
Bahkan
gurumu si nenek bau pesing itu tidak diketahui dimana beradanya! Sungguh
menyedihkan, sang guru tidak dapat menghadiri saat kematian muridnya!”Pangeran
Matahari keluarkan suara meniru orang sesenggukan lalu dia tertawa gelak-gelak.
Wiro
mencibir, hidung dipencongkan lalu dipencet dengan jari-jari tangan kiri.
Suaranya
terdengar sengau ketika berkata.
“Guruku
memang bau pesing. Tapi kau lebih busuk lagi. Tubuhmu, bau bangkai!
Untung
tidak ada lalat di sini. Kalau ada pasti sudah berjubal mengerubungimu.
Ha…ha…ha!”Wiro
balas tertawa dengan mengerahkan tenaga dalam penuh hingga mantel hitam
Pangeran Matahari berkibar-kibar, telinga berdesing dan dua kaki bergetar
seolah menginjak bara panas! Wiro teruskan ucapan mengejeknya. “Kalau kau
merasa sedih, aku justru merasa kasihan melihat dirimu. Jauh-jauh dari alam roh
delapan ratus tahun mendatang kau kesasar ke tempat ini! Hanya akan menemui
kematian untuk kedua kalinya. Apa arwah gurumu Si Muka Bangkai menyertai
kehadiranmu di Bhumi Mataram ini? Hati-hatilah, begitu kau menjadi roh bejat
untuk kedua kalinya, roh puluhan orang yang telah kau bunuh ,secara keji akan
datang menghajarmu! Ha…ha…ha!
Pendekar
congkak tapi tolol! Kau hanya bakal menyusahkan gurumu saja. Tua bangka Itu
akan terseok-seok dan terberak-berak memanggul mayatmu kembali ke alam delapan
ratus tahun mendatang!”.
Sepasang
mata Pangeran Matahari pancarkan cahaya merah berkilat. Muka merah dan rahang
menggembung.
Delapan
benjolan merah di bawah ikat kepala kain merah di kening Pangeran Matahari
memancar angker. Dia meludah dulu sebelum keluarkan ucapan.
“Di masa
Ialu kau hanya mampu membunuhku secara pengecut. Mengeroyok! Saat ini kau hanya
berteman seorang pelacur tua bermata juling. Rupanya nasibmu buruk amat, tidak
menemui gadis cantik di negeri ini. Hingga nenek-nenek yang tubuhnya sudah alot
itu pun kau santap juga! Ha … ha…ha! Seorang pelacur tua bulukan, seorang anak
perempuan gagu dan seekor anak anjing. Ha … ha … ha! Apa yang mampu mereka
lakukan untuk membantumu!”
Wiro
menyeringai. Lalu menjawab ejekan Pangeran Matahari.
“Jangan
menganggap enteng anjing hitam itu. Binatang itu mampu menggeragoti seluruh
daging di tubuhmu hingga tinggal jerangkong tulang belulang! Kalau itu terjadi,
gurumu Si Muka Bangkai tidak akan terlalu bersusah payah membawa bangkaimu ke
alam delapan ratus tahun mendatang! Ha …. ha … ha!”
Sementara
Wiro tertawa gelak-gelak, Ratu Randang tidak dapat menahan amarahnya yang
menggelegak mendengar dirinya disebut sebagai pelacur tua bulukan yang sudah a
lot! Dia maju satu langkah. Kaki kanan menginjak di bekas ludah Pangeran
Matahari yang jatuh di tanah lalu kaki ditekan dan digilas ke kiri dan ke
kanan.
Saat Itu
juga Pangeran Matahari menjerit keras. Mulutnya tampak pencong ke kiri lalu
pindah ke kanan. Bibir menggelembung, lidah terjulur, darah meleleh dari
bagian-bagian bibir yang pecah!
Sambil
memaki menghambur kata-kata kotor Pangeran Matahari lepaskan satu pukulan maut
ke arah Ratu Randang. Tiga larik sinar berwarna merah, kuning dan hitam
menderu. Itulah Pukulan Gerhana Matahari yang kedahsyatannya ditakuti oleh
semua tokoh silat di tanah Jawa pada masa sang Pangeran masih hidup.
“Ratul
lekas menyingkir!”Teriak Pendekar 212.
*******************
2
TANPA
diperingatkan Wiropun Ratu Randang sudah lebih dulu membuat gerak menyelamatkan
diri. Tubuhnya melesat. ke udara dalam jurus bernama Menunggang Kabut Menembus
Batu. Secara aneh tubuh itu di bagian punggung kemudian menempel ke batang
pohon besar. Dari atas pohon walau melihat Wiro telah balas melancarkan
serangan namun Ratu Randang tidak tinggal diam. Tangan kanan berkelebat melepas
pukulan sakti bernama Di Dalam Gelap Tangan Penghukum Membelah Jagat ilmu pukulan
ini bisa dipergunakan dalam pertarungan jarak pendek, bisa juga dipakai untuk
menghantam dari jarak jauh. Dengan ilmu inilah beberapa waktu lalu Ratu Randang
menghabisi anak buah Sinuhun Muda Jambal Ungu alias Raja Dukun Batu Borlumut.
Selarik
cahaya biru berkiblat ke arah Pangeran Matahari, siap membelah kepala dan tubuh
sang Pangeran!
Sementara
itu Pangeran Matahari juga harus menghadapi serangan yang dilancarkan Pendekar
212 Wiro Sableng yaitu pukulan sakti warisan Datuk Rao Basaluang Ameh yang
bernama Tangan Dewa Menghantam Batu karang.
Walau
tengah diancam dua pukulan dahsyat yang bisa membuat dirinya menemui ajal untuk
kedua kali dalam keadaan tubuh tidak karuan rupa namun dengan congkaknya
Pangeran Matahari malah umbar tawa bergelak. Tangan kanan bertolak pinggang
tangan kiri mengusap mulut. Hebat! Saat itu juga mulut dan bibirnya yang
gembung cidera serta merta sembuh!
Sesaat
lagi dua pukulan sakti akan menghajar Pangeran Matahari, tiba-tiba sosok sang
Pangeran dengan mengeluarkan suara menderu melesat masuk ke dalam tanah, lenyap
dari pemandangan!
Wiro
tersentak kaget melihat kejadian itu. Dia tahu betul Pangeran Matahari semasa
hidupnya tidak pernah memiliki ilmu kesaktian cara menyelamatkan diri dengan
mengamblaskan tubuh masuk dan lenyap; ke dalam tanah!
“Pasti
Pangeran keparat itu mendapatkan ilmu baru dari orang-orang yang
mendatangkannya ke negeri ini,”pikir murid Sinto Gendeng.
Dua
dentuman keras menggelegar begitu pukulan sakti yang dilepaskan Wiro dan Ratu
Randang menghantam tanah. Dua lobang besar terlihat di tanah. Debu, tanah dan
bongkahan batu berhamburan ke udara, membuat keadaan di sekitar tempat itu
menjadi gelap untuk beberapa ketika.
Sementara
itu bagian bawah pohon besar ke arah mana Ratu Randang tadi melompat menyelamatkan
diri dan melancarkan serangan tampak hancur berkepingkeping dilanda Pukulan
Gerhana Matahari. Bagian atas pohon tumbang dilamun kobaran api hingga kini
keadaan di sekitar situ menjadi terang benderang.
Ratu
Randang dan juga Pendekar 212 Wiro Sableng sama-sama merasakan getaran hebat
menghantam tubuh mereka. Bagian dada mendenyut sakit seolah ada tangan yang tak
kelihatan meremas. Anjing kecil menyalak tiada henti lalu melompat turun dari
bahu Wiro, menghampiri Ni Gatri yang jatuh terduduk di tanah. Wiro dan Ratu
Randang sama-sama berteriak, membuat gerakan silat untuk melepas keluar hawa
aneh yang menyelubungi diri mereka.
“Braakk!”
Tanah di
depan Wiro dan Ratu Randang tiba-tiba terbongkar. Didahului gelak tawa
menggelegar sosok Pangeran Matahari melesat keluar dari dalam tanah! Sepasang
mata, mulut dan lidah tampak merah laksana dikobari api!
“Wiro!
Kau harus segera meninggalkan tempat ini. Lekas pergi ke Bukit Batu Hangus!
Bawa Ni
Gatri dan anjing kecil itu.”
“Mana
mungkin aku meninggalkan kau sendirian di sini. Jahanam bernama Pangeran
Matahari itu ilmunya tinggi sekali. Aku kawatir…”
“Jangan
pikirkan diriku! Aku berusaha menghadang selama mungkin sampai kau berhasil
menolong Raja dan semua orang yang ada di Bukit, Batu Hangus. Lekas pergi atau
kau akan kehilangan waktu, tidak dapat menyelamatkan Raja dan rakyat Mataram!”
“Tapi ……”
Tiba-tiba
Ni Gatri yang sejak tadi terduduk di tanah, bergerak bangun. Sekali dia membuat
gerakan aneh sosoknya melesat ke atas satu gundukan batu yang berada di tempat ketinggian.
Anak perempuan ini pejamkan mata, wajah diarahkan ke timur dimana cahaya terang
tampak lebih jelas tanda sang surya telah memunculkan diri. Di atas batu dengan
cepat Ni Gatri menghirup udara dalam-dalam. Hal Ini dilakukannya berulang kali.
Udara pagi yang sejuk dan telah tersentuh cahaya sang surya masuk segar ke
dalam tubuhnya. Pada hirupan ke tujuh tiba-tiba tampak satu cahaya kelabu masuk
ke dalam tubuh anak perempuan itu. Saat itu juga terjadi perubahan pada diri Ni
Gatri. Anak ini yang sebelumnya tak dapat bicara, seperti yang dikatakan patung
Loro Jonggrang, Ni Gatri akan pulih kembali dan mampu bicara pada saat matahari
terbit.
Dari atas
batu Ni Gatri palingkan kepala ke arah Wiro dan dari mulutnya tiba-tiba keluar
teriakan keras. “Kakak! Lakukan apa yang dikatakan Nyi Ratu! Lekas pergi ke
Bukit Batu Hangus! Saya akan tetap di sini menemani Nyi Ratu!”
Walau
yang bicara adalah Ni Gatri, namun suara yang terdengar adalah suara seorang
kakek-kakek.
“Itu
suara Kumara Gandamayana! Ni Gatri berada dalam perlindungan kakek sakti itu.
Wiro kau tidak perlu mengawatirkan Ni Gatri,”ucap Ratu Randang yang mengenal
suara kakek sakti pembantu utama Raja Mataram. “Wiro! Waktumu sudah hampir
habis!”
Wiro
bingung sesaat Menggaruk kepala. Lalu dia keluarkan dua buah benda dari balik
pakaiannya. Yaitu potongan kalung emas milik Sri Padmi Kameswari yang diberikan
Raja padanya. Benda kedua adalah Bunga Matahari yang didapatnya dari Nyi Loro
Jonggrang di dalam Candi Siwa.
“Ratu,
aku pergi. Jaga dirimu baik-baik. Kuharap kau juga segera pergi dari sini
bersama Ni Gatri. Hindari pertarungan dengan Pangeran Matahari! Terlalu
berbahaya!
Selain
itu aku merasa ada orang lain yang menyertai Pangeran keparat itu. Tapi sampai
saat ini sengaja sembunyi.”
“Aku
sudah tahu siapa salah seorang diantaranya. Kau tak usah cemas. Aku akan
memuntir kepala Pangeran bejat itu. Kepala atas dan kepala bawah!”Jawab Ratu
Randang masih bisa bergurau.
“Kalau
begitu kau pegang dua benda ini. Mudah-mudahan bisa menolong kalau terjadi
apa-apa.”Wiro menyerahkan potongan kalung emas dan Bunga Matahari lalu
membalikkan diri.
“Tunggu!”Kata
Ratu Randang sambil menarik bahu pakaian Pendekar 212.
Belum
sempat Wiro bertanya Ratu Randang sudah mencium pipi dan bibirnya dua kali
berturut-turut !
“Nah,
sekarang pergilah. Tinggal empat ratus sembilan puluh dua ciuman.
Hik…hik…hik!”
Wiro
hanya bisa menggaruk kepala lalu lama Pendekar212 segera berkelebat
meninggalkan tempat itu. Anjing kecil hitam melompat ke atas bahu kanan Wiro.
“Aku
sudah mengira hubungan kalian! Dasar manusia-manusia mesum cabul!
Pendekar
bejat kau mau lari ke mana!”Berteriak Pangeran Matahari. Dia melompat mengejar
namun terpaksa melompat mundur ketika Wiro hantamkan satu pukulan sakti ke
arahnya. Tanah di depan Pangeran Matahari terbongkar membentuk lobang besar!
Pangeran
Matahari memaki menyumpah-nyumpah.
“Kesatria
Roh Jemputan! Jangan hanya memaki dan menyumpah! Lekas kejar keparat itu! Bunuh
sebelum dia mencapai Bukit Batu Hangus!”
Pangeran
Matahari yang mengenali suara mengiang itu bungkukkan badan lalu dengan patuh
segera berkelebat mengejar. Di saat bersamaan terdengarnya suara mengiang
tiba-tiba menyambar delapan larik cahaya merah.
“Delapan
Arwah Sesat Menembus Langit!”berseru Ratu Randang dengan darah tersirap. Dia
mengenali ilmu yang melesatkan delapan sinar merah itu. “Mahluk keparat itu
rupanya sudah ada di sekitar sini!”Perempuan ini lebih terkejut lagi ketika
melihat delapan larik sinar merah melesat ke arah Ni Gatri. “Keji sekali! Ada
yang hendak membunuh anak tak berdosa itu!”
Karena
jaraknya dengan Ni Gatri terpisah cukup jauh, untuk selamatkan Ni Gatri, dari
delapan cahaya maut Ratu Randang terpaksa melepas pukulan bertenaga dalam
rendah ke arah anak perempuan itu. Begitu tersambar pukulan Ni Gatri terpental,
bergulingan di tanah.
Ni Gatri
menjerit keras ketakutan ketika delapan cahaya merah melesat menggidikkan di
atas tubuhnya. Walau menderita sedikit lecet di kedua sikunya namun anak itu
selamat!
Tidak
berhasil membunuh Ni Gatri, delapan cahaya merah tiba-tiba berbalik dan kini
menyerang ke arah Ratu Randang!
“Sinuhun
jahanam! Kau kira aku takut mengadu jiwa denganmu!”Kertak Ratu Randang. Tangan
kanan segera diangkat dan selarik sinar biru membentuk kipas raksasa terbuka
melesat keluar dari tangan kanan Ratu Randang.
Sinar
biru dan delapan sinar merah bentrokan di udara!
“Biaar…blaarr!”
Delapan
letusan dahsyat laksana gelegar suara petir mengguncang seantero tempat.
Delapan
cahaya merah mental ke langit dan lenyap dari pemandangan. Sebaliknya sinar
biru berbentuk kipas didahului suara dentuman dahsyat bertabur tercabik-cabik
lalu luruh ke tanah dalam bentuk ribuan kepingan kecil dikobari api!
Di
tempatnya berdiri Ratu Randang merasa dada berdenyut sakit sementara dua kaki
bergetar hebat disertai adanya kekuatan aneh yang hendak melemparkan tubuhnya
ke udara!
“Sett …
sett!”
Agar
tubuhnya tidak terlempar Ratu Randang tancapkan dua kaki di tanah hingga
tenggelam sebatas betis. Dia berusaha bertahan. Getaran malah menjalar ke atas,
memasuki tubuh dan kepala! Ratu Randang alirkan hawa sakti yang ada di dalam
tubuh untuk memusnahkan kekuatan aneh. Namun sia-sia.
Laksana
pohon terbongkar dari akarnya, kedua kaki Ratu Randang terangkat ke atas lalu
wuutt! Ratu Randang menjerit keras. Tubuh perempuan ini mencelat tinggi ke
udara. Dalam keadaan melayang turun Ratu Randang membuat gerak jungkir balik
sampai dua kali. Namun tetap saja dia tidak mampu jatuh dengan dua kaki
menginjak tanah lebih dulu.
Ratu
Randang terkapar di tanah. Sekujur tubuh terasa seperti luluh lantak. Untuk
beberapa saat dia tak mampu bergerak sementara darah tampak mengucur di sela
bibir kiri kanan. Jantung berdegup keras. Wajah pucat laksana kain kafan!
Memandang
ke depan Ratu Randang masih bisa merasa lega ketika melihat Ni Gatri yang tadi
terguling di tanah kini berusaha bangkit berdiri.
“Mudah-mudahan
kakek Kumara Gandamayana masih ada dalam tubuh anak itu,” ucap Ratu Randang
dalam hati.
Walau
berada dalam keadaan cidera seperti itu namun Ratu Randang masih mampu
berpikir.
“Yang
melancarkan serangan Delapan Arwah Sesat Menembus Langit pasti salah seorang
dari Sinuhun keparat itu. Aku membekal potongan kalung emas yang diberikan
Wiro. Logam pantangan bagi Sinuhun Muda dan Sinuhun Merah. Seharusnya Pukulan
Delapan Arwah Sesat membalik menghantam pemiliknya sendiri. Tapi bagaimana bisa
tembus? Jangan-jangan jahanam itu sudah memiliki ilmu penangkal!”
Ratu
Randang keluarkan potongan kalung emas dari balik pakaian. Potongan kalung emas
itu ternyata sudah leleh dan mengepulkan asap.
“Walau
masih bisa melindungi diriku, tapi potongan kalung emas ini leleh!
Seharusnya
aku sudah menemui ajal saat ini. Ada banda lain turut melindungi diriku.”
Ratu
Randang ingat pada Bunga Matahari Pemberian Loro Jonggrang yang diserahkan Wiro
padanya. Dia kembali meraba ke balik pakaian.
Namun
belum sempat mengeluarkan kembang itu sekonyong-konyong dari langit melayang
turun seorang berpakaian dan berikat kepala hijau. Sementara tiga rerumpunan
semak belukar yang ada di sekitar tempat itu mendadak meletup keras, hancur
bermentalan ke udara dan di lain kejap wusss…wuss…wuss!
Hancuran
tiga semak belukar berubah menjadi tiga mahluk berwajah cekung angker.
Mahluk
ini sama mengenakan pakaian serba hitam, memiliki mata berwarna kuning, merah
den biru. Di atas kepala masing-masing yang tertutup rambut panjang awutawutan
menancap sebuah pendupaan terbuat dari tembaga merah menyala. Dari dalam
pendupaan mengepul keluar asap yang warnanya sesuai dengan warna mata
masingmasing mahluk.
Orang
yang melayang dari langit dan tiga mahluk aneh saling memberi tanda.
Rupanya
mereka sudah saling kenal. Keempatnya dengan cepat sama-sama bergerak
mendatangi Ratu Randang yang masih tergeletak di tanah.
“Sinuhun
Muda Ghama Karadipa!”Ratu Randang berucap perlahan dengan suara bergetar.
“Dugaanku tidak keliru ! Benar keparat ini rupanya! Dia membawa serta Tiga
Iblis Menjunjung Dupa Kematian!”Ratu Randang pegang erat-erat potongan kalung
emas yang telah di tangan kanan.
*******************
3
HANYA
berapa saat setelah Pendekar 212 Wiro, Sableng berkelebat meninggalkan Ratu
Randang, Ni Gatri yang tergolek di tanah bergerak bangun. Dari tubuhnya melesat
satu cahaya kelabu disusul keluarnya sosok seorang kakek berjubah dan bersorban
kelabu, mengenakan sepasang kasut putih. Di pinggangnya melingkar ikat pinggang
berbentuk sebuah tasbih besar berwarna coklat terbuat dari kayu yang menebar
bau harum.
Kakek ini
adalah Kumara Gandamayana orang kepercayaan Sri Maharaja Mataram yang tingkat
ilmu kesaktiannya tinggi sekali namun sampai saat itu, seperti juga para tokoh
sakti Istana lainnya tidak mempunyai kemampuan untuk menghadapi kelompok
orang-orang jahat yang telah menimbulkan bencana Malam Jahanam di Bhumi Mataram.
Salah satu adalah karena seperti para tokoh istana lainnya, Kumara Gandamayana
telah terkena sirap asap jahat yang di tebar oleh anak buah Raja Dukun Batu
Berlumut bernama Tiga Iblis Menjunjung Dupa Kematian yang kini muncul bersama
Sinuhun Muda.
Kumara
Gandamayana tepuk ikat pinggang dengan tangan kanan sementara tangan kiri
menunjuk ke arah lenyapnya Wiro yang kini tengah dikejar oleh Kesatria Roh
Jemputan alias Pangeran Matahari.
“Kejar
dan bunuh mahluk yang mengejar Kesatria Roh Panggilan!”
“Reettt!”
Ikat
pinggang berbentuk tasbih besar yang melilit di pinggang si kakek bergerak
membuka lalu melesat ke udara. Sejarak tiga tombak dari si kakek, ikat pinggang
ini berubah membentuk ujud menyerupai Kumara Gandamayana yang segera berkelebat
ke arah lenyapnya Kesatria Roh Jemputan yang tengah mengejar Kesatria Panggilan
alias Pendekar 212 Wiro Sableng! Begitu ujud kembarannya hilang dari pandangan,
Kumara Gandamayana yang asli dengan cepat mendekati Ni Gatri.
“Anak
baik, satu perkara besar akan terjadi di tempat ini. Kau pergilah dulu menyusul
kakakmu di Bukit Batu Hangus. Mungkin ada sesuatu yang bermanfaat bisa kau
lakukan di sana!”
Kumara
Gandamayana tarik ujung sorban yang melingkar di atas kepala. Sorban yang
terkembang itu dilemparkan ke arah Ni Gatri. Begitu sorban bergulung di tubuh
anak perempuan itu, secara aneh sosok Ni Gatri terangkat ke udara lalu melesat
ke arah Bukit Batu Hangus.
Melihat
kejadian ini Sinuhun Muda segera angkat tangan kanan untuk melepas satu pukulan
sakti yang bisa membuat tubuh Ni Gatri hancur berkeping keping. Namun sebelum
pukulan sempat dilancarkan Kumara Gandamayana cepat menghalangi. Sekali tangan
kanannya melesat, jari-jarinya berhasil mencekal lima jari tangan kanan Sinuhun
Muda. Sepuluh jari tangan saling mencengkeram. Asap merah dan putih mengepul
pertanda keduanya mengerahkan tenaga dalam penuh.
Sinuhun
Muda menyeringai, membuat gerakan mendorong hingga Kumara Gandamayana terjajar
ke belakang hampir dua langkah.
“Luar
biasa! Tenaga dalam dan hawa saktinya hebat sekali. Aku yakin ada mahluk lain
yang memberi bantuan padanya,”si kakek membatin sementara kedua kakinya
perlahan-lahan terangkat ke udara den di mulut ada rasa asin pertanda saling
bentrokan tenaga dalam dan hawa sakti telah membuatnya cidera dalam!
Untuk
mempertahankan diri Kumara Gandamayana keluarkan bentakan keras. Mulut merapal
aji kesaktian. Saat itu juga tangan kanannya yang masih saling bercengkeraman
dengan tangan lawan berubah menjadi merah seperti bara menyala!
Inilah
ilmu kesaktian yang disebut Tangan Bara Dewa. Dengan ilmu kesaktian inilah dulu
si kakek membuat sepuluh jari tangan Empu Semirang Biru berubah menjadi bara
menyala hingga sang Empu mampu dengan lebih mudah dan lebih cepat menyelesaikan
pembuatan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi. (Baca episode pertama serial ini
berjudul “Malam Jahanam Di Mataram”)
“Dess!
Desss!”
Sinuhun
Muda menjerit keras ketika tangannya melepuh dan ujung lengan panjang baju
dikobari api. Dia kerahkan tenaga menarik tangan kanannya dari cengkeraman si
kakek.
“Kraakk!”
Tangan
kanan Sinuhun Muda remuk dan tanggal di bagian pergelangan! Darah mengucur,
tulang menyembul, urat serta otot dan daging berserabutan! Tapi orangnya malah
keluarkan tawa bergelak, membuat si kakek jadi terkesima! Sekali Sinuhun Muda,
meniup tangan kanannya, maka tangan itu utuh kembali seperti ujud semula!
“Dia
pergunakan ilmu Di Dalam Arwah Ada Raga!”Kumara Gandamayana berucap dalam hati.
Selagi kakek ini menyaksikan tak percaya, Sinuhun Muda malah tertawa
gelak-gelak.
“Kumara
Gandamayana! ilmu kesaktianmu boleh setinggi langit sedalam lautan! Tapi tidak
ada ceritanya ada manusia atau arwah di Bhumi Mataram ini yang bisa menandingi
apa lagi mengalahkan kesaktian Delapan Sukma Merah! Riwayatmu tamat sampai di
sini. Tapi kau terlalu hina dan menjijikkan untuk kubunuh dengan tanganku
sendiri!
Sinuhun
Muda berpaling pada tiga mahluk penjunjung dupa.
“Kalian
tunggu apa lagi keparat itu mahluk tak berguna seumur hidupnya!”
Kumara
Gandamayana bersurut dua langkah. Saat itu dia merasakan tubuhnya mendadak
lemas. Orang tua ini Cepat merapal aji kesaktian untuk menenteramkan jiwa dan
memberi kekuatan.
Tiga
mahluk menjunjung dupa tidak bergerak dari tempatnya. Namun dari masing-masing
pendupaan tembaga menyala di atas kepala mereka melesat keluar kepulan asap
merah, kuning dan biru. Kali ini kepulan asap disertai bau kemenyan sangat
santar. Lalu terjadi satu keanehan. Tiga kepulan asap berubah menjadi tiga
jerangkong hitam yang memiliki sepasang mata dipenuhi kobaran api berwarna
merah, biru den kuning!
“Tiga
Jerangkong Penebar Arwah”ucap Ratu Randang terkejut hebat. “Celaka!
Kakek
Kumara Gandamayana! Sekali tubuhnya sentuh tangan tiga jerangkong terkutuk itu
maka seumur-umur dia akan berubah menjadi jerangkong hidup. Gentayangan
kemana-mana dibawah kuasa dan kendali Tiga Iblis Menjunjung Dupa Kematian!”
Kumara
Gandamayana sendiri menyadari bahaya luar biasa besar yang tengah dihadapinya.
Dia segera merapal aji kesaktian untuk menenteramkan jiwa dan menambah
kekuatan.
“Greek …
greek … greek!”
Tiga
Jerangkong Penebar arwah melangkah mendekati Kumara Gandamayana.
Sekujur
sosoknya yang merupakan tulang belulang hitam mengeluarkan suara berkeretakan.
“Kumara
Gandamayana!”Tiba-tiba Sinuhun Muda berteriak. “Nasibmu tidak bisa ditolong
lagi! Namun aku masih mau memberi satu jalan kehidupan padamu! Bergabung
bersamaku!”
Mendengar
ucapan orang si kakek sunggingkan seringai mengejek.
“Mahluk
puntung neraka! Kutuk dan kemurkaan Para Dewa akan jatuh atas diri bejatmu dan
semua pengikutmu! Apa kau masih belum melihat kalau pintu neraka telah terbuka
lebar dan setan-setan neraka yang haus tulang dan daging manusia tidak sabar
menunggu kedatanganmu?!”
Sinuhun
Muda tertawa gelak-gelak.
“Neraka
adalah bagian kalian orang-orang Mataram yang telah membunuh kedua orang tuaku
don ratusan rakyat tidak berdosa! Ingat apa yang terjadi ketika Rajamu membunuh
secara keji ratusan bahkan ribuan manusia tidak berdosa yang ingin menuntut
keadilan? Yang ingin mengambil tahta yang bukan milik Rajamu si Rakai Kayuwangi
itu?!”
“Kalau
itu ceritamu maka sungguh tololnya dirimu! Apa kau tidak sadar kalau kedua
orang tuamu dan ribuan rakyat Mataram sesat lainnya adalah kaum pemberontak
keji?!
Yang
untuk melaksanakan niat rakus merampas tahta yang bukan haknya tega menjadikan
rakyat sebagai budak dan tameng kematian?! Sinuhun keparat! Katakan siapa kau
sebenarnya. Aku tahu kau punya nyawa kembar dengan seorang yang dipanggil
Sinuhun Merah Penghisap Arwah!”(mengenai asal usul Sinuhun Muda harap baca
serial Mimba Purana, Satria Lonceng Dewa karangan Bastian Tito)
Sinuhun
Muda keluarkan suara menggembor. Dia tidak menjawab pertanyaan si kakek malah
menggoyang kepala.
Delapan
benjolan di kening Sinuhun Muda memancarkan cahaya merah. Hal ini merupakan
isyarat pertanda bagi Tiga Jerangkong Menebar Arwah. Dari hanya melangkah
ketiganya kini melompat menyergap Kumara Gandamayana.
Jerangkong
Kesatu menyapukan tangan ke arah kepala si kakek. Kobaran api berwarna merah
ikut menyembur dari rongga matanya. Jerangkong Kedua berusaha mencengkeramkan
lima jari tangan ke perut Jerangkong Ketiga datang dari belakang menggebuk
punggung! Sementara itu Tiga Iblis Menjunjung Dupa Kematian tegak menyeringai
sambil rangkapkan dua tangan di depan dada.
Dalam
keadaan diri cidera, melihat apa yang terjadi Ratu Randang tidak mau berlepas
tangan. Dia gulingkan diri lalu berusaha. bangun. Dia hanya mampu bergerak
duduk di tanah. Tangan kanan melemparkan potongan kalung emas kearah Sinuhun
Muda. Tangan kiri berturut-turut melepas tiga pukulan sakti bernama Tombak Dewa
Memancung Berhala.
Apa yang
terjadi kemudian membuat Ratu Randang tersentak kaget terbelalak besar!
*******************
4
POTONGAN
kalung emas besar yang dilemparkan Ratu Randang, bukan saja tidak mampu
menimbulkan malapetaka pada Sinuhun Muda, tapi dengan tangan kirinya Sinuhun
Muda menangkap benda itu. Sambil tertawa-tawa dia berkata. “Pagi ini aku memang
belum sarapan. Terima kasih telah memberi aku kerupuk garing. Pasti lezat
rasanya!”
Lalu enak
saja Sinuhun Muda masukkan lempengan emas ke dalam mulut dan krauk… krauk …
krauk! Dia mengunyah potongan kalung emas itu seolah benar-benar menyantap
kerupuk garing!
“Celaka!
Pasti Sinuhun keparat itu telah memiliki ilmu baru penangkal emas yang selama
ini jadi pantangannya!”
Selagi
Rau Randang terkesiap, Sinuhun Muda tertawa gelak-gelak.
Sementara
itu tiga pukulan sakti Tombak Dewa Memancung Berhala yang tadi dihantamkan Ratu
Randang dengan telak menghajar Tiga Jerangkong Menebar Arwah.
Seperti
tombak beneran, cahaya biru pukulan sakti menancap di dada Jerangkong Kesatu,
menembus tenggorokan Jerangkong Kedua dan menghunjam di perut Jerangkong
Ketiga. Sosok tiga jerangkong serta merta digulung kobaran api berwarna biru!
Tiga
Jerangkong keluarkan jeritan keras.
Sinuhun
Muda berteriak marah. Sekali tangan disapukan kobaran api biru yang membuntal
tubuh tiga jerangkong serta merta padam. Didahului suara letupan keras tiga
sosok mengerikan itu lenyap dari pemandangan.
Tiga
Iblis Menjunjung Dupa Kematian menggerung marah.
Baik
Sinuhun Muda maupun Tiga Iblis untuk beberapa ketika jadi melupakan si kakek
Kumara Gandamayana.
Tiga
Iblis menyerbu ke arah Ratu Randang. Namun gerakan dua iblis tertahan ketika
salah seorang teman mereka yaitu Iblis Menjunjung Dupa Kematian Kedua meraung
dahsyat dan tubuhnya tampak memancarkan nyala merah lalu brukkk! Tubuh menyala
itu amblas masuk ke dalam tanah!
Apa yang
telah terjadi?!
Ketika
Sinuhun Muda dan Tiga Iblis Menjunjung Dupa Kematian lengah melupakan Kumara
Gandamayana, kakek ini segera menerapkan ilmu kesaktian bernama Menembus Tanah
Menarik Petaka. Dengan mengeluarkan suara berkesiuran tubuh si kakek amblas
masuk dan lenyap ke dalam tanah. Di lain kejap tiba-tiba dari dalam tanah
mencuat dua tangan berjari raksasa merah membara. Dua tangan ini mencekal kaki
kiri kanan Tiga Iblis Menjunjung Dupa Kematian, Kedua. Sesaat sekujur tubuh Iblis
Kedua berpijar laksana berubah menjadi bara menyala lalu brukk! Sosoknya
tenggelam masuk ke dalam tanah!
Dua Iblis
menghunjam-hunjamkan sepasang kaki mereka ke tanah hingga terjadi goncangan
hebat laksana bumi dilanda gempa. Sinuhun Muda kembangkan dua tangan ke
samping. Sepuluh jari dipentang diluruskan. Jari-jari tengah kemudian ditekuk
ke arah telapak. Dari delapan jari tangan kemudian memancar cahaya merah.
Delapan larik cahaya bergabung menjadi satu lalu bergerak turun menutup tanah
di sekitar tempat itu.
“Kumara
Gandamayana! Seumur umur jangan harap kau bisa keluar lagi dari dalam tanah!”
“Dukk!
Dukk! Dukk!”
Sinuhun
Muda hentakkan kaki kanan tiga kali sambil merapal ajian ilmu hitam.
Gabungan
cahaya merah laksana batu pipih raksasa dengan mengeluarkan suara bergemuruh
amblas masuk ke dalam tanah. Debu bercampur asap merah menggebubu ke udara.
Sesaat kemudian di kejauhan terdengar suara jerit raungan menyayat hati.
Lalu
lenyap ketika tiba-tiba di langit ada selarik cahaya kuning menyambar disertai
terdengarnya lapat-lapat suara lonceng.
Ratu
Randang merasa kuduknya dingin merinding.
“Kakek
Kumara …. Apa yang terjadi dengan dirimu. Aku melihat cahaya kuning di langit,
mendengar bahana lonceng. Dewa Jagat Bathara saya mohon, tolong orang tua itu …
“
Ratu
Randang tidak bisa berpikir lebih panjang karena saat itu Sinuhun Muda dan
Iblis Menjunjung Dupa Kematian Kesatu dan Ketiga telah melompat ke hadapannya
yang masih dalam keadaan terduduk di tanah. Ketiga orang ini menatap sangar ke
arah Ratu Randang.
“Ratu
Randang! Perempuan.. dajal pengkhianat! Dulu kau masih bisa lolos dari
tanganku! Kali ini jangan harap kau bisa lari lagi!”
Ratu
Randang tersenyum dan menjawab.
“Sinuhun
Muda, aku tidak pernah lari darimu. Sebaliknya bukankah kau yang selalu
mengejar-ngejar diriku? Ah, rupanya kau tidak pernah melupakan kenangan indah
ketika kita berada di dalam goa di balik air terjun! Hik … hik … hik!”
Tampang
Sinuhun Muda menggembung merah.
“Manusia
terkutuk! Dulu kau masih bisa lolos dari tanganku! Kali ini aku akan membuat
dirimu benar-benar sengsara lebih dulu sebelum kuhabisi! Gendakmu Kesatria
Panggilan pemuda edan berambut gondrong itu tidak akan bisa menolong.
Saat ini
dia mungkin sudah mampus dibantai Kesatria Roh Jemputan. Ha … ha … ha!”
Ratu
Randang mengulum senyum genit.
“Kau mau
melakukan apa silahkan! Kau mau membunuhku, siapa takut?!”
Ratu
Randang berusaha bangun dari duduknya. Tapi luka dalam yang dideritanya akibat
bentrokan tenaga dalam tadi membuat perempuan ini tak mampu berdiri. Selagi dia
terhuyung-huyung Iblis Penjunjung Dupa Kematian Ketiga menyergapnya dengan satu
tendangan ke arah kepala. Namun serangan maut ini tertahan karena Sinuhun Muda
memegang bahunya dan berkata.
“Wajah
masih cantik. Tubuh masih kencang seperti gadis belasan tahun. Walau dia yang
telah membunuh guru kalian Raja Dukun Batu Berlumut, tapi apa kau dan sobatmu
tidak ingin bersenang-senang lebih dulu? Aku sudah pernah merasakan luar biasa
nikmatnya! Ha … ha … ha!”
Iblis
Penjunjung Dupa Kematian Ketiga menatap Sinuhun Muda lalu memandang pada
sobatnya Iblis Penjunjung Dupa Kematian Kesatu. Yang dipandang menyeringai,
basahi bibir dengan ujung lidah, hidung tampak kembang kempis. Sepasang mata
berkilat kilat.
Mendengar
ucapan Sinuhun Muda, melihat sikap Iblis Kesatu dan Ketiga, Ratu Randang sadar
bahaya besar yang dihadapinya. Namun dia sadar pula kalau dia tidak mungkin
melakukan perlawanan dan menghindari perbuatan terkutuk dua Iblis Menjunjung
Dupa Kematian. Apa lagi saat itu dilihatnya delapan benjolan merah di kening
Sinuhun Muda memancarkan sinar terang. Pertanda orang ini siap berusaha untuk
melepas serangan maut jika dia berusaha melarikan diri atau melakukan
perlawanan. Sementara itu tubuhnya berada dalam keadaan cidera dan nyaris tiada
daya.
“Apa
boleh buat. Aku harus melakukannya lagi. Mudah-mudahan Dewa Bathara Agung
melindungi diriku…”Ratu Randang berkata dalam hati. Ketika Iblis Kesatu dan
Ketiga mendatangi, diam-diam Ratu Randang segera merapal satu aji kesaktian
yang mengandung ilmu sihir.
Ketika
dua Iblis mendekatinya Ratu Randang lemparkan senyum menggoda. Lidah merah
berulang kali diulurkan membasahi bibir. Mata yang juling bagus dikedip-kedip.
“Kalian
berdua hendak bersenang-senang? Aku sungguh berbahagia. Tidak pernah aku
bertemu dengan orang segagah dan sehebat kalian. Tubuh kalian yang kekar besar
pertanda kalian adalah orang-orang yang kuat dan hebat dalam bercinta. Hik …
hik!”
Ratu
Randang berpaling pada Sinuhun Muda.
“Sinuhun
apa kau tidak ingin ikut serta? Kau mengatakan betapa nikmatnya tubuhku.
Kau tahu.
Hik..hik. Saat ini aku sedang ingin-inginnya. Setiap lekuk di tubuhku bergetar
hangat…”
Habis
keluarkan ucapan Ratu Randang lalu robek bagian atas bajunya hingga dadanya
yang putih besar tersembul keluar.
Iblis
Kesatu dan Ketiga yang jarang-jarang menyaksikan pemandangan seperti ini tidak
dapat lagi mengendalikan nafsu. Keduanya serta merta menanggalkan pakaian.
Sinuhun
Muda hanya cengar-cengir melihat apa yang dilakukan kedua anak buahnya. Tiba-
tiba ada satu cahaya putih melesat ke udara. Bersamaan dengan itu Sinuhun Muda
melengak kaget dan berteriak.
“Kurang
ajar! Hentikan! Iblis Kesatu! Iblis Ketiga! Perempuan itu menipu kalian!”
Iblis
Kesatu den Ketiga yang tidak mengerti maksud kata-kata Sinuhun Muda terus saja
dengan pekerjaan mesum mereka. Sampai akhirnya Sinuhun Muda menarik keduanya.
“Sinuhun
Muda.. Ada apa?!”. Bertanya Iblis Kesatu terheran-heran den agak jengkel karena
kenikmatannya diganggu orang.
“Sinuhun,
katakan saja kalau kau mau gantian. Kami berdua bisa mengalah…”
“Plaakkk!”
Sinuhun
Muda tampar Iblis Ketiga yang barusan keluarkan ucapan hingga sudut bibirnya
pecah sedang telinga kirinya mendenging tuli!
“Kalian
berdua! Lihat! Buka mata kalian lebar-lebar!”
Sinuhun
Muda menunjuk ke arah sosok tubuh yang tertelentang di tanah tanpa pakaian. Dua
Iblis melihat sosok tubuh itu sebagai sosok telanjang Ratu Randang.
Sebaliknya
Sinuhun Muda melihatnya sebagai bangkai seekor anjing besar berwarna coklat!
“Sinuhun
Muda, apa maksud Sinuhun…”
“Jangan
banyak mulut! Lihat!”Sinuhun Muda kembali menunjuk ke tanah di hadapan dua
Iblis Menjunjung Dupa Kematian.
Iblis
Kesatu dan Ketiga kembali memperhatikan ke arah sosok tubuh Ratu Randang yang
tertelentang di tanah. Perlahan-lahan tubuh itu tampak berubah menjadi seperti
apa yang dilihat Sinuhun Muda. Sosok anjing betina besar yang sudah jadi
bangkai dan dikerubungi lalat!
“Perempuan
jahanam! Dia menipu kita!”Teriak Iblis Kesatu sementara iblis Ketiga
terbuyung-huyung jatuh berlutut di tanah dan mulai menyemburkan muntah!
“Perempuan
kurang ajar itu!”Rutuk Sinuhun Muda. “Ketika dulu aku bercinta dengannya.
Jangan-jangan dia juga telah menipuku seperti ini! Hueekkk!”Sinuhun Muda merasa
perutnya mual. Tidak sanggup menahan diapun ikutan muntah!
Iblis
Ketiga satu satunya orang yang tidak muntah, penuh amarah tendang bangkai
anjing dengan kaki kanan. Lalat menghambur beterbangan. Bangkai anjing besar
seperti hidup keluarkan raungan keras lalu tubuhnya yang ditendang terlipat
demikian rupa, menggapai berbalik dengan moncong terbuka siap menggeragot kaki
kanan Iblis Ketiga.
Kali ini
Iblis Ketiga tidak kepalang tanggung. Kepala digoyang. Asap kuning di dalam
pendupaan di atas kepala meletup ke udara lalu bergelung membentuk tonggak
sebesar batang kelapa. Tonggak menghantam anjing besar jejadian dan sama-sama
terpuruk amblas kedalam tanah!
*******************
5
Kita
ikuti sekarang Pendekar 212 Wiro Sableng yang dengan segala kesaktian dimiliki
tengah berlari secepat yang bisa dilakukan menuju Bukit Batu Hangus. Anjing
kecil hitam berdiri di atas bahu kanannya. Tanpa terlihat, terdengar ataupun
terasa oleh sang pendekar tiba-tiba di udara di sebelah belakangnya melesat
satu cahaya kuning bercampur merah. Cahaya ini menyusup masuk ke dalam tubuh
anjing kecil. Tidak bisa mengatakan seperti manusia, binatang yang merasa
adanya sesuatu bahaya itu hanya mampu menyalak berulang kali.
Wiro usap
tengkuk anjing kecil sambil terus berlari.
“Sobat
Kecil,”begitu Wiro memanggil si anak anjing, “tenanglah. Sebentar lagi kita
akan melakukan kewajiban besar. Mudah-mudahan Yang Maha Kuasa menolong kita!”
Anjing kecil menyalak tiga kali lalu diam.
Pada saat
Wiro mengucap kepala anak anjing itu tanpa disadarinya karena sama sekali
memang tidak terasa dan tidak melihat selarik cahaya kuning kemerahan keluar
dari dalam tubuh binatang itu, menyerap masuk ke dalam jari-jari tangan
kanannya sampai sebatas pergelangan. Wiro terus berlari. Anjing kecil tampak
gelisah dan kembali menyalak beberapa kali.
Langit di
sebelah timur semakin terang. Sri Maharaja Mataram dan semua pengungsi berada
pada lereng sebelah barat bukit hingga terlindung dari cahaya fajar yang
merambat dari ufuk timur dan keadaan di lereng itu tampak masih di selimuti
kegelapan.
Wiro yang
merasa kawatir akan terlambat mempercepat larinya. Tak selang berapa lama di
depan sana samar-samar dia sudah melihat Bukit Batu Hangus.
Tiba-tiba
wuuut!
Wiro
mendongak ke atas. Sesosok tubuh anak perempuan tergulung dalam kain berwarna
kelabu melesat di Udara.
“Ni
Gatri! Apa yang terjadi dengan dirimu?!”Wiro berteriak ketika mengenali.
Di udara,
Ni Gatri yang diterbangkan oleh, sorban sakti Kumara Gandamayana tak sempat
menjawab karena sosoknya melesat sangat cepat ke arah Bukit Batu Hangus.
Wiro
menggaruk kepala.
“Apa yang
terjadi dengan anak itu? Benda sakti apa yang menerbangkannya…”Pikir Wiro.
Mendadak sang pendekar ingat pada Ratu Randang yang ditinggal sendirian. Dia
benar-be kawatir.
Salakan
anak anjing di atas bahu menyadarkan Wiro dan dia kembali melanjutkan
perjalanan, berlari menuju Bukit Batu Hangus.
***********************
PANGERAN
MATAHARI alias Kesatria Roh Jemputan yang tengah mengejar Pendekar 212 atas
perintah Sinuhun Muda palingkan kepala ke belakang ketika tiba-tiba telinganya
mendengar suara menderu keras dan wuuttt! Seorang berjubah dan bersorban kelabu
melesat di udara melewatinya, jungkir balik dalam gerakan luar biasa enteng
lalu jejakkan kaki di tanah, tegak lima langkah dari hadapannya sambil dua
tangan dirangkap di depan dada.
Pangeran
Matahari segera hentikan lari. Setelah menatap sejurus dan merasa tidak
mengenal orang dihadapannya, maka diapun menegur dengan sikap congkak dan
katakata merendahkan.
“Orang
tua bulukan! Apa kau merasa pantas menghalangi perjalananku! Apa kau tidak tahu
siapa diriku ?!”Sang Pangeran lalu menjawab sendiri pertanyaannya. “Di negeri
Ieluhurku aku dikenal dengan nama Pangeran Matahari. Di negeri ini aku adalah
tamu terhormat yang sangat dibutuhkan untuk menumpas orang-orang jahat dan di
sini aku disebut Kesatria Roh Jemputan!”
Orang tua
berjubah dan bersorban kelabu serta mengenakan sabuk berbentuk tasbih besar di
pinggangnya yang merupakan ujud salinan atau jejadian dari kakek sakti Kumara
Gandamayana mendengus lalu menjawab.
“Siapa
dirimu aku sudah lebih dari tahu. ltu sebabnya aku punya seribu alasan untuk
menghadang perjalananmu!”
Sepasang
alis mata Pangeran Matahari mencuat ke atas. Rahang menggembung, mulut
dicibirkan.
“Begitu
?!”Ucap sang Pangeran lalu tertawa gelak-gelak. “Tua bangka jelek! Kau boleh
punya seribu alasan, aku hanya punya satu alasan untuk membunuhmu! Aku tidak
suka melihat ujudmu! Ha …he…ha! Aku mencium bau busukmu, kau tentunya adalah
kaki tangan orang-orang Rakai Kayuwangi keparat! Perampas tahta Kerajaan
Mataram!”
“Manusia
sesat kesasar! Jangan kau berani menghina Raja Mataram!”Bentak ujud kembaran
Kumara Gandamayana.
Pangeran
Matahari meludah ke tanah.
“Jangankan
menghina, membunuhnyapun aku merasa layak! Dan itu memang tugasku! Ha…ha … ha!”
Si kakek
turunkan dua tangan yang sejak tadi dirangkap di atas dada.
“Asalmu
sebenarnya adalah dari roh busuk! Pantas kalau kau kembali kecomberan!”
Habis
berkata begitu si kakek mundur beberapa langkah lalu sapukan tangan kanan ke
tanah.
“Wuuttt!”
Saat itu
juga tanah di antara Pangeran Matahari den si kakek berubah menjadi satu
comberan besar busuk luar biasa yang air dan lumpur hitamnya menggelegak!
“Pangeran
Matahari, Kesatria Roh Jemputan! Siapapun namamu! Di comberan situ asalmu! Ke
situ kau harus masuk sekarang juga! Lakukan sendiri! Ceburkan dirimu!
Atau aku
yang akan menyumbatkan kepalamu ke dasar comberan!”
“Seumur
hidup Pangeran Matahari tidak pernah mengalami penghinaan seperti itu.
Kini
setelah menemui ajal dan berada di dalam roh dia di damprat orang sedemikian
rupa!
“Keparat
kurang ajar! Robek mulutmu!”Teriak Pangeran Matahari. Sekali dia geserkan kedua
kaki di tanah maka tubuhnya melayang di atas comberan busuk. Dua tangan
dipentang kedepan, sepuluh jari memancarkan cahaya kuning, merah den hitam.
“Sepuluh
Jari Iblis!”
Pangeran
Matahari berteriak sendiri menyebut ilmu dan jurus serangannya!
“Bukk!
Bukk!”
Dua
lengan bentrokan hebat ketika kembaran jejadian Kumara Gandamayana memukul dua
tangan Pangeran Matahari yang hendak merobek mulut dan mata kirinya!
Pangeran
Matahari mundur beberapa langkah. Dia tidak mengira lawan memiliki kekuatan
tenaga dalam begitu tinggi. Selagi si kakek bergerak mengejarnya sambil
lancarkan serangan dua tangan kosong, Pangeran Matahari balas menghantam dengan
Pukulan Gerhana Matahari.
“Wuss!
Wusss!”
Dua larik
sinar gabungan kuning, merah dan hitam menderu ke arah dua larik cahaya putih
yang melesat ke luar dari dua tangan si kakek. Di udara empat sinar sakti
saling beradu. Tidak ada suara ledakan atau gelegar dahsyat. Empat sinar saling
mendorong.
Dua orang
yang bertarung kerahkan tenaga dalam penuh. Perlahan-lahan jelas terlihat
bagaimana dua sinar putih terdorong. Keringat memercik di kening si kakek. Dia
sadar kalau dua larik gabungan sinar ilmu kesaktian lawan berhasil menembus dua
cahaya putih, tubuhnya akan terpanggang hancur lebur!
Di saat
genting seperti itu kembaran jejadian Kumara Gandamayana hentakkan kaki kanan
ke tanah sambil merapal aji kesaktian Kekuatan Bhumi Milik Para Dewa. Dengan
ilmu kesaktian itu si kakek mampu menyedot kekuatan hawa yang ada di dalam bumi
yang kemudian akan disalurkan pada dua tangan untuk menambah kekuatan tenaga
dalam yang sedang dipergunakan dalam menggempur lawan!
“Wuss!
Wusss!”
Apa yang
kemudian terjadi memang dahsyat sekali. Dua cahaya putih yang melesat dari
tangan si kakek keluarkan suara, menderu dan pijaran sinar menyilaukan.
Di depan
sana Pangeran Matahari berteriak keras ketika dua kakinya terangkat dari tanah
dan tubuh terjajar ke belakang. Dia merasa seolah ada gunung batu mendorong
tubuhnya! Sang Pangeran berusaha bertahan hingga rahang menggembung geraham
bergemeletakan dari ubun-ubun di atas kepala membersit kepulan asap hitam.
Si kakek
tidak tinggal diam. Kaki dihentakkan sekali lagi lalu dua tangan didorong.
Tak ampun
lagi tubuh Pangeran Matahari mencelat tiga tombak ke udara. Baju dan mantel
hitamnya mengepulkan asap.
Dalam
keadaan seperti itu tubuhnya melayang jatuh ke bawah, tepat di arah comberan
busuk!
“Jahanam
kurang ajar!”
Pangeran
Matahari menyumpah keras. Dia berusaha jungkir balik, namun jarak kepalanya den
comberan sudah demikian dekat.
“Bangsat!”Sang
Pangeran kembali merutuk. Lalu die kerahkan tenaga dalam ke kening. Delapan
benjolan merah pancarkan sinar menggidikkan.
“Wussss!”
Delapan
sinar merah pekat melesat luar biasa cepat ke arah si kakek. Delapan Arwah
Sesat Menembus Langit! Si kakek tidak keburu mengelak.
“Blaar!”
Didahului
suara seperti gelegar petir tubuh jejadian Kumara Gandamayana hancur
berkeping-keping lalu jatuh luruh ke tanah, berubah ujud menjadi ikat pinggang
kayu coklat berbentuk tasbih besar. Ikat pinggang yang kini dalam keadaan
hangus gosong dan mengepulkan asap itu tercampak di tanah.
Di saat
bersamaan dengan hancurnya tubuh si kakek, sosok Pangeran Matahari mencebur
masuk ke dalam comberan, kepala lebih dulu! Hening sunyi beberapa ketika.
Lalu dua
tangan muncul mencuat dari dalam comberan, disusul kepala dan tubuh Pangeran
Matahari. Sekujur tubuh dan kepala basah kuyup oleh air busuk dan tertutup
lumpur hitam comberan!
Satu
suara tawa cekikikan menyambut keluarnya Pangeran Matahari dari dalam comberan.
Sang Pangeran usap muka lalu membentak marah.
“Jahanam
keparat dari mana berani mati mentertawakan diriku!”
“Oala!
Pangeran Matahari digebuk orang! Keluar dari comberan busuk seperti seekor
anjing buduk! Sungguh menyedihkan! Sungguh memalukan! Untung hanya aku seorang
yang menyaksikan kejadian ini! Hik..hik..hik!”
“Bangsat!
Jaga mulutmu!”
Pangeran
Matahari menggembor keras. Wajah kembali di usap. Mata memandang mendelik ke
arah orang yang berdiri beberapa langkah dari tepi comberan.
“Dewi
Ular! Perempuan Iblis!”
Orang
yang dimaki tertawa mengikik.
“Ssshh …
jangan mamaki dulu aku mau menolongmu. Tak jauh dari sini ada sebuah telaga
kecil. Kau bisa membersihkan diri di sana. Mari kutunjukkan tempatnya.
Memalukan
kalau sampai orang-orang Mataram melihat seorang yang mereka beri julukan
Kesatria Roh Jemputan berada dalam keadaan seperti hantu, busuk menjijikkan!
Hik…hik…hik!”
“Aku tahu
letak telaga itu! Aku tidak butuh pertolonganmu! Perempuan sialan!”
“Aku
tidak sial. Kau yang sedang ditimpa sial! Hik … hik … hik!”
Pangeran
Matahari melesat keluar dari dalam comberan. Dia sengaja lari ke arah perempuan
yang mentertawainya. Niatnya hendak menangkap dan menceburkan Dewi Ular ke
dalam comberan. Tapi yang hendak dijahati tidak bodoh dan mengetahui maksud
orang. Cepat-cepat Dewi Ular melesat ke cabang pohon besar. Duduk uncanguncang
kaki sambil berucap mengejek setengah bernyanyi.
Di negeri
asal Song Pangeran bernasib buruk.
Di negeri
orang nasib Sang Pangeran lebih buruk
Minum air
comberan
Makan
lumpur busuk
Hik..hik..hik!
“Wuuut!”
Tiga
larik sinar merah, hitam dan kuning menyambar ke arah cabang pohon dimana Dewi
Ular duduk.
“Keterlaluan!
Aku mau menolong kau menyerang! Aku menyanyi kau malah hendak membunuhku!”
Pohon
besar tenggelam dalam kobaran api lalu roboh melintang di atas comberan dalam
keadaan hitam gosong. Dewi Ular sudah lebih dulu melompat turun selamatkan
diri. Dikejauhan terdengar suara perempuan itu berteriak.
“Pangeran
edan! Tadinya aku datang mau memberi tahu dimana beradanya Sinto Gendeng nenek
bau pesing yang telah membunuhmu di puncak Gunung Merapi! Tapi sombong
congkakmu membuat aku lebih baik memberi tahu pada orang lain! Aku bukan saja
bakal dapat hadiah besar tapi juga hadiah kenikmatan! Darimu aku dapat apa ?
Comberan!
Hik…hik…hik!”
Pangeran
Matahari memaki panjang pendek. Lalu dia lari mencari telaga yang disebutkan
Dewi Ular.
Namun
sampai lama berputar-putar dia tidak berhasil menemukan telaga itu.
“Kurang
ajar! Ada yang menyesatkan langkah kakiku! Sebelumnya aku sudah melihat telaga
itu. Sekarang mengapa tidak bertemu! Jahanam!”
“Kesatria
Roh Jemputan! Kami mendatangkanmu ke Bhumi Mataram untuk membunuh Kesatria
Panggilan, menumpas semua orang yang ada di Bukit Batu Hangus! Mengapa kau hanya
membuang waktu berputar-putar di tempat itu dan memaki tidak karuan!”
Satu
suara mengiang di telinga kiri Pangeran Matahari. Saking kesalnya sang Pangeran
pukul batang pohon di dekatnya hingga pohon berderak patah dan tumbang!
“Pukulanmu
bagus dan telak! Aku ingin begitu kira-kira kau menghancurkan kepala Kesatria
Panggilan!”Suara mengiang kembali terdengar.
Pangeran
Matahari menyumpah dalam hati namun segera meninggalkan tempat itu.
*******************
6
UDARA di
lereng barat Bukit Batu Hangus masih gelap. Semua orang yang ada di tempat itu
kecuali anak-anak berada dalam keadaan menunggu berjaga-jaga. Melalui Ni Gatri
mereka mendapat kabar bahwa Pendekar 212 Wiro Sableng yang mereka sebut sebagai
Kesatria Panggilan tengah dalam perjalanan ke bukit.
Sri
Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi berdiri di atas satu batu datar. Sambil
menatap ke arah timur dengan sepasang mata nyaris tidak berkesip mulutnya tiada
henti merapal do’a memohon pertolongan Yang Maha Kuasa. Di kejauhan tiba-tiba
terdengar suara anjing menyalak.
Tak lama
kemudian Wiro yang ditunggu muncul di lereng bukit dengan anak anjing hitam di
bahu kanan. Raja Mataram dan Ni Gatri yang tengah menguruti kaki Rauh Kalidathi
nenek muka bulat tak beralis yang pernah menolongnya (baca “Roh Jemputan”) segera
mendatangi sang pendekar. Para pengikut Raja, diantaranya Garung Parawata
Kepala Pasukan Kerajaan, Eyang Dukun Umbut Watukura, Tabib Sakti Sepuluh Jari
Dewa Soka Kandawa, termasuk Rauh Kalidathi dan Klingkit Kuning tokoh silat
Istana berkepala gundul kuning serta semua orang yang ada di bukit dan dalam
keadaan lumpuh cuma meletakkan dua tangan disusun di atas kepala. Memohon pada
Yang Maha Kuasa agar orang yang diharapkan benar-benar mampu memberi
pertolongan.
Wiro
membungkuk memberi hormat pada Raja Mataram yang berdiri di samping Ni Gatri.
“Yang
Mulia, ada dua kakek nenek aneh yang dipanggil dengan sebutan Sepasang Arwah
Bisu telah memberi tahu kepada saya cara melenyapkan benjolan yang ada di
kening semua orang yang ada di bukit ini ……”
“Oh
mereka….”Rupanya Sri Maharaja Mataram mengetahui juga tentang sepasang kakek
nenek aneh itu. “Dewa Bathara Agung, kami sangat berterima kasih pada Sepasang
Arwah Bisu. Terlebih kepadamu.”Raja Mataram memandang ke langit seolah dia
melihat sepasang kakek nenek Arwah Bisu di atas sana. Lalu Raja berpaling pada
Wiro. “Kesatria Panggilan, jika kau memang akan melakukan sesuatu untuk
menolong kami segera laksanakan. Sebentar lagi cahaya sang surya dari timur
akan menyentuh lereng bukit ini. Tapi aku ingin bertanya lebih dulu. Dimanakah
beradanya Ratu Randang?”
Wiro lalu
menceritakan peristiwa penghadangan yang dilakukan Kesatria Roh Jemputan.
“Saya
mengawatirkan keadaannya. Saya terpaksa meninggalkannya seorang diri.
Mudah-mudahan
seorang kakek sakti Kumara Gandamayana yang sebelumnya masuk ke dalam tubuh Ni
Gatri masih ada di sana…”
“Mudah-mudahan
Para Dewa melindungi perempuan itu,”ucap Raja Mataram perlahan.
“Kesatria
Panggilan,”tiba-tiba Tabib Sakti Sepuluh Jari Dewa menegur. “Waktu kita tinggal
sedikit. Sebelum kau melakukan sesuatu, katakan obat apa mujarab apa yang kau
bawa untuk mengobati kami. Kulihat kau datang tidak membekal apa-apa.”
“Orang
tua, saya memang tidak membawa obat. Tapi membekal satu ilmu kesaktian.
Mudah-mudahan
Yang Maha Kuasa menolong saya dan kita semua,”jawab Wiro.
Eyang
Dukun berjubah biru mengusap janggutnya, yang seputih kapas. Dia berpaling pada
sahabatnya Tabib Sakti Sepuluh Jari Dewa.
Tabib
bertubuh gemuk, bercelana dan mengenakan rompi merah ini mengusap rambutnya
yang merah menjuntai beberapa kali. Sepasang mata sipitnya menatap Wiro
beberapa lama. Mulut berkomat kamit. Lalu dia ajukan pertanyaan.
“Kesatria
Panggilan, ilmu kesaktian apa yang hendak kau pergunakan?”
Wiro
terdiam sesaat menatap ke arah Raja baru menjawab.
“Ilmu
yang saya miliki bernama Menahan Darah Memindah Jasad….”
Semua
orang yang mendengar ucapan Wiro termasuk Raja Mataram sama-sama terkesiap dan
mengangkat kepala. Ada yang berdecak kagum tapi ada juga yang melongo tidak
mengerti.
Tabib
Sakti Sepuluh Jari Dewa Soka Kandawa angkat kepala ke arah langit, mata sipit
dipejamkan. Dia terdiam beberapa ketika lalu mulut berucap.
“Ilmu
aneh. Dari namanya agaknya bukan berasal dari negeri leluhurmu”
Wiro
terkejut. Bagaimana tabib gemuk ini mengetahui perihal ilmu yang dimilikinya itu.
“Orang
tua, ucapanmu benar adanya ilmu kesaktian itu diwariskan oleh seorang sahabat
di negeri Latanahsilam, negeri seribu dua ratus silam dari negeri asal saya…”
Seperti
diketahui ilmu Menahan Darah Memindah Jasad didapat Wiro dari Luhkentut alias
Hantu Selaksa Angin ketika dia tersesat ke negeri seribu dua ratus tahun silam.
(Riwayat Wiro di negeri seribu dua ratus tahun silam harap baca serial
Latanahsilam terdiri dari 18 episode mulai dari, “Bola-Bola Iblis”s/d “Istana
Kebahagiaan”)
Tabib
Sakti Sepuluh Jari Dewa angguk-anggukkan kepala sementara Eyang Dukun Umbut
Watukura mengusap-usap janggut. Sri Maharaja Mataram lantas berkata.
“Kesatria
Panggilan, harap kau tidak membuang waktu. Lakukan apa yang bisa kau perbuat
sekarang juga.”
“Mohon
Yang Mulia jangan memanggil saya dengan sebutan Kesatria Panggilan.
Nama saya
Wiro…”
Raja
mengangguk.
Wiro
memandang berkeliling sambil merapal aji kesaktian ilmu Menahan Darah Memindah
Jasad.
Dia jadi
bingung sendiri. Sebelumnya dia tidak pernah memikirkan. Siapa diantara ratusan
orang yang ada di bukit itu yang akan ditolongnya lebih dulu? Lalu diam-diam
sang pendekar juga merasa kawatir. Apakah dia mampu dan punya waktu untuk
menolong orang sebanyak itu? Murid Sinto Gendeng jadi tegang sendiri.
Wiro
memandang ke arah Raja Mataram. Rakai Kayuwangi bertanya.
“Ada
sesuatu yang bisa aku bantu?”
Wiro
menggaruk kepala
“Yang
Mulia, saya tidak dapat menentukan siapa yang perlu ditolong lebih dulu”
Harap kau
mau menolong Raja kami lebih dulu!”Berkata Tabib Sakti Sepuluh Jari Dewa.
Rakai
Kayuwangi gelengkan kepala.
“Kita
harus mencari seseorang yang keadaannya benar-benar parah.”Sang Raja memandang
berkeliling. Dia lalu menunjuk pada seorang lelaki separuh baya yang tersandar
di batu dalam keadaan tidak sadar. Wajah pucat putih. Mata terpejam. Nafas
tinggal satu-satu. Empat benjolan merah di keningnya berdenyut denyut seperti
mau pecah. Dari sela bibirnya tampak darah meleleh.
“Orang
itu.”Kata Raja Mataram “Namanya Lemayang. Tolong dia lebih dulu.”
Sekali
lompat saja Wiro sudah berada di hadapan Lemayang yang tersandar di batu dalam
keadaan sekarat. Anjing kecil yang sejak tadi berada di bahunya melompat turun,
berdiri di atas sebuah batu lalu mulai menyalak tiada henti. Ni Gatri segera
mendatangi anjing ini, membelai kepala dan mengusap punggungnya. Anjing
berhenti menyalak namun dari ekornya yang bergerak-gerak kian kemari tak bisa
diam menandakan bahwa binatang ini berada dalam satu kegelisahan!
Wiro berjongkok
di depan orang yang hendak ditolong. Tangan kanan dikembang.
Perlahan
lahan telapak didekatkan ke kening Lemayang yang ada empat benjolan merah.
Dengan ilmu kesaktian Menahan Darah Memindah Jasad maka Pendekar 212 dengan
mudah akan mengambil atau mencabut empat benjolan dan memindahkannya ke tempat
lain, kemana saja yang disukainya. Bila empat benjolan hilang dari kening
Lemayang maka orang itu dipastikan akan sembuh dari kelumpuhan serta demam
panas yang selama ini menyengsarakannya.
Telapak
tangan Wiro hanya tinggal satu jengkal lagi di atas kening yang ada benjolan.
Anjing kecil tiba-tiba menyalak lagi. Ni Gatri kembali sibuk menenangkan
binatang ini dengan mengusap usap kepala serta punggungnya.
Tabib
Sakti Sepuluh Jari Dewa dan Eyang Dukun Umbut Watukura saling pandang.
Sang
dukun menoleh sesaat pada anjing di atas batu. Raja Mataram tampak tenang
sementara orang-orang lain yang ada di tempat itu berada dalam keadaan tegang.
Ni Gatri sendiri selesai menenangkan anjing kecil entah mengapa memicingkan
kedua matanya.
Telapak
tangan Pendekar 212 yang berisi ilmu kesaktian Menahan Darah Memindah Jasad
menempel di atas kening Lemayang yang ada empat benjolan merah. Sekali angkat
saja keempat benjolan itu pasti tercabut tanggal. Namun apa yang terjadi justru
satu kegegeran.
Begitu
telapak tangan kanan Wiro menyentuh kening orang yang hendak ditolong, satu
ledakan keras menggelegar. Kepala dan sebagian tubuh Lemayang hancur
berkeping-keping. Sisa bagian tubuh pinggang ke bawah yang masih utuh terkapar
mengerikan di atas sebuah batu. Usus menjela dari perut yang robek besar.
Suara
jeritan menggelegar dari mulut hampir semua orang yang ada di lereng bukit.
Banyak
yang menutup wajah dengan kedua tangan sambil menahan muntah. Dapat dibayangkan
kalau hal itu terjadi pada Raja mereka!
Anjing
kecil menyalak lagi. Kali ini tiada henti dan Ni Gatri tidak mampu menenangkan
binatang ini karena dia jatuh terduduk di tanah, sangat ketakutan dan wajah
pucat.
Wiro
sendiri terjengkang di tanah dengan muka kelam. Menatap pulang balik ke arah
bagian tubuh Lemayang yang tergeletak di atas batu dan tangan kanannya yang
bergetar mengepulkan asap. Muka dan pakaiannya kotor oleh noda darah dan
potongan-potongan tulang serta daging!
Raja
Mataram untuk beberapa lama menatapi kutungan tubuh Lemayang dengan mata
membeliak tubuh bergetar. Perlahan-lahan dia berpaling pada Pendekar 212 Wiro
Sableng.
“Manusia
kurang ajar! Kau telah memperdayai diriku dan rakyat Mataram!”
“Yang
Mulia, saya tidak tahu bagaimana bisa jadi begini…”ucap Wiro sambil mengusap
muka. “Ada satu kekuatan ……”
“Tutup
mulutmu!”bentak Rakai Kayuwangi.
“Yang
Mulia, kita telah salah memanggil orang! Manusia seperti ini tidak bisa
dibiarkan hidup lebih lama! Dia bisa menimbulkan malapetaka baru bagi kita
semua!”
Yang
bicara adalah Eyang Dukun Umbut Watukura.
“Yang
Mulia, izinkan saya membunuh keparat ini!”Klingkit Kuning tokoh silat istana
berkata sambil angkat tangan kanan yang segera berubah menjadi kuning pekat
siap melepas satu pukulan sakti ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng.
Raja
Mataram gelengkan kepala.
“Aku
sendiri yang akan menebas lehernya!”
“Srett…!”
Sri
Maharaja hunus Keris Widuri Bulan yang tersisip di pinggang. Cahaya putih
terang keabu-abuan memancar dari senjata sakti itu. Masih terpisah sekitar tiga
langkah Wiro sudah merasakan hawa dingin angker senjata ditangan sang Raja.
“Yang Mulia, membunuh saya soal mudah. Tapi biar saya menjelaskan dulu!” Raja
Mataram menyeringai.
“Tidak
ada yang perlu dijelaskan! Terima kematianmu saat ini juga!”
“Yang
Mulia! Saya diminta datang untuk memberi pertolongan…”
“Persetan!
Kau bukan menolong! Kau membantu orang-orang jahat untuk mencelakai kami semua!
Buktinya masih terkapar di atas batu sana!”Raja menghardik dan menunjuk ke arah
batu di atas mana kutungan tubuh sebelah bawah Lemayang terkapar mengerikan!
“Yang
Mulia, saya bersumpah tidak punya niat jahat. Saya tidak tahu bagaimana….”
Raja
Mataram tidak perdulikan lagi semua ucapan Wiro. Tangan kanan yang memegang
keris sakti bergerak. Cahaya putih kelabu benderang menyambar sewaktu keris
membabat ke arah leher Pendekar 212. Jangankan leher manusia, batu besar atau
batang pohon sebesar pemelukan tanganpun akan bablas!
Anehnya
saat itu Wiro yang masih terduduk di tanah sama sekali tidak mampu menggerakkan
badan atau kepala untuk menyelamatkan diri. Ada satu kekuatan aneh diluar
tubuhnya membuat dia tidak bisa bergerak!
Anjing
kecil meraung panjang.
Ni Gatri
berteriak.
“Kakak !”
Anak
perempuan ini melompat, berusaha menarik tangan Wiro agar tubuhnya menjauh, dan
leher terhindar dari sambaran keris. Namun hal itu tidak mampu dilakukan Ni
Gatri.
Sekejapan
lagi Keris Widuri Bulan akan menggorok batang leher Pendekar 212 tibatiba dari
langit melesat satu cahaya jingga. Sesaat kemudian satu bayangan berkelebat di
lereng barat Bukit Batu Hangus. Sri Maharaja Mataram berseru kaget.
Tangan
kanannya yang memegang keris dicekal oleh lima jari putih halus berkuku ungu.
Bagaimanapun Rakai Kayuwangi mengerahkan tenaga dia tidak mampu melepaskan
cekalan itu. Malah sewaktu lima jari memuntir lembut tahu-tahu Keris Widuri
Bulan telah terlepas dari genggamannya!
*******************
7
SRI
MAHARAJA Mataram melompat mundur sementara orang banyak yang ada di lereng
bukit berseru kaget. Wiro yang tubuhnya dirangkul Ni Gatri dan dibantu berdiri
tercengang-cengang tidak mengira.
Di
hadapan Rakai Kayuwangi saat itu berdiri seorang gadis tinggi semampai berwajah
cantik sekali.
Rambut
panjang tergerai lepas sepinggang. Gadis ini mengenakan pakaian warna jingga.
Tubuh dan pakaian menebar bau semerbak harum bunga melati. Dan yang membuat
semua orang terkesiap adalah ketika menyaksikan kalau si gadis hanya memiliki
satu kaki
“Kakak,
itu gadis yang kejepit di bawah batu. Yang kau tolong malam tadi. Janganjangan
dia datang menagih janji kaulan. Memintamu jadi suaminya sekarang juga…”
“Sshhh …
Dia datang menolongku. Kalau tidak saat ini leherku sudah kena digorok Raja!
Heran, bagaimana sekarang dia punya pakaian bagus dan berdandan apik.”Wiro
menyahuti lalu bangkit berdiri.
“Namanya
saja orang mau ketemu calon suami tentu semuanya serba wangi dan rapi …”bisik
Ni Gatri sambil tertawa-tawa.
“Saat-saat
begini jangan bicara konyol!”Wiro tarik telinga kiri anak perempuan ini. Ni
Gatri pencongkan mulut meringik kesakitan.
Gadis
berpakaian ungu berkaki satu melempar lirikan ke arah Wiro sebelum melangkah ke
hadapan Raja Mataram. Caranya berjalan seperti orang melompat.
Sampai di
hadapan Raja si gadis membungkuk. Mulut berbibir merah terbuka hendak
mengatakan sesuatu namun keburu dibentak oleh Rakai Kayuwangi.
“Gadis
berkaki satu! Berani muncul mencampuri urusan orang! Kau siapa?!”
“Yang
Mulia Sri Maharaja Mataram. Saya mohon maaf. Bukan maksud mencampuri urusan.
Saya yang bodoh ini hanya ingin melakukan sesuatu agar tidak terjadi
kekeliruan.”
Rahang
Raja Mataram menggembung. Beberapa orang di sekitar tempat itu keluarkan suara
bergumam tidak senang.
“Kalau
menolong penipu yang telah membunuh seorang rakyat tak berdosa dengan ilmu
celakanya! Kau malah berani merampas senjataku! Dan kau masih bisa berkata
tidak mencampuri urusan!”
“Saya
mohon maafmu Yang Mulia!”Kembali gadis berkaki satu meminta maaf sambil
membungkukkan badan, yang membuat Raja Mataram tambah marah.
Si gadis
melompat satu kali, membungkuk lagi lalu dengan kedua tangannya dia mengulurkan
Keris Widuri Bulan yang tadi diambilnya sebelum senjata itu sempat menebas
batang leher Pendekar 212.
“Saya
minta maaf. Harap Yang Mulia mau mengambil senjata ini. Saya tidak bermaksud…”
“Diam!
Kau memperlihatkan kehebatan. Menghinaku di hadapan pengikut dan rakyatku
sendiri!”
Raja mengambil
senjata itu dengan cepat. Begitu keris dipegang lalu hendak dibabatkan ke arah
dada si gadis. Namun gerakan Rakai Kayuwangi terhenti ketika dilihatnya gadis
di hadapannya tegak tak bergerak menatap dengan sepasang mata bening dan bagus
sambil mulut berucap lirih.
“Setega
itukah engkau wahai Yang Mulia Raja Mataram … ?”
Rakai
Kayuwangi masukkan keris ke dalam sarung. Mate masih mendelik memandang ke arah
gadis di hadapannya.
“Siapa
kau sebenarnya? Kau menolong pemuda itu. Apakah kau. mengenainya? Apa
hubunganmu dengannya?!”
“Yang
Mulia, kalaupun saya tidak mengenalnya saya tetap akan menghalangi Yang Mulia
membunuhnya.”
“Gadis
kurang ajar! Lekas katakan siapa kau sebenarnya?! Manusia atau mahluk halus
yang tersasar ke bukit ini?!”
“Pasti
ada musuh yang mengirimnya ke sini!”Berkata Klingkit Kuning sambil usap
kepalanya yang kuning botak sementara sepasang mata membeliak garang.
“Yang
Mulia, saya bernama Sakuntaladewi”. Berkata gadis berkaki satu.
Ni Gatri
memegang lengan Wiro lalu berbisik.
“Kak,
namanya aneh dan kedengaran seram ya? Lebih bagus kalau dia bernama Dewi Kaki
Tunggal saja. Boleh begitu Kak?”
“Ssst,
diam dulu…”Ucapan Wiro terputus ketika tiba-tiba Eyang Dukun Umbut Wutukura
berteriak.
Gadis
kaki satu juga bermaksud hendak mengatakan sesuatu tapi kedahuluan sang Dukun.
“Dewa
Jagat Bathara! Yang Mulia! Saya tahu! Saya baru ingat. Saya menyirap kabar
sekitar tiga minggu lalu. Dia bukan gadis baik-baik! Dia dikutuk karena berbuat
zinah dengan saudara satu ayahnya sendiri! Itu sebabnya Para Dewa merubah
tubuhnya, membuatnya hanya punya satu kaki dan menutup jalan kemaluannya!”
Kegegeran
besar terjadi di lereng Bukit Batu Hangus. Semua orang tersentak dan banyak
yang keluarkan seruan kaget mendengar teriakan sang Dukun. Pendekar 212 Wiro
Sableng sendiri ikut terkesiap.
Saat itu
dilihatnya gadis yang oleh Ni Gatri diberi nama Dewi Kaki Tunggal menatap ke
arahnya sambil menggelengkan kepala.
Wiro
mengerti maksud gelengan kepala itu. Si gadis hendak memberi tahu kalau apa
yang dikatakan Eyang Dukun Umbut Watukura adalah tidak betul.
“Yang
Mulia, saya datang hanya hendak memberi tahu kalau pemuda ini tidak bermaksud
jahat. Ada satu kekuatan ……”
“Yang
Mulia! Saya sangat curiga!”Garung Parawata, Panglima Balatentara atau Pasukan
Kerajaan Mataram memotong ucapan si gadis dengan, suara keras lantang.
Orang
bertubuh tinggi besar berkumis melintang ini terduduk lumpuh di atas sebuah
batu besar. Namun semangat kemarahannya menyala-nyala. “Jangan-jangan gadis
kaki satu itu adalah kaki tangan mahluk yang disebut Sinuhun Merah Penghisap
Arwah, bergundal Delapan Sukma Merah! Dia berkomplot dengan Kesatria Roh
Panggilan untuk mencelakai kita!”Selesai berucap Garung Parawata gerakkan dua
tangan ke belakang pinggang dimana tersisip dua buah bilah keris.
“Lebih
dari itu!”menyambung Tabib Sepuluh Jari Dewa. “Ingat beberapa waktu lalu dua
kakek nenek Sepasang Arwah Bisu muncul di sini? Pasti Sinuhun Merah Penghisap
Arwah telah memata-matai kita! Sekarang hanya berani mengirim dua orang ini!
Pengecut!”
“Yang
Mulia, semua orang yang ada di sini. Saya dan pemuda itu tidak ada sangkut paut
dengan Sinuhun Merah Penghisap Arwah,”gadis kaki satu menerangkan.
“Srett!
Sret!”
Dua keris
keluar dari sarungnya!
“Yang
Mulia saya harap Yang Mulia segera meringkus dan membunuh pemuda berambut
panjang itu. Gadis kaki satu biar saya yang menghabisi!”Garung Parawata berkata
dengan suara keras lantang.
Dua bilah
keris sakti mengandung racun yang konon masing-masing mampu membunuh seekor
gajah raksasa dalam beberapa ketika saja, melesat laksana sepasang anak panah
lepas dari busurnya. Konon untuk cara melempar senjata itu Garung Parawata
menghabiskan waktu belasan minggu di bukit karang di pantai laut selatan yang
deras tiupan anginnya. Keahlian Kepala Pasukan Kerajaan ini melemparkan
berbagai senjata rahasia, senjata tajam termasuk dua buah keris sakti tidak
diragukan lagi. Setiap serangan yang dilancarkan pasti mampu mengenai sasaran
dengan telak, bagaimanapun sempitnya ruang gerak dan sekalipun sasaran nyaris
tersembunyi! Itu sebabnya dia mendapat julukan “Sepasang Tangan Kilat”
Melihat
datangnya dua bilah keris menyambar berdesing ke arahnya, gadis berkaki satu
terkejut tidak menyangka. Sepasang alis hitam bagus mencuat ke atas, kening
mengerenyit dan mata bening menatap nyalang. Namun sedikitpun si gadis tidak
bergerak dari tempatnya!
“Dewi
Kaki Tunggal! Awas!”Wiro berteriak luar biasa kawatir karena belum pernah
melihat orang melemparkan dua bilah keris sekaligus sehebat itu! Dalam
kekawatirannya Wiro sampai menyebut nama orang seperti itu karena terpengaruh
oleh ucapan Ni Gatri tadi.
Pendekar
212 siap melepas Dewa Topan Menggusur Gunung dengan dua tangan kiri kanan. Si
gadis memandang ke arahnya dan tersenyum.
Mendadak!
“Tam!
Tam! Tam!”
Terdengar
suara tambur ditimpal suara suling keras sekali. Membuat jantung berdegup dan
telinga mengiang sakit!
“Tam!
Tam! Tam! Tam!”
Suara
tambur semakin dahsyat. Bukit Batu Hangus bergoyang. Udara bergetar. Dua bilah
keris sakti yang hanya tinggal beberapa jengkal dari kepala dan dada gadis kaki
satu mental ke udara.
Garung
Parawata berteriak marah. Hendak melompat tidak bisa karena dua kaki lumpuh”
“Tam!
Tam! Tam!”Suara tambur membahana.
“Nguing-nguing-nguing!”Suara
seruling menggema nyaring luar biasa!
Dua keris
yang melayang ke udara berputar meliuk-liuk lalu melayang turun dengan
kecepatan kilat dan kraakk … kraak! Dua bilah keris menancap di batu besar di
atas mana Garung Parawata berada. Satu menancap di sisi kiri, yang lain di
sebelah kanan tubuhnya! Kepala Pasukan Kerajaan ini sampai kucurkan keringat
dingin. Tampangnya tampak pucat pasi!
“Reekkk!”
Batu yang
ditancapi dua bilah keris sakti tiba-tiba berderak retak di dua belas bagian.
Di lain
saat batu bergetar remuk dan runtuh berkeping-keping ke tanah. Sosok Kepala
Pasukan Kerajaan yang tinggi besar tak ampun lagi roboh tergelimpang. Raja
cepat melompat menolong. Ternyata Garung Parawata tidak mengalami cidera
sedikitpun.
Hanya
wajahnya saja yang tampak bertambah pucat laksana kain kafan! Sementara dua
kerisnya lenyap entah kemana.
“Maaf,
maaf Panglima,”gadis kaki satu membungkuk dan berucap berulang kali.
“Bukan
saya yang melakukan. Suara tambur dan seruling itu yang membuat mental dua
keris Panglima Garung Parawata membuka mulut hendak mendamprat. Namun saking
marahnya hanya suara menggembor dan air liur yang keluar dari mulutnya. Dada turun
naik seperti mau meledak!
“Suara
tambur itu! Mana mungkin!”Raja Mataram mana bisa percaya kalau suara tambur dan
suling sanggup membuat mental sepasang keris sakti milik Panglima Garung
Parawata. Sementara itu perhatian semua orang serta merta terpecah ketika di
langit muncul dua bayangan putih.
*******************
8
SEMUA
orang menatap ke atas Lereng bukit. Termasuk Sri Maharaja Mataram dan Garung
Parawata yang sedang dilanda marah besar.
Mengambang
di udara di atas lereng Bukit Batu Hangus sebelah barat tampak bayangan dua
kakek nenek berselempang kain putih. Keduanya melayang ke bawah lereng. Si
kakek mengangkat tangan kanan dan menunjuk ke arah Wiro. Lalu dia membuat
gerakan-gerakan dengan ke dua tangannya.
Wiro yang
telah diberi ilmu bicara gerak tangan orang bisu oleh patung sakti Loro
Jonggrang, sadar kalau si orang tua bisu bicara dengan gerak tangan kepadanya.
Serta merta Wiro menjawab pula dengan menggerak-gerakkan kedua tangan.
Melihat
hal ini kecurigaan Raja dan orang-orang Mataram semakin besar.
“Yang
Mulia! Lihat!”Berseru Klingkit Kuning tokoh silat Istana. “Kakek bisu dan
pemuda rambut panjang saling berbicara. Berarti mereka sudah kenal satu sama
lain!”
Tabib
Sepuluh Jari Dewa menghela nafas dan goleng-goleng kepala, “Terus terang saya
sudah lama mencurigai tindak tanduk Sepasang Arwah Bisu. Bukankah dua kakek
nenek itu agaknya ada sangkut paut dengan pemberontakan besar beberapa tahun
silam!”
“Yang
Mulia, seperti saya katakan justru dua kakek nenek Sepasang Arwah Bisu yang
memberi petunjuk bahwa saya memiliki ilmu yang bisa menolong semua orang di
Bukit Batu Hangus ini…”Wiro merasa tidak senang karena dari tadi Sepasang Arwah
Bisu dicerca dicurigai.
Di atas
sana seperti tidak perduli pergunjingan orang si nenek bisu melambaikan tangan
ke arah gadis kaki satu, Lalu dia membuat gerakan tangan yang juga dibalas oleh
si gadis dengan cara yang sama. Hal ini semakin menambah kecurigaan orang-orang
yang ada di Bukit Batu Hangus.
Selesai
bicara dengan gerak tangan, dua kakek nenek melayang naik ke udara akhirnya
lenyap dari pemandangan.
“Yang
Mulia! Tunggu apa lagi! Bunuh kedua orang itu!”Teriak Garung Parawata.
Saat itu
Sri Maharaja Mataram memang tidak bisa berbuat gain, Dari kenyataan yang
dilihat serta ucapan para pembantunya mau tidak mau dia cenderung mempercayai
kalau gadis kaki satu bersama Kesatria Panggilan telah berkomplot dan
berserikat dengan Sepasang Arwah Bisu.
Didahului
oleh Garung Parawata para pengikut Raja Mataram berkepandaian tinggi segera
mengangkat tangan, siap untuk melepas pukulan sakti ke arah kedua orang itu.
Kebanyakan
dari mereka mengarahkan serangan pada Pendekar 212 Wiro Sableng.
“Tunggu,
aku ingin kepastian dulu!”Raja Mataram berkata lalu bertanya pada Wiro.
“Apa yang
kau bicarakan melalui gerakan tangan dengan kakek berselempang kain putih
tadi?”
“Kakek
itu minta agar saya meneruskan menolong orang-orang yang ada di sini.”
Jawab
Wiro polos walau tidak senang melihat kecurigaan sang Raja atas dirinya.
“Dia
pasti dusta Yang Mulia!”Teriak Garung Parawata.
“Aku tahu
dia memang berdusta!”Sahut Raja pula.
Gadis
kaki satu mengaku bernama Sakuntaladewi dan oleh Ni Gatri diberi nama Dewi Kaki
Tunggal melompat satu langkah mendekati Raja dan berkata. “Yang Mulia, apa yang
dikatakan pemuda itu memang benar. Dia tidak berdusta. Kakek Arwah Bisu minta
agar dia cepat-cepat menolong orang-orang di bukit ini…”
“Bukan
menolong tapi membunuh! Bukti sudah ada!”Berseru Garung Parawata yang rupanya
jadi sangat benci dan dendam pada Pendekar 212. Apa lagi sampai saat itu dia
tidak tahu dan tidak melihat dimana beradanya kedua bilah keris saktinya.
Raja
Mataram mendekati Ni Gatri lalu memegang bahu gadis itu. Caranya memegang
sengaja diremas hingga Ni Gatri merintih kesakitan. Rupanya ada maksud Raja
hendak menakut-nakuti.
“Anak
perempuan, kau tahu bahasa gerak tangan orang bisu. Tadi kau menyaksikan mereka
bicara. Katakan padaku apa ucapan pemuda dan gadis tadi betul adanya?”
“Yang
Mulia! Jika ingin bertanya mengapa harus menyakiti meremas bahu adik saya
?”Wiro menegur.
“Ooh ….
Aku tidak tahu kalau dia adikmu!” Jawab Raja Mataram dengan sikap dan air muka
yang membuat Pendekar 212 Wiro Sableng menjadi jengkel. Sambil menyeringai Raja
lepaskan remasan di bahu Ni Gatri tapi tiba-tiba tangannya ganti menjambak
rambut anak itu hingga Ni Gatri terpekik kesakitan.
“Katakan!
Apa ucapan dua orang itu tidak dusta … ?”
Ni Gatri
meringis dulu. Baru menjawab terputus putus.
“Ti …
tidak Yang Mulia. M..e..mereka tidak berdusta … !”
“Mereka
bertiga sama dustanya Yang Mulia!”Teriak Garung Parawata.
“Aku
tahu…”Sahut Sri Maharaja Mataram. Lalu Raja yang biasanya sabar dan bijaksana
ini lepaskan jambakannya secara kasar hingga Ni Gatri jatuh terbanting di
tanah!
Melihat
kejadian ini Wiro segera menolong Ni Gatri. Anak ini dipanggulnya di atas bahu
kanan. Melihat gelagat ini anjing kecil segera pula melompat ke bahu kiri Wiro.
‘Ni
Gatri, kalau hendak berbuat baik saja kita harus menerima caci maki, perlakuan
kasar bahkan siap untuk dihabisi, buat apa kita berada di tempat ini. Di negeri
sendiri kita lebih tenteram. Kita tidak mau menanam budi di negeri orang, tapi
kita juga tidak mau menuai celaka! Lihat saja apa yang akan terjadi dengan
orang-orang Mataram tolol tapi sombong di bukit ini!”
Ni Gatri
menjawab dengan suara sesenggukan. Habis berkata begitu Wiro segera memutar
tubuh.
Untuk
pertama kalinya seolah sadar Sri Maharaja Mataram tertegun. Mulut terbuka tapi
belum sempat keluarkan ucapan di sekelilingnya semua pengikutnya, kecuali si
nenek muka bulat tak beralis rata Kalidathi, telah sama mengangkat tangan, siap
untuk melepas pukulan maut. Melihat hal ini gadis kaki satu Sakuntaladewi cepat
melompat untuk melindungi Wiro.
“Gadis mahluk
kutukan! Kau boleh melindungi pemuda itu! Apa kau kira kami tidak ragu-ragu
membunuhmu sekalian?”Berteriak Garung Parawata.
“Yang
Mulia Raja Mataram!” Tiba-tiba Rauh Kaliditahi berseru. “Cegah orang-orangmu
melakukan pembunuhan; Ini perbuatan keliru!”
“Rauh
Kalidathi! Kalau kau ingin mampus sekalian, cepat bergabung dengan
mereka!”Lagi-lagi Garung Parawata yang berteriak.
Mendengar
ucapan Kepala Pasukan Kerajaan itu, si nenek keluarkan jeritan keras lalu tanpa
ragu dia gulingkan tubuh di atas bebatuan hingga akhirnya terhenti dan terduduk
di depan gadis berkaki satu.
“Nek,
Para Dewa akan memberkahimu!”Berkata si gadis sambil menyusun dua tangan di
depan dada dan membungkuk.
Rauh
Kalidhati tertawa.
“Cucuku…”,
ucap si nenek. “Usiaku sudah sangat lanjut. Apa lagi yang aku harapkan kalau
bukan kematian? Kebetulan ada yang mau memberi jalan pintas, mati lebih cepat.
Ya aku
terima saja. Hik … hik … hik!”
“Siapa
lagi yang mau ikutan mampus?!”Teriak Garung Parawata menantang.
Tak ada
jawaban. Tak ada gerakan. Suasana di lereng bukit yang mulai tersentuh rambatan
fajar dari arah timur sunyi senyap laksana di pekuburan. Garung Parawata
memandang berkeliling lalu anggukkan kepala sebagai tanda.
Belasan
tangan bergerak menghantam!
“Tunggu!”
Raja
Mataram berteriak mencegah.
Tapi
terlambat.
Cahaya
sinar pukulan mematikan telah memancar di ujung tangan belasan.
Tiba-tiba!
*******************
9
“TAM!
Tam! Tam!”
“Nguing …
nguing …. nguing!!"
Suara
tambur dan suling mendadak kembali menggelegar di lereng barat Bukit Batu
Hangus, jauh lebih dahsyat dari sebelumnya. Anjing di bahu Wiro menyalak
panjang.
Lalu
muncul suara menggemuruh. Bukit batu bergoyang, udara bergetar. Semua orang
menyangka ada gempa yAng hendak merobohkan bukit. Namun betapa terkejutnya
mereka ketika menyaksikan ratusan batu besar yang berada di atas bukit melesat
ke atas. Menggantung di udara setinggi dua belas tombak, membuat keadaan di
lereng bukit menjadi redup seolah malam kembali datang!
Salah
satu dari sekian banyak batu yang mengambang di udara berputar tiga kali lalu
menderu jatuh, menghantam batu besar yang berada di dekat Raja Mataram dan
Garung Parawata. Batu yang jatuh sama sekali tidak hancur. Tetapi batu yang
dihantam hancur lebur menjadi ribuan kerikil. Bersama debu, ribuan kerikil
pecahan batu mencuat ke udara! Membuat pemandangan di sebagian lereng bukit
menjadi tambah gelap untuk beberapa lamanya sebelum debu dan batu-batu kerikil
berjatuhan ke tanah.
Semua
Orang Yang ada di lereng bukit jadi pucat dan sangat ketakutan. Terlebih di
udara saat itu sebuah batu lagi tampak melayang berputar-putar. Orang banyak
menutupi kepala mereka dengan tangan masing-masing. Ngeri kalau batu kedua itu
seperti yang satu tadi melayang turun dan menghantam tubuh mereka! Ingin lari
menghindar tapi kaki lumpuh!
Melihat
batu yang berputar sambil menekap kepala dengan dua tangan Raja Mataram
berteriak.
“Wahai
Para Dewa di Swargaloka! Penderitaan kami rakyat Mataram sudah tidak
tertahankan. Mengapa masih Kau turunkan lagi tambahan azab sengsara kepada
kami!”
Nenek
Rauh Kalidathi memandang pada gadis kaki satu sama saling pandang. Si nenek,
kemudian berbisik.
“Kasihan
Raja Mataram. Dia berteriak bertanya seperti itu! Seharusnya dia bertanya dulu
pada diri sendiri mengapa terjadi hal yang seperti ini. Jelas ada pikiran dan
budi luhur yang tidak menginginkan Kesatria Panggilan dicelakai.”
“Kau
benar Nek,”jawab si gadis. “Kita berdoa saja agar semua orang terhindar dari
marabahaya dan segera mendapat kesembuhan…”
“Bagaimana
Mungkin bisa lepas dari marabahaya dan mendapat kesembuhan.
Orang
yang dipanggil jauh-jauh dan diharapkan bisa menolong sudah kabur karena sakit
hati!”Jawab si nenek.
Sakuntaladewi
terkejut. Dia memandang berkeliling. Astaga! Ternyata Wiro, Ni Gatri dan anjing
kecil memang tak ada lagi di tempat itu!
“Aneh,
aku tidak tahu kalau pemuda itu sudah pergi. Kenapa kau tidak memberi tahu aku
tadi-tadi Nek?”
Si nenek
tersenyum lalu berkata. “Kau suka sama pemuda itu ya?”
“Ada yang
ingin saya bicarakan. Hal sangat penting…”Jawab Sakuntaladewi.
Si nenek
tersenyum lagi dan kali ini sambil kedipkan mata.
“Kalau
aku masih muda, aku tidak akan memberi kesempatan padamu. Pasti pemuda itu
sudah aku serobot. Karena sudah tua biarlah aku terpaksa mengalah padamu. Hik …
hik…hik.”Lalu
si nenek sambung ucapan. “Aku bukan mau tahu urusan orang. Tapi apakah ucapan
yang dituduhkan dukun tua tadi bahwa kau dikutuk karena melakukan zinah dengan
saudara seayahmu sendiri benar adanya?” Si gadis menggeleng.
“Nek, aku
memang dikutuk tapi bukan oleh Para Dewa. Apa yang dikatakan dukun Kerajaan
tidak benar. Aku sangat menyesalkan tuduhannya yang menyesatkan seperti itu.
Aku akan ceritakan padamu kejadian sebenarnya Nek….”
“Sudah …
sudah! Aku percaya padamu. Omong-omong soal pemuda yang disebut Kesatria
Panggilan itu, aku rasa kau serasi dengan dia…” Sakuntaladewi menatap wajah si
nenek sebentar.
“Benar
begitu Nek?”tanya Sakuntaladewi.
“Apa aku
dusta? Dia tidak akan mendapatkan gadis secantikmu dimanapun dia mencari! Hik …
hik!”
“Nek,
terus terang aku memang punya kaul Nek. Tapi keadaan kakiku yang seperti ini
mana mungkin pemuda itu … “
Ucapan si
gadis kaki satu terputus karena saat itu Raja Mataram berteriak sambil dua
tangan direntang dan kepala menatap ke langit yang masih diselubungi ratusan
batu besar!
“Wahai
Para Dewa! Kami orang-orang Mataram mengharapkan pertolongan-Mu!”
“Tam!
Tam! Tam!”
“Nguing
…. nguinggg….!”
Di
kejauhan lagi-lagi terdengar suara tambur dan suling, membuat semua orang jadi
semakin tercekat.
Entah
memang karena teriakan Raja atau entah karena apa batu kedua yang melayang di
udara ternyata tidak jatuh ke bawah. Setelah berputar-putar beberapa kali batu
ini mengambang diam di atas lereng bukit di antara ratusan batu besar lainnya.
Tak ada satu orangpun yang bergerak. Sunyi. Bahkan suara anginpun tidak
terdengar! Raja dan semua orang yang ada di lereng bukit tetap saja kawatir
kalau tiba-tiba batu besar itu seperti tadi melayang jatuh menimbulkan
kehancuran.
“Dewa
Agung, ada sesuatu yang salah. Saya mohon maaf-Mu,”Raja Mataram berucap
perlahan tapi cukup terdengar beberapa orang yang berada di dekatnya. Di
sebelah sana Panglima Pasukan Kerajaan Garung Parawata tundukkan kepala. Dua
tangan ditekapkan ke wajah.
Dalam
keadaan mencekam seperti itu tiba-tiba ada orang tertawa cekikikan.
“Peringatan
Dewa sudahlah nyata! Mana mulut bersuara sombong! Mengapa tidak terdengar lagi
suara congkak hendak membunuh sesama insan?! Hik … hik … hik!"
Yang
tertawa adalah si nenek bermuka bulat tak beralis dan berdandan menor Rauh
Kalidathi. Semua orang melirik ke arah si nenek dan terkejut. Mereka baru
menyadari.
Pendekar
212 Wiro Sableng, Ni Gatri dan anjing hitam kecil tidak ada lagi di tempat itu.
Yang
masih ada hanyalah si nenek dan gadis berkaki satu.
Mendadak
Eyang Dukun Umbut Watukura berseru dan menunjuk ke arah kening Garung Parawata.
“Panglima!
Empat benjolan di keningmu tidak ada lagi! Apa yang terjadi?!”
Seruan
sang Dukun membuat semua orang termasuk Raja Mataram menoleh ke arah Panglima
Pasukan Kerajaan. Mereka jadi terkejut! Memang benar. Saat itu mereka melihat
kening sang Panglima dalam keadaan licin. Empat benjolan merah tidak ada lagi
di atas jidatnya! Sementara empat benjolan masih terlihat ada di kening semua
orang di bukit itu termasuk Raja!
Rakai
Kayuwangi menatap ke arah Sakuntaladewi. Gadis itu sejak muncul memang
dilihatnya tidak ada empat benjolan di keningnya. Hal ini sebenarnya
menimbulkan satu tanda tanya bagi Raja mataram.
*******************
10
ARUNG
PARAWATA Yang tentu saja tidak bisa melihat wajahnya sendiri pergunakan tangan
kiri untuk mengusap kening. Astaga! Dia merasa keningnya licin polos. Empat
benjolan benar-benar tak ada lagi!
“Panglima,
apa yang terjadi dengan dirimu. Agaknya kau mendapatkan berkah Para
Dewa!”Berkata Sri Maharaja Mataram. Saat itu Panglima Garung Parawata masih
terduduk di tanah, tersandar pada satu batu besar.
“Yang
mulia, ketika batu besar hancur dan keadaan menjadi gelap, samar-samar saya
melihat ada orang berpakaian putih berkelebat. Saya merasa kening saya seperti
diusap …”Garung Parawata memberi tahu. “Saya ini saya .. saya merasa ada
kelainan pada diri saya. Yang Mulia! Demam panas di tubuh saya lenyap. Saya
juga …”
Panglima
Kerajaan itu memandang ke bawah. Sepasang kakinya yang selama ini terasa berat
kini berubah enteng. Dua kaki digerakkan. Dan dia mampu melakukan! Dia coba
berjalan! Bisa!.
“Yang
Mulia! Lihat! Saya mampu menggerakkan kaki! Saya bisa berjalan! Saya tidak
lumpuh lagi!”Saking girangnya sang Panglima meloncat-loncat berulang kali.
Selagi
semua orang geger menyaksikan kejadian itu, sang Dewi Kaki Tunggal alias
Sakuntaladewi dan si nenek Rauh Kalidathi hanya senyum-senyum.
Si nenek
mencibir. Lalu berkata.
“Dasar
Panglima goblok! Bukannya bersyukur pada Yang Maha Kuasa malah
berjingkrak-jingkrak seperti orang gila! Ssstt….Raja tolol itu tengah menuju ke
sini.”Si nenek hentikan bicaranya.
Raja
berdiri di depan kedua orang itu.
“Sakuntaladewi
dan nenek Rauh Kalidathi. Aku merasa bersalah. Sayang sekali Kesatria Panggilan
pergi begitu saja. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Kalian
tahu apa yang terjadi dengan Panglima Garung Parawata? Bagaimana empat benjolan
di kepalanya lenyap begitu saja. Dan ia sembuh dari penyakit demam panas serta
kelumpuhan. Dia mengatakan ada orang berpakaian putih mengusap keningnya.
Kesatria
Panggilan berpakaian serba putih. Apakah mungkin ……”
“Saya
tidak tahu Yang Mulia. Saya tidak melihat! Perlu apa saya memperhatikan orang
yang hendak membunuh saya!”Yang menjawab adalah Rauh Kalidathi.
Raja
terdiam, anggukkan kepala lalu berkata. “Aku mengerti perasaanmu Nenek Rauh
Kalidathi.”Raja berpaling pada Sakuntaladewi, mengharapkan penjelasan.
Maka
berucaplah gadis berkaki satu itu.
“Yang
Mulia, bukannya mungkin. Tapi memang Kesatria Panggilanlah yang telah menolong
Panglima Kerajaan.”Berkata Sakuntaladewi. Dia diam sebentar baru melanjutkan.
“Yang Mulia, kalau saja sebelumnya Yang Mulia mau mendengar penjelasan orang
tolol seperti saya maka pemuda itu tidak akan meninggalkan kita begitu saja.
Dia kita minta untuk menolong dan dengan segala ketulusan dia memang ingin
menolong. Tapi kita telah memperlakukannya dengan segala kecurigaan dan
ucapan-ucapan yang menyakitkan hati.”
Garung
Parawata tundukkan kepala. Begitu juga Klingkit Kuning, Eyang Dukun dan Tabib
Sepuluh Jari Sakti. Diam-diam mereka merasa bersalah.
“Aku
menyesal. Tapi aku butuh penjelasan. Yang penting sekarang bagaimana
menyelamatkan semua orang yang ada di bukit ini dan juga di Kotaraja serta
seluruh pelosok Bhumi Mataram…”
“Yang
Mulia, pemuda yang disebut sebagai Kesatria Panggilan itu telah menerangkan
bahwa dia memiliki ilmu kesaktian yang mampu menolong semua orang Mataram yang
tengah dilanda malapetaka Malam Jahanam. Caranya dengan mengambil benjolan di
kening semua orang yang ada di sini lalu memindahkannya ke tempat lain. Lihat
apa yang terjadi dengan Panglima Kerajaan…”Gadis berkaki satu ini kemudian
menunjuk ke arah sebuah batu di samping kiri Panglima Pasukan Kerajaan.
Semua
orang jadi tercekat ketika melihat ada empat daging merah sebesar ujung ibu
jari menempel berdenyut-denyut di atas batu. Garung Parawata sendiri jadi
merinding dan mengusap tengkuknya berulang kali.
“Dia
menyebut ilmu itu. Menahan Darah Memindah Jasad.”Kata Sri Maharaja Mataram
pula. “Tetapi mengapa orang bernama Lemayang yang hendak ditolongnya menemui
kematian sangat mengerikan.”
Itulah
sebelumnya yang hendak saya jelaskan.”Jawab Sakuntaladewi alias Dewi Kaki
Tunggal. “Dari apa yang saya tahu Kesatria Panggilan telah kesusupan ilmu jahat
sewaktu dalam perjalanan ke tempat ini. Rahasia ilmu kesaktiannya diketahui
oleh mahluk yang disebut Dua Nyawa Kembar yaitu Sinuhun Merah Penghisap Arwah
dan Sinuhun Muda. Saya menaruh duga, rahasia itu di bocorkan oleh mahluk alam
roh yang didatangkan dari negeri delapan ratus tahun mendatang yaitu yang
disebut Kesatria Rob Jemputan. Berdasarkan keterangan bocoran itu Dua Nyawa
Kembar secara gaib berhasil memasukkan ilmu hitam ke dalam tangan Kesatria Panggilan.
Ilmu hitam itu
bernama
Serat Berhala. Ketika Kesatria Panggilan berusaha menolong orang bernama
Lemayang, bukan kesembuhan yang terjadi tapi orang itu malah hancur kepala dan
sebagian tubuhnya.”
Raja
Mataram terdiam untuk beberapa ketika sementara tidak ada satu seorang lainpun
mengeluarkan suara. Tabib Sepuluh Jari Dewa Soka Kandawa mengusap mukanya yang
tembam berkeringat berulang kali. Eyang Dukun Umbut Watukara menghela nafas
panjang tiada henti, Klingkit Kuning diam dengan mulut terkancing sedang Garung
Parawata menatap ke langit dengan wajah tampak redup. Seperti Raja Mataram,
sang Panglima juga merasa penyesalan dalam dirinya.
“Sakuntaladewi,”
Raja akhirnya memecah kesunyian. “Aku memang melihat lenyapnya empat benjolan
disertai sembuhnya Panglima Garung Parawata. Seperti katamu tadi aku yakin
Kesatria Panggilan yang melakukan hal itu. Tapi di bukit ini ada ratusan orang,
belum lagi yang berada di Kotaraja dan seluruh negeri. Bagaimana mungkin dia
mampu melakukan ……” Sakuntaladewi tersenyum.
“Yang
Mulia, jika Para Dewa memberi pertolongan tidak mungkin setengah-setengah.
Apa yang
ada di benak kita hanya satu titik seujung jarum dibanding dengan kebesaran
jalan pikiran Yang Maha Kuasa yang luar biasa luas. Apa yang tidak mungkin
bagi-Nya?
Ketahuilah,
saya mendapat penjelasan, Kesatria Panggilan bisa memindahkan ilmu kesaktiannya
pada setiap orang yang disembuhkan. Hingga yang sembuh menolong yang masih
sakit. Begitu seterusnya secara berantai. Saya rasa jika itu dilakukan, sebelum
matahari tinggi pagi semua orang di Mataram.ini sudah tertolong. Tapi sekarang
begini kejadiannya. Kesatria Panggilan lenyap entah kemana. Mungkin dia sudah
kembali ke negeri asalnya…”
“Yang aku
tahu dia tidak bisa kembali ke negeri asalnya sebelum menemukan Kuda Lumping
tunggangannya yang membawanya ke Bhumi Mataram. Lagi pula dia harus menemukan
gurunya lebih dulu. Gadis cantik bersunting empat itu. Menurut cerita salah
seorang pembantuku, Kuda Lumping itu telah dirampas oleh Sinuhun Merah
Penghisap Arwah.”
“Bagaimana
kalau Sinuhun Merah Penghisap Arwah sengaja mengembalikan Kuda Lumping itu pada
Kesatria Panggilan hingga dia dan gurunya, juga anak perempuan bernama Ni Gatri
itu, serta si anjing kecil itu bisa kembali ke negeri asalnya, negeri delapan
ratus tahun mendatang. Bukankah itu pekerjaan lebih mudah dari pada menghadapi
Kesatria Panggilan secara kekerasan? Setelah itu dua Sinuhun nyawa kembar akan
memusatkan perhatian dan segala daya untuk menghancurkan kita semua!”
Berubahlah
paras Raja Mataram mendengar ucapan Sakuntaladewi sementara si nenek Rauh
Kalidathi hanya diam manggut-manggut. Semua orang yang mendengar ucapan gadis
berkaki satu tak ada satupun yang keluarkan ucapan. Banyak diantara mereka kini
memandang marah ke arah Garung Parawata. Mereka menganggap karena ucapan-ucapan
jahatnyalah Raja sampai terhasut.
“Aku
tidak tahu mau melakukan apa sekarang. Apakah pertolongan Yang Maha Kuasa masih
bisa diharapkan…”Raja berucap.
Tiba-tiba
terjadi kegaduhan di salah satu bagian bukit.
“Apa yang
terjadi?”Raja bertanya.
Sebagai
jawaban ada orang berteriak.
“Yang
Mulia, tiga orang di sini telah menemui ajal!”
“Di sini
ada empat Orang yang tengah sekarat!”
Ada suara
orang berteriak dari arah lereng bukit yang lain.
Raja
Mataram tundukkan kepala. Dirinya benar-benar terguncang.
“Dewa
Agung, saya mengaku bersalah telah menyakiti hati Kesatria Panggilan. Saya
merasa hina apakah saya masih boleh meminta pertolongan-Mu. Jika saya bersalah
dan memang berdosa saya rela memberikan nyawa saya. Tapi tolong wahai Yang Maha
Kuasa, jangan beri kematian pada rakyat saya. Saya rela menjadi tumbal.”
Sepasang
mata Sri Maharaja Mataram tampak berkaca-kaca. Perlahan-lahan dia jatuhkan
diri, berlutut di tanah.
“Tam!
Tam! Tam!”
Suara
tambur kembali bergema di lereng Bukit Batu Hangus.
Suara
suling juga membahana.
Tiba-tiba
ratusan batu besar yang mengambang di atas bukit secara perlahan-lahan melayang
turun, kembali ke tempatnya semula.
Panglima
Garung Parawata memandang berkeliling. Dia menatap ke arah Raja sejurus lalu
tanpa berkata apa-apa dia melompat ke atas batu Ialu berkelebat ke arah kaki
bukit.
“Panglima!
Kau mau kemana?!”Berseru Raja Mataram.
“Yang
Mulia! Saya akan mencari Kesatria Panggilan! “Terdengar jawaban Garung Parawata
di kejauhan.
*******************
11
“KAKAK,
kita mau kemana?”
Pertanyaan
Ni Gatri membuat Wiro Hentikan lari. Saat itu mereka berada di kaki Bukit Batu
Hangus sebelah timur.
“Aku juga
bingung mau kemana. Mau mencari Eyang Sinto tidak tahu guruku itu berada
dimana. Aku kawatir keadaan nenek itu…”
“Menurut
Ratu Randang dan Raja Mataram guru kakak berada di satu tempat yang aman.”
“Bisa
saja mereka berkata begitu. Tapi dimana? Kalau belum melihat sendiri aku mana
bisa tenang. Kita juga harus menemukan Kuda Lumping agar bisa kembali ke alam
delapan ratus tahun mendatang.”
“Kakak
sungguhan mau segera kembali ke negeri asal kita?”
“Tentu
saja. Maksudku kalau sudah bertemu Eyang Sinto.”
“Lalu
bagaimana dengan Dewi Kaki Tungga!"
“Memangnya
ada apa dengan gadis itu.”
“Bukankah
dia punya kaul akan menjadikan kakak sebagai suaminya…”
“Huss!”Wiro
melotot.
“Ni Gatri
kasihan sama orang-orang di bukit itu. Seharusnya Kakak jangan keburu marah dan
meninggalkan mereka. Sekarang siapa yang akan menolong mereka?” Wiro menggaruk
kepala lalu berkata.
“Kau anak
baik ……”
“Kakak
juga bak Ni Gatri melihat sebelum meninggalkan bukit kakak lebih dulu
menyembuhkan Panglima yang mulutnya sebakul seperti perempuan! Ni Gatri tahu,
membalas keburukan orang dengan kebaikan bukankah itu satu hal yang sangat
terpuji? Tapi kalau Ni Gatri yang dibegitukan pasti Ni Gatri tidak akan
menyembuhkan empat benjolan dikepalanya. Malah Ni Gatri tambah menjadi empat
ratus benjolan!
Bukan
cuma di kening tapi di seluruh tubuh. Biar dia tahu rasa!” Wiro tertawa.
“Aku
mungkin lagi apes. Mau menolong orang malah mau dibunuh. Sial! Siapa yang
menghalangi aku berbuat baik?!”Wiro perhatikan tangan kanan. Tangan diusap
berulang kali. “Heran, ada apa dengan tanganku ini? Seharusnya orang bernama
Lemayang itu bisa kutolong dengan ilmu Menahan Darah Memindah Jasad. Tapi
kepalanya malah meledak! Edan! Jangan-jangan ini pekerjaannya Pangeran Matahari
keparat itu!”
“Kakak,
jika kakak memang punya ilmu kesaktian tapi ketika dipergunakan malah membuat
celaka orang lain, kenapa tidak dicoba lagi. Jangan dengan manusia. Dengan engg
…” Ni Gatri menatap ke arah anjing kecil yang barusan melompat dari atas bahu
Wiro. Anak perempuan ini kemudian menunjuk ke arah satu pohon besar yang
batangnya terdapat beberapa bonggolan.
“Eh, kau
benar Ni Gatri. Mari kucoba.”Kata Wiro pula. Lalu diikuti Ni Gatri dan anjing
kecil Wiro melangkah mendekati pohon. Tangan kanan ditempelkan ke salah satu
bonggol. Sesaat kemudian ketika tangan itu diangkat bonggol yang barusan
ditekap lenyap. Begitu Wiro menempelkan tangan kanannya ke pohon lain yang
batangnya licin rata bonggol berpindah ke batang pohon itu!
“Kakak
kau bisa!”Berseru Ni Gatri dan si anjing kecil menyalak seolah ikut gembira.
Wiro
menggaruk kepala.
“N Gatri,
kalau tangan kananku memang disusupi ilmu hitam jahat, mengapa sekarang aku
bisa memindahkan bonggol pohon? Mengapa pohon tidak meledak?
Jangan-jangan
ilmu hitam itu hanya ditujukan untuk manusia.”
“Atau
jangan-jangan memang kekuatannya hanya berlaku satu kali. Orang yang mengirim
ilmu jahat mengira Kakak pasti akan menyembuhkan Raja Mataram lebih dulu!” Wiro
sampai ternganga.
“Ni
Gatri, kuharap kau benar. Lalu sekarang apa yang kita lakukan?”
“Kalau
Kakak memang orang-orang baik kita kembali ke Bukit Batu Hangus sebelum
matahari naik semakin tinggi…”
Wiro
mengangguk Dia siap mendukung Ni Gatri kembali dan anjing hitam kecil siap pula
melompat ke bahu sang pendekar.
Tiba-tiba
di kaki bukit meledak tawa bergelak. Anjing kecil berlari liar berputar-putar
sambil menyalak berulang kali.
Belum
lenyap gema tawa itu, satu bayangan hitam berkelebat di hadapan Pendekar 212
dan Ni Gatri. Yang muncul bukan lain ternyata adalah Kesatria Roh Jemputan
alias Pangeran Matahari.
Sebagaimana
diceritakan sebelumnya Sinuhun Muda kembaran arwah Sinuhun Merah Penghisap
Arwah memerintahkan Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran Matahari mengejar Wiro
dan membunuhnya sebelum sampai di Bukit Batu Hangus.
Kakek
sakti Kumara Gandamayana yang melihat hal itu segera keluar dari dalam tubuh Ni
Gatri yang selama ini memang telah beberapa kali dijadikannya sebagai perantara.
Kakek ini tanggalkan ikat pinggang miliknya berupa sebuah tasbih besar terbuat
dari kayu coklat. Dengan kesaktiannya dia merubah ikat pinggang itu menjadi
sosok manusia salinan menyerupai dirinya. Lalu kembaran jejadian ini
diperintahkan untuk mengejar dan membunuh Kesatria Roh Jemputan yang tengah
mengejar Kembaran jejadian Kumara Gandamayana berhasil mengejar Pangeran
Matahari.
Setelah
perang mulut dimana Pangeran Matahari dihina habis-habisan oleh si kakek,
pertarungan antara Pangeran Matahari dan mahluk jejadian Kumara Gandamayana
tidak dapat dihindarkan lagi. Meski si kakek memiliki banyak ilmu kesaktian
namun pada akhirnya dia tidak mampu menghadapi Pangeran Matahari. Tubuhnya
hancur berkeping keping dihantam ilmu Delapan Arwah Sesat Menembus Langit yang
keluar dari delapan benjolan di kening sang Pangeran. Ujudnya kembali kepada
asal yaitu ikat pinggang berbentuk tasbih besar. Namun ikat pinggang itu kini
hanya tinggal berupa benda hangus gosong!
Walau
menang sang Pangeran terpaksa harus tercebur masuk comberan. Kejadian ini
disaksikan oleh Dewi Ular. Pangeran Matahari berusaha mencari sebuah telaga
untuk membersihkan diri namun melalui suara mengiang Sinuhun Merah Penghisap
Arwah memerintahkan agar Pangeran Matahari mengejar Wiro walau keadaannya kotor
mandi air comberan dan bau.
Melihat
sang Pangeran berkeadaan begitu rupa murid Sinto Gendeng langsung tertawa
gelak-gelak. “Pangeran hebat kau barusan habis mandi di tujuh pancuran busuk
mana?! Ha … ha … ha! Apa perempuan bermata juling yang kau hina itu yang
menyuruhmu mandi di kubangan bangkai kerbau?! Ha … ha…ha!"
Ni Gatri
tertawa cekikikan. Anjing kecil melompat-lompat sambil menyalak.
Rahang
Pangeran Matahari langsung menggembung. Pelipis bergerak gerak.
Delapan
benjolan di kening pancarkan cahaya terang. Sekali dia menghentakkan kaki maka
delapan cahaya merah itu melesat ke arah delapan bagian tubuh Pendekar 212,
mulai dari kepala sampai ke kaki!
Selama
ini Wiro tahu semua ilmu pukulan sakti yang dimiliki Pangeran Matahari.
Namun
sekali ini Pangeran menyerangnya dengan ilmu aneh yang agaknya baru didapatnya
di negeri delapan ratus tahun silam yaitu Delapan Arwah Sesat Menembus Langit.
Pendekar
212 sempat tergetar melihat kedahsyatan serangan delapan cahaya merah. Sambil
melompat mundur satu tombak Wiro yang ingin tahu sampai dimana kehebatan
serangan lawan menangkis dengan pukulan Tameng Sakti Menerpa Hujan di tangan
kiri sementara tangan kanan melepas pukulan Tangan Dewa Menghantam Matahari.
Pukulan
pertama warisan Sinto Gendeng sedang pukulan kedua didapat dari Datuk Rao
Basaluang Ameh.
“Buummm!
Buummm!”
*******************
12
DUA
DENTUMAN dahsyat menggelegar di tempat itu. Ni Gatri menjerit. Tubuhnya
terpelanting. Anjing kecil meraung. Binatang itu terguling guling sampai
beberapa tombak tapi tidak cidera. Dua pohon besar di dekat tempat itu berderak
patah lalu tumbang bergemuruh. Sementara di tanah terlihat hampir selusin
lobang besar sedalam mata kaki!
Di udara
delapan cahaya merah serangan Pangeran Matahari terdorong ke belakang sebelum
meledak. Pukulan Tameng Sakti Menerpa Hujan yang dipergunakan Wiro untuk
menyongsong serangan lawan walau mampu menahan namun kemudian meledak buyar.
Dalam keadaan seperti itu pukulan Tangan Dewa Menghantam Matahari menyusup ke
depan. Pangeran Matahari cepat dorongkan tangan kanan melepas Pukulan Merapi
Meletus!
Pendekar
212 Wiro Sableng merasakan dada berdenyut sakit. Kepala seperti dihantam
pukulan palu sementara tubuh mendadak menjadi lemas! Dia coba tertahan agar
tidak roboh namun isi perutnya serasa dibetot keluar!
Tubuh
langsung terpelanting jatuh duduk di tanah.
Ni Gatri
menjerit. Anjing kecil menyalak lalu menghampiri sang pendekar dan menjilati
kaki kanannya. Wiro mengangkat tangan memberi tanda dia tidak apa apa.
Padahal
saat itu mulutnya terasa asin pertanda ada cidera di dalam dada. Wiro meludah.
Ludahnya bercampur darah.
“Aku
pernah menghadapi pukulan Pangeran keparat ini sebelumnya. Tidak mungkin dia
sehebat ini! Ada kekuatan lain di dalam serangannya!”Pikir Wiro.
Murid
Sinto Gendeng tidak bisa berpikir lebih panjang. Sebelum Pukulan Merapi Meletus
menyapu tubuhnya tidak tunggu lebih lama Wiro segera tiup tangan kanan.
Serta
merta di telapak tangan Wiro muncul gambar harimau kepala putih bermata hijau.
Datuk Rao Bamato Hijau!
Didahului
suara mengaum harimau raksasa yang tak kelihatan ujudnya Pukulan Harimau Dewa
yang dilancarkan Wiro menderu dahsyat melabrak serangan lawan.
Pangeran
Matahari berteriak keras ketika tubuhnya terangkat satu tombak ke udara latu
mencelat mental. Dari mulut menyembur darah segar.
Tiba-tiba
ada cahaya kuning kemerahan menyambar ke arah tubuh sang Pangeran.
Masuknya
cahaya kuning ini bukan saja memberi kesembuhan pada luka dalam yang diderita
Pangeran Matahari tapi sekaligus memberikan kekuatan baru yang dahsyat! Di lain
kejap manusia yang sebenarnya telah menemui kematian di alam delapan ratus
tahun mendatang ini membuat gerakan jungkir balik di udara. Begitu dia mampu
menguasai diri laksana anak panah dilepas dari tempat ketinggian tubuhnya
melesat turun. Dari atas Pangeran Matahari arahkan ke bawah dua tangan begitu
rupa hingga sepuluh jari terkembang namun jari tengah kiri kanan ditekuk ke
belakang!
‘Wussss!
Wusss!”
Delapan
larik cahaya merah menyembur dari delapan ujung jari. Nyala terangnya laksana
menembus langit den menghunjam tanah!
“Pukulan
Delapan Sukma Merah! Kesatria Panggilan! Lekas menyingkir!” Ada orang berteriak
di belakang Wiro.
Karena
tadi dalam keadaan terluka Wiro mengerahkan tenaga dalam penuh untuk melepas
Pukulan Harimau Dewa, maka ketika mendapat serangan baru murid Sinto Gendeng
tidak mampu bergerak cepat. Tenaganya seolah terkuras. Ape lagi delapan cahaya
begitu benderang menyilaukan. Wiro segera merapal aji ilmu kesaktian Pukulan
Sinar Matahari. Namun belum sempat tangannya berubah menjadi warna perak panas
berkilau dalam keadaan gawat begitu rupa Wiro merasakan tubuhnya didorong hingga
terpental sampai due tombak den selamat dari hantaman delapan cahaya merah yang
lewat setengah tombak di atas kepalanya!
Sebelum
terpental, dari arah belakang Wiro mendengar suara berdesing keras menghampar
hawa dingin. Selagi jatuh di tanah Wiro melihat dua bilah keris melesat ke arah
Pangeran Matahari.
“Breett!
Brett!”
Pangeran
Matahari berteriak kaget dan marah. Dia terlalu memusatkan perhatian pada usaha
untuk menyerang den membunuh Wiro. Ketika due keris menyambar ke arahnya dia
berlaku agak lengah. Masih untung hanya bahu pakaiannya kiri kanan yang robek
oleh sambaran due senjata. Kalau sampai daging atau kulit tubuhnya tergores
salah satu senjata beracun itu, nyawa alam rohnya pasti akan menjerit dan
melesat keluar dari dalam tubuh!
Didahului
suara menggembor marah Pangeran Matahari melayang turun ke tanah dan sekali
berkelebat dia sudah berada di hadapan orang tinggi besar berkumis melintang
yang tadi menyerangnya dengan dua bilah keris. Di saat yang sama orang ini.
gerakkan
dua tangannya ke atas sambil mulut berucap.
“Sepasang
Tangan Kilat!”
“Bett!
Beett!”
Luar
biasa! Dua keris yang melayang di udara kini berkelebat, membalik menyerang
Pangeran Matahari dari arah belakang! Saat itu sang Pangeran tidak mau lagi
berlaku ayal.“
Ilmu
pengecut sialan!”Rutuk Pangeran Matahari.
Tanpa
berpaling dia pukulkan tangan kiri kanan ke belakang.
“Wuss!
Wuss!”
Nyala api
berwarna merah, kuning dan hitam menyambar keluar dari telapak tangan Pangeran
Matahari. ltulah Pukulan Telapak Matahari! Begitu cahaya pukulan sakti ini
menghantam dua bilah keris, tak ampun lagi dua senjata itu berpijar terang lalu
tenggelam dalam kobaran api dan dalam keadaan leleh jatuh ke tanah!
Orang
tinggi besar berkumis pemilik dua bilah keris, melengak kaget sampai air
mukanya menjadi pucat pasi. Mana dia pernah mengira dua bilah keris saktinya
yang bernama Mahesa Kembar mengalami nasib seperti itu! Nyalinya benar-benar
terguncang.
“Keparat
jahanam! Siapa kau?!”Bentak Pangeran Matahari pada orang pemilik dan pelempar
dua keris sakti.
Orang
yang dibentak tidak menjawab malah berpaling pada Wiro dan berkata.
“Kesatria
Panggilan! Lekas kembali ke Bukit Batu Hangus. Lupakan apa yang telah terjadi!
Raja dan semua orang mengharap pertolonganmu!”
Pendekar
212 terkejut dan segera mengenali. Si tinggi besar berkumis tebal yang barusan
menolongnya itu bukan lain adalah Garung Parawata, Panglima Pasukan Kerajaan
Mataram!
Tiba-tiba
ada suara mengiang di kedua telinga Pangeran Matahari.
“Kesatria
Roh Jemputan! Orang yang berusaha menghalangimu itu adalah Panglima Pasukan
Kerajaan! Bunuh dia lebih dulu! Pergunakan ilmu Delapan Arwah Sesat Menembus
Langit!”
Pangeran
Matahari mengenali suara itu. Dalam hati dia memaki. “Sinuhun keparat!
Bisanya
hanya memberi perintah tapi bersembunyi! Kalau aku mampu melenyapkan kendali
delapan benjolan di keningku, orang pertama yang aku bunuh setelah Pendekar Dua
Satu Dua Wiro Sableng adalah dirimu!”
Walau
merutuk tapi tidak tunggu lebih lama Pangeran Matahari segera kerahkan tenaga
dalam ke kening yang ada delapan benjolan. Ketika sang Pangeran melancarkan
serangan, Panglima Kerajaan tengah bicara pada Wiro.
“Wus”
Delapan larik
sinar merah ganas menerpa ke arah Garung Parawata. Panglima Kerajaan ini baru
sadar kalau dirinya diserang orang sesaat setelah dia merasa ada hawa panas.
Dia berpaling, tersentak kaget.
“Delapan
Arwah Sesat Menembus Langit!”
Panglima
Pasukan Kerajaan Mataram berteriak lalu cepat jatuhkan diri. Dalam kudakuda
setengah berlutut dia coba menangkis dengan ilmu kesaktian bernama Burung Sakti
Merentang Sayap Menembus Langit!
Dari dada
kirinya yang tegap berotot dimana terdapat jarahan gambar burung Rajawali
berwarna biru bermata merah, melesat cahaya biru yang ketika diperhatikan
ternyata berbentuk seekor burung Rajawali raksasa. Kibasan sayap serta gerak
dua kaki mengeluarkan deru angin dahsyat hingga rerantingan bergoyang bahkan
patah dan daun-daun pepohonan berguguran. Dari tubuh burung memancar cahaya
biru sementara dari sepasang mata menyambar dua larik cahaya merah! Ketika
binatang jejadian ini menguik keras, udara di tempat itu mendadak terasa
dingin.
Namun
tangkisan yang sekaligus serangan burung Rajawali raksasa yang dilancarkan
Panglima Kerajaan kalah cepat dengan hantaman serangan Delapan Arwah Sesat
Menembus Langit. Apa lagi laksana hidup delapan larik cahaya merah mampu
menyusup ke bawah. Selain itu dengan tangan kirinya Pangeran Matahari lepaskan
Pukulan Gerhana Matahari. Inilah salah satu dari beberapa pukulan maut yang
dimiliki sang Pangeran semasa hidupnya. Tiga cahaya merah, kuning dan hitam
menderu. Udara sesaat menjadi redup.
Lalu
blaar!
Rajawali
raksasa menguik dahsyat sebelum tubuhnya hancur berkeping keping di udara!
Selagi
Panglima Pasukan Kerajaan Mataram tersentak kaget cahaya merah Delapan Arwah
Sesat Menembus Langit yang menyusup ke bawah menderu ke arahnya!
“Celaka!
Aku tidak bisa menghindar!”
Panglima
Kerajaan sadar apa yang terjadi!
Ada ubi
ada talas. Ada budi ada balas!
Hanya
sesaat lagi tubuh Garung Parawata akan cerai berai dihantam delapan larik
cahaya merah tiba-tiba satu cahaya putih menyilaukan berkiblat. Hawa panas luar
biasa menghampar!
Di udara
menggelegar satu ledakan dahsyat!
*******************
13
DELAPAN
larik cahaya merah yang disebut Delapan Arwah Sesat Menembus Langit laksana
disapu topan prahara terlempar ke langit lalu bergelung berbuntal-buntal dan
akhirnya meletus delapan kali berturut-turut. Sebaliknya cahaya putih yang
menghantamnya didahului suara menggelegar terpental ke kiri, menghantam
sederetan pohon besar. Dalam sekejapan mata pepohonan itu berubah menjadi
hangus gosong, mulai dari akar sampai ke ujung ranting. Ketika cahaya putih
lenyap dengan menghembuskan angin panas, semua pohon yang telah berubah menjadi
arang itu serta merta runtuh ke tanah.
Sayup-sayup
di kejauhan terdengar suara orang memaki lalu blukk! Ada tubuh jatuh
tergelimpang di tanah. ltulah sosok Pangeran Matahari! Kalau sebelumnya keadaan
tubuh dan pakaiannya basah kuyup dan kotor oleh lumpur comberan maka kini
seluruh pakaian, mantel, mukanya tampak tertutup hanguskan jelaga hitam serta
mengepulkan asap busuk. Hanya sepasang matanya yang tampak merah seperti
menyala!.
Pangeran
Matahari berteriak marah. Waktu mulutnya terbuka dari dalam mulut itu mengepul
asap. Lalu ada cairan hitam menyembur. Dalam keadaan batuk batuk dia berusaha
melompat bangun tapi roboh kembali ke tanah. Selain tubuhnya terasa panas
laksana digarang api, sang Pangeran juga merasa kekuatan tubuhnya amblas!
“Celaka!
Apa yang terjadi dengan diriku! Bangsat itu melepas Pukulan Sinar Matahari!
Sekilas tadi aku melihat ada cahaya biru menyertai cahaya putih. Ada kekuatan
lain menyertai pukulan Sinar Matahari. Kalau tidak mana mungkin aku bisa cidera
dalam begini rupa! Kurang ajar!”
Saking
marahnya Pangeran Matahari pukul kepalanya sendiri.
Tiba-tiba
ada satu cahaya merah kekuningan muncul dari langit, menyapu tubuh sang
Pangeran. Saat itu juga secara aneh mahluk alam roh ini pulih kekuatannya.
Sekali
bergerak dia telah melompat bangun. Delapan benjolan di kening siap melancarkan
serangan baru, tangan kanan siap melepas pukulan sakti. Tapi memandang
berkeliling Pangeran Matahari tidak melihat musuh besarnya Pendekar 212 Wiro
Sableng. Anak perempuan dan anjing kecil juga tidak ada lagi di situ. Bahkan
Panglima Kerajaan Garung Parawata yang diduganya berada dalam keadaan cidera
ikut tenyap!
Pangeran
Matahari berteriak keras berulang kali lalu berkelebat ke arah timur.
Namun
dari balik satu gundukan batu besar melesat keluar dan menghadang seorang
bertelanjang dada yang bukan lain adalah Panglima Pasukan Kerajaan Garung
Parawata.
“Panglima
keparat! Kali ini kau tidak akan lolos dari tangan mautku!”
“Mahluk
busuk alam roh ! Cukup kau gentayangan sampai di sini!”Bentak Garung Parawata.
Dua kaki berjingkat. Tangan kanan dipentang, siap menyerang.
Pangeran
Matahari tidak tinggal diam. Tenaga dalam dikerahkan penuh. Lalu tangan kiri
kanan bergerak menghantam.
***********************
BUKIT
Batu Hangus.
Untuk
kedua kalinya Pendekar212 Wiro Sableng muncul di bukit itu bersama Ni Gatri dan
anjing kecil. Raja segera menemui tapi Sakuntaladewi mendahului.
“Wiro,
kau harus segera menyembuhkan semua orang di sini sekarang juga! Aku takut
cahaya sang surya yang semakin tinggi menghalangi usaha kita. Aku tahu cara
cepat bagaimana menolong semua orang yang ada di sini bahkan di seluruh
Kotaraja sampai ke pelosok desa…”
“Dewi
Kaki Tunggal …….
“Dua kali
kau menyebut namaku seperti itu…”
“Ni Gatri
yang memberikan nama itu padamu. Kurasa sangat cocok.”
Sakuntaladewi
memandang ke arah Ni Gatri. Anak perempuan itu tersenyum.
“Dewi,
maksudmu aku tetap mempergunakan ilmu yang sama yang menghancurkan kepala dan
tubuh orang bernama Lemayang itu?”Wajah Wiro menunjukkan rasa kawatir.
“Benar.
Kau tak usah kawatir. Sebelumnya ada mahluk bermaksud jahat menyusupkan Ilmu
hitam ke dalam tanganmu. Namun Ilmu Itu hanya untuk sekali pakai.
Sekarang
kau bisa mempergunakan lagi. Lalu nanti bisa dipindahkan pada orang lain agar
orang itu bisa mengobati orang lainnya lagi…”
“Setahuku
ilmu itu tidak bisa dipergunakan seperti itu.”
“Mungkin
kau tidak menyadari. Tapi…”
“Aku
ingat, satu kali ada seorang kakek sahabatku bernama Setan Ngompol
mempergunakan ilmu itu. Akibatnya kupingnya yang dipindah ketika dipasang lagi
malah terbalik. Sampai sekarang. Dewi, kau tahu dari mana ilmu itu bisa
dipindah pindah?”
“Sepasang
Arwah Bisu yang memberi tahu padaku.”
“Sepasang
Arwah Biru?”Wiro tercengang heran. Kepala digaruk.
“Kakak,
kau jangan cuma menggaruk kepala saja. Ikuti apa yang dikatakan Dewi Kaki
Tunggal.”NI Gatri yang ada di samping Wiro berkata.
“Tunggu
dulu. Aku musti yakin,”jawab Wiro. Lagu dia bertanya pada Sakuntaladewi.
“Dewi,
dua Kakek nenek bisu itu memberi tahu padamu. Sebenarnya mereka itu …
Mengapa
memberitahu padamu, tidak langsung padaku?”
Sakuntaladewi
melirik keadaan sekitarnya. Lalu dia mendekati Wiro dan berbisik “Sepasang
Arwah Bisu adalah kakek nenekku. Aku ini cucu mereka. Aku harap kau mau menjaga
rahasia ini.”
Kembali
murid Sinto Gendeng unjukkan air muka tercengang.
Saat itu
Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang tidak sabaran mendatangi Wiro
dan menyapa.
“Kesatria
Panggilan, aku dan semua orang yang ada di sini merasa bersyukur kau mau
menemui kami lagi. Jika kau ikhlas untuk kembali mau menolong kami, aku sangat
berterima kasih.”
“Yang
Mulia…”Wiro menunduk memberi penghormatan.
“Yang
Mulia, Kesatria Panggilan telah siap memberikan pertolongan.”Menerangkan
Sakuntaladewi lalu berpaling pada Pendekar 212 yang saat itu berdiri sambil
memperhatikan dan mengusap-usap jari-jari tangan kanannya dengan tangan kiri.
“Kalau
begitu sekarang aku minta diriku ditolong pertama kali.”Ucapan Raja Mataram ini
membuat Wiro merasa kalau sang Raja masih memiliki rasa kawatir seandainya dia
akan mengalami kegagalan lagi maka tidak ada orang lain yang celaka! Hal ini
membuat murid Sinto Gendeng jadi berpikir-pikir lagi.
Melihat
Wiro masih diliputi keraguan, Sakuntaladewi ambil tangan kanan sang Pendekar
lalu diletakkan di atas hidungnya.
“Wiro,
pindahkan hidungku ke pipi. Lakukan agar kau tidak ragu dan semua orang yang
ada di sini merasa yakin kau benar-benar bisa menolong mereka. Para Dewa
memberkatimu!”
Mendapat
semangat begitu rupa Wiro lalu gerakkan sedikit tangannya yang menempel di
hidung gadis berkaki satu. Tangan kemudian dipindah kepipi sebelah kanan.
Ketika tangan diangkat hidung si gadis telah berpindah dari tempatnya semula ke
pipi itu! Semua orang yang ada di situ termasuk Sri Maharaja Mataram menjadi
gempar. Heran tetapi juga ngeri melihat wajah Sakuntaladewi seperti itu!
“Orang-orang
Mataram tolol! Mengapa percaya pada ilmu sihir yang akan tambah menyengsarakan
kalian semua?!”
Tiba-tiba
ada suara orang berteriak lantang. Lalu menyusul sebuah benda melayang di udara
yang kemudian jatuh tepat di depan kaki Raja Mataram.
Bukit
Batu Hangus kembali dilanda kegemparan karena benda yang jatuh tergelimpang di
depan sang Raja adalah sosok Garung Parawata Panglima Pasukan Kerajaan yang
sudah jadi mayat! Tubuh dan pakaian mulai dari kepala sampai kaki hangus
melepuh, terbungkus warna merah, hitam dan kuning.
Sepasang
mata mendelik mencelet, lidah terjulur. Leher miring ke kiri pertanda tulang
leher dalam keadaan patah!
Semua
mata serta merta memandang ke arah lereng tinggi Bukit Batu Hangus sebelah
kiri. Di sana berdiri sambil berkacak pinggang dan tertawa gelak-gelak, sosok
tinggi besar, tubuh dan pakaiannya tampak hitam gosong. Kesatria Roh Jemputan
alias Pangeran Matahari!
“Wiro,
kau teruskan menolong orang orang itu. Biar aku yang melayani mahluk alam roh
itu!”Berkata Sakuntaladewi.
“Tapi
Dewi!”Ujar Wiro. “Aku belum mengembalikan hidungmu ke tempat semula!”
Walau
mendengar apa yang dikatakan Pendekar 212 namun Dewi Kaki Tunggal tidak
perduli. Dia terus saja berkelebat ke lereng bukit di sebelah atas dimana
Pangeran Matahari berdiri berkacak pinggang dengan sikap tetap congkak padahal
ujud seluruh tubuh dan pakaian tertutup jelaga akibat Pukulan Sinar Matahari
yang dilepas Pendekar 212 Wiro Sableng! Disamping itu tubuhnya masih menebar
bau busuk akibat sebelumnya telah tercebur ke dalam comberan!
*******************
14
GADIS
bermuka setan! Apa kau tahu kalau hidungmu tak bakal bisa kembali ke tempatnya
semula?! Wajahmu telah sengaja dibuat cacat mengerikan seumur-umur oleh
Pendekar Dua Satu Dua!”Begitu Sakuntaladewi berada di hadapannya Pangeran
Matahari langsung keluarkan ucapan menghina dan menakut-nakuti.
“Dewi
Kaki Tunggal! Jangan percaya ucapan mahluk gosong itu!”Ni Gatri berteriak.
“Aku
tahu, kau tak usah kawatir,”jawab Sakuntaladewi. Lalu dia berpaling pada
Pangeran Matahari. “Walau hidungku sudah pindah ke pipi, tapi aku masih mampu
mencium bau busuk tubuhmu!”
“Hemm,
jangan-jangan kau ini sudah menjadi gendak pendekar mata keranjang itu !
Ha … ha …
ha!”
“Manusia
bertubuh hangus! Kasihan. Otakmu pasti ikut gosong! Hik…hik. Kau salah mengira.
Aku bukan gendaknya Pendekar Dua Satu Dua. Aku adalah calon istrinya!.
Sepasang
alis mata Pangeran Matahari berjingkat. Lalu kembali tawa bergelaknya meledak
di tempat itu.
“Kalian
berdua memang cocok. Yang lelaki goblok sableng, yang perempuan tolol sinting!
Sama-sama tidak tahu diri! Ha … ha… ha!”
“Begitu?”
Sakuntaladewi merekah senyum di bibir. “Sayang sekali aku tidak bisa mengirim
undangan pesta perkawinan kami. Karena sebentar lagi rohmu akan berserabut
keluar dan kau akan kembali ke alam roh delapan ratus tahun mendatang!”
“Perempuan
jahanam! Aku mau lihat kau punya ilmu kesaktian apa!”Pangeran Matahari
menyumpah marah. Dia angkat dua tangannya, siap melepas pukulan Telapak
Matahari dan Merapi Meletus.
“Pukulan-pukulan
sakti tidak berguna! Mengapa kau tidak menyerangku dengan Delapan Arwah Sesat
Menembus Langit yang ada di kencingmu?“
“Kurang
ajar! Rupanya kau ingin minta mampus lebih cepat!”Teriak Pangeran Matahari
marah. Serta merta delapan benjolan merah di keningnya memancarkan sinar terang
angker. Lalu tidak sampai sekejapan, delapan sinar merah menderu ke arah
Sakuntaladewi.
Begitu
delapan sinar merah menghantam Sakuntaladewi segera angkat dua tangan lalu
bett…bett! Dua tangan digerak-gerakkan dengan cepat. Dan dua siku tangan,
pergelangan, telapak dan sepuluh ulung jari berkiblat enam betas cahaya biru
pekat yang langsung menyongsong datangnya serangan Pangeran Matahari. Cahaya
biru dan merah saling beradu pada ketinggian setengah tombak dari atas lereng
bukit. Tidak ada suara ledakan atau letusan. Namun seantero bukit terasa
bergetar hebat. Beberapa batu besar bergelindingan ke bawah.
Pangeran
Matahari kerahkan tenaga dalam ke tangan untuk memusnahkan cahaya biru yang
menghadang. Tenaga dalam juga dikerahkan ke kaki agar tubuhnya tidak terpental
oleh tekanan enam belas cahaya biru yang luar biasa hebatnya!
“Kesatria
Roh Jemputan! Kau menghadapi ilmu Enam Belas Gerakan Tangan Bisu!
Jangan
dilayani. Lekas melompat tinggi-tinggi ke udara! Biarkan aku yang menghajar
gadis keparat itu!”Mendadak ada suara mengiang di telinga Pangeran Matahari.
Di langit
muncul sekilas cahaya kuning kemerahan.
Tapi sang
Pangeran saat itu tidak mampu mengendalikan amarah dan kecongkakannya. Tenaga
dalam dilipat gandakan ke kening yang ada delapan benjolan.
“Wusss!”
Cahaya
merah Delapan Arwah Sesat Menembus Langit merangsak ke depan, membuat tubuh
Sakuntaladewi bergetar dan kaki tunggalnya tersapu ke belakang.
Namun
begitu gadis ini gerakkan pergelangan dan sepuluh jari tangan disusul dengan
hunjaman dua siku yang diarahkan ke depan, di seberang sana Pangeran Matahari
meraung keras. Tubuhnya yang gosong hitam dipijari sinar biru lalu braak! Sang
Pangeran roboh ke tanah, terguling di lereng batu dan baru berhenti sewaktu ada
sinar kuning kemerahan menyapu tubuhnya. Dengan mengeluarkan suara menggorok
serta ada lelehan darah keluar dari mulut Pangeran Matahari bangkit berdiri.
Tapi jatuh lagi.
Kain
merah ikat kepala lenyap entah kemana. Kini rambut yang tebal hitam sebahu jadi
awut-awutan. Tampangnya luar biasa mengerikan karena sepasang mata yang merah
kini tampak setengah menjorok keluar seolah mau melompat dan rongganya. Dengan
mengumpulkan tenaga dan hanya mampu merangkak sang pangeran bergerak ke arah
dimana beradanya Sakuntaladewi.
Di lain
bagian, walau enam belas cahaya biru ilmu kesaktiannya berhasil meroboh dan
menciderai lawan, namun Sakuntaladewi sendiri menjerit keras. Tubuhnya terlipat
ke depan lalu terangkat ke atas dan akhirnya jatuh ambruk muntah darah di
antara dua batu besar di lereng bukit. Wajah dan sekujur kulit tubuhnya tampak
merah seperti melepuh. Dada turun naik mendenyut sakit. Saat itu ada yang
berlari mendatangi. Ni Gatri dan anjing kecil hitam.
“Ni
Gatri, lekas menjauh dari sini. Bawa anjing itu. Aku kawatir bakal ada serangan
susulan!”berkata Sakuntaladewi ketika melihat siapa yang berada di dekatnya.
“Dewi
Kaki Tunggal, saya harus menolongmu…”Kata Ni Gatri pula.
“Jangan
perdulikan diriku. Aku merasa mungkin aku lebih baik menemui ajal saat ini
juga… “
“Dewi,
jangan berkata begitu. Yang Maha Kuasa akan menolongmu. Lagi pula Dewi punya
kaulan yang masih belum kesampaian terhadap Kakak saya!”
Sakuntaladewi
masih bisa tersenyum.
“Jika kau
mau menolongku, carilah perempuan bernama Ratu Randang. Wiro menyerahkan
sekuntum Bunga Matahari padanya. Minta dia meminjamkan barang sebentar. Hanya
dengan bunga itu luka dalamku bisa disembuhkan.”
“Dewi,
saya akan mencari orang itu. Saya tahu dia berada dimana.”Sebelum Pergi Ni
Gatri mengusap kuduk anjing hitam dan berkata. “Hitam, kau tetap disini. Tunggu
dan jaga Dewi Kaki Tunggal!”, Seolah mengerti anjing kecil menggeser-geserkan
kepalanya ke tangan Ni Gatri lalu kaki tunggal Sakuntaladewi.
Hanya
sebentar saja setelah anak perempuan itu pergi meninggalkan dirinya, dari celah
dua batu besar Sakuntaladewi metihat seseorang berambut awut-awutan, muka
gosong hitam kebiruan, sepasang mata mencelat, merangkak mendekati dirinya.
Kesatria
Roh Jemputan alias Pangeran Matahari!
Tampang
menyeringai, tubuh dirundukkan, tangan kanan diangkat, siap melepas pukulan
maut Merapi Meletus!
Anjing
hitam menggonggong keras. Secepat kilat binatang ini melompati Pangeran
Matahari dan menggigit tangan kanannya. Walau hanya seekor anak anjing namun
gigitannya membuat luka cukup lebar dan mengucurkan banyak darah.
“Binatang
jahanam!”Rutuk Pangeran Matahari. Dengan tangan kirinya leher anak anjing
dicekik. Sekali meremas kraak! Leher binatang itu remuk sampai ke tulang!
Anjing
kecil menemui ajal dengan mengeluarkan kaingan pendek. Setelah membanting mayat
anjing ke tanah Pangeran Matahari menotok urat besar di lengan kanan hingga
darah berhenti mengucur. Lalu dia menatap ke arah celah di antara dua buah
batu. Kini tangan kiri yang diangkat Namun sang Pangeran tersentak kaget ketika
melihat gadis berkaki satu tidak ada lagi di tempat itu. Pangeran Matahari
merangkak lebih mendekati celah dua batu. Tiba-tiba ada bayangan orang di atas
batu besar di sebelah kiri.
Pangeran
Matahari berpaling. Dia melihat sosok Sakuntaladewi. Tapi hanya sekilas karena
di lain kejap satu tendangan keras melanda dadanya! Dua tubuh terkapar di
lereng bukit. Yang pertama Pangeran Matahari antara sadar dan pingsan. Mulut
keluarkan erangan disertai kucuran darah. Sepasang mata mendelik menatap ke
langit Yang kedua adalah sosok Sakuntaladewi. Ketika anak anjing menyerang
Pangeran Matahari dengan segala sisa tenaga yang ada dia berhasil keluar dari
celah antara dua batu besar. Dia hanya mampu berdiri sesaat untuk melancarkan
tendangan setelah itu gadis berkaki satu ini ambruk roboh tidak sadarkan diri
lagi.
Satu
bayangan merah berkelebat di lereng bukit Begitu menginjakkan kaki di
sebuahbatu besar dari dalam tubuh orang ini melesat keluar sosok lain
berpakaian dan berikat kepala hijau. Orang Pertama ternyata adalah seorang
kakek mengenakan pakaian dan belangkon merah.
Pada
bagian depan belangkon menempel sebuah bintang sudut delapan terbuat dari
suasa. Wajah tertutup kumis, janggut dan cambang bawuk tipis berwarna merah. Di
kening berderet delapan benjolan. Sepasang mata keseluruhan berwarna merah.
Inilah Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Mahluk terkutuk penimbul malapetaka Malam
Jahanam di Bhumi Mataram.
Berdiri
di samping si kakek bukan lain adalah nyawa kembarannya yaitu Sinuhun Muda yang
dikenal dengan nama Ghama Karadipa, mengenakan pakaian dan ikat kepala hijau.
Seperti nyawa kembarannya, pemuda ini memelihara janggut kumis dan cambang
bawuk tipis tapi berwarna hitam.
Sinuhun
Merah Panghisap Arwah menatap ke arah sosok Pangeran Matahari. Lalu berkata
pada Sinuhun Muda.
“Ghama
Karadipa, aku rasa kita telah salah memilih orang. Dia bukan saja tidak mampu
melakukan apa yang kita harapkan malah saat ini dia menjadi beban bagi kita!
Aku hanya
akan memberi satu kesempatan lagi padanya!”Habis berkata begitu Sinuhun Merah
Penghisap Arwah buka mulutnya lebar-lebar lalu seetttt! Dari dalam mulut
menjulur panjang lidah merah yang langsung menggulung tubuh Pangeran Matahari.
Sekali si
kakek menyentakkan kepala, tubuh Pangeran Matahari melayang jatuh di atas bahu
kirinya. Lidah yang panjang kemudian masuk kembali kedalam mulut!
“Ghama
Karadipa, lekas kau bunuh gadis berkaki satu itu. Aku akan membawa mahluk satu
ini ke telaga Banyuraden. Tubuhnya yang kotor akan selalu membawa kesialan. Aku
akan membersihkan terlebih dulu. Tunggu aku di lereng Bukit Batu Hangus sebelah
utara. Kita perlu menyusun rencana baru ! Apa orang-orangmu telah menemukan
dimana beradanya gadis sakti yang memakai empat tusuk konde perak itu?”
“Mereka
dalam perjalanan ke sana. Sebentar lagi pasti sudah bergabung dengan
kita.”Jawab Sinuhun Muda. Yang dimaksudkan dengan gadis sakti bertusuk konde
bukan lain adalah Sinto Gendeng.
“Sinuhun
Merah, membunuh gadis ini mampu aku lakukan dalam sekejapan mata.
Tapi apa
perlunya membawa mahluk tolol itu ke Telaga Banyuraden. Hanya membuang waktu
saja. Lebih baik di buang ke Jurang Bedog di kaki bukit ini. Dari sinipun aku
sanggup melemparnya!”
“Kita
masih memerlukan dirinya. Menurut penglihatanku dia pernah memiliki sebuah
senjata dahsyat. Jika dia sudah aku mandikan di Telaga Banyuraden, aku akan
berusaha mendatangkan senjata itu dari alam delapan ratus tahun mendatang.”
“Waktu
kita sudah habis. Kesatria Panggilan sudah berada di lereng Bukit Batu hangus
sebelah barat!”
Sinuhun
Merah Penghisap Arwah menyeringai.
“Siapa
bilang waktu kita sudah habis ke Telaga Banyuraden dan kembali lagi ke bukit
sebelum kau sampai di Bukit Batu Hangus sebelah utara! Tugasmu bunuh gadis itu
dan tunggu aku di tempat yang aku katakan!”
“Sinuhun
Merah, tunggu dulu…”
“Ghama
Karadipa !”Sinuhun Merah Penghisap Arwah agaknya jadi jengkel dan membentak.
“Atas permintaanmu semua urusan di Bhumi Mataram aku yang memulai.
Aku pula
yang akan menyelesaikan. Tugasmu hanya mengikuti apa yang aku katakan !”
Habis
membentak Sinuhun Merah Penghisap Arwah lalu berkelebat meninggalkan tempat
itu. Sinuhun Muda kertakkan rahang merasa jengkel karena dibentak tadi. Dia
berbalik lalu melangkah mendekati sosok Sakuntaladewi yang masih tergeletak di
tanah dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kini seluruh kemarahan Sinuhun Muda
tertumpah pada si gadis.
“Gadis
celaka! Kau selalu muncul membuat kacau urusan orang ! Tidak salah kalau roh
orang tuaku mengutuk dirimu! Sejak lama aku memang sudah punya niat
menghabisimu !”
*******************
15
DELAPAN
benjolan di kening Sinuhun Muda memancar. Dengan ilmu kesaktiannya cahaya merah
di pindah ke kaki kanan. Rupanya dia tidak ingin membunuh gadis berkaki satu
itu melalui sinar yang keluar dari benjolan. Tapi langsung dengan injakan kaki
atau tendangan yang bisa menghancurkan kepala Sakuntaladewi alias Dewi Kaki
Tunggal hingga gadis malang ini akan menemui kematian secara mengerikan!
Namun
nyawa dan kematian seseorang bukan milik serta ditentukan oleh seorang lain.
Ketika Sinuhun Muda mulai mengangkat kaki kanan dan mengambil ancangancang
untuk menendang batok kepala Sakuntaladewi tiba-tiba!
“Tam!
Tam! Tam!”
Suara
tambur menggelegar menyentak dada disusul suara tiupan seruling menyumbat sakit
liang telinga.
“Jahanam!”
Sinuhun Muda memaki marah. Dia tidak mau membuang waktu dan tidak peduli. Kaki
kanan yang memancarkan cahaya merah menendang. Di saat bersamaan di langit dua
bayangan putih muncul. Empat larik cahaya putih memancar ke atas bukit.
Laksana
tonggak perak empat cahaya berkilau itu melindungi tubuh Sakuntaladewi.
Niat
Sinuhun Muda Ghama Karadipa meneruskan serangan jadi tertahan. Dari mulutnya
keluar seruan setengah kaget setengah takut.
“Empat
Tonggak Istana Dewa!”
Cepat-cepat
Sinuhun Muda tarik kaki kanannya. Dia tidak mungkin lagi meneruskan tendangan
kalau tidak mau kakinya leleh begitu bersentuhan dengan salah satu cahaya
perak. Sambil mundur dia menatap ke langit dimana tampak dua orang kakek nenek
berselempang kain putih melayang mengambang di udara. Dari sepasang mata kakek
nenek itulah ternyata muncul dan keluarnya empat cahaya putih perak !
“Kurang
ajar ! Lagi-lagi mereka ! Sepasang Arwah Bisu ! Walau kalian adalah kakek
nenekku, aku bersumpah akan menghancurkan makam kalian! Jangan kira aku tidak
punya. kemampuan menghancurkan ilmu kesaktian kalian!”
Sinuhun
Muda buat gerakan dengan kedua tangan seperti orang tengah bermain silat. Tiga
kali menggebrak tiba-tiba ujudnya lenyap dan di tempat itu kini berdiri nyawa
kembarannya Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Inilah kehebatan ilmu kesaktian yang
dimiliki dua nyawa kembar. Salah satu dari mereka bisa berada di dua tempat
yang berbeda. Sementara ujud pertama Sinuhun Merah membawa Pangeran Matahari ke
Telaga Banyuraden, ujudnya yang kedua yaitu yang berinti penjelmaan dari
Sinuhun Muda berada di tempat itu !
Sinuhun
Merah rundukkan tubuh sedikit dua lutut ditekuk, dua tangan diputar empat kali
lalu di pukulkan ke atas sambil mulut berseru.
“Di Bumi
Ada Enam Kesesatan! Di Langit Ada Tujuh Kesesatan! Dalam Air Ada Delapan
Kesesatan!”
“Wusss!”
Begitu
seruan lantang berakhir sesiur aingin menerpa dingin di seantero tempat.
Secara
aneh Empat Tonggak Istana Dewa tampat bergoyang-goyang dan terangkat ke samping
lalu mengarah ke langit.
Sebelum
empat cahaya putih perak menyambar ke arah Sepasang Arwah Bisu, dua kakek nenek
itu telah lenyap dari pemandangan didahului suara tambur dan seruling!
“Mahluk
laknat keparat! Hanya sebegitu kehebatanmu! Lain waktu jangan harap kalian akan
lolos dari tanganku!”Sinuhun Merah Penghisap Arwah berteriak sambil pukulkan
dua tangan ke udara yang mengeluarkan deru angin serta kiblatan sinar merah!
Orang tua berpakaian den berbelangkon merah ini sekarang alihkan perhatiannya
pade sosok Sakuntaladewi yang masih tergeletak di tanah dalam keadaan pingsan.
Tidak seperti nyawa kembarannya, dia tidak mau membuang waktu. Kaki kanan dihentakkan
ke tanah. Saat itu juga tanah tegurat panjang sedalam satu jengkal.
Di dalam
guratan mengalir cairan bara panas yang dengan cepat mengarah ke tubuh
Sakuntaladewi!
Dalam
kecepatan yang sulit diperhatikan mata mendadak sebuah benda besar melayang di
udara mengeluarkan suara berkesiuran. Sinuhun Merah angkat kepala dan jadi
terkesiap menyaksikan pemandangan luar biasa ini. Benda yang melayang ternyata
adalah sebuah peti mati besar terbuat dari kayu hitam. Ketika melayang turun
salah satu sudut peti ini hampir saja menghantam kepala Sinuhun Merah kalau dia
tidak cepat melompat mundur.
Peti mati
besar melayang turun dan berhenti di atas dua batu besar. Dari bagian bawah
peti kemudian keluar asap putih. Sebagian mengepul naik ke udara, sebagian lagi
meluncur ke bawah, menutup gerak cairan bara panas.
Braak!
Penutup peti terbuka lebar. Dari dalam peti berturut turut terdengar empat
orang berucap.
Pelihara
mata hanya melihat kebaikan
Pelihara
mulut hanya bicara kebaikan
Pelihara
telinga hanya mendengar kebaikan
Pelihara
kemaluan hanya untuk kebaikan
Sesaat
kemudian dari dalam peti mati yang terbuka melompat keluar empat sosok aneh.
Mereka adalah mayat-mayat hidup yang sekujur tubuh kecuali wajah dibungkus
dengan gulungan kain putih. Mayat pertama berdiri sambil dua tangan menutup
mata.
Mayat
kedua tegak dengan dua tangan menutup mulut. Lalu mayat ketiga menekap telinga
dan mayat keempat berdiri agak terbungkuk-bungkuk sambil menekap dua tangan ke
bagian bawah perut.
“Mahluk-mahluk
jahanam! Kalian siapa ?!”Sinuhun Merah Penghisap Arwah membentak.
“Sssshhh….
Di alarm roh kita tidak pernah jumpa. Makanya tidak saling mengenal.
Hik…hik…hik!”Mayat
yang menutup mata yaitu Mayat Aneh Kesatu menjawab.
Mayat
Aneh Kedua yang menutup mulut turunkan dua tangan lalu berucap perlahan,
“Ssshhh. Kami Empat Mayat Aneh dikenal dengan nama Empat Mayat Bersaudara.
Kami
orang-orang yang tinggal di pekuburan. Biasa hidup di alam kesunyian. Tidak
biasa mendengar suara keras. Jadi kalau bicara jangan membentak. Harap bicara
perlahan dan seperlunya saja. Hik…hik…hik!”
Sementara
Mayat yang satu yaitu Mayat Kedua bicara Mayat Ketiga dan Mayat Pertama yaitu
yang menutup telinga dan yang menutup mata melangkah mendekati sosok
Sakuntaladewi!. Sekali bergerak keduanya dengan cepat mengangkat gadis kaki
satu itu lalu memasukkannya ke dalam peti mati.
“Kurang
ajar! Apa yang kalian lakukan?!”
Sinuhun
Merah berteriak marah dan dengan cepat melompat lalu menyerang dua mayat yang
barusan menggotong dan memasukkan Sakuntaladewi ke dalam peti mati.
Namun belum
sempat menyentuh dua mayat yang diserang Sinuhun Merah merasakan dua kaki dan
dua tangannya berat laksana diganduli batu. Dia tidak mampu bergerak
sedikitpun. Hanya kepalanya yang masih bisa diputar-putar. Tiba-tiba dia merasa
ada orang menepuk bahunya dari belakang. Sinuhun Merah berpaling. Mayat Keempat
yang
sejak
tadi terbungkuk-bungkuk memegangi bagian bawah perut menyeringai lalu tangan
kanannya bergerak ke atas dan bukkk!
Tangan
kanan yang membentuk jotosan mendarat telak di rahang kanan Sinuhun Merah
hingga orang ini terjengkang den begitu tubuhnya terkapar di tanah ujudnya
segera berubah kembali menjadi Sinuhun Muda Ghama Karadipa! Seperti diketahui
Sinuhun Merah atau Sinuhun Muda adalah mahluk-mahluk sakti yang jangankan tinju
manusia, batu sebesar kepalapun tidak akan mampu merobohkannya. Namun ternyata
Mayat Keempat memiliki ilmu kesaktian yang sanggup membuatnya roboh dan
tergelimpang setengah sadar untuk beberapa lamanya.
“Kita
semua lekas masuk ke dalam peti!”Mayat Kedua berteriak.
“Tapi
bagaimana ini! Ada seorang gadis berwajah aneh di dalam peti! Jaga kemaluan
hanya untuk kebaikan!”Mayat Aneh Keempat berkata.
“Jaga
mata hanya melihat kebaikan! Kita duduk saja di atas peti!”Berkata Mayat Aneh
Pertama.
“Itu
lebih baik! Ayo kita pergi sekarang !”Menyahuti Mayat Aneh Ketiga.
Mayat
Aneh Kedua siap hendak menurunkan penutup peti mati.
Tiba-tiba
ada seorang anak perempuan kecil berlari mendatangi sambil berteriak.
“Dewi Kaki
Tunggal! Saya sudah mendapatkan Bunga Matahari!”
Ni Gatri!
Di tangan kanannya ada sekuntum Bunga Matahari besar. Anak perempuan ini
hentikan larinya ketika dia tidak melihat Sakuntaladewi di tempat itu.
Sebaliknya malah melihat empat mahluk yang membuatnya jadi ketakutan.
“Anak
manis, jangan takut. Kami mahluk baik-baik. Bukankah kau gadis kecil yang dulu
kami temui di rimba dekat Candi Prambanan? Apa hubunganmu dengan gadis berkaki
satu yang sekarang ada di dalam peti yang barusan kau panggil Dewi Kaki Tunggal?”Bertanya
Mayat Aneh Kedua.
“Dia …
dia calon istri Kakakku,”jawab Ni Gatri.
Empat
Mayat Aneh saling pandang lalu Mayat Aneh Kedua berkata. “Kalau begitu bagusnya
kau ikut masuk ke dalam peti bersama calon kakak iparmu itu.”
Saat itu
tak sengaja Ni Gatri melihat bangkai anak anjing yang tergeletak di tanah.
Langsung
saja anak ini menjerit.
“Kalian
membunuh anjing sahabatku!”
“Pelihara
mulut hanya bicara kebaikan,”Mayat Aneh Kedua berkata. “Jangan salah bicara.
jangan salah menduga. Kami tidak membunuh binatang itu.”
Mayat
Aneh Kedua dengan cepat dukung tubuh Ni Gatri lalu dimasukkan ke dalam peti. Ni
Gatri menjerit dan meronta tapi tidak sanggup melepaskan diri.
“Braaakk!”
Peti mati
ditutup. Empat Mayat Aneh melompat ke atas peti. Asap mengepul kembali dari
bawah dan sekitar peti mati hitam. Perlahan-lahan peti bergerak ke atas.
Melesat ke udara dan lenyap dari pemandangan. Sinuhun Muda yang tiba-tiba
sadarkan diri masih sempat melihat apa yang terjadi. Dia coba mengejar dan
menyerang peti dengan Ilmu Delapan Arwah Sesat menembus langit. Hanya beberapa
jengkal lagi delapan cahaya merah serangan akan menyentuh sasaran, Empat Mayat
Aneh yang duduk di atas peti mati tertawa cekikikan. Mereka melambai-lambaikan
tangan ke arah Sinuhun Muda di bawah sana. Lambaian tangan itu bukan lambaian
sembarangan. Karena begitu empat angin lambaian tangan saling bersentuhan
dengan serangan Sinuhun Muda, delapan larik cahaya merah serta merta musnah
tanpa ledakan atau letupan.
Mayat
Aneh Kedua angkat tangan ke atas. Mulut berucap.
“Kami
orang-orang yang tinggal di pekuburan. Biasa hidup di alam kesunyian. Tidak
biasa mendengar suara keras. Adalah wajar kalau kami tidak ingin mendengar
suara ledakan atau letupan kecil sekalipun di sekitar sini. Hik … hik…hik!”
Di atas
bukit Sinuhun Muda yang tengah menyumpah-nyumpah panjang pendek tibatiba
mendengar suara mengiang.
“Saudara
nyawa kembarku Sinuhun Muda, aku di Bukit Batu Hangus sebelah utara.
Aku
berhasil mendatangkan senjata sakti milik kesatria Roh Jemputan yang ada di
alam delapan ratus tahun mendatang! Lekas datang ke sini!”
TAMAT
No comments:
Post a Comment