Muka
Tanah Liat
WIRO
SABLENG
Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212
Karya:
Bastian Tito
******************
" Luhcinta,
mengenai peristiwa dl telaga itu. Aku bersumpah aku tidak punya niat dengan
sengaja hendak mengintip kau mandi…" naga kuning, si setan ngompol dan
betina bercula jadi saling pandang mendengar kata-kata si penolong budiman itu.
"tidak disangka, jahil juga si muka comberan kering ini!" kata setan
ngompol keras-keras hingga si penolong budiman mendengar. "kalau saja dia
mengintip diriku tentu aku persilakan dengan dua tangan dan dua paha
terbuka!" kata si betina bercula lalu tertawa cekikikan. "rupanya dia
tahu juga betis mulus dan jidat licin yang asli! Hik… hik… hik!"
"kakimu berbulu, jidatmu atas bawah berambut! Siapa sudi mengintip monyet
jantan mandi!" kata naga kuning yang membuat betina bercula pelototkan
mata dan hendak meremas bagian bawah perutnya.
******************
1
PENDEKAR
212 Wiro Sableng memandang seputar telaga lalu berpaling pada nenek muka kuning
di sampingnya yang tegak setengah termenung dan unjukkan wajah muram.
"Nek,
kau yakin memang di sini Hantu Langit Terjungkir berada sebelumnya?"
Si nenek
muka kuning yang bukan lain adalah Hantu Selaksa Angin Alias Hantu Selaksa
Kentut dan bernama asli Luhpingitan tidak segera menjawab. Sepasang matanya
yang kuning menyapu seantero telaga. Sambil pandangi air telaga yang bening
kebiruan dari mulutnya keluar suara mendesah.
"Lasedayu…
Lasedayu, dimana kau…? "
Nenek ini
kemudian berpaling pada Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Aku
tidak keliru. Walau dulu otakku mungkin tidak karuan tapi aku yakin.
Di tempat
ini Lasedayu dan Si Penolong Budiman berada sebelumnya. Kau lihat saja, di
sebelah situ masih ada bekas-bekas kayu perapian. Lalu di seberang sana…"
Si nenek menunjuk ke arah seberang telaga. "Itu pohon rimbun tempat aku
mendekam bersembunyi mendengarkan pembicaraan mereka. Di situ aku mendengar
Lasedayu berucap bahwa dia bersedia mengawini diriku… Sekarang mereka lenyap.
Putus sudah harapanku…"
"Agaknya
kita terlambat Nek. Mereka telah keduluan pergi, entah kemana…."
Luhpingitan
tampak kecewa. "Puluhan tahun berpisah. Kemudian kami bertemu. Sayangnya
saat itu jalan pikiranku masih tak karuan hingga aku tidak mengenali suami
sendiri. Jangankan suami sendiri. Diriku sendiri aku tidak tahu siapa adanya!
Kini setelah aku sadar, dia malah lenyap.
Sudah di
depan mata, tinggal sepejangkauan. Namun…."
"Kau
jangan berputus asa Nek. Kita akan mencarinya. Pasti bertemu…."
Luhpingitan
arahkan pandangan kesebuah pohon lalu melangkah mendekati. Sambil mengusap
batang pohon itu dia berkata. "Di batang pohon ini aku menempelkan
tangannya yang patah. Beberapa hari setelah itu, ketika tulangnya bertaut
kembali dan dagingnya yang luka menyembuh, selagi dia tertidur nyenyak dalam
sirapanku, kusambungkan kembali tangannya. Saat itu kalau saja aku tahu dia
adalah Lasedayu suamiku, tak akan kutinggalkan tempat ini… Si nenek
geleng-gelengkan kepalanya. Dua bola matanya mulai berkaca-kaca. Setelah diam
sejenak Luhpingitan lanjutkan kata-katanya.
"Entah
mengapa perasaanku mendadak khawatir…."
"Aku
mengerti apa yang kau khawatirkan Nek," kata Wiro.
"Lasedayu
selalu kesepian selama puluhan tahun. Kau khawatir kalaukalau ada perempuan
lain yang merayunya lalu dikawininya…."
"Setahuku
Lasedayu bukan lelaki mata keranjang…." membela Luhpingitan. "Kalau
dia memang tidak berjodoh lagi dengan diriku, apa boleh buat…"
"Ah,
jangan beg itu Nek," kata Wiro sambil tertawa menggoda.
"Dengar
Wiro. Aku khawatir satu hal karena aku ingat kata-kata guruku Datuk Tanpa
Bentuk Tanpa Ujud. Dia mengatakan bakal terjadi satu peristiwa besar di Negeri
Latanahsilam ini…."
"Satu
peristiwa besar? Peristiwa apa Nek?" tanya Wiro.
"Sang
Datuk tidak menerangkan. Malah dia mengatakan agar aku mencari Allah. Mencari
Tuhan, Penguasa Tunggal Jagat Raya, Pencipta Langit dan Bumi serta makhluk yang
ada di antaranya… terus terang, aku tidak tahu siapa Tuhan itu. Siapa Allah
itu."
Wiro
terkejut "Gurumu bilang begitu?"
Luhpingitan
mengangguk. "Seharusnya sudah kuberi tahu beberapa waktu lalu padamu. Tapi
karena pikiran dan perhatianku terpusat pada bagaimana agar lekas bertemu
Lasedayu, aku terlupa mengatakan padamu. Aku ingat kau dan dua kawanmu pernah
menyebut-nyebut Tuhan.
Gusti
Allah. Mungkin kau bisa menolong memberi tahu siapa Tuhan atau Gusti Allah itu
adanya. Di mana aku harus mencariNya?"
"Nek,
kalau gurumu benar berkata begitu berarti dia dan kau sudah mendapatkan satu
rahmat yang luar biasa besarnya. Kau tak usah mencari jauh-jauh.
Karena
Gusti Allah itu sebenarnya sangat dekat dengan diri manusia. Sedekat darah yang
mengalir di dalam tubuh kita. Tuhan ada dalam diri kita, tergantung kadar iman
yang ada di lubuk hati senubari kita…."
"Hai!
Apa katamu Wiro? Gusti Allah ada dalam diriku? Aku tidak mengerti…. Iman, apa
pula itu?" Nenek muka kuning kerenyitkan kening.
"Nanti
Nek, satu saat kau pasti akan mengerti…."
"Setahuku
dalam diriku hanya ada butt prett! Kentut celaka itu!
Kalau
tidak kau yang menolong pasti sampai saat ini aku masih digerayangi penyakit
itu!" Walau matanya masih berkaca-kaca tapi si nenek masih bisa tertawa
cekikikan. Wiro ikut tertawa gelak-gelak, "Wiro, melihat air telaga yang
jernih dan sejuk itu, timbul keinginanku untuk mandi…."
"Aku
maklum saja Nek. Pasti sudah belasan hari kau tak pernah mandi…" kata Wiro
pula.
"Jangan
kau bicara tak karuan. Aku lebih sering mandi dari padamu! Makanya kepalamu
banyak kutu. Buktinya kulihat kau sebentarsebentar suka menggaruk. Hik… hik…
hik! Dengar Wiro, aku mandi sekali ini selain ingin membersihkan diri juga
punya satu maksud…."
"Maksud
lain itu kau sengaja mau memberi kesempatan padaku untuk dapat melihatmu
berbugil-bugil? Sama saja aku seperti kelilipan semut rangrang! Haha… ha! Tak
usahlah ya Nek!"
"Jangan
kau bicara kurang ajar! Kau menganggap aku ini apa! Aku mau mandi membersihkan
diri, menanggalkan semua lapisan kuning yang melekat di muka dan sekujur
tubuhku. Kalau aku bertemu dengan Lasedayu dan aku masih dalam keadaan seperti
ini, mana dia bisa mengenali diriku kalau aku adalah Luhpingitan. Istrinya yang
terpisah sejak puluhan tahun silam…."
"Maksudmu
memang bagus Nek. Tap! justru aku ingin kau bertemu dulu dengan dia sesuai
bagaimana hatinya terhadapmu. Bukankah kau bilang mendengar dia berkata ingin
mengawinimu?"
Luhpingitan
menggaruk keningnya berulang kali. "Aku setuju. Baik, aku akan ikut apa
yang kau katakan. Sekarang kemana kita harus mencari Lasedayu?"
"Kita
harus mencari kemana-mana Nek. Menanyakan pada setiap orang yang kita temui.
Sebaiknya kita pergi sekarang saja…."
Luhpingitan
mengangguk. Ketika dia hendak bergerak, langkahnya tertahan.’Tunggu dulu, Wiro.
Masih ada pesan guruku yang lain yang harus aku lakukan. Datuk mengatakan agar
aku mengajarkan semua ilmu kepandaianku padamu…."
"Lupakan
hal itu Nek. Bukankah aku sudah mendapatkan llmu Empat Penjuru Angin Menebar
Suara dari gurumu? Itu sudah lebih dari cukup…."
"Tidak
bisa. Aku harus mengikuti perintahnya. llmu yang dari dia ya dari dia. Yang
dari aku ya dari aku!" kata Luhpingitan alias Hantu Selaksa Angin. Agar
Wiro tidak bergerak dia sengaja cekal tangan pemuda itu.
"Dengar,
aku punya beberapa ilmu kepandaian. Pertama llmu Menahan Darah Memindah Jazad.
Kau sudah
pernah menyaksikan kehebatannya. Dengan ilmu itu kau bisa memindahkan lalu
mengembalikan kemana saja setiap bagian tubuh orang yang jahat
terhadapmu…."
"Itu
ilmu hebat luar biasa Nek. Tapi aku ngeri!" kata Wiro lalu memperagakan
dirinya seperti orang menggigil ketakutan. "Aku tidak berminat
memilikinya. Lagi pula bukankah sudah kukatakan kau tak perlu memberikan ilmu
apapun padaku?"
"Kalau
kau tak suka ilmu itu aku masih punya ilmu pukulan, disebut Tombak Kuning
Pengantar Mayat" Habis berkata begitu Luhpingitan kebutkan lengan jubah
sebelah kanannya.
"Wuuttt!"
Selarik
sinar kuning membentuk tombak melesat keluar dari balik lengan jubah lalu
menembus sebuah batu besar tiga tombak di depan sana.
"Byaarrr!"
Batu
besar itu serta merta hancur berkeping-keping. Setiap kepingan yang seharusnya
berwarna kelabu kehitaman berubah menjadi kuning gelap!
"Bagaimana?!
Kau mau ilmu itu?!" tanya si nenek.
Wiro
tersenyum sambil garuk-garuk kepalanya.
"Wahai,
rupanya kau mau ilmu yang satu ini. Bersiaplah…" kata Luhpingitan mengira
Wiro menyukai Ilmu Kuning Pengantar Mayat yang barusan diperagakannya itu. Tapi
dia jadi terkejut ketika mendengar sang pendekar berkata.
"Nek,
kau baik sekali. Tapi maafkan diriku. Aku tidak mau menjadi Pengantar Mayat.
Aku sudah bilang aku tidak berani menerima ilmu apapun darimu."
Luhpingitan
langsung garuk-garuk kepalanya yang berambut kuning. "Sialan, kini aku
yang jadi garuk-garuk kepala sepertimu. Aku tidak yakin kau tidak mau ilmu
kesaktian. Tunggu! Bagaimana dengan ilmu pukulan milikku yang disebut Salju
Putih Latinggimeru. Ini lebih dahsyat dari Tombak Kuning Pengantar Mayat Selama
ini tidak ada musuh yang bisa luput dari pukulan itu!"
Wiro
susun sepuluh jarinya dan rapatkan dua tangan di atas kepala. "Nek, aku
tidak pernah bertemu orang sebaikmu. Aku mohon maaf Nek. Bukankah lebih baik
kita berangkat saja sekarang ini mencari Lasedayu?"
"Hemmm…."
Luhpingitan keluarkan suara bergumam. Mulutnya terpencong-pencong. "Ilmu
Kepompong ! Kau pasti mau ilmu itu! Tubuhmu bisa berubah menjadi kepompong dan
kau…."
"Ampun
Nek, yang aku ngeri bagaimana kalau aku tidak bisa merubah diriku kembali jadi
manusia! Jadi kepompong terus seumur-umur!"
"Pemuda
tolol! Memangnya kau kira aku tidak akan mengajarkan rapalan bagaimana caranya
berubah diri jadi kepompong lalu kembali ke ujudmu semula?!"
"Sudah
Nek, nanti saja kita bicarakan semua kehebatan ilmumu itu. Yang jelas aku
sangat berterima kasih…." Dia memandang ke leher si nenek yang penuh
digelantungi kalung lalu ingat pada kalung bermata sendok emas sakti.
"Nek…."
"Apa
yang ada dalam benakmu?" tanya Luhpingitan.
"Sebenarnya
ada sesuatu yang aku ingin minta padamu…"
"Tunggu!
Aku Ingat! Kau past! meminta Sendok Pemasung Nasib yang pernah kujanjikan
padamu! Janjiku akan kutepati. Kau sudah menyembuhkan penyakit kentutku walau
sesekali aku masih kentut-kentut juga! Jangan khawatir! Saat ini juga akan
kuberikan padamu sendok itu!"
"Sebentar
Nek. Jangan kau menganggap aku memaksa menagih janji. Sebenarnya sendok emas
sakti itu akan kuserahkan pada suamimu Lasedayu. Karena hanya dengan sendok
itulah dia bisa disembuhkan dan kesaktiannya bisa dikembalikan."
Sepasang
mata si nenek yang kuning terbelalak. "Apa katamu, Wiro?" Lalu nenek
ini langsung saja hendak mengeluarkan dan menanggatkan kalung sendok emas sakti
yang tergantung di lehernya.
Tapi
tangannya yang tadi bergerak ke leher mendadak berubah menyambar ke pinggang
Pendekar 212. Sekali lagi dia menarik maka sosok Wiro terbetot keras. Keduanya
terbanting ke tanah dan bergulingan ke balik serumpunan semak belukar lebat
"Hai
Nek! Kau mau berbuat apa?!" tanya Wiro heran dan curiga.
Hantu
Selaksa Angin cepat tekap mulut Wiro dengan tangan kirinya seraya berbisik,
"Aku mendengar ada suara orang berkelebat ke arah sini…" "Aneh,
aku tidak mendengar suara apa-apa…" kata Wiro perlahan. Namun sesaat
kemudian telinganya baru menangkap kelebatan seseorang yang bergerak cepat
"Kita
lihat saja siapa yang datang!" jawab si nenek. Matanya yang kuning
memandang ke arah kiri. Wiro ikuti pandangan nenek ini. Dadanya berdebar keras
ketika melihat siapa yang muncul.
******************
2
Yang
muncul ternyata adalah seorang dara berpakaian serba biru.
Walau
wajahnya agak pucat dan sepasang matanya yang bagus tampak kemerahan namun
tidak dapat menutupi kecantikan wajahnya.
Hantu
Selaksa Angin melirik ke arah Wiro lalu berbisik. "Bukankah itu gadis yang
bernama Luhcinta? Gadis tercantik di seluruh Negeri Latanahsilam?"
Wiro
anggukkan kepala sambil terus memperhatikan. Di tepi telaga Luhcinta berdiri
tak bergerak. Hanya dua bola matanya saja yang berputar memperhatikan kian
kemari. Lalu gadis ini menarik nafas panjang dan duduk di atas satu batu besar.
Di langit cahaya sang surya mulai redup karena sebentar lagi akan menggelincir
masuk ke ufuk tenggelamnya.
Hantu
Selaksa Angin memegang lengan Wiro lalu kembali berbisik.
"Menurut
kabar yang aku sirap, kau adalah satu-satunya pemuda yang dicintai gadis
bernama Luhcinta itu."
Air muka
murid Sinto Gendeng jadi berubah. Dia tersenyum sambil garuk-garuk kepala.
"Kabar
seperti itu mana bisa dipercaya Nek,…"
"Kalau
begrtu harus kau tanyakan sendiri padanya!" ujar si nenek pula.
"Enak
saja kau Nek. Jangan berani berbuat macam-macam…."
"Kau
pemuda pengecut atau tolol! Biar aku yang bertanya padanya lalu sekaligus
mengatakan bahwa kau sendiri juga mencintainya!"
"Nenek
gila!" Wiro cekal erat-erat lengan Luhpingitan.
"Hemmm,
jadi kau tidak mencintainya? Jangan kau berani dusta anak muda! Aku melihat
dari air muka serta pancaran matamu! Kau mencintar gadis itu!"
"Dengar
Nek, sebagai lelaki waras aku memang tertarik pada Luhcinta. Tapi bukan aku
saja. Kurasa semua pemuda di Negeri Latanahsilam menyukai gadis itu.
Tapi…."
"Tapi
yang dicintainya cuma kau seorang! Apa kau mau berkilah…."
"Soal
dia mencintaiku mana tahu Nek…."
"Kau
tolol atau pura-pura dungu? Hik… hik… hik! Saat ini aku tahu bagaimana
perasaanmu. Kau hendak keluar dari balik semak belukar ini, ingin menemui gadis
itu! Aku dapat membaca isi hatimu di mukamu yang toiol! Hik… hik… hik!"
Di atas
batu Luhcinta masih tampak duduk sambii pandangi air telaga yang kini seolah
disepuh kuning akibat siraman cahaya sang surya yang hendak teng-gelam.
Tiba-tiba gadis itu melangkah ke sederetan batubatu setinggi pinggang di arah
timur tepian telaga. Di sini dia memandang ke langit, lalu memperhatikan
berkeliling. Merasa yakin tidak ada orang lain di tempat itu maka
perlahan-lahan dia mulai membuka pakaian birunya.
Dua bola
mata Pendekar 212 membesar menyaksikan pemandangan yang tidak terduga itu. Tapi
mendadak ada dua telapak tangan menekap matanya. Lalu terdengar suara si nenek
muka kuning.
"Dasar
pemuda mata gatal! Tadi kau bilang tidak sudi melihat aku berbugil-bugil!
Karena aku sudah tua bangka, tubuhku peot jelek dan keriputan! Tapi sekarang
ada gadis yang mau mandi telanjang matamu seperti mau melompat keluar!"
"Nek,
aku…. Bukan maksudku mau memperhatikan. Tapi semua terjadi begitu mendadak….
Kalau melihat sepintas kurasa tidak apa-apa Nek. Itu namanya rejeki kebetulan.
Tapi kalau dipandang atau sengaja mengintip terus-terusan itu baru dosa!"
"Enaksaja
kau bicara! Saat ini aku merasa sekujur tubuhmu sudah pada kencang!" kata
si nenek.
"Nek,
aku…. Lepaskan tanganmu. Aku berjanji tidak akan memandang ke arah telaga.
Aku…." Wiro pegangi dua tangan si nenek.
Lalu dia
merasa bagaimana dua tangan itu menekannya ke bawah hingga dia jatuh berlutut
Lalu sekali lagi dua tangan si nenek bergerak, sosok Wiro terpuntir
membelakangi telaga dan terduduk jatuh menjelepok di tanah.
"Kalau
kau berani memandang lagi ke arah telaga, kujitak kepalamu sampai benjol!"
Setelah mengancam begitu baru Luhpingitan lepaskan kedua tangannya yangmenekap
menutupi mata pendekar 212.
Wiro
tertawa-tawa sambil garuk-garuk kepala. Dari telaga didengarnya suara orang
mencebur masuk ke dalam air Di sampingnya si nenek tegak memperhati-kan
Luhcinta berenang di tepi telaga di sela-sela batu dan sesekali tubuhnya
menyelam lenyap di bawah permukaan air.
Selagi
Luhcinta menyelam untuk kesekian kalinya, tiba-tiba dari balik satu pohon besar
berkelebat satu bayangan hitam. Dua kali melompat orang ini sampai dekat batu
di atas mana Luhcinta meletakkan pakaian serta perbekalannya. Orang tak dikenal
tersebut memeriksa pakaian Luhcinta seperti mencari-cari sesuatu.
Dari
permukaan air muncul kepala dan sosok setengah badan Luhcinta. Orang yang ada
dekat batu tampak kaget, memandang terpana lalu cepat bergerak membungkuk ke
balik sebuah batu.
"Kurang
ajar! Ada yang datang! Berani dia mengintip anak gadis orang sedang
mandi!"
"Nek,
ada apa? Apa yang terjadi?!" tanya Wiro.
"Diam
kau! Jangan berani membalik!" Membentak si nenek. Lalu sambil melesat
keluar dari balik semak belukar lebal Luhpingitan berteriak.
"Makhluk
kurang ajar! Berani kau mengintai perempuan mandi!"
"Nek!"
Wiro garuk kepalanya. "Siapa yang mengintai?!" Tapi si nenek sudah
tak ada lagi di sampingnya.
Perlahan-lahan
Wiro putar kepalanya.
Sosok
hitam di tepi telaga tersentak kaget Orang ini cepat memutar tubuh hendak melarikan
diri. Tapi Hantu Selaksa Angin sudah menghadangnya dan langsung hantamkan
tangan kanannya.
Orang
yang diserang dalam kagetnya masih bisa angkat tangan menangkis pukulan ganas
Hantu Selaksa Angin.
"Bukkk!"
Dua
tangan beradu keras di udara. Orang berpakaian serba hitam keluarkan seruan
tertahan dan terpental sampai dua tombak. Sebaliknya si nenek terjajar tiga
langkah dan mengeluh kesakitan lalu merutuk tak karuan.
Di dalam
air Luhcinta terpekik ketika mengetahui ada orang lain di tepi telaga, dekat sekali
di tempatnya mandi. Lalu ada suara perempuan membentak dan memaki disusul suara
gebrakan orang berkelahi. Gadis ini jadi bingung. Dia bergerak ke tepi telaga
ke arah batu dimana pakaiannya berada. Tapi si nenek cepat berteriak.
"Luhcinta!
Jangan keluar dari dalam air! Ada lelaki kurang ajar di tempat ini! Dia
mengintip kau mandi! Biar kuberi pelajaran! Akan kukorek dua biji
matanya!" Mendengar peringatan Hantu Selaksa Angin itu tentu saja Luhcinta
tidak berani keluar dari dalam telaga Ingin sekali dia ikut menggebuk lelaki
kurang ajar itu. Tapi dalam keadaan seperti itu mana mungkin dia melakukan.
Seperti yang diberi tahu si nenek, mau tak mau dia terpaksa mendekam bertahan
di dalam air.
"Tunggu!
Tahan seranganmu!" berseru orang berjubah hitam yang kembali hendak
diserang oleh Hantu Selaksa Angin. Kali ini tidak tanggung-tanggung si nenek
akan menghantam dengan Pukulan Tombak Kuning Pengantar Mayat" Aku tidak
bermaksud jahat! Aku sama sekali tidak mengintip gadis itu. Aku…."
"Makhluk
jahanam! Kau sudah tertangkap basah! Masih mau berkilah!" Amarah Hantu
Selaksa Angin tidak tertahankan lagi. Untuk kedua kalinya nenek ini menyerbu.
Kali ini dia siap melepaskan pukulan mautnya yang bernama Salju Putih
Latinggimeru. Dua tangan mengepal, diangkat setinggi dada lalu didorong sambil
sepuluh jari membuka. Bau seharum setanggi dibakar menghampar menusuk
penciuman. Udara mendadak menjadi dingin.
"Pukulan
Salju Putih Latinggimeru" seru orang yang hendak diserang kaget luar
biasa. Dia tidak menyangka si nenek akan keluarkan ilmu yang sangat dahsyat itu
pertanda dirinya memang hendak dibikin lumat!
Sebaliknya
Hantu Selaksa Angin juga terkejut ketika belum lagi dia melepas pukulan maut
orang berjubah hitam ternyata sudah mengetahui ilmu kesaktiannya itu. Untuk
sekejapan gerakan dua tangannya hendak menghantam jadi tertahan. Walau sesaat
namun kesempatan ini dipergunakan oleh orang berjubah hitam untuk dorongkan dua
tangannya kedepan. Dua larik gelombang angin menderu. Sosok nenek muka kuning
terhuyung-huyung. Sambil imbangi diri dan kuatkan kuda-kuda kakinya Hantu
Selaksa Angin pukulkan dua tangannya. Sepuluh kuku si nenek pancarkan sinar
kuning, menderu menggidikkan ke arah lawan. Namun orang berjubah hitam dengan
kecepatan luar biasa masih sempat berkelebat selamatkan diri. Sepuluh larik
sinar kuning melabrak deretan batu-batu besar di tepi telaga. Akibatnya
batu-batu itu hancur berantakan, bertabur di udara yang dingin dan berbau
setanggi!
"Kurang
ajar! Siapa adanya jahanam itu! Aku rasa-rasa bisa menduga! Hanya sedikit orang
yang tahu ilmu pukulan yang hendak kulepaskan. Sayang udara telah gelap. Aku
tidak dapat melihat jelas wajahnya! Ada keanehan pada muka orang itu.
Jangan-jangan…." Hantu Selaksa Angin lalu ingat pada Luhcinta. Dia segera
melompat mendekati batu di atas mana terletak pakaian si gadis. Pakaian biru
itu dilemparkannya ke dalam telaga.
"Gadis,
lekas kau kenakan pakaianmu!"
Luhcinta
cepat menangkap pakaiannya. Tak perduli berbasahbasah, dia kenakan pakaian lalu
naik ke tepi telaga. Begitu berhadaphadapan, Luhcinta tidak menyangka kalau
yang menolongnya itu adalah nenek muka kuning yang dikenalnya dengan julukan
Hantu Selaksa Kentut "Hantu Selaksa Kentut… Aku tidak mengira. Aku sangat
berterima kasih padamu. Kalau kau tidak muncul tentu lelaki jahanam itu telah
berbuat jauh lebih keji…. Kau tahu siapa orangnya Nek?"
Sementara
itu di balik semak belukar Pendekar 212 Wiro Sableng masih duduk menjelepok di
tanah. Waktu tadi ditinggal si nenek dia ingin segera bangkit berdiri. Namun
takut didamprat terpaksa dia menunggu.
Lalu
terdengar suara orang berkelahi. Ketika mendengar si nenek menyuruh Luhcinta
mengenakan pakaian, murid Sinto Gendeng ini tidak tahan lagi. Setelah menunggu
sesaat akhirnya dia bangkit berdiri dan lari ke tepi telaga. Justru saat itu
Luhcinta baru saja menanyakan siapa adanya orang yang telah berlaku keji
mengintipnya mandi. Melihat kemunculan Wiro terjadilah salah sangka. Luhcinta
mengira sang pendekarlah yang telah mengintipnya saat mandi di telaga.
Pertemuan yang tidak diduga dan dalam suasana seperti itu membuat Luhcinta
menjadi pucat. Suaranya bergetar.
"Kau….
Kau ternyata yang berlaku keji mengintip diriku. Rupanya benar apa yang selama
ini tersiar di luaran. Kau pemuda hidung belang.
Bahkan
setelah kawinpun kau masih melakukan perbuatan tidak terpuji.
Apa kau
tidak mendapat kepuasan dari istrimu hingga masih mau mengintip perempuan
mandi…?"
Tadinya
Wiro memang merasa bersalah karena secara tidak sengaja dia sempat melihat
sosok Luhcinta sewaktu menanggalkan pakaian. Setelah ditegur Hantu Selaksa
Angin dia tidak meneruskan perbuatannya itu. Namun yang mengejutkan dan membuat
wajah Wiro ikutikutan pucat adalah ucapan Luhcinta. "Bagaimana dia tahu
aku sudah kawin…?" Wiro bertanya sendiri dalam hati dan mendadak dadanya
terasa sesak.
"Luhcinta,
maafkan aku. Aku tidak sengaja…."
"Bagaimana
mungkin ada orang mengintip secara tidak sengaja?!
Perbuatanmu
sungguh keji memalukan…."
"Aku…."
Wiro tak bisa meneruskan ucapannya.
Saat itu
nenek muka kuning segera menengahi.
"Luhcinta,
yang tadi mengintip kau mandi bukan dia. Tapi orang lain…."
Luhcinta
jadi terkejut mendengar keterangan si nenek. Hingga matanya terbelalak
berganti-ganti memandang Wiro dan Hantu Selaksa Angin.
"Orang
yang berbuat keji itu sudah kabur…." Hantu Selaksa Angin menambah
keterangannya.
"Kau,
kau sempat mengenali siapa adanya lelaki terkutuk itu, Nek?" tanya Luhcinta
lalu memandang pada Wiro dengan air muka seperti menunjukkan penyesalan padahal
hatinya masih perih karena mengetahui Wiro telah menikah dengan seorang gadis
yang bernama Luhrembulan.
(Baca
Episode sebelumnya berjudul Rahasia Perkawinan Wiro)
"Keadaan
di tempat ini agak gelap. Aku tidak bisa melihat jelas wajah orang itu. Dia
mengenakan jubah hitam dan mukanya juga hitam pekat… Aku menduga, jangan-jangan
bukankah dia orang yang selama ini dikenal dengan julukan Si Penolong
Budiman?"
Terkejutlah
Luhcinta dan juga Wiro mendengar ucapan si nenek.
"Selama
ini dia memang selalu mengikuti diriku," kata Luhcinta pula. "Walau
aku curiga padanya tapi sebegitu jauh dia tidak pernah melakukan hal-hal yang
tidak baik. Tahu-tahu kali ini, tidak terduga dia melakukan perbuatan keji itu!
Aku akan mencarinya sampai dapat Kalau belum kuhajar habis-habisan belum puas
hatiku…" kata Luhcinta. Dia meraba-raba pakaiannya. Lalu berpaling ke arah
batu besar tempat tadi dia meletakkan pakaiannya. Di situ terletak sehelai
kantong kain miliknya.
Luhcinta
segera mengambil kantong itu dan memeriksa isinya. Dia mencari-cari,
membalikkan kantong kain itu berulang kali, meraba kian kemari. Pucatlah wajah
gadis ini untuk kesekian kalinya.
"Ada
sesuatu barangmu yang hilang Luhcinta?" tanya Hantu Selaksa Angin.
Yang
ditanya menjawab dengan anggukan. Wiro ingin menanyakan benda apa yang hilang
tapi tak sanggup keluarkan ucapan. Akhirnya si nenek yang bertanya.
"Barang
apa Luhcinta?" "Sebuah ukiran bunga mawar. Terbuat dan batu berwarna
merah. Bagiku benda itu sangat berharga sekali. Kuanggap seperti nyawa
sendiri…."
"Tadi
aku sempat melihat Si Penolong Budiman memeriksa pakaian dan barang-barangmu
yang ada di atas batu…" kata Hantu Selaksa Angin pula.
"Kalau
begitu jelas dia yang mencuri mawar dari batu merah itu!" kata Wiro.
"Biar aku mengejarnya sekarang juga!"
"Perlu
apa menyusahkan diri? Bukankah lebih baik bagimu menemani istri sendiri…?"
Wajah Pendekar 212 kembali memucat Nenek muka kuning kerenyitkan wajahnya.
"Luhcinta, kau ini bicara apa? Apa maksudmu dengan semua ucapan itu.
Memangnya pemuda ini sudah kawin? Kawin dengan siapa…? Kawin di Negeri
Latanahsilam ini?"
"Tanyakan
sendiri padanya!" sahut Luhcinta lalu membuang muka, memandang ke arah
telaga.
"Butt
prett!"
"Gila!
Kentutku sampai terpancar mendengar semua pembicaraan kalian! Wiro, aku tak
pernah tahu. Memangnya benar kau sudah kawin?
Dengan
siapa?"
"Nek…
aku…." Wiro menggaruk kepalanya. "Aku tak bisa menjelaskan…."
"Aku
tidak suka orang berdusta! Antara kita saat ini sudah terjalin hubungan sangat
erat Wiro. Ingat hal itu baik-baik. Aku tidak perduli kau sudah kawin dan
dengan siapa. Aku hanya ingin tahu apa yang dikatakan gadis ini benar?"
"Benar
dan tidak Nek," jawab Wiro.
"Wahai!
Sialan amat jawabanmu!"
"Memang
sialan Nek. Aku mengalami nasib sial yang aku tidak tahu mengapa jadi bisa
begitu! Terserah orang mau mengatakan apa.
Yang
jelas semua terjadi diluar kemauanku…."
"Tidak
bisa kumengerti. Mana ada pemuda kawin diluar kemauannya. Kalau gadis masih
mungkin karena dipaksa…."
"Saat
ini aku tak bisa menerangkan padamu. Ceritanya panjang.
Aku kira
lebih baik kita tinggalkan tempat ini…."
‘Tidak!
Kau harus memberi tahu lebih dulu!" jawab Hantu Selaksa Angin.
"Nanti
akan kuceritakan padamu. Aku berjanji!" "Baik, aku menurut.
Kau
menceritakan nanti. Tapi saat ini aku ingin tahu dulu, benar kau sudah kawin
Wiro?"
"Kawin
tidak syah! apa itu bisa dinamakan kawin?!" menukas Pendekar 212.
"Aku
jadi tidak mengerti. Kawin tidak syah bagaimana?!"
"Nek,
kalau kau keliwat menekan aku terpaksa meninggalkan kau!
Aku tidak
akan menemanimu mencari Lasedayu!"
Diancam seperti
itu Hantu Selaksa Angin alias Luhpingitan jadi khawatir. Nenek ini segera
berkata pada Luhcinta. "Maafkan aku wahai kerabat muda dan cantik. Aku
tidak dapat memaksa pemuda ini. Aku terpaksa menanti sampai dia mau
menceritakan. Kalau aku sudah tahu dan kita bisa bertemu, pasti akan kujelaskan
padamu…."
"Aku
tidak perlu segala cerita dan penjelasan Nek. Aku melihat sendiri upacara
peresmian pernikahannya di Bukit Batu Kawin!" jawab Luhcinta.
Kagetlah
si nenek muka kuning. Wiro tak kalah kejutnya. Sebelum pembicaraan jadi
bertambah panjang murid Sinto Gendeng ini segera berkelebat tinggalkan tempat
itu. Melihat Wiro pergi Luhpingitan jadi bingung sendiri. Dia harus mengambil
keputusan.
"Luhcinta,"
si nenek akhirnya berkata. "Aku terpaksa meninggalkan kau. Aku ada urusan
sangat penting dengan pemuda itu…."
"Dia
bukan pemuda lagi Nek. Dia sudah kawin!" tukas Luhcinta.
"Ya…
ya…!" Hantu Selaksa Angin garuk-garuk kepalanya. "Gila!
Aku sudah
ketularan penyakit si Wiro itu! sebentar-sebentar garuk kepala"
Dalam bingungnya
akhirnya Luhpingitan berkelebat pula ke arah lenyapnya Pendekar 212.
******************
3
Sosok
berjubah hitam Itu berkelebat sebat laksana bayangan setan. Sesekali tubuhnya
lenyap di balik deretan pepohonan atau semak belukar. Di satu tempat dia
membelok ke kiri dan akhirnya masuk ke dalam sebuah goa. Dia langsung jatuhkan
diri, duduk di lantai, bersandar ke dinding goa dengan nafas mengengah-engah.
"Untuk
sementara aku aman berada di sini. Goa ini pernah didiami gadis itu dan
Luhsantini. Dia pasti tidak akan mencariku sampai ke sini…."
Orang
berjubah hitam berucap di antara engahan nafasnya. Dari mukanya yang hitam oleh
lapisan tanah liat mudah diterka bahwa orang ini bukan lain adalah Si Penolong
Budiman yang sejak beberapa waktu belakangan ini telah menggemparkan Negeri
Latanahsilam dengan ilmu kesaktiannya yang disebut Pukulan Menebar Budi.
Sejak
tadi tangan kanan Si Penolong Budiman berada dalam saku jubah hitamnya,
memegang erat sebuah benda yang telah diambilnya dari kantong perbekalan milik
Luhcinta.
Dengan
tangan gemetar dia keluarkan benda itu. Saat itu di luar malam sudah turun. Di
dalam goa cukup gelap. Dia tak dapat melihat jelas benda yang dikeluarkannya
dari dalam saku jubah.
"Aku
harus menyalakan api…. Aku harus meneliti benda ini. Untuk memastikan bahwa ini
benar-benar benda yang pernah dimiliki…. Wahai para Dewa, tunjukkan aku kebesaranmu.
Perlihatkan bukti dan kenyataan bahwa memang inilah adanya benda itu…."
Dari
sisa-sisa kayu api yang ditinggalkan Luhcinta dan Luhsantini dan masih
bertebaran di dekat mulut goa, Si Penolong Budiman membuat api unggun. Begitu
goa menjadi terang benderang dia kembali keluarkan benda di dalam sakunya. Agar
lebih jelas benda itu didekatkannya ke api.
Sepasang
mata Si Penolong Budiman membeliak besar, memandang lekat tak berkesip. Dadanya
berguncang keras.
"Asli….
Aku yakin. Ini benar-benar batu merah berbentuk ukiran bunga mawar. Benda yang
pernah menjadi hiasan rambutnya…." Si Penolong Budiman cium dalam-dalam
batu merah berbentuk bunga mawar itu sambil pejamkan matanya. "Aku seperti
merasakan harumnya bau rambutnya…. Para Dewa besar man berkah dan petunjukmu.
Hiasan ini adalah milik mendiang. Berarti gadis bernama Luhcinta ini…. Apa-kah
dia…? bagaimana benda ini bisa berada di tangannya kalau dia tidak mempunyai
hubungan tertentu dengan mendiang…? Wahai orang yang ada di alam roh. Kuharap
kau bisa bersabar hati dan bertenang diri sampai aku mampu menyingkap semua
rahasia kehidupan ini."
Ketika Si
Penolong Budiman membuka dua matanya kembali, kelihatan mata itu berkaca-kaca.
Sambil mendekap ukiran bunga mawar yang terbuatdari batu merah ke dadanya, hatinya
berkata. "Aku harus kembali ke telaga. Menemui gadis itu. Tapi apakah ini
saatnya yang tepat?
Dia telah
mempunyai kesan yang tidak baik terhadapku. Si nenek muka kuning pasti sudah
member! tahu ciri-ciriku pada gadis itu…. Sulit bagiku mengelakkan tuduhan.
Kecuali jika dia mau mendengar dan menerima semua penjelasanku…. Demi masa
silamku! Demi masa depan gadis itu, aku harus pergi menemuinya. Apapun yang
terjadi! Bertahun-tahun aku berusaha keras untuk menyingkap tabir gelap
kehidupan ini. Sekarang setelah hampir tersibak masakan aku harus tercampak
dalam kebimbangan…?!"
Perlahan-lahan
Si Penolong Budiman bangkt berdiri. Belum sempat dia melangkah ke pintu goa
tiba-tiba menggelegar suara bentakan.
"Orang
di dalam goa! Lekas keluar! Kembalikan benda yang kau curi dariku! Atau kau
akan kukubur hidup-hidup di dalam goa itu!"
Si
Penolong Budiman tersentak kaget Kejutnya bukan alang kepalang. Dia mengenali
suara itu.
"Luhcinta,"
desisnya…. Bagaimana dia tahu aku berada di dalam goa ini! Celaka! Tapi mungkin
ini satu jalan pintas yang lebih baik…. Namun aku harus mengambil sikap waspada
hati-hati. Dalam keadaan seperti ini dimana dia penuh salah sangka terhadapku
bukan mustahil dia langsung menghantam begitu melihatku!"
Dengan
kakinya Si Penolong Budiman matikan nyala api unggun di mulut goa. Begitu
keadaan gelap dengan cepat dia melesat keluar. Di luar goa dia langsung
berhadapan dengan Luhcinta. Dan ternyata gadis ini tidak sendirian. Satu
langkah dibelakangnya berjejer tiga sosok. Walaupun gelap namun Si Penolong
Budiman masih mengenali. Tiga orang dibelakang Luhcinta adalah bocah yang
dikenalnya dengan nama Naga Kuning, lalu kakek berjuluk Si Setan Ngompol. Yang
ke tiga adalah banci, berkepandaian tinggi yang biasa dipanggil dengan sebutan
Betina Bercula!
Bagaimana
Luhcinta bisa muncul bersama ketiga orang itu? Mari kita ikuti apa yang terjadi
beberapa waktu sebelumnya.
******************
BEBERAPA
lama setelah Wiro dan Hantu Selaksa Angin meninggalkannya, Luhcinta masih
tertegak di tepi telaga sementara hari mulai gelap karena keremangan senja
telah digantikan kepekatan malam.
Dalam
bingungnya dia tidak tahu mau melakukan apa. Mengejar Si Penolong Budiman yang
telah mencuri barang berharga miliknya. Atau mengejar Wiro dan Hantu Selaksa
Angin. Ketika akhirnya dia memutuskan untuk mengejar Si Penolong Budiman
tiba-tiba kesunyian di tempat itu dirobek oleh suara bergemuruh seolah seantero
tempat dihantam badai.
Lalu
terdengar teriakan beberapa orang. Belum hilang kagetnya si gadis tiba-tiba
tiga sosok mencelat dari dalam kegelapan dan jatuh terbanting di hadapannya.
Orang biasa pasti tak akan mampu bergerak untuk beberapa lamanya. Paling tidak
ada bagian tubuhnya yang cidera atau ada tulangnya yang patah. Namun ke tiga
orang yang berkaparan di tanah itu walau kelihatan babak belur dengan cepat
melompat bangkit, memasang kudakuda, sama-sama menghadap ke arah kegelapan.
"Kalian
bertiga, apa yang terjadi?" tanya Luhcinta. Belum sempat ada yang menjawab
tiba-tiba satu bayangan putih berkelebat Orang ini ternyata adalah Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab!
Seperti
dituturkan sebelumnya dalam Episode "Hantu Selaksa Angin"
Lawungu
dan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak mampu menghadapi Pendekar 212 Wiro
Sableng yang dibantu oleh Sang Junjungan. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab untuk
kesekian kalinya terpaksa meninggalkan arena pertempuran membawa Lawungu yang
cidera berat akibat secara tidak sengaja terkena hantaman ilmu Membuhul Urat
Mengikat Otot yang dilepaskan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Dalam
perjalanan menyelamatkan sahabatnya itu, tidak sengaja Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab melihat tiga sekawan Naga Kuning, Si Setan Ngompol dan Betina
Bercula.
"Tiga
jahanam itu!" rutuk Lawungu. "Mereka telah berbuat kurang ajar pada
kita! Terutama kakek berjuluk Setan Ngompol itu! Dia mengencingi mulutku! Demi
Dewa dan semua roh yang tergantung antara, langit dan bumi kita harus
membalaskan sakit hati Aku sudah bersumpah untuk membunuh ketiganya!
"Sumpahmu
adalah sumpahku juga Lawungu. Tapi saat ini aku merasa lebih berkewajiban
menyelamatkan dirimu…."
"Keadaanku
sudah jauh lebih baik dari kemarin. Carikan aku tempat yang baik dan aman.
Tinggalkan aku di sana. Kau harus mengejar mereka. Bunuh tiga makhluk celaka
itu!"
"Aku
akan penuhi permintaanmu Lawungu. Karena dendammu adalah dendamku juga!"
kata Hantu
Sejuta
Tanya Sejuta Jawab.
"Aku
titip pukulan maut Badai Lima Penjuru padamu. Aku ingin kau membunuh mereka
dengan ilmu ini!" kata Lawungu. Lalu kakek ini lekatkan telapak tangan
kanannya ke telapak tangan kanan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Bersamaan
dengan itu dia kerahkan tenaga dalam. Dua tangan yang sating berlekatan itu
memancarkan cahaya terang kebiruan, Dengan kesaktiannya Lawungu memindahkan
ilmu Badai Lima Penjuru pada Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!
Di satu
kaki bukit kecil dekat sebuah mata air Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
tinggalkan sahabatnya lalu mengejar Naga Kuning, Setan Ngompol dan Betina
Bercula. (Mengenai riwayat dendam kesumat Lawungu dan Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab terhadap Naga Kuning, Setan Ngompol dan Betina Bercula harap baca Episode
berjudul Badai Fitnah Latanahsilam)
Saat itu
Naga Kuning, Setan Ngompol dan Betina Bercula baru saja berpisah dengan
Lakasipo dan Luhrinjani setelah terjadi bentrokan dengan Peri Angsa Putih (baca
Episode berjudul Rahasia Perkawinan Wiro) Mereka berusaha mencari Wiro karena
Peri Angsa Putih telah melancarkan tuduhan bahwa Pendekar 212 Wiro Sableng
telah melakukan perbuatan mesum dengan Peri Bunda yang menyebabkan Peri itu
kini menjadi hamil!
Karena
ketiganya berjalan sambil mengobrol dan sesekali tertawa haha-hihi, tidak
terlalu sulit bagi Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab mengejar mereka.
Begitu
berhadapan dengan ketiga orang itu,tanpa banyak bicara si kakek langsung
menghantam dengan serangan "Badai Lima Penjuru" yaitu pukulan sakti
yang dititipkan Lawungu di tangan kanannya Lima gelombang angin mengeluarkan
suara menggemuruh laksana badai menerpa ke arah Naga Kuning, Setan Ngompol dan
Betina Bercula. Karena diserang mendadak begitu rupa ketiga orang itu berseru
kagetdan masing-masing selamatkan diri jungkir balik.
Setan
Ngompol merasa pinggangnya seperti patah akibat diserempet pukulan yang
dilepaskan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Terbungkuk-bungkuk
kakek ini kucurkan air kencing. Si Betina Bercula tertelentang di tanah sambil
pegangi perutnya.
"Jebol
ususku! Hancur perutku!" katanya lalu berguling di tanah.
Sambil
menahan sakit dia berusaha bangkit berdiri. Di antara ketiga orang yang
d.hantam serangan mendadak itu Naga Kuning yang paling parah.
Bahu
kanannya serasa tanggal. Dia tak mampu menggerakkan tangan.
Ketika
pakaiannya sengaja dirobeknya terlihat daging bahunya memar merah seperti
dipanggang!
"Kakek
jahanam! Kau tidak habis-habisnya mencelakai kami!" teriak Naga Kuning.
Bocah ini bangkit termiring-miring sambil bersandar ke sebatang pohon.
"Anak
kurang ajar! Kau yang akan kubunuh lebih dulu! Aku tidak perduli siapapun kau
adanya!"
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab!" tiba-tiba Luhcinta menegur.
"Kau
adalah tokoh yang dituakan, tempat semua bertanya dan meminta pertolongan.
Mengapa kau menyerang orang-orang ini secara ganas.
Pertanda
jeias kau ingin membunuh mereka!"
"Kau
tidak tahu siapa mereka! Kau tidak tahu apa yang telah mereka lakukan
terhadapku! Jadi harap kau jangan campuri urusan kami!" bentak Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Wahai,
apakah tidak ada lagi kasih di Negeri Latanahsilam ini?
Hingga
sesama makhluk hanya menginginkan kematian?!"
Seperti
diketahui sebenarya baik Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab maupun Lawungu
sama-sama merasa jerih terhadap bocah ini.
Namun
saat itu karena dia telah berhasil menghantam lebih dulu, si kakek merasa dia
akan sanggup menghabisi Naga Kuning. Maka sambil tertawa mengekeh dia angkat
tangan kanannya, siap melancarkan pukulan Badai Lima Penjuru untuk kedua
kalinya. Pukulan ini diarahkan pada Naga Kuning. Sementara itu tangan kirinya
tak tinggai diam. Dia keluarkan ilmu yang disebut Memeluk Bumi Menghantam
Matahari. Tangan kirinya itu berubah menjadi panjang, lalu menyambar ke arah
Betina Bercula dan Setan Ngompol!
"Celaka!
Dia seperti kesetanan!" ujar Naga Kuning.
"Makhluk
yang otaknya di luar kepala ini benar-benar inginkan nyawa kita! Aduh kencingku
tidak tertahankan!" kata Si Setan Ngompol.
Matanya
mendelik ketika melihat tangan kiri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tahu-tahu
sudah melesat ke bawah perutnya sementara sikunya mencuat mencari sasaran di
dada Betina Bercula.
Si Betina
Bercula tak tinggai diam. Dia membuat gerakan mundur satu langkah. Begitu sikut
si kakek lewat dua tangannya segera menyerbu daiam gerakan yang disebut Pelukan
Mesra Pengantar Kematian. Seperti pernah diceritakan ilmu ini konon hanya bisa
dimiliki oleh orang-orang yang punya kelainan seperti Si Betina Bercula. Begitu
bagian tubuh lawan berada dalam pegangan maka dia akan merangkul erat-erat
penuh nafsu hingga dia mencapai puncak gairahnya. Sebaliknya orang yang masuk
dalam pelukannya juga akan diselimuti rasa gairah lalu kelemasan sendiri dan
roboh dengan tulang-tulang laksana hancur!
Sama
seperti Betina Bercula, Si Setan Ngompol juga hadapi serangan lawan dengan
jurus Setan Ngompol Mengencingi Pusara.
Tubuhnya
melesat ke udara setinggi dua tombak. Dua kakinya dibuka lebar-tebar menebar
tendangan. Namun dari selangkangannya bermuncratan air kencing ke arah Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab!
Sementara
Luhcinta masih menimbang-nimbang apakah dia perlu turun tangan membantu ketiga
orang itu, tiba-tiba terjadilah sesuatu!
******************
4
KAKEK
sakti yang otaknya ada di luar kepala ini berseru keras. Dia bukan kaget atau
takut menghadapi serangan Si Setan Ngompol dan Betina Bercula, namun menjadi
pucat sewaktu melihat bagaimana dari balik dada pakaian Naga Kuning saat itu
menyembul sosok kuning kepala seekor binatang bermata merah. Bersamaan dengan
itu wajah si bocah berubah menjadi wajah seorang kakek berusia lebih dari
seratus tahun.
"Naga
Hantu Langit Ke Tujuh!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Walau rasa
takut serta merta menjalari tubuhnya namun untuk berbalik dan ambil langkah
seribu sudah kepalang tanggung. Maka kakek ini tarik serangan tangan kirinya ke
arah Setan Ngompol dan Betina Bercula. Tangan itu kini dipergunakan untuk
menggebuk sosok Naga Kuning. Sedang pukulan Badai Lima Penjuru tetap
dihantamkannya pada si bocah setelah terlebih dulu melipat gandakan tenaga
dalamnya.
Dibarengi
suara menggelegar seolah hendak membelah bumi satu sosok menyerupai naga kuning
bermata merah yang menyembul keluar dari dada Naga Kuning mendadak berubah
besar. Dengan mulut terbuka makhluk aneh ini melesat ke arah Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab. Si kakek berteriak ngeri ketika melihat ada satu mulut raksasa
sebesar mulut goa menyambar ke arahnya. Luhcinta tercekat dan keluarkan Seruan
tertahan. Betina Bercula terpekik. Setan Ngompol terkencing-kencing ketika
melihat sosok ular luar biasa besarnya yang keluar dari dada Naga Kuning
menelan kepala lalu tubuh Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hingga amblas ludas
tak bersisa lagi!
Naga
Kuning seperti tidak percaya melihat apa yang terjadi. Dia hampir jatuh pingsan
ketika menyaksikan bahwa naga besar itu keluar dari dalam tubunnya!. Sekujur
tubuhnya menggigil. Tiba-tiba di udara tampak kabut putih berarak turun.
Perlahan-lahan kabut itu berubah menjadi bentuk sosok seorang tua berselempang
kain putih. Rambut, kumis dan janggut serta alisnya yang serba putih menjulai
menyembunyikan wajahnya.
Namun
Naga Kuning segera mengenali siapa adanya sosok itu. Anak ini cepat jatuhkan
diri, duduk bersimpuh di tanah dan tundukkan tubuhnya ke depan. Mulutnya
berucap menyebut satu nama. "Kiai Gede Tapa Pamungkas, terima hormat
saya…."
"Naga
Kuning, salam hormatmu aku terima." Orang tua berselempang kain putih
menjawab salam Naga Kuning. Suaranya halus seolah datang dari kejauhan tetapi
cukup jelas terdengar. "Aku muncul bukan untuk menemuimu. Melainkan untuk
menemui Naga Hantu Langit Ke Tujuh!"
Naga
Kuning kembali merunduk. Makhluk berbentuk naga kuning bermata merah yang masih
menggantung di udara keluarkan suara aneh lalu tundukkan kepala di hadapan
orang tua berselempang kain putih yang mengapung di udara.
"Naga
Hantu Langit Ke Tujuh. Aku berterima kasih kau telah melindungi anak itu
sebagaimana menjadi tugas kewajibanmu sepanjang hidupnya. Namun aku tidak ingin
kau membunuh kakek berjubah putih itu.
Harap kau
segera mengeluarkannya dari perutmu!"
Naga
kuning besar kedipkan sepasang matanya yang merah lalu kembali rundukkan kepala
dan keluarkan suara lirih panjang. Tiba-tiba makhluk ini buka mulutnya
lebar-lebar dan keluarkan suara seperti muntah.
Bersamaan
dengan itu melesatlah sosok Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Wajah, sekujur
tubuh dan seluruh jubah putihnya kini kelihatan berubah kuning dan basah! Kakek
ini tergelimpang tak bergerak di tanah tapi urat besar di lehernya kelihatan
berdenyut pertanda dia masih bernafas hidup.
"Naga
Hantu Langit Ke Tujuh, aku senang kau mematuhi perintahku. Kembali ke tempat
asalmu. Aku akan segera meninggalkan tempat ini, kembali ke dasar Telaga
Gajahmungkur."
Naga
Hantu kedipkan dua matanya lalu merunduk. Setelah itu perlahan-lahan ujudnya
mengecil dan masuk lenyap ke dalam dada Naga Kuning! (Mengenai Kiai Gede Tapa
Pamungkas harap baca serial Wiro Sableng berjudul Pedang Naga Suci 212 dan
Liang Lahat Gajahmungkur)
Setan
Ngompol, Betina Bercula dan Luhcinta melompat mendekati Naga Kuning yang saat
itu masih tegak terbingung-bingung.
Bocah
geblek!" kata Si Setan Ngompol. "Aku tak menyana kalau kau punya ilmu
kesaktian yang bisa mengeluarkan naga besar dari dalam tubuhmu. Tapi apa benar
itu naga sakti jejadian atau penjelmaan anumu yang bisa berubah menjadi besar…?
"Hik…
hik… hik…." Si Betina Bercula tertawa cekikikan. "Kalau benar anu
anak ini yang berubah besar, aku jadi ingin memeriksa ke balik celananya!"
Mendengar
kata-kata Betina Bercula Naga Kuning langsung menjauh. Karena soal memeriksa
bahkan meraba barang tertarang itu sudah merupakan hal biasa bagi Betina
Bercula yang memang punya kelainan.
"Naga
Kuning, siapa kakek yang tadi datang dan lenyap secara aneh itu?" bertanya
Luhcinta.
"Dia…
dia Kiai Gede Tapa Pamungkas, seorang sakti bermukim di telaga Gajahmungkur di
tanah Jawa. Dia adalah guru dari nenek sakti bernama Sinto Gendeng. Sinto
Gendeng ini adalah guru dari sahabat kami Pendekar 212 Wiro Sableng…."
"Luar
biasa! Jika dia bisa muncul berrrti dia memiliki kesaktian tinggi sekali hingga
mampu menembus perbedaan waktu seribu dua ratus tahun dan muncul di tempat
ini…."
"Astaga!
Aku tidak memikir sampai ke situ!" kata Naga Kuning pula.
Si Setan
Ngompol menyambungi. "Benar, kalau aku ingat tadi-tadi pasti aku minta
petunjuk bagaimana caranya bisa kembali ke tanah Jawa "
Luhcinta
melirik tajam kearah si kakek, Diam-diam dia merasa bersyukur apa yang
diucapkan Si Setan Ngompol itu tidak kejadian.
Setelah
sama-sama berdiam diri dalam memandangi sosok Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
yang tergeletak di tanah, Naga Kuning memecah kesunyian dengan bertanya pada
Luhcinta.
"Luhcinta,
sejak beberapa waktu lalu kami terpisah dari sahabat kami Wiro. Mungkin kau
mengetahui dimana dia berada?"
"Sebenarnya
aku juga ingin menanyakan pada kalian," jawab Luhcinta.
"Sahabatku,
apakah kau sudah mendengar kabar, entah benar entah tidak. Bahwa Wiro
menghamili Peri Bunda?"
Wajah
Luhcinta tampak menjadi merah mendengar pertanyaan itu.
Gadis ini
menggigit-gigit bibimya sendiri menahan gelora perasaan hatinya.
"Aku
mendengar banyak hal terjadi belakangan ini. Sulit rasanya mau mempercayai. Kecuali
satu hal…."
"Hal
apa?" tanya Naga Kuning.
"Sahabatmu
itu telah melangsungkan perkawinan!"
Naga
Kuning berseru kaget dan ternganga. Si Setan Ngompol langsung tersandar ke
pohon dan pancarkan air kencing.
"Wahai,
kawan kita ini tentunya bergurau," berkata Betina Bercula.
"Tidak
masuk diakal!" kata Naga Kuning.
"Kalau
dia kawin, kawin dengan siapa? Kucing atau kodok?"
istrinya
bernama Luhrembulan. Aku menyakikan sendiri upacara perkawinannya di Bukit Batu
Kawin. Dilakukan oleh nenek juru kawin Lamahila…."
Tapi kami
mendengar kabar Lamahila mati dibunuh orang belum lama ini," kata Betina
Bercula.
"Benar,"
jawab Luhcinta. "Tapi dia mati setelah upacara pernikahan itu…."
"Jangan-jangan…
apakah ada sangkut paut kematiannya dengan perkawinan Wiro?" ujar Naga Kuning.
"Kalau
tidak bertemu dengan anak setan itu dan dia bicara sendiri, aku belum mau
percaya dia sudah kawin!" kata Si Setan Ngompol pula.
"Aku
tidak ingin membicarakan hal itu lebih jauh," kata Luhcinta.
"Saat
ini aku tengah mencari orang bemama Si Penolong Budiman.
Mungkin
kalian mengetahui atau melihat dia berada di mana?"
"Orang
itu! Bukankah dia si jubah hitam yang kita lihat tak jauh dari telaga sore
tadi?" ujar Betina Bercula.
"Betul,
sore tadi kami melihat seorang berjubah hitam yang mukanya juga hitam berlari
cepat ke arah sebuah telaga."
"Kalian
yakin, jubah hitam muka hitam?!" tanya Luhcinta ingin memastikan.
"Yakin
sekali!" jawab Naga Kuning, Betina Bercula dan Setan Ngompol berbarengan.
Tanpa
banyak cerita lagi Luhcinta langsung berkelebat tinggalkan ketiga orang itu.
"Hai!"
seru Naga Kuning. "Agaknya ada sesuatu antara Luhcinta dengan manusia muka
tanah liat itu. Bukankah selama ini diketahui Si Penolong Budiman selalu
menguntit Luhcinta kemana-mana. Aku yakin lelaki itu naksir pada si gadis. Tapi
malu karena mungkin mukanya jelek lalu sengaja ditutup dengan tanah liat!"
"Kalau
mau tahu ceritanya mengapa tidak kita ikuti Luhcinta?!" ujar Setan
Ngompol.
Naga
Kuning dan Betina Bercula menyetujui. Ketiga orang itu segera lari ke arah
lenyapnya si gadis.
******************
5
BEGITU
orang yang dicarinya muncul di depan goa, Luhcinta langsung menegur penolong
Budiman, selama ini kau selalu mengikuti kemana aku pergi. Terus terang sejak
lama aku menaruh curiga terhadapmu. Kecurigaanku hari ini menjadi
kenyataan…."
"Luhcinta,
aku akan jelaskan padamu…" kata orang bermuka tanah liat dengan suara
bergetar.
"Ucapanku
belum selesai wahai orang bermuka tanah liat"
Memotong
Luhcinta. "Hari ini kepercayaanku sirna terhadapmu.
Seharusnya
saat ini aku memberi pelajaran pahit padamu. Menurunkan hukuman atas dirimu.
Tentunya kau sudah tahu dua kesalahan besar yang telah kau lakukan atas
diriku!"
"Luhcinta,
mengenai peristiwa di telaga itu. Aku bersumpah aku tidak punya niat dengan
sengaja hendak mengintip kau mandi…."
Naga
Kuning, Si Setan Ngompol dan Betina Bercula jadi saling pandang mendengar
kata-kata Si Penolong Budiman itu.
"Tidak
disangka, jahil juga si muka comberan kering ini!" kata Si Setan Ngompol
keras-keras hingga Si Penolong Budiman mendengar.
"Kalau
saja dia mengintip diriku tentu aku persilakan dengan dua tangan dan dua paha
terbuka," kata Si Betina Bercuta lalu tertawa cekikikan. "Rupanya dia
tahu juga betis mulus dan jidat licin yang asli! Hik. hik… hik!"
"Kakimu
berbulu, jidatmu atas bawah berambut! Siapa sudi mengintip monyet jantan
mandi!" kata Naga Kuning yang membuat Betina Bercula pelototkan mata dan
hendak meremas bagian bawah perutnya.
"Kau
sudah tertangkap basah berbuat kekejian yang sangat memalukan! Sungguh sikapmu
tidak sejantan seperti yang kau perlihatkan selama ini!" Luhcinta kembali
keluarkan ucapan.
"Aku
mohon maaf dan tidak dapat menyalahkan dirimu jika sampai berprasangka
demikian. Tapi ketahuilah,…"
Luhcinta
angkat tangannya memberi isyarat hingga Si Penolong Budiman terpaksa hentikan
ucapannya.
"Kehidupan
ini berlandaskan kasih. Namun manusia berperilaku aneh memilih-milihnya menjadi
kenyataan pahit Selama ini aku bersikap baik terhadapmu. Namun kebaikan itu kau
balas dengan keculasan keji.
Adakah
yang lebih keji dari pada mengintip perempuan mandi dan dilakukan oleh seorang
lelaki berilmu kepandaian tinggi sepertimu?"
"Sekali
lag! aku mohon maafmu Luhcinta. Izinkan aku memberi keterangan…" kata si
muka tanah liat sambil rapatkan dua tangannya di depan dada dan membungkuk
memohon.
Luhcinta
tidak perdulikan sikap dan permintaan orang Dia melanjutkan. "Hal ke dua,
aku tidak pernah menyangka kalau Si Penolong Budiman ini ternyata adalah
seorang pencuri busuk! Kau mencuri sebuah benda dari kantong perbekalanku.
Benda itu sangat berharga bagiku, sama berharganya dengan nyawaku! Harap kau
segera mengembalikan benda itu!"
Tukang
intip! Maling pula kiranya! Walah! Sungguh tidak bermalu!" kata Setan
Ngompol.
"Pantas
mukanya ditutupi tanah liat!" menyambung Naga Kuning.
"Penolong
Budiman," kata Betina Bercula. "Barang apa yang kau ambil dari gadis
sahabatku ini?! Kalau kau cuma mencuri celana dalam, mengapa tidak mengambil
milikku saja? Langsung bisa kau tanggalkan dari badanku jika kau suka!"
Naga
Kuning dan Si Setan Ngompol tertawa gelak-gelak sementara Betina Bercula
manggut-manggut cekikikan. Luhcinta tampak berubah wajahnya sedang Si Penolong
Budiman memandang dengan mata mendelik besar ke arah Betina Bercula.
Dari
dalam saku jubah hitamnya si muka tanah liat keluarkan sebuah batu merah
berbentuk sekuntum bunga mawar.
"Ini
barangmu yang kuambil. Aku kembalikan padamu. Jika kau mau percaya sebenarnya
tidak ada niatku untuk mencuri. Aku hanya ingin memeriksa benda itu."
Habis berkata begitu Si Penolong Budiman letakkan batu merah di atas patahan
batang pohon di hadapannya lalu dia melangkah mundur ke tempatnya semula.
"Kalau
mengambil barang orang tapi mengaku bukan mencuri, lalu namanya kira-kira apa
ya?" menyeletuk Naga Kuning.
"Maling!"
Yang menjawab Si Setan Ngompol.
"Tepat!"
menimpali Betina Bercula.
Si Penolong
Budiman tidak dapat menahan hatinya lagi. Dia pandangi ketiga orang itu dengan
mata seperti menyala lalu berkata.
"Selama
ini aku menganggap kalian sebagai teman. Mengapa berlancang mulut mengeluarkan
ucapan-ucapan seperti itu, mencampuri urusan kami?"
"Sstttt!"
Naga Kuning silangkan jari telunjuknya di atas bibir.
"Bapak
Maling memerintahkan kita tidak boleh berlancang mulut Tidak boleh mencampuri
urusannya!"
"Sebaiknya
kita patuhi!" ujar Si Setan Ngompol. "Kalau dia sampai memarahi kita,
aku pasti akan terkencing-kencing!"
Si
Penolong Budiman hampir tak dapat menahan amarahnya diejek terus-terusan.
Setelah pelototkan mata pada ketiga orang itu dia berpaling pada Luhcinta.
"Aku
mengaku telah berbuat kesalahan. Aku bersedia menerima hukuman!"
"Hemm…."
Naga Kuning tegak berkacak pinggang dengan tangan kiri sementara tangan
kanannya mengusap-usap dagunya seperti orang tua mengusap jenggot Lalu dia
memandang pada Si Setan Ngompol dan Betina Bercula. "Kira-kira hukuman apa
yang pantas dijatuhkan pada seorang pencuri sekaligus tukang intip perempuan
mandi?"
"Pelintir
saja anunya!" jawab Setan Ngompol Seenaknya lalu tertawa mengekeh sambil
pegangi bagian bawah perutnya.
"Kalau
memelintir anu, serahkan saja tugas itu padaku!" kata Betina Bercula. Lalu
sambil tertawa cekikikan dia melangkah mendekati Si Penolong Budiman dan tangan
kanannya diulurkan ke bawah perut orang seperti benar-benar hendak melakukan
apa yang diucapkannya.
Si
Penolong Budiman tidak dapat lagi menahan diri. Amarahnya meledak menembus
ubun-ubunnya, Tangan kanannya bergerak.
"Plaakkk!"
Tamparan
keras melayang. Betina Bercula terpekik keras dan terbanting merintih di tanah.
Darah mengucur dari sudut bibirnya yang pecah.
"Maling
busuk, pengintip keji! Kau memang tidak punya hati kemanusiaan!" teriak
Naga Kuning marah melihat Betina Bercula tergeletak mengenaskan begitu rupa.
Anak ini menerjang dan hantamkan tangan kanannya melepas pukulan Naga Murka
Merobek Langit.
Si
Penolong Budiman berusaha mengelak untuk menghindari perkelahian. Namun
serangan Naga Kuning demikian cepatnya hingga dia terpaksa pergunakan tangan
kanan untuk menangkis. Dua tangan beradu keras. Naga Kuning bukanlah bocah
sembarangan namun adu kekuatan dengan Si Penolong Budiman yang dikenal
berkepandaian tinggi membuat anak ini terpental satu tombak. Walau Naga Kuning
mampu jatuh dengan kaki tetap menjejak tanah namun tangan kanannya terasa sakit
dan tak bisa digerakkan. Setelah terhuyung-huyung sesaat anak ini akhirnya
terduduk bersimpuh di tanah merintih kesakitan.
Setan
Ngompol berseru kaget Melihat Naga Kuning kesakitan begitu rupa kakek ini jadi
kalap. Sekali berkelebat dia kirimkan tendangan deras ke kepala Si Penolong
Budiman. Tapi tendangannya dengan mudah dielakkan. Malah satu jotosan yang
dilancarkan lawan sebagai balasan melanda dadanya, membuat si kakek ambruk
muntah darah!
"Makhluk
muka tanah liat! Apa yang kau lakukan terhadap tiga orang ini membuktikan kau
sebenarnya memang bukan manusia baik-baik!
Orang
pandai bukan cuma mengandalkan ketinggian ilmu, tapi harus bisa menahan hati
menindih hawa amarah! Orang pandai harus mengutamakan kasih di atas
segala-galanya!" Luhcinta membentak marah. Tanpa dapat menahan diri lagi
dia hantamkan dua tangannya ke arah Si Penolong Budiman.
Seolah
sadar dan menyesal apa yang telah dilakukannya Si Penolong Budiman tidak
berusaha menyingkir atau menangkis serangan si gadis. Padahal serangan yang
dilancarkan oleh Luhcinta adalah Pukulan Tangan Dewa Merajam Bumi yang sangat
berbahaya!
Malah Si
Penolong Budiman sengaja jatuhkan diri berlutut di tanah menunggu datangnya
pukulan, menatap dengan sepasang mata yang memancarkan cahaya aneh.
"Aku
mengaku salah! Aku siap menerima hukuman!"
Luhcinta
terkesiap kaget Dia tidak menyangka orang akan sepasrah itu. Padahal pukulan
yang dilancarkannya jika terkena telak akan menyebabkan lawan terbanting rubuh
dan bisa lumpuh seumur hidup. Hati Luhcinta yang penuh kasih jadi terguncang.
Pukulannya yang sudah menghantam setengah jalan diputarnya demikian rupa agar
tidak mengenai Si Penolong Budiman. Namun tetap saja serangan ganas itu
menyambar sosok Si Penolong Budiman sebelah kiri malah tepat di bagian dada dan
pinggang!
Sesaat
lagi Pukulan Tangan Dewa Merajam Bumi akan menghantam makhluk bermuka tanah Hat
itu, tiba-tiba dari kegelapan malam berkelebat seseorang sambil menyorongkan
sebatang tongkat bambu berwarna kuning, berusaha menangis serangan Luhcinta.
"Kraakkk!"
Tongkat
bambu patah. Pukulan Luhcinta melenceng ke kiri.
Membongkar
tanah dan bebatuan yang ada di tempat itu. Sosok Si Penolong Budiman walau
selamat tapi terlempar sejauh dua tombak. Bahu kirinya seperti ditusuk puluhan
jarum dan tak bisa digerakkan. Terhuyunghuyung dia bangkit berdiri Jika saja
mukanya tidak dilapisi tanah liat jelas akan terlihat bagaimana wajahnya pucat
seputih kain kafan! Orang ini menatap sebentar ke arah Luhcinta, lalu tidak
menunggu lebih lama dia putar tubuhnya dan lenyap dari tempat itu.
Luhcinta
hendak mengejar tapi satu suara berkata mencegahnya.
"Tak
perlu kau kejar orang itu Luhcinta. saatnya kelak kalian akan bertemu
kembali!"
Luhcinta
terkejut. Dia seperti mengenali suara itu. Cepat gadis ini berpaiing ke samping
kiri. Mulutnya keluarkan seruan tertahan. Naga Kuning, Si Setan Ngompol dan
Betina Bercula yang ada di tempat itu juga sama-sama melengak kaget dan ngeri.
Si kakek langsung terkencingkencing.
"Ampun,
makhluk apa ini…" kata Betina Bercula dengan tengkuk merinding. Saat itu
dia masih terduduk di tanah sedang si kakek berdiri di sampingnya. Dalam
ketakutan tangannya dipagutkan ke selang-kangan Si Setan Ngompol, membuat kakek
ini tambah aur-auran kencingnya!
******************
6
ORANG
yang berdiri di hadapan Luhcinta saat itu adalah seorang perempuan yang sekujur
tubuhnya mulai dari kepala sampai ke kaki dilengketi oleh ratusan kodok hijau
berbagai ukuran! Dari wajahnya yang kelihatan cuma dua mata serta lobang hidung
dan sedikit bibir. Di tangan kanannya dia memegang sebatang tongkat bambu
kuning yang telah patah yang kemudian ditancapkannya ke tanah hingga amblas
sampai dua pertiganya.
"Makhluk
aneh…" bisik Naga Kuning pada Si Setan Ngompol.
"Kodok
yang bergelantungan di kepala, muka dan badannya itu apakah peliharaannya,
binatang mainannya atau anak-anaknya!"
"Gila
kau! Mana ada orang beranak kodok!" tukas si Setan Ngompol sambil pegangi
dadanya yang masih mendenyut sakit akibat jotosan Si Penolong Budiman tadi.
Tiba-tiba
Luhcinta jatuhkan diri berlutut di hadapan orang aneh itu seraya memanggil.
"Guru Luhmasigi…. Untung kau muncul. Kalau tidak mungkin tadi saya telah
kesalahan tangan…."
"Ah,
gurunya rupanya…" bisik Si Setan Ngompol pada Naga Kuning lalu menepis
tangan Betina Bercula yang kembali hendak memegangi pahanya.
"Untung
sang murid tidak dilengketi kodok seperti gurunya!" kata Betina Bercula
pula.
Si nenek
bernama Luhmasigi usap kepala Luhcinta lalu berkata.
"Semua
sudah diatur oleh Yang Kuasa. Kalau saja aku terlambat menemui dirimu di tempat
ini, di malam begini gelap mungkin akan terjadi hal yang lebih buruk. Selama
ini aku banyak menyirap kabar atas segala kejadian di Negeri Latanahsilam ini.
Beberapa diantaranya menyangkut dirimu. itu sebabnya aku perlukan meninggalkan
Lembah Laekatakhijau mencarimu…." Baru saja si nenek habis berucap belasan
katak hijau yang menempel di tubuhnya mengeluarkan suara riuh lalu berloncatan
ke tubuh Luhcinta. Tanpa ada rasa takut ataupun jijik si gadis usap katak-katak
itu satu persatu.
"Katak
sahabatku, aku gembira kalian masih mengenali diriku…" kata Luhcinta.
Sementara
itu Luhmasigi yang dalam rimba persilatan Negeri Latanahsilam dikenal dengan
julukan Hantu atau Nenek Lembah Laekatakhijau memandang ke arah Naga Kuning,
Setan Ngompol dan Betina Bercula. Lalu pandangannya membentur batu merah
berbentuk bunga mawar yang terletak di atas patahan batang kayu. Dengan cepat
si nenek mengambil benda itu, memperhatikannya beberapa saat lalu berkata.
"Luhcinta,
bukankah bunga mawar batu merah ini milikmu?
Mengapa
berada di atas patahan batang kayu?"
"Ada
orang berusaha mencurinya Nek. Ketika didesak benda itu dikembalikannya,
diletakkannya di atas pohon itu…."
"Orang
yang katamu mencuri benda ini, apakah dia yang tadi hendak kau habisi?"
tanya si nenek.
"Sebetulnya
walau hati saya sangat marah dan kecewa, saya tidak berniat sungguhan
membunuhnya. Saya hanya ingin memberi pelajaran…."
"Aku
gembira mendengar kata-katamu itu Luhcinta. Pertanda pelajaran kasih sayang
yang aku tanamkan padamu masih ada di lubuk hatimu."
"Saya
selalu berusaha menempatkan kasih dalam setiap jalan kehidupan saya. Walau
terkadang mengalami kesulitan, menghadapi kenyataan yang tidak terduga…."
"Itulah
hidup. Semua tidak mungkin sejalan dengan keinginan kita…. Kita menginginkan kebaikan,
yang datang angkara murka….
Muridku,
kau masih ingat riwayat batu ini seperti yang diceritakan nenekmu Hantu
Penjunjung Roh"
"Saya
masih ingat Guru. Bukankah batu ini diberikan oleh nenek kepada ibu saya untuk
hiasan rambutnya ketika dia masih gadis remaja seperti saya?" ujar
Luhcinta. "Karena sangat berharganya batu bunga mawar inilah maka saya
sampai hendak menurunkan tangan jahat pada orang bermuka tanah liat itu. Karena
dia hendak mencuri batu mawar merah itu."
"Makhluk
berjubah hitam. Mukanya dilapisi dengan tanah liat.
Diberi
jelaga hitam! Mengapa dia melakukan hal itu? Mengapa dia mencuri mawar batu
merah ini dari tanganmu. Adakah kau sempat memikir dan menyelidiki wahai
muridku?"
"Maafkan
saya Nek. Hal itu memang belum saya lakukan. Yang saya tahu mawar dari batu
merah itu sangat berharga bagi saya, tapi tidak bagi orang lain…."
"Belum
tentu. Jika batu mawar merah ini tidak berharga bagi orang lain, makhluk
bermuka tanah liat itu tidak akan mencurinya dari tanganmu.
Lalu jika
dia benar-benar berniat jahat hendak menguasai batu ini, mengapa kemudian dia
mengembalikannya padamu? Agaknya ada sesuatu dibalik semua perbuatannya
itu…."
"Saya
tidak tahu Nek…."
"Muridku
Luhcinta, apa menurutmu tiga orang aneh ini pantas mendengar semua percakapan
kita?" Si nenek goyangkan kepalanya ke arah Naga Kuning, Setan Ngompol dan
Betina Bercula.
Luhcinta
pandangi ketiga orang itu. "Mereka sahabat-sahabat saya Nek…. Tidak jadi
apa kalau mereka mendengar pembicaraan kita. Malah sebagian riwayat saya mereka
sudah mengetahui…."
"Begitu…?"
si nenek manggut-manggut
Naga
Kuning yang suka bicara usil tiba-tiba membuka mulut "Nenek yang kepala
dan muka serta tubuhnya ketutupan kodok, kau menyebut kami bertiga aneh. Apa
anehnya dari kami ini?"
Hantu
Lembah Laekatakhijau berpaling pada Naga Kuning. Dia pandangi bocah itu sesaat
lalu sambil tersenyum dia menjawab. "Aku mulai dengan kakek kawanmu
itu." Si nenek menunjuk ke arah Setan Ngompol.
"Kukatakan
aneh karena telinganya sebelah kanan kulihat terbalik! Hik… hik! Bagiku itu
aneh, entah bagi orang lain. Lalu, dari sini saja aku bisa mencium bau pesing
di tubuhnya! Bayi kencing aku tidak heran, kalau sudah tua bangka masih ngompol
apa tidak aneh? Hik… hik… hik!"
Setan
Ngompol delikkan mata. Tapi dia tidak marah malah tertawa gelak-gelak menimpali
cekikikan si nenek.
"Itu
keanehan sahabatmu si kakek mata lebar dan juling itu?
Sekarang
sobatmu yang ke dua. Jelas dia laki-laki asli. Tapi mengapa berpakaian dan
berdandan serta bersikap seperti perempuan? Padahal otaknya tidak miring! Apa
itu tidak aneh namanya?"
Kini
giliran Betina Bercula yang beliakkan mata. Tapi dia juga tidak marah malah
sambil senyum-senyum dia berkata. "Kau memang tidak tahu Nek! Di mata
manusia wajar lelaki berdandan adalah lebih menarik dari pada perempuan
ditempeli katak hijau sepertimu. Hik… hik… hik…. Apa kau punya suami Nek?"
"Wahai!
Apa maksudmu menanyakan aku punya suami atau tidak?" tanya Hantu Lembah
Laekatakhijau heran tapi juga jengkel penasaran. "Apa kau mau mencarikan
laki untukku?!"
"Kalau
kau punya suami, waktu bercumbu dan tidur bersamanya apa katak-katak itu masih
terus nangkring di kepala, muka dan sekujur tubuhmu…." "Mungkin juga
ada kodok yang menempel di anunya!" bisik Setan Ngompol kurang ajar lalu
tertawa terkekeh-kekeh. Naga Kuning dan Betina Bercula tergelak-gelak. Untung
si nenek tidak mendengar kata-kata si kakek tadi hingga dia hanya memandang
terheran-heran pada ketiga orang itu sambil bertanya-tanya dalam hati apa yang
ditertawakan mereka.
Sementara
itu Luhcinta sendiri walau tidak senang gurunya dipermainkan tapi gadis ini
juga tak dapat menahan gelinya.
Betina
Bercula meneruskan kata-katanya. "Kalau benar kau punya suami, walah!
Pasti suamimu kerepotan dan mungkin marah karena keasyikannya terganggu! Ha…
ha… ha! Bayangkan, waktu dia memegang tubuhmu, yang terpegang katak hijau!
Ketika dia mau mencium pipimu, yang menempel di hidungnya kodok hijau! Itu
maksud pertanyaanku Nek!
Jangan
mengira aku mau mencarikan suami untukmu! Ha… ha… ha!"
"Makhluk
salah ujud! Bukan hanya sifatmu yang lain, tap! otak dan mulutmu juga
aneh!" mendamprat Hantu Lembah Laekatakhijau.
"Dua
temanku sudah kau katakan aneh. Aku sendiri bagaimana Nek?" Naga Kuning
tiba-tiba bertanya.
Si nenek
kedap-kedipkan matanya berulang kali lalu mulutnya terpencong-pencong menahan
senyum. "Sosok dan wajahmu memang seperti yang terlihat. Kau adalah
seorang anak lelaki. Tapi kalau aku dugaduga, umurmu belum tentu berada di
bawahku! Apa itu tidak aneh?"
Terkejutlah
Naga Kuning dan Setan Ngompol mendengar ucapan Hantu Lembah Laekatakhijau itu.
Keduanya saling berpandangan.
"Aneh,
bagaimana dia bisa menduga siapa diriku?" bisik Naga Kuning. Seperti
diketahui Naga Kuning sebenarnya memang adalah seorang kakek berusia sekitar
seratus dua puluh tahun.
"Hei!
Kau merasa dirimu aneh atau tidak?!" Si nenek bertanya.
Naga
Kuning tersentak. Sambil tersenyum anak ini menjawab.
"Terserah
padamu Nek. Kau mau bilang aneh aku menurut saja…."
Luhmasigi
alias Hantu Lembah Laekatakhijau tertawa mengekeh.
Lalu dia
berpaling kembali pada muridnya, memegang lengan si gadis dan menggandengnya ke
satu tempat, sengaja menjauhi yang lain-lain. Dengan suara perlahan dia
kemudian berkata.
"Luhcinta,
sahabat-sahabatmu yang tiga ini walau aneh kurasa hatinya baik-baik. Tapi
menurut kabar yang kusirap ada seorang pemuda.
Yang juga
berasal dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang. Aku lupa siapa namanya.
Pemuda itu konon telah jatuh cinta padamu, atau sebaliknya kau yang jatuh hati
padanya? Padahal dikabarkan pula pemuda itu telah menebar kekejian dan berbuat
mesum dimana-mana. Sampaisampai aku mendengar dia telah menghamili Peri Bunda!
Bagaimana ini, harap kau mau memberi penjelasan!"
Paras
Luhcinta langsung berubah. Tapi dia cepat menguasai diri.
Sambil
tersenyum dia berkata.
"Nenek
Luhmasigi, kiranya kau jangan lekas percaya pada segala kabar yang kau
sirap."
"Baiklah.
aku setuiu ucapanmu. Tapi ada satu hal yang ingin aku ketahui. Ingin
kutanyakan…." Si nenek memandang tajam-tajam ke mata cucunya itu membuat
hati si gadis berdebar.
"Katakan
saja apa yang ingin kau tanyakan itu Nek…."
"Apakah
benar pemuda itu mencintaimu?"
Wajah
Luhcinta serta merta menjadi merah. Dia tampakgugup."Saya…saya tidak tahu
Nek….Mengapa kau bertanya begitu?"
"Kau
sendiri, apakah kau mencintainya?!" sang guru bukan menjawab malah batik
bertanya.
Luhcinta
semakin gugup. Si nenek tersenyum lalu berkata.
"Ketahuilah
wahai muridku. Bagi seorang gadis lebih baik kawin dengan lelaki yang
mencintainya dari pada yang dicintainya…."
"Saya
tidak mengerti Nek…."
Luhmasigi
usap kepala muridnya. "Kelak kau akan mengerti, Luhcinta."
"Saya
rasa tidak mungkin Nek…."
"Eh,
apa yang tidak mungkin?"
"Pemuda
dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang itu.
Namanya
Wiro Sableng…."
"Nama
aneh…" ujar si nenek.
"Pemuda
itu… dia…." Sepasang mata Luhcinta berkaca-kaca.
Bahunya
turun naik menahan isak.
"Kau
menangis! Apa yang telah dilakukan pemuda itu terhadapmu?
Katakan!
Jika dia berlaku jahat akan kucari dan kupesiangi tubuhnya!"
"Dia
telah nikah Nek… dia sudah kawin…" Luhcinta tak sanggup meneruskan
ucapannya. Gadis ini tundukkan kepala dan tutup wajahnya dengan dua tangannya.
"Dari
mana kau tahu? Aku sendiri belum menyirap kabar itu."
"Aku
menyaksikan sendiri upacara pernikahannya. Nenek Lamahila yang menikahkan
mereka. Di Bukit Batu Kawin!"
"Tapi
nenek itu sendiri bukankah dia dikabarkan telah menemui ajal? Pembantunya
bernama Laduliu lenyap entah kemana. Di pondoknya ditemui mayat
seseorang…."
"Saya
tahu Nek. Kematian orang-orang itu setelah terjadi pernikahan…."
"Siapa
kira-kira yang membunuh mereka?" tanya Luhmasigi.
"Tidak
bisa saya menduga…."
Si nenek
terdiam lalu mendongak ke langit hitam sambil kepalkan dua tinju kanannya.
"Wiro Sableng pemuda dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang. Jika
benar rupanya kabar yang aku sirap. Kau laki-laki yang suka mempermainkan
perempuan. Aku tidak perduli kau mempermainkan perempuan lain, menghamili Peri!
Tapi jangan berani mempermainkan muridku!"
"Guru…!"
Suara Luhcinta tersendat dan wajahnya pucat "Aku tahu kau mencintai pemuda
itu. Tadinya aku ingin mencarinya untuk mengatur hari perkawinanmu. Kini aku
akan mencarinya untuk mengatur hari kematiannya!"
"Nek,
jangan kau lakukan itu. Dia tidak punya salah apa-apa!"
"Apa
katamu Luhcinta? Aku tahu rahasia kasih sangat mendalam di hatimu. Tapi jangan
rasa hati itu menutupi jalan pikiran sehatmu! Kurasa pemuda itu sudah
keterlaluan. Dia berbuat keji dimana-mana dan kini menghancurkan masa
depanmu."
"Saya…
mungkin itu sudah suratan takdir jalan hidup saya Nek.
Saya
pasrah…. Saya rela…."
"Takdir
yang sebenarnya datang dari Yang Maha Kuasai Tapi manusia-manusia kurang ajar
di atas bumi ini membuat takdir sendirisendiri!"
Si nenek
geleng-gelengkan kepalanya. Lalu diusapnya kepala Luhcinta seraya berkata.
"Tadinya harapanku sangat besar terhadap pemuda itu. Karena aku mendengar
kabar rahasia yang tersebar di kalangan tertentu. Bahwa hanya pemuda itu yang
bakal sanggup menghancurkan angkara murka yang terjadi di atas Negeri
Latanahsilam ini. Dia yang konon akan bisa menghabisi Hantu Muka Dua. Tapi
kini….
Bahkan
kabarnya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tadinya berharap besar pada pemuda
itu. Kini diapun sudah menganggap pemuda itu sebagai musuh besar yang harus
disingkirkan!"
Lama
murid dan guru itu terdiam. Akhirnya Luhcinta berkata.
"Guru,
bukankah saat ini lebih baik kita membicarakan perihal makhluk bermuka tanah
liat yang sempat mencuri batu bunga mawar merah itu."
Si nenek
anggukkan kepalanya. "Selama ini, apakah kau telah berhasil mencari tahu
seluk beluk kehidupanmu di masa lalu…."
"Belum
Nek. Tadinya saya berharap ada sesuatu yang bisa saya dapat dari orang bermuka
tanah liat jtu. Namun saat ini saya seperti kehilangan kepercayaan
padanya…" Luhcinta lalu menceritakan kejadian dirinya diintai selagi mandi
serta peristiwa dicurinya bunga mawar dari batu merah itu. Tak lupa pula dia
menuturkan bagaimana selama ini si muka tanah liat selalu mengikuti gerak
geriknya kemana dia pergi.
Mendengar
cerita sang murid tampang si nenek yang tertimbun puluhan katak hijau jadi
mengkeret kaku.
"Laki-laki
memang jahanam semua!" katanya dengan suara bergetar.
"Kau
betul Nek, laki-laki memang kurang ajar semua!" menimpali Betina Bercula.
"Aku
tersinggung! Tidak semua laki-laki jahanam. Tidak semua laki-laki kurang ajar!
Buktinya diriku!" kata Si Setan Ngompol pula.
"Ooo….
Kalau orang sepertimu memang sudah kurang ajar sejak lahirnya!" tukas si
nenek.
Saking
kesalnya mendengar ucapan si nenek Setan Ngompol
pelintir
telinganya sendiri lalu "serrr! dia kencing di celahanya!
Luhmasigi
berpaling pada muridnya. "Luhcinta, aku akan mencari makhluk bermuka tanah
liat Juga pemuda bernama Wiro itu…."
Si nenek
kemudian melangkah mendekati Naga Kumng dan teman-temannya kembali. Luhcinta
mengikuti. Sambil melangkah si nenek serahkan batu bunga mawar merah pada
muridnya.
"Simpan
benda ini baik-baik. Pada saatnya dia akan menjadi barang bukti yang tiada
bernilai. Aku akan mencari nenekmu Hantu Penjunjung Roh. Puluhan tahun dia
menghilang entah kemana. Jika terjadi sesuatu kau harus lekas menemui diriku di
lembah."
"Akan
saya lakukan Nek," jawab Luhcinta.
Belasan
katak hijau yang sejak tadi bergayutan di tubuh Luhcinta keluarkan
pekikan-pekikan kecil lalu melompat kembali ke tubuh si nenek.
Si nenek
hendak bergerak pergi namun dia hentikan langkahnya dan memandang pada Naga
Kuning, Setan Ngompol dan Betina Bercula.
"Jadi
kalian bertiga sempat digebuk si muka tanah liat itu?!" si nenek bertanya.
Tiga orang yang ditanya sama menjawab dengan anggukan kepala.
"Bagaimana
rasanya sekarang. Masih sakit?"
"Lumayan
Nek,!" yang menjawab Naga Kuning.
"Kalau
begitu biar aku coba mengobati cidera kalian!" Habis berkata begitu Hantu
Lembah Laekatakhijau ini tepukkan tangannya tiga kali lalu berseru.
"Anak-anakku! Periksa keadaan ketiga manusia-manusia aneh itu! Obati jika
kalian mampu!"
Baru saja
ucapan si nenek selesai, puluhan katak hijau yang menyelimuti kepala dan
tubunnya keluarkan suara riuh seperti mau merobek telinga. Sepuluh katak
kemudian melompat ke pipi kanan Betina Bercula yang luka cidera akibat tamparan
keras Si Penolong Budiman.
Tentu
saja orang ini menjerit kaget, juga ketakutan.
"Celaka!
Rusak dandananku!"
Hanya
sebentar, sepuluh katak hijau tadi melompat berbalik ke tubuh si nenek. Betina
usap-usap pipinya dan jadi terheran-heran. Rasa sakit lenyap, darah yang
mengucur di sudut bibirnya yang pecah berhenti!
"Ah…"
Betina Bercula tersipu-sipu. "Terima kasih Nek. Katakkatakmu itu rupanya
bukan binatang sembarangan."
Tiba-tiba
belasan katak melesat ke arah Naga Kuning, menempel mulai dari bahu kanan
sampai ke ujung-ujung jari tangannya. Seperti diketahui tangan bocah itu cidera
cukup parah akibat beradu pukulan dengan Si Penolong Budiman yang berkepandaian
tinggi. Akibatnya tangannya terasa sakit dan sulit digerakkan.
Karena
jijik dan ngeri Naga Kuning mengerenyit termonyongmonyong.
Belasan
katak hijau julurkan lidah. Ada yang menjilati tangan si bocah, ada juga yang
menggigit-gigit Sesaatkemudian binatang-binatang itu melompat kembali ke tubuh
si nenek.
"Coba
periksa tanganmu. Apa masih sakit?" Nenek Luhmasigi bertanya.
Naga
Kuning seperti tidak percaya. Rasa sakit di tangannya bukan saja lenyap tapi
kini dia juga bisa menggerakkan tangan itu kembali!
Langsung
saja bocah ini membungkuk memberi penghormatan seraya mengucap terima kasih
berulang kali.
Si nenek
menyeringai. Dia berpaling pada Setan Ngompol. Yang dipandang langsung beser
terkencing!
Karena
dia tahu kini giliran dirinya yang akan dilompati katak-katak hijau itu!
"Nek,
kuharap kau…" Setan Ngompol yang paling parah cideranya ketakutan dan
kencingnya mulai mengucur. Dia bergerak mundur beberapa langkah. Si nenek
tertawa mengekeh.
"Anak-anak,
lekas kalian kerjain kakek aneh itu!"
Belasan
katak hijau keluarkan suara nyaring lalu berlompatan ke arah Si Setan Ngompol,
bertempelan di bagian bawah perutnya sampai ke celah paha!
"Serrrr!"
Setan Ngompol pancarkan air kencingnya. Tubuhnya berjingkrakan. "Edan!
Kurang ajar! Katak-katak celaka! Kenapa menempel di selangkanganku?! Bukan di
bagian itu tubuhku yang cidera. Tapi didada!"
"Waduh
celaka! Kalau sampai anu si kakek digigit katak pasti geroak! Bisa-bisa
putus!" berteriak Naga Kuning tapi sambil mesemmesem!
Hantu
Lembah Laekatakhijau tertawa terpingkal-pingkal.
"Anak-anak!
Jangan mempermainkan orang!" si nenek berseru.
Belasan
katak yang menempel di bawah perut Setan Ngompol keluarkan suara riuh lalu
melompat, berpindah ke dada si kakek. Karena memang di bagian itu sebelumnya
jotosan Si Penolong Budiman menghantamnya dengan telak hingga dia muntahkan
darah segar!
Ketika
katak-katak itu mulai menjilat dan menggigit, si kakek tersentak-sentak dan
terkencing-kencing.
"Hai!
Aduh! Hentikan! Jangan Tak berapa lama kemudian seperti tadi katak-katak itu
kembali melompat ke tubuh setan si nenek. Si Setan Ngompol sendiri saat itu
sudah jatuh terduduk di tanah.
Dia
luruskan tubuhnya lalu menghela nafas panjang.
Sebelumnya
dadanya terasa sakit jika dia menarik nafas begitu.
Tapi kini
rasa sakit itu lenyap. Dipegangnya dadanya yang bekas kena jotosan.
Ditekan-tekannya.
"Aneh…"
kata si kakek sambil pandangi Luhmasigi dengan matanya yang besar jereng.
"Luka dalamku seperti sembuh! Aku tidak merasa apa-apa lagi…."
Perlahan-lahan
Setan Ngompol bangkit berdiri. Dia hendak membungkuk, maksudnya mau menghormat
sambil mengucapkan terima kasih. Tapi kakinya terpeleset di tanah licin bekas
guyuran air kencingnya sendiri. Tak ampun tubuhnya terjatuh ke depan, ke arah
Luhmasigi. Agar tidak terjerembab Setan Ngompol berusaha mengganduli pinggang
si nenek.
"Makhluk
kurang ajar! Kau mau berbuat apa padaku?!" teriak guru Luhcinta itu.
Dorongan Setan Ngompol membuat dia kehilangan keseimbangan. Akibatnya dua kakek
nenek ini sama-sama jatuh di tanah.
Si nenek
tertelentang sementara si kakek tepat menindih dari atas. Wajah mereka saling
beradu. Bibir Setan Ngompol melekat tepat di bibir si nenek.
Luhcinta,
Naga Kuning dan Betina Bercula tak dapat menahan tawa.
"Benar-benar
kurang ajar!" Luhmasigi marah besar. Tangan kirinya mengusap-usap
bibirnya. Tangan kanannya tiba-tiba digerakkan ke arah Setan Ngompol. Si kakek
terpelanting ke samping. Sebelum kakek itu bangkit berdiri, si nenek sudah
menghambur tinggalkan tempat itu!
"Kau
memang kakek kurang ajar!" kata Betina Bercula.
"Kau
mempergunakan kesempatan dalam kenikmatan!" ujar Naga Kuning.
"Bagaimana rasanya mengecup bibir nenek tadi Kek?l Hik… hik!"
"Kalian
setan semua! Jangan menyangka yang tidak-tidak. Aku tidak mengecup
bibirnya!" kata Setan Ngompol, matanya yang lebar bertambah besar.
"Ah,
nenek itu pasti tidak akan melupakan kecupanmu tadi Kek.
Mungkin
itu ciuman pertama dalam kehidupannya!" kata Betina Bercula pula lalu
tertawa panjang.
"Betina
sialan…" rutuk Setan Ngompol sambil usap bibirnya. Dia merasa ada cairan
hangat Ketika tangannya diperhatikan ada noda merah.
"Astaga!
Bibirmu berdarah Kek!" seru Naga Kuning.
"Pasti
tadi digigit si nenek! Wahai, rupanya besar juga hasrat nenek itu terhadapmu
sampai menggigit segala!" kata Betina Bercula pula.
"Mending
kalau si nenek yang bernafsu menggigit. Jangan-jangan katak-katak hijau itu
yang menggigit!" kata Naga Kuning lalu tertawa gelakgelak!
******************
7
SOSOK
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang tergeletak tak jauh dari tepian telaga
tampak bergerak. Dari mulutnya keluar suara mengerang Saat itu memasuki dini
hari. Keadaan sekitar telaga gelap pekat dan udara dingin mencucuk sekujur
tubuhnya. Perlahan-lahan orang tua yang otaknya berada di luar batok kepala ini
membuka sepasang matanya. Mula-mula dia hanya melihat kegelapan menghitam.
Kemudian dia mulai mengenali apa yang ada di atasnya. Langit kelam.
"Dimana
aku ini… apa yang terjadi dengan diriku?" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
gerakkan tubuhnya, berusaha bangkit Sesaat dia terduduk di tanah, memandang
berkeliling. "Ada telaga di sebelah sana… ada batu-batu hancur…" Lalu
pandangannnya ditujukan pada dirinya sendiri. Dia menjadi kaget ketika melihat
jubah putihnya berubah kuning.
Bukan
cuma jubah, tangan dan kakinya juga berwarna kuning. Kakek ini mengusap
wajahnya berulang kali. "Walau tidak melihat, tapi aku yakin wajahku saat
ini pasti juga berwarna kuning. Apa yang terjadi?!" Dia coba
mengingat-ingat. Selagi kesadarannya belum pulih keseluruhan tiba-tiba ada satu
bayangan putih dilihatnya di seberang telaga sebelah timur.
Bayangan
itu bergerak cepat sekali seolah melayang di atas air telaga.
"Makhluk
apa gerangan…" pikir Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Dia
berusaha bangkit berdiri namun sosok putih tadi tahu-tahu sudah berada di
hadapannya. Kagetnya si kakek bukan kepalang. Karena ternyata yang tegak di
hadapannya adalah seorang gadis cantik luar biasa.
Wajahnya
yang bulat berseri-seri laksana bulan purnama empat belas hari.
Rambutnya
panjang tergerai hitam lepas sampai ke pinggang. Tubuhnya yang tinggi langsing
mengenakan sehelai pakaian putih panjang menjela tanah.
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab usap dua matanya berulang kali lalu bertanya gagap.
"Kau…
siapa? Peri atau…?"
"Orang
tua bernama Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Dengar baik-baik apa yang akan aku
ucapkan. Aku hanya akan bicara satu kali!
Jika kau
mau mengerti maka kau akan selamat Jika kau tidak mau mengerti maka kelak
melapetaka akan jatuh atas dirimu seperti yang terjadi atas diri dua
cucumu!"
"Malapetaka?!
Seperti yang terjadi atas diri dua cucuku? Apa maksudmu?! Siapa kau?!"
teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab lalu dengan satu gerakan kilat dia
melompat berdiri. Namun belum sempat dua kakinya menginjak tanah tiba-tiba
gadis jelita berpakaian serba putih gerakkan tangan kanannya.
"Wutttt!"
Serangkum
angin menghantam dahsyat Sosok Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab terpelanting
lalu jatuh duduk di tanah! Seperti diketahui kakek merupakan salah seorang
tokoh paling disegani di Negeri Latanahsilam dan memiliki kepandaian luar
biasa. Namun jika si gadis sanggup merobohkannya dengan satu kali bergerak saja
jelas bahwa gadis cantik itu juga bukan orang sembarangan. Si kakek terhenyak
di tanah dengan muka pucat!
"Dua
cucumu. Luhkemboja dan Luhkenanga ditimpa melapetaka dan aib besar. Seseorang
telah mencelakainya sehingga dua gadis itu mempunyai kelainan. Tidak suka pada
laki-laki. hanya senang dan bergairah pada sesama jenis! Tidak mengherankan
kalau kemudian mereka gentayangan kian kemari, menculik gadis dan
perempuanperempuan muda untuk melampiaskan nafsu bejat dan sesat mereka!
Salah
satu korbannya adalah seorang dara bernama Luhjelita. Namun kemudian mereka
memfitnah bahwa pemuda asing bernama Wiro Sablenglah yang telah merusak
kehormatan Luhjelita! Kejahatan dua cucumu yang mengalami kelainan lahir dan
batin itu tidak sampai di sana.
Mereka
juga yang mencuri Tongkat Bahagia Biru tapi memfitnah pemuda bernama Wiro
Sableng itulah yang telah mencurinya!"
"Aku
tidak percaya pada semua ucapanmu!" bentak Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab.
"Saat
ini kau tak perlu percaya! Kau cuma perlu mendengar apa yang aku ucapkan!"
menghardik gadis berpakaian putih panjang "Justru Wiro Sableng itulah yang
telah berbuat biadab!
Memperkosa
dua cucuku!"
"Wiro
Sableng tidak melakukan kekejian itu! Dia menjadi korban fitnah semata! Di
balik semua ini Hantu Muka Dualah yang mengatur dan punya keperluan". Dia
marah besar dan menanam dendam karena kau merampas Sendok Pemasang Nasib dari
tangannya! Dia yang telah merusak kehormatan dua cucumu lalu menyuruh
orang-orang mengirimkan dua gadis itu dalam keadaan sekarat ke tempatmu!"
Sepasang
mata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab membesar memandang tajam ke wajah gadis
jelita yang tegak di hadapannya.
Tubuhnya
bergetar. Dua tangannya terkepal. Kepalanya digelengkan.
"Aku
tidak bisa mempercayai begitu saja semua ucapanmu! Aku tidak tahu kau ini siapa
sebenarnya. Jangan-jangan Hantu Muka Dua yang sengaja bersalin rupa untuk
menipu dan menghasutku!"
Gadis
jelita berpakaian putih yang bukan lain adalah Luhrembulan, penjelmaan Hantu
Santet Laknat goyangkan kepalanya. Rambutnya yang panjang melesat ke samping
membuat gerakan melingkar, menebar bau harum semerbak. Sambaran angin yang
keluar dari rambut ini membuat rontok daun-daun pepohonan di sekitar situ! Lalu
si gadis mendongak ke langit dan tertawa panjang.
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab, sebelum aku pergi dengar baik-baik apa yang akan aku
katakan. Jangan sekali-kali kau berani mengganggu pemuda asing bernama Wiro
Sableng itu. Bahkan jangan sampai ada perasaan atau pikiran jahat terhadapnya!
Jika kau melanggar apa yang aku ucapkan saat dinihari ini, kelak kau akan
mendapat malapetaka dan menyesal sampai ke liang kubur!"
"Begltu
..? Hemm…. Apa hubunganmu dengan pemuda itu. Kau seperti melindunginya
sekaligus mengancamku!" si kakek bangkit berdiri.
Namun
gadis jelita itu telah berkelebat pergi tanpa berikan jawaban.
"Hah!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab memandang berkeliling.
Mengusap
mukanya berulang kali. Menggosok matanya sampai dia merasa kepedasan sendiri.
"Kemana lenyapnya makhluk tadi… jangan-jangan aku barusan hanya
bermimpi…." Orang tua ini menghela nafas dalam lalu sambil
geleng-gelengkan kepaia dia melangkah menuju telaga. "Aku perlu mandi
mendinginkan tubuh dan kepalaku! Aku bermimpi…. Hanya mimpi perlu apa
dipikirkan…."
Di tepi
telaga Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab siap menanggalkan jubah putihnya. Tapi
tiba-tiba ada suara sesuatu seperti sayap besar mengepak di udara. Dia cepat
membalik. Saat itu sebuah benda besar kecoklatan melayang rendah di antara
pepohonan lalu mendarat di tanah di hadapan si kakek, Ternyata benda ini adalah
kura kura raksasa bersayap lebar. Dan di atas punggung kura-kura terbang ini
melompat turun seorang dara berpakaian ungu, berambut digulung ke atas dan
berwajah cantik menawan. Sikapnya anggun ketika tegak berdiri berkacak pinggang
memandang pada Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang sudah kenal siapa gadis ini memandang dengan
wajah sinis karena dia tahu, sesuai kabar yang disirapnya di masa lalu, gadis
ini adalah kekasih Hantu Muka Dua Hanya dalam hati si kakek bertanya-tanya
sudah sejak berapa lama gadis itu berada di sekitar telaga. Mungkin juga telah
melihat kemunculan gadis berpakaian putih panjang tadi.
"Aku
mau membersihkan diri di telaga. Harap kau yang perempuan segera meninggalkan
tempat ini!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berkata.
"Wahai!
Masih gelap gulrta dan sedingin ini! Kau hendak menceburkan diri mandi di dalam
telaga. Pasti tubuh dan pikiranmu diselimuti hawa panas. Apakah ucapan gadis
berpakaian putih itu yang membuatmu panas kelangsangan?!"
"Luhjelita!
Sudah berapa lama kau berada di sekitar sini?!" tanya si kakek.
"Cukup
lama! Aku sempat mendengar semua pembicaraan kalian…." jawab si gadis.
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab terkejut "Berarti aku tadi tidak mimpi. Gadis
ini ikut melihat kehadiran gadis berpakaian putih itu!" kata Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab dalam hati.
"Setahuku
kau adalah kekasih Hantu Muka dua. Kehadiranmu di sini pasti tengah
memata-matai diriku!"
Luhjelita
tertawa gelak-gelak, "Sebagai orang yang jauh lebih tua dariku seharusnya
kau tahu! Dalam hidup seseorang bergaul dengan yang baik dan yang jahat adalah
satu kewajaran selama orang itu bisa membatasi diri…."
"Aku
mengerti, kau memang bisa membatasi diri. Hingga dalam hubunganmu dengan Hantu
Muka Dua tidak sampai hamil! Seperti yang dialami Peri Bunda yang hamil akibat
hubungan gelapnya dengan Wiro Sableng!"
Berubah
paras Luhjelita mendengar kata-kata si kakek. "Aku tidak percaya mendengar
orang sepertimu bisa berucap seperti itu! Rupanya benar kabar yang aku sirap.
Kemampuan dan kesaktianmu telah mulai pudar akibat kau terlalu jauh menuruti
perasaan hati daripada pikiran sehat!"
"Jangan
berani bicara kurang ajar padaku!" bentak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Orang
tua, aku tidak bicara kurang ajar! Aku hanya mengucapkan kenyataan! Jika selama
ini tidak banyak berbuat menyimpang, kau tidak bakal sengsara seperti yang kau
alami saat ini!"
"Gadis
celaka! Katakan apa maumu mendatangi aku di tempat ini!"
"Gadis
berpakaian serba putih tadi! Apakah kau mengenal siapa dirinya?!" tanya
Luhjelita.
"Aku
tidak tahu siapa dia! Tidak pernah kenal sebelumnya! Dan aku tidak memikirkan
dirinya lagi. Persetan!"
"Apa
kau juga tidak memikirkan apa yang diucapkannya?!"
"Kau
yang harus memikirkan!" sentak si kakek "Bukankah kau juga telah
berselingkuh berbuat mesum dengan pemuda asing itu? Jangan kau berdusta! Karena
kedua cucuku sendiri yang menceritakan padaku. Mereka melihat apa yang kau
lakukan di sebuah goa!"
"Hemmm…
begitu?! Jadi mereka rupanya yang jadi biang racun penyebar fitnah! Padahal
tadinya aku menyangka Wiro yang jadi biang racun! Bagus Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab! Kau ikut membantu aku!
Memberi
kesaksian atas perbuatan dua cucumu sendiri! Aku akan mencari dua cucumu itu!
Jika bertemu akan kuajari adat istiadat bagaimana bicara yang baik dan tidak
memfitnah orang sembarangan!"
"Kalau
kau berani mengganggu dua cucuku. Jika terjadi apa-apa dengan Luhkemboja dan
Luhkenanga, aku akan menghajarmu mulai dari ubun-ubun sampai ke telapak
kaki!"
"Hebat
benar kaulmu! Kuharap saja kau benar-benar bisa melakukannya. Kecuali jika
Pendekar 212 Wiro Sableng menghabisimu terlebih dulu! Selamat tinggal orang tua
yang mulai pikun!"
"Gadis
jahanam! Kau berlancang mulut berani memutar balik kenyataan! Kau rasakan dulu
bekas tanganku!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Selagi
Luhjelita melompat ke atas punggung kura-kuranya, kakek ini lepaskan satu
pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi.
"Tua
bangka tak tahu diri! Sambut balasanku ini!" teriak Luhjelita.
Lalu
sambil mendarat duduk di punggung kura-kura raksasa dia dorongkan dua
tangannya. Dua larik sinar ungu menyambar ke arah si kakek, "Wuttt!"
"Wusss!
Wusss!"
"Bummm!"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab terpental masuk ke dalam telaga. Luhjelita sendiri
mencelat dari atas punggung Laecoklat si kura-kura raksasa. Setelah mengatur
jalan darahnya yang terasa bergejolak gadis ini cepat melompat kembali ke atas
kura-kura lalu melesat terbang ke udara.
"Tua
bangka tolol! Dia sendiri yang membuka rahasia kejahatan dua cucunya! Ha…. ha!
Luhkemboja! Luhkenanga! Kalian tunggu pembalasanku!" dendam Luhjelita
terhadap dua gadis itu memang bukan olah-olah. Merekalah yang telah berbuat
keji terhadapnya di dalam goa (Baca serial Wiro Sableng berjudul "Hantu
Langit Terjungkir")
Sementara
Laecoklat melesat dalam kegelapan dan dinginnya udara menjelang dinihari,
Luhjelita kembali berpikir-pikir.
"Gadis
berpakaian putih yang muncul menemui Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab di telaga,
siapa gerangan dia adanya. Agaknya dia banyak tahu perihal Wiro Sableng.
Jangan-jangan dia adalah kaki tangan Hantu Muka Dua seperti yang dikatakan
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Aku perlu
menyelidik." Lalu Luhjelita teringat pada satu hal lain. "Aku
menyirap kabar Wiro telah melangsungkan perkawinan di Bukit Batu Kawin. Tak
lama setelah itu si juru kawin Lamahila mati terbunuh! Apa hubungan semua ini?
Siapa gadis yang menjadi istri Wiro…? Banyak sekali teka-teki yang harus aku
pecahkan!"
******************
8
MAKHLUK
yang mukanya tertutup tanah liat kering hitam itu sampai di puncak bukit kecil
berbatu-batu. Dengan nafas mengengah dia tegak bersandar ke satu batu besar. Di
sini dia membuka bagian atas jubah hitamnya. Begitu dadanya telanjang kelihatan
bahu kirinya bengkak kemerahan. Sejak beberapa waktu lalu dia tidak sanggup
menggerakkan sekujur tangan kirinya mulai dari bahu sampai ke ujung-ujung jari.
Rasa sakit mendera hampir tak tertahankan. Itulah bekas dan akibat pukulan
Tangan Dewa Merajam Bumi yang dilepaskan Luhcinta sewaktu terjadi perkelahian
di tepi telaga
"Gadis
secantik itu, tidak disangka memiliki pukulan begin! ganas.
Berkali-kali
aku mengerahkan tenaga dalam dan mengatur jalan darah.
Tapi cidera
ini seperti tak mau sembuh. Sekarang tubuhku terasa panas.
Mungkin
sekali pukulan ini mengandung racun jahat! Kalau saja pukulannya lebih ke
sebelah tengah, mungkin jantungku sudah ambruk dan saat ini aku sudah berada di
alam roh. Aku tak takut mati. Tapi kalau aku sampai menemui ajal sebelum dapat
menyingkap rahasia hidup ini, aku akan mati penasaran dan tidak tenteram di
liang kubur!"
Si
Penolong Budiman menghela nafas panjang. Dia kembali kerahkan tenaga dalamnya
ke bahu kiri. Dari puncak bukit batu itu dia memandang ke bawah. "Nenek
sakti itu. Gerakannya cepat luar biasa. Aku kehilangan jejak. Bagaimana
mencarinya…?
Seperti
diceritakan sebelumnya setelah terkena hantaman pukulan Tangan Dewa Merajam
Bumi, Si Penolong Budiman melarikan diri. Namun setengah jalan satu pikiran
muncul dalam benaknya. Dari berbagai penyelidikan yang dilakukannya terhadap
Luhcinta, satu diantaranya dia mengetahui bahwa gadis itu mempunyai seorang
guru, yakni seorang nenek sakti bernama Hantu Lembah Laekatakhijau. Tadi sebelum
lari, sekilas dia melihat sosok orang yang menolongnya itu ditutupi ratusan
katak hijau. Bukan mustahil nenek ini adalah guru si gadis. Dalam keadaan
cidera begitu rupa Si Penolong Budiman akhirnya memutuskan untuk kembali ke
telaga. Dia bermaksud menyelidik. Siapa tahu kali ini jerih payahnya
mendatangkan hasil tak terduga.
Gelapnya
malam sangat menolong Si Penolong Budiman hingga tanpa diketahui orang-orang
yang ada di tepi telaga dia berhasil menyelinap. Dia bersembunyi di balik
serumpun semak belukar lebat.
Hanya
sayangnya Si Penolong Budiman sampai di telaga kembali ketika Luhmasigi
menolong Naga Kuning, Setan Ngompol dan Betina Bercula.
Jadi dia
tidak sempat mendengar pembicaraan-pembicaraan sangat penting antara Luhcinta
dan gurunya itu.
Begitu
Luhmasigi alias Hantu Lembah Laekatakhijau berkelebat pergi, sesaat Si Penolong
Budiman menjadi bimbang. Apakah dia akan menguntit Luhmasigi atau mengikuti
Luhcinta. Akhirnya orang ini memutuskan mengikuti si nenek. Namun gerakan lari
si nenek ternyata sebat luar biasa. Apalagi Si Penolong Budiman berada dalam
keadaan cidera bahu kirinya. Setelah menguntit cukup jauh di kaki bukit batu Si
Penolong Budiman kehilangan jejak si nenek.
"Setahuku
nenek itu tinggal di sebuah lembah. Ada banyak lembah di kaki bukit itu. Dulu
aku pemah mendatangi kawasan ini, tapi selalu tersesat" Selagi berada
dalam kebingungan seperti itu tiba-tiba makhluk muka tanah liat ini melihat
satu bayangan bergerak di depannya. Cepat dia mendekam merapatkan diri ke batu.
Dalam jarak lima tombak, di gelapnya malam Si Penolong Budiman melihat satu
sosok aneh berlari tak terlalu cepat ke arah kiri. Ketika dalam jarak lima
tombak dia melihat jelas ujud orang yang lewat itu kejut Si Penolong Budiman
bukan alang kepalang.
Jika ada
halilintar menyambar di hadapannya atau saat itu ada setan kepala tujuh tangan
dua belas muncul hendak mencekiknya, mungkin tidak sedemikian kagetnya makhluk
bermuka tanah liat ini! Sekujur badannya menggigil bergeletar. Dua matanya
terbeliak. Dadanya mendadak menyesak. Dia seperti hendak berteriak, tapi
mulutnya seolah mendadak kaku.
Yang
lewat ternyata seorang nenek yang di atas kepalanya ada segulung asap merah
berbentuk kerucut terbalik. Dua bola matanya menjorok keluar, juga berbentuk
kerucut merah yang bisa memendek bisa memanjang.
"Wahai
Yang Maha Kuasa! Terima sujud terima kasihku! Kau temukan juga aku akhirnya
dengan dia. Bunda…." ..
Makhluk
aneh itu lewat di samping batu dimana Si Penolong Budiman mendekam.
"Bunda…!"
Si Penolong Budiman merasa sepertinya dia telah berteriak keras. Tapi tak
sedikitpun suara keluar dari mulutnya. Ketika nenek tadi mulai samar-samar di
kejauhan dalam kegelapan malam, makhluk muka tanah liat segera bergerak
mengejar. Namun aneh, bagaimanapun kencangnya dia berlari, dia tak sanggup
mendekati si nenek. Jarak mereka senantiasa terpisah sejauh sepuluh sampai dua
belas tombak. Air mata mengucur di pipi berlapis tanah liat hitam. Si Penolong
Budiman berlari mengikuti nenek di sebelah depannya sambil menangis!
"Bunda,
Bunda Luhniknik, berbilang hari berbilang minggu, belasan pumama dan tahun
berganti tahun aku mencarimu. Kau seolah-olah raib dari Negeri Latanahsilam
ini. Aku sampai menduga yang tidak baik.
Mengira
kau sengaja melenyapkan diri karena tak sanggup menahan malu akibat apa yang
terjadi dengan diriku dan Luhpiranti. Bunda, maafkan diriku ini. Aku menyusun
sepuluh jari di atas kepala. Mohon ampun padamu wahai Bunda…." Si Penolong
Budiman terus saja mengikuti orang di depannya.
Temyata
si nenek lari ke kaki bukit batu sebelah selatan. Ketika di kejauhan langit di
sebelah timur tampak terang tanda fajar mulai menyingsing si nenek sampai di
sebuah lembah dimana mengalir satu sungai kecil.
"Sungai
kecil di lembah…. Astaga, keadaan ini sesuai dengan petunjuk tempat kediaman
Hantu Lembah Laekatakhijau! Jangan- jangan…." Si Penolong Budiman
memandang berkeliling. Di mana-mana dia melihat ratusan, bahkan ribuan katak
hijau mendekam. Di tanah, di batu, pada daun-daun dan pepohonan. Saat itu ingin
sekali dia mendatangi nenek yang di kepalanya ada asap merah berbentuk kerucut
ingin memeluk dan meratapinya. Namun di saat-saat begitu menegangkan bagi
dirinya, dia masih kuasa menahan diri dalam ketabahan yang sulit bisa
dipercayanya sendiri.
Di depan
sebuah goa nenek aneh itu tegak berkacak pinggang lalu berseru.
"Luhmasigi! Aku datang! Hari sudah mau siang! Apa kau masih enak-enakan
melingkar tidur di dalam sana?!"
Baru saja
si nenek berteriak begitu tiba-tiba ratusan ekor katak berbagai ukuran
keluarkan suara mengorek riuh dan melesat menempel di kepala, muka serta
tubuhnya sampai ke kaki.
"Katak-katak
sialan!" maki si nenek walau kuduknya jadi merinding.
"Luhmasigi!
Kalau kau tidak segera keluar jangan menyesal ratusan katakmu akan kujadikan
bangkai untuk santapan pagimu?"
Dari
dalam goa terdengar suara tawa mengekeh. Sesaat kemudian muncullah sosok
Luhmasigi alias Hantu Lembah Laekatakhijau. Dia tegak di mulut goa sambil
kucak-kucak matanya.
"Tua
bangka kurang ajar berjuluk Hantu Penjunjung Ron alias Luhniknik! Puluhan tahun
kau menghilang! Di lobang semut mana kau sembunyi selama ini? Kini muncul
untung masih kukenal! Tapi kurang ajarnya begitu datang ke tempat orang
berteriak tidak karuan! Aku baru saja kembali dari perjalanan jauh! Kau
mengganggu ketenteramanku!
Benar-benar
makhluk tidak tahu adat! Luhniknik! Ada apa kau pagi-pagi buta datang ke
tempatku?!"
"Aku
baru mau bicara kalau kau memerintahkan katak-katakmu angkat kaki dari kepala
dan tubuhku!"
Luhmasigi
tertawa panjang. Lalu dia bertepuk tiga kali. Ratusan katak yang menempel di
kepala, muka dan tubuh Hantu Penjunjung Roh melompat kembali ke tempatnya masing-masing.
"Ratusan
katakku sudah pergi. Sekarang katakan apa keperluanmu wahai Luhniknik!"
"Ada
tiga hal. Pertama menyangkut diri muridmu Luhcinta…."
"Tunggu,
kau mau bicara di dalam atau…."
"Aku
lebih suka bicara di sini dari pada di dalam goamu yang pengap bau itu!"
jawab si nenek yang ditanya.
"Bagus!
Katakan ada apa dengan muridku Luhcinta? Kau tahu, belum lama ini aku bertemu
dengan dia…."
"Wahai,
apakah keadaan cucuku itu baik-baik saja?" tanya Luhniknik alias Hantu
Penjunjung Roh yang memang adalah nenek kandung Luhcinta.
"Kau
masih menyebutnya sebagai cucu! Tapi selama ini kau berbuat apa! Padahal begitu
banyak kabar tersiar menyangkut gadis itu!
Kau malah
melenyapkan diri. Jangan pula berharap kau mau mencari tahu mencari jejak
anakmu yang lelaki!"
"Justru
kehadiranku di tempatmu ini untuk membicarakan masalah itu, jadi jangan kau
mengumpat tidak karuan! Kau tahu kalau Luhcinta menjalin cinta dengan seorang
pemuda asing bernama Wiro Sableng?!
"Anak
itu tidak mengaku kalau dia mencintai pemuda itu. Juga tidak memberi tahu kalau
pemuda itu mencintainya. Tapi saat ini dia berada dalam satu kecewa besar. Aku
khawatir kalau dia sampai patah hati dan memilih hidup sebatang kara sampai
mati!"
"Apa
maksudmu Luhmasigi?"
"Pemuda
yang dicintainya itu kabarnya telah kawin dengan gadis lain!"
"Kurang
ajar! Berarti dia mempermainkan cucuku!"
"Itulah
yang ada di benakku! Aku bermaksud mencarinya dan menghajarnya sampai dia tahu
rasa. Sebelumnya aku juga ada niat untuk pergi ke tempatmu. Ternyata kau datang
lebih dulu! Ada satu hal perlu kuceritakan padamu. Kau pernah mendengar seorang
berjuluk Si Penolong Budiman?" Luhniknik alias Hantu Penjunjung roh
anggukkan kepalanya.
Di tempat
gelap Si Penolong Budiman pasang telinganya baik-baik.
Luhmasigi
lanjutkan ucapannya. "Si Penolong Budiman diketahui telah sejak lama
menguntit muridku. Kemana-mana dia menanyakan tentang riwayat gadis itu. Namun
terakhir kali dia berusaha mencuri bunga mawar merah dari batu milik
Luhcinta…."
"Maksudmu
bunga mawar batu hiasan rambut yang dulunya adalah milikku kemudian kuberikan
pada Luhpiranti ibu gadis itu…?" tanya Hantu Penjunjung Roh.
"Benar,"
jawab Luhmasigi. Di tempat persembunyiannya, di dalam gelap mendadak Si
Penolong Budiman merasakan dadanya berdebar keras ketika mendengar kata-kata
Hantu Penjunjung Roh. Kalau saja wajahnya tidak tertutup tanah liat maka akan
terlihat bagaimana air mukanya berubah seputih kain kafan!
"Benda
itu memang telah dikembalikan Si Penolong Budiman.
Namun
masih ada hal lain…."
"Tunggu
dulu!" memotong Hantu Penjunjung Roh. "Apakah kau dan Luhcinta ada
menyelidik, mengapa Si Penolong Budiman mencuri bunga mawar dari batu itu?
Benda itu tidak ada gunanya baginya…."
"Itulah!
Wahai! Aku sudah memerintahkan Luhcinta untuk mencari Si Penolong Budiman dan
menyelidik. Tapi seperti kataku tadi ada satu hal lain yang membuat cucumu
sangat marah terhadap Si Penolong Budiman…. Ketika gadis itu sedang mandi di
telaga, makhluk bermuka tanah liat itu diam-diam mengintipnya…."
"Kurang
ajar! Aku akan cari makhluk kurang ajar itu! Aku akan hancurkan kepalanya
sampai otaknya bertaburan! Dan kau harus perintahkan ratusan katakmu menyiangi
tubuhnya hingga tinggal tulang belulang tak berguna!" Hantu Penjunjung Roh
marah sekali. Kemudian dengan suara perlahan dan bernada haru dia berkata.
"Heran, nasib anak itu. Sejak lahir sampai dewasa begitu rupa tak kunjung hentinya
dilanda kesulitan…. Sampai saat ini ayahnya sendiri tidak diketahui dimana
beradanya! Kalaupun kelak dia bisa bertemu apakah gadis itu akan cukup tabah
menerima kenyataan bahwa ayahnya adalah kakak kandung ibunya sendiri?!"
Di tempat
persembunyiannya, Si Penolong Budiman tidak mampu lagi menahan gelora di
dadanya yang seolah hendak meledakkan dirinya.
Bibirnya
digigitnya sampai berdarah. Lalu dia jatuhkan diri bersujud di tanah.
"Wahai Yang Kuasa! Kuatkan hatiku! Rupanya benar semua dugaanku! Dugaan
selama ini kini menjadi kenyataan! Wahai Yang Kuasa!
Tolong
diriku! Tolong diri anakku! Beri aku petunjuk sekarang juga! Apa yang harus aku
lakukan!" Suara hati yang tidak dapat dikeluarkannya dari rongga dadanya
itu akhirnya membersit dalam bentuk semburan isak tangis tak tertahankan lagi!
Ketika
Luhmasigi hendak bicara, Luhniknik alias Hantu Penjunjung Roh angkat tangan
kanannya memberi isyarat.
"Telingaku
menangkap ada suara seperti orang mengisak!"
Sepasang
mata Luhmasigi bergerak berputar. Lalu nenek ini mengangguk. Dia menunjuk ke
balik pohon besar dikelilingi semak belukar rendah.
"Datangnya
dari arah pohon itu. Aku….
Belum
habis Luhmasigi alias Hantu Lembah Laekatakhijau berucap, Hantu Penjunjung Roh
telah melesat, berkelebat ke balik pohon besar. Tak selang berapa lama sesosok
tubuh berjubah hitam terlempar dan jatuh terbanting di depan goa, di hadapan
Luhmasigi. Si nenek delikkan matanya.
"Penolong
Budiman! Kau!"
"Benar,
memang dial" kata Hantu Penjunjung Roh yang kembali telah berada di depan
goa dan memandang garang pada sosok yang tergelimpang di tanah.
******************
9
SOSOK
yang terkapar di tanah itu memang adalah makhluk bermuka tanah Hat Si Penolong
Budiman. Ketika dia mencoba bangun, Hantu Penjunjung Roh yang tadi mencekalnya
di balik pohon lalu melemparkannya kedepan goa, segera injak dadanya hingga Si
Penolong Budiman kembali terhantar tertelentang di tanah.
"Biarkan
dia bangkit dan duduk di tanah! Aku ingin menanyainya!" kata Hantu Lembah
Laekatakhijau.
"Aku
yakin dia sengaja menguntit aku sampai ke tempat ini! Pasti dia membekal maksud
jahat! Bukankah lebih baik kita pecahkan saja kepalanya saat ini?" kata
Hantu Penjunjung Roh. Tangan kanannya diangkat sementara sepasang kerucut merah
yang merupakan bola matanya bergerak mundur maju.
"Biarkan
dia duduk. Kita tanyai dulu! Kalau dia tidak mau menjawab baru dihabisi!"
Hantu
Penjunjung Roh angkat kakinya dari dada Si Penolong Budiman. Sekali jambak saja
makhluk bermuka tanah liat ini dibuatnya bangkit berlutut di hadapan Luhmasigi.
"Makhluk
bermuka tanah liat, benar kau telah mengikuti kerabatku sampai ke tempat
ini?"
Mohon
maafmu Nek. Saya… saya memang mengikutinya. Tapi tidak ada maksud jahat…"
"Tidak
ada maksud jahat! Kurang ajar! Pintarnya kau berkelit!
Kalau kau
punya maksud baik mengapa menguntit secara diam-diam lalu sembunyi di balik
pohon sana mendengarkan pembicaraan kami?!" bentak Hantu Penjunjung Roh.
"Maafkan
saya Nek. Semua saya lakukan karena saya khawatir kalau-kalau saya sampai
kesalahan menyelidik…."
"Menyelidik?
Penyelidikan apa yang tengah kau lakukan? Selama ini aku mendengar kabar kau
selalu menguntit muridku Luhcinta!"
"Dan
kau mencuri barang miliknya! Juga mengintipnya mandi!" menyambung Hantu
Penjunjung Roh.
"Saya
tidak ada niat jahat! Tidak bermaksud mencuri. Apa lagi berbuat keji mengintip
gadis itu mandi. Saya…."
"Plaaakk!"
Tamparan Hantu Penjunjung Roh membuat Si Penolong Budiman roboh pada sisi
kirinya yang cidera hingga dia mengeluh kesakitan. Dengan susah payah dia
berusaha bangkit dan kembali berlutut "Maafkan saya Nek…," kata Si
Penolong Budiman sambil mengangkat tangan kanan ke atas kening dan mendukkan
kepala.
Luhmasigi
memperhatikan gerak-gerik si muka tanah liat ini. "Ada yang tidak beres
dengan tangankiri orang ini…" Dia maju mendekat lalu "brettt!"
Dia jubah hitam si Penolong Budiman di bagian bahu kiri hingga robek
tersingkap. Si nenek perhatikan cidera bengkak kemerahan di bahu itu.
"Pukulan Tangan Dewa Merajam Bumi!" ujar si nenek denan kening mengernyit."Ternyata
muridku sudah memberikan pelajaran baik padamu hah?!"
"Saya
menerima semua hukuman apapun yang dijatuhkan atas diri saya. Saya tidak
takabur. Bahkan matipun saya tidak takut. Asal saja semua apa yang saya
selidiki bisa terjawab. Beban rahasia hidup ini sangat berat bagi saya. Saya
tak kuasa menanggungnya lebih lama…."
"Katakan!
Apa yang tengah kau selidiki sebenarnya!" membentak Hantu Penjunjung Roh.
"Rahasia
kehidupan diriku sendiri Nek…."
"Kalau
kau menyelidiki rahasia kehidupan dirimu sendiri. mengapa menguntit muridku
kemana-mana! Kau mencuri bunga mawar batu merah!
Kau
mengintipnya mandi…."
"Nek,
batu merah hiasan rambut berbentuk bunga mawar itu adaiah salah satu benda yang
dapat menyingkap tabir gelap yang menyungkup diri saya selama ini…. Saya merasa
mempunyai kaitan dengan murid atau cucu kalian. Tapi sulit bagi saya untuk
membuktikan.
Penyelidikan
yang saya lakukan selama ini selalu terbentur di jalan buntu.
Itu
sebabnya saya memberanikan diri memeriksa kantong perbekalan Luhcinta. Hanya
saja saya berlaku ceroboh. Itu saya lakukan ketika dia sedang mandi. Tapi jika
tidak saya lakukan saya mungkin tidak akan pernah punya kesempatan lagi untuk
menyelidikinya…."
"Makhluk
muka tanah liat! Jangan berani macam-macam mengatakan punya kaitan dengan
cucuku! Siapa kau sebenarnya?!" Membentak Hantu Penjunjung Roh.
"Kami
tadi mendengar kau menangis di tempat persembunyianmu! Apa yang kau
tangiskan?!" bertanya Luhmasigi.
"Nek,
dada ini rasanya mau meledak karena tidak dapat mengeluarkan sejuta ucapan yang
terpendam sejak belasan tahun silam.
Terus
terang, diri saya telah hancur dalam duka berkepanjangan. Saya ingin
menerangkan siapa diri saya. Namun mungkin kalian tidak percaya.
Karenanya
saya meminta agar kalian sudi melihat wajah yang selama ini selalu saya
sembunyikan. Saya berharap wajah saya ini bisa menjadi sejuta kata yang bisa
memberi kejelasan pada kalian."
Habis
berkata begitu Si Penolong Budiman mencongkel tapisan tanah liat hitam kering
yang melapisi permukaan wajahnya. Saat itu hari mulai terang karena di timur
fajar telah menyingsing. Begitu lapisan tanah liat kering lepas dari wajahnya,
Si Penolong Budiman memandang ke arah Hantu Penjunjung Roh.
"Nenek,
apakah kau mengenali wajah saya…?" Wajah tua keriputan Hantu Penjunjung
Roh kelihatan mengerenyit Lalu perlahanlahan berubah pucat. Dua bola matanya
yang berbentuk kerucut merah memberojol keluar. Dari kepalanya mengepul asap
merah sedang asap berbentuk kerucut yang ada di atas batok kepalanya bergerak
turun naik!
Sekujur
tubuh si nenek menggigil seperti orang diserang demam panas tinggi. Badannya
menghuyung. Dia cepat bersandar ke pohon di belakangnya.
"Luhniknik,
kau kenapa?! Apa kau mendadak sakit…?!" bertanya Luhmasigi.
"Demi
seribu Dewa seribu Peri! Demi semua roh yang tergantung antara langit dan
bumi…!"
"Nenek
Luhniknik, apakah kau mengenali diri saya?"
"An…
anakku Latampi…" suara Hantu Penjunjung Roh bergetar hebat "Benar,
benarkah kau yang berlutut di hadapanku ini? Wahai Yang Maha Kuasal Kau
kembalikan anakku… Latampi…." Sepasang mata si nenek tak kuasa menahan
jatuhnya air mata yang meluncur ke pipinya.
Si
Penolong Budiman sendiri tampak berkaca-kaca dua matanya.
Hantu
Lembah Laekatakhijau mulai sesenggukan.
"Kalau…kalau
kau memang Latampi anakku, di punggungmu pasti ada tanda kehijauan…."
Mendengar
kata-kata Hantu Penjunjung Roh itu Si Penolong Budiman gerakkan tangan kanan
untuk menurunkan jubahnya sampai sebatas pinggang. Lalu dia memutar tubuh,
mengarahkan punggungnya pada Hantu Penjunjung Roh. Si nenek terdengar memekik
keras ketika dia melihat pada punggung Si Penolong Budiman ada tanda kehijauan
sebesar telapak tangan.
Si
penolong Budiman tarik jubahnya ke atas kembali. Masih dalam keadaan berlutut
dia memutar tubuh, berhadap-hadapan lagi dengan si nenek.
"Nenek,
apakah kau bisa membenkan satu kepastian siapa adanya diri saya
sebenarnya?"
Hantu
Penjunjung Roh menggerung keras.
"Kau…
kau jangan panggil aku Nenek. Kau adalah anakku!
Latampi!
Kau adalah anakku! Aku ini ibumu!" Tak dapat menahan hatinya lagi
Luhniknik alias Hantu Penjunjung Roh memeluk Si Penolong Budiman erat-erat
sambil meratap panjang. Luhmasigi alias Hantu Lembah Laekatakhijau ikut
merangkul kedua orang itu dan tak dapat pula menahan tangisnya.
Setelah
puas berangkulan dan bertangisan, ketiga orang itu terduduk diam, tak bisa
berucap, hanya bersaling pandang satu sama lain.
Akhirnya
Hantu Lembah Laekatakhijau berkata.
"Latampi,
mari aku obati cidera di bahu kirimu. Aku bersyukur pukulan yang dilepaskan
Luhcinta tidak menghantam telak dirimu. Kalau sampai anak itu membunuhmu, lalu
kemudian dia tahu siapa dirimu sebenarnya. Aku tak dapat membayangkan apa yang
bakal terjadi…."
"Nek,
justru saat ini saya masih merasakan ada ganjalan berat dalam hati ini…"
menjawab Si Penolong Budiman yang sebenarnya adalah Latampi, ayah Luhcinta.
"Ganjalan
apa maksudmu?" tanya si nenek. "Selama ini saya selalu ingin bertemu
dengan Luhcinta. Namun kini ada kebimbangan kehadiran saya akan memmbulkan duka
lara dalam dirinya. Sekalipun saya memang ayahnya, tetapi bukankah saya ini
kakak kandung dari Luhpiranti, ibunya? Kenyataan ini bukankah satu hal yang
sangat pahit baginya?
Apalagi
dia juga tahu knlau dia anak yang terlahir di luar nikah. Anak haram…."
Hantu
Penjunjung Roh tundukkan kopala lalu memandang ke jurusan lain. Matanya kembali
berkaca-kaca. sementara Hantu Lembah Laekatakhijau pegang bahu Latampi dan
berucap.
"Mengenai
sebutan anak haram yang barusan kau ucapkan. Di dunia ini tidak ada yang
disebul anak haram wahai cucuku! Semua anak yang lahir ke dunla adalah anak
anak suci. Luhcinta sama sucinya dengan bayi-bayi lain yang pernah dilahirkan
seorang ibu. Dia tidak akan pernah menanggung segala dosa atau kekeliruan yang
dibuat kedua orang tuanya…."
"Ucapanmu
itu menguatkan hati saya Nek. Saya sangat berterima kasih. Tapi saya tidak bisa
menduga bagaimana perasaan hati Luhcinta sendiri. Paling tidak dia akan merasa
malu berayahkan seorang lelaki seperti saya. Yang kawin dengan adik kandungnya
sendiri…."
"Kuatkan
hatimu Latampi," berkata Hantu Penjunjung Roh.
"Jangan
mengharapkan sesuatu yang tidak baik. Tabahkan hatimu!
Kuatkan
jiwamu sambil meminta berkat dan perlindungan dari Yang Kuasa…."
"Luhniknik,
pertama kali kau datang tadi, kau mengatakan ada tiga hal yang hendak kau
bicarakan. Kita sudah membicarakan mengenai Luhcinta. Apa hal ke dua dan ke
tiga?"
"Beberapa
waktu lalu seorang perempuan tua bernama Luhmundinglaya pernah menyiar kabar
kalau dia ingin sekali menemui salah satu dari kita sebelum dia menemui ajal.
Waktu itu dia sedang dilanda sakit berat…"
"Luhmundinglaya,…
Hantu Lembah Laekatakhijau mengulang menyebut nama itu. "Bukankah dia
perempuan yang pernah diam di rimba belantara tempat ditemukannya mayat
Luhpiranti tergantung? Ada apa dengan nenek itu dan mengapa mencari kita?"
"Katanya
ada satu hal teramat penting yang hendak disampaikannya pada kita sebelum dia
mati…" jawab Hantu Penjunjung Roh.
"Hal
apa?" tanya Hantu Lembah Laekatakhijau.
"Dia
tidak memberi tahu pada siapapun. Kecuali pada kita berdua.
Aku punya
firasat apa yang hendak dikatakannya punya hubungan tertentu dengan kematian
Luhpiranti di dalam rimba belantara…."
"Kalau
begitu kita harus mencari Luhmundinglaya!" kata Hantu Lembah Laekatakhijau
pula. "Tetapi yang lebih penting adalah agar Latampi segera menemui
Luhcinta lebih dulu!"
"Dengan
izin kalian berdua saya akan mencarinya sekarang juga…" kata Si Penolong
Budiman alias Latampi.
"Itu
memang harus kau lakukan anakku," kata Hantu Penjunjung Roh. "Hal
ketiga yang aku ingin sampaikan padamu ialah, apakah kau sudah mendengar kabar
tentang tersebar luasnya udangan yang datang dari Istana Hantu Muka Dua, Istana
Kebahagiaan?"
Luhmasigi
gelengkan kepala. "Undangan apa?" si nenek bertanya.
"Hantu
Muka Dua menyebar undangan dari mulut ke mulut. Pada hari ke lima belas bulan
dua belas akan diadakan satu pertemuan akbar dari semua tokoh dunia persilatan
di Negeri Latanahsilam ini."
"Dulu
kudengar kabar dia hendak mendirikan semacam Kerajaan di negeri ini. Kerajaan
Kebahagiaan. Dia telah mulai dengan mendirikan Istana Kebahagiaan…." Kata
Luhmasigi pula.
"Kurasa
dia belum siap untuk melakukan hal itu. Selain banyak tantangan dia juga tidak
mempunyai cukup banyak orang-orang tangguh yang mampu membantunya…."
"Dengan
Hantu Muka Dua kita tidak bisa menilai sembarangan wahai kerabatku.
"Otaknya cerdik, akalnya panjang, tipu dayanya banyak.
Kita
harus menyelidik. Untuk itu kita harus memenuhi undangan tersebut!
Jika dia
berani berbuat macam-macam tak ada salahnya semua kita yang menentang bersatu
untuk menghancurkannya…."
"Aku
memang sudah memutuskan untuk menghadiri undangan itu.
Sebelum
pergi ada gunanya kita para kerabat sehaluan menyusun rencana. Bagaimana harus
bertindak jika ternyata undangan itu hanya satu perangkap atau jebakan keji
belaka!"
Luhmasigi
mengangguk. "Rasanya sudah saatnya untuk menghancurkan makhluk penyebar
angkara murka itu. Bukankah dia juga yang dulu berusaha hendak merusak kehormatan
Luhpiranti, lalu juga berbuat yang sama terhadap Luhcinta?" Habis berkata
begitu Luhmasigi buka jubah Latampi sampai sebatas pinggang.
"Cidera
di bahu kirimu harus kuobati dulu." Lalu nenek itu berseru.
"Anak-anak!
Lekas kau periksa dan obati cidera di tubuh cucuku ini!" Si nenek bertepuk
tiga kali. Belasan katak hijau mengeluarkan suara riuh dan melesat ke arah
Latampi.
******************
10
DI UJUNG
pedataran berumput, pada bagian ketinggian, di bawah sebatang pohon besar
Luhcinta hentikan larinya. Dia memandang pada ketiga orang yang sejak beberapa
lama ini selalu bersama-sama dengan dia. Mereka, adalah Naga Kuning, Betina
Bercula dan Setan Ngompol, "Berhari-hari kita menyelidik, tapi orang yang
dicari tak bisa ditemukan. Aku khawatir orang itu sudah menemui ajal. Menyusul
si nenek bernama Lamahila. Berarti sia-sia semua perjalanan ini!"
"Aku
memang kecewa," kata Luhcinta menanggapi ucapan Naga Kuning tadi.
"Tapi aku belum berputus asa! Bukankah kita semua ingin tahu mengapa
Lamahila mati terbunuh. Siapa pembunuhnya. Lalu yang paling penting keterangan
dari Laduliu yang saat ini tengah kita cari. Dan ingat wahai kawan-kawanku.
Bukankah kalian yang mendesak untuk mencari bukti bahwa Wiro benar-benar telah
menikah dengan seorang dara bernama Luhrembulan. Sebenarnya aku punya
kepentingan lain yakni mencari makhluk bermuka tanah liat Si Penolong
Budiman."
"Mungkin
si Laduliu itu sudah kabur meninggalkan Negeri Latanahsilam ini. Takut
dibunuh…."
"Atau
masih di negeri ini tapi bersembunyi di suatu tempat," kata Betina
Bercula.
"Wahai!
Siapakah kalian yang tengah mencari orang bernama Laduliu?" Tiba-tiba satu
suara bertanya dari balik pohon besar, membuat terkejut Luhcinta dan
kawan-kawannya. Keempat orang itu sama-sama melangkah ke balik pohon. Di situ
tampak seorang tua berdestar hitam, berpakaian dan bercelana gombrong hitam,
duduk di rumput sambil memegang sebuah joran pengail. Sikapnya seperti orang
tengah mengail padahal di tempat itu tidak ada tambak atau kolam memancing.
Naga
Kuning, Betina Bercula dan Setan Ngompol jadi saling pandang. Si bocah
berbisik. "Ada orang gila di tempat ini. Masakan duduk mengail di
pedataran rumput!"
Luhjelita
juga menyadari keanehan itu, tapi dia tidak mau bertindak sembarangan.
Orang-orang aneh biasanya adalah mereka yang memiliki kepandaian tinggi dan
menyembunyikan ilmu mereka dibalik keanehan itu.
"Orang
tua berdestar hitam. Kau siapa? Apakah kau kenal dengan Laduliu?" bertanya
Luhcinta.
"Aku
kenal beberapa orang bernama Laduliu, Ada yang pendek, ada yang jangkung. Ada
juga yang gemuk tapi ada pula yang ceking kurus.
Hik… hik…
hik! Laduliu yang mana yang kau cari wahai gadis cantik berbaju biru?"
Sambil
bicara sepasang mata orang tua itu memandang liar, memperhatikan Luhcinta mulai
dari ujung rambut sampai ke kaki.
"Yang
kami cari Laduliu pembantu nenek juru nikah bernama Lamahila," menjawab
Naga Kuning.
"Ooo…
Laduliu yang itu?" ujar si destar hitam. Dia menatap Naga Kuning sesaat
lalu beralih pada Setan Ngompol, terakhir sekali memandang Betina Bercula agak
lama baru kembali berpaling pada Luhcinta. "Mengapa kalian mencari orang
itu?"
"Kami
punya kepentingan. Ingin bertanyakan sesuatu padanya," jawab Luhcinta.
"Kalau
cuma bertanyakan sesuatu katakan saja padaku, nanti aku sampaikan
padanya…."
"Lalu
kapan kami mendapat jawabnya?!" tanya Betina Bercula yang menganggap orang
tak dikenal itu bicara seenaknya.
Si orang
tua kembali memandang pada Betina Bercula lalu tersenyum sambil kedip-kedipkan
matanya. Betina Bercula yang memang nakal balas mengedipkan mata dan unjukkan
sikap genit "Wajahmu sebenarnya cantik tapi dandananmu kacau tak karuan!
Hik…hik!"
kata orang tua berdestar hitam.
"Terima
kasih atas pujianmu," menyahuti Betina Bercula. "Kau baru melihat
luarnya saja, kalau sampai melihat sebelah dalam pasti kau akan terangsang
kelagapan! Hik… hik… hik!"
"Makhluk
tak tahu diri. Memuji diri sendiri!" kata Naga Kuning. "Aku yakin
begitu melihat dirimu sebelah dalam, orang tua itu bukannya terangsang tapi
malah larikan diri ketakutan! Aku…."
Luhcinta
memberi isyarat agar Naga Kuning tidak meneruskan ucapannya. Lalu berkata pada
si orang tua.
"Orang
tua jika kau tidak keberatan, maukah kau menunjukkan tempat kediaman Laduliu?
Antarkan kami ke sana."
"Yang
meminta seorang gadis cantik! Mana aku berani menolak!
Ah….
Tentu saja aku tidak keberatan. Dari kemarin memancing, tak seekorpun ikan
memakan mata kailku. Tapi jika aku mengantarkan kalian ke tempat kediaman
Laduliu, kalian mau memberi aku hadiah apa?"
"Aku
akan sangat berterima kasih. Tapi aku tidak punya barang berharga yang dapat
kuberikan padamu…."
Mendengar
jawaban Luhcinta orang berdestar tertawa mengekeh, Sambil tertawa kembali
matanya jelalatan memperhatikan Luhcinta dari kepala sampai ke kaki. Lidahnya
beberapa kaii dijuiurkan dan tenggorokannya tampak turun naik seolah saat itu
dia tengah memandangi satu makanan yang sangat lezat.
Orang
berdestar hitam itu kembali tertawa mengekeh. "Sudahlah, kau tak usah
memikirkan soal hadiah. Aku akan beri tahu dimana beradanya Laduliu."
Perlahan-lahan orang tua itu bangkit berdiri. Sambil matanya terus menatap
Luhcinta, orang ini gulung tali kailnya seputar joran. "Ikuti aku!"
katanya kemudian pada Luhcinta. Dia mulai melangkah.
Ketika
Luhcinta dan yang lain-lainnya mengikuti tiba-tiba orang tua itu hentikan
langkahnya dan berpaling.
"Yang
boleh mengikutiku hanya satu orang yaitu kau!" Si destar hitam berkata
pada Luhcinta. "Yang tiga ini harap menunggu di sini!"
Sambil
berkata orang tua itu gerakkan tangan kanannya yang memegang joran. Tangan
kirinya ikut bergerak.
"Sssttt…
ssttt!"
Tali kail
yang tadinya melilit di kayu joran tiba-tiba melesat di udara dan tahu-tahu
telah melibat Naga Kuning, Setan Ngompol dan Betina Bercula. Ketiga orang ini
berteriak kaget. Mereka coba lepaskan diri dari lilitan tali kail. Tapi
ternyata mereka tidak mampu lagi menggerakkan anggota badan masing-masing.
Di saat
yang bersamaan dengan melesatnya tali kail, dari tangan kiri orang tua
berdestar menderu selarik angin dingin, mengarah pada Luhcinta. Untung gadis
ini berlaku waspada. Dengan cepatdia melompat jauh hingga terhindar dari
serangan. Wajahnya serta merta menujukkan kegusaran.
"Astaga!
Apa yang terjadi?! Aku tak bisa menggerakkan tangan!" Naga Kuning berseru
kalang kabut
"Tanganku
juga! Kakiku kaku berat!" berkata Betina Bercula dengan muka pucat
"Aih! Pinggulku juga tak bisa digoyangkan!"
"Sekujur
tubuhku lumpuh! Tapi aku masih bisa kencing!" bersuara Si Setan Ngompol.
"Kerahkan
tenaga dalam!" berseru Betina Bercula.
Tapi
begitu mereka menghimpun tenaga dalam mendadak Naga Kuning dan Setan Ngompol
merasakan tubuh mereka menjadi lemas.
Dalam
keadaan terikat begitu rupa ketiganya jatuh ke tanah. Naga Kuning di samping
kiri, Betina Bercula tertelentang di sebelah kanan. Celakanya Setan Ngompol
jatuh menelungkup tepat menindih sosok Betina Bercula!
"Kakek
bau pesing! Awas kalau kau berani ngompol!" teriak Betina Bercula.
Baru saja
dia berteriak begitu justru si kakek mata jereng itu malah pancarkan air
kencingnya.
"Gila
kau! Tua bangka sinting! Kau kencingi diriku!" meraung Betina Bercula
seperti mau menangis. Tapi lelaki yang ada kelainan ini tak bisa berbuat
apa-apa.
"Jangan
ribut saja! Apa tidak sadar kalau kita berada dalam bahaya?!" Menghardik
Naga Kuning.
"Bocah
geblek! Lekas keluarkan naga kuning bermata merah yang ada di dadamu!"
kata Setan Ngompol.
"Aku
tidak tahu bagaimana caranya! Naga jejadian itu hanya muncul kalau
keselamatanku benar-benar terancam…."
"Bocah
tolol! Punya ilmu kesaktian tapi tidak tahu bagaimana menggunakan! Apa saat ini
kau kira keselamatan kita tidak terancam? Aku punya firasat orang tua berdestar
hitam itu hendak membunuh kita semua!" merutuk Betina Bercula.
"Ala…
kau diam sajalah. Kau kan lagi keenakan ditindih kakek tukang ngompol
itu!"
"Sialan
kau!" maki Betina Bercula.
"Anak
setan! Dasar geblek!" ikut memaki Setan Ngompol.
Luhcinta
terkejut sekali melihat apa yang terjadi dengan ketiga sahabatnya itu. Sekali
memperhatikan gadis berkepandaian tinggi ini segera mengetahui bahwa bukan tali
kail yang melibat itu yang melumpuhkan kawan-kawannya. Ada satu ilmu kesaktian
lain yang dikeluarkan bersamaan dengan libatan tali kail. Juga yang tadi
dihantamkan kepadanya lewat tangan kiri oleh orang berdestar hitam.
Sekali
lag! Luhcinta memperhatikan. Seperti diketahui gadis ini memiliki satu ilmu
dimana dia sanggup melihat benda di kejauhan seolah satu jengkal di depan
matanya. Ketika dia mengeluarkan ilmu itu dan meneliti keadaan ketiga kawannya,
dia dapat melihat bagaimana otot dan urat Naga Kuning, Setan Ngompol serta
Betina Bercula seolah terbuhul di beberapa tempat! Paras si gadis berubah
merah. Dia berpaling pada orang tua berdestar hitam.
"Tiada
permusuhan tiada perseteruan. Kami datang dengan baikbaik.
Tapi kau
mencelakai tiga kawanku! Kau melumpuhkan mereka dengan ilmu Membuhul Urat
Mengikat Otot! Katakan siapa kau sebenarnya?!"
Orang tua
berdestar hitam tertawa gelak-gelak.
"Matamu
sungguh tajam Luhcinta!"
"Hai!
Bagaimana kau tahu namaku?!" seru Luhcinta heran dan tambah kaget
"Delapan
penjuru angin Negeri Siapa yang tidak tahu gadis cantik bernama Luhcinta? Yang
saat ini sedang patah hati karena ditinggal kawin sang kekasih! Ha… ha… ha…
ha!"
Luhcinta
tersurut sampai dua langkah. Mukanya yang tadi merah mendadak berubah pucat.
Dia. memandang lekat-lekat ke wajah orang tua itu. Tapi dia tak bisa mengenali
siapa orang ini adanya. Dia melirik ke arah tiga kawannya, memperhatikan sekali
lagi.
"Membuhul
Urat Mengikat Otot adalah ilmu kepandaian kepunyaan Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab! Bagaimana kau bisa memilikinya! Siapa kau sebenarnya?!"
"Siapa
diriku sebenarnya? Ha… ha… ha! Apakah sungguhan kau ingin mengetahui diriku
yang asli wahai Luhcinta?!"
"Kalau
kau memang berhati jantan lekas unjukkan ujudmu sebenarnya!" menantang
Luhcinta.
Tawa
orang berdestar kembali meledak. "Untukmu aku akan melakukan segalanya!
Luhcinta, lihat siapa diriku ini!" Habis berkata begitu orang tua
berdestar hitam usapkan tangan kanannya ke wajahnya sementara tangan kiri
dipergunakan untuk menanggalkan destar hitam.
Sesaat
kemudian terjadilah hal yang tidak tersangka-sangka.
Kepala
orang tua itu berubah. Kini dia tidak hanya memiliki satu wajah tapi ada dua
wajah di satu kepala! Wajah sebelah depan berupa ujud seorang lelaki separuh
baya berkulit putih. Lalu wajah ke dua yang ada di sebelah belakang rupanya
sama dengan yang di depan hanya bedanya kulitnya berwarna hitam pekat dan
berkilat.
"Hantu
Muka Dua!" seru Luhcinta. Betina Bercula yang juga mengenali dua wajah Itu
ikut menjerit. Naga Kuning diam tercekat dengan mata melotot. Setan Ngompol
jangan ditanya. Saat itu juga dia sudah terkencing-kencing membuat Betina
Bercula yang ada di bawahnya memaki habis-habisan! "Wahai, ternyata kau
tidak melupakan dua wajahku! Luhcinta, aku sendiri juga tidak pernah melupakan
dirimu.
Wajahmu
selalu terbayang sejak peristiwa di tempat kediamanku duiu. Di bawah Telaga
Lasituhitam…. Betapa hasratku yang menyala-nyala dirusak oleh kehadiran nenek
keparat berjuluk Hantu Penjunjung Roh! Hari ini agaknya tidak ada yang akan
mengganggu kita. Luhcinta kekasihku, apa kau mau ikut secara baik-baik atau aku
terpaksa memaksamu?" Wajah Luhcinta menjadi merah seperti saga. Rahangnya
menggembung. Dia ingat bagaimana dulu Hantu Muka Dua menipunya dan menculiknya.
Dia dilarikan ke satu tempat dan hampir menjadi korban kebejatan makhluk
jahanam itu kalau tidak diselamatkan oleh Hantu Penjunjung Roh yang kemudian
diketahui ternyata adalah nenek kandungnya sendiri. (Baca serial Wiro Sableng
di Negeri Latanahsilam berjudul Rahasia Bayi Tergantung)
"Hantu
Muka Dua! Hati dan otakmu rupanya telah membeku jadi batu! Bertahun-tahun telah
berlalu, ternyata kau tidak bisa merubah diri! Kapan kau mau bertobat?!"
Hantu
Muka Dua tertawa gelak-gelak mendengar ucapan Luhcinta itu. "Gadis cantik
kekasih hatiku! Aku tidak perlu merubah diri karena akulah yang merubah segala
sesuatunya di Negeri Latanahsilam ini. Dalam waktu dekat aku akan menjadi
ponguasa tunggal di negeri ini. Raja Diraja Hantu Negeri Latanahsilam! Dan aku
sudah memutuskan bahwa kau adalah orang yang tepat bersanding dengan diriku!
Menjadi permaisuriku di Istana Kebahagiaan!"
"Makhluk
edan tak tahu diri!" memaki Naga Kuning. Suaranya sengaja dikeraskan agar
tordongar oteh Hantu Muka Dua. "Menyebut Luhcinta kekasihnya, Mau
menjadikan gadis itu sebagai permaisuri di Istana Kebahagiaan! Huh! Kalau saja
Hantu Selaksa Angin ada di tempat ini akan kusuruh dia memindahkan salah satu
muka si keparat itu ke pantatnya!"
Dua wajah
Hantu Muka Dua sekilas berubah menjadi wajah-wajah raksasa mengerikan. Ini
pertanda dia sedang marah besar. Kemudian dua wajah ini kembali ke bentuknya
semula dan berpaling pada Luhcinta tepat pada saat gadis itu berucap.
"Penguasa
Tunggal? Kau bermimpi Hantu Muka Dua..!"
"Bisa
saja betul ucapanmu itu! Aku bermimpi! Tapi mimpi yang akan jadi kenyataan! Ha…
ha… ha!" Habis berkata begitu Hantu Muka Dua keluarkan suitan keras. Belum
lenyap suara gema suitan itu di pedataran berumput, tiba-tiba dari arah kiri
berkelebat muncul dua orang berjubah.
Yang
pertama seorang kakek berambut putih awut-awutan.
Sebagian
kepalanya tampak sulah dan ada bekas luka yang belum kering.
Dia
mengenakan sehelai jubah kuning gelap. Mukanya dan bagian tubuhnya yang
tersembul dari balik jubah dipenuhi cacat mengerikan.
Dagingnya
seolah terbakar melepuh mengerikan! Ini semua adalah akibat pukulan Menebar
Budi Hari Pertama yang dilancarkan Si Penolong Budiman ketika terjadi
pertempuran beberapa waktu lalu (Baca Episode berjudul Hantu Selaksa Angin)
Tidak mengherankan kalau orang ini yang dikenal dengan nama Lajahilio memendam
dendam hebat terhadap Si Penolong Budiman.
Orang ke
dua bukan lain si nenek pasangan Lajahilio yakni Luhjahilio. Cacat akibat
pukulan Kasih Mendorong Bumi yang pernah dihantamkan Luhcinta pada nenek jahat
ini membuat tubuhnya mengerikan luar biasa. Hidungnya gerumpung, dagingnya di
bagian muka, dada dan perut bertanggatan. Lalu ketika dia berhadapan dengan
Hantu Langit Terjungkir, dia dipaksa menerima hantaman keras yang membuat mata
kanannya mencelat lepas. Kini mata itu hanya merupakan rongga besar
menggidikkan. Keadaan si nenek lebih mengerikan lagi karena di kepalanya
menempel tangan kanannya sendiri yang ditanggalkan oleh Hantu Selaksa Angin dan
ditempelkan di jidatnya!
"Luhcinta!"
seru Hantu Muka Dua. "Lihat siapa yang datang! Kau
tentunya
kenal baik dengan sepasang kakek nenek ini! Ha… ha… ha!
Mereka
datang membekal dendam setinggi tangit sedalam lautan! Tapi mereka tidak akan
melakukan apapun terhadapmu jika kau mau ikut aku secara baik-baik ke Istana
Kebahagiaan! Kau akan kujadikan permaisuriku!
Wahai!
Tidak ada gadis yang seberuntung dirimu!"
Luhcinta
sengaja tidak memperhatikan dan tidak memperdulikan dua kakek nenek yang
dikenal dengan julukan "Sepasang Hantu Bercinta"
itu.
Malah dengan tersenyum dia berkata.
"Hantu
Muka Dua, aku kagum akan kecerdikanmu. Hanya sayangnya kecerdikan itu kau
pergunakan untuk berbuat jahat Aku akan mempertimbangkan mau mengikutimu atau
tidak. Tapi harap kau bebaskan tiga kawanku lebih dulu! Perihal sepasang kakek
nenek ini biar para roh yang akan menentukan nasibnya! Mereka sudah beberapa
kali diselamatkan para Dewa tapi masih tetap muncul menebar kejahatan!
Nyatanya
mereka telah menjadi kaki tanganmu! Perihal kau mau menjadikan diriku sebagai
permaisuri kukira ada gadis lain yang paling cocok. Lagi pula kudengar kabar
kau sudah lama bercinta dengannya…."
Wajah
Hantu Muka Dua depan belakang mengerenyit "Heh… gadis mana maksudmu? Siapa
namanya?!"
"Luhjelita…"
jawab Luhcinta pula.
Mendengar
jawaban Luhcinta itu Hantu Muka Dua tertawa gelakgelak.
"Luhjelita
tidak ada apa-apanya dibanding dengan dirimu. Lagi pula aku mendengar dia telah
berbuat serong dengan pemuda asing bernama Wiro Sableng dari negeri seribu dua
ratus tahun mendatang itu! Dia tidak pantas jadi permaisuriku!"
"Kalau
begitu dari sekarang lebih baik kau segera mencari calon permaisuri yang
lain…" kata Luhcinta sambil rangkapkan sepasang tangan di depan dada.
"Luhcinta,
kau cantik jelita. Tap! keras kepala!" Hantu Muka Dua mulai jengkel karena
Luhcinta tidak mengikuti kemauannya. Dia mendongak ke langit. Sekali lagi
makhluk bermuka dua ini keluarkan suitan keras. Dari arah kanan berkelebatsatu
bayangan putih. Tahu-tahu sosok tubuh tinggi besar berjubah putih berdiri di
hadapan Luhcinta, Menyeringai memandang pada si gadis. Luhcinta sampai tersurut
dua langkah saking kagetnya.
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab!" seru Luhcinta. Naga Kuning dan dua kawannya
yang masih berada dalam keadaan tak berdaya tak kalah kejutnya.
"Celaka!
Habis kita hari ini!" kata Setan Ngompol sambil menahan kencingnya.
"Ingat apa yang kita lakukan padanya dulu?!"
"Aku
takut," kata Betina Bercula pula. Kalau saja tangan atau kakinya bisa
digerakkan pasti saat itu dia sudah merangkul Setan Ngompol yang ada di
atasnya,
Dalam
Episode berjudul "Badai Fitnah Latanahsilam" diceritakan bagaimana
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dibuat tak berdaya oleh Hantu Santet Laknat.
Sedang Lawungu berada dalam keadaan kaku akibat ditotok oleh Setan Ngompol.
Dalam keadaan seperti itulah dua tokoh silat itu kena dikerjai oleh Naga
Kuning, Setan Ngompol dan Betina Bercula.
Lawungu
dikencingi mulutnya oleh Setan Ngompol. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab sendiri
kemudian mereka siksa dengan semut rangrang, cacing tanah, kalajengking, kadal
dan kodok. Binatang-binatang itu mereka masukkan ke balik jubah si kakek, tepat
di bagian bawah perutnya! Tidak salah kalau Lawungu dan Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab menimbun dendam luar biasa terhadap Naga Kuning dan
kawan-kawannya.
******************
11
HANTU
Sejuta Tanya Sejuta Jawab bertolak pinggang di hadapan Luhcinta lalu keluarkan
tawa bergelak.
"Kau
terkejut melihat kehadiranku di tempat ini?!" berucap kakek yang otaknya
ada di atas kepala itu.
"Aku
tidak menyangka kalau kau rupanya teiah jadi kaki tangan Hantu Muka Dua pula!
Malang nian nasibmu…" kata Luhcinta sambil geleng-geleng kepala.
"Kini terungkap teka-teki mengapa Hantu Muka Dua memiliki ilmu Membuhul
Urat Mengikat Otot. Pasti kau yang memberi padanya!"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyeringai. "Aku memberikan bukan secara
cuma-cuma! Hantu Muka Dua cukup adil dengan menjanjikan satu jabatan penting di
Istana Kebahagiaan!"
"Hantu
celaka!" memaki Naga Kuning. "Aku menyesal mengapa Kiai Cede Tapa
Pamungkas menyuruh Naga Hantu memuntahkan kakek keparat itu kembali. Kalau dia
mampus dulu-dulu tidak akan menimbulkan bencana baru lagi seperti saat
ini!"
"Jabatan
tinggi telah menyilaukan matamu walau itu baru sebuah janji. Padahal kasih dari
Yang Maha Kuasa menjanjikan sesuatu yang abadi!" kata Luhcinta pula yang
segera disambuti oleh Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dengan ucapan keras.
"Kalian
mengaku orang-orang berbudi luhur, menggembargemborkan hidup berdasarkan kasih
sayang! Apa yang aku dapat dari kalian?! Dua cucuku dirusak kehormatannya. Tak
ada satupun yang perduli! Semua orang memusuhi diriku! Tak ada satupun di
antara kalian yang mau membela! Kalau aku memang tidak mendapat tempat dalam
barisan kalian, apa salahnya aku bergabung dengan kerabatku Hantu Muka
Dua!"
"Kau
terjebak dalam kesesatan! Kesengsaraan yang menimpa dirimu akibat ulahmu
sendiri. Kasih yang kau maksudkan bukan kasih yang murni, tapi bercampur dengan
hasut fitnah, dengki khianat, berlapis dengan ketamakan! Kelak kau bakal
terpuruk lebih dalam di jurang kehinaan!"
"Para
kerabatku! Jangan biarkan kekasihku itu bicara terlalu banyak! Kalian tahu apa
tugas masing!" Hantu Muka Dua berteriak.
Mendengar
itu dua kakek nenek berjuluk Sepasang Hantu Bercinta dan Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab menjura memberi hormat. Mereka berkelebat saling menyebar.
Lajahilio dan Luhjahilio menggebrak ke arah Luhcinta sedang Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab melompat ke tempat dimana Naga Kuning, Setan Ngompol dan Betina
Bercula terikat lumpuh tak berdaya dan tergelimpang di tanah!
"Celaka!
Culcul, riwayat kita benar-benar akan temat hari ini!" kata Naga Kuning
yang memanggil Betina Bercula dengan sebutan Culcul.
Suaranya
bergetar. Betina Bercula sendiri saat itu sudah menggigil seperti diserang
demam panas sementara Setan Ngompol mancur habis-habisan air kencingnya!
Sekali
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab membetot tali kail yang melibat tubuh ketiga
orang itu maka tali itupun putuslah! Dengan tangan kirinya Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab kemudian menjambak rambut Setan Ngompol. Kakek ini mendelik
ketakutan, kencingnya muncrat "Tua bangka jahanam! Kau yang dulu
mengencingi mulut temanku, Lawungu! Hari ini kau terima pembalasan
dariku!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab mengangkat si kakek
tinggi-tinggi. Ketika dia hendak menghantam muka Setan Ngompol dengan jotosan
tangan kanannya, Naga Kuning berteriak.
"Hantu
pengecut! Kakek itu dalam keadaan lumpuh tak berdaya!
Kau mau
apakan dia?!"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyeringai. Dia melirik ke arah Naga Kuning lalu
melangkah mendekati anak ini. Tiba-tiba kaki kanannya bergerak.
"Bukkk!"
Naga
Kuning menjerit keras. Tubuhnya mencelat sampai dua tombak ketika tendangan
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab mendarat di sisinya. Dari mulutnya keluar suara
mengerang. Rusuknya sakit bukan main. Mungkin ada tulang iganya yang patah atau
remuk.
"Seerrr…!"
Air
kencing Setan Ngompol mancur deras. karena berbarengan yang itu Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab menjambak dan mengangkat tubuh si kakek tinggi-tinggi,
akibatnya air kencing mengguyur jatuh membasahi jubah putihnya. Amarah Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab jadi tambah meledak. Tangan kanannya segera
dihantamkan.
Setan
Ngompol menjerit keras ketika jotosan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab mendarat
di mulutnya. Tubuhnya terlempar sampai dua tombak. Melingkar di tanah,
mengerang kesakitan. Bibirnya pecah.
Beberapa
giginya yang masih ada rontok. Darah mengucur.
"Hantu
pengecut!" Betina Bercula berteriak memaki. "Beraninya pada kawanku
yang tidak berdaya!"
"Makhluk
salah ujud! Sekarang giliranmu menerima pembalasanku!" Sekali lompat saja
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab sudah berada di samping Betina Bercula. Lalu
"breettt!" Kakek ini robek pakaian Betina Bercula
"Kurang
ajar! Kau mau berbuat apa?!" teriak Betina Bercula.
"Aku
akan telanjangi dirimu! Biar kelihatan ujudmu yang asli!"
Betina
Bercula meraung panjang. "Jangan! Kau boleh lakukan apa saja! Tapi jangan
telanjangi diriku!"
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab!" Hantu Muka Dua berteriak.
"Lekas
kau telanjangi makhluk celaka itu! Aku juga ingin melihat ujudnya sebenarnya!
Ha… ha… ha!"
"Breettt!"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab kembali menggerakkan tangannya. Pakaian Betina
Bercula robek sampai ke perut.
"Jangan!
Jangan permalukan diriku! Aku mohon! Aku minta ampun! Jangan…!"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab kini pergunakan tangannya untuk merobek habis pakaian
Betina Bercula dari perut sampai ke sebelah bawah.
Melihat
kejadian itu Luhcinta marah besar. Dia berteriak keras dan berkelebat cepat
untuk menolong Betina Bercula. Tapi saat itu Sepasang Hantu Bercinta telah
melompat menghadang gerakannya! Akibatnya Luhcinta lampiaskan semua
kemarahannya pada dua kakek nenek ini.
Tubuhnya
bergerai gemulai seperti seorang penari. Dua tangannya digerakkan perlahan,
melepas pukulan Kasih Mendorong Bumi.
Seperti
diketahui pukulan inilah dulu yang telah mencelakai Luhjahilio. Si nenek segera
berteriak memberi ingat kekasihnya. Lajahilio cepat menyingkir. Dua kakek ini
melesat ke atas sampai setinggi dua tombak. Selagi melayang di udara keduanya
saling memberi isyarat Lalu sambil keluarkan suitan-suitan nyaring menusuk
gendang-gendang telinga, begitu melayang turun kakek nenek ini kebutkan lengan
jubah masingmasing.
Di ujung
lengan jubah kiri sebelah dalam Luhjahilio dan lengan jubah kanan Lajahilio
ternyata ada sebuah kantung merah. Begitu lengan jubah dikebutkan maka dari
dalam kantong melesat sejenis bubuk merah yang demikian halusnya hingga
menyerupai kepulan asap.
Luhcinta
mencium bau yang tidak enak. Dia segera maklum kalau bubuk merah yang
dihamburkan dua lawan itu sangat berbahaya. Cepat gadis ini melompat menjauhi
seraya teruskan serangannya tadi. Namun ketika Luhjahilio dan Lajahilio
sama-sama meniup, laksana topan, bubukbubuk merah di udara menderu to arah
Luhcinta, membungkus sosok gadis ini dari Kepala sampai ke pinggang! Terdengar
satu pekikan halus. Lalu sosok Luhcinta terhuyung limbung dan roboh!
Sebelum
gadis ini jatuh terbanting ke tanah, didahului sambaran sinar hitam berbentuk
kipas disertai percikan-percikan bunga api, satu bayangan hitam berkelebat
menyambar tubuh Luhcinta.
"Pukulan
Menebar Budi!" teriak Sepasang Hantu Bercinta.
Mendadak
sontak wajah mereka menjadi pucat Sebelumnya mereka telah mengetahui sendiri
kehebatan ilmu pukulan yang telah menggemparkan rimba persilatan Negeri
Latanahsilam itu. Bahkan hampir celaka! Dua kakek ini terjungkir balik setengah
mati selamatkan nyawa. Begitu turun ke tanah mereka berhadap-hadapan dengan
orang yang barusan menolong dan kini mendukung Luhcinta.
"Sosoknya
sama, jubahnya sama, pukulannya sama. Tapi wajahnya lain…" berbisik
Luhjahilio pada Lajahilio.
Sementara
itu antara sadar dan tiada Luhcinta pandangi wajah orang yang mendukungnya.
"Aku… aku seperti pernah melihat wajahmu sebelumnya. Kau… kau
siapa…?"
Orang
yang mendukung si gadis yang bukan lain antara lain Latampi alias Si Penolong
Budiman menahan debaran dadanya. Hati kecilnya saat itu ingin menjawab, ingin
mengatakan siapa dirinya sebenarnya. Namun sebelum mulutnya berucap, Luhcinta
telah jatuh pingsan lebih dahulu. Bibir dan kelopak matanya tampak
kebiru-biruan.
"Racun
jahat! Nyawanya terancam. Aku harus cepat menolong…."
Si
Penolong Budiman yang sebelumnya telah menanggalkan lapisan tanah Hat yang
selama ini menutup wajahnya segera hendak meninggalkan tempat itu. Namun
Sepasang Hantu Bercinta serta merta menghadangnya.
Tak ada
jalan lain. Sosok Luhcinta dipindahkannya ke bahu kiri. Lalu dengan tangan
kanan dia menghantam ke arah dua kakek nenek. Kalau tadi dia hanya melepas
"Pukulan Menebar Budi Hari Pertama" maka kali ini tidak
tanggung-tanggung dia melabrak dengan "Pukulan Menebar Budi Hari Ke
Empat!" "Wussss!"
Tempat
itu laksana berubah menjadi malam begitu larikan sinar hitam pekat ditaburi
percikan-percikan menyala seperti bunga api menerpa ganas ke arah Luhjahilio
dan Lajahilio. Dua kakek nenek ini berseru tegang dan menyingkir selamatkan
diri dengan bergulingan di tanah. Sebenarnya mereka tidak akan mampu menyelamatkan
nyawa masing-masing. Kalau saja dari samping mendadak tidak ada dua rangkum
gelombang angin dahsyat menangkis, niscaya Sepasang Hantu Bercinta saat itu
sudah menemui ajal!
Hantu
Muka Dua merasakan dadanya bergetar hebat dan lututnya bergoyang keras sedang
dua tangannya seperti kesemutan begitu pukulan "Mengelupas Puncak Langit
Mengeruk Kerak Bumi" dan pukulan "Hantu Hijau Penjungkir Roh"
yang dilepaskannya untuk menyelamatkan Sepasang Hantu Bercinta bentrokan dengan
pukulan "Menebar Budi Hari Ke Empat" Dengan mata berkilat-kilat dan
wajah serta merta berubah menjadi wajah-wajah raksasa, Hantu Muka Dua memandang
ke depan.
Tapi saat
itu Si Penolong Budiman telah melesat beberapa tombak sambil mendukung sosok
Luhcinta di bahu kirinya.
"Sepasang
Hantu Bercinta! Kalian tolol semual Lekas kejar orang itu! Kau harus dapatkan
Luhcinta! Kalau gagal jangan harap jabatan tinggi di Istana Kebahagiaan! Dan
ilmu Bubuk Penjungkir Syaraf akan kuambil kembali!"
Saat itu
dalam keadaan masih terbaring menelungkup di tanah, Lajahilio berbisik pada
kekasihnya. "Makhluk yang melarikan gadis itu luar biasa ilmunya. Kita
bisa celaka di tangannya…."
"Saat
ini kita tak ada pilihan lain!" jawab Luhjahilio. "Ikuti perintah
Hantu Muka Dua. Bagaimana jadinya nanti biar kita pikirkan nanti!"
Sepasang
Hantu Bercinta segera meiompat bangkit "Kami siap menjalankan
perintahmu!" berucap Luhjahilio. Lalu tanpa banyak bicara lagi dua kakek
nenek ini segera berkelebat tinggalkan tempat itu.
Sementara
itu pada saat Si Penolong Budiman pertama kali muncul lepaskan pukulan
"Menebar Budi Hari Pertama" untuk menolong Luhcinta, dari jurusan
lain berkelebat pula dua bayangan. Satu putih satunya lagi kuning. Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab menjadi kaget bukan kepalang ketika dia hendak merobek
bagian bawah pakaian Betina Bercula mendadak ada satu tangan mencekal lengan
kanannya. Sebelum dia sempat melihat siapa yang melakukan tiba-tiba tubuhnya
terlempar ke atas. Walau dia berusaha mengimbangi diri namun begitu jatuh tetap
saja kakek ini terhenyak di tanah pantat duluan!
"Kekasihku,
terima kasih kau telah menolong diriku!" Betina Bercula berseru ketika
mengenali siapa tuan penolongnya.
Di
tempatnya berdiri Hantu Muka Dua keluarkan suara menggembor begitu melihat
siapa yang ada di hadapannya!
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawabi Kau yang jadi sesepuh di Negeri Latanahsilam ini
ternyata masih saja melakukan perbuatan memalukan!" satu suara keras
menegur.
"Malah
kini jadi kaki tangan Hantu Muka Dua!" kawan orang yang barusan menegur
ikut menimpali lalu "butt prett!" Terdengar suara kentut terpancar
keras. Dari suara kentut itu jelas sudah yang barusan bicara ini bukan lain si
nenek hantu berjuluk Hantu Selaksa Angin alias Luhpingitan.
Sedang
yang tadi melempar dan membanting Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab adalah Pendekar
212 Wiro Sableng.
"Pemuda
asing keparat! Lagi-lagi kau!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab mendidih
amarahnya. "Dosa perbuatan mesummu terhadap dua cucuku belum terampunkan!
Dosa perbuatan kejimu mencuri tongkat saktiku belum bisa kau tebus! Sekarang
malah beraninya kau mencampuri urusanku!"
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab!" berteriak Hantu Muka Dua.
"Tidak
perlu berbanyak bicara dengan pemuda keparat itu! Lekas kau habisi dial"
"Butt
preett!"
Hantu
Selaksa Angin tertawa cekikikan lalu maju satu langkah mendekati Hantu Muka Dua
yang memandang mendelik seperti mau melumat nenek itu.
"Apa
kau mengenali diriku, hingga kau memandang seperti itu padaku? Hik… hik!"
"Siapa
tidak tahu dirimu! Kau nenek penyebar kentut busuk yang sudah lama mencari
mati!" Sepasang mata Hantu Muka Dua memandang begitu rupa seolah mau
menembus dada pakaian si nenek, untuk mengetahui apakah sendok emas Pemasung
Nasib yang dijadikan kalung masih tergantung di lehernya. "Tua bangka muka
kuning! Kalau kau memang mau mencari mati, datanglah ke Istana Kebahagiaan pada
hari ke lima belas bulan dua belas!"
"Begitu…?
Hik… hik!"
"Butt
prett!"
"Aku
khawatir kau yang mati lebih dulu dari aku Hantu Muka Dua!"
"Nenek
keparat! Kalau begitu War aku membunuhmu sekarang juga!" teriak Hantu Muka
Dua marah hingga dua wajah di kepalanya langsung berubah menjadi wajah-wajah
raksasa.
"Aku
siap mati di tanganmu!" kata Hantu Selaksa Angin sambil sodorkan kepalanya
siap minta digebuk. "Tapi apakah kau sudah tidak berpantang lagi membunuh
perempuan?!"
Hantu
Muka Dua jadi terkesiap mendengar ucapan si nenek.
Gerakan
tangannya tertahan. Langkahnya tersurut. Dia sadar kalau dirinya seumur hidup
memang mempunyai pantangan membunuh perempuan.
Otak
cerdiknya segera diputar. Dari pada mencari urusan saat ini padahal dia tengah
menghadapi satu urusan besar dan lebih penting pada hari lima belas bulan dua
belas, Hantu Muka Dua akhirnya berkata.
"Nenek
muka kuning, untung kau memberi tahu pantanganku hingga nyawamu selamat! Memang
sebenarnya aku tidak layak menghadapi makhluk tak karuan rupa dan hina dina
sepertimu!"
"Sombongnya
bicaramu! Kau tidak tahu siapa diriku sebenarnya!"
"Perlu
apa aku mencari tahu siapa dirimu sebenarnya!" tukas Hantu Muka Dua.
"Dengar
baik-baik makhluk laknat bermuka dua! Aku adalah istri
Hantu
Langit Terjungkir alias Lasedayu! Puluhan tahun silam kau mencelakai suamiku
itu. Menguras semua ilmu kesaktiannya lalu mempergunakan ilmu itu untuk berbuat
kejahatan di mana-mana…. Kau berpantang membunuh perempuan. Tapi aku tidak
berpantang membunuh laki-laki. Apakah kau sudah siap mati, Hantu Muka
Dua?!"
Walau
sebenarnya terkejut mendengar ucapan si nenek tapi Hantu Muka Dua pandai
berpura-pura. Dia keluarkan tawa bergelak lalu berkata.
"Pantangan
tinggal pantangan! Kalau kau keliwat memaksa, mengapa aku tidak bisa berlaku
nekad? Kupecahkan kepalamu lebih dulu! Urusan pantangan biar aku pikirkan
kemudian!"
Habis
berkata begitu Hantu Muka Dua keluarkan bentakan keras.
Dua
wajahnya berubah menjadi muka-muka raksasa. Tubuhnya melesat ke depan.
Tangannya sebelah kanan melepas pukulan Menghancur Karang Membentuk Debu.
Kehebatan pukulan sakti ini sanggup membuat batu besar hancur berubah menjadi
debu. Dapat dibayangkan bagaimana jadinya kalau yang kena hantam adalah sosok
tubuh manusia!
Hantu
Selaksa Angin tertawa panjang lalu berkelebat dan siapa menghadapi serangan
lawan. Tapi tiba-tiba tangan Hantu Muka Dua membuat gerakan aneh. Lalu
"desss… desss!" Terdengar dua kali letusan kecil. Tempat itu serta
merta diselubungi asap hijau. Ketika asap lenyap, sosok Hantu Muka Dua ikut
menghilang!
"Pengecut
kurang ajar! Kabur dia rupanya!" teriak Hantu Selaksa Angin lalu pancarkan
kentutnya "butt prett!"
Sementara
itu antara Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dengan Pendekar 212 Wiro Sableng
telah terjadi perkelahian seru. Si kakek yang dipenuhi dendam kesumat ini jadi
terkejut ketika menyadari dirinya jurus demi jurus mulai terdesak. Karenanya
dia segera keluarkan ilmu kesaktiannya. Pertama dia coba melumpuhkan Wiro dengan
ilmu Membeku Jazad Membungkam Suara. Ini adalah semacam ilmu menotok tanpa
menyentuh. Tapi maksud ini gagal. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kerahkan ilmu
Membuhul Urat Mengikat Otot. Sebelumnya Wiro pernah celaka dan dibuat tak
berdaya dengan ilmu ini. Namun sekali ini Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab bukan
saja tidak berhasil melumpuhkan lawannya malah ketika Wiro mulai menabur
serangan balasan dengan jurus-jurus ilmu silat Delapan Sabda Dewa sambil
sesekali menyeling dengan pukulan-pukulan sakti Dewa Topan Menggusur Gunung,
Kilat Menyambar Puncak Gunung dan Tameng Sakti Menerpa Hujan. Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab terdesak hebat Kakek ini segera keluarkan ilmu-ilmu
andalannya.
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab membuat gerakan melompatlompat Tubuhnya seolah bola
karet membal kian kemari. Setiap kali berada di atas tanah, kakinya melesat
mengirimkan Tendangan Hantu Racun Tujuh. Tendangan ini sangat berbahaya karena
mengandung racun jahat Namun sebelumnya Wiro telah pernah menghadapi kakek ini
dan bahkan sempat terkena hantaman tendangan berbahaya itu. Jadi dia tahu seluk
gerak serangan orang hingga bisa berlaku waspada dan menghindar.
Tidak
mampu menghajar lawan dengan tendangan mautnya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
keluarkan pukulan Menara Mayat Meminta Nyawa.
Segulung
sinar kuning sebesar batang kelapa yang kemudian memecah menjadi tujuh melanda
murid Sinto Gendeng laksana topan prahara.
Untuk
selamatkan diri Wiro melesat ke udara berjungkir balik sambil lindungi diri
dengan pukulan Benteng Topan Melanda Samudera yang dilepas dengan tangan kiri,
lalu tangan kanan menghantam dengan pukulan dahsyat yaitu Pukulan Sinar
Matahari.
Cahaya
putih dan panas berkiblat di udara.
Tujuh
larik sinar kuning laksana dirobek-robek, hancur bertaburan di udara. Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab jatuh berlutut. Mukanya seputih kertas. Mulutnya
komat kamit. Otaknya yang terselubung tapian bening mendenyut keras. Dia merasa
ada cairan panas dan asin di mulutnya.
Darah!
"Aku
terluka di dalam…." Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab membatin menyadari apa
yang terjadi dengan dirinya. "Apa yang aku duga tentang pemuda ini
ternyata betul. Firasatku tentang kemunculannya puluhan tahun silam rnenjadi
kenyataan. Sayang, mengapa aku kini jadi bermusuhan dengannya…."
Perlahan-lahan
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab bangkit berdiri.
Matanya
memandang tajam mengawasi Wiro. Mulutnya berucap.
"Anak
muda, sayang aku ada urusan lebih penting! Jika saat ini aku meninggalkan
tempat ini jangan menduga aku sengaja mengalah!
Apaiagi
menyangka aku menaruh takut padamu! Bagaimanapun juga kelak dendam kesumat
sakit hatiku akan kulampiaskan terhadapmu! Aku tunggu kau di Istana Kebahagiaan
pada hari lima betas buian dua betas!"
Habis
berkata begitu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab meludah ke tanah. Ludahnya
tampak merah karena bercampur darah.
Saat itu
akibat bentrokan pukulan sakti mengandung tenaga dalam Wiro sendiri merasa
tubuhnya bergetar hebat. Jalan darahnya seolah tersendat. Dadanya sesak dan dia
sulit bernafas. Keningnya mendenyut Kalau lawan kembali menggempurnya, cukup
sulit baginya untuk menghadapi. Murid Eyang Sinto Gendeng ini cepat berusaha
memulihkan keadaannya dengan mengerahkan hawa sakti dari pertengahan perut lalu
dialirkan ke dada. Di depannya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tiba-tiba
berkelebat hendak meninggalkan tempat Itu.
"Orang
tua! Tunggu dulu!" teriak Pendekar 212. Sekali lompat saja dia sudah
melesat dan menghadang larinya si kakek.
"Kau
masih belum puas?! Mau mencari kematianmu lebih cepat?!" gertak Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Wiro
menyeringai. Tangan kanannya menyelinap ke balik pakaiannya. Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab kerenyitkan kening dan sipitkan mata ketika pantulan sinar
matahari yang menyentuh mata kapak sakti berbalik menyambar wajahnya.
"Tadi
kau hendak mempermalukan sahabatku Betina Bercula. Kini biar aku balas
melakukannya terhadapmu. Biar kau tahu bagaimana rasanya dipermalukan
orang!"
"Apa
maksudmu?!" hardik Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Maksudku
begini!" jawab murid Sinto Gendeng. Tangan kanannya bergerak. Kapak Maut
Naga Geni 212 berkelebat Didahului suara menggaung seperti ada ribuan tawon
mengamuk cahaya putih berkiblat seputar pinggang Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab! Si kakek menjerit keras ketika jubahnya sebatas pinggang ke bawah telah
dibabat putus. Kini bagian jubah sebelah bawah yang putus itu jatuh ke tanah,
membuat si kakek kalang kabut menutupi auratnya yang tersingkap!
"Sekarang
kau boleh pergi!" kata Wiro lalu dengan kakinya dia dorong pantat Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Dalam marah dan malu luar biasa si kakek tidak ingat
lagi untuk mengambil kutungan jubahnya yang tergeletak di tanah. Dia langsung
tancap diri lari tinggalkan tempat itu diikuti gelak tawa sorak sorai semua
orang yang ada di tempat itu.
"Aku
tidak menyangka!" berseru Betina Bercula yang tadi hampir ditelanjangi
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Kakek gatal itu ternyata tidak pakai
celana dalam! Sayang dia menghadap ke jurusan sana!
Padahal
aku ingin juga melihat potongan perabotannya! Hai! Bukan begitu istilah kalian
untuk barang lelaki yang ada di bawah perut? Hik… hik… hik!"
Semua
yang ada di situ tertawa gelak-gelak. Tawa mereka semakin riuh setelah Naga
Kuning ikut menimpali. "Pasti perabotan kakek itu sudah kuncul seperti
terong kecil direbus!"
"Sudah!
jangan tertawa saja! kita masih dalam keadaan kaku tak bisa bergerak!" Si
Setan Ngompol berseru. "Wiro, lekas kau tolong kami bertiga!"
"Kek!"
kata Betina Bercula. "Aku tahu mengapa kau tidak mau membicarakan
perabotannya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Agaknya perabotanmu tidak banyak
beda dengan punya kakek itu! Hik… hik… hik!"
"Bisa-bisa
lebih jelek!" kata Naga Kuning pula. "Jangan kau berani
menghina!" Setan Ngompol marah. "Biar tua dan suka ngompol begini
anuku masih mantap dan mengkilap!"
"Hebat!
Mengkilap ada sternya Kek?!" tanya Naga Kuning lalu tertawa memingkal.
"Sobat
tua kita ini bohong!" ujar Betina Bercula. "Aku pernah melihat
punyamu Kek. Aku mengintip waktu kau mandi di sungai.
Bentuknya
ya kira-kira seperti kata Naga Kuning tadi itu. Kuncup macam kecil direbus!
Hik… hik… hik!"
"Tinggal
dicocol dengan sambal!" Wiro ikut menggoda Si Setan Ngompol hingga kakek
ini memaki panjang pendek.
TAMAT
No comments:
Post a Comment