Badai Fitnah Latanahsilam
WIRO
SABLENG
Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212
Karya:
Bastian Tito
*******************
" Aku
khawatir kau akan kesalahan menjatuhkan tangan," kata pendekar 212.hantu
sejuta tanya sejuta jawab menyeringai. "saat ini aku justru tengah
memikirkan cara mati bagaimana paling enak bagimu! Perbuatan kejimu terhadap
dua cucuku harus benar-benar mendapat balasan setimpal!" "aku tidak
memperkosa luhkemboja dan luhkinanga. Juga tidak menganiayanya! Ada orang yang
memfitnah!" "kau boleh mencari seribu akal seribu upaya jangan harap
aku bisa percaya!" “kau harus tahu dua cucumu itu mempunyai kelainan
mungkin perbuatannya menggagahi anak gadis orang telah menimbulkan dendam
kesumat dimana-mana. Lantas ada orang yang membalaskan sakit hati "
"kau menuduh orang melakukan fitnah! Padahal kau sendiri saat ini tengah
melancarkan fitnah !" teriak hantu sejuta tanya sejuta jawab. Dalam
marahnya kakek ini melompat dari batu besar. Kaki kirinya menendang. Yang
dihantam bagian dada murid sinto gendeng.
*******************
1
SOSOK
berjubah hitam Hantu Santet Laknat serta merta berhenti melangkah dan berbalik
begitu ada suara menegur di belakangnya.
"Dari
pada jauh-jauh dan susah-susah pergi ke Gunung Latinggimeru untuk membuang
kapak itu, lebih baik serahkan saja padaku!"
Lalu
menyusul suara lain berucap. "Pemiliknya dicintai tapi barangnya mau
dibuang! Hik… hik… hik! Lucu juga nenek peot satu ini!"
Dua mata
Hantu Santet Laknat yang tak memiliki alis, menyembul berputar. Di hadapannya
berdiri seorang nenek bermuka kuning, seorang kakek yang daun telinga sebelah
kanannya terbalik aneh dan badannya menebar bau pesing, lalu seorang bocah
berambut kaku tegaj, berpakaian serba hitam.
"Mereka
mampu mengikutiku tanpamengeluarkan suara. Mereka pasti memilikil kepandaian
tinggi.
Tapi si
Muka kuning ini agaknya harus aku awasi…" membatin Hantu Santet Laknat.
Setelah
pandangi ke tiga orang itu sesaat Hantu Santet Laknat lantas berkata.
"Sebelumnya kalian bertiga kulihat di pinggir rimba Lasesatbuntu.
Tahu-tahu berada disini. Sikap kalian seperti mau menghadang! Apu maksud
ucapan-ucapan kalian tadi? Aku juga mendengar barusan ada yang menghinaku
dengan kata kata nenek peot!"
Kakek
yang kuping kanannya terbalik dan bukan lain adalah Si Setan Ngompol melangkah
mendekati Hantu Santet Laknat. Si nenek segera membentak.
"Tua
bangka bau pesing! Cukup sampai di situ! Jangan berani mendekat! Satu langkah
lagi kau berani maju, kubuat terpisah kepala dengan tubuhmu!" Sebenarnya
Hantu Santet Laknat bukan saja jijik terhadap Setan Ngompol yang celananya
sebelah bawah basah kuyup oleh air kencing, tapi seperti yang diberitahu oleh
gurunya – sang Junjungan – segala air kencing makhluk hidup merupakan pantangan
besar yang bisa mencelakai dirinya.
Setan
Ngompol tersentak kaget dan keluarkan kencing mendengar bentakan Hantu Santet
Laknat. Apa lagi dilihatnya kapak sakti bermata dua di tangan kanan si nenek
diangkat tinggi-tinggi, siap untuk dibabatkan ke lehernya!
"Kapak
yang kau pegang itu," Naga Kuning berkata seraya menunjuk pada Kapak Maut
Naga Geni 212 yang dipegang si nenek, "adalah senjata milik sahabat kami
Wiro Sableng! Bagaimana bisa berada cll tanganmu?!"
Hantu
Santet Laknat menyeringai. "Apakah aku merasa layak menjawab pertanyaan
makhluk-makhluk tak berguna macam kalian?!" Setelah keluarkan suara
mendengus si nenek meludah ke tanah. Ludahnya masih bercampur darah akibat luka
dalam yang dideritanya sehabis bertempur melawan Wiro (baca Episode sebelumnya
berjudul Hantu Santet Laknat)
Si nenek
muka kuning bernama Hantu Selaksa Angin alias Selaksa Kentut mendongak ke
langit lalu tertawa panjang. Dia songgengkan pantatnya dan but…pret dia
keluarkan kentut. "Hidup puluhan tahun, malang melintang di delapan
penjuru angin Negeri Latanahsilam, baru hari ini aku melihat seorang tua bangka
buruk bermuka setengah manusia setengah binatang bicara keliwat sombong dan
menghina! Kita bertiga katanya makhluk-makhluk tidak berguna! Hik…hik hik!
Berkaca dulu di pantatku! Agar tahu bagaimana tampangmu! Hik… hik… hik!"
Hantu
Santet Laknat mendengus keras. Matanya Berapi-api memandang ke arah nenek muka
kuning. Saat Itu terdengar Setan Ngompol berucap.
"Nenek
muka burung gagak ini pasti telah mencuri kapak sakti itu dari tangan Wiro!
Mungkin juga Wiro telah dicelakainya!"
"Persetan
dengan kalian semua! Menyingkirlah! Jangan berani menghadang! Apa lagi meminta
kapak Ini!
Hantu
Selaksa Kentut alias Selaksa Angin batukbatuk beberapa kali lalu butt… pret!
Dia keluarkan angin dari bagian bawah tubuhnya.
“Jahanam
muka kuning! Dari tadi kau bertingkah kurang ajar! Beraninya kau kentut di
hadapanku!” Bentak Hantu Santet Laknat.
“Memangnya
ada aturan aku harus kentut dimana, Kapan dan dihadapan siapa?!" tukas
Hantu Selaksa Kentut dan tertawa cekikikan. Lalu kembali dia songgengkan
pantatnya tapi sekali ini kentutnya tak bisa keluar! “Sialan!” maki si nenek
muka kuning sambil tepuk-tepuk pantatnya sendiri tapil dengan senyumsenyum!
Naga
Kuning kemudian menimpali. Masih mending nenek sahabatku ini cuma membuang
kentut! Untung tadi dia tidak membuang kotoran di mukamu!" kata Naga
Kuning pula membuat si nenek muka kuning tertawa cekikikan sementara tampang
Hantu Santet Laknat yang menyerupai gagak hitam nampak menggembung tanda marah.
Setelah mendehem panjang Hantu Selaksa Kentut usap-usap dua tangannya satu sama
lain lalu berkata.
"Wahai!
Seperti kataku tadi. Jika kau memang tidak suka menyerahkan kapak itu pada dua
orang ini, lalu dari pada kau bersusah payah membuangnya jauhjauh ke Gunung
Latinggimeru baiknya diberikan padaku!"
Hantu
Santet Laknat kembali hendak mendamprat. Tapi mendadak dia ingat sesuatu.
"Makhluk muka kuning, kau kelihatannya sangat menginginkan senjata ini.
Aku tidak keberatan menyerahkan padamu. Tapi aku tidak akan memberikan begitu
saja! Aku butuh imbalan!"
"Butt…
pret!"
Hantu
Selaksa Kentut semburkan kentutnya mendengar ucapan Hantu Santet Laknat itu.
Jengkel dan tersinggung karena merasa dihina dipermainkan Hantu Santet Laknat
membalas dengan meludah ke tanah lalu membentak. "Angin busuk apa yang
mendekam dalam perutmu hingga setiap saat kau selalu mengeluarkan kentut tak
karuan begitu rupa! Makanan beracun apa yang kau telan? Atau kutuk apa yang
jatuh atas dirimu?!"
Si nenek
muka kuning pencongkan mulutnya lalu menjawab. "Kita di sini tidak
membicarakan angin atau kentutku atau apapun yang aku makan! Kita membicarakan
kapak sakti yang kau curi itu! Kau mau menyerahkannya padaku atau
bagaimana…?"
Hantu
Santet Laknat meludah lagi ke tanah. "Aku menyirap kabar, sebuah sendok
terbuat dari emas ada padamu. Kau rampas dari tangan Hantu Kaki Batu! Jika kau
mau memberikan sendok itu padaku, kapak bermata dua ini akan menjadi
milikmu!"
Hantu
Selaksa Kentut menyeringai. Setelah kentut dulu but… pret, baru dia menjawab.
"Aku setuju! Kapak Itu kau serahkan dulu padaku. Sendok akan kuberikan
padamu kemudian!"
"Mana
bisa begitu…!" tukas Hantu Santet Laknat. "Berikan sendok emas itu
padaku, baru aku akan menyerahkan kapak ini padamu!"
"
Sendok emas itu tidak ada sangkut paut langsung Denganmu. Kapak yang kau curi
itu ada sangkut Paut dengan dua kerabatku Ini! Kau mau memberikan atau
tidak?!’’
“Wahai!
Jika kau keliwat memaksa mengapa tidak? Kau boleh ambil kapak ini! Nanti sendok
emas itu akan Kuambil dari sosokmu yang sudah jadi bangkai!"
Habis
berkata begitu Hantu Santet Laknat yang sudah hilang kesabarannya lalu
membabatkan Kapak Maut Geni 212 kearah nenek muka kuning. Cahaya putih
menyilaukan berkiblat. Suara seperti ribuan tawon mengamuk menusuk telinga dan
hawa sangat panas menghampar seolah memanggang tubuh. Karena serangan itu
dilancarkan pada nenek muka kuning maka sambaran angin panas dan cahaya
menyilaukan dengan sendirinya menghantam ke arahnya.Mata kapak membabat panas
menyambar batang lehernya!
Kejut si
nenek muka kuning bukan alang kepalang. Belum pernah dia melihat senjata
sedahsyat itu.
"Tua
bangka jahanam! Kau berani menyerang mencari perkara! Jangan kira aku takut
padamu!"
"But….
Pret!"
Sosok
kuning Hantu Selaksa Kentut berkelebat ke atas. Gerakannya laksana kilat.
Saking cepatnya tubuhnya seolah berubah menjadi bayangan kuning. Begitu
sambaran maut Kapak Naga Geni 212 lewat di bawahnya Hantu Selaksa Kentut
kebutkan lengan baju kuningnya.
"Tombak
Kuning Pengantar Mayafl." teriak Hantu Selaksa Kentut menyebut nama
serangan pukulan saktinya. Lalu butt… pret!
Serangkum
angin berwarna kuning dengan ganas menderu ke arah tangan kanan Hantu Santet
Laknat. Si nenek muka burung gagak hitam ini berseru kaget ketika lengan
kanannya mendadak bergetar hebat. Seolah ada satu benda tajam seperti tombak
yang tak kelihatan menusuk pergelangan tangannya. Rasa sakit luar biasa yang
dideritanya membuat dia terpaksa lepaskan pegangan pada gagang kapak. Senjata
ini dilemparkannya ke udara lalu cepat disambar kembali dengan tangan kiri.
Begitu gagang kapak berada dalam genggaman tangan kiri Hantu Santet Laknat
keluarkan satu pekik menggeledek. Sosok hitamnya berkelebat lalu kelihatan
cahaya putih perak menyilaukan berbuntal-buntal di udara. Suara deru tawon
mengamuk dan sambaran-sambaran sinar panas menggebu. Dalam waktu singkat sosok
Hantu Selaksa Kentut lenyap dibungkus serangan Kapak Maut Naga Geni 212. Yang
terdengar hanya kentut si nenek bat-butbat-butprat-pret!
Dibungkus
serangan yang menebar hawa panas namun si nenek Hantu Selaksa Kentut malah keluarkan
keringat dingin. Seumur hidup baru sekali itu dia menghadapi serangan demikian
cepat dan ganasnya. Dua tangannya kiri kanan bergerak cepat lepaskan
pukulan-pukulan Tombak Kuning Pengantar Mayat. Dalam sekali gebrakan saja
masing-masing tangan lepaskan tiga rangkum sinar kuning.
"Breett!"
Salah
satu serangan Hantu Selaksa Kentut merobek jubah si nenek berwajah gagak hitam
di bagian bahu. Jubahnya kepuikan asap dan bolong besar sementara daging
bahunya sakit seperti ditempel besi panas! Dalam keadaan menderita sakit begitu
rupa, sec;ara luar biasa Hantu Santet Laknat masih mampu selamatkan diri dari
hantaman lima sinar kuning lainnya dongan cara menamengi dirinya dengan memutar
Kapak Maut Naga Geni 212. Dua kali sinar kuning berbenturan dengan kiblatan
cahaya putih perak. Dua kalipula terdengar letusan menggeledek yang membuat
tanah bergetar dan dua orang yang sedang baku hantam Itu tegak terhuyung huyung
dengan dada berdenyut. Walau dirinya selamat tapi diam-diam Hantu Santet Laknat
merasa bergeming juga nyalinya. Dilain pihak Hantu Selaksa Angin diam-diam
merasa kagum melihat kehebatan kapak sakti bermata dua di tangan lawan, lapi
dia tidak mau perlihatkan sikap jerih.
"But…
pret!"
Hantu
Selaksa Angin tertawa mengokoh. "Kau masih belum mau menyerahkan kapak
sakti itu padaku?"
"Kau
hanya mampu menggertak! Tapi tak sanggup merampas kapak ini dari
tanganku!" ejek Hantu Santet Laknat lalu meludah ke tanah. "Aku
memberi kau kesempatan tiga jurus lagi! Jika dalam waktu tiga jurus kau tidak
mampu mengambil senjata ini maka kau harus berlutut tunduk dan selanjutnya
menjadi budakku! Atau nanti akan kusumpal pantatmu dengan batu hitam biar tidak
bisa kentut lagi seumur-umur!"
Hantu
Santet Laknat tutup ucapannya dengan tawa mengekeh lalu meludah ke tanah.
Ucapan yang sangat menghina dari Hantu Santet Laknat itu membuat Hantu Selaksa
Angin marah besar. Rahangnya menggembung. Dari mulutnya kemudian keluar suara
menggembor.
"Orang
sombong jadi makanan kepompong! Orang sombong jadi makanan kepompong!"
Ucapan
nenek muka kuning itu ternyata sekaligus merupakan mantera. Karena begitu dia
selesai berucap tubuhnya berubah menjadi sebuah kepompong raksasa warna coklat,
memiliki dua tangan panjang yang masing-masing berjari dua belas! Makhluk
kepompong ini gerakkan tubuhnya demikian rupa hingga keluarkan suara bergaung
dan berputar seperti gasing. Angin besar menderu laksana badai. Batu-batu kecil
dan debu membubung ke udara. Batang-batang pohon bergetar keras, dedaunannya
luruh berjatuhan. Beberapa ranting dan cabang-cabang pohon berderak patah. Naga
Kuning tegak tergontai-gontai, cepat berlindung ke balik sebatang pohon
sementara Si Setan Ngompol terkencing-kencing lari mencari perlindungan di
balik serumpunan semak belukar. Makhluk kepompong tiba-tiba melesat ke arah
Hantu Santet Laknat. Dua tangannya yang berjari dua belas menyambar laksana
kilatan petir.
*******************
2
SI NENEK
muka gagak hitam hantamkan Kapak Maut Naga Geni 212 menyongsong serangan lawan.
Maksudnya dia hendak membabat dua tangan yang menggasak ke arahnya. Tapi angin
yang keluar menyambar dari tubuh kepompong membuat dia tertekan hebat hingga
terjajar sempoyongan ke belakang sampai beberapa langkah. Selagi dia bertahan
mengimbangi diri dua tangan panjang makhluk kepompong menyambar ganas. Satu ke
arah kepala, satu lagi seperti hendak menjebol perutnya!
Hantu
Santet laknat keluarkan pekik keras. Dia cepat bentengi dirinya dengan memutar
kapak sakti di tangan kiri. Sesaat dia bisa membendung serangan dua tangan
makhluk kepompong. Namun ketika makhluk kepompong ini keluarkan suara panjang,
tubuhnya seperti membal terus berputar mendekati lawan. Gerakan dua tangannya
berubah aneh Serangannya datang bertubi tubi laksana curahan hujan. Menyambar
dan menyelinap di antara sambaran cahaya kapak sakti, mencari sasaran di kepala
atau bagian tubuh yang mematikan!
Lama lama
Hantu Santet Laknat mulai terdesak. Kalau saja bukan Kapak Maut Naga Geni 212
yang berada di tangannya sudah tadi-tadi pertahanannya dijebol lawan. Namun
dalam satu perkelahian tingkat tinggi, bukan cuma senjata yang menentukan
kehebatan seseorang. Dalam satu gebrakan hebat Hantu Santet Laknat tak mampu
selamatkan dirinya dari serangan tangan yang menyambar ke arah dadanya.
"Bukkk!"
Hantu
Santet Laknat terlempar dan menjerit keras. Tubuhnya terguling-guling di tanah.
Darah merah kehitaman mengucur di sela bibirnya. Tapi hebatnya dia masih mampu
berdiri dan Kapak Naga Geni 212 masih tergenggam di tangan kirinya. Sementara
di depan sana makhluk kepompong kembali berputar dahsyat, siap menyambar ke
arahnya. Nyali si nenek muka burung gagak hitam ini mau tak mau bertambah
goyah. Hantu Santet Laknat tempelkan Kapak Maut Naga Geni 212 di atas dadanya
yang cidera. Suaranya bergetar perlahan ketika mengucap penuh keyakinan.
"Kapak
Sakti, aku tahu kau menyimpan daya kekuatan menahan segala macam racun dan daya
kekuatan penyembuhan! Tolong diriku! Aku adalah makhluk malang yang sangat
mencintai tuan pemilikmu. Pendekar 212 Wiro Sableng!"
Tiba-tiba
terjadi satu keanehan. Dua mata kapak sakti memancarkan kilatan cahaya.
Kemudian si nenek merasa ada hawa sejuk meresap ke dadanya lalu menjalar ke
segenap bagian tubuhnya. Sebelum serangan dua tangan makhluk kepompong datang
menghantamnya kekuatan si nenek telah pulih! Didahului t.alu bentakan garang
tubuhnya melesat ke udara. Kapak Maut Naga Geni 212 berkiblat mengikuti
lompatannya. Lalu dari dua mata si nenek menyambar dua larik sinar hitam!
Makhluk
kepompong yang sebenarnya adalah Hantu Selaksa Kentut tersentak kaget melihat
lawan tiba tiba mampu melancarkan serangan begitu hebat, terlebih ketika salah
satu sinar hitam yang keluar dari mala Hantu Santet Laknat sempat menyambar
hangus sosoknya sebelah kiri! Dari dalam sosok kepompong keluar suara seperti
air mendidih. Lalu bagian atas kepompong ini kelihatan terbuka.
Semula
baik Naga Kuning maupun Si Setan Ngompol mengira dari bagian kepompong yang
terbuka akan keluar sesosok ulat raksasa berwarna coklat bintik hitam putih.
Yaitu seperti yang pernah mereka saksikan sewaktu terjadi apa yang disebut
Bakucarok antara Lakasipo dengan Lahopeng dulu. (Harap baca Episode pertama
Wiro di Negeri Latanahsilam berjudul Bola Bola Iblis)
”Si nenek
memiliki Ilmu Hantu Kepompong seperti Lahopeng!” Kata Naga Kuning yang telah
bergabung dengan Si Setan Nyompol dan mendekam di balik semak belukar lebat.
Ternyata
dugaan kedua orang Itu keliru. Didahului kepulan asap hitam melesatlah tiga
kepompong kecil berwarna coklat liga kepompong ini kemudian berubah bentuk
menjadi sebesar kepompong pertama! Hantu Santet Laknat maklum dia bakal mendapat
gempuran hebat dari empat kepompong jejadian itu. Maka dia mendahului
menghantam Dua mata kembali semburkan dua larik ssinar hitam, tangan kanan
lepaskan satu pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi. Lalu kapak
sakti di tangan kiri ikut pula dibabatkan.
Empat
kepompong keluarkan suara menderu Aneh. Lalu melesat menyerbu ke arah Hantu
Santet Laknat. Dari bagian atas kepompong bersiuran asap kecoklatan. Hidung
berbentuk paruh nenek jubah hitam itu mencium bau aneh yang membuat matanya
bukan saja jadi perih tapi pemandangannya berubah kabur.
"Kurang
ajar! Keparat muka kuning ini ternyata memiliki ilmu hitam juga!" memaki
Hantu Santet Laknat.
Sebelum
penglihatannya bertambah gelap dan empat sosok makhluk kepompong datang lebih
dekat nenek ini usap mukanya dengan tangan kanan. Lalu dia berseru keras!
"Nenek
muka kuning! Celakalah dirimu dan makhluk-makhluk jejadianmu! Kau menyerang
dirimu sendiri!"
Begitu
ucapannya lenyap mendadak sontak sosok Hantu Santet Laknat berubah rupa.
Mukanya menjadi kuning. Wajahnya adalah wajah Luhkentut alias Hantu Selaksa
Angin. Pakaian dan sosok tubuhnya juga berubah seperti keadaan nenek muka
kuning itu!
Empat
kepompong keluarkan suara aneh tanda terkejut. Yang tiga hentikan gerakan dan
tertegak bergoyang-goyang, tidak meneruskan serangan mereka. Lain halnya dengan
kepompong yang asli. Kepompong satu ini masih terus menyambar sambil hantamkan
dua tangannya.
"Celakalah
dirimu! Nenek muka kuning! Kau hendak membunuh dirimu sendiri!" Hantu
Santet Laknat yang telah merubah diri menjadi Hantu Selaksa Angin kembali
berseru.
derakan
kepompong utama sekonyong-konyong tertahan seolah-olah terbendung oleh satu
kekuatan yang tak bisa ditembus. Bagaimanapun dia berusaha mendekati lawannya
tetap saja tidak berhasil.
"Dukun
jahat jahanam! Ilmu hitamnya benar-benar tinggi! Akan kuhajar dia sampai tahu
rasa dan tahu dln!" Ucapan itu keluar dari dalam kepompong utama yang
tampak mengepulkan asap coklat. Di lain kejap sosok kepompong raksasa itu
berubah lenyap dan serata perlahan berganti kembali menjadi sosok asli
Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin. Perubahan ini dimulai dan bagian kepala
lebih dulu, lalu bergerak turun ke bawah. Begitu sosoknya mulai berubah
kentutnya sudah terdengar. Butt…. Prot!
Belum
keseluruhan sosok Hantu Selaksa Angin kembali ke ujudnya semula tiba-tiba Hantu
Santet Laknat angkat kaki kirinya ke atas. Kemudian tumitnya dihunjamkan ke
tanah!
“Rrreettt…!”
Tanah di
depan Hantu Santet Laknat mendadak Sontak bergerak menjalar terbelah selebar
dua langkah mengejar ke arah tiga kepompong dan Hantu Selaksa Angin yang tengah
berubah ujud!
Tiga
kepompong coklat melesat ke atas selamatkan diri tapi tertambat. Tanah yang
terbelah lebih dulu menyedot dan menelan mereka dan rrrttt…! Tiga kepompong
keluarkan suara seperti raungan srigala di malam buta. Lalu ketika tanah yang
terbelah itu bertaut kembali, tiga kepompong serta merta lenyap dari permukaan
tanah!
Hantu
Selaksa Angin yang tengah berganti ujud, terkejut melihat apa yang terjadi,
berseru kaget dan tidak sadar kalau di depannya menjalar tanah yang terbelah.
Pada saat sepasang kakinya kembali ke bentuk semula, tanah yang terbelah sudah
mencuat di bawah kakinya. Tubuh nenek ini serta merta terjeblos masuk. Si nenek
baru sadar apa yang terjadi. Dia berusaha melompat namun tubuhnya telah tenggelam
sampai kelutut!
"Lihat!"
teriak Naga Kuning.
"Astaga!"
seru Setan Ngompol. "Kita harus menolong nenek itu!" Lalu tanpa
menunggu lebih lama dia melompat dari balik semak belukar. Naga Kuning jatuhkan
diri, berguling melintang di atas tanah yang terbelah. Kalau Setan Ngompol
cepat merangkul pinggang si nenek maka Naga Kuning cepat tangkap sepasang
kakinya lalu ditarik ke samping.
"Wussss!"
Tanah
yang terbelah menutup kembali dengan mengeluarkan suara menggidikkan.
"Breettt!"
Ujung
jubah kuning Hantu Selaksa Angin yang terjepit robek besar di bagian bawah tapi
sepasang kakinya selamat. Ketiga orang itu kemudian jatuh terguling-guling di
tanah dan baru berhenti begitu tubuh mereka menabrak semak belukar. Malang bagi
si nenek waktu jatuh dan terguling tak sengaja sosok si bocah Naga Kuning
menyusup ke bagian bawah jubahnya yang robek. Sedang Setan Ngompol yang
terkencing-kencing rebah menangkring di atas sosok sI nenek, tepat di atas
mukanya hingga wajah kuning itu basah kuyup oleh air kencing!
"Tua
bangka jahanam! Apa yang kau lakukan!"
teriak si
nenek marah lalu menggebuk punggung Setan Ngompol Kakek ini menjerit kesakitan,
terguling jatuh di tanah sementara si nenek pancarkan kentutnya. Hantu Selaksa
Angin cepat bangkit berdiri. Tapi baru selengah duduk gerakannya tertahan
karena kepala Naga Kuning masih mengganjal di antara dua pahanya!
"Anak
kurang ajar! Kau minta mati!"
"Bukkk!"
"Butt…
Prett!"
Si nenek
gebuk pantat Naga Kuning. Bocah ini menjudi kesakitan lalu melintir terguling
di tanah. Hantu Selaksa Kentut melompat bangkit sambil usapusap wajah kuningnya
yang basah oleh air kencing belan Ngompol dan memaki habis habisan.
"Aduh
sakitnya! Punggungku digebuk nenek muka kuning Itu!" mengeluh Setan
Ngompol seraya mencoba bangkit berdiri terhuyung huyung.
Pantatku
seperti hancur dihantamnya!" kata Naga Kuning pula lulu menyeka muka,
tetutama bagian hidungnya berulang kali "Nenek sialan Itu, dia pasti tidak
pakai celana dalam…”
“Anak
sial, sudah digebuk orang kau masih bisa Bicara tak karuan!” maki si kakek. Tapi
ada rasa ingin tahu hingga setengah berbisik dan menyeringai dia bertanya pada
si bocah. “Eh, bagaimana kau bisa tahu nenek itu tidak pakai celana
dalam?"
Waktu
kepalaku tak sengaja menyangsrang di bawah perutnya, aku mencium bau anehi Mau
tanggal rasanya hidungku! Lalu waktu tadi kuusap hidungku terasa basah!”
“Hik…hik..
hik!" SI Setan Ngompol tertawa cekikikan mendengar ucapan Naga Kuning itu
dan tentu saja sambil terkencing kencing !
Di depan
sana Hantu Santet Laknnt berdiri dengan tolakkan tangan kanan di pinggang.
Sambil lontarkan senyum mengejek dia berkata. "Makhluk muka kuning, apa
kau masih belum mengaku kalah dan berlutut di hadapanku?”
Dada
Hantu Selaksa Angin seperti terbakar. Wajahnya yang kuning sekilas berubah
kebiru-biruan.
"Hantu
celaka! Jangan bermimpi bisa mengalahkan diriku!" teriak Hantu Selaksa
Angin lalu dia pancarkan kentutnya.
"But….
Prett!"
"Oh
begitu? Hik… hik… hik! Wahai! Kalau dua makhluktolol buruktadi tidak
menolongmu, kau sudah bergabung dengan tiga kepompong ciptaanmu di perut
bumi!"
Hantu
Selaksa Angin tegak renggangkan dua kaki. Bahunya kiri kanan naik ke atas. Dua
tangan dikepal di bawah dada. Lalu perlahan-lahan jari-jari yang mengepal
terbuka. Saat itu juga seluruh tangan yang tersembul dari balik lengan jubah
pancarkan cahaya kuning gelap. Tempat itu serta merta dirasuk bau aneh seperti
bau setanggi dibakar. Lalu udara perlahanlahan berubah menjadi dingin.
Hantu
Santet Laknat mengerenyit kaget. Dia tersurut satu langkah. "Aku tidak
menduga…" katanya dalam hati. "Dia benar-benar memiliki ilmu
kesaktian yang bisa menghancurkan alam gaib dan alam hitam Itu! Wahai…. Kapak
sakti, aku ingin kita bersatu menghadapi lawan!" Si nenek lalu pindahkan
Kapak Maut Naga Goni 212 ke tangan kanannya. Seluruh tenaga dalamnya dikerahkan
hingga dua mata kapak memancarkan cahaya berkilauan. Sepasang matanya
mcmberojol keluar pertanda dari mata ini dia bakal mengeluarkan ilmu kesaktian
untuk menghadapi lawan. Sementara itu tangan kirinya dipentang tergantung di
sisi kiri dengan telapak terkembang, mengarah pada Hantu Selaksa Angin.
"Luhkentut!
Pukulan Salju Putih Latinggimeru memang bisa mengakhiri semua kemelut ini! Tapi
jangan serakah! Aku lebih berhak atas nyawa Hantu Santet Laknat!"
Satu
suara lantang disertai berkelebatnya bayangan berwarna ungu membuat terkejut
semua orang yang ada di tempat itu. Terutama Luhkentut alias Hantu Selaksa
Angin dan Hantu Santet Laknat.
Hantu
Selaksa Angin menggeram. Dua matanya pancarkan sinar kuning berkilat.
"Makhluk kurang ajar dari mana dia mengenali dan berani menyebut pukulan
yang hendak kulepaskan?!"
*******************
3
NAGA
Kuning pegang lengan Setan Ngompol di sebelahnya. "Kek, aku ingat betul.
Kakek berpakaian ungu itu! Bukankah dia yang dulu pernah kita temui dan
memberikan sendok emas pada Lakasipo?"
"Memang
dia," menyahuti Si Setan Ngompol.
"Urusan
bisa jadi tumpang tindih ditempat ini! Menurut cerita Lakasipo bukankah dia
salah satu korban santetan Hantu Santet Laknat?" (Untuk jelasnya harap
baca Episode berjudul Rahasia Kincir Hantu)
Hantu
Selaksa Kentut pelototkan mata kuningnya pada kakek berpakaian serba ungu. Lalu
dia membentak.
"Kau
kenal diriku! Aku tidak! Aku tidak perduli siapa kau adanya! Mengapa berani
mencampuri urusan orang?!"
Orang
berpakaian ungu lebih dulu pandangi wajah si nenek: Dalam hati dia membatin.
"Sulit menduga, wajah siapa sebenarnya di balik pupur kuning yang menyatu
dengan kulit mukanya itu. Kalau melihat perawakannya memang sama, tapi
gerak-gerik dan suaranya tidak mungkin sama sekali…. Mungkin nanti aku perlu
mencari kerabatku Sejuta Tanya Sejuta Jawab untuk turut membantu…."
Setelah membatin begitu orang tua tadi menjura memberi hormat pada Hantu
Selaksa Angin baru berkata. "Maafkan diriku, bukan maksud mencampuri
urusanmu. Namun antara aku dengan dukun laknat itu ada silang sengketa lantai
terjungkat! Kalau hari ini dia bakal menemui kematian, aku merasa layak dia
harus mati di tanganku! Sebelumnya dia telah mengguna-gunai diriku hingga
hampir menemui ajal dalam sengsara kalau tidak ditolong oleh seorang
sahabat."
"Begitu…?"
Hantu Selaksa Angin menyeringai lalu pancarkan kentutnya. "Apapun alasanmu
hendak membunuh nenek laknat itu aku tidak perduli. Aku tak ingin urusanku
dicampuri orang! Kalau dia sudah mati di tanganku, kau boleh membunuhnya sekali
lagi!"
"Luhkentut,
kau bergurau. Mana ada orang bisa mati dua kali…" kata kakek berpakaian
serba ungu.
"Wahai,
kau kenal diriku, apa aku kenal dirimu?"
ujar
Hantu Selaksa Angin. Lalu meneruskan. "Untuk manusia sejahat dia, mati
sepuluh kalipun masih belum cukup!" Nenek muka kuning ini lalu songgengkan
pantatnya.
"Butt!
Prett!"
Si Nenek
kentut lalu maju selangkah ke arah Hantu Santet Laknat. Kakek berpakaian ungu
segera memotong jalan nenek muka kuning. Lagi-lagi dia menjura sebelum bicara.
Dia sengaja memberi tahu siapa dirinya agar Luhkentut mengenal siapa dia adanya
dan menaruh segan.
"Wahai
kerabat bernama Luhkentut yang dikenal dengan julukan Hantu Selaksa Angin alias
Hantu Selaksa Kentut. Namaku Lawungu. Puluhan tahun silam bersama dua orang
kerabatku bernama Lasedayu yang kemudian dikenal dengan julukan Hantu Langit
Terjungkir dan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, kami membentuk satu kelompok
orang-orang berkepandaian tinggi. Tidak ada orang di Negeri Latanahsilam yang
tidak tahu siapa kami. Baru mendengar nama kami saja orang pasti sudah goyah
lututnya. Apa lagi kalau sampai berhadapan langsung dengan kami!"
Nenek
muka kuning menyeringai. "Orang lain mungkin akan terkagum-kagum mendengar
kisahmu atau menaruh hormat padamu. Tapi wahai! Aku bukan anak kecil yang bisa
tertidur oleh cerita bagusmu! Lekas menyingkir dari tempat ini. Jika kau memang
ingin membalaskan sakit hati pada Hantu Santet Laknat, silahkan menunggu. Kau boleh
datang kembali kalau dia sudah jadi bangkai!"
Kakek
berjubah ungu merenung sejenak. Dalam hati dia berkata. "Aku sudah
menyebut nama itu, tapi dia tidak menaruh perhatian sama sekali. Mungkin memang
bukan dia…." Lawungu lalu berucap. "Maafkan diriku. Mana mungkin aku
menuruti aturan seenak isi perutmu itu!" kata kakek bernama Lawungu.
Suaranya yang selama ini perlahan dan lembut berubah keras dan kasar pertanda
dia telah kehilangan kesabarannya menghadapi Luhkentut yang tidak bisa dibuat
mengerti.
Tanpa perdulikan
si nenek, Lawungu melangkah cepat ke hadapan Hantu Santet Laknat. Melihat kakek
Ini mendatanginya Hantu Santet Laknat segera melintangkan Kapak Maut Naga Geni
212 di depan dada.
Lawungu
berhenti empat langkah di hadapan Hantu Santet Laknat. Matanya memandang tajam
pada sen|ala yang dipegang si nenek. "Tak pernah kutahu ada orang di
Negeri Latanahsilam memiliki senjata aneh Ini. Dari mana perempuan laknat ini
mendapatkan. Jangan-jangan dia merampas milik orang. Mungkin senjata ini milik
orang-orang yang datang dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang…."
"Kakek
pandir! Mengapa kau mendadak berubah seperti pikun berdiri di hadapanku?!"
Hantu Santet Laknat membentak.
Walau
hatinya panas tapi Lawungu masih bisa tersenyum. "Kau pandai
menyembunyikan nyali yang telah leleh! Ada beberapa orang menginginkan nyawamu
saat ini. Aku beruntung bisa melakukan pembalasan lebih dulu!"
"Mana
bisa begitu! Berani kau menyentuh dia, kau kubunuh lebih dulu!" Hantu
Selaksa Angin berteriak lalu melompat ke samping Lawungu.
Lawungu
tidak perdulikan nenek muka kuning ini. Tangan kanannya meraba ke balik sisi
pakaiannya sebelah kanan. Ketika tangan itu ditarik maka tersembullah sebatang
bambu sepanjang empat jengkal. Lawungu meniru sikap Hantu Santet Laknat. Dia
pegang bambu dengan tangan kanan dan dimelintangkan di depan dada. Sementara
jari-jari tangan kirinya membuka kayu penyumpal salah satu ujung bambu.
"Hantu
Santet Laknat, dulu dengan binatang berbisa ini kau menyantet diriku hingga aku
hampir menemui ajal secara mengenaskan! Sekarang kukembalikan dia padamu! Harap
kau mau menerima dengan senang hati!"
"Desss!"
Kayu
penyumpal ujung bambu terbuka. Dengan copat Lawungu pukulkan bambu itu ke
bawah. Saat Itu juga dari dalam bambu meluncurlah sebuah benda bulat panjang
berwarna hitam berkilat, jatuh bergelung di tanah.
Luhkentutterpekik.
Sambil terkentut-kentut nenek muka kuning ini melompat jauhkan diri. Setan
Ngompol cepat tekap bagian bawah perutnya. Naga Kuning tegak merinding. Tapi si
nenek Hantu Santet Laknat tetap tenang. Dia baru bergerak ketika mendadak benda
yang bergelung di tanah rentangkan tubuhnya lalu meluncur cepat ke arahnya
sambil keluarkan suara mendesis keras. Benda ini ternyata adalah seekor ular
hitam sangat berbisa sepanjang hampir setengah tombak dan besarnya hampir
sebesar pergelangan lengan.
"Ular
hitam ular kiriman! Dulu aku yang membuat kau dari tiada kepada ada! Jangan
turuti kehendak orang penerima celaka! Jangan berani menentang kehendak si
penimbul bala! Sudah saatnya kau kembali ke alam tiada!"
Hantu
Santet Laknat gerakkan tangan kanannya yang memegang Kapak Maut Naga Geni 212.
"Craasss!"
Ular
hitam itu terbabat putus di pangkal lehernya. Darah menyembur muncrat. Sosok
ular yang terpotong dua terpental ke udara.
"Taarrr!"
"Taarr!"
Terdengar
dua kali letupan. Bagian-bagian tubuh ular hitam yang terkutung dua hancur
bertabur di udara lalu berubah menjadi asap yang membersitkan bau busuk. Hantu
Santet Laknat menghembus dua kali. Kepulan asap serta merta lenyap. Bau busuk
hilang. Si nenek memandang pada Lawungu lalu tertawa mengekeh melihat bagaimana
wajah si kakek berubah tercekat.
"Lawungu,
kedatanganmu ke sini untuk membalas dendam hanyalah satu kesia-siaan belaka!
Dulu aku yang mencarimu, kini kau sendiri yang sengaja datang mengantar
nyawa!"
"Dukun
iblis! Sudah saatnya kau harus dibasmi dari bumi Latanahsilam ini!" teriak
Lawungu marah.
Lalu
dengan sebat dia melompat ke hadapan si nenek seraya dorongkan tangan kirinya.
Selarik pukulan tangan kosong yang memancarkan cahaya ungu menyambar keluar
dari telapak tangan si kakek.
Takut
akan kedahuluan orang, nenek muka kuning Lahkentut tidak tinggal diam. Setelah
kentut lebih dulu nenek ini menyerbu dari samping kanan. Hantu Santet Laknat
kiblatkan Kapak Maut Naga Geni 212. Cahaya putihcpanas menyilaukan menyambar ke
depan, membuat Lawungu terkejut dan buruburu membuang diri ke samping. Dari
samping dia kembali lancarkan serangan. Kali ini dia menghantam dengan dua
dorongan tangan sekaligus!
"Wusss!
Wusss!"
Dua larik
cahaya ungu melabrak Hantu Santet Laknat. Dia masih berusaha mengandalkan kapak
sakti untuk menangkis namun dari arah lain nenek muka kuning memberondong
dengan pukulan sakti yang mampu menghantamkan empat bagian. "Tombak Kuning
Pengantar Mayat!"
Hantu
Santet Laknat membentak keras. "Lihat kapak!" teriaknya. Lalu wuuttt…
wuuuttt! Suara seperti ribuan tawon mengamuk menggelegar. Cahaya panas bertabur
menyilaukan.
Naga
Kuning kucak-kucak matanya. "Astaga!"
seru anak
ini sambil menepuk punggung Si Setan Ngompol hingga kakek ini tersentak kaget
dan terpancar air kencingnya. "Lihat! Bagaimana mungkin kapak itu kini
bisa berubah jadi empat!"
Saat itu
Kapak Maut Naga Geni 2.12 memang kelihatan berubah menjadi empat buah. Satu
yang berada dalam genggaman tangan kanan Hantu Santet Laknat sedang tida
lainnya melayang-layang di udara, menyambar ke arah dua kakek nenek yang
mengeroyok nenek muka gagak hitam itu!
"Hantu
Santet Laknat pasti keluarkan ilmu hitam yang bisa menipu pandangan kita dan
pandangan lawan!" kata Setan Ngompol pula.
"Dukun
jahat itu bukan cuma menipu pandangan orang tapi lihat! Lawungu dan nenek muka
kuning tampak kelabakan mendapat serangan empat kapak sekaligus!"
Ketika
dari sepasang mata Hantu Santet Laknat menyembur pula dua larik sinar hitam,
dua lawannya benar-benar jadi dibikin kalang kabut.
Hantu
Selaksa Angin kertakkan rahang. Tak ada jalan lain. Dia harus mengeluarkan ilmu
kesaktian yang paling diandalkannya, yang tadi sebenarnya sudah siap untuk
dikeluarkan kalau tidak terganggu oleh kedatangan Lawungu.
Didahului
dengan bentakan keras Hantu Selaksa Angin membuat lompatan setinggi pinggang.
Dua tangannya mengepal di bawah dada. Begitu tubuhnya berada di udara jari-jari
dibuka. Cahaya kuning pekat memancar dari dua tangannya. Bau setanggi terbakar
menebar menusuk penciuman. Bersamaan dengan itu udara terasa sangat dingin.
"Pukulan
Salju Putih Latinggimeru!" seru Hantu Santet Laknat tercekat. Manteranya
yang bisa membuat Kapak Naga Geni 212 terlihat menjadi empat serta merta
lenyap. Sekujur tubuhnya menggigil seperti ditimbun salju dingin luar biasa.
Tadi-tadi sebenarnya dia sudah merasa jerih ketika melihat si nenek muka kuning
hendak mengeluarkan ilmu kesaktian itu. Kini baru saja dia kehilangan kekuatan
manteranya dan dari samping Lawungu menggempur dengan serangan-serangan gencar,
tiba-tiba dari depan Hantu Selaksa Angin sudah lancarkan serangan. Sepuluh kuku
jari tangannya pancarkan sinar kuning ketika pergelangan tangannya diputar maka
menyemburlah sepuluh larik sinar kuning!
Untuk ke
dua kalinya Hantu Santet Laknat keluarkan jeritan tegang. Dia baru saja
berhasil mengelakkan dua serangan Lawungu. Ketika pukulan Salju Putih
Latinggimeru datang menyambar dia tidak punya kesempatan lagi untuk menangkis
atau mengelak.
"Muka
kuning jahanam! Aku mengadu jiwa denganmu!" teriak Hantu Santet Laknat.
Dia melompat ke udara, maksudnya kemudian berjungkir balik lalu menghantam
dengan Kapak Maut Naga Geni 212. Tapi begitu kakinya tidak lagi menginjak
tanah, mendadak sekujur tubuhnya yang tadi diserang hawa dingin kini seolah
berubah menjadi sosok terbuat dari es, mengepulkan hawa putih. Tangan dan
kakinya seolah kaku, tak bisa digerakkan. Dari depan saat itu juga sepuluh
larik sinar kuning datang menggebubu!
Pada saat
sangat menegangkan itu tiba-tiba ada derap kaki-kaki kuda mendatangi dengan
cepat. Lalu terdengar ringkikan dahsyat. Tanah bergetar keras.
"Tahan
serangan!" Ada suara orang berteriak lantang disusul berkelebatnya satu
bayangan putih, menyambar tubuh Hantu Santet Laknat. Sebelumnya satu gelombang
angin dahsyat telah lebih dulu menderu berusaha membabat sepuluh larik sinar
kuning pukulan sakti Salju Putih Latinggimeru. Walau gempuran itu hanya mampu
membelokkan sedikit sepuluh larik sinar kuning namun sudah cukup memberikan
satu kesempatan bagi bayangan putih tadi untuk menyelamatkan Hantu Santet
Laknat.
Ketika
sepuluh larik sinar putih menghantam sebuah pohon raksasa dan sebuah batu besar
di seberang sana hingga pohon dan batu itu berubah menjadi putih dan
mengepulkan asap dingin laksana timbunan salju, Hantu Santet Laknat telah
berada di tempat lain. Nenek ini coba berpaling untuk melihat siapa tuan
penolongnya. Terkejutlah dia karena tak menyangka. Suaranya tercekat antara
tidak percaya dan penuh haru ketika dia berseru.
"Kau…!"
*******************
4
SEMUA
mata memandang ke depan. Semua orang merasa heran dalam keterkejutan.
"Pendekar212 Kencing Kuda!" berteriak nenek muka kuning Hantu Selaksa
Kentut. Dalam bahasa Latanahsilam sableng artinya kencing kuda. Itu sebabnya
dalam marahnya si nenek memanggil Wiro dengan Kencing Kuda. "Kau menolong mahluk
jahat terkutuk yang hendak membunuh kami, bahkan menjadi pencuri kapak
saktimu!"
Sepuluh
tombak di depan sana Wiro tampak berdiri masih memegang sosok setengah kaku
Hantu Santet Laknat yang barusan di selamatknnnya pada bagian pinggang. Tak
jauh dari tempat dia berdiri kelihatan sosok kuda raksasa hitam berkaki enam
bertanduk dua dan memiliki sepasang mata berwarna ncrah. Di punggung binatang
bernama Lnekakienam nl tergantung dua sosok, masing-masing berada dalam jala
atau jaring berwarna biru. Sosok pertama adalah Hantu Kaki Batu alias Lakasipo.
Tubuhnya ponuh luka bakar dan saat itu dia dalam keadaan setengah sadar
setengah pingsan. Orang kedua adalah Luhsahtini, istri Hantu Bara Kaliatus. Ke
dua orang Ini seperti diceritakan dalam Episode sebelumnya (Hantu Santet
Laknat) telah terjebak ke dalam jaring "Api Iblis Penjaring Roh" yang
ditebar oleh Hantu Bara Kaliatus. Untung saja kakek sakti Lasedayu alias Hantu
Langit Terjungkir turun tangan menolong, hingga jaring yang semula terbuat dari
larikan-larikan api ganas berwarna biru itu bisa dirubah menjadi seperti
tali-tali biasa.
"Edan
gila!" Setan Ngompol ikut memaki. "Anak geblek itu mengapa dia
berbuat begitu? Menyelamatkan Hantu Santet Laknat!"
"Jangan-jangan
dia sudah kawin dengan dukun muka gagak hitam itu!" kata Naga Kuning pula.
"Berarti
dia sudah diguna-guna! Celaka! Tolol betul! Aku saja yang tua bangka begini
akan berpikir seribu kali mau kawin dengan nenek jahat itu!" ucap Si Setan
Ngompol.
Di depan
sana perlahan-lahan Wiro turunkan sosok Hantu Santet Laknat ke tanah. Begitu
menginjak tanah si nenek berbisik. "Aku berterima kasih, kau telah
menyelamatkan diriku. Sangat bahagia rasanya diselamatkan oleh orang yang
kucintai!" Saat si nenek sudah bisa gerakkan tubuhnya yang tadinya kaku
akibat serangan Hantu Selaksa Kentut.
"Jangan
bicara tidak karuan! Menghindar dari tempat ini, tapi awas! Jangan kau berani
pergi sebelum kau mengembalikan kapak saktiku!"
"Cinta
memang membuat aku jadi tidak karuan. Akan kubuktikan kalau aku memang
mencintaimu wahai pemuda dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang.
Sebenarnya sejak aku jatuh hati padamu di dalam rimba belantara Lasesatbuntu
aku aku tidak ingin melanjutkan semua niat jahat padamu. Kapak ini kubawa hanya
sekedar untuk merasa dekat denganmu…."
Mau tak
mau tengkuk Pendekar 212 jadi merinding mendengar ucapan si nenek. Selagi dia
terkesiap heran, Hantu Santet Laknat ulurkan tangan kanannya.
"Ini,
aku kembalikan senjata milikmu. Kau pasti membutuhkan menghadapi orang-orang
itu!"
Habis
berkata begitu nenek muka burung gagak ini serahkan Kapak Mau Naga Geni 212
pada Wiro. Tapi sebelum Pendekar 212 sempat mengambilnya tiba-tiba Hantu
Selaksa Kentut dan kakek berjubah ungu Lawungu sudah lebih dulu melompat sambil
dorongkan tangan masing-masing. Sinar ungu dan sinar kuning bergabung melanda
murid Sinto Gendeng.
"Kalian
mengapa menyerangku!" teriak Pendekar 212 yang jadi sempoyongan dilabrak
dua gempuran angin dahsyat. Sebelum tubuhnya disapu roboh Wiro cepat melompat
setinggi satu tombak lalu sekaligus pukulkan dua tangannya ke bawah untuk
menangkis hantaman dua kakek nenek berkepandaian tinggi itu.
"Bummm!"
"Buuum!"
Dua
letusan keras menggoncang seanterotempat Tubuh Wiro mencelat sampai tiga
tombak. Dadanya mendenyut sakit akibat bentrokan pukulan-pukulan sakti
mengandung tenaga dalam tinggi itu. Di depan sana walau sosok mereka
terhuyung-huyung dan hampir jatuh terduduk di tanah namun Lawungu dan Hantu
Selaksa Kentut cepat kendalikan diri lalu kembali hendak menyerbu. Sekali ini
gerakan mereka tertahan karena mendadak Hantu Santet Laknat berkelebat
menyongsong sambil sapukan Kapak Maut Naga Geni 212 ke depan sedang dari ke dua
matanya dia semburkan dua larik sinar hitam.
"Jahanam!
Dukun jahat ini ternyata memang telah berserikat dengan pemuda itu!"
teriak si nenek muka kuning. Baik dia maupun Lawungu mau tak mau sesaat
terpaksa bersurut mundur menghindari serangan ganas Hantu Santet Laknat.
"Kekasihku
Wiro Sableng!" tiba-tiba Wiro mendengar suara mengiang di telinga kirinya.
Suara Hantu Santet Laknat! Si nenek sengaja bicara dengan ilmu yang disebut
Menyadap Suara Batin hingga orang lain yang tidak dituju tidak dapat
mendengar." Keadaan tidak menguntungkan bagi kita berdua. Lekas ikuti
aku…."
"Tunggu!
Kembalikan dulu kapak itu!" seru Wiro.
Tapi saat
itu Lawungu dan Hantu Selaksa Angin sudah berada di hadapannya. Siap untuk
menyerang kembali. Melihat hal ini Hantu Santet Laknat segera tinggalkan tempat
itu. Wiro kembali mendengar suara mengiang di salah satu telinganya.
"Kekasihku, aku tunggu kau di Tebing Batu Terjal di sebelah selatan Bukit
Batu Kawin."
Belum
sempat mengejar Hantu Santet Laknat telah lenyap sementara itu Lawungu dan
Hantu Santet Laknat telah berada di hadapannya.
"Tahan,
jangan menyerang! Biaraku menjelaskan lebih dulu!" Wiro berseru begitu
dilihatnya dua orang di depannya kembali hendak menggebrak.
"Perlu
apa penjelasan! Kami hanya melihat kenyataan! Kau menolong musuh besarku
berarti kau adalah musuh besarku juga!" Membentak kakek bernama Lawungu.
"Kau
berserikat dengan nenek jahat itu. Aku tidak suka walau kau telah menolong
penyakit kentutku!’ ikut berkata Luhkentut, si nenek muka kuning.
"Wiro,
mengapa kau lakukan itu? Mengapa kau menolong Hantu Santet Laknat! Kau tahu dia
yang mencelakai saudara angkat kita Lakasipo hingga dua kakinya berubah jadi
batu! Dia juga mencuri kapak saktimu!" Naga Kuning ikut bicara.
"Mohon
maaf kalian semua, bukan maksudku menolong nenek jahat itu. Aku tidak pula
berserikat dengannya…."
"Aku
melihat kau dan dia seperti bicara berbisikbisik. Aku yakin antara kau dan
Hantu Santet Laknat ada jalinan hubungan tertentu! Jangan-jangan kau sudah jadi
gendaknya! Hik… hik… hik!"
"Butt!
Prett!"
Muka
Pendekar 212 tampak kemerahan mendengar kata-kata Hantu Selaksa Kentut itu.
"Kalian
semua dengar," kata Pendekar 212. "Aku tidak ingin nenek satu itu
celaka sebelum dia bisa menolong dua orang yang berada dalam jerat jala aneh
itu!" Wiro lalu menunjuk pada sosok Luhsantini dan Lakasipo yang berada di
dalam jala, tergantung di punggung kuda raksasa hitam berkaki enam.
"Menurut Luhsantini Hantu Bara Kaliatus yang telah mencelakai mereka
hingga terjebak dalam jala. Hantu Santet Laknat adalah guru Hantu Bara
Kaliatus, jadi pasti dia mampu membobol jaring menolong melepaskan Luhsantini
dan Lakasipo!"
Dari
dalam jala tempat dia terkurung Luhsantini membuka mulut. "Apa yang
dikatakan kerabat Wiro memang benar. Hanya Hantu Santet Laknat yang bisa
membebaskan diriku dan Lakasipo dari dalam jala ini karena dia yang punya ilmu
kesaktian bernama Api Iblis Penjaring Roh!"
Lawungu
terdiam. Sesaat dia melirik pada sosok Lakasipo yang saat itu masih berada
dalam keadaan antara sadar dan tiada. Dia ingat kepada lelaki itulah sebelumnya
dia telah menyerahkan sendok sakti terbuat dari emas untuk diserahkan pada
Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir. Lain halnya dengan si nenek muka
kuning. Dia segera menyemprot.
"
Kalau cuma alasan hendak menolong dua kawanmu yang terjebak dalam jaring itu,
akupun bisa menjebol jala. Mengapa mau-mauan melibatkan diri dengan Hantu
Santet Laknat segala?!"
"Kau
bicara hebat! Tapi apakah kau bersedia menolong mereka? Luhsantini, perempuan
dalam jala itu menerangkan dia pernah minta tolong padamu! Tapi kau tidak
perduli! Sekarang kau bicara sombong!"
Wiro
bicara keras karena penasaran mendengar katakata Hantu Selaksa Kentut tadi.
"Luhsantini, katakan apa nenek muka tahi ini pernah mau menolong
menyelamatkan dirimu dari dalam jala?!" Saking marahnya Wiro sampai
menyebut si nenek muka kuning dengan muka tahi! Membuat Hantu Selaksa Angin
menggeram marah dan komat kamit menggrendeng.
"Aku
memang pernah minta tolong! Tapi dia tidak perduli! Sekarang bicara agulkan
diri! Tua bangka munafik!" Luhsantini berteriak dari dalam jala sementara
Lakasipo mulai mendengar semua pembicaraan yang berlangsung keras itu dan perlahan-lahan
buka sepasang matanya. Lawungu rangkapkan dua tangan dimuka dada.
Dengan
senyum mengejek dia berkata. "Kau ingin menolong dua orang dalam jaring
itu. Tapi kau sengaja membiarkan si nenek yang katamu bisa menolong itu lolos
begitu saja! Siapa percaya ucapanmu! Kau melindungi dirimu dengan pura-pura
berbuat baik hendak menolong dua orang dalam jala. Tapi pada saat nenek
berkelebat pergi kau tidak berbuat apa-apa nenek tidak mencuri kapakmu! Tapi
kau sengaja menyerahkan senjata sakti itu padanya. Untuk apa? Sebagai emas
kawin?! Ha… ha… ha… ha!"
"Hik…
hik… hik!" Nenek muka kuning ikut tertawa lalu butt… prett dia pancarkan
kentutnya!
"Kalau
kalian berdua tidak menyerangku, aku pasti sudah membuat perhitungan dengan
nenek itu! Apa kalian kira aku mau saja menyerahkan kapak saktiku begitu saja
padanya?! Jangan menuduh aku telah berbuat yang bukan-bukan dengan nenek itu.
Kalau aku memang kawin dengan Hantu Santet Laknat, apa kau merasa cemburu?!
Jangan-jangan kau sudah sejak lama menaruh hati padanya!" Wiro membalas
ucapan Lawungu dengan kata-kata yang tidak kalah menyakitkan hati.
Lawungu
si kakek berjubah ungu kelihatan merah padam wajahnya yang keriput. Tubuhnya
sesaat bergetar. Ketika dia hendak melangkah menghampiri Pendekar 212 Wiro
Sableng tiba-tiba satu suara bergema lantang di tempat itu, disusul dengan
berkelebatnya tatu bayangan putih.
"Mari
kita bicara tentang kenyataan! Jangankan kapakmu, nyawamupun pasti kau berikan
pada Hantu Santet Laknat! Bukankah kalian berdua telah saling bercinta?!"
Semua
orang yang ada di tempat itu termasuk Wiro palingkan kepala. Mereka sama-sama
tersentak kaget melihat siapa yang muncul dan barusan bicara itu.
*******************
5
YANG
muncul ternyata adalah seorang tua ber jubah putih berbadan tinggi besar. Penampilan
nya luar biasa angker karena dia memiliki otak yang terletak di luar kepalanya,
menyembul demikian rupa. Karena otak ini terbungkus sejenis selubung keras
bening maka setiap gerak denyut otak itu kelihatan dengan jelas. Naga Kuning
dan Setan Ngompol ternganga heran melihat keadaan kepala si orang tua.
"Seumur
hidup baru kali ini aku melihat ada manusia yang otaknya bertengger di luar
kepala! Apakat dia manusia sungguhan atau bangsa jejadian?" berkata Setan
Ngompol pada Naga Kuning yang berada di sebelahnya.
"Kakinya
menjejak tanah, berarti dia manusia seperti kita juga," menjawab Naga
Kuning. "Yang aku ingin tahu jangan-jangan dia memiliki biji yang berada
di luar kantong menyannya…."
"Bocah
konyol!" menukas Setan Ngompol. "Jangan kau bicara sembarangan. Aku
punya firasat makhluk satu ini bukan orang sembarangan. Aku khawatir
kemunculannya membuat suasana tambah kisruh…."
Wiro
memperhatikan dengan tak berkesip. Hantu Selaksa Kentut kerenyitkan kening.
Hanya Lawungu yang tampak tenang. Kakek berjubah ungu ini memecahkan kesunyian
ketika dia berucap menyambut kemunculan kakek jubah putih.
"Sahabatku
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kemunculanmu yang tidakterduga ini sungguh
sangat menggembirakan hatiku! Apa lagi saat ini aku memang tengah menghadapi
satu urusan yang tidak menyenangkan!"
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab!" Beberapa mulut mengulang sebut nama kakek
berjubah putih yang otaknya terletak di luar batok kepala itu. Wiro, Naga
Kuning dan Setan Ngompol jadi gembira begitu mengetahui siapa adanya orang tua
berjubah putih itu. Selama ini mereka berusaha mencarinya untuk dimintai pertolongan
tapi tak kunjung berhasil.
"Dicari-cari
tidak bertemu. Sekarang malah datang sendiri! Kek, dia adalah orang yang bisa
kita tanyai bagaimana caranya agar dapat kembali ke tanah Jawa!" Habis
berkata begitu Naga Kuning hendak bergerak mendekati orang tua berjubah putih.
Tapi Setan Ngompol cepat memegang lengannya seraya berbisik.
"Jangan
kesusu. Jangan bertindak sembarangan! Melihat raut wajah orang tua itu aku
punya dugaan dia datang membawa urusan tidak enak."
Walau
merengut tapi Naga Kuning ikuti juga ucapan Si Setan Ngompol. Saat itu Wiro
sendiri juga merasa gembira. Selama ini dia menganggap orang tua bernama Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu adalah satu-satunya tempat bertanya bagaimana
caranya dia dan teman-teman bisa kembali ke tanah Jawa. Namun seperti yang
terasa oleh Setan Ngompol, Wiro juga merasa ada sesuatu yang tidak enak dalam
kemunculan orang tua itu.
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab layangkan pandangan dingin pada semua orang yang ada
di tempat itu. Beberapa saat dia memperhatikan Pendekar 212 Wiro Sableng lalu
setelah melirik ke arah Lakasipo dan Luhsantini yang berada di dalam jala di
punggung kuda, orang tua ini berkata pada kakek berjubah ungu di samping
kirinya.
"Sahabatku
Lawungu, untuk sementara izinkan aku mengambil alih semua persoalan di tempat
ini!"
"Wahai
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, jika tidak ada urusan penting dan besar serta
gawat tentu kau tidak akan berkata seperti itu. Aku bisa mengalah. Silahkan kau
menyelesaikan urusan lebih dulu. Tapi kalau aku boleh tahu, urusan apa dan
dengan siapa?"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak menjawab pertanyaan Lawungu, melainkan
memandang tajam pada Wiro Sableng, membuat murid Sinto Gendeng ini jadi
berdebar.
"Orang
yang otaknya di luar kepala ini punya mata yang bisa memandang seperti menembus
jantungku…"
kata Wiro
sambil garuk kepala. "Banyak hal yang ingin kutanyakan padanya pada
pertemuan ini. Tapi dari caranya memandang seperti dia punya kemarahan dendam
kesumat terhadapku. Aku harus hati-hati."
Maka
diam-diam pendekar kita segera kerahkan tenaga dalam ke tangannya kiri kanan.
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab tiba-tiba sunggingkan seringai. Tangan kanannya
diangkat lalu jari telunjuknya ditudingkan tepat-tepat ke arah Wiro.
"Kau!"
Suara Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menggeledek hingga membuat Setan Ngompol
tersentak kaget dan terkencing. "Kau orang dari negeri seribu dua ratus
tahun mendatang yang bernama Wiro Sableng?!"
Wiro
garuk kepalanya lalu mengangguk.
"Apakah
kau sudah mengerahkan seluruh tenaga dalammu ke tangan kiri kanan?!"
Murid
Sinto Gendeng terkejut. "Dia memiliki kemampuan luar biasa! Dia tahu aku
mengerahkan tenaga dalam!" Membatin Wiro.
"Aku
akan mengajukan beberapa pertanyaan padamu. Apapun jawabmu, setelah itu rohmu
akan kupindahkan ke tempat lain. Tergantung antara langit dan bumi!"
Naga
Kuning dan Setan Ngompol jadi terkejut. Wiro sendiri ternganga sambil menggaruk
kepala.
"Kabarnya
Hantu Sejuta Tanya satu makhluk arif bijaksana berpengetahuan luas. Tapi
mengapa sikapnya begini angkuh?" membatin Wiro. Lalu dia bertanya.
"Kau
mau memindahkan rohku. Maksudmu, kau hendak membunuhku atau bagaimana?"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak menjawab. Malah dia mulai dengan pertanyaannya.
"Pertanyaan
pertama! Kau orangnya yang mencuri sebatang tongkat terbuat dari batu. Bernama
Tongkat Bahagia Biru
Tentu
saja murid Eyang Sinto Gendeng jadi kaget mendengar tuduhan itu. Dia segera
gelengkan kepala. Ketika dia hendak membuka mulut Hantu Sejuta Tanya te|uta
Jawab langsung menghardik. Raut muka dan pandangan matanya menyeramkan. Otak di
atas kepalanya tampak mendenyut cepat.
"Kau
mulai dengan dusta pertama!"
Wiro
melengak melihat kemarahan si orang tua. Setan Ngompol terkencing. Nenek muka
kuning geleng-gelengkan kepala. Dia keluarkan suara perlahan.
"Tidak
sangka pemuda itu seorang pencuri tengik rupanya…."
"Siapa
berdusta! Aku memang tidak pernah mencuri tongkat itu!" Pendekar 212
menjawab dengan suara lantang tak kalah kerasnya hingga Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab ganti terkesiap.
"Dia
memiliki tenaga dalam tinggi. Bentakannya tadi sempat membuat jantungku
berdebar tegang!"
membatin
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Lalu dia berkata.
"Pencuri
biasanya memang dilahirkan dengan membekal segala kedustaan!"
Naga
Kuning yang tahu betul kisah tongkat batu biru itu ikut merasa geram mendengar
ucapan-ucapan kakek berjubah putih itu. Tanpa dapat dicegah Setan Ngompol dia
berkata.
"Orang
tua yang otaknya mumbul di kepala! Kau pandai menuduh, apa kau punya bukti kalau
sahabatku itu memang telah mencuri tongkat yang kau maksud?!"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab palingkan kepala dan pelototkan matanya pada Naga
Kuning. Si bocah walau hatinya jadi kebat-kebit tapi balas besarkan mata
menantang tatapan orang.
"Anak
berambut kaku! Kau berani bicara! Jangan mengira aku kagum akan keberanianmu!
Sekali lagi kau bertingkah membuka mulut, kucabut lidahmu!"
"Begitu…?!"
Naga Kuning tidak perdulikan ancaman Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Kau
mau cabut lidahku?! Silahkan!" Lalu bocah itu julurkan lidahnya
panjang-panjang.
Meledaklah
amarah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Didahului suara menggeram orang tua ini
gerakkan tangan kanannya. Saat itu jaraknya dengan Naga Kuning masih terpisah
sekitar tujuh tombak. Tapi anehnya, tangannya seolah tali yang bisa diulur
berubah panjang, menyambar ke arah kepala Naga Kuning.
"Tahan!"
Wiro berseru. Dia cepat melompat. "Biar Aku memberi keterangan!" Lalu
dengan cepat Wiro pergunakan dua tangannya mencekal lengan Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab. Orang tua ini menyeringai. Dia tidak berusaha menarik tangannya
dan Wiro terus memegangnya.
"Aku
izinkan kau bicara memberi keterangan!"
"Seorang
sahabat bernama Luhjolita menemukan tongkat itu di dekat mayat seorang berjuluk
Tongkat Biru Pengukur Bumi. Tongkat itu kemudian diserahkannya padaku. Karena
aku tidak tahu siapa pemiliknya, tongkat kusimpan sampai kolak aku tahu siapa
yang empunya dan menyerahkannya padanya. Kemudian muncul dua orang gadis kembar
mengaku berjuluk Sepasang Gadis Bahagia, satu bernama Luh Kamboja, satu lagi
Luhkenanga. Mereka merampas tongkat batu biru itu dari tanganku lalu kabur
melarikan diri…" (Untuk jelasnya peristiwa di atas harap baca episode
sebelumnya berjudul "Hantu Santet Laknat")
"Dusta
kedua!" bentak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Entah kapan tangannya
digerakkan tahu-tahu sosok Wiro yang masih memegangi lengan orang itu melintir
keras dan bukk! Wiro terbanting ke bawah! Untuk beberapa lamanya Pendekar 212
terkapar di tanah. Kepalanya terasa pening. Punggungnya sakit bukan kepalang.
Sesaat rasa sakitnya berkurang pemuda ini segera melompat dan wuutt! Tahu-tahu
dia sudah tegak di hadapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Selama
ini aku mendengar Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab merupakan satu tokoh besar
yang jadi panutan semua orang-orang gagah di Negeri Latanahsilam ini! Kabarnya
kau merupakan gudang tempat bertanya karena kemampuanmu menyirap banyak
perkara, menjawab pertanyaan yang orang lain tidak mungkin bisa melakukannya!
Menolong orang yang kesulitan. Penunjuk penerang mereka yang berada dalam
kegelapan! Tapi ternyata kau seorang yang tidak tahu apa-apa. Kau menodai nama
besarmu dengan melancarkan tuduhan-tuduhan tidak beralasan! Dan yang lebih
buruk, barusan kau menjatuhkan tangan kasar terhadapku! Apakah begitu sifat dan
perbuatan seorang tokoh besar sepertimu?!"
Belum
sempat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menjawab ucapan Wiro, Naga Kuning telah
lebih dulu bersuara. "Dia mungkin Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab palsu!
Hantu yang asli pasti tidak sejahat seperti dia!"
"Wuuttt!"
Tangan
kanan kakek berjubah putih itu tiba-tiba menyambar panjang ke depan. Setan
Ngompol berseru kagot dan terkencing. Wiro tertegak tegang. Saat itu tangan
kanan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah mencekeram leher Naga Kuning lalu
mencekiknya.
"Hueekkk!"
Cekikan
yang keras membuat lidah anak itu terjulur panjang keluar.
"Wuuuttt!"
Kini
tangan kiri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang melesat ke depan, ke arah
mulut Naga Kuning. Jelas sudah seperti ancamannya tadi orang tua ini hendak mencabut
lidah anak itu!"
Sesaat
lagi jari-jari tangan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hendak menyambar lidah
Naga Kuning tiba-tiba si bocah geliatkan badannya. Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab mendadak merasakan leher anak itu licin sekali hingga pegangannya
melejit. Bagaimanapun dia berusaha mengencangkan cekikannya tetap saja dia tak
berhasil. Naga Kuning ternyata telah melepaskan diri dengan mengandalkan ilmu
yang disebut Ikan Paus Putih dimana tubuhnya mendadak sontak berubah sangat
licin!
Leher
Naga Kuning terlepas dari cekalan si kakek. Begitu lehernya bebas Naga Kuning
keluarkan pekikan keras lalu tubuhnya melesat ke atas, berjungkir balik dua
kali berturut-turut. Lalu menukik ke bawah dengan dua kaki dihantamkan ke batok
kepala Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!
Inilah
jurus yang disebut Naga Murka Menjebol Bumi!
Dalam
kejutnya karena tidak percaya Naga Kuning bisa terlepas dari cengkeramannya,
dan kini anak itu lancarkan tendangan yang bisa merengkahkan batok kepalanya,
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab cepat angkat tangan kirinya dengan telapak
dikembangkan ke depan.
"Beettt!"
Selarik
angin keras keluar dari telapak tangan orang tua itu. Dua kaki Naga Kuning yang
hanya tinggal dua jengkal dari kepalanya terpental. Si bocah sendiri kemudian
mencelat. Dengan jungkir balik akhirnya dia mampu jatuhkan diri ke tanah dengan
kaki lebih dulu. Tetapi ketika dia hendak bergerak ternyata anak ini tidak
mampu mengangkat dua kakinya. Dua kaki itu laksana diganduli benda berat
ratusan kati! Pucatlah wajah Naga Kuning. Tubuhnya sampai keringatan karena
berusaha keras untuk dapat mengangkat kakinya. Tapi sia-sia saja!
"Naga
Kuning, apa yang terjadi denganmu!" bertanya Setan Ngompol seraya melompat
mendekati.
"Tua
bangka sialan itu! Ilmu apa yang dimilikinya. Aku tak bisa menggerakkan dua
kakiku!" menjelaskan Naga Kuning.
"Jangan
khawatir! Walau otak kita ada di dalam batok kepala, dia di luar batok kepala
tapi soal ilmu tipu menipu boleh diuji!" kata Setan Ngompol pula. Lalu dia
turunkan bagian depan celananya. Tangan kanan menampung. Serrr…. Si kakek
kencing dan air kencingnya sengaja ditampung di tangan kanan.
"Kek!
Kau mau berbuat apa?!" teriak Naga Kuning karena mengira si kakekakan
memasukkan air kencing yang ditampung ke dalam mulutnya.
"Jangan
banyak tanya kalau mau sembuh!" kata Setan Ngompol. Dengan cepat dia
membungkuk lalu air kencing yang ada dalam tampungan telapak tangannya
diusap-usapkannya pada ke dua kaki Naga Kuning mulai dari lutut sampai ke
jari-jari. Si kakek kemudian meniup dua kali kemudian tepuk pantat si bocah!
"Ayo
jalan! Angkat kakimu!"
Naga
Kuning gerakkan kaki kanannya. Lalu kaki kiri. Astaga! Ke dua kakinya serta
merta menjadi enteng. Dia bukan saja bisa menggerakkan tapi mampu mengangkatnya
dan kini malah dia bisa melesat ke atas, jungkir balik di udara dua kali lalu
turun lagi dengan kaki menjejak tanah lebih dulu!
"Bruutt!
Prett!"
Nenek
muka kuning Hantu Selaksa Kentut tertawa cekikikan. "Tidak kukira, kakek
jelek bau pesing tukang kencing itu ternyata seorang juru sulap! Hik… hik…
hik!"
Sementara
si nenek muka kuning tertawa cekikikan, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
kelihatan tegakterkesiap menyaksikan apa yang barusan terjadi.
"Kakektukang
kencing itu, dia memiliki kesaktian yang sanggup membuyarkan kesaktlanku… Kabar
yang aku sirap bukan kabar kosong belaka. Orang-orang dari negeri seribu dua
ratus tahun mendatang ternyata memang memiliki ilmu yang aneh aneh. Tapi aku
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak mau dikalahkan begitu saja. Apa lagi
urusanku dengan pemuda bernama Wiro Sableng itu belum selesai!"
"Terima
kasih Kek, kau sudah menolongku!" kata Naga Kuning pada Setan Ngompol.
Si kakek
bau pesing menyeringai busungkan dada lalu berkata. "Itu baru kuusapkan
pada dua kakimu. Kalau tadi air kencingku aku masukkan ke dalam mulutmu kau
pasti bisa terbang sampai langit ke tujuh!"
"Sombongnya!
Jangan jadi takabur Kek!" kata Naga Kuning. Lalu bocah ini memandang ke
arah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan berkata. "Orang tua, selama ini
aku menaruh hormat pada dirimu. Sampai saat inipun aku akan berlaku seperti
itu. Tapi jika kau berniat mencelakai diriku tanpa sebab, tidak ada salahnya
aku mencari tahu sampai di mana kehebatanmu!"
Otak di
atas kepala Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tampak berdenyut kencang. Merasa ditantang
dia membentak. "Bocah kurang ajar! Kau bakal menerima bagianmu! Tetap
ditempatmu! Jangan kemanamana! Biaraku menyelesaikan urusan dengan kawanmu si
rambut panjang itu!"
Sekali
lompat saja Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah berada di depan Pendekar 212
Wiro Sableng. Melihat gelagat yang semakin tidak enak murid Sinto Gendeng
segera berlaku waspada.
*******************
6
BERHADAP-hadapan
sedekat itu membuat Wiro merasa ngeri melihat otak Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab yang nangkring berdenyut-denyut di atas kepalanya. Sambil memandang penuh
geram kakek ini kemudian membuka mulut.
"Kau
bukan saja telah mencuri tongkat biru! Bukan saja telah memfitnah dua cucuku
sebagai perampas tongkat. Tapi kau juga adalah manusia terkutuk yang telah
memperkosa merusak kehormatan mereka secara keji!"
Pendekar
212, dan semua orang yang ada di situ tentu saja menjadi sangat terkejut
rrtendengar ucapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Naga Kuning dan Setan
Ngompol saling pandang delikkan mata. Luhsantini keluarkan seruan tertahan.
"Wahai,
sebelumnya aku menaruk kagum pada pemuda ini. Ternyata dia seorang manusia keji
terkutuk!" Luhsantini berkata dalam hati.
Lakasipo
yang mulai sadar tampak tersentak dalam jaring. Dua matanya yang tadi masih
setengah terpejam kini membeliak memandang ke arah Wiro.
"Apa?
Wiro saudara angkatku memperkosa dua gadis berjuluk Sepasang Gadis Bahagia?
Sulit kupercaya! Tapi kalau Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab sendiri yang
berkata siapa yang tidak akan percaya?!" Lakasipo kerahkan seluruh tenaganya.
Sekujurtubuhnya yang penuh luka-luka bakar terasa sakit bukan main. Dalam
jaring yang tergantungdi punggung kuda hitam, dia berusaha duduk, memandang ke
arah orang-orang itu. Walau agak samartapi dia mulai bisa melihat sosok Wiro
Sableng dan yang lain-lainnya.
"Fitnah
busuk terkutuk!" teriak murid Sinto Gendeng menggeledek.
"Kau
yang terkutuk! Kau yang busuk!" balik menghardik Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab.
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Sungguh aku tidak percaya ucapan keji tuduhan kotor
akan keluar dari mulutmu! Bagaimana kau bisa berbuat seperti ini?!" ujar
Pendekar 212 dengan suara setengah berteriak.
"Kalau
benar dua gadis itu cucumu, merekalah yangtelah merampas tongkat batu biru dari
tanganku!"
"Bagaimana
aku bisa berbuat seperti ini?! Huh! Saat ini ingin sekali aku segera memecahkan
kepalamu! Tapi agar semua orang tahu kebejatanmu biar aku buka kedokmu! Aku
akan katakan apa yang telah kau lakukan terhadap dua cucuku. Luhkemboja dan
Luhkenanga!"
Naga
Kuning pegang lengan Setan Ngompol lalu bicara setengah berbisik. "Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab adalah tokoh berkepandaian tinggi di Negeri
Latanahsilam. Kalau dia mengatakan sesuatu pasti dia tidak bicara dusta.
Menurutmu apakah sahabat kita Wiro Sableng benar-benar telah berbuat keji atas
diri dua cucu si kakek?"
Setan
Ngompol tak bisa segera menjawab. "Ada yang tidak beres…" katanya
kemudian setengah berbisik.
"Aku
tidak meragukan diri sahabat kita Wiro Sableng. Tapi seandainya dia terkena
guna-guna Hantu Santet Laknat, lalu terjebak melakukan perbuatan keji
itu…."
Saat itu
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kembali terdengar membuka mulut. Suaranya keras
lantang hingga semua orang mendengar jelas setiap kata yang diucapkannya.
"Beberapa
waktu lalu cucuku Luhkemboja dan Luhkenanga menangkap basah dirimu tengah
melakukan hubungan badan dengan Luhjelita di sebuah goa…."
Bergeletar
sekujur tubuh Pendekar 212 mendengar ucapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
itu. Rahangnya menggembung. Tapi dia masih bisa menahan diri, malah berkata.
"Fitnah karanganmu terdengar bagus! Coba kau teruskan!"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyeringai. Setelah lebih dulu meludah ke tanah dia
berkata.
"Kedok
busukmu segera terbuka! Sejcsni aku bicara taat kematianmu berarti sudah di
depan mata!"
Wiro
balas meludah kc tanah, membuat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menggelegak
amarahnya.
"Teruskan
saja cerita busukmu. Soal nyawaku kita lihat saja nanti. Apa aku yang memang
akan mati duluan atau kau yang sudah bau tanah akan minggat lebih cepat ke
neraka!"
Saking
marahnya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab gerakkan sepuluh jari tangannya hingga
mengeluarkan suara bergemeletakan.
"Karena
kau takut rahasia kejimu akan terbuka dan tersebar luas, kau lalu mengejar dua
cucuku. Merusak memperkosa mereka. Lalu beberapa orang lelaki tak dikenal
datang mengusung tubuh dua cucu ku. Keduanya berada dalam keadaan mengenaskan,
tidak mengenakan pakaian, berada dalam keadaan sekarat! Menurut para pengusung,
kau yang menyuruh mereka mengantarkan cucu-cucuku. Disertai pesan bahwa kau
sengaja menganiaya dan merusak kehormatan dua cucuku karena mereka telah
menipumu dengan tongkat biru palsu! Lalu juga karena dua cucuku menurutmu
selama ini telah menebar aib dan kekejian hingga pantas dijatuhi hukum berat
dan diberlakukan secara keji pula!" (Baca Episode berjudul"Rahasia
Mawar Beracun")
"Sungguh,
cerita hebat luar biasa! Apakah kau sudah menuturkan semuanya?! Apakah kisahmu
sudah selesai?!" Wiro Sableng ajukan pertanyaan.
"Saat
kematianmu sudah tiba anak muda!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
menyergap ke depan. Dua tangannya menghantam. Tangan kiri berkelebat dan
mendadak berubah panjang sekali. Tangan ini berputar aneh seperti seutas tali
besar hendak menggulung Pendekar 212. Dalam keadaan seperti itu tangan kanan
datang menggebuk dari depan. Sasaran yang diarah adalah kepala Wiro.
"Memeluk
Bumi Menghantam Matahari." Lawungu membatin menyebut nama jurus yang
barusan dilancarkan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Sebelumnya tidak ada
satu orangpun bisa selamat dari serangan ini…!"
Wiro
maklum sekali, sebagai tokoh paling hebat di Negeri Latanahsilam, Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab tentu memiliki kepandaian tinggi luar biasa. Karenanya
begitu orang menyerang murid Eyang Sinto Gendong Ini segera keluarkan jurus
kedua dari ilmu silat yang didapatnya dari Datuk Rao Basaluang Ameh dan
bersumber pada "Kitab Putih Wasiat Dewa" yang merupakan salah satu
inti dari Delapan Sabda Dewa. Jurus ini bernama Tangan Dewa Menghantam Batu
Karang. (Baca serial Wiro Sableng berjudul "Delapan Sabda Dewa")
Ternyata
Wiro tidak cuma keluarkan jurus "Tangan Dewa Menghantam Batu Karang"
karena secepat kilat kemudian dia susul dengan jurus ke tiga dari ilmu silat
yang sama yakni Tangan Dewa Menghantam Rembulan.
Jurus
pertama yang dilancarkan Wiro membuat Hantu Sejuta’ Tanya Sejuta Jawab
tersentak kaget.
Jotosannya
yang mengarah ke kepala si pemuda laksana tertahan oleh hawa aneh yang kemudian
mendorong ke belakang tangannya yang memukul. Kejut si kakek bertambah lagi ketika
tangarUdrinya yang berubah panjang dan hendak menelikung tubuh Wiro mendadak
tersentak keras lalu mental seperti digebuk pentungan besi. Menggigit bibir
menahan sakit Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab keluarkan bentakan keras. Walau
mampu membendung bahkan memusnahkan dua serangan lawan namun dirinya sendiri
tak urung menderita gempuran hebat. Tubuhnya terpuntir setengah lingkaran lalu
terhuyung mau roboh sementara rasa sakit aneh seperti ada puluhan jarum menusuk
ubun-ubun dan pinggiran matanya.
Sambil
membentak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab melesat ke atas. Wiro hanya sempat
melihat bayangan jubah putih si kakek. Dia tidak menyadari kalau dari balik
jubah dua kaki si kakek tiba-tiba menderu lancarkan dua tendangan. Satu ke
kepala, satu ke dada. Ketika pemandangannya kembali pulih dia hanya bisa
melihat serangan yang mengarah kepala. Murid Sinto Gendeng ini cepat rundukkan
tubuh. Kepalanya memang selamat tapi tendangan ke arah dada tidak dapat
dihindarinya.
"Bukkk!"
Sosok
Pendekar 212 mencelat mental sampai tiga tombak lalu terguling-guling di tanah.
Wiro berusaha bangkit berdiri dengan cepat. Tapi dadanya serasa amblas.
Lututnya goyah. Pemuda ini jatuh berlutut sambil pegangi dada. Nafasnya seperti
tertahan di tenggorokan. Ketika dia memaksa menghela nafas dalam, dari mulutnya
menyembur darah merah! Sebelum dia jatuh terduduk di tanah, Wiro masih sempat
mengerahkan aji kesaktian dan tenaga dalamnya ke tangan kanan lalu menghantam
ke depan.
"Wusss!"
Cahaya
putih menyilaukan dan panas berkiblat.
Walau Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab berhasil menendang dada lawan namun kakek ini juga
ikut terpental. Kaki kanannya terasa sakit, membuat dia tertegak miring begitu
menginjak tanah. Di saat itu pula pukulan Sinar Matahari yang dilepaskan Wiro
berkelebat menyambar. Si kakek berseru kaget dan cepat menyingkir. Dia seperti
tidak percaya pukulan sakti Memeluk Rembulan Menghantam Matahari yang barusan
dilancarkannya tidak sanggup menghabisi pemuda lawannya! Lawungu sendiri yang
ikut menyaksikan hal itu sampai keluarkan seruan tertahan dan ternganga lebar.
Walau
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab selamat dari serangan pukulan "Sinar
Matahari" tapi gerakan si kakek agakterlambat. Cahaya panas menyapu ujung
bawah jubah putihnya. Saat itu juga jubah putih itu dilumat kobaran api! Si
kakek jadi kelabakan. Untung dia tidak kehilangan akal. Setelah bergulingan di
tanah dia mematahkan serumpun semak belukar berdaun lebat. Dengan daun-daun ini
dia mengibas padam api yang membakar ujung jubahnya.
"Wiro!"
Naga Kuning berteriak dan cepat memburu. Tapi gerakannya dipotong dan dihadang
oleh kakek berjubah ungu.
"Apa
maumu orang tua?! Kau membantu kakek sesat yang otaknya nangkring di ubun-ubun
itu?!" bentak Naga Kuning.
Lawungu
menyeringai. "Mulutmu kurang ajar! Bicaramu keras! Kau rasakan dulu
kerasnya tangan kananku!"
Habis
berkata begitu Lawungu lalu lancarkan satu tamparan ke muka Naga Kuning.
Tamparan ini bukan tamparan biasa karena jangankan muka manusia, batupun bisa
rengkah kalau sampai terkena!
Naga
Kuning yang sesungguhnya adalah kakek berusia lebih dari seratus dua puluh
tahun ini tentu saja tidak tinggal diam. Sambil mengelak dia berkata.
"Kau
menuduh aku kurang ajar! Padahal kau sama saja kurang ajarnya dengan kakek yang
otaknya tidak karuan itu! Jangan kira aku takut padamu!" Anak ini lantas
keluarkan jurus yang disebut Naga Murka Merobek Langit Kejut Lawungu bukan
kepalang ketika tiba-tiba lima jari tangan kanan Naga Kuning yang dipentang
lurus tidak terduga menusuk ke arah tenggorokannya. Dari angin serangan serta
adanya cahaya redup hitam yang memancar dari tangan si bocah Lawungu segera
maklum kalau tusukan lima jari itu bukan saja mampu menembus daging lehertapi
juga bisa menghancurkan tulang tenggorokannya. Dengan cepat dia berkelebat
mengelak sambil lindungi diri dengan tangan kiri. Apa yang diduga Lawungu
ternyata betul.
"Braakkk!"
Tusukan
lima jari tangan Naga Kuning dalam jurus "Naga Murka Merobek Langit"
tadi begitu menghantam tempat kosong terus melabrak batang pohon di samping
Lawungu, Lima jari tangan masuk amblas ke dalam batang pohon. Lawungu merasakan
tengkuknya sedingin es.
"Anak
ini sangat berbahaya. Kalau tidak segera dihabisi bisa mendatangkan malapetaka
tak diingini!"
Si kakek
berjubah ungu acungkan tangan kanannya ke udara. Satu kilatan cahaya aneh
berwarna ungu entah dari mana datangnya, menyambar masuk ke ujung jari-jari
tangan si kakek. Cahaya itu mengalir sepanjang lengannya naik ke kepala melalui
leher. Saat itu juga kepala si kakek kelihatan memancarkan sinar terang
berwarna aneh.
Tiba-tiba
Lawungu meniup keras. Selarik sinar ungu menyambar. Sinar ini sengaja tidak
diarahkan kepada Naga Kuning, melainkan ke arah pohon yang barusan kena
hantaman lima jari si bocah. Apa yang terjadi kemudian sungguh luar biasa.
Sinar ungu di bntnng pohon mengalir ke bawah. Ketika sinar itu sampul di bagian
dimana tangan kanan Naga Kuning masih menancap anak ini menjerit keras. Bukan
karena kesakitan totopl karena bagaimanapun dia mengerah kan tenaga tangannya
yang amblas tidak dapat dikeluarkannya dari dalam batang pohon. Seolah tangan
itu telah menjadi satu dengan pohon!
Nenek
muka kuning Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin keluarkan seruan tertahan.
"Aku rasa-rasa mengenal ilmu yang dikeluarkan kakek jubah ungu itu! Hai,
bukankah itu yang disebut Ilmu Menyatu Jazad Dengan Alam." Si nenek
mendongak ke atas sambil pijit-pijit keningnya seperti berpikir. "Aku
kenal ilmu itu, apakah aku mengenal siapa adanya dirinya? Ckkk… ckkk…
ckkk!" Si nenek keluarkan suara berdecak berulang kali lalu pancarkan
kentutnya butt prett!
Naga
Kuning keluarkan keringat dingin. Mukanya pucat pasti karena tidak sanggup
lepaskan lima jari tangannya yang tenggelam sampai ujung telapak. Dari samping
sambil keluarkan tawa mengeken" Lawungu mendatangi, siap untuk menggebuk
si bocah. Melihat hal ini Si Setan Ngompol tak tinggal diam. Sambil berteriak
marah dia memotong gerakan Lawungu.
"Kau
apakan anak itu! Kalau dia sampai cidera nyawamu jadi taruhannya!"
Kekehan
Lawungu bertambah panjang. "Kakek bau pesing tukang kencing! Bicaramu
terlalu sombong! Jangan mengira kali ini air kencingmu bisa menolong anak
itu!"
"Kau
yang sombong! Kita lihat| saja! Jangan kau pergi kemana-mana! Aku bersumpah
akan mencekokmu dengan air kencingku!"
Setelah
berkata begitu Si Setan Ngompol cepat mendekati Naga Kuning. "Anak sial!
Apa yang terjadi dengan dirimu?!"
"Kakek
geblek!" semprot Naga Kuning. "Apa kau buta? Kau lihat sendiri apa
yang aku alami! Aku tidak bisa keluarkan tanganku dari dalam pohon!"
"Sudah!
Jangan mengomel. Aku pasti bisa menolongmu!"
Kata
Setan Ngompol. Lalu dengan cepat dia kerahkan tenaga dalamnya sambil memegang
lengan kanan Naga Kuning. "Kerahkan tenagadalammu! Sama-sama mengerahkan
masakan tidak bisa lepas!"
Sebelumnya
Naga Kuning memang telah mengerahkan tenaga dalam untuk bisa melepaskan
tangannya dari dalam pohon tapi tidak berhasil. Sekarang karena si kakek menyuruh
begitu maka dia kembali mengerahkan tenaga dalamnya. Lalu dibantu oleh si
kakek, Naga Kuning tarik tangan kanannya dari dalam pohon. Seperti diketahui
baik Naga Kuning maupun Setan Ngompol bukanlah orang-orang sembarangan.
Keduanya memiliki kesaktian dan tingkat tenaga dalam tinggi. Namun bagaimanapun
mereka berusaha tetap saja tangan kanan Naga Kuning tidak bergeming. Si kakek
sampai terkencing-kencing!
"Mungkin
aku harus kembali mempergunakan air kencingku!" kata Setan Ngompol dengan
nafas memburu.
"Lekas
kau lakukan. Kulihat kakek jubah ungu itu tengah melangkah ke sini!" kata
Naga Kuning pula walau merasa jijik.
Setan
Ngompol masukkan tangannya kiri kanan ke dalam celananya. Dengan dua tangannya
yang ha-,ah oleh air kencing dia mengusap tangan Naga Kuning, juga batang pohon
di bagian mana tangan bocah tertanam. Tapi seperti kata Lawungu tadi, kali ini
air kencing Si Setan Ngompol memang tidak bisa menolong Naga Kuning.
"Sial
jahanam!" Setan Ngompol memaki. Dia kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan.
"Terpaksa aku hancurkan pohon ini!" katanya. Lalu si kakek hantamkan
tangan kanannya. Maksudnya hendak menghancurkan batang pohon pada bagian dimana
tangan Naga Kuning tenggelam.
"Kakek
tolol! Jangan kau lakukan itu!" tiba-tiba nenek muka kuning berseru.
"Braaakkk!"
Batang
pohon memang pecah. Tapi tangan kanan Si Setan Ngompol kini ikut menempel di
pohon itu, dekat tangan kanan Naga Kuning!
"Celaka!
Mengapa bisa jadi begini?!" kejut Setan Ngompol. Kencingnya langsung
terpancar.
Sambil
tertawa gelak-gelak Lawungu mendatangi ke dua orang yang terperangkap lengket
di batang pohon itu.
"Kini
menghabisi kalian semudah aku membalikkan telapak tangan!" kata kakek itu.
Saat itu cahaya ungu yang ada di kepalanya bergerak turun ke leher, mengalir ke
lengan. Sesaat kemudian tangan kanannya kelihatan memancarkan sinar ungu
terang. Setan Ngompol terkencing-kencing habis-habisan. Matanya yang memang
sudah lebar kini bertambah lebar seolah membesar sampai ke kuping. Lain halnya
dengan Naga Kuning. Anak ini walau sebenarnya takut setengah mati tapi masih
bisa berteriak.
"Aku
tidak takut mati! Ayo! Aku mau lihat apa yang hendak kau lakukan!"
Sambil
berteriak Naga Kuning berulang kali berusaha menendang Lawungu tapi tidak
berhasil. Lawungu hentikan tawanya. Dia menunduk pandangi wajah Naga Kuning.
Ingin sekali anak ini meludahi muka orang tua itu. "Kau tidak takut mati,
ha… ha… ha! Bagus! Memang kau tidak akan segera kubunuh
Kakek
kawanmu ini yang akan kuhabisi lebih dulu. Biar kau menyaksikan dari dekat
bagaimana mengerikannya orang mati dengan kepala rengkah! Kalian berdua adalah
sahabat pemuda berambut panjang yang telah memperkosa dua cucu sahabatku!
Membunuh kalian sama saja berbuat pahala!"
Lawungu
tertawa panjang. Lalu tangan kanannya yang memancarkan sinar ungu dihantamkan ke
batok kepala Setan Ngompol yang berada dalam keadaan tidak berdaya!
Sesaat
lagi kepala Setan Ngompol akan hancur berantakan tiba-tiba ada orang berteriak
lantang.
"Lawungu!
Jangan kau berani membunuh kekasihku!"
Lawungu
tidak perduli. Dia tetap teruskan memukulkan tangan kanannya. Namun dari
belakang mendadak ada orang menelikung tubuhnya lalu menyeretnya demikian rupa
hingga sama-sama jatuh ke tanah. Sebenarnya dengan kepandaiannya yang tinggi
Lawungu bisa menghantam orang yang merangkulnya itu dengan sodokan sikut atau
tendangan kaki. Namun cara orang memegang tubuhnya membuat Lawungu jadi
merinding dan berteriak keras penuh marah. Orang yang menelikungnya dari
belakang sengaja pergunakan tangan meraba bagian tubuhnya di bawah pusar!
Sebelum dia bisa berbuat apa-apa tubuhnya telah keburu jatuh
berhimpit-himpitan!
"Jahanam!
Siapa berani berlaku kurang ajar!" bentak Lawungu seraya melompat bangkit.
Terdengar
suara tawa cekikikan. Orang yang tadi menggerayangi aurat terlarangnya ternyata
sudah lebih dulu tegak berdiri sambil tertawa-tawa beberapa langkah di
hadapannya!
*******************
7
KITA
tinggalkan dulu Lawungu yang marah setengah mati karena ada orang berani
merabai auratnya di bawah perut. Kita kembali pada Pendekar 212 Wiro Sableng
yang saat itu terduduk bersimpuh di tanah dalam keadaan terluka parah di bagian
dalam akibat tendangan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Kalau saja Kapak Naga
Geni 212 saat itu ada padanya, pasti cidera yang dialaminya tidak separah itu.
Wiro
meraba seputar pinggangnya. Dia tidak menemukan sebuah kantong kecil berisi
obat pemberian gurunya. Entah dimana hilangnya dan kapan kejadian nya dia tidak
tahu. Satu-satunya cara untuk mengobati diri adalah mengerahkan tenaga dalam
atau hawa sakti di dalam tubuhnya serta mengatur jalan nafas dan peredaran
darah. Namun belum sempat dia melakukan semua itu, kakek yang otaknya ada di
luar kepala itu sudah berada tiga langkah di hadapannya. Wiro coba membuka
mulut.
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kau adalah orang arif bijaksana berilmu tinggi
berbudi luhur punya kemampuan untuk melihat dan menyirap kali benar aku yang
telah berbuat keji terhadap Luh kemboja dan Luhkenanga. Kalau memang aku yang
memperkosa dua cucumu, mengapa aku mau bertindak bodoh? Menyuruh orang
mengantarkan mereka padamu? Bukankah lebih baik aku membunuh mereka agar
rahasiaku tidak tersingkap?!"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyeringai mendengar kata-kata Pendekar 2 1 2 itu.
"Menjelang kematian di depan mata kau pandai memujiku sekaligus
bersandiwara melindungi diri! Ada apa di dalam otak manusia keji biadab
sepertimu siapa yang tahu dan bisa menduga mungkin kau merasa hebat dengan
senjata tidak membunuh dua cucuku! Apapun yang ada di dalam otak kejimu, saat
ini semuanya akan berakhir untuk selama-lamanya!"
Begitu
selesai berucap si kakek langsung menyergap dengan satu tendangan. Dalam
keadaan terluka parah di sebelah dalam Wiro tidak berani menangkis ataupun
balas menghantam. Tubuhnya dijatuhkan. Lalu dengan jurus Belut Menyusup Tanah
dia melesat di tanah, menyelinap seperti seekor belut licin. Dengan geram Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab hunjamkan kakinya, berusaha menginjak kepala atau
tubuh Wiro.
"Duukkk!
Duukkk! Dukkk!"
Sosok
Pendekar 212 meliuk-liuk menghindari injakan maut itu. Di tanah kelihatan
lobang lobang besar bekas injakan kaki si kakek. Marah besar karena tidak
satupun injakan kakinya mengenai sasaran, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
angkat bagi.m bawah jubahnya. Begitu Ujung jubah dikebutkan maka menderulah gelombang
angin dahsyat Sosok murid Sinto Gendeng melesat ke udara bersamaan dengan
taburan pasirdan batu-batu. Ketika tubuh itu jungkirbalik jatuh ke bawah, si
kakek sudah menunggu. Dua telapak tangannya dikembangkan lalu dihantamkan ke
atas. Dalam jarak sedekat itu tidak mungkin lagi bagi Wiro untuk menghindar.
Dia terpaksa pergunakan dua tangan untuk menangkis.
Dua
pasang telapak tangan beradu keras di udara. Dua kekuatan tenaga dalam tinggi
sama-sama menggempur. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab terjengkang di tanah.
Sebaliknya Pendekar 212 sendiri mencelat sampai dua tombak. Selagi melayang
turun dari mulutnya menyembur darah. Wiro tak mampu tegak di atas dua kakinya.
"Bluukkk!"
Wiro
terhempas jatuh punggung di tanah. Tulangtulangnya di sebelah belakang seperti
remuk. Dadanya mendenyut sakit seolah terpanggang. Dua tangannya yang tadi
saling bentrokan dengan sepasang tangan lawan kini dirasakannya seperti tak ada
lagi di sisinya. Dua kakinya bergeletar.
Melihat
lawan tidak berdaya, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab cepat menyergap. Kaki
kanannya kirimkan satu injakan ke kepala Pendekar 212. Kali ini Wiro tak kuasa
mengelak, tak berdaya untuk menahan injakan kaki itu dengan dua tangannya. Juga
tidak ada yang bisa memberikan pertolongan. Di dalam jaring api biru Luhsantini
pejamkan mata, ngeri membayangkan apa yang sesaat lagi bakal terjadi.
Nenek
muka kuning hanya tegak berdiri tertawatawa lalu kentut. Kalau dulu sebelumnya
dia tidak ingin melihat ada yang mengganggu apa lagi sampai mencelakai Wiro,
saat itu dia seperti tidak perduli. Jelas nenek satu ini ada kelainan dalam
otaknya. Lakasipo yang berada dalam jaring satunya tersentak kaget. Dia masih
mampu berteriak. "Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Jangan bunuh dia! Dia
saudaraku!"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak perduli. Amarah dan dendam kesumatnya terhadap
Wiro yang hanya bisa pupus dengan kematian pemuda itu tak bisa dihentikan. Kaki
kanannya menderu!
Sesaat
lagi kepala murid Sinto Gendeng akan hancur dilanda injakan kaki kanan Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab tiba-tiba sesiur angin sangat dingin menerpa,
membabat ke arah kaki kiri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Bersamaan dengan
itu udara dipenuhi kabut tipis berwarna kebiruan.
Kuda-kuda
kaki kiri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab sama kokohnya dengan sebuah tiang
batu yang menancap di tanah. Tidak mudah untuk menggoyang, apa lagi menggeser
dan membuatnya mental. Tapi saat itu sambaran angin dingin tidak kuasa ditahan
si kakek. Kaki kirinya seperti disusupi ratusan jarum yang menebar hawa dingin
sampai ke tulang-tulangnya. Tubuh si kakek terhuyung. Kuda-kuda kaki kirinya
tak sanggup bertahan menopang tubuhnya. Akibatnya injakan kaki kanannya pada
kepala Wiro bukan saja tidak menemui sasaran malah saat itu tubuhnya ikut
tersapu seperti diterjang badai. Sebelum celaka kakek ini dengan cepat melesat
ke udara. Dari atas dia membentak keras dan hantamkan tangan kanannya ke arah
dari mana tadi datangnya sambaran angin dingin.
"Wusss!"
Serangkum
sinar putih berkiblat. Di depan sana satu sosok tubuh aneh kelihatan berkelebat
dengan cepat dalam gerakan berputar seperti gasing.
"Bummm!"
Pukulan
tangan kosong yang dilancarkan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menghantam
tanah, mengeluarkan suara berdentum, meninggalkan satu lobang besar. Begitu
tanah dan pasir yang beterbangan ke udara luruh ke bawah dan pemandangan terang
kembali, terkejutlah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab melihat siapa yang tegak
di depan sana. "Sahabatku Lasedayu! Hantu Langit Terjungkir!"
Si kakek
menegur lantang. "Sungguh pertemuan tidak terduga! Berbilang tahun kita
tidak pernah berjumpa! Begitu muncul mengapa kau melakukan perbuatan tercela?
Menyerangku untuk membela makhluk biadab penuh sejuta dosa?! Apakah
persahabatan kita yang puluhan tahun di masa silam tidak ada artinya sama
sekali bagimu?!"
Orang
yang barusan datang dan menghalangi serangan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
memang adalah kakek aneh yang mempergunakan dua tangan sebagai kaki, bernama
Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir. Orang tua yang rambut putih, kumis dan
janggutnya menjulai awut-awutan tidak segera menjawab teguran orang, melainkan
lebih dulu melirik pada nenek muka kuning.
Merasa
dirinya diperhatikan, setengah menggerutu setengah berpikir nenek berjuluk
Hantu Selaksa Angin ini berkata dalam hati. "Huh! Dia lagi! Si Ikan Asap!
Kakek yang suka meniru-niru kentutku! Dulu kucari tidak bertemu, sekarang
unjukkan tampang! Ah, aku kesal padanya. Dulu aku ingin menyelidik siapa
dirinya. Tapi kini buat apa? Wahai genitnya pakai melirik diriku segala! Tidak
tahu di buruk rupa. Berdiripun tidak karuan! Hidup menyungsang terbalik!
Jangan-jangan dia makan lewat pantat dan buang hajat melalui mulut! Hik… hik…
hik!"
"Butt…
prettt!" Nenek muka kuning lantas pancarkan kentutnya. Dalam Episode
sebelumnya (Hantu Santet Laknat) dituturkan bagaimana Hantu Selaksa Angin
berusaha mengejar Hantu Langit Terjungkir karena ada sesuatu ucapan si kakek
yakni "ikan asap" atau ‘ikan pindang" yang membuatnya jadi ingin
tahu siapa sebenarnya kakek itu. Sementara itu Hantu Langit Terjungkir sendiri
lari mengejar Hantu Bara Kaliatus karena tertarik pada tanda bunga dalam
lingkaran yang ada di belakang lengan kanan lelaki itu.
"Sahabatku
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Aku gembira dengan pertemuan ini! Apa lagi
Lawungupun kulihat ada di sebelah sana. Tapi keadaan membuat kita jadi merasa
saling tidak enak! Wahai, bukan maksudku berlancang diri mencampuri urusanmu!
Apa lagi menyerangmu! Aku hanya ingin membalas sedikit budi yang pernah ditanam
pemuda dari negeri seribu dua ratus tahun mendalang itu. Dulu dia dan teman-temannya
pernah menyelamatkan jiwaku dari tangan maut makhluk api Lamanyala. Hari ini
biarlah aku membayar lunas hutang piutang diantara kami!"
"Kau
membalas budi katamu! Kau membayar hutang piutang katamu! Tapi kau mengecewakan
sahabat sendiri yang sudah kau kenal puluhan tahun, sesakit
sependeritaan!"
"Harap
maafkan diriku wahai sahabat!" kata Hantu Langit Terjungkir.
"Kurasa
pinta maafmu tak ada gunanya! Tahukah dosa besar apa yang telah diperbuat
pemuda keparat itu? Dia telah memperkosa dua cucuku!"
Hantu
Langit Terjungkir tersentak kaget dan pelototkan mata memandang pada
Pendekar212 yang saat itu tengah dengan susah payah akhirnya bisa berdiri walau
terbungkuk-bungkuk menahan sakit di dada.
"Dua
cucumu…." mengulang Hantu Langit Terjungkir.
"Maksudmu
Luhkemboja dan Luhkenanga?!"
"Bagus
kau masih ingat nama dua gadis itu! Tapi sekarang mereka hidup dalam sejuta
derita sejuta malu! Akibat perbuatan keji orang yang barusan kau tolong
itu!"
Hantu
Langit Terjungkir geleng-gelengkan kepala.
"Maksudku
baik, ternyata aku telah melakukan kekeliruan besar. Kalau begitu sebagai
penebus kesalahan biarlah aku mewakilimu menghukum pemuda terkutuk ini!"
Habis berkata
begitu Hantu Langit Terjungkir alias Lasedayu gerakkan kaki kanannya.
"Wuutttt!"
Selarik
angin memancarkan cahaya kebiruan dan menebar hawa dingin luar biasa menghantam
ke arah Pendekar212 Wiro Sableng. Pemuda ini cepat jatuhkan diri ke tanah. Serangan
maut Hantu Langit Terjungkir menghantam sebatang pohon yang tumbuh dikelilingi
serumpunan semak belukar. Pohon ini hancur berantakan di bagian tengahnya lalu
menggemuruh tumbang. Semak belukar berserabutan dan mental ke udara! Sebelum
Hantu Langit Terjungkir kembali menghantam, Wiro cepat bangkit dan berteriak.
"Kakek
bernama Lasedayu!" Wiro membuka mulut.
"Tuduhan
orang tua sahabatmu itu tidak benar! Dusta dan fitnah! Aku tidak pernah merusak
kehormatan dua gadis itu. Malah mereka yang menipuku, mereka juga merampas
sebuah tongkat batu biru! Aku bersumpah tidak melakukan kekejian itu terhadap
cucunya!"
"Kau
bersumpah pada siapa?!" ejek Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Kau
orang asing di negeri ini! Dewa tidak akan mendengar sumpahmu!" Habis
berkata begitu orang tua ini memandang ke arah Hantu Langit Terjungkir dan
berkata.
"Lihat!
Kau dengar sendiri bagaimana dia pandai bersilat lidah! Betapa pandainya dia
memutar balik kenyataan! Sebelum merusak kehormatan dan menganiaya dua cucuku,
dia juga telah merusak kehormatan seorang gadis bernama Luhjelita!"
Rahang
Hantu Langit Terjungkir menggembung. Matanya memancarkan sinar aneh. Tampangnya
yang sebagian terlindung oleh juntaian rambut putih kelihatan membesi
mengerikan.
"Biar
aku membunuhnya saat ini juga!"
"Tidak!"
kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Dia
harus mati di tanganku!"
"Kalau
begitu, agar aku tidak melakukan kesalahan lagi dan dianggap mencampuri urusan
orang, biar aku segera meninggalkan tempat ini! Aku masih banyak urusan yang
terbengkalai, perlu diselesaikan! Sekali lagi aku mohon maaf wahai
sahabatku!"
"Kek!
Jangan pergi dulu!" Wiro berseru. "Kesalahpahaman ini harus
diselesaikan!"
Hantu
Langit Terjungkir singkapkan rambutnya yang menutupi mata lalu memandang pada
Wiro dengan pandangan buas, seperti hendak menerkam.
"Kau
selesaikanlah kesalahpahaman itu dengan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Bukan
denganku…."
"Kakek
Lasedayu!" Lakasipo yang berada di dalam jaring ikut memanggil.
"Jangan pergi, kami perlu pertolonganmu!"
Hantu
Langit Terjungkir hentikan gerakannya melangkah.
"Eh,
suara itu. Bukankah itu suaranya…?" Si kakek putar dua tangannya.
"Tadi aku melihat ada dua orang dalam jala. Apa salah satu dari mereka
yang barusan memanggilku?"
"Aku
disini Kek. Aku Lakasipo!"
"Lakasipo!"
Hantu Langit Terjungkir ucapkan nama itu dengan suara bergetar. Sekali dia
melesat, sosoknya sudah berada di samping jaring di mana Lakasipo mendekam.
"Apa
yang terjadi dengan dirimu…?"
"Nanti
aku ceritakan. Kau bisa menolong aku dan kerabatku bernama Luhsantini
ini?"
Hantu
Langit Terjungkir melirik pada sosok Luhsantini yang ada di dalam jaring
tergantung pada sisi lain kuda hitam berkaki enam.
"Perempuan
muda itu…. Namanya Luhsantini?"
"Betul
Kek…."
‘Wahai
perempuan…" kata Hantu Langit Terjungkir sambil melangkah ke samping kuda
dimana sosok Luhsantini tergantung dalam jaring api biru. "Benar kau
bernama Luhsantini?"
‘ Benar
Kek. Kau… apakah kau bisa menolong mengeluarkan diriku dan Lakasipo dari dalam
jaring ini?
"Bukankah,
bukankah kau istri Hantu Bara Kaliatus alias Latandai…?"
Walau dia
memang pernah jadi istri Hantu Bara Kaliatus tapi Luhsantini tidak mau
menjawab. "Kek, lekas kau tolong kami berdua…."
Hantu
Langit Terjungkir usap wajah tuanya berkali-kali. Tiba-tiba tubuhnya melesat ke
atas punggung kuda hitam raksasa berkaki enam. Sekali dia menggebuk pinggul
binatang itu, Laekakienam meringkik keras lalu menghambur lari meninggalkan
tempat itu, membawa si kakek serta Lakasipo dan Luhsantini yang berada dalam
jaring api biru.
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab berpaling pada Pendekar 212 Wiro Sableng. Sambil
menyeringai kakek ini berkata. "Sekarang tak ada lagi yang akan
menolongmu!"
"Kau
mau membunuhku silahkan! Jangan kira aku akan tinggal diam!" kata Wiro
bersikap menantang. Mendengar ucapan Wiro Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
menyeringai. Tapi dalam hati dia berkata.
"Makhluk
dari negeri asing ini. Aku lihat sendiri dua kali dia menyemburkan darah segar.
Kalau dalam keadaan terluka parah di dalam dia masih berani menantangku,
berarti mungkin dia masih memiliki ilmu kepandaian yang jadi andalan!"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab angkat tangan kanannya ke atas. Lengan jubahnya
merosot ke bawah. Kelihatanlah tangannya yang lebat ditumbuhi bulu. Dia maju
selangkah demi selangkah. Pendekar 212 menunggu dengan tenang. Saat itu
diam-diam dia telah menyiapkan hawa sakti dalam tubuhnya untuk mengeluarkan
ilmu Sepasang Pedang Dewa.
Seperti
diketahui ilmu Sepasang Pedang Dewa bukanlah ilmu yang bisa dikeluarkan secara
sembarangan. Ilmu yang didapat Wiro dari Datuk Rao Basaluang Ameh ini hanya
boleh dikeluarkan dua kali dalam kurun waktu 360 hari. Jika saat itu dia akan
mengeluarkan ilmu tersebut demi menyelamatkan dirinya yang dalam keadaan terluka
parah maka berarti selama di Negeri Latanahsilam dia telah dua kali
mengeluarkannya.
Tangan
kanan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab semakin tinggi ke atas. Dari pangkal
jubah putihnya mengepul asap kelabu. Tiba-tiba ketika dia siap untuk
melancarkan pukulan, di belakang sana terdengar pekik Lawungu. Lalu bayangan
ungu berkelebat di hadapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Lawungu!
Kau minta mati dihantam pukulan Menara Mayat Meminta Nyawa." menghardik
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Kalau dia tidak cepat menarik pulang tangan
kanannya, hampir-hampir dia mencelakai sahabatnya itu sendiri.
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab, lekas tinggalkan tempat ini…."
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab hendak menghardik mendengar ucapan sahabatnya itu.
Tapi ketika dilihatnya wajah Lawungu akhirnya dia berkata dengan suara
bergetar.
"Mukamu
kulihat pucat! Tadi kudengar kau menjerit di belakang sana? Ada apa?!"
"Anak
kecil berambut kaku itu…."
"Ada
apa dengan anak keparat itu?!"
"Di
dadanya aku lihat menyembul bayangan kepala Naga Hantu Dari Langit Ke
Tujuh!"
Berubahlah
paras Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Kau
jangan mengada-ada, Lawungu!"
"Aku
tidak mengada-ada! Tidak mengarang cerita! Aku saksikan sendiri! Ingat berita
yang pernah kita dengar dan bersumber dari Hantu Tangan Empat sewaktu dia
berada di tanah Jawa beberapa waktu lalu?"
Berubahlah
air muka Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Otak di atas kepalanya berdenyut
cepat.
"Kalau
yang kau lihat itu betul Naga Hantu Dari Langit KeTujuh, aku rasa aku bisa
menghancurkannya dengan pukulan sakti Menara Mayat Minta Nyawa!"
"Jangan
mempertaruhkan nyawa! Aku masih percaya tidak ada satu kekuatanpun bisa menahan
kesaktian makhluk satu itu. Aku akan segera tinggalkan tempat ini. Terserah
padamu…."
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab melirik ke arah pohon dimana Naga Kuning dan Si Setan
Ngompol masih terjerat lengket.
"
Kau tidak bergurau wahai sahabatku Lawungu?!" tanya Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab.
"Soal
nyawa mana berani aku bergurau!”
"Kalau
begitu baik. Kita segera pergi dari sini.
Tapi
pemuda asing ini harus aku bawa serta! Akan kubunuh di tengah jalan!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab segera turunkan tangan kanannya. Tangan itu
kini diletakkan di atas otak yang bertengger di batok kepalanya. Lalu kini
ganti tangan kirinya yang diangkat. Tiba-tiba tangan kiri itu dipukulkan ke
arah Wiro.
Malangnya
saat itu murid Sinto Gendeng berada dalam keadaan agak lengah. Serangkum angin
menerpa ke arahnya. Saat itu juga sekujur tubuh Pendekar 212 menjadi kaku
tegang. Mulutnyapun tak bisa bersuara!
Lalu
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab panggul tubuh pemuda itu di bahu kanannya.
Sekali berkelebat dia sudah melesat tiga tombak.
"Sahabatku!"
berkata Lawungu. "Kau mau menuju kemana terserah padamu. Aku masih ada keperluan
lain. Aku harus mencari musuh besarku Hantu Santet Laknat! Kita berpisah di
sini…."
"Aku
sangat kecewa kau tidak mau seperjalanan menemaniku!" sahut Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab.
Lalu
tanpa banyak bicara lagi dia berkelebat kearah tenggara. Di langit sinar sang
surya mulai memudar memasuki ambang sore.
*******************
8
APA yang
membuat Lawungu marah setengah mati? Siapa yang telah berani merabai aurat
terlarangnya hingga dia gagal membunuh Si Setan Ngompol? Lalu apa pula yang
kemudian terjadi dan membuat Lawungu serta Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
meninggalkan tempat tersebut dengan dihantui rasa takut?
Di
hadapan Lawungu saat itu tegak seorang aneh yang mukanya tertutup pupur tebal
seronok. Dua alisnya diberi pewarna sangat hitam, mencuat ke atas lalu
bergelung ke bawah di masing-masing ujung. Bibir diselimuti gincu merah
mencorong. Pipi selain dilapis bedak tebal juga diberi merah-rnerah. Orang ini
memiliki rambut keriting panjang, menjulai sampai sebahu. Pada telinga kiri
kanan bergelantung dua buah giwang besar. Pada salah satu kuping hidungnya
melekat sebuah subang bermata berkilat. Pakaiannya sebentuk jubah
berbunga-bunga. Walau dia berdandan seperti perempuan dan memperlihatkan sikap
lemah gemulai, tidak henti menyunggingkan senyum serta selalu mematik-matik
merapikan rambutnya namun dari bentuk tubuh dan suaranya jelas dia adalah
seorang lelaki. Orang ini mengerling sekilas pada Si Setan Ngompol dan kedipkan
matanya. Lalu dia berpaling pada Lawungu dan sunggingkan senyum genit.
"Dajal
terkutuk! Kau rupanya!" bentak Lawungu yang bukan saja marah besar tapi
juga sangat muak.
"Wahai!
Jangan mengatakan aku dajal. Jangan menyebut diriku terkutuk! Apakah kau tidak
tahu aku bisa memberikan sejuta kenikmatan pada dirimu?!"
Orang
berpupur tebal yang dikenal dengan julukan Si Betina Bercula itu lalu tertawa
cekikikan. Membuat Lawungu semakin menggelegak amarahnya.
"Lekas
kau menyingkir dari sini! Atau kuhabisi kau lebih dulu! Atau kau mati
berbarengan dengan kakek bau pesing yang katamu kekasihmu itu?!" Ancam
Lawungu.
"Wahai!
Jangan bersikap kasar padaku padahal aku bisa memberikan kelembutan padamu.
Jangan bicara keras padaku, padahal aku bisa memberikan sesuatu yang empuk
padamu! Hik… hik… hik!"
"Kau
memang minta mati!" Lawungu melompat ke hadapan Betina Bercula.
"Tunggu!
Tahan! Jangan marah dulu!" seru Betina Bercula. "Aku tidak bicara
dusta! Jika kau tidak percaya kenikmatan apa yang bisa kuberikan, silahkan
tanya lebih dulu pada kekasihku si mata juling dan telinga lebar itu!"
Betina bercula goyangkan pinggulnya, geliatkan dadanya yang besar lalu menunjuk
ke arah Si Setan Ngompol. (Mengenai Si Betina Bercula ini harap baca Episode
berjudul "Hantu Muka Dua")
Lawungu
tidak dapat menahan diri lagi. Sekali tangan kanannya bergerak maka satu jotosan
keras menderu ke wajah Betina Bercula. Walau berpenampilan lemah gemulai dan
sebentar-sebentartersenyum genit ternyata Betina Bercula memiliki gerakan
cepat. Sekali dia menggeliat maka kepalanya miring ke kiri. Begitu serangan
Lawungu lewat, Betina Bercula rundukkan kepala dan tangan kanannya tahu-tahu
telah menyusup ke bagian bawah perut Lawungu. Kalau orang tua ini tidak cepat
melompat ke belakang niscaya auratnya itu sudah kena dipegang orang!
Didahului
teriakan marah Lawungu kembali menyerang Betina Bercula. Kali ini dia tidak mau
memberi kesempatan lagi. Sosok si kakek lenyap berubah menjadi bayang-bayang.
Betina Bercula terpekik kecil. Dia berusaha menahan derasnya arus serangan
namun hanya sanggup sampai empat jurus. Dijurus selanjutnya dia mulai terdesak
hebat.
"Dari
pada celaka lebih baik aku angkat kaki dari sini. Perlu apa aku berlama-lama di
sini. Aku kemari untuk mencari pemuda asing bernama Wiro Sableng itu. Kulihat
dia ada di sebelah sana dalam keadaan terluka parah. Ada kakek aneh berjubah putih
hendak mencelakainya. Bagaimana aku harus menolongnya?! Tololnya aku, mau
melibatkan diri dengan kakek jelek satu ini! Tapi… biar aku cari selamat
dulu!"
Apa yang
ada di benak Betina Bercula rupanya sudah terbaca oleh Lawungu. Si kakek tidak
mau memberi kesempatan. Serangannya semakin menggila. Betina Bercula
seolah-olah terbungkus. Kemanapun dia bergerak dan mengelak jotosan atau kaki
lawan mengepungnya.
"Celaka!
Terpaksa aku mengeluarkan ilmu Membakar Gairah Darah Merah!" kata Betina
Bercula dalam hati. Lalu lelaki berpenampilan perempuan ini angkat bagian bawah
pakaiannya tinggi-tinggi. Ternyata sepasang pahanya lumayan bagus dan putih.
Melihat perbuatan Betina Bercula yang aneh itu mau tak mau Lawungu merasa
heran. Dibalik keheranan kakek ini tentu saja bertindak waspada. Saat itulah
tiba-tiba diiringi suara tertawa panjang Betina Bercula kibas-kibaskan bagian
bawah pakaiannya.
"Wusss!
Wusss!"
Gelombang-gelombang
angin sejuk lembut dan aneh menderu keluar dari bagian bawah pakaian Betina
Bercula. Bau harum semerbak mendadak memenuhi tempat itu, menyelubungi sosok
Lawungu.
"Hem,
bau apa ini…? Anoh, mengapa mendadak dadaku berdebar. Aliran darahku lebih
kencang. Astaga, sekujur tubuhku menjadi hangat. Orang itu….Baru kusadari,
ternyata dia cantik sekali. Apakah dia sebenarnya seorang bidadari? Suara
tawanya begitu merdu. Senyumnya mengundang diriku. Ah, aku tidak tahan untuk
bercumbu dengannya…."
Hawa
berbau harum semerbak secara aneh menimbulkan rangsangan nafsu di dalam tubuh
Lawungu. Semakin dia menahan semakin keras gejolak darahnya. Kakek ini serta
merta hentikan serangannya. Dia tersenyum lalu melangkah maju mendekati Betina
Becula yang tegak menunggu sambil membuka dua tangannya dalam sikap siap untuK,
merangkul mesra. Padahal rangkulan ini adalah rangkulan yang merupakan
rangkulan kematian bagi si kakek. Inilah ilmu yang disebut Pelukan Mesra
Pengantar Kematian. Konon ilmu ini hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang
punya kelainan seperti Si Betina Bercula. Begitu tubuh calon korban masuk dalam
pelukannya maka Betina Bercula akan merangkulnya erat-erat hingga dia mencapai
puncak gairahnya. Orang yang dirangkul ikut berada dalam rangsangan kenikmatan
yang tiada terperikan. Setelah itu tubuhnya akan lemas tak berdaya. Tulang
belulang di sekujur tubuhnya remuk dan dia akan menemui kematian secara luar
biasa mengenaskan!
Sesaat
lagi Lawungu akan tenggelam dalam rangkulan Betina Bercula tiba-tiba Lawungu
mendengar suara mengiang dari empat penjuru.
"
Kerabatku Lawungu, lekas tutup jalan nafasmu dan kencangkan urat di bawah
perutmu! Apa kau tidak sadar orang tengah melancarkan serangan maut
padamu?!"’
Lawungu
tersentak kaget. Dia tidak tahu siapa yang barusafrrhengirimkan ucapan jarak
jauh itu, namun dalam kesadaran yang datang mendadak itu dia segera melakukan
apa yang dikatakan. Begitu dia menutup jalan pernafasan dan mengerahkan tenaga
dalam ke bagian bawah perut serta merta dia melihat orang di depannya yang tadi
cantik jelita kembali berubah ke bentuknya semula. Lalu suara tawa merdu lenyap
dan bau harum sirna.
"Kekasihku,
mari datang mendekat! Tidakkah kau ingin merasakan kebahagiaan tiada taranya
dalam pelukan mesraku?!" Betina Bercula maju selangkah mendekati si kakek.
"Makhluk
jalang terkutuk! ini bagianmu!" bentak Lawungu. Lalu orang tua ini cepat
pukulkan dua tangannya ke depan. Dua larik sinar ungu menderu keluardari ujung
lengan jubah si kakek. Inilah serangan yang bernama Menghimpit Roh Bumi Langit!
Sesuai
dengan namanya selain memang ganas, serangan yang dilancarkan Lawungu selama
ini sulit dihindari. Karena lawan akan terhimpit di antara "langit"
dan "bumi" yang tidak memungkinkan lagi kemana dia mau menyelamatkan
diri!
"Tua
bangka berjubah ungu! Pengecut! Beraninya hanya pada manusia banci!"
Tiba-tiba dari arah pohon besarsebelah sana terdengar suara teriakan.
Rulahsuara Naga Kuning yang sampai saat itu bersama Si Setan Ngompol masih
melekat menempel di batang pohon. Walau dia tidak perdulikan teriakan orang dan
tetap meneruskan serangannya namun mau tak mau perhatian Lawungu untuk beberapa
saat jadi terganggu. Akibatnya pemusatan daya kekuatan serangannya agak
terpengaruh.
Betina
Bercula berteriak kaget ketika melihat serangan apa yang hendak melabrak
dirinya. Dia tidak menduga kakek lawannya akan sejahat itu. Lelaki yang punya
kelainan itu cepat melompat mundur menjauhi lawan. Tetapi terlambat. Dia memang
berhasil hindarkan diri dari pukulan yang datang dari arah sebelah kanan, namun
waktu sinar ungu yang datang dari arah kiri melabrak dia terlambat mengelak.
Pukulan
tangan kosong mengandung hawa sakti bercahaya ungu itu mendarat di dadanya
sebelah kanan! Betina Bercula menjerit keras. Tubuhnya terpuntir dan mencelat
sampai dua tombak. Begitu berusaha bangkit dan melihat dada pakaiannya berubah
ungu seperti hangus, kembali dia menjerit dan breett! Betina Bercula cepat
merobek dada pakaiannya di bagian kanan untuk memeriksa. Dia menjerit pucat
sewaktu melihat bagaimana kulit dadanya di bagian yang terpukul bengkak
menghitam kebiruan!
"Tubuhku!
Dadaku rusak! Jahat! Jahat sekali! Aku merawat dadaku, menyayang-nyayang
bertahun-tahun! Kini rusak sudah! Jahat sekali!" Betina Bercula meraung
keras. Darah segar menyembur dari mulut nya. Tubuhnya lalu tersungkur ke tanah
tak bergerak lagi. Entah mati entah cuma pingsan.
Lawungu
menyeringai puas. Lalu dia berpaling pada Naga Kuning. "Anak malang
bermulut besar! Sekarang giliranmu!"
Sekali
lompat saja Lawungu telah berada di bawah pohon di hadapan Naga Kuning dan
Setan Ngompol.
"Lawungu!
Kau hendak berbuat apa pada bocah tak berdaya itu?!" Setan Ngompol
membentak.
Lawungu
jadi marah. "Makhluk buruk bau pesing! Kau sepertLtidak sabaran menunggu
giliran kematianmu! Biar kuberi kau satu hadiah terlebih dahulu!"
Lalu
Plaaak!
Satu
tamparan melanda pipi kanan Setan Ngompol. Kakek ini mengeluh tinggi. Pipinya
yang kena tampar langsung bengkak kemerahan dan dari mulutnya yang luka
mengucur darah.
"Benar-benar
pengecut! Kau menjatuhkan tangan jahat pada orang tidak berdaya! Kalau kau
memang punya nyali lepaskan tanganku dari pohon! Aku menantangmu berkelahi
sampai seribu jurus!" Yang berteriak adalah Naga Kuning.
Lawungu
tertawa mengekeh. Tangan kanannya diangkat. Dari ujung lengan jubahnya keluar
cahaya ungu.
"Astaga!
Dia hendak membunuh Naga Kuning dengan pukulan maut itu!" ujar Setan
Ngompol dalam hati. Cepat kakek ini berteriak. "Lawungu! Bocah itu tidak
punya dosa atau kesalahan besar terhadapmu! Mengapa kau tega hendak
membunuhnya?!"
Lawungu
tertawa. "Begitu katamu? Biar nanti dia saja yang menjawab dari alam roh!
Apa dia punya dosa kesalahan atau tidak!"
Naga
Kuning yang saat itu tidak punya daya untuk selamatkan diri karena tangan
kanannya masih menancap di dalam pohon tampak pucat dan keluarkan keringat
dingin. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba melesat keluar teriakan dari mulut
Naga Kuning.
"Gusti
Allah!" Aku pasrah menemui ajal kalau ini sudah takdirku! Tapi aku mohon
kalau aku sudah mati jadikan aku setan gentayangan! Aku bersumpah untuk
membunuh manusia jahat tidak berbudi ini!" Dengan ketabahan luar biasa
anak itu menatap tak berkedip ke arah tangan kanan Lawungu yang siap menggeprak
kepalanya.
Lawungu
tertawa mengekeh. Dia tidak tahu siapa Gusti Allah yang barusan diseru oleh
Naga Kuning itu. Malah dia lipat gandakan tenaga dalamnya hingga cahaya ungu yang
keluar dari ujung lengannya tampak membersit terang.
Hanya
sesaat lagi tangan kanan Lawungu akan mendarat di batok kepala Naga Kuning
tiba-tiba gerakan kakek ini tertahan. Dua kakinya mendadak tersurut satu
langkah. Sepasang matanya terbelalak ketika menyaksikan bagaimana sosok Naga
Kuning tibatiba membesar. Wajahnya berubah menjadi wajah seorang kakek. Tapi
bukan ini yang membuat Lawungu bergeletar. Dari celah dada pakaian Naga Kuning
tibatiba menyembul sebuah benda aneh. Ketika dia lebih memperhatikan ternyata
benda itu berupa kepala seekor Naga Kuning bermata merah. Sambil bergerak
keluar dari balik pakaian si bocah, makhluk berbentuk naga ini berubah
bertambah besar.
"Naga
Hantu Dari Langit Ketujuh!" ucap Lawungu dengan suara bergetar lalu mundur
lagi dengan wajah bertambah pucat. Kakek ini cepat susun dua tangan di atas
kepala. Setengah membungkuk seperti orang melakukan sembah takzim dia berkata.
Suaranya gemetar, tengkuknya dingin.
"Wahai
aku mohon ampun seribu ampun! Naga Hantu dari Langit Ketujuh, aku tidak tahu
engkau menjadi penjaga anak ini! Maaf beribu maaf. Ampun beribu ampun! Izinkan
aku mengundurkan diri…." Selesai berkata begitu Lawungu lalu putar
tubuhnya.
Semula
dia hendak langsung berkelebat tinggalkan tempat itu. Yang ada dibenaknya hanyalah
bagaimana mencari selamat. Dia tidak ingat lagi untuk mencari tahu siapa adanya
orang yang tadi memberi bisikan melalui ucapan jarak jauh hingga dia selamat
dari tangan maut si Betina Bercula. Namun ketika melihat Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab yang ada di situ dan siap melepaskan pukulan maut bernama Menara
Mayat Meminta Nyawa untuk menghabisi Wiro, Lawungu cepat melompat mendekati
sahabatnya ini.
Lalu
menceritakan apa yang barusan terjadi. Seperti dituturkan dalam Bab sebelumnya,
begitu mendengar keterangan Lawungu tentang makhluk bernama Naga Hantu Dari
Langit Ketujuh maka Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab segera saja mengikuti
Lawungu tinggalkan tempat itu setelah terlebih dulu membuat Wiro tak berdaya
lalu memanggul melarikan sang pendekar di bahunya.
*******************
9
Apa yang
terjadi? Mengapa Lawungu kelihatan ketakutan. Mohon maaf terampun-ampun lalu
mengajak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kabur meninggalkan tempat ini?"
Setan Ngompol ajukan pertanyaan pada Naga Kuning.
Si bocah
saat itu tengah memperhatikan ke balik dada pakaian hitamnya. Dia tidak melihat
keanehan apa-apa kecuali gambar naga kuning mata merah yang bergelung dan sejak
lama memang sudah ada di dadanya.
"Aku
tidak tahu pasti. Tapi aku punya satu dugaan,"
jawab
Naga Kuning. "Ingat kejadian di tanah Jawa waktu kita pertama kali bertemu
dan berkelahi melawan Hantu Tangan Empat?"
"Aku
ingat!" jawab Setan Ngompol. "Waktu itu Hantu Tangan Empat melakukan
hal yang sama seperti tadi dilakukan kakek jahat itu. Mereka sama-sama menyebut
Naga Hantu Dari Langit Ketujuh! Anak sialan, apakah kau menyimpan satu ilmu
kesaktian?"
Naga
Kuning tidak segera menjawab. Dia usap dadanya dengan tangan kiri. "Aku
tak tahu pasti. Mungkin ada sangkut pautnya dengan gambar jarahan Naga Kuning
bermata merah di dadaku ini. Tadi aku merasa dadaku mendadak hangat. Lalu ada
sesuatu seperti bergerak keluar. Kalau aku memang punya satu ilmu kesaktian,
aku tak pernah menyadari. Apa lagi bagaimana cara mempergunakannya. Dalam dua
kejadian yang hampir sama ini, pada saat nyawaku terancam mendadak saja para
pembunuhku menjadi ketakutan. Tapi sudahlah, tidak perlu dibicarakan. Kita
masih menempel ke pohon celaka ini! Bagaimana kita melepaskan diri? Air
kencingmu ternyata tidak mempan! Ilmu kesaktian dan tenaga dalam kita tidak ada
daya. Kalau memang ada kesaktian yang terpendam dalam tubuhku, mengapa aku
tidak bisa melepas tanganku dari dalam pohon ini?!"
Naga
Kuning dan Setan Ngompol memandang berkeliling. Keduanya terkejut ketika
menyaksikan bahwa selain si nenek muka kuning Hantu Selaksa Angin, ternyata
ditempat itu ada pula dua orang lainnya yang tidak diketahui kapan datangnya.
Yang
pertama adalah kakek berambut putih panjang, memiliki jidat, hidung dan pipi
sama rata. Dia bukan lain adalah kakek sakti yang dikenal dengan nama Hantu
Tangan Empat dan diketahui merupakan kakek dari Peri Angsa Putih yang cantik
jelita itu. Kakek sakti inilah yang tadi memberi bisikan pada Lawungu melalui
ilmunya yang disebut "Empat Penjuru Angin Menebar Suara" hingga
Lawungu selamat dari rangkulan maut Betina Bercula.
Orang ke
dua adalah dara cantik berpakaian ungu yang rambutnya digelung. Dia tegak tak
jauh dari seekor kura-kura raksasa yang mendekam di satu pedataran kecil. Sudah
dapat diterka gadis ini adalah Luhjelita. Tanpa setahu Naga Kuning dan Setan
Ngompol, di satu tempat terlindung masih ada orang ke tiga yang sengaja tidak
mau memunculkan diri. Dia adalah Luhcinta, gadis cantik bernasib malang yang
masih terus berusaha mencari jejak ke dua orang tuanya. Melihat dua orang yang
mereka kenal baik ini tentu saja Naga Kuning dan Setan Ngompol menjadi gembira.
Kalau nenek muka kuning Hantu Selaksa Angin tak mau menolong, pasti dua orang
itu akan bersedia membantu melepaskan mereka dari pohon.
"Kakek
Hantu Tangan Empat!" Naga Kuning yang. pertama sekali berteriak memanggil.
"Syukur kau datang! Lekas tolong kami berdua. Kau punya ilmu kepandaian
tinggi! Pasti bisa melepaskan tangan kami dari pohon!"
Hantu
Tangan Empat melompat ke hadapan Naga Kuning dan Setan Ngompol. Namun untuk
sesaat dia hanya tegak sambil memperhatikan dengan pandangan dingin pada dua
orang itu.
"Kek,
harap kau suka menolong kami!" Kembali Naga Kuning bersuara.
"Aku
kemari bukan untuk menolong kalian! Jika menuruti amarahku kalian berdua sudah
kuhabisi taditadi! Aku datang mencari kawanmu pemuda bejat bernama Wiro Sableng
itu! Tapi sayang, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah lebih dulu membawanya.
Tidak apa. Dia mati di tanganku atau di tangan kakek itu sama saja!"
Ucapan si
kakek tentu saja membuat kaget Naga Kuning dan Setan Ngompol. "Kek, ada
apa kau sampai berkata seperti itu? Bukankah sejak lama kita telah bersahabat
dan tahu hati serta sifat perbuatan masing masing?"
"Sikap
bersahabat hanya datang dari diriku dan cucuku Pori Angsa Putih! Dari kalian
hanya kepalsuan busuk! Tidak lebih dari itu! Sahabatmu Wiro Sableng itu telah
menebar noda keji di bumi Negeri Latanahsilam! Dia bukan saja berani merusak
kehormatan dua cucu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, tapi juga mencemari cucuku
Peri Angsa Putih!"
"Kek,
jangan-jangan kau sudah termakan fitnah beracun!" kata Naga Kuning pula.
"Apa maksudmu dengan ucapan sahabat kami telah mencemari Peri
AngsaPutih?"
"Pemuda
tidaktahu diri itu jatuh cinta pada cucuku Peri Angsa Putih. Tapi dia hanya
bertepuk sebelah tangan. Lalu diluaran dia menebar berita yang bukanbukan.
Memfitnah bahwa cucuku telah melakukan hubungan mesum dengan Hantu Bara
Kaliatus! Sungguh perbuatan sesat dan keji!"
Tidak
mungkin…. Tidak mungkin Wiro akan berbuat seperti itu," kata Naga Kuning.
Setan
Ngompol coba menengahi. "Sahabatku Hantu Tangan Empat…."
"Jangan
berani menyebut diriku sahabatmu! Kalian orang-orang dari negeri seribu dua
ratus tahun mendatang hanya menimbulkan keonaran dan malapetaka di negeri
kami!"
"Aku
berani bersumpah sebagaimana Wiro bersumpah. Dia tidak pernah menodai dua cucu
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!"
"Kakek
bau! Kau tahu apa dengan perbuatan pemuda itu! Yang kau tahu cuma
kencing!" membentak Hantu Tangan Empat.
"Agaknya
ada serombongan orang-orang berhati busuk tengah melancarkan badai fitnah pada
diri sahabat kita!" kata Naga Kuning pada Setan Ngompol.
"Aku
termasuk dalam rombongan orang-orang berhati busuk penyebar fitnah itu!"
tiba-tiba satu suara perempuan bergema dan sesaat kemudian sosok Luhjelita
telah berdiri di samping Hantu Tangan Empat. Naga Kuning dan Setan Ngompol
pandangi gadis berwajah cantik bertubuh molek ini penuh heran.
"Luhjelita,
apa maksudmu dengan ucapan tadi?" tanya Setan Ngompol.
"Aku
datang kemari untuk mencari sahabat kalian bernama Wiro Sableng itu! Aku
mcnyirap kabar bahwa dia pernah memberi pengakuan di hadapan beberapa tokoh
Negeri Latanahsilam, antaranya Hantu Muka Dua, bahwa dia berhasil memetik
kegadisanku di dalam sebuah goa! Bahwa aku mau menyerahkan kehormatanku karena
tergila-gila padanya! Dia juga mengatakan bahwa dia tidak bisa menyembunyikan
rahasia itu lebih lama karena ada beberapa orang sakti yang melihat kejadian
itu. Antaranya Luhkemboja dan Luhkenanga yang kemudian diperkosanya lalu
dianiayanya! Tadi aku lihat dia ada disini. Tapi aku terlambat karena dia
keburu dilarikan Hantu Sejuta Tanya Hantu Sejuta Jawab! Aku tidak mengerti,
sahabatmu itu pernah menolongku dan aku pernah berbagi budi kebaikan dengan
dia. Mengapa dia begitu culas menyebar berita yang memalukan diriku?!"
"Luhjelita,
agaknya sejak lama ada yang tidak beres dinegeri ini. Jangan sampai berita yang
tidak benar mengadu domba kita yang saling bersahabat…" kata Setan
Ngompol.
"Betul!
Dan ketidak beresan itu terjadi sejak kalian muncul di Negeri ini!" tukas Luhjelita.
"Dengar
dulu," kata Setan Ngompol pula. "Sahabatku Wiro seorang pemuda
berhati polos. Jika dia sudah menganggap seseorang sahabatnya termasuk dirimu,
maka dia akan membelamu walau dia harus mengucurkan darah bahkan menyerahkan
nyawa! Apa kau percaya begitu saja kalau dia menyebar kabar pengakuan bahwa dia
telah melakukan perbuatan mesum denganmu. Apa mungkin dia mempermalukan dirinya
sendiri? Apa kau percaya begitu saja akan kabar yang tersebar bahwa dia telah
merusak kehormatan Luhkemboja dan Luhkenanga? Apa kau percaya begitu saja kalau
yang memberikan kesaksian adalah Hantu Muka Dua yang semua orang di Negeri ini
tahu siapa dia adanya!"
"Kakek
mata juling! Kau pandai bicara! Memang mungkin tidak bisa percaya begitu saja
kalau Hantu Muka Dua yang bicara! Tapi siapa tidak percaya kalau tadi kakek dua
gadis itu Mendiri yakni Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang bilang begitu! Apa
kau mau menyangsikan ucapan tokoh paling utama di Negeri Latanahsilam
itu?!"
"Kau
harus menyelidiki persoalan ini sampai keakar-akarnya, Luhjelita," kata
Naga Kuning.
"Kau
tahu apa! Kau masih terlalu kecil untuk menyimak urusan ini! Aku bukan cuma
sudah menyelidiki sampai ke akar-akarnya! Tapi aku sudah mencabut sampai ke
akar-akarnya! Sahabatmu itu ular kepala sepuluh! Aku juga menyirap kabar bahwa
memang betul dia tengah berencana untuk hidup berkumpul dengan Peri Bunda di
satu tempat rahasia bernama Puri Kebahagiaan! Pada pertemuan dengan Peri Bunda,
Peri Angsa Putih dengan Peri Sesepuh dia berlagak bodoh! Padahal rencana itu
memang ada! Hanya sayang menemui kegagalan dengan munculnya Peri Sesepuh!"
(Baca Episode berjudul "Rahasia Mawar Beracun")
Naga
Kuning dan Setan Ngompol saling pandang.
Si kakek
geleng-geleng kepala lalu berkata. "Aku tidak tahu mau mengatakan apa
lagi. Aku berani bersumpah memotong lidahku sendiri. Aku yakin sahabatku Wiro
tidak melakukan semua kekejian itu. Pasti ada yang menjadi otak biang racun
semua fitnah ini!"
"Mungkin
saja!" berucap Hantu Tangan Empat.
"Mungkin
yang jadi biang keladinya adalah Hantu Santet Laknat! Tapi anehnya aku menyirap
kabar bahwa sahabatmu itu juga telah bercinta dengan dukun keparat itu! Sungguh
memalukan dan menjijikan. Untuk mencari kawan, untuk membungkam mulut orang
sampai-sampai dia mau menyerahkan kehormatannya pada nenek jahat itu! Tapi
kebusukan mana mungkin dibungkus rapi!"
"Fitnah
busuk!" kata Naga Kuning. "Semua fitnah busuk!"
"Kalian
semua yang busuk!" hardik Luhjelita, Setan Ngompol berusaha menahan
kencing karena terkejut oleh bentakan Luhjelita tadi. "Anak gadis,"
kata si kakek ini kemudian. "Maafkan diriku kalau aku bicara yang kurang
sedap dihadapan orang banyak. Menurut apa yang aku dengar dari Wiro antara kau
dan dua gadis cucu Hantu Muka Dua justru terjadi satu perkara besar. Mengapa
sekarang kau kelihatan seperti membela dua gadis yang telah mencemarkan dirimu
itu?"
"Urusanku
dengan Luhkembojadan Luhjelita kalian tidak perlu mencampuri membicarakan! Aku
tahu apa yang harus aku lakukan terhadap dua gadis liar berperangai aneh itu.
Yang aku tidak suka adalah perbuatan sahabat kalian yang menebar berita buruk
mengenai diriku di seluruh Negeri Latanahsilam…."
"Apa
kau sudah menyelidiki bahwa memang dia yang menyebar berita itu?" tanya
Setan Ngompol. Luhjelita tidak menjawab dan hanya perlihatkan wajah cemberut.
Naga
Kuning kelihatan cuma senyum-senyum. Sesaat kemudian anak ini membuka mulut.
"Luhjelita,
mungkin saat ini pikiranmu sedang kacau. Kalau begitu kurasa tidak sulit bagimu
untuk menjawab pertanyaanku ini. Apakah kau mencintai sahabat kami Wiro.
Sableng?"
Setan
Ngompol sampai terkencing karena kagetnya mendengar pertanyaan Naga Kuning itu.
"Apa maksudmu anak sialan ini mengajukan pertanyaan konyol seperti
itu?!"
Luhjelita
sendiri tampak merah wajahnya. Di tempat persembunyiannya Luhcinta merasakan
dadanya berdebar. Lalu kelihatan senyum menyeruak dibibirnya yang merah bagus.
"Pertanyaan anak itu agak kurang ajar. Tapi aku ingin sekali mendengar apa
jawaban Luhjelita…"
"Naga
Kuning, kalau tidak mengingat persahabatan kita dimasa lalu sudah kutampar
sampai robek mulutmu!" sentak Luhjelita.
Naga
Kuning kembali tertawa. "Kau tak mau menjawab.
Mungkin
kau merasa malu karena tadi telah terlanjur menamakan sahabatku itu sebagai
ular kepala sepuluh! Padahal sebenarnya kau akan sangat beruntung. Jika Wiro
punya sepuluh kepala berarti dia punya sepuluh hidung, sepuluh mata, sepuluh
pusar, sepuluh…." Naga Kuning tidak teruskan ucapannya.
Dia
menekap mulutnya dengan tangan kiri menahan tawa. Wajah Luhjelita semakin
merah. Dan Naga Kuning agaknya tidak berhenti menggoda sampai disitu. Anak ini
kembali berkata. "Dalam soal bercinta, siapa yang tidak memberi tanda atau
berkata berterus terang salah-salah bisa kedahuluan oleh orang lain. Mengapa
aku bertanya begitu, karena aku juga menyirap kabar di Seantero Negeri
Latanahsilam ini. Bahwa kau sebenarnya mencintai sahabat kami itu!"
Luhjelita
habis kesabarannya. Dia melangkah besar-besar ke arah Naga Kuning sambil mengangkat
tangan, siap untuk menampar anak itu. Tapi butt! Prett!
Suara
kentut Hantu Selaksa Angin yang disusul suara tawa cekikikan si nenek membuat
sang gadis akhirnya hentikan langkah lalu memutar tubuh dan cepat-cepat
berjalan menuju kura-kura coklat mendekam menunggunya.
Di
tempatnya mengintai secara diam-diam Luhcinta mengusap wajahnya berulang kali.
Dalam hati dia berkata. "Anak itu, ucapannya seperti bergurau. Tapi apa
yang dikatakannya paling tidak mendekati kebenaran. Walau gadis tadi tidak
menjawab dan kelihatan marah besar tapi aku mempunyai dugaan dia menaruh hati
pada Pendekar 212 Wiro Sableng, seperti yang juga terjadi dengan Peri Angsa
Putih. Hanya sayang, bagaimana mungkin aku tidak mempercayai ucapan Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab tadi? Mungkin kejadian di goa antara Wiro dengan
Luhjelita masih bisa kuanggap fitnah tidak berdasar. Tapi perbuatannya terhadap
Luhkemboja dan Luhkenanga?" Luhcinta menarik nafas panjang. Untuk beberapa
lamanya dia masih duduk termenung berdiam diri di tempat itu. Sesaat kemudian
suara hatinya kembali berucap.
"Kasih
sejati terkadang mau mengalah, melupakan sifat buruk orang yang dikasihi. Tapi
jika perbuatannya sejauh dari^separah itu bisakah kasih hati ini
kupertahankan?"
Tiba-tiba
semak belukar di samping kanan Luhcinta bergoyang. Gadis ini cepat bangkit
berdiri. Tidak ada yang muncul. Mendadak justru dari sebelah belakangnya ada
suara menegur lembut.
"Jika
perasaan hati bergejolak terkadang pikiran jernih tak tak sanggup
bertahan…."
*******************
10
LUHCINTA
cepat balikkan badan. Darahnya tersirap ketika melihat siapa yang tegak di
hadapannya.
"Kau
lagi! Kau masih saja mengikuti diriku!"
Orang
yang berdiri di hadapan Luhcinta ternyata adalah sosok berpakaian jerami kering
hitam yang mukanya dibalut dengan tanah liat hitam.
"Harap
maafkan diriku kalau kehadiranku membuat dirimu terganggu. Tapi pembicaraan
kita tempo hari belum selesai. Antara kita masih ada persoalan yang menggantung
tanpa kejelasan. Dulu atas permintaanmu aku telah memperlihatkan wajahku yang
asli. Padahal sebelumnya aku sudah mempunyai kaul tidak akan memperlihatkan
wajahku pada siapapun vibelum rahasia hidupku tersingkap. Aku merasa pasrah
karena sangat mengharapkan pertolongan. Sebaliknya saat itu kau berjanji akan
memberitahu hal-hal yang menyangkut dirimu. Apakah sekarang saatnya Kau bisa
memberitahu padaku?"
"Aku
memang pernah berjanji. Tapi saat ini aku belum bisa memberi tahu…" jawab
Luhcinta.
Si muka
tanah liat kelihatan kecewa. Ini kentara dari cara dia menarik nafas dalam.
"Aku tidak akan memaksa. Aku tahu pilihanmu sedang kacau dan hatimu tengah
jalan. Bila ada kesempatan lagi, aku akan menemuimu. Aku ingin rahasia yang
menyelubungi diriku dan dirimu lekas tersingkap…."
"Menurutmu….
Maksudku kau seperti hendak mengatakan bahwa antara kita ada suatu jalinan
hubungan tertentu…."
"Aku
tidak berani mengatakan begitu selama kau masih menutupi ihwal menyangkut
dirimu…" jawab orang bermuka tanah liat.
"Aku
tidak akan mengatakan apa-apa lagi padamu. Aku ingin seorang diri di tempat
ini…"
Si muka
tanah liat yang dikenal dengan julukan Si Penolong Budiman membungkuk hormat.
"Kalau itu permintaanmu baiklah. Aku akan pergi…." Dia ulurkan
tangannya hendak memegang bahu si gadis tapi cepat ditariknya kembali ketika
melihat bagaimana sepasang mata Luhcinta membesar.
"Jangan-jangan
orang bermuka tanah liat itu punya niat jahat yang disembunyikan. Aku
benar-benar harus berhati-hati terhadapnya…. Tapi…." Luhcinta akhirnya
hanya bisa gelengkan kepala.
*******************
Sesaat
setelah Luhjelita meninggalkan tempat itu tadi, Naga Kuning dan Setan Ngompol
yang masih menempel di pohon saling pandang lalu memperhatikan berkeliling.
"Tinggal
kita berdua di tempat ini," kata Setan Ngompol.
"Bertiga
dengan si nenek sinting muka kuning itu. Dia masih duduk mendekam di sana,
entah apa yang dipikirkannya!" Naga Kuning menggoyangkan kepala ke arah
sosok Hantu Selaksa Angin yang duduk di atas sebatang pohon kayu kering yang
tergeletak di tanah.
"Nek!
Dari pada kau melamun mengapa tidak menolong melepaskan kami dari pohon celaka
ini?!" Naga Kuning berteriak.
Si nenek
angkat kepalanya sendiri tapi kemudian kembali duduk berdiam diri.
"Kurasa
dia tidak punya kemampuan menolong kita. Ilmu yang dipergunakan Lawungu untuk
membuat kita sampai jadi begini bukan ilmu sembarangan. Agaknya kita bisa
terpentang sampai seumur-umur di tempat ini!" Naga Kuning menghela nafas
panjang lalu pancarkan air kencing.
"Nek!
Kau pura-pura tidak mendengar atau memang tidak mau menolong kami?!" Naga
Kuning berteriak.
"Aku
kecewa!" Si nenek berkata.
"Kecewa?!
kecewa pada siapa?" tanya Naga Kuning.
"Pada
kalian berdua! Lebih-lebih pada sahabat kalian bernama Wiro Sableng itu!"
Naga
Kuning menyikut Setan Ngompol lalu berbisik.
"Jangan-jangan
nenek satu ini sudah jatuh cinta pula pada si geblek Wiro itu!"
"Apa
yang kau kecewakan?! Mungkin kau sudah jatuh cinta pula pada sahabat kami
itu?!" Naga Kuning lalu bertanya seenaknya.
Si nenek
delikkan matanya lalu butt preet! Dia pancarkan kentut dan tertawa cekikikan.
"Aku tidak menyangka budi pekerti kalian begitu buruk! Sahabat mu itu telah
menodai dua orang gadis lalu menganiayanya…."
Si nenek
geleng-gelengkan kepala.
"Kalau
kau kecewa kami juga kecewa!"
"Eh,
mengapa begitu?!"
"Kita
bersahabat! Antara sahabat harus saling percaya dan saling tolong menolong!
Sungguh tololnya dirimu kalau kau begitu saja mempercayai semua ucapan orang!
Lebih tolol lagi karena kau tidak berusaha menolong Wiro dari tangan
orang-orang sesat akan sesat pikiran itu! Juga kau bahkan tidak punya niat
hendak melepaskan kami dari pohon celaka ini!"
"Aku
memang tidak ingin menolong siapa-siapa saat ini!" kata Hantui Selaksa
Angin lalu bangkit berdiri.
"Kalau
begitu kutuk akan jatuh atas dirimu!"
Si nenek
delikkan mata. "Eh, kutuk apa maksudmu?!"
"Sahabatku
Wiro telah menolongmu. Menyembuhkan penyakit kentutmu! Ketika dia dan kami
kawankawannya dalam kesulitan kau acuh tidak memandang sebelah mata! Dalam
waktu tidak terduga kutuk akan jatuh atas dirimu. Penyakit kentutmu akan
kembali lagi! Malah lebih parah karena kentutmu akan disertai bau busuk. Malah
mungkin disertai kecipirit!"
"Apa
itu kecipirit?!" tanya Hantu Selaksa Angin.
"Mencret!"
jawab Setan Ngompol.
"Lebih
parah kalau nantinya kau tidak cuma kentut dari pantat tapi dari mulut!"
Naga Kuning menyambung.
Si nenek
tertawa. "Kau mau menipuku! Menakutnakuti! Agar aku menolong kalian
berdua!"
"Kalau
kau tidak mau menolong kami tidak memaksa. Mengapa tidak segera saja kau pergi
dari sini?!" ujar Naga Kuning.
"Aku
memang sudah mau pergi!" jawab si nenek.
Lalu
dengan muka cemberut dia melangkah tinggalkan tempat itu.
Setan
Ngompol berbisik. "Celaka! Kalau dia benarbenar pergi kita mau jadi apa di
tempat ini?"
"Aku
tidak yakin nenek sinting itu benar-benar pergi. Dia pasti kembali!" jawab
Naga Kuning.
"Kau
terlalu yakin! Kau sudah sudah takabur!" gerutu Setan Ngompol.
Tapi apa
yang dikatakan Naga Kuning ternyata benar. Sesaat kemudian terdengar suara butt
preet!
Tak lama
sesudah itu muncullah sosok si nenek. Dia menyeringai memandang pada dua orang
yang menempel di pohon.
"Aku
mau tanya, Memang apa benar ada orang kentut dari mulut?"
"Tidak
terhitung! Terutama tua bangka sepertimu karena alur perutmu ke sebelah bawah
sudah pada karatan! Jadi kentut memilih jalan ke atas lewat mulut!"
Menjawab
Naga Kuning lalu dia berpaling ke jurusan lain agar si nenek tidak lihat dia
sedang menahan ketawa geli. Si nenek termenung beberapa lamanya mendengar
kata-kata Naga Kuning itu. Hatinya mulai waswas. Dia lalu melangkah lebih
dekat. "Dengar, aku akan menolong kalian berdua. Tapi tidak sahabat kalian
bernama Wiro Sableng itu. Dosanya kelewat besar untukdiberi pertolongan. Juga
ingat! Kalau nanti setelah menolong ternyata aku benar-benar kentut dari mulut,
dengan ilmu kesaktianku aku bisa memindahkan mulutmu ke pantat dan pantatmu ke
jidat!"
Naga
Kuning tersenyum lalu kedipkan matanya pada Setan Ngompol. "Kau mau
menolong kami atau tidak kami tidak perduli! Tidak kau yang menolong pasti
nanti ada lain orang berbaik budi menolong kami! Sebentar lagi sore akan segera
berganti malam! Kentut dari mulut biasanya mulai kumat begitu sang surya sudah
tenggelam!"
"Anak
sialan! Jangan kau menakut-nakuti diriku!"
Kata si
nenek muka kuning. Tapi saat itu juga dia sudah alirkan hawa sakti ke tangan
kanannya. Dengan ilmu kesaktian bernama Menahan Darah Memindah Jazad dengan
mudah nenek muka kuning ini melepaskan tangan kanan Naga Kuning yang menancap
di batang pohon. Lalu dia ganti menolong Setan Ngompol. Ternyata ilmu
"Menahan Darah Memindah Jazad" si nenek tukang kentut Sanggup membuyarkan
ilmu "Menyatu Jazad Dengan Alam" yang dipergunakan Lawungu untuk
melekatkan tangan Naga Kuning dan Setan Ngompol ke batang pohon. Dua orang ini
menarik nafas lega dan usap-usap tangan masingmasing.
"Terima
kasih Nek, kau memang sahabat kami yang baik…. Kau tahu, setelah menolong kami
sekarang kau kelihatan jadi tambah muda!"
"Hai,
apa katamu?!" Hantu Selaksa Angin pegang dua pipinya yang kuning kempot.
Dia memandang kian kemari seperti mencari tempat untuk berkaca. Nenek otaknya
kurang waras ini tidak tahu kalau si bocah lagi-lagi mempermainkannya.
"Aku
juga berterima kasih," kata Setan Ngompol pula. "Tapi bagaimana
dengan telingaku sebelah kanan. Tempo hari kau terbalik mengembalikannya."
Si nenek
pandangi kuping kanan Setan Ngompol. Seperti diceritakan sebelumnya daun
telinga si kakek yang lebar ini memang pernah diambilnya sebagai jaminan.
Kemudian ketika dikembalikan ternyata entah sengaja entah tidak daun telinga
itu dipasang terbalik.
"Kakek
bau pesing! Terus terang kau lebih gagah dengan daun telinga kanan terbalik
begitu rupa. Lagi pula pengembalian daun telingamu tidak termasuk perjanjian
kita tadi! Hik… hik… hik!" Sambil tertawa cekikikan Hantu Selaksa Angin
segera hendak tinggalkan tempat itu.
"Tunggu
Nek!" Naga Kuning berkata. "Masih ada satu hal lagi. Dulu antara kita
ada perjanjian. Jika kentutmu sudah sembuh atau paling tidak berkurang banyak,
kau akan menyerahkan sendok emas sakti Sendok Pemasung Nasib pada kami. Nah
kini kami menagih janji!"
Si nenek
menyeringai. Dia kerukkan tangan kiri ke balik dada pakaian. Dari balik pakaian
dikeluarkannya benda yang dimaksud, yang sejak beberapa waktu yang lalu
dijadikannya kalung dan digantungkan di leher.
"Aku
memang pernah berjanji. Tapi saat ini aku belum merasa perlu harus
mengembalikan. Pertama aku sangat kecewa mendengar bahwa sahabatmu bernama Wiro
itu ternyata adalah seorang pemuda biadab kecil. Sebelum terbukti salah benar
dirinya sendok emas ini tetap berada padaku. Kalaupun kelak nanti akan
kuserahkan, akan kuberikan langsung pada Wiro, bukan pada kalian!"
"But….
prett!" si nenek kentut dulu baru memutar badan dan melangkah pergi. Naga
Kuning dan Setan Ngompol walau kecewa tak bisa berbuat lain. Mereka hanya bisa
memperhatikan kepergian si nenek muka kuning tanpa berkata apa-apa.
"Kita
harus mencari Wiro," kata Naga Kuning sesaat kemudian. "Kita pergi
sekarang juga. Aku khawatir Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah
mencelakainya…."
"Wahai
kekasihku! Apa kau akan meninggalkanku seorang diri di tempat sepi ini?"
Tiba-tiba terdengar seseorang berucap.
Naga
Kuning dan Setan Ngompol baru ingat dan berpaling ke arah sosok si Betina
Bercula yang sejak tadi tergeletak di tehah.
"Ternyata
masih hidup banci kalengan itu…." kata Naga Kuning. Bersama Setan Ngompol
dia segera menolong orang ini.
"Kau
tak apa apa?" tanya Setan Ngompol.
"Walah,
walau tubuhku terasa remuk, tapi mendapat pertolongan darimu rasanya aku
barusan menelan obat yang sangat mustajab!" Lalu enak saja Betina Bercula
lingkarkan tangannya di pinggang si kakek. "Kakiku masih lemah. Tolong
papah diriku berjalan…."
Mata
jereng si Setan Ngompol berputar. "Celaka! Ini beban yang tidak
mengenakan!"
"Kek,
kau harus membantunya berjalan. Kalau perlu menggendongnya. Bukankah tadi dia
yang telah menyelamatkan dirimu dari tangan maut Lawungu?"
"Aku
tidak meminta digendong! Aku menolong tidak mengharapkan pamrih. Tapi jika
hatimu memang sebaik itu mana mungkin aku menolak!" Berkata Betina
Bercula. Lalu enak saja dia naik ke punggung si kakek. Dua kakinya digelungkan
ke badan sedang sepasang tangannya merangkul leher Setan Ngompol. Dan celakanya
sambil sandarkan pipinya di kepala si kakek, Betina Bercula sesekali usap-usap
kuping lebar sebelah kiri Setan Ngompol dengan ujung lidahnya!
"Kalau
kau berani menjilat kupingku lagi, kubanting kau ke tanah!" Setan Ngompol
berteriak marah. Betina Bercula tersenyum-senyum. Naga Kuning yang mengikuti
dari belakang tertawa-tawa tiada henti.
*******************
11
HANTU
Sejuta Tanya Sejuta Jawab membawa Pendekar 212 ke sebuah lembah kecil dan
sunyi. Saat itu udara mulai redup karena ambang sore tak lama lagi akan
memasuki senja. Seperti dituturkan sebelumnya, dengan serangkum angin aneh yang
keluar dari tangan kirinya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah membuat tubuh
Pendekar 212 berada dalam keadaan kaku tak bisa bergerak tak bisa bersuara.
Ternyata kakek sakti itu memiliki semacam ilmu totokan tanpa menyentuh.
Di satu
tempat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hentikan larinya. Sosok Wiro
dilemparkannya begitu saja ke tanah hingga berguling-guling dan baru berhenti
setelah tertahan sebuah batu besar. Si kakek kemudian melompat ke atas batu
itu. Tangan kirinya diangkat ke atas. Serangkum angin menyapu permukaan wajah
Pendekar 212. Saat itu juga Wiro merasa tenggorokannya yang sebelumnya seperti
tercekik kini menjadi lega. Dia bisa bersuara.Tapi sekujurtubuhnya masih tetap
dalam keadaan kaku.
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab, apa yang hendak kau katakan padaku?" Wiro
ajukan pertanyaan. Tanpa berpaling Hantu Sejuta Tanya Jawab menjawab.
"Kau
sudah tahu apa yang bakal terjadi! Mengapa menyusahkan diri dan pikiran
bertanya segala!" Kakek ini memandang berkeliling.
"Aku
khawatir kau akan kesalahan menjatuhkan tangan," kata Pendekar 212 pula.
Si kakek
menyeringai. "Saat ini aku justru tengah memikirkan cara mati bagaimana
yang paling enak bagimu! Perbuatan kejimu terhadap dua cucuku harus benar-benar
mendapat balasan setimpal!"
"Aku
tidak memperkosa Luhkemboja dan Luhkenanga. Juga tidak menganiayanya! Ada orang
yang memfitnah!"
"Kau
boleh mencari seribu akal seribu upaya! Tapi jangan harap aku bisa
percaya!"
"Kau
harus tahu! Dua cucumu itu mempunyai kelainan! Mungkin perbuatannya menggagahi
anak gadis orang telah menimbulkan dendam kesumat dimana-mana. Lantas ada orang
yang membalaskan sakit hati…."
"Kau
menuduh orang melakukan fitnah! Padahal kau sendiri saat ini tengah melancarkan
fitnah!" Teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Dalam marahnya kakek ini
melompat dari atas batu besar. Kaki kirinya bergerak menendang. Yang dihantam
lagi-lagi bagian dada. Murid Sinto Gendeng mengeluh tinggi. Tubuhnya terpental
jauh. Darah kembali mengucur dari mulutnya. Dadanya sesak dan berdenyut sakit
bukan main.
"Tua
bangka jahanam! Kau tak pantas menamakan diri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!
Kau harus membunuh aku saat ini juga! Jika aku kau biarkan hidup aku bersumpah
untuk membalas kekejamanmu ini!"
"Bukkkk!"
Tendangan
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kembali melanda tubuh Wiro. Kali ini bagian
punggungnya. Untuk ke dua kalinya Pendekar 212 terlempar jauh. Badannya
bergeletar dilanda sakit yang amat sangat. Erangan panjang keluar dari
mulutnya.
"Tamat
riwayatku…" keluh Wiro dalam hati. Pemandangannya gelap berkunang-kunang.
Tiba-tiba dia merasa sesuatu menindih kepalanya. Dia coba membuka mata
lebar-lebar. Ternyata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab meletakkan kaki menginjak
kepalanya. Wiro menggeram dan merutuk dalam hati. Seumur hidup rasanya baru
kali ini dia dihina diperlakukan begitu rupa. Diinjak kepalanya!
Sambil
menginjak kepala Wiro Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berkata. "Kalau
kuturuti kemarahan dendam kesumatku, saat ini juga gampang saja aku meremukkan
kepalamu dengan satu injakan. Tapi aku ingin kau tersiksa dulu, sekarat
sengsara sebelum menemui ajal!" Orang tua ini memandang berkeliling.
Pandangannya membentur akar-akar gantung sebuah pohon besar. Seringai buruk
menyungging di mulutnya. Dia berkelebat ke arah pohon. Menarik putus beberapa
utas akar gantung. Akar-akar Itu kemudian digulungnya jadi satu membentuk
sehelai tali besar sepanjang hampir lima tombak.
"Dia
hendak menggantungku!" Wiro memperhatikan dan masih bisa berpikir. Benar
saja, sesaat kemudian Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab datang mendekatinya.
Semula Wiro menyangka tali dari akar gantung itu hendak dijiratkan ke lehernya.
Ternyata si Kakek mengikatkan tali itu pada dua pergelangan kakinya. Berarti
Wiro hendak digantung kaki ke atas kepala ke bawah!
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab, aku harap kau mau mempergunakan akal sehat pikiran
jernih dan hati bersih! Aku sudah bersumpah tidak memperkosa dua cucumu. Aku…."
Ucapan
Wiro terputus. Tanpa perduli si kakek menyeretnya ke bawah pohon besar lalu
tali yang mengikat kaki Wiro dilemparkannya ke atas cabang besar yang
melintang. Ujung tali yang menjulai ke bawah disambarnya dan dipegang
erat-erat. Sebelum ujung tali ditariknya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
memandang menyeringai pada Wiro.
"Pemuda
asing! Pembalasan atas semua perbuatan keji biadabmu segera terjadi! Aku puas
karena semua dengan tanganku sendiri saat ini aku bisa membalaskan dendam
kesumat sakit hati dua orang cucuku!"
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab tutup ucapannya dengan menarik kuat-kuat ujung tali
yang melintang di atas cabang pohon.
"Rrrrkkkk!"
Seharusnya
sosok Pendekar 212 segera tertarik ke atas, tergantung kaki ke atas kepala ke
bawah. Tapi apa yang terjadi? Saat itu bagaimanapun Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab kerahkan tenaga luar dan dalam, sampai sekujur badannya mandi
berkeringat, dia hanya mampu menarik Wiro sampai kepalanya hanya terpisah
sejarak setengah jengkal dari tanah!
"Aneh,
tubuh pemuda jahanam ini seperti seberat gunung batu! Aku tidak mampu
menariknya lebih tinggi! Apa dia mengerahkan kesaktian atau ada orang lain
mencampuri urusanku secara licik diam-diam!"
Si kakek
memandang berkeliling. Dia tidak melihat siapapun di kawasan lembah kecil dan
sunyi itu. Padahal Wiro sendiri saat itu juga merasa heran melihat si kakek
tidak mampu menarik dirinya lebih tinggi.
"Jangan-jangan
ada Peri atau Dewa yang membantu jahanam ini!" pikir Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab. Dia kembali memandang berkeliling. Tapi tetap saja dia tidak
melihat siapa-siapa.
Tiba-tiba
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab mendengar suara mendesis aneh disertai
bergeletarnya tanah yang dipijaknya. Memandang ke depan terkejutlah kakek ini.
Tali yang tadi dibuatnya dari akar gantung dan hendakdipakaiuntukmenggantung
Wiro, sedikit demi sedikit berubah menjadi sosok seekor ular hitam.
"Desss!"
Tali akar
gantung putus di bagian yang mengikat pergelangan ke dua kaki Pendekar 212.
Ujung tali berubah menjadi ekor. Kini keseluruhan tali berubah menjadi seekor
ular hitam berkepala besar hampir sepanjang tiga tombak.
"Ilmu
hitam jahanam!"
"Siapa
takut!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Segera dia angkat tangan
kanannya, siap menghantam kepala ular dengan pukulan tangan kosong mengandung
hawa sakti tinggi. Hampir tangannya menghantam tiba-tiba satu bayangan
berkelebat disertai seruan.
"Sahabatku
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kalau cuma ular siluman jejadian ilmu hitam
biar aku yang mengurusi!"
Lalu
seorang kakek berambut putih, memiliki muka rata sambil tertawa terkekeh sambar
leher ular hitam dengan tangan kanannya sedang tangan kiri cepat mencekal
buntutnya. Ular besar hitam itu menggeliat-geliat coba lepaskan diri tapi
pegangan orang kuat sekali laksana japitan besi!
"Hantu
Tangan Empat!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berseru begitu dia
mengenali siapa adanya kakek yang barusan menolongnya itu. Sebenarnya kalaupun
kakek itu muncul Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab merasa pasti akan sanggup
memukul hancur kepala ular jejadian itu. Untuk tidak menyinggung si penolong
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menjura memberi hormat seraya berkata.
"Terima kasih kau telah menolongku!"
Hantu
tangan Empat hentikan tawanya. Ular dalam cekalannya diangkat tinggi-tinggi ke
atas. Lalu seperti membaca mantera dia berseru.
"Ilmu
hitam kembali ke alam gelap! Binatang jejadian kembali ke alam gaib! Pergi!
Jangan berani kembali lagi!"
Habis
berkata begitu Hantu Tangan Empat membuat gerakan seperti hendak membanting
ular hitam besar itu ke tanah. Tapi tidak terduga sama sekali, binatang itu
justru dilemparkannya ke arah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Karena
tidak mengira, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hanya keluarkan seman keras dan
tidak sempat hindarkan diri. Ular hitam panjang itu mendesis keras. Sebelum Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab bisa melakukan sesuatu sosok ular telah menggulung
tubuhnya mulai dari leher sampai ke pergelangan kaki! Dia berusaha meronta dan
kerahkan tenaga untuk lepaskan diri tapi sia-sia saja. Sekujur tubuhnya terasa
dingin membeku. Sementara itu Kepala ular yang melibatnya bergerak pulang balik
di depan wajahnya yang serta merta menjadi pucat pasi. Anehnya binatang ini
sama sekali tidak mematuk si kakek. Dalam keadaan bergidik mendelik dan
setengah tercekik karena lehernya dilibat ular, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
berteriak.
"Hantu
Tangan Empat! Mengapa kau berlaku jahat terhadapku! Kau rupanya punya ilmu
hitam dan sengaja mencelakai diriku! Kau berkhianat terhadap sesama
kerabat!"
Pendekar
212 sendiri yang saat itu masih berada dalam keadaan kaku dan tergeletak di
bawah pohon besar tidak kurang rasa herannya melihat kemunculan Hantu Tangan
Empat serta apa yang dilakukannya.
"Dia
menolongku atau bagaimana. Sebelumnya aku menyirapk kabar kakek ini marah besar
terhadapku karena aku dianggap telah mencemarkan nama baik cucunya Peri Angsa
Putih. Sekarang mengapa dia berpihak menolongku? kuharap saja dia sudah tahu
kalau semua kabar itu hanya fitnah jahat semata!"
Namun
belum sekejap murid Sinto Gendeng punya dugaan seperti itu terjadilah satu hal
yang mengejutkannya. Hantu Tangan Empat keluarkan suara tawa bergelak mendengar
kata-kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tadi. Sesaat kemudian mendadak suara
gelaknya berubah menjadi seperti suara tawa cekikikan perempuan. Memandang ke
depan terbeliaklah sepasang mata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Otaknya
mendenyut kencang dan kepulkan asap putih. Sosok Hantu Tangan Empat
perlahan-lahan berubah bentuk. Wajahnya menyusul ikut berubah. Sesaat kemudian
lenyaplah Hantu Tangan Empat. Yang tegak sambil tertawa cekikikan itu kini
adalah si nenek dukun sakti yang dikenal dengan nama Hantu Santet Laknat!
Perubahan
aneh terjadi pula dengan ular hitam panjang yang menggelung sekujurtubuh Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Binatang itu lenyap dan berubah kebentuknya semula
yakni seutas tali terbuat dari akar gantung! Walau ular berubah menjadi tali
namun tetap saja Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak mampu loloskan diri.
"Hantu
Santet Laknat Jahanam! Kau akan membayar mahal perbuatanmu ini dengan darah dan
nyawamu! Lekas kau lepaskan tali akar pohon yang melibat diriku!"
Hantu
Santet Laknat tertawa panjang. Setelah puas mengumbar tawa baru dia membuka
mulut.
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kau orang pandai, cerdik dan sakti! Masakan hanya
seutas tali buruk begitu saja kau tidak mampu melepaskan diri! Hik… hik…
hik!"
"Perempuan
laknat jahanam!" maki Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Pasti kau
juga tadi yang membuat tubuh pemuda itu seberat gunung!"
Hantu
Santet Laknat tertawa mengekeh. Sebaliknya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
keluarkan rutukan panjang. Kakek ini kerahkan seluruh tenaga dalamnya.
Otot-otot bahu dada dan perut digerakkannya. Lalu ke dua tangannya diregangkan
ke samping. Namun jangankan bisa lepas, bergemingpun tidak tali akar gantung
yang melibat dirinya! Gagal mencoba lolos dalam keadaan berdiri kini si kakek
jatuhkan dirinya ke tanah. Dia berguling kian kemari, berharap tali yang
mengikat akan menjadi kendur. Tapi hasilnya tetap nihil.
Hantu
Santet Laknat mendongak lalu umbar tertawa panjang. "Akar gantung yang
berubah menjadi tali. Tali berubah menjadi ular lalu kembali kepada tali! Tidak
mudah bagimu untuk melepas diri!"
"Jahanam!
Ucapannya itu adalah mantera ilmu hitam!" kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab dalam hati. Menyadari dengan cara bergulingan tetap saja dia tidak bisa
meloloskan diri dari libatan tali, si kakek kembali bangkit berdiri. Begitu
berdiri si nenek telah berada di sampingnya. Sambil sunggingkan seringai mengejek
Hantu Santet Laknat berkata. "Kau boleh mencoba segala cara! Kalau tak ada
yang menolong jangan harap kau bisa lolos dalam waktu tiga hari! Hik… hik…
hik!"
"Hantu
Santet Laknat! Kau akan rasakan pembalasanku!" teriak Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab.
Hantu
Santet Laknat tiba-tiba melompat ke hadapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Kapak Maut Naga Geni 212 diletakkannya di atas otak si kakek.
"Jika
mengingat penganiayaan yang kau lakukan terhadap pemuda itu, ingin aku membelah
kepalamu saat ini juga!"
Wajah
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menjadi putih seperti kain kafan. Dia tahu
kehebatan senjata bermata dua yang ada di tangan si nenek. Jika perempuan itu
benar-benar melaksanakan niatnya tamatlah riwayatnya. Namun kemudian Hantu
Santet Laknat terdengar meneruskan ucapannya.
"Tapi
kupikir biar pemuda itu nanti yang akan membalas sendiri perbuatanmu! Hik… hik!
Selamat tinggal kerabatku yang malang! Malam ini kau akan tidur berteman embun
dingin dan nyamuk hutan! Mudah-mudahan tidak ada binatang buas berkeliaran dan
tersesat ke sini!" Si nenek selipkan kapak sakti di balik pinggang jubah
hitamnya. Tanpa perdulikan teriakan dan caci maki Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab dia melangkah mendekati Pendekar 212 Wiro Sableng yang masih tergeletak
kaku di bawah pohon besar. Dengan satu gerakan cepat Hantu Santet Laknat
memanggul Wiro di bahu kirinya.
"Nek,
kau mau bawa aku kemana?" tanya Wiro yang jadi kecut merinding jika ingat
segala perbuatan si nenek yang sudah-sudah.
"Jangan
kau merasa khawatir aku akan berbuat yang tidak-tidak. Kau terluka parah di
sebelah dalam. Jika tidak segera diobati kau bisa celaka! Aku akan
menolongmu!"
"Nek,
aku merasa lebih baik kau membawaku…." Hantu Santet Laknat tepuk-tepuk
pantat Wiro.
"Jangan
terlalu banyak bicara. Lebih baik kau beristirahat di atas bahuku! Hik… hik…
hik!"
"Tunggu,
mengapa kau mau menolongku?!"
"Wahai,
pertanyaanmu mengandung kecurigaan. Padahal bukankah di negerimu ada ujar-ujar
yang mengatakan Ada ubi ada talas. Ada budi ada balas. Aku hanya ingin
mengikuti apa yang dikatakan ujarujar itu…."
"Maksudmu?"
tanya Wiro lagi.
"Kau
sebelumnya telah menyelamatkan diriku. Apa salahnya sekarang aku ganti membalas
budimu itu….
"Tapi
aku tidak meminta segala balasan. Aku lebih senang kalau kau…."
"Aku
tahu hatimu polos sekali! Itu juga salah satu sebab membuat aku ingin
menolongmu," kata Hantu Santet Laknat memotong ucapan Pendekar 212. Sekali
berkelebat si nenek telah melesat dua tombak lalu lari ke arah barat dimana tak
lama lagi sang surya segera akan tenggelam.
*******************
12
SETELAH
ditinggal si nenek muka kuning Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin, Naga Kuning
dan Setan Ngompol yang masih ditemani lelaki banci Betina Bercula berusaha
mencari Pendekar 212 Wiro Sableng. Tentu saja mereka tidak tahu kemana Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab membawa kabur pemuda itu. Mereka hanya melihat arah
lenyapnya si kakek. Ke arah itulah ke dua orang ini coba menyelusuri jejak
Wiro.
Sambil
berlari sesekali Naga Kuning memandang ke langit. Sebentar lagi sang surya akan
segera tenggelam.
"Aku
khawatir…" kata si bocah.
"Apa
yang kau khawatirkan?" tanya Setan Ngompol
"Sahabat
kita itu. Jangan-jangan dia sudah dipesiangi oleh Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab!"
Setan
Ngompol tak berani menjawab. Sambil lari dia pegangi bagian bawah perutnya.
Rasa khawatir membuatnya jadi terdesak kencing.
"Naga
Kuning, tunggu…." Setan Ngompol tiba-tiba berseru lalu hentikan larinya.
"Ada
apa?" tanya Naga Kuning ketika dilihatnya si kakek berdiri diam sambil
memegangi daun telinganya sebelah kanan yang dipasang terbalik oleh Hantu
Selaksa Angin.
"Aku
mendengar suara bising di belakang sana…."
"Telingamu
salah pasang! Anginpun kau anggap suara bising!" kata Betina Bercula yang
sudah tahu pasal cerita telinga kanan si kakek.
"Tunggu
dulu! Yang aku dengar bukan suara angin. Tapi suara orang mengomel memaki
terusterusan…."
Naga
Kuning putar tubuhnya, berpaling ke arah berlawanan dari arah lari mereka
semula. Setelah memasang telinga beberapa ketika anak ini memandang pada Betina
Bercula lalu anggukkan kepala. "Dia benar. Ada orang memaki panjang pendek
di sebelah sana! Kalian mau kita menyelidik?"
Setan
Ngompol mengiyakan. Dua orang itu lalu lari ke jurusan dari mana datangnya
suara orang memaki. Belum lama berlari, Naga Kuning yang berada di sebelah
depan angkat tangan kanannya memberi tanda, lalu menyelinap ke balik serumpunan
semak belukar. Begitu Setan Ngompol dan Betina Bercula berada di sampingnya
anak ini berbisik. "Lihat ke depan sana! Seperti aku, kalian pasti tidak
percaya pada apa yang kalian saksikan!"
Di
sebelah depan sana ke tiga orang itu melihat sosok Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab duduk menjelepok di tanah, bersandar ke sebatang pohon. Sekujur tubuhnya
dilibat tali besar.
"Apa
yang terjadi dengan kakek sialan itu?!" bisik Naga Kuning.
"Siapa
yang mengikatnya begitu rupa!" sahut Setan Ngompol. "Sepertinya dia
tidak mampu melepaskan diri dari ikatan itu. Di sekitar sini tidak ada
siapa-siapa. Kalau dia memang punya musuh, siapa orangnya?"
"Apa
yang harus kita lakukan?!" tanya Betina Bercula.
"Kalau
aku ingin sekali menjitaki otaknya yang ada di atas kepala itu. Menyusupkan
semut rangrang ke balik celananya atau menyumpalkan kotoran babi hutan ke dalam
hidungnya! Manusia pandai bijak tapi ternyata otaknya setolol kodok dalam
comberan!"
"Kalau
aku rasanya ingin mengencingi mulutnya agar dia tahu rasa! Aku memang sudah
punya kau untuk melakukan hal itu!" menyahuti Setan Ngompol.
"Bagaimana
kalau kita…."
Kakek
bermata lebar jorong yang salah satu daun telinganya terbalik itu hentikan
ucapannya. Dia memegang lengan Naga Kuning lalu berbisik. "Aku mendengar
ada orang mendatangi! Lekas sembunyi!"
Tiga
orang itu cepat-cepat rundukkan diri di balik rerumpunan semak belukar. Apa
yang dikatakan Setan Ngompol ternyata memang benar. Tak selang berapa lama
muncullah seorang kakek berpakaian ungu.
"Lihat
siapa yang datang!" bisik Betina Bercula sambil mengorek pantat Setan
Ngompol hingga kakek ini terpancar air kencingnya. Hendak marah keadaan tidak
mengizinkan. Sebaliknya Betina Bercula senyum-senyum saja melihat tingkah si
kakek.
"Sahabatku
Lawungu! Syukur kau datang! Lekas tolong diriku!" Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab berseru girang begitu dia melihat siapa yang datang.
Sebelumnya
Lawungu dan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab memang berjalan seiring. Tapi
disatu tempat mereka berpisah. Lawungu entah kemana sementara Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab membawa Wiro ke lembah kecil itu. Di tengah jalan Lawungu
membatalkan niatnya melakukan perjalanan seorang diri. Dia berusaha mencari Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab untuk bergabung kembali. Ketika menemui sang sahabat
dalam keadaan seperti ini tentu saja Lawungu jadi terkejut.
"Sahabatku!
Apa yang terjadi denganmu! Siapa yang mengikat begini rupa?!" bertanya
Lawungu.
"Nanti
kuceritakan padamu. Lekas kau buka dulu ikatan tali keparat ini dari
tubuhku!" jawab Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Di balik
semak belukar Betina Bercula berbisik.
"Kita
harus mencegah Lawungu membebaskan kakek geblek itu!" Tangannya kembali
hendak menggamit pantat Setan Ngompol. Tapi si kakek lebih dulu jauhkan diri.
Setan Ngompol kemudian berucap.
"Lawungu….
Lawungu… Ingat apa yang telah kau lakukan padaku? Saat pembalasan tiba! Aku
punya kaul ingin mencekoki mulutnya dengan air kencingku! Harus bisa kulakukan
saat ini juga!" Kakek ini lalu membisikkan sesuatu dengan cepat pada Naga
Kuning.
"Kau
mengerti?!" Si bocah mengangguk. "Cepat lakukan! Awas, hati-hati.
Ingat, kau harus berada antara Hantu Sejuta Tanya dan Lawungu. Usahakan berdiri
dalam satu garis lurus agar kau bisa menutup pandangan Hantu Sejuta
Tanya…."
Naga
Kuning mengangguk sekali lagi lalu anak ini keluar dari persembunyiannya dan
lari menyongsong langkah Lawungu yang tengah berjalan mendekati Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab yang saat itu ada di bawah pohon.
"Hai
apa yang kalian bisikkan tadi?" bertanya Betina Bercula.
"Jangan-jangan kau mau menyerahkan aku pada kakek berjubah ungu itu
sebagai tumbal!"
"Harap
kau diam saja. Lihat saja nanti apa yang terjadi. Jika aku perlu bantuanmu
jangan bertindak lalai!" jawab Setan Ngompol.
Dua kakek
itu tentu saja sama-sama terkejut melihat kemunculan Naga Kuning yang tidak
terduga. Naga Kuning bertindak cepat. Sebelum salah seorang dari dua kakek itu
berbuat atau mengucapkan sesuatu dia sudah melompat ke hadapan Lawungu sambil
membuka kancing-kancing bajunya hingga dadanya tersingkap lebar. Lawungu yang
hendak membentak garang menjadi kecut begitu matanya melihat gambar seekor naga
kuning bermata merah bergelung di dada Naga Kuning.
"Anak,
apa maumu…?" tanya Lawungu.
Ketika
menjawab Naga Kuning sengaja besarbesarkan suaranya. "Lawungu, kau
mempunyai otak tapi tidak mau berpikir. Kau mempunyai hati tapi tidak menaruh
perasaan. Lekas berlutut di hadapanku! Aku Naga Hantu Langit Ketujuh ingin
bicara denganmu!"
Lawungu
merutuk dalam hati.
"Lawungu!
Cepat kau bunuh anak itu!" Tiba-tiba dari bawah pohon sana Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab berteriak.
"Naga
Langit Ketujuh cukup bicara satu kali! Kali yang kedua aku akan menyedot
darahmu!" Naga Kuning kembali angkat bicara lalu gerakkan tangan mengusap
gambar naga kuning bermata merah di dadanya. Lawungu marah ada kecutpun ada.
"Lawungu!
Jangan dengarkan apa yang dikatakan anak keparat itu! Lekas bunuh!"
Kembali Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berteriak.
Lawungu
tekan rasa kecutnya, buang kebimbangan yang muncul dalam hatinya. Tangan
kanannya dihantamkan ke batok kepala Naga Kuning.
"Lawungu!
Awas di belakangmu!" Tiba-tiba terdengar lagi teriakan Hantil Sejuta Tanya
Sejuta Jawab.
Lawungu
kaget. Dia mendengar gerakan di belakangnya dan cepat berpaling. Tapi
terlambat. Satu totokan melanda urat besar di punggungnya sebelah kanan. Tak
ampun lagi kakek ini langsung tertegun kaku.
Setan
Ngompol tegak berkacak pinggang di hadapan Lawungu. Disampingnya tersenyum
genit Betina Bercula.
"Kakek
sialan bau pesing! Kau mau melakukan apa?! Awas kalau berani menyentuh
diriku!" Membentak Lawungu.
"Siapa
tidak berani!" jawab si kakek mata jereng lebar. Dengan dua jari tangan
kirinya Setan Ngompol dorong kening Lawungu kuat-kuat. Dalam keadaan kaku
Lawungu rebah ke belakang, jatuh tertelentang bergedebukan di tanah!
Setan
Ngompol berpaling pada Naga Kuning.
"Lakukan
tugasmu!"
Naga
Kuning menyeringai lalu susun dua tangan di atas kepala seperti hamba sahaya
mematuhi perintah tuan besarnya. Naga Kuning melompat ke arah serumpunan
semak-belukar. Sesaat kemudian dia kembali membawa patahan ranting sepanjang
setengah jengkal. Dengan paksa ranting itu ditunjangkannya ke mulut Lawungu
hingga mulut si kakek terbuka lebar tak bisa dikatupkan! Dalam keadaan seperti
itu Lawungu berusaha mengeluarkan ilmunya yang disebut Menyatu Jazad Dengan
Alam. Ilmu inilah yang membuat tangan Naga Kuning dan Setan Ngompol melekat
lengket ke pohon. Dengan cepat si kakek meniup. Tapi Naga Kuning keburu
mencekik urat-urat di lehernya hingga dia tidak mampu menggerakkan lidah dan
meniup.
Di bawah
pohon Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak tinggal diam. Dia jatuhkan dirinya
ke tanah lalu berguling kencang ke arah Naga Kuning yang tengah mengerjai
Lawungu.
"Naga
Kuning, awas ada hantu menggelinding hendak membokongmu dari belakang!"
Betina Bercula berseru.
"Aku
sudah dengar Culcul! Jangan khawatir!" jawab Naga Kuning yang menyebut
Betina Bercula dengan panggilan Culcul. Lalu dengan sigap anak ini berbalik
sambil tendangkan kaki kanannya.
"Bukkkk!"
Sosok
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang menggelinding di tanah terpental dua
tombak begitu dadanya dimakan tendangan Naga Kuning. Tubuhnya terhempas ke
bawah pohon tempatnya semula. Kakek ini menggigit bibir menahan sakit. Dia tak
berani lagi bergerak namun dari mulutnya menyembur caci maki tidak karuan. Naga
Kuning mencibir lalu kembali meneruskan pekerjaannya mengerjai Lawungu. Sesaat
kemudian sambi! susun dua tangan di atas kepala anak ini berkata.
"Siap
Kek! Silahkan dimulai upacara pemberian minuman kehormatan!" Naga Kuning
lalu melompat mundur.
Setan
Ngompol menyeringai lalu melangkah mendekati Lawungu yang tergeletak di tanah
dengan mulut menganga ditunjang ranting kecil. Matanya mendelik ketika melihat
Setan Ngompol rorotkan celananya ke bawah.
"Hak…
huk… hak… huk…." Hanya suara itu yang bisa dikeluarkan oleh Lawungu dari
dalam mulutnya. Lalu seerrrr…!
"Hai!
Kalau kau mau mengencingi orang itu mengapa tidak memberitahu padaku! Biar aku
tolong memegangi agar jatuhnya air kencingmu tidak meleset!"
Berkata
Betina Bercula lalu dia ulurkan kepala berusaha melihat ke bagian bawah perut
Setan Ngompol.
"Jangan
konyol Culcul!" kata Naga Kuning dan cepat menarik tangan lelaki banci
itu.
Air
kencing kuning kental mengucur masuk ke dalam mulut Lawungu. Kakek ini berusaha
menyemburkan tapi tidak bisa. Begitu mulutnya penuh maka gluk… gluk… gluk. Air
kencing yang memenuhi mulutnya tak bisa dibendung lagi. Meluncur turun melewati
tenggorokannya!
"Asyikkk….
Enak ‘kan…? Enak ‘kan?! Hangathangat pedas!" kata Naga Kuning pula pada
Lawungu lalu tertawa gelak-gelak. Betina Bercula ikut tertawa
terpingkal-pingkal.
"Aku
puas! Ha… ha… ha! Kaulku kesampaian!" kata Setan Ngompol dan tertawa
mengekeh lalu tarik kembali celananya ke atas.
"Kalian
berdua! Jahanam terkutuk! Aku bersumpah akan membunuh kalian! Sebelum mati aku
akan menyiksa kalian habis-habisan!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab.
"Kakek
Sejuta Tolol Sejuta Bodoh!" teriak Naga Kuning. "Kau bersabarlah!
Giliranmu segera datang!"
Anak ini
membisikkan sesuatu ke telinga Setan Ngompol lalu dia berkelebat lenyap ke
balik kerapatan pepohonan di ujung lembah. Tak lama kemudian Naga Kuning
kembali. Dia membawa sesuatu yang dibungkus dalam daun talas.
"Apa
yang kau dapat?" tanya Setan Ngompol.
"Lumayan
banyak Kek," jawab Naga Kuning lalu membuka bungkusan daun talas dan
memperlihatkan isinya pada si kakek seraya berkata. "Semut rangrang tujuh
ekor. Cacing tanah tiga ekor. Kalajengking dua ekor. Anak kadal dua ekor. Masih
ada tikus hutan satu ekor lalu kodok hijau satu ekor…. Ayo, Kek, mari kita
kerjai kakek satu itu!"
Betina
Bercula yang tegak disamping Setan Ngompol merinding menggeliat melihat
binatang-binatang dalam bungkusan daun talas itu. Akibatnya kakek itu lagi yang
kena dipelukinya karena geli dan ketakutan.
Naga
Kuning dan Setan Ngompol diikuti Betina Bercula segera mendekati Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab yang tergeletak di tanah menahan sakit. Dengan ujung batu
runcing Setan Ngompol hendak merobek jubah putih si kakek di bagian bawah perut,
di antara dua buah tali yang sengaja direnggangkan lebih dulu. Tapi Betina
Bercula cepat menyambar batu itu. Sambil tersenyum dia berkata. "Pekerjaan
satu ini aku yang layak melakukan!" Lalu Betina Bercula kedipkan matanya.
Setelah
itu dia membungkuk. Tangannya kiri kanan meluncur ke bawah perut Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab. Ditunggu-tunggu dia belum juga merobek pakaian si kakek.
"Hai!
Mengapa lama? Daritedi kau cuma memegang megang saja!" menegur Naga
Kuning.
"Sabar,
tenang! Bukan apa-apa. Aku harus mencari tempat yang tepat. Biar mantap
pekerjaan kita! Hik… hik… hik!"
"Laknat
terkutuk! Jangan kau berani melakukan itu! Jangan kau…" teriak Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Breettt!"
Ujung
batu lancip di tangan Betina Bercula merobek pakaian Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab di bawah perut. Lalu lelaki banci ini susun dua tangannya di atas kepala
dan berkata.
"Naga
Kuning, upacara pemberian makanan pada binatang langka yang punya mulut tapi
tidak bermata tidak berhidung serta tidak bertelinga siap dilakukan. Silahkan
dimulai…! Hik… hik… hik!"
"Kalian
jahanam semua!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Naga
Kuning tertawa cekikikan. Semua binatang yang ada dalam bungkusan daun talas
lalu dituangkannya ke bagian bawah perut Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab lewat
bagian jubah yang telah dirobek Betina Bercula. Tidak menunggu lama. Begitu
semut rangrang mulai menggigit dan japitan kalajengking mulai menghunjam
jeritan setinggi langit menggeledek keluar dari mulut Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab.
Naga Kuning
dan Betina Bercula tertawa terpingkal pingkal sementara Setan Ngompol sudah
mancur air kencingnya. Puas tertawa Naga Kuning berkata.
"Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab, silahkan kau bertanya pada diri sendiri dan menjawab
sendiri. Mengapa kejadian seperti ini bisa menimpa dirimu…."
Setan
Ngompol lantas menyambungi. "Pasti bukan bundamu yang salah mengandung.
Tapi ulah otak dan perbuatanmu yang tidak tahu diri! Ha… ha… ha…!"
Setan
Ngompol memegang lengan Naga Kuning dan Betina Bercula. Ketiga orang ini lalu
tinggalkan lembah yang mulai gelap. Di belakang mereka tiada putus-putusnya
terdengar suara jeritan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Diseling oleh suara
seperti mau muntah yang keluar dari mulut Lawungu.
"Aku
tidak dapat membayangkan bagaimana keadaan perabotan Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab sehabis diantuk kalajengking, digigit tikus dan kodok serta anak kadal.
Hik… hik… hik!" Naga Kuning tertawa.
"Pasti
matang bengkak. Sembab dimana-mana!" kata Setan Ngompol pula.
"Aku
tidak mengerti. Apa yang kalian maksud dengan perabotan?" bertanya Betina
Bercula.
"Jangan
pura-pura tidak tahu!" kata Naga Kuning pula. "Tadi waktu merobek
pakaian kakek itu aku melihat tanganmu sengaja berlama-lama memegang kian
kemari!"
"Oh,
jadi seperti yang aku lihat. Perabotan itu artinya buah terong peot karena lama
terjemur! Aku menyesal sempat melihatnya! Hik… hik… hik!" Betina Bercula
tertawa cekikikan. Naga Kuning dan Setan Ngompol mau tak mau ikut
terpingkal-pingkal.
Mendadak
tawa gelak ke tiga orang itu tersentak lenyap. Di udara satu benda putih
menukik dan melayang deras. Lalu segulung sinar berwarna biru berkiblat,
menghantam menyapu ke bawah. Kalau beberapa pohon saja patah bertumbangan maka
dapat dibayangkan apa yang terjadi dengan Naga Kuning, Setan Ngompol dan Betina
Bercula. Ketiganya mental berpelantingan lalu jatuh bergedebukan.
"Gila!
Badai apa yang menyerang kita?!" teriak Naga Kuning.
Setan
Ngompol tak sanggup keluarkan suara, tertelentang di tanah dan kucurkan
kencingnya. Di sampingnya Betina Bercula tampak pucat dan rangkulkan tangannya
ke pinggang si kakekyang langsung ditepis oleh Setan Ngompol. Perlahan-lahan ke
tiga orang itu mencoba bangkit berdiri. Setengah bangkit mereka sama-sama
keluarkan seruan tertahan ketika melihat siapa yang ada di hadapan mereka. Seorang
dara cantik jelita berpakaian putih. Wajahnya tampak bengis. Sepasang matanya
yang biru memandang menyorot. Di tangan kanannya ada sehelai selendang berwarna
biru, siap hendak dihantamkan kembali!
"Peri
Angsa Putih! Kau… kau yang barusan menyerang kami?" Naga Kuning yang
pertama sekali bersuara.
"Jangan
banyak mulut! Mana sahabat kalian yang bernama Wiro Sableng itu?!"
"Kelihatannya
ada kemarahan besar dalam diri Peri itu," bisik Setan Ngompol.
"Kami…
kami justru sedang mencarinya," menjelaskan Naga Kuning.
Peri
Angsa Putih memandang berkeliling. Matanya membesar ketika memperhatikan Betina
Bercula.
"Aku
tahu, kalian berdusta! Kalian pasti mengetahui dimana dia berada. Tapi tidak
apa! Aku pasti akan menemukan pemuda itu! Jika urusanku dengan dia sudah
selesai kalian berdua dan juga lelaki berdandan seperti perempuan ini akan
menerima bagian!
"Wahai!
Apa salah kami!" kata Betina Bercula.
"Peri
Angsa Putih, katakan apa yang terjadi. Kami lihat kau tengah dilanda amarah
besar!"
"Bukan
cuma aku! Tapi semua Peri dan Dewa di Negeri Atas Langit!"
Naga
Kuning dan Setan Ngompol saling berpandangan.
"Apa
pasal para Peri dan para Dewa marahmarah?" tanya Naga Kuning.
"Peri
Bunda diketahui berada dalam keadaan mengandung!"
jawab
Peri Angsa Putih dengan suara keras bergetar.
"Astaga…"
ucap Naga Kuning.
"Dan
diketahui pula bahwa Wiro Sablenglah yang menghamilinya!" Peri Angsa Putih
menyambung ucapannya.
"Celaka!"
Setan Ngompol berseru sambil pancarkan kencing.
"Gila!
bagaimana mungkin!" kata Naga Kuning.
"Peri
Angsa Putih, kami…." Si bocah tidak teruskan ucapannya. Sang Peri sudah
berkelebat lenyap dari tempat itu.
TAMAT
No comments:
Post a Comment