Badai Laut Utara
WIRO SABLENG
Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212
Karya:
Bastian Tito
************************
1
TIGA
penunggang kuda memperlambat lari tunggangan masing-masing ketika mencapai
sebuah mata air di kaki Gunung Gede sebelah timur. Saat itu sang surya baru
saja menggelincir dari titik tertingginya udara yang sejuk di kawasan itu
membuat terik cahaya matahari tidak terasa menyengat.
Penunggang
kuda sebelah depan, seorang kakek berjubah kuning, berwajah merah seperti udang
rebus dan cuma punya satu alis yaitu di atas mata kiri hentikan kuda dekat
mata air diikuti dua temannya. Dari peralatan penutup mata serta tanda-tanda
pada pelana yang dimiliki tiga ekor kuda besar agaknya ke tiga penunggangnya
bukan orang-orang sembarangan. Paling tidak mempunyai hubungan tertentu dengan
Kerajaan di wilayah timur.
"Jika
melanjutkan perjalanan dengan berlari, kurasa akan lebih cepat sampai di puncak
gunung. Kita bisa meninggalkan kuda di tempat ini. Ada air, banyak rumput.
Kelihatannya juga cukup aman. Bagaimana pendapat ki sanak berdua?" Si
jubah kuning yang di Keraton Jawa Tengah dikenal dengan panggilan Lor Sakti
Alis Tunggal bertanya pada dua temannya.
"Aku
setuju saja," jawab kakek bermata juling mengenakan pakaian ringkas biru,
lengkap dengan blangkon yang juga berwarna biru. Pada bagian depan blangkon
menempel kepala seekor ular yang sudah dikeringkan berwarna hitam belang coklat
putih. Dua tangan orang tua ini mulai dari pergelangan sampai ke sepuluh ujung
jari berwarna hitam pekat. Di kawasan selatan Jawa Tengah dia dikenal dengan
julukan Datuk Ular Jari Petir.
"Aku
yang muda menurut apa suka kalian."
Orang
ketiga membuka mulut. Barisan gigi dilapisi perak hingga jika mulutnya terbuka
kelihatan deretan gigi besar berkilat kumis lebat, janggut tebal dan berewok
tebal menutupi seantero wajah. Orang Ini mengenakan pakaian gombrang hitam.Yang
hebat di kepalanya menancap puluhan pisau kecil berwarna hijau tanpa gagang.
Dari warna pisau yang kehijauhijauan jelas bahwa senjata itu mengandung racun jahat
mematikan. Konon, jangankan manusia, seekor kerbaupun kalau tergores pisau akan
kelojotan dan menemui ajal. Luar biasa kalau orangnya sendiri tidak sampai
tersentuh racun padahal pisau jelas-jelas menancap di batok kepalanya yang
berambut gondrong tebal hitam. Beberapa tahun lalu orang ini dikenal sebagai
kepala rampok kejam yang gentayangan bersama beberapa anak buahnya mencari
mangsa di hampir setiap jalan utama menuju Kotaraja. Pada masa itu dia dikenal
dengan sebutan Warok Gigi Perak. Yang jadi korban kejahatannya bukan saja para
pedagang tapi dia juga berani menyerang dan menjarah para kerabat Keraton.
Dua orang
kakek tadi yaitu Lor Sekti AlisTunggai dan Datuk Ular Jari Petir berhasil
membujuknya untuk meninggalkan pekerjaan jahat itu lalu menjadikannya sebagal
salah seorang tokoh silat Kerajaan, bermukim di Kotaraja. Julukannya kemudian
dirubah menjadi Si Mayat Terbang. Manusia satu ini memiliki tangan kiri yang
lebih panjang dari tangan kanan. Hal ini karena dia seorang kidal dan selalu
mempergunakan tangan kiri untuk melempar pisau terbang yang jadi senjata
andalannya
Setelah
menyegarkan diri dengan meneguk air jernih sejuk dan mencuci muka, ke tiga
orang itu duduk di tepi mata air, beristirahat sambil bercakap-cakap. Sementara
kuda mereka kini ganti meneguk air sejuk di mata air dan melahap rumput liar
yang tumbuh di sekitar tempat itu.
"Kalau
tidak mendengar sendiri cerita Wisena, Perajurit Kepala yang bertugas di Gedung
Kepatihan itu, aku mana mau percaya bahwa sobat kita Ki Wulur Jumena tewas di
tangan seorang perempuan cantik yang konon kabarnya berotak sinting. Dan bukan
cuma Ki Wulur Jumena Cagak Genting sobat kita yang ahli pencari jejak itu juga
menjadi korban. Lalu Perwira Tinggi Suko Daluh! Gila! Benar-benar sulit
dipercaya! Datuk Ular Jari Petir gelengkan kepala berulang kali sambil
menggerak-gerakkan sepuluh jari tangannya hingga mengeluarkan suara
berkeretekan sementara dua bola matanya yang juling bergerak berputar-putar.
"Kejadian
itu memang merupakan satu hal luar biasa," menyahuti Lor Sekti Alis
Tunggal. "Tapi jika benar kabar yang kita sirap bahwa perempuan cantik itu
adalah murid Kiai Gede Tapa Pamungkas, mengapa harus heran? Kesaktian Kiai itu
sudah dianggap setengah Dewa Karenanya kalau nanti kita berhadapan dengan sang
Kiai, kita bicara baik-baik. Kita datang membawa surat perintah dari Kerajaan
untuk menangkap muridnya yang bernama Nyi Retno Mantili itu. Padahal setahu
semua orang Nyi Retno Mantili adalah istri dari Patih Wira Bumi yang dikabarkan
kabur sejak lebih setahun silam gara-gara bayi yang baru dilahirkannya raib
diculik orang! Hanya sayang sebelumnya kita tidak pernah berkesempatan melihat
wajah istri ketiga mendiang Patih Kerajaan itu."
"Apakah
tidak mungkin Patih Kerajaan juga dibunuh oleh Nyi Retno Mantili?" ujar Si
Mayat Terbang alias Warok Gigi Perak.
"Banyak
orang menduga begitu." Kata Lor Sekti Alis Satu. "Sungguh mengerikan.
Pagi itu mayat Patih Kerajaan diantar seseorang dalam peti mati. Leher dalam
koadaan putus! Siapa yang mengantar raib tidak diketahui. Ada yang melihat di
tempat itu muncul seorang nenek seram bermuka dan berambut merah. Tidak
seorangpun mengenal siapa dirinya." (Baca serial Wiro Sableng berjudul
"Dendam Mahluk Alam Roh").
"Lalu
siapa yang menghabisi Kepala Pengawal Bantarangin dan tokoh silat kerabat kita
Ki Luwak Ireng?" tanya Si Mayat Terbang.
"Aku
sempat menyaksikan mayat Cagak Lenting, Perwira Tinggi Suko Daluh, Bantarangin,
Ki Luwak Ireng.Tubuh mereka seperti dibelah golok raksasa. Namun anehnya
pinggiran luka tampak hangus! Senjata apa yang dipergunakan orang untuk
membantai mereka?" Ucap Datuk Ular Jari Petir.
"Bukan
golok, bukan senjata tajam.Tapi dua larik sinar ganas yang keluar dari sepasang
mata boneka kayu milik Nyi Retno Mantili! Wisena si Perajurit Kepala sempat
menyaksikan kejadiannya sewaktu Suko Daluh dan Wulur Jumena dihabisi. Wisena
juga memberi tahu. Ada seorang pemuda menyertai Nyi Retno sewaktu menyerbu
Gedung Kepatihan pada malam pesta besar-besaran itu! Tapi tidak diketahui siapa
adanya."
"Gila!
Benar-benar ganas dan berbahaya! Boneka Kayu! Mengeluarkan dua larik cahaya
yang bisa membunuh! "Si Mayat Terbang remas-remas cambang bawuknya yang
lebat meranggas.
Datuk
Ular Jari Petir memandang ke langit lalu berkata.
"Saatnya
kita pergi. Kita harus sampai di tempat kediaman Kiai Gede Tapa Pamungkas
sebelum malam datang."
"Tunggu!"
Berkata Lor Sekti Alis Tunggal.
"Ada
apa?" tanya Si Mayat Terbang sementara Datuk Ular Jari Petir kembali
menggerak-gerakkan sepuluh Jari tangan hingga mengeluarkan suara berkeletekkan.
Lor Sekti
kakek berjubah kuning muka merah dan cuma punya satu alis itu melintangkan jari
telunjuk tangan kiri di atas bibir.
"Kau
cepat mengawasi tiga ekor kuda. Jangan sampai binatang Itu ada yang meringkik
karena gelisah! Lakukan cepat!" Katanya pada Si Mayat Terbang.
Walau
tidak mengerti mengapa si kakek berkata begitu namun si berewok bergigi perak
ini cepat berdiri dan melakukan apa yang diperintah. Satu demi satu tiga ekor
kuda yang tengah merumput diusapi agar berlaku jinak dan tenang.
Lor Sekti
Alis Tunggal sendiri kemudian letakkan telinga kirinya di tanah sementara Datuk
Ular Jari Petir memperhatikan lalu memandang berkeliling. Sang Datuk kemudian
ikutan jongkok dan berbisik.
"Ada
orang datang?"
Lor Sekti
Alis Tunggal kedipkan mata tanda mengiyakan.
"Seberapa
jauh?"
"Cukup
jauh. Langkahnya kudengar terkadang tertahan-tahan. Orang ini berjalan seperti
tanpa tujuan. Mungkin hatinya sadang gelisah. Tapi jelas dia menuju ke arah
sini. Mungkin dia tahu ada mata air di tempat ini. Dia memiliki ilmu meringankan
tubuh luar biasa tinggi!" Telingaku hampir sulit membedakan gerak langkah
kaki dengan tiupan angin!"
Datuk
Ular Jari Petir angkat kepala. Memandang berkeliling. Dia tidak melihat
siapa-siapa. Lalu dia membungkuk kembali.
"Kau
bisa mengetahui yang datang itu lelaki atau perempuan?"
"Saat
ini sulit kuketahui. Masih terlalu jauh. Tunggu sebentar lagi. Sobatku, jangan
bicara terlalu keras. Orang yang datang agaknya bukan manusia sembarangan. Bisa
saja dia mendengar semua pembicaraan kita di sini walau berbisik-bisik."
Karena
terlalu lama jongkok menungging di tanah, tidak terasa Datuk Ular Jari Petir
tiba-tiba buuutttt pancarkan kentut!
Lor Sekti
Alis Tunggal marah sekali tapi tak mau memaki.
Perhatiannya
pecah. Datuk Ular Jari Petir menyesali kesembronoannya tapi tidak dapat menahan
tawa. Agar tawa tidak menyembur kakek ini cepat tutup mulutnya dengan telapak
tangan kiri.
Di dekat
pohon Si Mayat Terbang sudah mulai keluarkan tawa mengekeh.
Tiba-tiba
sepasang mata Lor Sekti Alis Tunggal membesar. Kepala diangkat dari tanah.
Saat itu juga dia membuat gerakan melompat sambil melesat ke depan, menunjuk
dan berteriak.
"Itu
orangnya!"
Lor Sekti
Alis Tunggal dan Si Mayat Terbang segera Ikut berkelebat Tiga ekor kuda
meringkik keras. Sesaat kemudian tiga orang tokoh silat Istana dari timur itu
telah mengurung seorang gadis berpakaian biru berwajah cantik tapi pucat dan
berambut panjang tergerai kucai.
************************
2
DAPATKAN
dirinya dikurung dan siap disergap tiga orang tidak dikenal, namun pasti manusia-manusia
berkepandaian tinggi, sepasang alis mata bagus gadis berpakaian biru mencuat ke
atas. Bibir merah sunggingkan senyum membuat munculnya lesung pipit di kedua
pipi. Namun jelas senyum itu membersitkan rasa jengkel.
"Kalian
siapa?" Suaranya bertanya datar, sama sekali tidak menunjukkan rasa takut.
Si Mayat
Terbang alias Warok Gigi Perak dekati Lor Sekti AlisTunggal dan berbisik.
"Kurasa
bukan ini orangnya."
"Aku
memang meragukan, tapi lihat, wajahnya cantik. Belum apa-apa dia sudah
tersenyum. Hanya perempuan sinting yang tersenyum pada orang yang tidak
dikenalnya. Apa lagi kita sudah menunjukkan sikap mengurungi. Ingat keterangan
mata-mata Kerajaan? Terakhir sekali perempuan itu terlihat mengenakan pakaian
biru, berada di sekitar Gunung Gede ini," jawab si kakek jubah kuning.
"Tapi
yang ini rambutnya pirang, tidak hitam," Si Mayat Terbang masih tidak
berubah pendapat.
"Bisa
saja dia sengaja merubah warna rambutnya agar tidak diketahui siapa jati
dirinya." jawab Lor Sekti AlisTunggal.
Datuk
Ular Jari Petir sambil gerak-gerakkan sepuluh jari tangan dan menatap si gadis
dengan mata juling, mendengar apa yang saling dibisikkan dua temannya,
buru-buru mendatangi dan ikut berbisik.
"Kita
harus berhati-hati. Jangan salah tangkap apa lagi sampai salah menggebuk.
Perempuan satu ini sama sekali tidak membawa boneka kayu. Kita semua tahu
boneka itu merupakan salah satu ciri-ciri Nyi Retno Mantili. Salaln itu kita
harus hati-hati. Walau cantik tapi dia menyimpan kepandaian tinggi."
"Kalian
bicara berbisik-bisik! Ada apa ini? Siapa kalian?!" kembali gadis cantik
berpakaian biru bertanya. Suara tetap datar dan malah kelihatan begitu tenang
sementara senyum masih belum pupus di wajahnya
"Biar
aku yang menjawab," kata Lor Sekti Alis Tunggal. Lalu dia maju dua langkah
mendekati gadis berbaju biru berambut pirang.
"Kami
bertiga adalah orang-orang utusan Keraton di Jawa Tengah. Kami dalam perjalanan
mencari seseorang. Dan seseorang itu kami rasa adalah engkau…"
Belum
habis Lor Sekti Alis Tunggal berucap, si cantik berambut pirang yang bukan lain
adalah Bidadari Angin Timur angkat tangan kiri memberi tanda agar si kakek
jubah kuning berhenti bicara.
"Jauh-jauh
dari Jawa Tengah, mencari seseorang hanya mengandalkan perasaan! Betapa
tololnya!"
Meski
tersengat dikatakan tolol namun Lor Sekti Alis Tunggal maju satu langkah sambil
ajukan pertanyaan.
"Bukankah
kau Nyi Retno Mantiil, murid Kiai Gede Tapa Pamungkas, Janda mendiang Patih
Kerajaan Wira Bumi?”.
Mendengar
perkataan si kakek beralis satu Bidadari Angin Timur dongakkan kepala lalu
tertawa panjang. Begitu tawa dihentikan dia langsung membentak.
"Kenal
diriku tidak! Mengaku tokoh persilatan Istana! Bertiga menghadang seorang
perempuan di tengah jalan! Sungguh perbuatan rendah! Tidak sopan
memalukan!"
"Kau
telah membunuh beberapa sahabat kami. Masih bisa tertawa! Malah berani
membentak!" Kata Lor Sekti Alis Tunggal dengan mata memandang tak
berkesip.
"Melihat
tampang kalian aku curiga kalian Ini sebenarnya adalah rampok gadungan!
Menyingkirlah sebelum aku jadi muak! Cari mangsa lain yang bisa kajian
jarah!"
Datuk
Ular Jari Petir usap mukanya dengan sepuluh jari tangan lalu berkata.
"Kami membawa surat perintah penangkapan atas dirimu! Kau tak mungkin
berkilah apa lagi berusaha lolos! Lor Sekti, perlihatkan padanya Surat Perintah
Penangkapan dari Kerajaan!’
Dari
balik jubah kuningnya kakek bernama Lor Sekti Alis Tunggal keluarkan satu
gulungan kain putih. Gulungan dibuka dan dibentang lalu di perlihatkan pada
Bidadari Angin Timur!
"Silahkan
kau baca sendiri!"
Bidadari
Angin Timur tertawa geli.
"Orang
tua beralis satu! Kau yang membawa surat silahkan kau yang membaca!"
Lor Sekti
Alis Tunggal Jadi bingung karena dia tidak pandai membaca alias buta huruf!
Melihat hal ini Datuk Ular Jari Petir segera mengambil gulungan kain yang sudah
terbentang dan membaca tulisan yang tertera keras-keras.
"Atas
Nama Hukum Dan Keadilan. Kerajaan dengan Ini memerintahkan penangkapan atas
diri Nyi Retno Mantili dalam keadaan hidup ataupun mati." Yang
bersangkutan diketahui telah membunuh seorang Perwira Tinggi Kerajaan dan
beberapa orang tokoh silat Istana. Tertanda atas nama Perwira Tinggi Kerajaan
pangeran Aryo Adinegoro/Pejabat Sementara Patih Kerajaan"
Kembali
Bidadari Angin Timur umbar tawa panjang.
"Aku
bisa membuat sepuluh surat perintah penangkapan seperti itu. Menangkap kalian
sekaligus bertiga! Sudahlah, kalian semua harap menyingkir. Jangan ngacok di
siang bolong! Aku mau melanjutkan perjalanan."
"Apa
kau tidak melihat ada Cap Kerajaan di bagian bawah surat tadi? Ini bukan surat palsu!
Pangeran Aryo Adinegoro bukan orang sembarangan. Dia adalah putera ke-empat
dari Permaisuri!" Si Mayat Terbang untuk pertama kalinya membuka mulut.
Wajahnya yang garang tampak gusar karena merasa tidak dipandang sebelah mata
oleh si cantik berambut pirang itu.
Bidadari
Angin Timur perhatikan tampang orang. Dalam hati dia membatin, manusia satu ini
angker juga! Pisau yang menancap dikepalanya mengandung racun. Tapi dia sendiri
tidak keracunan! Aku perlu mengawasi orang ini kalau pertarungan tidak bisa
dihindari."
"Aku
tidak pernah mengatakan surat itu palsu. Aku hanya tidak percaya pada kalian.
Mengaku utusan Kerajaan. Anak buah Pangeran Aryo! Bagaimana aku bisa percaya
kalian adalah orang-orang Kerajaan! Tapi diam-diam Bidadari Angin Timur sudah
memaklumi kalau ketiga orang tak dikenalnya itu memang adalah orang-orang yang
punya hubungan dekat dengan Kerajaan. Ini diketahuinya dari bentuk dan
tanda-tanda pada pelana serta penutup mata tiga kuda tunggangan milik mereka.
"Aku
Lor Sekti AlisTunggal. Kakek berpakaian biru ini Datuk Ular Jari Petir dan
sahabat muda ini dikenal dengan nama Si Mayat Terbang…"
"Ah,
nama kalian hebat-hebat semua. Membuatku kagum! Hik … hik!" ucapan
Bidadari Angin Timur seperti memuji namun mimiknya menunjukkan ejekan. Gadis
ini lanjutkan ucapan.Tapi kalian dengar baik-baik ya. Aku bukan orang yang
kalian cari. Aku bukan Nyi Retno Mantili."
"Kau
berdusta! Kau sengaja menyamar dengan merubah warna rambutmu!" Berkata
Datuk Ular Jari Petir.
Mendengar
ucapan orang Bidadari Angin Timur tertawa.
"Datuk,
kau belum tahu wanginya rambutku!"
Sang dara
goyangkan kepala. "Silahkan mencium!"
"Setttr”
Rambut
pirang panjang melesat laksana pedang menabas. Bau harum semerbak menebar.
Datuk Ular Jari Petir berseru kaget dan marah, buru-buru menyingkir mundur
selamatkan hidung dari sambaran ujung rambut.
Sambil
tertawa panjang Bidadari Angin Timur menarik putus dua rambut pirangnya lalu
dilempar ke arah sang Datuk berblangkon biru. Dua helai rambut yang lemas
lembut dan harum itu berubah laksana dua batang kawat baja, melesat ke arah
Datuk Ular Jari Petir. Kalau sampai menembus salah satu bagian tubuh, apa lagi
kepala bisa jadi perkara Maut!
Meski
belum sempat mengimbangi diri namun Datuk Ular dengan sebat pergunakan tangan
kiri untuk menangkap dua helai rambut.
"Silahkan
kau memeriksa apa rambut pirangku adalah rambut palsu!" Ucap Bidadari
Angin Timur.
Dengan
mata berkilat Datuk Ular memperhatikan. Dua helai rambut kemudian
diremas-remas. Warna pirang tidak luntur. Bagian dalam yang putus-putus
berwarna sama dengan warna rambut sebelah luar. Sang Datuk tidak berkata
apa-apa hanya pelipisnya tampak bergerak-gerak tanda menahan amarah.
Kembali
Bidadari Angin Timur tertawa cekikikan.
"Perempuan
sinting! Mana boneka kayu yang kau pakai membunuh para tokoh Istana?!"
Membentak Si Mayat Terbang.Tangan kiri bergerak-gerak tanda mulai gatal ingin
mencabut dan melemparkan pisau terbang beracun.
"Tubuhmu
bau! Mulutmu lebih bau lagi! Sudah berapa lama kau tidak mandi? Hik…hik! Kau
kira aku anak kecil yang suka main boneka?!" ejek Bidadari Angin Timur
yang membuat lelaki berewokan itu menggereng marah. Kalau semasa masih jadi
warok kepala rampok otak kotor pasti sudah memenuhi kepalanya berhadapan dengan
gadis secantik itu dan saat itu juga tentu sudah disergapnya.
"Kau
telah membunuh beberapa tokoh silat Istana. Sesuai perintah jika kau tidak
menyerahkan diri secara baik-baik maka mayatmu yang akan kami bawa ke hadapan
Raja!" Lor Sakti AlisTunggal angkat bicara.
"Tapi
kami tidak ingin berlaku sekejam Itu."
Bidadari
Angin Timur mendengus.
"Begitu…
? Aku sudah berkata yang sebenarnya. Kalian orang-orang tolol masih ngotot mengira
aku Nyi Retno Mantili! Kalau kalian memang Ingin membunuhku, silahkan! Aku mau
lihat sampai dimana kehebatan kalian) Saat ini aku memang kepingin mati! Kalau
aku sudah mati nanti aku beri tahu pada kalian bagaimana rasanya mati Itu!
Hilc.hik… hik!"
"Berani
menantang! Dasar perempuan sinting! Apa kau kira kami tidak tega
membunuhmu?!" teriak SI Mayat Terbang marah. Dia segera gerakkan tangan
kiri ke atas kepala dimana puluhan pisau beracun menancap.
Lor Sekti
AlisTunggal menahan gerakan Si Mayat Terbang dengan memegang lengan kirinya
Dengan menekan suaranya agar terdengar lebih sabar kakek Ini bertanya pada
Bidadari AnginTimur.
"Jika
kau memang bukan Nyi Retno Mantili yang menyamar, lalu siapa dirimu
adanya?!"
"Apa
perduli kalian siapa diriku?!" Dalam hati Bidadari AnginTimur memaki.
"Pikiran sedang kacau balau ada saja orang-orang yang membuatku tambah
jengkel!"
Datuk
Ular habis sabarnya. Tapi Lor Sekti Alis Tunggal masih berusaha menahan diri.
"Nyi
Retno Mantili, kami masih menghormati mendiang suamimu Wira Bumi. Kami mohon
kau mau menyerah secara baik-baik dan ikut kami ke Jawa Tengah. Kami akan
memohon agar hukuman atas dirimu bisa diperingan oleh Sri Sultan."
Mendengar
ucapan si kakek Bidadari AnginTimur tertawa bergelak.
"Kakek
edan muka merah seperti udang rebus! Kapan aku pernah dikawin Wira Bumi! Kapan
aku pernah Jadi istri Patih Kerajaan….!"
Datuk
Ular berbisik pada kambratnya kakek jubah kuning. "Lor Sekti, aku jadi
yakin perempuan ini memang Nyi Retno Mantili. Dari kabar yang aku sirap
Nyi Retno
selalu bicara begitu pada semua orang! Tidak pernah mengakui kalau dia adalah
Istri Patih Kerajaan Wira Bumi."
"Kakek
budek torek! Apa kau tidak dengar tadi aku bilang aku ini bukan Nyi Retno
Mantili?!" Bidadari AnginTimur berkata setengah berteriak.
Kakek
berjubah kuning terdiam namun kawannya si blangkon biru Datuk Ular berteriak.
"Kawan-kawan.
Mari kita tangkap betina satu ini! Kalau melawan jangan ragu-ragu
menghabisinya!"
Begitu
tiga orang dihadapannya mulai bergerak Bidadari Angin Timur yang memiliki ilmu
meringankan tubuh tinggi serta gerakan luar biasa cepat segera berkelebat.
Gerak tubuhnya kelihatan seolah melesat ke atas lalu melayang turun masuk ke
dalam mata air. Dan lenyap!
Lor Sekti
Alis Tunggal terkejut. Seumur hidup belum pernah dia melihat orang memiliki
kecepatan gerak seluar biasa itu.
Bidadari
Angin Timur telah mengeluarkan limu meringankan tubuh bernama Ilmu Selaksa
Kilat.
"Gila!
Dia masuk menghilang ke dalam air!" Berseru Si Mayat Terbang.
"Jangan
tertipu!" teriak Datuk Ular Jari Petir. "Perempuan itu tidak masuk ke
dalam mata air. Dia pasti mendekam di tempat lain!" Sang Datuk berkata
begitu karena dia tidak melihat air menyiprat. Kakek Ini memandang berkeliling,
lalu berteriak.
"Dia
ada di atas pohon sana!"
Lor Sekti
Alis Tunggal dan Si Mayat Terbang memandang ke arah yang ditunjuk Datuk Ular.
Ternyata memang benar. Saat itu si gadis berpakaian biru berambut pirang telah
berada di atas pohon besar tak jauh dari mata air.
Setelah
saling memberi tanda Datuk Ular Jari Petir dan Lor Sekti Alis Tunggal dengan
gerakan kilat melepas pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi dan
hawa sakti ganas ke atas pohon.
Dua larik
sinar merah dan hitam menderu. Si Mayat Terbang tak tinggal diam. Sekali
tangannya bergerak ke atas kepala, dua pisau terbang melesat ke arah pohon.
Saking cepatnya lemparan dua pisau hanya terlihat berupa dua larik cahaya
hijau!
"Kurang
ajar! Tiga orang itu benar-benar punya niat hendak membunuhku!" Kertak
Bidadari Angin Timur.
Dua
tangan disilang di depan dada. Sepuluh jari disusun lurus.
Sambil
mengibaskan dua tangan ke bawah, Bidadari AnginTimur melompat turun. Jungkir
balik dua kali di udara.
"Blaarrr!
Blaaarrr!"
************************
3
UNTUK sementara
kita tinggalkan Bidadari Angin Timur yang terancam keselamatannya karena hendak
dihabisi oleh tiga tokoh silat Istana dari Jawa Tengah.
Di dasar
laut utara, dalam satu Istana batu pualam. Ratu Laut Utara duduk di atas kursi
besar berlapis emas. Dalam usia yang sudah empat puluh tahun wajah tetap cantik
dan lekuk tubuhnya elok menggairahkan. Apa lagi dia mengenakan pakaian biru
panjang ketat yang pada kedua sisinya dibelah tinggi hingga kakinya yang mulus
tersingkap putih sampai ke paha terus ke pangkal pinggul.
Setelah
merapikan rambut dan letak mahkota emas bertabur batu permata di kepala, sang
Ratu arahkan pandangan sepasang bola matanya yang kelabu ke atas meja batu
pualam di hadapannya. Di atas meja itu terletak sebuah seloki besar terbuat
dari batu pualam berisi cairan berwarna merah. Dalam genangan cairan merah
terdapat sebuah benda putih dengan bundaran hitam di sebelah tengah serta
serabut-serabut merah di bagian belakang. Benda ini adalah mata kiri Patih Wira
Bumi yang dulu dicungkil dan diambil sebagai jaminan bahwa dia tidak akan
melanggar janji.
Seperti
dituturkan dalam serial Wiro Sableng berjudul "Bayi Satu Suro" Wira
Bumi dengan diantar oleh Nyai Tumbal Jiwo yang menampilkan diri sebagal Nyi
Wulas Pikan telah mendatangi Kerajaan Ratu Laut Utara. Kepada Sang Ratu mereka
minta pertolongan aqar diberi petunjuk dimana beradanya bayi Nyi Retno Mantili
yang bernama Ken Permata. Sebagai imbalan kedua orang itu akan menyerahkan Batu
Mustika Angin Laut Kencana Biru yang telah dicuri Nyai Tumbal Jiwo dari Istana
Ratu Laut Selatan Nyai Roro Kidul.
Ratu Laut
Utara bersedia menolong namun dengan syarat Wira Bumi harus menyerahkan mata
kirinya sebagal jaminan bahwa setelah dia mendapatkan bayi maka dia akan
kembali untuk menyerahkan batu mustika sakti dan memperhambakan diri pada Ratu
Laut Utara. Karena tidak mungkin mundur lagi akhirnya Wira Bumi pasrah
menyerahkan mata kirinya. Seperti diketahui Wira Bumi bersama Nyai Tumbal Jiwo
tidak berhasil mendapatkan bayi Nyi Retno Mantili yang ada di tempat kediaman
Datuk Rao Basaluang Ameh di Danau Maninjau Pulau Andalas. Wira Bumi sendiri
kemudian menemui ajal ditabas dengan golok oleh Pendekar212 di Pulau Gilang
pada malam perayaan Satu Suro. Bayi Nyi Retno Mantili dibawa kembali oleh Datuk
Rao Basaluang Amen ke Danau Maninjau disertai pesan agar kelak Wiro sendiri
yang akan menjemputnya.
Di
samping meja batu pualam duduk bersimpuh seorang nenek berkepala berbentuk
aneh. Bagian atas kepalanya yang berwarna ungu lebih kecil dari kedua pipi.
Bibir tebal dower merah seperti dibalut darah sedang sepasang mata bengkak
gembung nyaris tertutup. Nenek Ini bernama Nyi Kuncup Jingga, merupakan tangan
kanan pembantu kepercayaan Ratu Laut Utara. Konon dia mempunyai kelainan yaitu
hanya suka pada insan sesama jenis.
Setelah
menatap tak berkesip sekian lama pada mata Wira Bumi yang ada di dalam seloki
batu pualam, Ratu Laut Utara unjukkan wajah berkerut dan berulang kali menarik
nafas dalam. Walau tahu kalau ada sesuatu namun Nyi Kuncup Jingga diam menunggu
tidak berani bertanya.
"Nyi
Kuncup. Sesuatu telah terjadi dengan orang yang punya mata itu." Berucap
Ratu Laut Utara.
"Saya
mohon petunjuk Sri Paduka Ratu," kata si nenek pula.
"Wira
Bumi Patih Kerajaan telah menemui ajal. Sekitar satu purnama lalu. Perjanjian
tidak mungkin diteruskan. Namun apa yang sudah dikatakan harus menjadi
kenyataan. Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru yang dikatakan akan diserahkan
kepadaku harus kita dapatkan kembali."
Mendengar
keterangan sang Ratu, Nyi Kuncup Jingga sudah mengerti apa yang harus
dilakukan.’ Nenek Ini bertepuk tiga kali. Sesaat kemudian muncul dua gadis
cantik membawa sebuah dulang terbuat dari perak. Inilah nampan yang disebut
Dulang Perak Sejuta Mata. Dulang berisi air berwarna kebiruan diletakkan di
atas meja pualam di samping seloki berisi mata kiri Wira Bumi. Melalui air di
dalam dulang Ratu Laut Utara memiliki kemampuan untuk melihat sesuatu di tempat
Jauh. Ratu usapkan tangan kanan di atas dulang, asap mengepul. Begitu kepulan
asap sirna Ratu Laut Utara memperhatikan cairan dalam dulang tanpa berkesip.
Sesaat kemudian Ratu memberi isyarat. Dua gadis mengambil dulang dari atas meja
dan tinggalkan tempat itu.
"Nyi
Kuncup Jingga…"
"Hamba
Sri Paduka Ratu…"
"Menurut
apa yang aku lihat, Batu Mustika Angin Laut, Kencana Biru telah berpindah
tangan beberapa kali. Namun saat Ini batu sakti itu telah berada kembali di
tangan nenek serba merah yang dadanya geroak dan tempo hari pernah datang ke
sini menemani Wira Bumi…"
"Saya
Ingat Sri Paduka Ratu. Nenek itu menampilkan diri sebagai perempuan cantik
mengaku bernama Nyi Wulas Pikan…"
"Betul…
ada kesan bahwa untuk mendapatkan batu sakti itu dia telah merubah diri menjadi
seorang gadis bermata biru, Ratu Duyung, orang kepercayaan Ratu Laut Selatan.
Kau harus mencari mahluk alam roh yang sebenarnya bernama Nyai Tumbal Jiwo itu.
Dapatkan kembali batu sakti itu. Aku tidak ingin batu mustika itu kembali ke
Laut Selatan. Aku juga memerintahkan agar kau membunuh Nyai Tumbal Jiwo. Nenek
satu itu perlu dikembalikan ke alam roh lapisan ketujuh untuk selama-lamanya.
Menurut yang aku lihat dia akan berada di pantai utara tak selang berapa lama.
Aku tidak tahu apa keperluannya di tempat itu."
"Perintah
Sri Paduka Ratu akan saya laksanakan," kata Nyi Kuncup Jingga lalu bangkit
berdiri.
"Ajak
serta Ki Ngumpil Sebaki alias SI Lidah Hantu untuk membantumu. Aku menaruh
firasat dalam mencari Nyai Tumbal Jiwo kau juga akan berhadapan dengan
orang-orang lain berkepandaian tinggi."
"Baik
Sri Paduka Ratu. Saya akan menemui KI Ngumpil Sebaki…"
"Saat
ini dia masih bertapa di lapisan ke dua dasar Laut Utara. Tunggu sampai malam
tiba saat dia mengakhiri tapanya."
"Baik
Sri Paduka Ratu." Nyi Kuncup Jingga membungkuk, siap untuk berlalu dari
hadapan sang Ratu.
"Ada
satu hal lagi Nyi Kuncup…"
"Hamba
Sri Paduka Ratu…"
"Dalam
air di Dulang Perak Sejuta Mata aku melihat bayangan Ratu Duyung bersama
seorang pemuda berpakaian hitam berambut panjang sebahu. Mereka tengah mencari
dan mengejar si pencuri Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru. Jika Nyai Tumbal
Jiwo mengarah ke pantai utara, mereka pasti akan mengejar ke jurusan yang sama.
Untuk kedua orang itu aku punya pesan khusus. Jika kau bertemu mereka jangan
ragu-ragu untuk membunuh Ratu Duyung. Namun tangkap hidup-hidup pemuda
berpakaian hitam. Bawa ke hadapanku."
"Saya
mengerti Sri Paduka Ratu. Perintah Sri Paduka Ratu akan saya laksanakan. Namun
agar tidak kesalahan tangan, mohon diberi tahu siapakah adanya pemuda
berpakaian hitam berambut panjang sebahu itu?"
Ratu Laut
Utara tidak segera menjawab. Mata memandang ke arah kejauhan. Air mukanya jelas
membayangkan sesuatu lalu dengan suara perlahan mulutnya berucap.
"Aku
sudah lama menunggu kedatangannya. Aku tidak Ingin Ratu Laut Selatan
mendapatkan pemuda Itu. Kau pasti pernah mendengar nama dan julukan pemuda itu.
Namanya Wiro Sableng. Julukannya Pendekar Kapak Maut Naga Geni Dua Satu
Dua…"
"Ah
." Nyi Kuncup Jingga melepas suara kagum lalu anggukkan kepala berulang
kali. "Saya akan membunuh Ratu Duyung gadis penggoda itu. Saya akan
membawa Pendekar Dua Satu Dua ke hadapan Sri Paduka Ratu. Memang dia teramat
pantas untuk bersanding dengan Sri Paduka Ratu. Saya mengerti, bila Sri Paduka
Ratu sudah bersama dia maka delapan penjuru angin rimba persilatan di laut dan
di daratan akan berada dalam genggaman Sri Paduka Ratu."
Tanpa
menoleh pada Nyi Kuncup Jingga. Ratu Laut Utara anggukkan kepala. Sekelumit
senyum muncul di wajahnya. Di dalam hati sang Ratu berkata
"Terus
terang, aku lebih mementingkan dan mengharapkan pemuda itu dari pada batu
mustika sakti."
Kemudian
ketika tiba-tiba ada teriakan mengiang di telinganya Ratu Laut Utara tersentak.
Paras berubah, tubuh terlonjak bangkit Dalam hati dia berkata penuh kebencian.
"Ayu
Lestari! Tunggu hari kematianmu.Tiga ratus hari tidak lama lagi! Kau akan
berkubur di dasar laut utara! Setelah itu tidak akan ada lagi gangguan atas
kekuasaanku di Laut Utara ini!"
Ratu Laut
Utara tekan lengan kursi kiri kanan. Luar biasa! Didahului suara berdesir saat
itu juga kursi besar berlapis emas itu amblas masuk ke dalam lantai batu pualam.
Lenyap bersama sosok sang Ratu.
************************
4
KEMBALI
pada Bidadari Angin Timur yang tengah mendapat serangan tiga musuh tangguh,
mengaku utusan Kerajaan di Jawa Tengah dan hendak menangkap dirinya karena
dianggap sebagai Nyi Retno Mantili yang telah membunuh seorang Perwira Tinggi
dan beberapa tokoh silat Istana. Dari tangan kanan Datuk Ular Jari Petir
menderu selarik sinar hitam sementara pukulan tangan kosong yang dilepaskan Lor
Sekti Alis Tunggal mengeluarkan cahaya merah angker. Di saat yang bersamaan dua
pisau terbang yang dilempar SI Mayat Terbang melesat sebat dan saking cepatnya
lenyap membentuk dua larik sinar hijau menggidikkah.
Di atas
pohon, melihat datangnya tiga serangan dahsyat Bidadari AnginTimur cepat
silangkan dua tangan di depan dada. Sepuluh jari disentak lurus. Sambil
melompat turun dua tangan dihantamkan ke bawah. Dua larik sinar hijau laksana
dua pedang membabat menyambar menyambut datangnya serangan. Bersamaan dengan
Itu dia membuat gerakan jungkir balik dua kali berturut-turut Semua dilakukan
dengan gerakan serba cepat mengandalkan ilmu Selaksa Kilat hingga sosok gadis
itu berubah menjadi sekilas cahaya biru.
"Blaarrr!
Biaarr!"
Dua
letusan keras menggelegar.Tanah bergetar. Air di mata air muncrat ke atas.
Cahaya merah, hijau dan hitam bertabur di udara. Meski mampu turun dengan kaki
menjejak tanah lebih dulu namun tubuh Bidadari Angin Timur untuk sesaat tampak
tergontai-gontai. Wajahnya yang pucat tambah putih. Di lain pihak Lor Sekti
AlisTunggal dan Datuk Ular Jari Petir saling berpegangan tangan agar tidak
rubuh. Muka Lor Sekti Alis Tunggal tampak tambah merah sedang tampang Datuk
Ular kelihatan kelam membesi. Hanya Si Mayat Terbang yang masih tetap berdiri
kokoh karena tenaga dalamnya tidak bertabrakan langsung dengan tenaga dalam
Bidadari AnginTimur. Gerakan melompat yang disertai jungkir balik kilat membuat
Bidadari Angin Timur mampu mengelakkan serangan dua pisau beracun.
Begitu
dua pisau menancap di batang pohon, serta merta kulit pohon yang tadinya coklat
kehitaman berubah menjadi hijau. Tiga cahaya mengandungi hawa sakti yang
bertebaran ke udara membuat ranting dan daun pohon hangus menghitam, dedaunan
jatuh luruh ke tanah.
Dalam hal
ilmu meringankan tubuh kelihatannya Bidadari Angin Timur bisa mengatasi
kehebatan ke tiga lawan. Namun menghadapi gabungan tiga tenaga dalam terlalu
besar bahayanya. Hal Ini disadari oleh Bidadari AnginTimur.
"Aku
harus menghajar si berewok ini lebih dulu. Tenaga dalamnya tidak seberapa namun
pisau beracunnya sangat berbahaya! Tubuhnya tahan terhadap racun pisau! Aku
tahu rahasia kehebatan sekaligus kelema!hannya! Ginjal di dalam tubuhnya!"
Apa yang
diduga Bidadari AnginTimur memang benar adanya. Si berewok yaitu Si Mayat
Terbang memiliki kehebatan luar biasa tidak keracunan oleh pisau yang menancap
di batok kepalanya karena dia memiliki semacam penyaring racun yaitu ginjal di
dalam tubuhnya.
Manusia
biasa memiliki dua buah ginjal. Tapi ketika dilahirkan Si Mayat Terbang konon
memiliki empat ginjal sekaligus!
Lor Sekti
Alis Tunggal diam-diam juga telah mengukur kehebatan lawan. Dia dan kawan-kawan
pasti bisa meringkus atau membunuh gadis berambut pirang itu. Namun di antara
mereka tidak mustahil ada yang akan jadi korban. Maka kakek bermuka merah
keluarkan ucapan membujuk untuk kesekian talinya
"Nyi
Retno, dari pada kau mati percuma harap mau berpikir sekali lagi. Harap kau mau
menyerahkan diri secara baik-baik!"
Bidadari
Angin Timur sunggingkan senyum mengejek.
"Nyali
kailan rupanya mulai leleh?"
"Perlu
apa bicara lagi panjang lebar dengan calon bangkai!"
Teriak SI
Mayat Terbang yang kesal dan tidak menyangka lawan sanggup selamatkan diri dari
lemparan dua pisau mautnya.
"Kau
yang berucap kau yang pertama kali akan Jadi mayat!" balas berteriak Bidadari
Angin Timur. Sambil berteriak dia renggangkan dua kaki. Tangan kiri diangkat,
telapak membuka lebar. Dua mata memandang tiga lawan tak berkedip. Sementara
tangan kanan bergerak ke bagian depan pakaian biru di arah perut. Astaga! Walau
sudah tidak lagi muncul sebagal Nyi Bodong ternyata Bidadari Angin Timur masih
memiliki ilmu kesaktian Ilmu Pusar Pusara yang didapatnya dari kakek sakti Kiai
Munding Suryakala. Bila pakaian biru disingkap di bagian perut, pusar akan
mencuat keluar dan dari pusar yang berubah bodong ini akan melesat cahaya biru
bernama Geni Biru. Beberapa orang tokoh sakti pernah merasakan kehebatan ilmu
kesaktian ini. Satu diantaranya adalah Pangeran Matahari yang dibuat buntung
tangan kirinya. (Baca serial Wiro Sableng berjudul "Nyi Bodong" dan
"Perjanjian Dengan Roh")
"Kami
para utusan Kerajaan sudah memberi ingat. Jangan salahkan kalau kau mati
percuma dan menyesal sampai di Uang kubur."
"Tidak
apa-apa. Aku tidak akan pernah menyesal karena aku akan membawa kajian Ikut
serta ke liang kubur!" Jawab Bidadari Angin Timur. Kepala didongak. Dari
mulut melesat suara seperti raungan srigala di malam buta lalu di susul dengan
suara tawa cekikan. Inilah satu pertanda bahwa Bidadari Angin Timur akan
kembali menjadi Nyi Bodong dan keluarkan Ilmu dahsyat Ilmu Pusar Pusara!
Untuk
sesaat tiga tokoh silat Kerajaan sempat tercekat. Namun kemudian datuk Ular
Jari Petir berteriak.
"Pateni!"
Habis
berteriak Datuk Ular Jari Petir jentikkan lima jari tangan kanan. Lima sinar
hitam pekat menderu menyambar ke arah Bidadari Angin Timur mengeluarkan suara
seperti petir menyambar, menebar bau amis darah ular! Bukan itu saja. Kakek
berpakaian hitam ini susul serangannya dengan menggerakkan kepala. Dari mulut
kepala ular kering yang menempel di bagian depan blangkon biru melesat sinar
kuning, menebar bau busuk pertanda dua serangan sang Datuk mengandung racun
jahat.
Lor Sekti
Alis Tunggal melesat satu tombak ke itas. Masih melayang di udara dia hantamkan
tangan kanan ke bawah. Didahului suara seperti tiupan suling dari lengan jubah
kakek beralis satu ini berkelebat selarik sinar merah, menebar menyapu
berbentuk kipas terkembang.
Warok
Gigi Perak alias Si Mayat Terbang berteriak garang. Tangan kirinya bergerak dua
kali ke atas kepala
"Bettt!
Bettt!"
Sepuluh
pisau terbang pertama melesat ke arah Bidadari Angin Timur. Sesaat kemudian
menyusul sepuluh pisau lagi!
Melihat
datangnya serangan laksana air bah ini sungguh berbahaya keselamatan Bidadari
Angin Timur. Namun gadis yang diserang tidak unjukkan rasa gentar. Penuh percaya
diri dia remas lima jari tangan kiri. Bersamaan dengan itu tangan kanan
menyibak baju biru tipis di bagian perut. Pusar tersingkap putih!
"Desss..Wuuuttt!"
Selarik
sinar biru terang benderang menyilaukan keluar dari pusar bodong Bidadari Angin
Timur. Menggebubu ke depan memapas serangan tiga utusan Kerajaan.
Untuk
kedua kalinya di tempat itu meggelegar letusan-letusan keras disertai taburan
cahaya, hanya saja kali ini disertai pekik semua orang yang terlibat
pertarungan.
Datuk
Ular Jari Petir tersurut lima langkah sambil menggerung kesakitan. Lima jari
tangan kanan putus dan leleh.
Lor Sekti
Alis Tunggal menjerit keras sambil pegangi dadanya yang robek terbelah. Mukanya
yang merah berubah membiru. Darah bergelimang di sekujur tubuh dan dua tangan
yang mendekap dada. Kakek berjubah kuning ini memekik satu kali lagi lalu
tergelimpang roboh namun tidak segera menemui ajal.
Yang
paling mengenaskan adalah Si Mayat Terbang. Pinggangnya nyaris putus disambar
sinar Geni Biru. Tiga dari empat ginjalnya hancur. Dalam keadaan tubuh nyaris
kutung dan miring ke kiri dia masih berusaha menggapai pisau terbang di atas
kepala. Namun tubuhnya yang besar keburu terjungkal. Manusia satu ini melepas
nyawa dengan mulut menganga dan mata mendelik sementara darah membasahi hampir
sekujur tubuhnya.Tepat seperti yang dikatakan Bidadari Angin Timur. Si Mayat
Terbang benar-benar menjadi korban pertama yang menemui ajal di tempat itu.
Dalam
keadaan tangan kanan luka parah Datuk Ular Jan Petir yang sudah putus nyalinya
segera melompat ke atas punggung seekor kuda lalu secepat kilat menghambur
kabur dari tempat itu.
Walau
menemui ajal namun dua kali lemparan pisau yang tadi dilakukan Si Mayat Terbang
ternyata hampir menimbulkan malapetaka bagi Bidadari Angin Timur. Dengan ilmu
Pusar Pusara Bidadari Angin Timur memang berhasil membuat hancur lebur sepuluh
pisau serangan pertama. Namun begitu sambaran Geni Biru lewat dan sirap,
serangan sepuluh pisau terbang kedua datang menderu ganas. Kali ini Didadari
Angin Timur tidak mampu menyingkir atau menangkis. Dia masih berusaha
pergunakan kecepatan untuk selamatkan diri sambil lepaskan satu pukulan tangan
kosong. Hanya enam pisau yang berhasil lolos dan dibuat mental sementara empat
sisanya masih terus menyambar ke arah kepala!
"Celakai"
Bidadari
Angin Timur berseru kaget dan hanya bisa pasrah menunggu kedatangan empat pisau
menancapi wajahnya!
Namun
Kuasa dan Kehendak Tuhan masih melindungi gadis berambut pirang itu. Sesaat
lagi empat pisau beracun akan menancap di wajahnya yang cantik jelita, tiba-tiba
satu mahluk raksasa bertubuh yang terbungkus duri-duri tebal berkelebat di
antara pisau yang menyambar dan wajah Bidadari Angin Timur. Si gadis sendiri
sampai terpental akibat ditabrak mahluk raksasa itu.
"Tring
…tring..tring..tring!"
Empat
pisau beracun yang seharusnya menancap di muka Bidadari Angin Timur mencelat
mental. Mahluk yang melindungi Bidadari Angin Timur keluarkan suara menggereng.
Entah marah entah kesakitan. Mahluk aneh ini yang ternyata adalahseekor landak
raksasa memutar tubuh melangkah mendekati Bidadari Angin Timur yang masih
tergolek di tanah dengan wajah pucat.
"Bidadari
AnginTimur, kau tak apa-apa?" Mahluk berbentuk landak raksasa bertanya.
Suaranya ternyata suara manusia. Tiga langkah dari Bidadari Angin Timur
tiba-tiba sosok binatang landak ini barubah menjadi seorang pemuda berpakaian
coklat. Ikat kepala kain biru yang melilit kening membuat wajahnya yang tampan
kelihatan tambah gagah. Namun dibalik ketampanan itu ada bayangan ganjalan
derita yang amat dalam.
Melihat
siapa yang berdiri di depannya Bidadari AnginTimur tersentak kaget Tidak tunggu
lebih lama dia segera melompat dan berusaha melarikan lari.
"Bidadari
Angin Timur! Jangan lari! Aku hanya ingin bertanya!" Berseru pemuda
berpakaian coklat yang bukan lain adalah Tubagus Kesumaputra alias Jatilandak,
pemuda dari negeri Latanahsilam yang sejak beberapa lama ini telah menduduki
jabatan salah satu Kepala Pasukan Kesultanan Cirebon. Namun Bidadari Angin
Timur tetap meneruskan lari. SI pemuda segera mengejar. Sambil terus memanggil.
Namun di satu tempat akhirnya dia hentikan lari lalu berteriak.
"Bidadari
Angin Timur, jika kau tidak mau menemuiku aku tidak akan mengejar lagi! Aku
hanya ingin bertanya! Mengapa dirimu begitu tega meninggalkan upacara
pernikahan kita di Keraton Cirebon? Apa salahku…?!"
Di depan
sana, setelah mendengar teriakan si pemuda, Bidadari Angin Timur tiba-tiba
hentikkan lari lalu berdiri sambil pejamkan mata dan senderkan kening ke batang
sebuah pohon.
"Aku
memang tidak boleh menghindar. Kalaupun hari ini aku bisa lari dari dia di
kemudian hari pasti dia akan menemuiku. Sebaiknya biar semua masalah
diselesaikan saat ini. Aku kasihan padanya. Tapi apakah ada yang kasihan
padaku…"
************************
5
JATILANDAK
dekati Bidadari AnginTimur. Tangan diulurkan hendak mengusap punggung si gadis
namun kebimbangan datang dan niat itu dibatalkan.
"Bidadari
Angin Timur, aku tidak tahu apa yang terjadi dalam dirimu. Ada apa kau
meninggalkan upacara pernikahan kita ketika Kadi, aku, Sultan serta Ratu
Cirebon telah siap menunggu kehadiranmu. Ketika kau tidak muncul semua orang
mencari.Temyata kamar pengantinmu kosong. Dirimu lenyap. Aku tidak mengerti,
apakah aku telah membuat kesalahan yang mernbuatmu tidak suka ternadapku hingga
melarikan diri begitu rupa?"
"Tidak,
kau tidak berbuat kesalahan apa-apa Tubagus Kesumaputra .."ucap Bidadari
Angin Timur dengan suara lirih setengah tersendat
SI pemuda
terdiam sesaat lalu dengan suara perlahan dia berkata. "Namaku Jatiiandak.
Tubagus Kesumaputra hanyalah nama pengasih dari orang yang berhlba hati
terhadapku…"
Isakan
keluar dari mulut Bidadari Angin Timur. Bahu dan dada bergoyang turun naik.
"Jatilandak,
kalau bicara soal kesalahan, sebenarnya aku yang layak disalahkan…"
"Kalau
begitu tidak perlu kita bicara soal kesalahan. Mungkin tidak ada yang salah
diantara kita. Mungkin keadaan atau takdir menghendaki demikian. Namun kalau
boleh aku mengetahui mengapa hal Itu terjadi? Segala sesuatu pasti bersebab.
Lalu mengapa kau mengambil sikap dan berlaku seperti itu padaku?"
"Aku
tahu aku telah membuat malu besar atas dirimu…"
"Sebesar
gunungpun rasa malu itu akan aku panggul di pundakku yang sudah terlalu sering
menerima beban ini. Namun hanya satu, aku ingin tahu mengapa kau berbuat
seperti itu. Meninggalkan upacara pernikahan kita…"
"Jatilandak,
aku tidak bermaksud buruk. Aku hanya."
"Bidadari
Angin Timur, ketika kita bertemu dan kau mau kuajak pergi ke Cirebon, harapan
besar terbentang di hadapanku. Ketika aku melamarmu melalui Nyi Rara Santang
dan Pangeran Cakrabuana dan kau menerimanya, harapan itu berubah menjadi
kenyataan.Tetapi ketika upacara pernikahan digelar, kau lenyap melarikan diri.
Kau hancurkan kenyataan Itu. Mengapa….?"
Tangis
menyembur dari mulut Bidadari Angin Timur. Kepalanya digelengkan beberapa kali.
Mulut terbuka tapi tidak sanggup meluncurkan kata-kata.
"Bidadari
AnginTimur, jawablah. Mengapa….?"
"Jatiiandak.
Maafkan diriku. Aku tidak bisa melakukan hal itu…"
"Tidak
bisa melakukan hal apa?"
"Aku
tidak mungkin berkhianat" "Berkhianat? Berkhianat pada siapa Bidadari
AnginTimur?" tanya Jatiiandak dengan dada berdebar.
Sampai
saat itu Bidadari Angin Timur masih menempelkan wajahnya ke batang pohon, tidak
berani menatap muka si pemuda.
"Jatiiandak,
kau tahu. Jauh sebelum kita bertemu aku telah lebih dulu mengenai Wiro"
"Ahhh…
Sahabatku itu rupanya yang jadi penyebab." Kata Jatiiandak dengan perasaan
sangat terpukul. "Kalau kau memang tidak ingin mengkhianatinya karena kau
lebih dulu mencintainya, lalu mengapa dulu kau mau aku ajak ke Cirebon, kita
sempat berbagi rasa dan kasih, bahkan kau bersedia memenuhi permintaanku untuk
melangsungkan pernikahan…"
"Saat
aku mau kau ajak pergi, ketika aku menerima lamaranmu, sesungguhnya hatiku
sedang goncang, pikiranku tengah kacau. Aku bingung menghadapi hidup Ini.
Begitu banyak gadis yang mengasihi Wiro seiain diriku. Tapi setelah aku berada
dalam kesendirian menunggu menjelang saat-saat pernikahan kita, aku merasa
diriku telah melakukan satu pengkhianatan. Aku menyadari bahwa aku tidak bisa
lari dari kenyataan. Tidak bisa sembunyi dari suara hatiku. Bahwa aku tidak
bisa melepaskan diri dari Wiro. Bahwa aku terlalu sangat mencintainya…"
Jatilandak
tertunduk lesu Bumi ini seperti bergelar lalu bergemuruh laksana kiamat
membalik dan menghancur luluhkan dirinya. Ketika lututnya goyah dan dia serasa
tidak menginjak tanah lagi. Jatilandak jatuh berlutut. Mata yang berkaca-kaca
dipejamkan. Dia hanya sempat mendengar suara Bidadari Angin Timur berkata
"Jatilandak,
jika kau bertemu Wiro, sampaikan pesanku. Nyi Retno Mantili berada di tangan
Manusia Paku Sandaka Arlo Gampito. Dibawa ke tempat kediaman gurunya untuk
dinikahi. Jatilandak, aku harus pergi. Maafkan diriku." Lalu suara itu
lenyap bersama tiupan angin. Sosok Bidadari AnginTimur Ikut menghilang.
"Gusti
Allah, di tanah kelahiranku aku tidak pernah mengenal dirimu. Ketika di tanah
Jawa ini aku menemukan Kebesaran dan KeagunganMu, mengapa Kau jatuhkan cobaan
yang begini berat padaku? Tuhan… kalau memang ada kesalahanku aku rela di
hukum, matipun aku siap menghadapi. Namun jangan jatuhkan cobaan yang begini
berat, yang aku tidak sanggup menerimanya. Aku merasa sudah mati dalam
hidupku…" Sepasang mata Jatilandak berlinangan.
Ketika
air mata itu hendak jatuh meluncur ke pipi tiba-tiba satu tangan halus memegang
pundak kiri pemuda dari negeri 1200 tahun silam ini.
"Bidadari….."ucap
Jatiiandak dengan suara bergetar dan di wajahnya tampak ada sekilas harapan.
Namun harapan itu serta merta sirna.
"Jatilandak,
aku ibumu."
Jatilandak
terkejut. Mata yang terpicing dibuka lebar-lebar. Kepala dipalingkan. Air mata
meluncur jatuh.
"Ibu…."
Jatiiandak
bangkit berdiri, memeluk perempuan berpakaian biru yang bukan lain adalah
Luhmintari alias Purnama.
"Ibu
mendengar semua pembicaraan kalian. Kau harus tabah puteraku. Kau harus sadar
cinta itu sebenarnya memang tidak bisa dibagi dan tidak pernah boleh
dibagi…."
"Aku
percaya pada apa yang kau ucapkan Ibu. Tapi aku juga percaya kalau cinta itu tidak
boleh bermuka dua. Cinta harus hitam atau putih. Tidak ada warna kelabu di
antara keduanya. Cinta harus berani mengatakan ya atau tidak. Cinta tidak boleh
menyembunyikan apapun. Cinta tidak akan menjadi batu sandungan memperhinakan
dan mempemalukan orang lain…"
"Jangan
berkata begitu Jatiiandak," ucap Purnama dengan berlinangan air mata.
"Sejak kita mengenal Gusti Allah kita harus percaya pada perjalanan nasib
kita apa yang dinamakan takdir."
"Saya
tidak pernah menyesali nasib buruk diri ini Ibu. Namun saya juga tidak pernah
lari dari kenyataan. Satu hal saya katakan, saya tidak pernah menyesal menjadi
anak ibu."
Ibu dan
anak Itu saling berpelukan dan sama mencucurkan air mata.
"Anakku,
putihkan hatimu, hadapi masa depan dengan hati tabah, dan jiw tegar. Hari ini
kau mungkin merasa kehilangan sesuatu. Besok bisa saja Gusti Allah memberikan
pengganti yang jauh lebih bemiiai…"
Jatilandak
menghela nafas panjang. Lalu berkata.
"ibu,
bagaimanapun aku harus melupakan semua kejadian ini. Aku sejak lama Ingin pergi
ke Gunung Tangku ban Perahu."
Purnama
terkejut Wajah cantiknya berubah.
"Apa?!
Kau sengaja kesana hendak bunuh diri? Kau tahu gunung itu dipenuhi belerang.
Dan belerang adalah pantang bagi nyawamu! Anakku, apa yang ada di
benakmu?"
Jatilandak
tersenyum dan mencium kedua belah pipi ibunya.
"Aku
akan menjadi pertapa sampai ajal datang menjemput."
"Jatilandak..
jika kau melakukan hal itu sama saja dengan membunuh diri secara
pelan-pelan."
"Gusti
Allah melarang umatnya melakukan bunuh diri. Dan aku Jatilandak tidak akan
pernah melakukan hal itu."
"Saat
ini sulit bagiku mempercayai kata-katamu
"Ibu
harus percaya pada saya. Saya anak yang bernama Jatilandak terlahir dari
seorang Ibu bernama Luhmintari."
"Anakku,
bukankah akan lebih baik bagimu jika kau kembali ke Cirebon? Kau sudah
dianugerahi jabatan tinggi di Kesultanan itu."
Jatilandak
tersenyum.
"Jabatan
dan pangkat, termasuk harta benda kekayaan hanyalah hiasan dunia. Siapapun
kalau mati tidak akan membawa semua itu."
Untuk
beberapa lama tempat itu menjadi sunyi karena tidak ada yang bicara.
"Ibu,
sebelum meninggalkan ibu aku akan teruskan amanat yang disampaikan Bidadari
Angin Timur. Sebelum pergi dia berkata. Jika aku bertemu Wiro harap diberi tahu
bahwa Nyi Retno Mantili berada bersama Manusia Paku Sandaka Arto Gampito.
Mereka tengah menuju tempat kediaman guru Manusia Paku dan hendak melangsungkan
pernikahan."
Jatiiandak
mencium kening dan pipi Luhmintari sekali lagi lalu tinggalkan tempat itu
diikuti linangan air mata sang ibu.
Untuk
beberapa lamanya Luhmintari masih berdiri di tempat itu sementara air mata tak
kuasa dibendung, meluncur jatuh di atas pipinya yang halus. Perlahan dia
berucap. "Anakku, entahlah. Ibu punya firasat nasib diriku dalam mencintai
seseorang mungkin tidak akan banyak berbeda dengan apa yang kau alami."
Luhmintari
alias Purnama tarik nafas dalam. Lalu kembali mulutnya berucap. "Puteraku
Jatilandak, walau kau tidak sempat memiliki Bidadari Angin Timur dalam ikatan
perkawinan tapi aku merasa gadis itu telah pernah menjadi istrimu. Dan
keadaannya saat ini tidak lebih dari diriku tidak berbeda dengan Nyi Retno
Mantili. Dia telah menjadi seorang janda…"
Mendadak
Luhmintari alias Purnama merasakan udara sejuk menyelubungi tempat itu. Namun
cepat sekali kesejukan ini berubah menjadi hawa dingin luar biasa hingga sekujur
tubuhnya mulai bergetar menggigil dan rahang terkancing rapat. Air mata yang
bercucuran di atas kedua pipinya berubah membeku!
"Apa
yang terjadi? Apakah ada seseorang berbuat jahat terhadap diriku?" pikir
Purnama. Gadis dari Latanahsiiam ini kerahkan hawa sakti panas ke sekujur
tubuh. Dia hanya mampu menolak sedikit saja hawa dingin yang membungkus
dirinya. Dia coba menggoyang bahu untuk mengeluarkan cahaya biru berkilau yang
menjadi pelindung dirinya, namun juga sia-sia. Ketika dia coba menggerakkan
kaki dan tubuh, dia hanya sanggup bergerak kaku setengah putaran. Namun itu
sudah cukup baginya untuk melihat satu pemandangan aneh yang sulit dipercaya.
"Mahluk aneh di atas semak belukar itu, apakah dia yang membuat tubuhku
jadi kaku dingin begini rupa? Apa dia sengaja menyerangku secara diam-diam?
Tapi lagaknya mengapa seperti tak acuh saja! Bahkan dia sepertinya tidak
mengetahui kehadiranku di sini. Aku kedinginan begini rupa, dia enak saja
berbaring berkipas-kipas. Orang berkepandaian tinggl.TapI tidak pernah kulihat
yang seaneh ini.
************************
6
DI ATAS
semak bertukar sejarak dua belas langkah dari tempatnya berdiri setengah kaku,
Purnama melihat seorang pemuda gemuk berkopiah hitam kupluk berbaring dengan
mata terpejam sambil berkipas-kipas. Jangankan tubuhnya yang segendut anak
kerbau Itu, orang biasa saja jika berbaring di atas semak belukar seperti itu,
apa lagi sambil berkipaskipas semak belukarnya pasti rubuh tidak akan mampu
menahan berat badan yang ratusan kati!
"Apakah
yang aku lihat! ini manusia benaran atau dedemit rimba belantara?" pikir
Purnama dengan mata mendelik. Lalu dia berteriak memanggil.
"Hai!
Kau!"
Si gendut
di atas samak belukar kelihatan tersentak kaget
Tangan
yang mengipas langsung berhenti, tubuh gendut melesat ke udara sampai setinggi
setengah tombak. Ketika turun dua kakinya telah menginjak tanah.Ternyata orang
ini mengenakan baju terbalik dan celana komprang hitam. Sehelai kain sarung
butut tergantung di pundak kiri.
"Hai
juga! Siapa kau?!.""Balas berseru si gendut yang bukan lain adalah
Bujang Gila Tapak Sakti.
"Kau
yang siapa?!" balik bertanya Purnama.
Si gendut
tertawa Kopiah kupluk dirapikan. Wajah yang keringatan diusap.
"Aku
tidak tahu ada orang di sini. Aku lagi enak berkipas-kipas kepanasan. Kau
membuat aku kaget! Untung aku tidak sampai kentut atau terkancing! Ha..ha…
ha!"
"Eh„
dedemit ini pandai juga bergurau!" kata Purnama dalam hati.
"Ha!!
Aku tanya kau siapa? Kau Ini manusia atau hantu jejadian?!"
Bujang
Gila Tapak Sakti tertawa geiak-gelak hingga dada dan perutnya yang buncit
gembrot bergoyang-goyang.
"Seharusnya
aku yang bertanya. Kau ini hantu betina, mahluk jejadian atau bidadari yang
nyasar ke bumi? Bagaimana ada gadis cantik seperti kau ada di tempat begini
rupa?"
"Sudah,
jangan banyak bertanya.Terangkan dulu siapa dirimu." Ujar Purnama pula
"Namaku
Bujang Gila Tapak Sakti. Aku kesasar. Habis mengejar orang tapi kehilangan
jejak."
"Kau
barusan menyerangku dengan hawa dingin. Betul?Tubuhku sampai saat ini masih
menggigil dan aku sulit bergerak! Kau punya niat jahat apa padaku?!"
"Hai!
Aku tidak punya niat jahat apa-apa Aku tidak menyangka."
"Srott!"
Bujang
Gila Tapak Sakti buka dan kibaskan kipas kertasnya. Saat itu juga hawa dingin
yang menyelimuti sekujur tubuh Purnama lenyap. Hingga Purnama kini bisa
bergerak leluasa seperti semula sebaliknya si gendut tampak berkipas-kipas
tiada henti. Diperhatikan memang tubuhnya keringatan dan bajunya basah kuyup.
"Kau
tadi bilang mengejar orang tapi kehilangan jejak. Kau mengejar siapa? Pasti
mengejar perempuan!"
"Betul,
kau ini tahu saja" Bujang Gila Tapak Sakti lalu tertawa mengekeh.
"Perempuan
tentu ada namanya? Kau tak mau memberi tahu?" Purnama mendesak. Diam-diam
dia punya dugaan baru.
"Kalau
aku beritahupun kau belum tentu kenal. Buat apa membicarakan orang yang kau
tidak kenal?"
"Kalau
aku kenal bagaimana? Mungkin aku bisa menolongmu."
"Menolong
apa?"
"Memberi
tahu kemana larinya orang itu!"
"Eh,"
Bujang Gila Tapak Sakti angkat kopiah hitamnya ke atas. Garuk-garuk kepala
sebentar lalu mengusap muka yang keringatan dan berkata.
"Baik,
aku akan ceritakan padamu apa yang kejadian."
Lalu
keponakan Dewa Ketawa ini menuturkan riwayat pertemuannya dengan Nyi Retno
Mantili.
"Setelah
aku kena gampar Kiai Gede Tapa Pamungkas, muncul seorang gadis cantik berotak
tidak waras membawa boneka kayu bernama Kemuning yang diakuinya sebagai anak
yang berayah Wiro Sableng."
Walau
sudah tahu siapa adanya gadis yang diceritakan si gendut itu tapi Purnama diam
saja. terus mendengarkan.
"Pertama
kali muncul dia menggodaku. Mengata-Kan aku terong peot…" Bujang Gila
Tapak Sakti tertawa mengekeh baru melanjutkan ceritanya. "Aku memanggil
gadis itu Sobatku Ayu. Dia mengaku murid Kiai Gede Tapa Pamungkas yang
menamparku itu. Rupanya dia juga lagi kesal pada sang Kiai. Dia tidak mau aku
antar ke tempat kediaman Kiai. Dia mau ikut aku kemana saja. Dia bercerita
kalau Kiai jadi Mak Comblang mau menjodohkan sahabatku Wiro dengan Ratu Duyung
yang disebutnya si mata kelereng. Katanya di tempat kediaman Kiai sebelum itu
juga ada gadis-gadis yang dibencinya. Ada yang bernama Luhrembulan yang mengaku
sudah menikah dengan Wiro. Aku tahu gadis itu bohong…"
"Kebohongan
itu sudah berakhir. Aku telah membunuh Luhrembulan."
Bujang
Gila Tapak Sakti terkejut
"Apa?
Bagaimana kejadiannya? Di mana? Eh, kau Ini siapa sebenarnya?"
"Sudah
teruskan dulu ceritamu," kata Purnama pula.
"Menurut
Sobatku Ayu itu di tempat kediaman Kiai Gede Tapa Pamungkas juga ada seorang
gadis bernama Purnama…"
"Aku
orangnya!"
Kembali
Bujang Gila hentikan cerita karena kaget Koplah hitam dibenamkan dalam-dalam
hingga hampir menutupi mata yang melotot besar.
"Sobatku
Ayu juga menyebut seorang gadis bernama Nyi Wulas Pikan. Gadis itu sempat
bertemu denganku di sungai. Ketika aku tengah memegang Pedang Naga Suci Dua
Satu Dua…"
"Senjata
sakti Itu setahuku adalah milik Kiai Gede Tapa Pamungkas."
"Aku
tahu," kata si gendut ialu mulai berkipas-kipas lagi karena
kepanasan."Entah bagaimana kejadiannya rupanya senjata itu adalah hasil
curian seseorang yang sempat jatuh ke tangan Nyi Wulas Pikan. Gadis Ini hendak
mengetahuiku agar mau memberikan ilmu sakti hawa dingin supaya dia bisa
memegang pedang."
"Kau
berikan ilmu itu padanya? Pasti! Karena aku menduga kau sudah kecantol!"
Bujang
Gila Tapak Sakti tertawa dan gelengkan kepala.
"Aku
tidak tolol. Salain Itu Kiai Gede Tapa Pamungkas keburu datang mengambil pedang
sementara Nyi Wulas Pikan melarikan diri."
"Jadi
gadis Itu yang tengah kau kejar?"
"Bukan,
bukan dia. Yang aku kejar dan cari adalah Sobatku Ayu yang diculik orang
itu."
"Diculik
orang? Siapa yang menculik?" tanya Purnama.
"Bagaimana
kejadiannya?"
Bujang
Gila Tapak Sakti lalu menceritakan peristiwa munculnya Demang Cambuk Item,
kakek sakti bersenjata cambuk hitam yang dijadikan andalan oleh manusia jahat
yang menamakan diri Serikat MomokTiga Racun yang hendak membedol jantung, hati
dan ginjal Sobatku Ayu.
‘
Perkelahian segera saja pecah. Aku dikeroyok ampat Meski aku bisa bertahan dan
mungkin berhasil membunuh salah seorang dari mereka namun Sobatku Ayu mereka
bawa kabur. Aku tak berhasil mengejar penculik-penculik jahanam itu."
Bujang
Gila Tapak Sakti tampak sedih.
"Apa
kau suka dengan Sobatku Ayu Itu?" tanya Purnama.
"Ya,
walau sinting tapi dia enak diajak bicara. Ucapannya lucu-lucu membuat aku yang
jarang ketawa bisa terpingkal-pingkal." Bujang Gila Tapak Sakti
putar-putar peci hitam di atas kepala. Tangan kiri terus berkipas-kipas.
Tiba-tiba dia ingat sesuatu. "Eh. tadi kau bilang mau memberi tahu kemana
lenyapnya Sobatku Ayu Itu."
Purnama
lantas saja ingat pesan Jatilandak.
"Sobatmu
Ayu itu saat ini berada di tangan seorang manusia aneh. Sekujur tubuhnya penuh
ditancapi paku baja. Orang-orang memanggilnya Manusia Paku. Mahluk ini membawa
sobatmu itu ke tempat kediaman gurunya. Mereka mau menikah di sana!"
"Manusia
Paku?" Bujang GilaTapak Sakti kembali benamkan kopiah hitamnya hingga
menutupi mata. "Aku tahu manusia satu itu. Aku juga tahu dimana kediaman
gurunya. Di sebuah jurang. Tapi waduh! Jauh sekali dari sini. Di Jawa Tengah.
Ah biar! Aku harus mengejar ke sana! Kalau benar Sobatku Ayu mau dinikahi.
Kalau dipateni bagaimana?!" (dipateni = dibunuh) Si gendut ini segera
putar tubuh.
"Eh,
tunggu duiu. Kau mau kemana?" tanya Purnama.
"Mengejar
Sobatku Ayu. Mendatangi tempat kediaman guru Manusia Paku."
"Apakah
kau tidak kepingin tahu siapa nama Sobatmu Ayu itu? Siapa dia sebenarnya?"
"Aku
mau. Katakan padaku. Eh, kau juga jadi sobatku mulai sekarang. Nah, katakan
siapa nama Sobatku Ayu itu?"
"Namanya
Nyi Retno Mantili. Dia adaiah janda mendiang Wira Bumi, Patih Kerajaan yang tewas
oleh Wiro sobatmu itu."
"Eh,
apa… ?! Apa?!" Sepasang mata belok Bujang Gila Tapak Sakti jadi bartambah
besar. Mulut ternganga."Kalau begitu aku harus mencari pemuda sableng itu.
Dia pasti tahu kemana Sobatku Ayu dibawa kabur orang."
"Aku
sudah bilang kalau Nyi Retno Mantili dibawa ke tempat kediaman gurunya oleh
Manusia Paku. Kau tidak percaya ucapanku?"
"Ya,
ya. Aku percaya." Jawab Bujang Gila Tapak Sakti.
"Lalu
mengapa mau mencari Wiro segala? Lagi pula saat ini mungkin dia masih berada di
tempat kediaman Kiai Gede Tapa Pamungkas. Membicarakan persoalan perjodohannya
dengan Ratu Duyung."
"Apa?!"
Mata pemuda gendut itu kembali membeliak."Wiro mau kawin dengan Ratu
Duyung?! Ha..ha….ha!"
"Kenapa
kau tertawa?" tanya Purnama.
"Tidak.
Tidak kenapa-napa! Sobatku aku pergi dulu! Aku mau jalan jauh. Ke Jawa
Tengah!"
Si gendut
tinggalkan tempat itu. Langkahnya lamban seperti terhuyung. Namun sesaat
kemudian sosoknya sudah lenyap dari pemandangan.
Ditinggal
sendiri Purnama jadi berpikir. Apakah akan kembali ke puncak Gunung Gede atau
mengikuti si gendut tadi.
"Kalau
dia mau bersahabat denganku, mengapa tidak? Kelihatannya walau gendut dan tolol
tapi aku yakin dia bukan manusia sembarangan. Kurasa lebih baik aku mengikuti
kemana dia pergi."
Purnama
memutuskan untuk mengejar Bujang Gila Tapak Sakti. Sesaat ketika dia hendak
meninggalkan tempat Itu tiba-tiba telinganya menangkap suara bentakan-bentakan
keras.
"Ada
orang berkelahi," ucap Purnama. Gadis dari Latanahsiiam ini Jadi bimbang.
Apakah akan meneruskan niat semula mengejar Bujang GiiaTapak Sakti atau
menyelidik ke arah datangnya suara-suara bentakan itu.
Di
kejauhan Purnama melihat kiblatan-kiblatan cahaya pukulan sakti disertai suara
luruhnya ranting dan dedaunan serta tumbangnya pohon! Pertanda siapapun yang sedang
baku hantam mereka adalah orang-orang berkepandaian tinggi.
Akhirnya
Purnama berkelebat ke kiri, memilih mendatangi tempat perkelahian.
************************
7
PERKELAHIAN
hebat itu terjadi di satu kaki bukit kecil, dekat perkebunan tebu, tak jauh dari
sebuah rumah tua tak beratap dan nyaris roboh. Dua kakek nenek menggempur
dahsyat perempuan muda berpakaian ringkas warna kelabu dengan seranganserangan
mematikan. Karena perempuan berpakaian kelabu membelakangi, Purnama tidak bisa
melihat wajahnya. Namun dari perawakan serta warna pakaian hatinya jadi
berdetak. Dugaannya keras. Sementara itu dua kakek nenek memang tidak
dikenalnya.
"Tapi
aneh. Kalau memang dia mengapa jurus-jurus Ilmu silatnya lain sama
sekail?" Purnama bertanyatanya dalam hati dan terus memperhatikan
jalannya perkelahian.
Si nenek
yang menyerang adalah seorang yang serba ungu, mulai dari warna pakaian sampai
kulit tangan dan kulit muka. Kepala lebar di sebelah bawah, kuncup mengecil di
bagian atas. Bibir dower merah laksana dibasahi darah. Mata menggembung
bengkak. Dia dikenal dengan nama Nyi Kuncup Jingga, salah seorang pembantu
kepercayaan dan tangan kanan Ratu Laut Utara. Seperti dituturkan sebelumnya
Ratu Laut Utara memerintahkan Nyi Kuncup Jingga untuk mencari dan mendapatkan kembali
Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru yang dibawa oleh Wira Bumi dan Nyai Tumbal
Jiwo. Dalam penglihatan Ratu Laut Utara melalui Dulang Sejuta Mata, ada
petunjuk bahwa batu mustika itu sekarang berada di tangan Ratu Duyung Jejadian
dan saat itu diduga akan datang ke pantai laut utara. Ratu Laut Utara meminta
Nyi Kuncup Jingga agar membawa serta seorang kakek bernama Ki Ngumpil Sebaki
alias SI Lidah Hantu. Sebelum mencapai daratan pantai utara. Ratu Laut Utara
melalui ucapan Jarak jauh memberi tahu kalau Ratu Duyung jejadian saat itu
ternyata masih berada di arah timur kaki Gunung Gede. Maka Nyi Kuncup Jingga
dan Ki Ngumpil Sebaki dipenntahkan langsung agar menuju kawasan Gunung Gede.
Dua tokoh
anak buah Ratu Laut Utara itu, dua hari kemudian setelah keberangkatannya dari
laut utara dengan petunjuk jarak jauh yang terus diberikan oleh Ratu Laut Utara
akhirnya memang berhasil menemukan Ratu Duyung jejadian di kawasan perkebunan
tebu, tak jauh dan Desa Karangtengah di arah timur Gunung Gede.
Saat Itu
menjelang tengah hari tak lama setelah Ratu Duyung jejadian alias Nyai Tumbal
Jiwo berhasil mendapatkan Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru dengan cara
mengelabui Wiro. Dengan mengandalkan kesaktian batu mustika itu dia
bersiap-siap untuk segera kembali ke Kotaraja di Jawa Tengah. Namun di tengah
jalan dia bertemu dengan serombongan pemain tonil atau sandiwara keliling.
Saiah seorang pemuda gagah yang ada dalam rombongan itu membuat si nenek mesum
ini tertarik kepincut dan otak kotor bermain di hati serta benaknya.
"Wiro
yang aku harapkan bakai jadi kekasih pemuas diriku tak kunjung kuketahui berada
dimana sekarang kebetulan ada rejeki besar. Sayang sekali kalau
disiasiakan." Begitu Nyai Tumbal Jiwo membatin dalam hati.
Saat itu
Nyai Tumbal Jiwo yang masih menampilkan diri sebagai Ratu Duyung tidak pernah
menyadari kalau kecerobohannya itu kelak harus di bayar dengan sangat mahal.
Kalau saja dia langsung melesat ke Kotaraja, malapetaka tidak akan terjadi atas
dirinya.
Rombongan
sandiwara keliling "Jaka Lelana" terdiri dari dua belas pemuda dan
tiga orang gadis cantik. Mereka menunggang kuda dan membawa tiga buah gerobak
besar berisi alat aiat tetabuhan dan perlengkapan sandiwara lainnya. Rombongan
serta merta berhenti ketika mereka melihat seorang gadis berpakaian kelabu,
berambut hitam sepinggang, wajah cantik dihias sapasang bola mata biru berdiri
di pinggir jalan.
Empat
pemuda segera turun dari kuda.
"Raden
Ayu dari mana berjalan seorang diri di tempat sepi. Hendak menuju kemana
gerangan?" Seorang pemuda menyapa sementara tiga temannya memperhatikan
dengan penuh takjub. Seumur hidup tidak pernah mereka melihat seorang dara
begini cantik dan memiliki sepasang mata biru. Sendirian pula di jalan sepi!
"Ah,
kalian pemuda baik semua. Menyapa aku yang sedang kebingungan karena tersesat
dalam perjalanan. Aku bermaksud pergi ke Cilarata. Tapi saat ini aku tidak
tahu berada dimana." Menerangkan Ratu Duyung jejadian sambil menebar
senyum dan layangkan kerlingan mata menggoda.
"Kami
dalam perjalanan ke timur dan akan melewati Cilarata. Kalau Raden Ayu mau kami
Kakang-Kakang semua pasti akan memberikan tumpangan." Kata pemuda yang
pertama kali menyapa.
"Baik
sekali kailan semua. Aku sangat berterima kasih.Tapi sebelum ikut bersama kalian,
apakah aku boleh bicara dulu dengan pemuda yang berpakaian hitam berikat kepala
merah yang menunggang kuda coklat di sebelah sana Itu?" Ratu Duyung
Jejadian naikkan alis, goyangkan kepala ke arah pemuda yang duduk tenang-tenang
saja dia atas kuda dekat gerobak pada barisan kedua.
Empat
pemuda tampak kecewa. Namun mereka tidak bisa berbuat apa karena pemuda yang
dimaksud adalah pimpinan mereka. Salah seorang dari empat pemuda segera menemui
sang pimpinan.
"Raden
Gumilar, gadis cantik di pinggir jalan itu ingin bicara dengan Raden."
"Hemm….Begitu?"
ujar Gumilar Kartasuwita sambil memandang ke arah depan. Saat itu Ratu Duyung
Jejadian telah melangkah dan agaknya sengaja menunggu di balik sebuah pohon
besar. Pemuda pimpinan rombongan sandiwara keliling ini segera menjalankan
kudanya ke balik pohon.
Di balik
pohon Ratu Duyung Jejadian menyambut dengan senyum manis.
"Maafkan
kalau diriku menghambat perjalananmu bersama rombongan."
"Tidak
apa-apa. Den Ayu. Saya senang bisa berkenalan denganmu. Ada apakah?"Tanya
Gumilar Kartasuwita.
"Aku
kira kau tidak bersedia menemui diriku yang buruk ini."
"Jangan
merendah begitu Den Ayu. Kami semua heran melihat ada seorang gadis cantik
seperti Den Ayu berada seorang diri di jalan sepi ini. Den Ayu tahu, kawasan
ini sering menjadi tempat lewat para begal kejam. Mereka bukan cuma merampok
harta benda orang tapi juga tak segan-segan merampas nyawa korbannya."
"Kalau
pemuda gagah seperti mu ada bersamaku siapa yang takut pada segala macam begal
dan rampok?" kata Ratu Duyung jejadian pula yang membuat dada Gumilar
Kartasuwita jadi berbungabunga.
"Den
Ayu, terus terang saya belum pernah menemui gadis secantik Den Ayu ini. Apa
lagi yang memiliki sepasang mata berwarna biru…"
"Kau
pemuda gagah yang jujur." Kata Ratu Duyung jejadian. "Dengar, aku
ingin menyampaikan sesuatu. Aku tak ingin ada orang lain mendengar. Maukah kau
turun dari kudamu?" Ratu Duyung berucap manja sambil tidak lupa
melayangkan senyum dan kerling mata memikat.
Gumilar
Kartasuwita melompat turun dari kuda coklat. Sementara anggota rombongan
menunggu seperti tak sabar. Beberapa pemuda bermaksud hendak mengintip apa yang
terjadi di balik pohon besar namun beberapa orang lainnya melarang.
Tak lama
kemudian Gumilar Kartasuwita keluar dari balik pohon.
"Kalian
semua!" serunya. "Lanjutkan perjalanan! Tunggu aku di Cllarata. Aku
akan membicarakan sesuatu dengan sahabat baru ini. Dia bermaksud mau menjadi
anggota sandiwara keliling Jaka Lelana."
Mendengar
ucapan sang pimpinan semua anggota rombongan sandiwara keliling bersorak
gembira. Lalu mereka segera tinggalkan tempat itu.
Di balik
pohon, Gumilar Kartasuwita berkata."Den Ayu, kalau Den Ayu memang suka
pada saya dan Ingin kita melakukan hal itu, kita harus mencari tempat yang
cocok."
"Kau
tentu lebih tahu keadaan di sini. Terserah kau mau kemana, aku mengikut
saja," kata Ratu Duyung pula lalu sandarkan wajah ke dada bidang si
pemuda, membuat darah Gumilar Kartasuwita jadi bergelora.
Sambil
membelai rambut hitam panjang si gadis pemimpin rombongan sandiwara keliling
Jaka Lelana ini berbisik.
"Di
perkebunan tebu sana ada sebuah pondok. Kalau Den Ayu suka…."
"Tentu
saja aku suka!" kata Ratu Duyung jejadian sambil tertawa manja
"Rasanya aku sudah tidak tahan. Apakah aku mulai saja membuka pakaianku
sekarang?" Ratu Duyung Jejadian singkapkan pakaiannya di sebelah atas
hingga dadanya yang busung tersingkap putih.
"Jangan,
nanti di pondok itu saja." Jawab Gumilar Kartasuwita yang jadi gugup
melihat keelokan dada si gadis yang begitu berani.
Ratu
Duyung tertawa panjang. Tarik lengan si pemuda.
Namun
sebelum keduanya sempat memasuki deretan pohon tebu di perkebunan tiba-tiba dua
orang berkelebat
Salah
seorang membentak.
"Jangan
ada yang berani bergerak!" Suara laki-laki.
Orang
kedua seorang perempuan susul menghardik.
"Ratu
Duyung! Sarankan Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru padaku!"
Ratu
Duyung Jejadian hentikan langkah, juga pemuda di sebelahnya. Dua kakek nenek
berdiri di hadapannya. Ratu Duyung jejadian tidak mengenali siapa adanya si
kakek namun si nenek tidak asing lagi. Apa lagi barusan dia menyebut-nyebut
Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru, membuat wajah Ratu Duyung jejadian jadi
berubah.
"Den
Ayu, siapa dua orang tua ini? Mengepal mereka menghadang kita?" bisik
Gumilar Kartasuwita,
Sebelum
Ratu Duyung jejadian sempat menjawab si nenek sudah lebih dulu membuka mulut.
"Pemuda
keren, aku tahu kau tidak ada sangkut paut dengan urusan kami. Karenanya aku
masih memberi hati. Lekas tinggalkan tempat Ini!" Memberi Ingat si nenek
yang adalah Nyi Kuncup Jingga pembantu utama Ratu Laut Utara. "Kurasa Den
Ayu ini tidak punya kesalahan apa-apa pada nenek berdua. Aku mohon…"
"Diam!
Tutup mulutmu!" bentak Nyi Kuncup Jingga
Ki
Ngumpil Sebaki berkata "Anak muda kau tak tahu siapa adanya gadis ini.
Pergilah demi keselamatanmu."
"
Kalian yang harus pergi!" jawab Gumilar Kartasuwita.
"Kalau
begitu ya weeilis! Sudah nasibmu anak muda! Hik … hik … hik!" kata Nyi
Kuncup Jingga sembari tutup ucapannya dengan tawa panjang. Dia memberi tanda
pada kakek di sampingnya.
KI
Ngumpil Sebaki menyeringai. Begitu seringai lenyap mulut dibuka, dari
tenggorokan keluar suara menggembor keras. Bersamaan dengan itu dari mulut yang
terbuka melesat lidah merah panjang. Laksana cambuk raksasa benda Ini melesat
kedepan, menjirat leher Gumilar Kartasuwita.
Lidah
Hantu!
"Kreekk
Tulang
leher pimpinan sandiwara keliling Jaka Lelana ini berderak hancur. Tubuhnya
kemudian terangkat ke atas lalu dibanting ke bawah, kepala lebih dulu.
"Braakk!"
Kini
giliran kepala si pemuda yang remuk menghantam tanah.
Gumilar
Kartasuwita terkapar tak bernyawa lagi. Sekujur tubuh berubah menjadi merah dan
kepulkan asap. Sungguh mengerikan!
"Wuuuttt!"
Benda
panjang merah yang adalah lidah melesat masuk kembali ke dalam mulut Ratu
Duyung jejadian menjerit marah.
************************
8
NYI
KUNCUP JINGGA tertawa mengekeh.
"Ratu
Duyung, apa yang kau saksikan cukup menjadi peringatan. Sekarang apakah kau
masih tidak mau menyerahkan Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru?"
"Tua
bangka keparat! Apa salah pemuda itu! Kau mampus lebih dulu!" teriak Ratu
Duyung jejadian lalu lima tangannya dijentikkan ke arah Nyi Kuncup Jingga yang
kembali tertawa bergolak.
Lima
larik sinar merah mendera udara, melesat ke arah lima bagian tubuh Nyi Kuncup
Jingga. Itulah pukulan Lima Jari Akhirat.
"Nyi
Kuncup awas!" teriak Ki Ngumpil Besaki seraya dengan cepat mendorong si
nenek ke samping. Lalu sambil menghindar kakek ini balas menghantam dengan
pukulan sakti bernama Perangkap Raga Penjerat Jiwa. Pukulan sakti ini merupakan
satu serangan untuk melumpuhkan dan meringkus lawan. Karena begitu larikan
sinar hitam melesat keluar dari tangan si kakek, sinar langsung menebar
membentuk jaring samar. Sekali sosok Ratu Duyung jejadian masuk terperangkap ke
dalam jaring, ilmu kepandaian apapun yang dimiliki tidak akan memungkinkannya
lolos!
Lima
larik sinar merah pukulan sakti Lima Jari Akhirat saling hantam di udnra dengan
jaring hitam Perangkap Raga Penjerat Jiwa.
Dentuman
dahsyat membuat tanah bergetar hebat. Tiga orang yang ada di tempat itu
sama-sama terhuyung sementara pecahan ipar hitam dan merah bertabur melabrak
pohon. Ranting dan dedaunan hangus, batang pohon berderak patah lalu tumbang
dengan suara bergemuruh.
Mereka
yang bertarung sama-sama tercekat. Ki Ngumpil Sebaki baru sekali ini mengalami
ilmu kesaktiannya yang bemami Perangkap Raga Penjerat Jiwa tidak mampu
meringkus musuh.
Sebaiknya
Ratu Duyung jejadian alias Nyai Tumbal Jiwo terperangah menyaksikan Pukulan
Lima Jari Akhirat tidak dapat menyentuh sosok lawan! Sementara Nyi Kuncup
Jingga tertegun dengan wajah berubah pucat!
Gagal
menghantam lawan dengan Pukulan lima jari Akhirat Ratu Duyung jejadian membuat
gerakan berputar sambil dua tangan diangkat siap melepas pukulan Angin Roh
Pengantar Kematian. Ketika berputar itulah Purnama yang sudah berada di tempat
itu dapat melihat jelas wajah Ratu Duyung jejadian.
"Memang
dia…" ucap Purnama dalam hati. Namun matanya yang tajam dan naluri yang
kuat membuat dia merasakan satu kelainan. "Aku harus yakin dulu. Salah
menduga bisa menimbulkan malapetaka besar! Jurus ilmu silatnya berbeda. Pukulan
saktinya Juga lain. Lalu ucapan kasar yang tidak bisa dikeluarkan Ratu
Duyung…"
Gadis
gadis dari alam 1200 tahun silam ini lalu menengadah, menyedot udara dengan
kerahkan hawa sakti di Jalan pernafasannya. Dia menerapkan ilmu yang disebut
Nafas Sepanjang Badan.
Dengan
ilmu ini Purnama segera mengetahui bahwa gadis bermata biru berpakaian ringkas
kelabu Itu bukanlah Ratu Duyung yang asli.
"Dia
mahluk dari alam roh! Dua orang tua itu sebenarnya dalam keadaan bahaya. Mereka
tidak mungkin mampu membunuhnya kecuali…"
Saat itu
KI Ngumpil Sebaki mengangkat tangan kanannya dan berseru. "Aku bicara
untuk terakhir kali. Kami tahu siapa kau sebenarnya. Kau bukan Ratu Duyung
asli. Kau mahluk Jejadian yang sengaja meniru menyamar Jadi Ratu Duyung! Kami
tahu kau membekal Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru. Batu Itu bukan milikmu!
Sesuai perjanjian darah dan nyawa kami yang berhak menguasainya. Serahkan pada
kami dan kau boleh pergi tanpa kurang suatu apa!"
"Ah,
kakek nenek itu sudah tahu siapa adanya orang yang mereka hadapi." Kata
Purnama dalam hati.
"Yang
jadi pertanyaan bagaimana batu sakti milik Nyai Roro Kidul bisa berada di
tangan Ratu Duyung jejadian. Bukankah terakhir kali ada pada Wiro?"
Mendengar
ucapan KI Ngumpil Sebaki Ratu Duyung jejadian tertawa panjang. "Aku tahu
nyali kalian sudah mulai lumer. Tadinya dengan sekali gebrak mengira bisa
mempecundangl diriku lalu merampas batu mustika! Sekarang tahu kehebatan diriku
kalian mencoba membujuk! Baik. aku akan berikan apa yang kalian minta Tapi
katakan dulu siapa kalian adanya!"
Dua kakek
nenek saling pandang lalu sama gelengkan kepala
"Siapa
kami tidak pentingl Yang penting cepat serahkan apa yang kami minta! Atau kami
akan mengirimmu ke alam gelap-gullta untuk selamalamanya!"
Ratu
Duyung jejadian alias Nyai Tumbal Jiwo tertawa melengking. Dua tangan yang
sejak tadi diangkat dipukulkan ke arah sepasang lawan melipat pukulan sakti bernama
Angin Roh Pengantar Kematian.
Ki
Ngumpil Sebaki dan Nyi Kuncup Jingga terkesiap kaget begitu mendengar dari arah
depan dua suara menggemuruh dashyat mendatangi laksana dua batu raksasa
bergelinding siap menggilas melumat mereka.
"Ki
Ngumpil, lekas keluarkan pukulan Gelombang Laut Utara!" teriak Nyi Kuncup
Jingga.
Dua kakek
nenek membungkuk sambil dua tangan diputar-putar ke depan. Saat itu Juga suara
gemuruh serangan Ratu Duyung Jejadian ditandingi dengan menggelegarnya suara
deru dahsyat laksana gelombang raksasa bergulung menerpa. Apapun yang ada di
hadapannya akan hancur luluh!
Ratu
Duyung Jejadian berteriak kaget ketika di depannya dia melihat tempat itu telah
berubah menjadi lautan luas dan empat gelombang besar bergulung ke arahnya
setelah lebih dulu melumat pukulan sakti Angin Roh Pengantar Kematian!
"Tua
bangka jahanam! Kalian kira bisa mengalahkan diriku!"
Teriak
Ratu Duyung jejadian marah. Sambil melompat setinggi dua tombak ke udara dia
menyembur. Saat itu Juga asap hitam menggebubu ke arah Ki Ngumpil Sebaki dan
Nyi Kuncup Jingga. Selagi dua orang tua Itu kelagapan dan merasa perih mata
masing-masing akibat serangan Asap Roh Mencari Pahala yang tadi disemburkan
lawan. Ratu Duyung Jejadian melesat turun sambil kirim dua tendangan dengan
kaki kanan dan kaki kiri dalam jurus atau tendangan maut bernama Kaki Roh
Menjebol Karang.
Dua
pembantu utama kepercayaan Ratu Laut Utara terbeliak kaget ketika merasa
kepulan asap hitami membuat kepala mereka berdenyut sakit laksana mau meledak
dan sepasang mata perih luar biasa seperti akan beriasatan keluar dari
rongganya. Dalam keadaan seperti itu mereka masih mampu melihat dua kaki
tiba-tiba menderu dahsyat ke arah jidat masingmasing!
Nyi
Kuncup Jingga berteriak pasrah karena memang tidak punya kesempatan untuk
selamatkan diri. Ki Ngumpil Sebaki meski mendelik kaget masih bisa pergunakan
dua tangan berusaha menangkis. Namun apa lacur!
"Kraakk!"
Lengan
kiri Ki Ngumpil Sebaki patah. SI kakek menjerit keras.Tendangan lawan yang tak
sanggup ditangkis terus menggeledek ke arah keningnya!
Di
kejauhan, Ratu Laut Utara yang terus menerus memantau keberadaan dan keadaan
kedua pembantu utamanya itu terkejut ketika dia merasakan bahwa KI Ngumpil
Sebaki dan Nyi Kuncup Jingga berada dalam malapetaka besar yang bisa merenggut
nyawa mereka. Tidak tunggu lebih lama Ratu Laut Utara melesat ke permukaan
samudra. Dua tangan kemudian ditepukkan ke atas air laut mengirim ilmu jarak
jauh untuk selamatkan dua kakek nenek. Namun mendadak usahanya untuk menolong
dua pembantu Itu dibatalkan. Dia melihat dua cahaya biru telah lebih dulu
melindungi Ki Ngumpil Sebaki dan Nyi Kuncup Jingga.
"Siapa
orang sakti yang menolong dua anak buahku?" Sang Ratu bertanya dalam hati.
"Aku berhutang besar padanya. Lalu lalu watttl Dia menyusup masuk kembali
ke dalam dasar samudera kawasan laut utara! Langsung menuju ruang rahasia
tempat dia biasa melakukan samadi di atas sebuah batu berwarna putih tanpa
selembar benangpun menutupi auratnya. Selarik cahaya keunguan tiba-tiba muncul
menyelubungi sekujur tubuh sang Ratu. Namun hanya satu kejapan, cahaya Itu
mendadak lenyap.
Ratu Laut
Utara tersentak dan buka dua mata yang terpejam.
"Aneh,
mengapa aku melihat bayangan pendekar itu. Tapi dia tidak sendirian. Jalur
warna menandakan mereka tengah menuju ke arah utara. Jika mereka mengarah ke
sini dalam waktu beberapa hari pasti akan sampai. Aku Juga melihat beberapa
titik samar begemerlap. Jauh di arah selatan dan timur. Siapa lagi gerangan
yang akan mendatangi kawasan laut utara Ini? Apakah mereka datang membawa kebaikan
atau mencari mati? Aku mencium bau air laut. Aku mendengar suara getombang
membahana tiada henti dan tiupan angin seperti badai mengamuk. Firasat
mengatakan ada bahaya bakal datang."
************************
9
HANYA
sekejapan mata lagi kepala Nyi Kuncup Jingga dan Ki Ngumpil Besaki akan hancur
dimakan tendangan Kaki Roh Menjebol Karang dan keduanya bakal menemui kematian
secara mengerikan tiba-tiba dua rangkum cahaya biru begemerlap menyelubungi
tubuh dua kakek nenek Ini mulai dari kepala sampai ujung kaki.
"Dess!
Desas!"
Dua kaki
Ratu Duyung jejadian laksana menghantam dinding karet. Mahluk alam roh Ini
terpekik Tubuh terpental. Setelah membuat jungkiran dua kali di udara baru dia
berhasil jejakkan kaki di tanah. Tubuh bergetar goyang. Dua kaki yang tadi
dipakai menendang tampak bengkak membiru sampai pergelanganl
Sementara
Itu dua kakak nenek dengan muka pucat saling pandang Nyi Kuncup Jingga berkata.
"Ki Ngumpil, ada orang menyelamatkan kita."
"Aku
tahu, aku merasa bersyukur." Jawab Ki Ngumpil Sebaki. Dua orang tua ini
memandang berkeliling.
"Jahanam
kurang ajar! Siapa berani mati mencampuri urusan ku!" teriak Ratu Duyung
Jejadian. Cepat dia kerahkan hawa sakti ke kaki yang bengkak lalu salurkan
tenaga dalam pada tangan kiri kanan.
Saat itu
tiba-tiba berkelebat satu bayangan biru disusui tawa panjang, ditutup dengan
ucapan lantang.
"Ratu
Duyung tidak pernah bicara kasar dan kotori Mahluk alam roh! Aku tahu siapa
kau! Kembalikan benda yang kau curi jika itu memang milik dua kakek nenek
ini!"
Melihat
siapa yang berdiri beberapa langkah di hadapannya, berubahlah paras Ratu Duyung
jejadian.
"Jahanam
ini lagi! Aku tidak mungkin melawannya.
Dia
mahluk alam roh tiga tingkat di atas kekuatanku!
Lebih
baik aku segera angkat kaki dari tempat Ini!"
Ratu
Duyung jejadian angkat tangan kiri.
"Jika
kau meminta benda yang diinginkan dua kakek nenek itu, apa sulitnya
menyerahkan. Tapi ini berarti perkara habis sampai di sini!"
Habis
berkata begitu Ratu Duyung jejadian usap tangan kiri yang tadi diangkat ke atas
dada. Satu cahaya biru begemeriap. Sebuah benda berbentuk bulat lonjong sebesar
telur ayam tergenggam di tangan kiri.
"Kalian
Inginkan Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru?! Ini ambillah!"
Ratu
Duyung jejadian lemparkan benda bercahaya biru di tangan kirinya ke arah Ki
Ngumpil Sebaki. Pumama memperhatikan. Di balik cahaya biru Ku terlihat selarik
sinar hijau redup. Cepat-cepat gadis dari alam 1200 tahun silam Ini berteriak.
"Tidak
perlu diambil! Itu batu mustika palsu. Yang asli masih ada dalam
tubuhnya!"
Saat itu
Ratu Duyung jejadian telah memutar diri dan berkelebat cepat hendak tinggalkan
tempat itu. Namun gerakannya segera di hadang oleh Purnama.
"Aku
pernah mencabik-cabik tubuhmu! Kalau sekali Ini aku lakukan lagi kau akan
tenggelam selama-lamanya di alam roh! Setahuku batu mustika sakti Itu adalah
milik Ratu Laut Selatan. Kau mau menyerahkan batu mustika asli padaku atau
memilih mati!"
Ratu
Duyung Jejadian menggembor marah.
"Bangsat
perempuan! Aku memilih mampus bersamamu!" Teriaknya. Lalu dua tangan
secara berbarengan dihantamkan ke arah Purnama, lancarkan serangan Telapak Roh.
Dua larik
cahaya merah berkiblat. Dua tangan mendadak berubah panjang. Dua telapak siap
mendarat di dada Purnama. Jika sampai mengenal sasaran sekujur tubuh Pumama
akan tenggelam dalam racun jahat yang sulit diobati. Wiro adalah salah satu
yang pernah menjadi korban pukulan ganas ini. Namun kali ini serangan yang
dilancarkan Jauh lebih ganas. (Baca serial Wiro Sableng berjudul "Bayi
Satu Suro") Saat Itu Juga kekuatan yang melindungi tubuh Purnama pancarkan
cahaya biru begemertap. Begitu dua bahunya digoyang, cahaya biru melesat keluar
dari tubuh, menyambar ke arah Ratu Duyung Jejadian. Yang diserang menangkis
dengan semburan hawa sakti namun tidak ada gunanya. Karena mendahului gerakan
lawan Purnama telah melepas pukulan bernama Menahan Raga Menyerap Tenaga.
Inilah Ilmu totokan Jarak Jauh alam gaib 1200 tahun silam. Saat Itu Juga
sekujur tubuh Ratu Duyung Jejadian mendadak sontak menjadi kaku tak bisa
bergerak tak mampu bersuara.
"Ha..hu…
ha… hu
Saat Itu
Purnama kembali lepaskan serangan berikutnya yang merupakan serangan pamungkas
yaitu Kutuk Alam Gaib Lapis Ke Tujuh.
Boleh
dikatakan selama Ini Purnama tidak pernah mengeluarkan Ilmu pukulan sakti Itu.
Kecuali ketika dulu dia menghajar Nyai Tumbal Jiwo hingga tubuhnya
tercabik-cabik dan membuat guru Patih Wira Bumi itu tidak mampu muncul
memperlihatkan sosok nyata selama puluhan hari. Kini Purnama kembali menyerang
dengan pukulan tersebut dan sekail Ini tidak ada ampun lagi bagi mahluk alam
roh yang tadinya bersarang di sebuah makam di pekuburan Kebonagung di luar
Kotaraja itu.
Begitu
pukulan Kutuk Alam Gaib Lapis Ke Tujuh menghantam tubuhnya, cahaya merah
berkiblat Tubuh Ratu Duyung Jejadian terbongkar hancur tercabik-cabik. Satu
lolongan menggidikkan laksana keluar dari Jurang dalam menggelegar dan bergaung
di tempat Itu. itulah lolong akhir kehidupan di alam nyata. Di saat hampir
bersamaan di kejauhan terdengar suara lolongan lain ramai sekali. Itu adalah
suara lolongan sekian banyak mahluk menyambut kedatangan roh yang baru dihajar
dan kembali masuk ka alam gaib.
Anehnya
tubuh Ratu Duyung Jejadian yang tercabik-cabik sesaat kemudian menyatu kembali,
membentuk ujud sosok seorang nenek angker yang serba merah dengan dada geroak
bergelimang darah.
"Nyi
Tumbal Jiwo!" ucap Nyi Kuncup Jingga setengah berteriak.
Dari dada
geroak Nyi Tumbal Jiwo meluncur Jatuh ke tanah sebuah benda biru lonjong
sebesar telur ayam. Purnama bermaksud mengambil benda itu namun Nyi Kuncup
Jingga bertindak menyambar lebih cepat Sosok Nyi Tumbal Jlwo kemudian seperti
lilin lumer, dan lenyap dari pandangan mata Di tempat itu yang tinggal hanyalah
tebaran bau busuk yang membuat semua orang terasa mau muntah.
Tiba-tiba
baik Nyi Kuncup Jingga maupun Ki Ngumpil Sebaki mendengar suara mengiang di
telinga mereka Ratu Laut Utara mengirimkan ucapan dari jauh.
"Jatuhkan
diri kalian. Berlutut. Dan kau Nyi Kuncup Jingga terapkan ilmu Penyejuk Jiwa
Pemikat Hati. Cium kakinyai Cium kakinya! Jangan serahkan batu mustika! Kalian
hmrua bisa membawanya ke hadapanku! Harus!"
Dua kakak
nenek saling pandang seketika, sama memberi isyarat dengan kedipan mata lalu
melompat ke hadapan Purnama, jatuhkan diri berlutut.
Nyi
Kuncup Jingga keluarkan ucapan. "Gadis cantik. Kenalpun kami belum. Namun
kau bukan saja telah menyelamatkan jiwa kami berdua, malah juga telah menolong
kami mendapatkan batu sakti itu kembali."
Purnama
membuka mulut. "Setahuku batu itu bukankah milik…"
Belum
selesai Purnama berucap Nyi Kuncup Jingga telah jatuhkan diri, sujud di tanah
lalu mencium kaki kanan gadis cantik dari Latanahsilam itu.
"Kami
berdua, aku Nyi Kuncup Jingga dan KI Ngumpil Sebaki sebagai tanda terima kasih
memperhambakan diri padamu Kau adalah Junjungan kami. Kami mohon dengan sangat
siapapun Raden Ayu adanya sudilah mengikuti kami ke tempat kediaman kami di
laut utara. Kami akan memperkenalkan Den Ayu dengan pimpinan kami Ratu Laut
Utara…"
Purnama
kerenyitkan kening.
"Ratu
Laut Utara?"
Betul
Junjungan! Jika beliau berkenan Junjungan akan diangkat menjadi pembantu utama.
Kami berdua akan sangat sedih kalau Den Ayu menolak permintaan kami."
Sambil
mencium kaki Pumama seperti yang diperintahkan suara mengiang, Nyi Kuncup
Jingga kerahkan Ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat Hati. Saat itu juga satu hawa sejuk
memasuki kaki kanan Pumama, menjalar ke seluruh tubuhnya sampai ke atas kepala.
Gadis ini merasakan satu kelegaan luar biasa. Dia tidak menyadari kalau saat
itu ada satu kekuatan gaib yang datang dari dasar laut utara perlahan-lahan
mulai menguasai dirinya.
"Aku
tak mungkin ikut kalian. Aku hanya ingin batu Itu…"
"Raden
Ayu, saat ini kau adalah Junjungan kami. Apa katamu akan kami turuti. Namun
sekali ini jangan menolak, ikutlah bersama kami ke laut utara. Kau akan melihat
satu kehidupan lain yang rasanya akan jauh lebih baik bagi diri Den Ayu."
Nyi Kuncup Jingga bicara sambil hidung masih mencium kaki kanan Purnama
sementara tangan kanannya mengelus-elus betis putih bagus gadis dari
Latanahsilam itu Seperti diketahui nenek ini mempunyai kelainan yaitu hanya
suka pada insan sejenis. Sementara itu Ki Ngumpil Sebaki pergunakan kesempatan merobek
salah satu ujung pakaiannya. Dengan sobekan ini dia Ikat dan gulung lengan
kirinya yang patah lalu dia membuat totokan di beberapa tempat hingga rasa
sakit jauhberkurang.
Pumama
tersenyum, ilmu yang diterapkan si nenek telah bekerja. Dipegangnya bahu Nyi
Kuncup Jingga.
"Nek,
bangunlah. Tak pantas kau bersujud dan mencium kakiku. Aku akan memenuhi
permintaan kalian. Sebenarnya aku masih banyak urusan. Namun tidak ada salahnya
mengikuti kalian barang dua tiga hari…"
Mendengar
ucapan Purnama Nyi Kuncup Jingga segera usapkan Batu Mustika Angin Laut Kencana
Biru ke dadanya. Saat itu juga batu sakti tersebut masuk ke dalam tubuhnya.
Lalu dengan cepat si nenek bangkit berdiri diikuti Ki Ngumpil Sebaki. Keduanya
berdiri dan membungkuk berulang kali sambil mengucapkan terima kasih tiada
henti.
"Terima
kasih Junjungan.Terima kasih!"
Nyi
Kuncup Jingga pegang lengan kanan Ki Ngumpil Sebaki, sementara tangan yang lain
memegang tangan kiri Purnama. Dengan mengandalkan kesaktian Batu Mustika Angin
Laut Kencana Biru dia membawa kedua orang itu melesat ke udara dan lenyap dari
pemandangan.
Bersamaan
dengan melesatnya ke tiga orang Itu, muncul si gendut Bujang Gila Tapak Sakti.
Pemuda ini banting-banting kaki hingga tanah bergetar.
"Aku
terlambat! Sial! Aku terlambat!" Sambil berkipas-kipas keponakan Dewa
Ketawa ini terus mengomel. "Edan, aneh! Mengapa Purnama mau-mauan ikut ke
dua kakek nenek itu? Padahal Jelas-jelas mereka bilang mau membawanya ke utara
menemui Ratu Laut Utara! Ratu golongan hitam pengacau rimba persilatan! Kalau
saja tadi aku tidak nyelonong pergi meninggalkannya…."
Seperti
diceritakan sebelumnya setelah bertemu Purnama, karena ingin melanjutkan
mencari dan mengejar Nyi Retno Mantili, Bujang Gila Tapak Sakti meninggalkan
Purnama begitu saja. Namun setelah cukup jauh berlari pemuda Ini
berpikir-pikir. Mencari Nyi Retno Mantili belum tentu ketemu. Lebih baik dia
kembali ke tempat Purnama.
"Aku
tak mau kehilangan dua burung sekaligus!" ucap si gendut pula.
Namun
sayang, ketika kembali ke tempat dia meninggalkan Pumama, gadis cantik itu
telah pergi bersama Nyi Kuncup Jingga dan Ki Ngumpil Sebaki.
"Sial!
Aku benar-benar kehilangan dua burung sekaligus!" Bujang Gila Tapak Sakti
putar-putar koplah kupiuk di atas kepalanya.
Tiba-tiba
tempat itu dibuncah oleh berisik suara kerontangan kaleng. Bujang Gila Tapak
Sakti terlonjak kaget dan buru-buru tutup dua telinganya yang terasa sakit
"Setan
alas! Orang gila dari mana membuatku kaget tak karuan!"
Terdengar
suara tawa mengekeh.
"Untung
kau hanya kehilangan dua burung di udara. Bagaimana kalau burungmu sendiri
ikutan hilang? Ha… ha… ha! Tapi coba kau periksa dulu! Janganjangan burungmu
yang di daiam celana itu juga memang sudah minggat kabur! Ha… ha… ha!"
Suara
tawa dibarengi suara kerontang keras membuat Bujang Gila Tapak Sakti memaki
panjang pendek dan kembali menutup kedua telinga. Walau memaki dan merasa sakit
pada dua telinga namun si gendut Ini turunkan dua tangan, menarik bagian depan
celana gombrongnya, delikkan mata memperhatikan. Dia merasa lega lalu
berteriak.
"Masih
ada! Burungku masih ada! Tidak minggat! Tidak kabur! Ha… ha… ha!" Mendadak
Bujang Gila Tapak Sakti hentikan ketawa.
"Siapa
yang barusan bicara? Siapa yang barusan membuat suara berisik?! Setan rimba
belantara! Jangan berani mempermainkan diriku!"
Bujang
Gila Tapak Sakti angkat tangan kanannya ke udara lalu diputar-putar tiada
henti. Putaran tangan menimbulkan suara berdesing. Saat itu juga udara mendadak
berubah dingin, makin dingin dan makin dingin.
"Aku
mau lihat. Masakan tidak mau unjukkan tampang!"
Tak lama
kemudian terdengar suara orang menggigil. Lalu suara berisik seperti tadi.
Hanya saja kali ini lebih perlahan lalu lenyap dan kembali muncul suara
menggigil tadi. Dari atas pohon di bawah mana Bujang Gila Tapak Sakti berdiri
sambil terus mengebutkan tangan tiba-tiba mengucur cairan kuning hangat, tepat
mengenai pundak kanan pemuda gendut
"Heh…
apa Ini? Mengapa ada cairan yang mengucur dari atas?"
Bujang
Gila pergunakan tangan kiri untuk mengusap cairan.
"Cairan
hangat…"
Perlahan-lahan
si gendut dekatkan tangan kirinya ke hidung.
Begitu
dia mencium bau cairan hangat yang membasahi tangan kirinya maka meledaklah
marahnya.
"Jahanam
sial kurang ajar! Siapa berani mengencingiku!"
"Gendut!
Salahmu sendiri. Udara dingin membuat aku tidak tahan kencing! Ha … ha … ha!
Kalau kau tidak menghentikan gerakan tangan kananmu, aku nkan terus mengguyurmu
dengan air kencing! "Ha… ha …ha!"
Bujang
Gila Tapak Sakti masih terus memaki tapi tangan kanan berhenti diputar lalu perlahan-lahan
diturunkan sambil kepala mendongak ke atas pohon.
Di saat
yang sama dari atas pohon melayang turun sesosok tubuh dan di lain kejap sudah
berdiri di hadapan Bujang Gila Tapak Sakti. Ternyata dia adalah seorang kakek
mengenakan caping bambu lebar. Pakaian dekil rombeng banyak tambalan.Tangan
kiri memegang tongkat kayu butut sekaligus memegang buntaian. Tangan kanan
memegang sebuah kaleng rombeng yang diisi batu. Orang tua Ini sesaat masih
keluarkan suara menggigil kedinginan. Namun bagitu udara dingin lenyap dia
tertawa mengekeh dan karontangkan kembali kaleng rombeng di tangan kanannya!
Si gendut
berteriak marah.Telinganya seperti mau meledak!
"Tua
bangka keparat! Kau mau membunuhku dengan ilmu setan kaleng rombeng"
"
Mendadak Bujang Gila Tapak Sakti hentikan makian. Matanya yang belok tampak
tambah besar. Dia membungkuk sedikit, mengintip ke bawah caping. Dia kini
melihat jelas wajah si orang tua. Dan dua mata putih buta!
"Eh,
orang tua kurang ajar! Kau…kau bukankah kau manusia jahil yang dijuluki Kakek
Segala Tahu?"
SI kakek
tertawa gelak-geialc
"Percuma
matamu belok besar kalau tidak mengenal diriku! Ha… ha… ha!"
************************
10
KITA
ikuti kembali perjalanan Pendekar 212 Wiro Sableng bersama Ratu Duyung yang
tengah mengejar si pencuri Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru yang tak lain
adalah Nyai Tumbal Jiwo alias Nyi Wulas Pikan yang menyaru menjadi Ratu Duyung
palsu.
Dari Desa
Jatiwalu mereka bergerak ke arah timur. Ilmu lari serta ilmu meringankan tubuh
tingkat tinggi yang mereka miliki sangat menolong. Bilamana bosan melakukan
perjalanan di darat mereka melanjutkan dengan menyewa perahu mengarungi
beberapa sungai hingga akhirnya sampai di muara Kali Comal. Dari sini keduanya
bergerak ke arah timur menyusuri pesisir pantai utara hingga akhirnya sampai di
satu teluk kecil dekat sebuah desa bernama Bonang yang terletak di barat laut
Demak.
Sepanjang
perjalanan Ratu Duyung tiada henti memeriksa lewat cermin sakti. Adanya
hubungan gaib antara sang Ratu dengan batu mustika sakti yang dicuri membuat
gadis bermata biru ini mampu mengetahui di arah mana keberadaan benda yang
dicuri orang itu.
Di dalam
cermin Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru terlihat berupa titik biru sebesar
beras yang selalu berkedap kedip. Titik biru ini didampingi satu titik hitam
dengan kebesaran yang sama. Titik hitam merupakan pertanda orang atau mahluk
yang memegang batu sakti. Selain itu di bagian bawah cermin sekali-sekali
terlihat pula satu titik putih berkedap kedip.
Dua hari
lalu titik hitam lenyap dari permukaan cermin. Bersamaan dengan itu muncul tiga
titik hijau mendampingi titik biru. Dua titik hijau berkedap kedip sementara
titik hijau ketiga tidak.
Ratu
Duyung segera memberi tahu.
"Wiro
sesuatu telah terjadi. Ratu Duyung memperlihatkan cermin pada Pendekar 212 dan
menunjuk pada titik biru yang berkedap-kedip. "Titik biru pertanda batu
mustika sakti.Titik hitam yang ada sebelumnya merupakan tanda orang yang
memegang batu. Kini titik hitam lenyap. Berarti batu mustika berpindah tangan
pada orang lain. Sesuatu terjadi dengan si titik hitam. Aku yakin orang Ini
telah menemui ajal."
Wiro
memperhatikan permukaan cermin sakti lalu berkata
"Intan,
tiga titik hijau pendatang baru, aku punya dugaan tiga titik hijau secara
bersamaan bergerak ke bagian atas cermin. Mungkin arah utara?"
"Pendapatku
sama dengan kau. Tiga titik hijau bergerak ke utara. Ke arah laut bersama-sama
dengan titik biru. Besar kemungkinan ini berarti titik biru atau batu mustika
sakti milik Nyai Roro Kidul itu kini berada di bawah penguasaan tiga titik
hijau."
"Aku
melihat dua titik berkedip-kedip, yang satu tidak. Kau bisa menduga siapa
mereka?" tanya Wiro pula.
"Yang
dua adalah manusia biasa seperti kita.Titik yang ketiga yang tidak berkedip
menyatakan dia adalah mahluk alam gaib. Kesaktian cermin tidak mampu menembus
dirinya secara utuh. Dan jika mereka menuju ke utara…"
"Intan,
aku secara tolol menyerahkan batu mustika pada mahluk yang mewujudkan diri
seperti dirimu. Sesuatu terjadi dengan orang itu. Batu mustika berpindah
tangan. Menurutmu salah satu dari tiga titik hijau adalah mahluk alam gaib. Kau
bisa menduga siapa?" Ratu Duyung memilih tak mau menjawab. Dia gelengkan
kepala Lalu menatap ke arah cermin.
Tiga
titik hijau dan titik biru mendadak lenyap dari permukaan cermin. Ratu Duyung
segera memberi tahu.
"Wiro,
titik biru dan tiga titik hijau lenyap dari dalam cermin!"
"Intan,
apa artinya itu?" tanya Wiro.
"Orang-orang
itu slapapun mereka adanya tidak ada lagi di daratan tanah Jawa ini."
Menjawab Ratu Duyung.
"Terbang
ke langit?"
"Bisa
jadi.Tapi yang lebih kuduga mereka lenyap masuk ke dalam laut."
Wiro
menatap wajah cantik bermata biru itu sambil menggaruk kepala. Mulutnya berucap
perlahan, mengulang kata-kata Ratu Duyung. "Lenyap masuk ke dalam
laut" Sambil terus menggaruk kepala Wiro melangkah mundar-mandir di depan
Ratu Duyung dan bicara sendirian. "Kalau titik biru juga lenyap, berarti
batu mustika milik Nyai Roro Kidul Ikut dibawa masuk ke dalam laut. Mengapa
mereka masuk ke laut?" Wiro hentikan langkah dan berpaling pada Ratu
Duyung. "Intan, kalau mereka masuk ke dalam laut, bukan mustahil mereka
memang tinggal di dalam laut. Laut utara. Kau bisa menduga siapa mereka?"
"Kau
pernah mendengar yang namanya Ratu Laut Utara?" balik bertanya Ratu
Duyung.
Wiro
tersenyum. Sebenarnya dia sudah menduga namun murid Sinto Gendang ini tidak mau
langsung keluarkan pendapat Dia Ingin mengetahui lebih dulu apa yang ada di
benak gadis cantik bermata biru itu. Ternyata mereka punya jalan pikiran yang
sama.
"Aku
mengenal Ratu yang nama aslinya Ayu Lestari. Namun Nyi Roro Manggut pernah
memberi tahu kalau Ratu yang asli Itu telah disekap oleh seorang perempuan yang
kini mengangkat dirinya sebagal Ratu Laut Utara ." (Baca serial Wiro Sableng
berjudul "Sang Pembunuh", baca Juga "Pembalasan Ratu Laut
Utara")
"Perempuan
yang mengangkat diri sebagai Ratu Laut Utara Itu sebenarnya berasal dari Laut
Selatan. Bernama Nyi Harum Sarti. Dia masih kerabat dekat Nyai Roro Kidul.
Semasa berada di Laut Selatan dia menjadi orang kepercayaan Nyai. Selain diben
ilmu agar tetap awet muda yaitu seusia perempuan empat puluh tahun, kepadanya
Ratu juga memberikan banyak ilmu kesaktian. Setelah merasa memiliki Ilmu yang
cukup, tanpa bicara atau pamit dia meninggalkan Laut Selatan. Dia pergi ke Laut
Utara, berhasil mengalahkan dan menyekap Ratu asli lalu mengangkat diri
sebagai penguasa baru di Laut Utara. Walau Nyai Roro Kidul sangat menyesalkan
perbuatan Nyi Harum Sarti namun tidak pernah mengambil tindakan apa-apa. Dengan
Ratu terdahulu hubungan Kerajaan Laut Utara dan Kerajaan Laut Selatan sangat
baik. Sebaliknya setelah Nyi Harum Sarti berkuasa di Utara sering ada silang
sengketa, banyak terjadi perkara bagi Nyai Roro Kidul Ratu Laut Utara membujuk
beberapa orang pembantu utama Nyai agar mau bergabung dengan dirinya. Salah
seorang yang aku ingat adalah Pengging Kuntala Kepala Pengawal Tembok Karang
Abadi…"
"Kau
telah menamatkan riwayat manusia satu Itu.," kata Wiro pula. (Baca sarial
Wiro Sablang berjudul "Sang Pembunuh")
Ratu
Duyung mengangguk. Lalu berkata. "Selain itu Ratu Laut Utara juga berusaha
mencuri benda-benda pusaka dan membuat berbagai macam kekacauan..Astaga!"
"Ada
apa Intan?" tanya Wiro yang sejak memberi nama Intan pada Ratu Duyung kini
selalu menyebut si cantik bermata biru tersebut dengan nama baru itu.
“Kalau
batu mustika sakti milik Nyai Roro Kidul ikut masuk ke dalam laut utara,
berarti setelah dicuri dari istana bawah laut Nyai Roro Kidul, batu mustika itu
kini berada dalam kekuasaan Ratu Laut Utara…."
"Jangan-jangan
orang yang menyamar sebagai dirimu itu adalah salah satu kaki tangan Ratu Laut
Utara."
"Bisa
jadi," jawab Ratu Duyung. Dia melirik ke arah cermin."Urusan bisa
benar-benar menjadi pelik."
"Intan,
kita mengejar ke tempat yang tidak keliru. Aku punya tanggung jawab untuk
mendapatkan batu mustika milik Nyai Roro Kidul itu." Kata Wiro pula.
"Satu-satunya
cara adalah kita harus mampu menyusup ke tempat kediaman Ratu Laut Utara.
Rasanya itu bukan pekerjaan sulit. Namun kita tidak boleh menganggap rendah
kekuatan musuh. Kesaktian dan kekuatan Ratu Laut Utara dimasa silam jauh
berbeda dengan keadaannya sekarang. Aku merasa yakin akan berkecamuk sesuatu
yang dahsyat"
"Apapun
yang terjadi aku harus dapat mengambil batu mustika milik Nyai Roro Kidul.
Sekaligus Jika bisa menolong sahabatku Ayu Lestari yang disekap Ratu Laut
Utara. Aku tahu kira-kira letak Istana Ratu Laut Utara. Aku sudah pernah ke
sana."
"Wiro,
tak usah kau mempersalahkan diri sendiri. Mendapatkan batu mustika Itu kembali
menjadi tanggung jawab kita berdua.Tapi coba kau lihat lagi ke dalam cermin
sakti ini."
Ratu
Duyung mendekatkan cermin sakti ke arah Wiro. Murid Sinto Gendeng
memperhatikan.
"Eh.,
tadi cermin Ini sudah bersih. Sekarang mengapa tahu-tahu ada lagi titik hijau.
Satu titik berkedip bergerak dari arah barat. Cepat sekali. Bergerak ke bagian
atas cermin berarti menuju arah utara. Dua titik hijau lagi mendatangi dari
arah bawah cermin. Yang satu berkedip, satunya tidak. Berarti ada lagi satu
mahluk alam gaib yang gentayangan. Dua titik ini juga bergerak ke arah
utara."
"Dugaanku
semakin keras bakal terjadi sesuatu di laut utara. Sebaiknya saat ini aku
segera menghubungi Ratu untuk mendapatkan petunjuk."
Ratu
Duyung simpan cermin sakti di balik pakaian lalu memandang berkeliling. Di satu
bagian tanah yang agak ketinggian dia duduk bersila. Dua tangan diletakkan di
atas paha kiri kanan, kepala sedikit diangkat dan sepasang mata dipejamkan.
Sementara
Ratu Duyung bersamadi untuk mendapatkan hubungan dengan Nyai Roro Kidul
diam-diam Wiro memperhatikan. Walau agak pucat dan membayangkan keletihan
namun wajah gadis Itu tampak begitu anggun. Rambut di bagian depan kepala yang
jatuh menjulal kening membuat wajahnya tampak, lebih menawan. Entah mengapa
saat itu Wiro tiba-tiba ingat akan ucapan Bunga, gadis alam roh sesaat setelah
dia dan Ratu Duyung berhasil mengeluarkan Bunga dari dalam sekapan Gud Setan.
Waktu itu
Bunga berkata.
"Diluar
diriku aku tahu begitu banyak gadis yang mencintai dirimu. Aku tidak tahu
bagaimana perasaanmu terhadap mereka. Tapi jika kelak di kemudian hari kau
Ingin memilih salah satu dati mereka sebagal teman hidupmu, jatuhkanlah
pilihanmu pada Ratu Duyung. Jaga dia baik-baik… "(Baca serial Wiro Sableng
berjudul "Kutukan Sang Badik")
Sambil
terus menatap wajah cantik itu Wiro berpikir.
"Mengapa
Bunga mengatakan harus dia? Bukan Bidadari Angin Timur. Bukan pula Anggini.
Mengapa Kiai Gede Tapa Pamungkas dan juga Eyang Sinto serta Kakek Tua Gila
punya pendapat yang sama? Bahkan Kiai Gede Tapa Pamungkas hendak menyerahkan
Pedang Naga Suci Dua Satu Dua padanya."
Kilas
kenangan demi kenangan, suka dan duka di masa lalu bersama Ratu Duyung
terbayang satu persatu. Wiro coba merenung.
"Aku
tahu, ada satu kelebihan dalam diri gadis ini. Hatinya begitu polos., begitu
tulus. Mulutnya tidak banyak berucap namun pandangan mata serta sikapnya yang
lembut menyiratkan pribadi dirinya. Aku tidak keliru memberinya nama intan.
Hatinya seputih kilau cahaya permata.-."
Saat itu
sebenarnya Ratu Duyung telah selesai semadi dan berhubungan dengan Nyai Roro
Kidul. Ketika dia membuka mata, dia melihat Wiro tengah menatap memperhatikan
dirinya. Ratu Duyung cepat pejamkan mata berpura-pura terus bersamadi tapi mata
tidak seluruhnya dipejamkan. Masih terdapat serambut celah dimana dia bisa
balas melihat dan memperhatikan Wiro.
"Agaknya
dari tadi dia telah memperhatikan diriku. Apa yang ada dalam hatinya?"
Sang Ratu merasa dada berdebar.
Wiro
sendiri bukannya tidak tahu kalau gadis bermata biru itu berpura-pura samadi
tapi sebenarnya memperhatikan dirinya. Sambil menggaruk kepala dia melirik ke
arah serumpun pohon perdu berdaun lebat Seekor ular keket hijau menempel di
atas selembar daun. Murid Sinto Gendeng senyum-senyum. Pikiran jahil muncul di
benaknya. Dia pura-pura menggeliat. Tapi bersamaan dengan itu dua jari tangan
kanan yang telah dialiri tenaga dalam diarahkan pada daun yang ada ular
keketnya.
"Tess!"
Tangkal
daun putus.
Wiro
sentakkan dua jari tangan ke belakang. Saat itu juga daun melayang ke bawah
tapi tidak jatuh ke tanah melainkan meluncur dan jatuh tepat di atas paha kiri
Ratu Duyung yang masih duduk bersila. Melihat ular keket menggeliat-iiat di
atas daun gadis bermata biru Ini langsung menjerit dan melompat dari duduknya.
Muka pucat tubuh keluarkan keringat dingin.
"Intan,
ada apa?" Wiro pura-pura bertanya dan cepat mendatangi,
"Kau
keterlaluan. Kau mempermainkan aku!" Kata Ratu Duyung sambil tinju
kanannya dipukul-pukulkan ke dada Wiro.
Wiro
tertawa. Sambil merangkul dan mengusap punggung si gadis dia berkata.
"Kita berdua terlalu tegang oleh keadaan. Sesekali harus ada selingan agar
otak tidak leleh! Sudah… sudah."
"Ular
keketnya mana. Buang dulu… aku jijik."
"Ularnya
sudah jatuh waktu kau melompat tadi." jawab Wiro.
"Kau
dusta! Pasti masih menempel di celanaku."
"Sial,
tidak tahu dia. Ular keket benaran Justru! menempel dalam celanaku!" kata
Wiro dalam hati lalu tertawa gelak-gelak.
"Kenapa
kau tertawa?" Tanya Ratu Duyung. "Kau masih mempermainkanku!"
"Tidak,
tidak ada apa-apa. Ayo kita lanjutkan perjalanan." Jawab Wiro pula sambil
senyum-senyum
"Tidak,
aku harus memberitahukan sesuatu lebih dulu padamu." Kata Ratu Duyung
pula.
"Memberitahukan
apa?" tanya Wiro.
"Ada
seseorang saat ini mengintip kita."
"Hemm…
begitu?" Wiro memandang berkeliling. Lalu bertanya. "Laki-laki atau
perempuan?"
"Aku
mencium bau wangi pakaian dan rubuhnya Tidakkah kau mencium."
"Kalau
dia wangi berarti yang mengintip itu seorang perempuan. Aku akan melakukan
sesuatu biar dia penasaran!" Habis berkata begitu Pendekar 212 lalu peluk
tubuh Ratu Duyung erat-erat, ciumi wajah dan kecup bibirnya hingga si gadis
bergetar sekujur tubuh dan sambil baias mendekap kencang dia berkata kelagapan.
"Wiro,
kau ini…."
Namun
suara Ratu Duyung lenyap begitu kecupan Wiro kembali mendarat di bibirnya.
DI balik
kerapatan semak belukar, tak jauh dari tempat itu seorang gadis cantik seperti
mau pingsan ketika melihat ciuman bertubi-tubi yang dilakukan Wiro terhadap
Ratu Duyung.
Mulutnya
berucap tersendat.
" Ya
Tuhan, jangan-jangan Kiai itu sudah menikahkan mereka di puncak Gunung Gede!
Wiro tak pernah berbuat sepeti itu. Gadis itu juga tidak sebinal yang aku
ketahui. Atau mungkin mereka sengaja…"
Tidak
menunggu lebih lama gadis yang mengintip balikkan tubuh dan berkelebat cepat
tinggalkan tempat itu. Sepasang matanya tampak berkaca-kaca.
Sementara
air mata jatuh bercucuran di kedua pipi si gadis terus-terusan membatin.
"Apa yang harus aku lakukan? Kemana aku harus pergi? Tuhan, berat nian
cobaan yang Kau berikan. Aku telah menghancurkan harapan seorang untuk
menggapai harapan baru. Ternyata aku menggapai kehampaan. Tuhan apakah Engkau
telah menjatuhkan Hukum Karma atas diriku?"
Tiba-tiba
si gadis nantikan lari. Walau perasaan dan pikirannya saat itu kacau balau
namun indera pendengaran dan penglihatan tidak terpengaruh. Satu bayangan besar
berkelebat di jalan setapak di belakang barisan pepohonan. Si gadis cepat
menyelinap. Dia terkejut ketika mengenali siapa yang lewat di depan sana.
"Eh,
si gendut Bujang Gila Tapak Sakti. Lama aku tidak bertemu, lama tidak mendengar
riwayatnya. Dia seperti terburu-buru. Mau kemana?"
Yang
lewat di jalan setapak memang Bujang Gila Tapak Sakti. Gerakannya seperti
melangkah biasa saja. Malah sambil berkipas-kipas.
Namun
sesaat kemudian dia sudah lenyap dari pemandangan.
"Pasti
ada urusan besar. Dari pada tidak tahu mau berbuat apa dan mau pergi kemana
baiknya aku ikuti saja si gendut tadi."
Lalu
gadis cantik yang sedang kalut itu segera berkelebat ke arah lenyapnya Bujang
Gila Tapak Sakti.
************************
11
MALAM
buta menjelang pagi Bujang Gila Tapak Sakti sampai di pantai utara. Tubuhnya
yang gemuk basah oleh keringat langsung dibaringkan di atas pasir. Dia merasa
sejuk enak setiap air laut mengguyur dirinya.
"Sial
dua hari dua malam menempuh perjalanan jauh! Kalau tidak mengingat pesan kakek
buta si kaleng rombeng itu, tidak akan mau aku berbuat tolol seperti ini!"
Bujang Gila Tapak Sakti bicara mengomel sendiri.
"Gendut!
Dari dulu kau memang tolol! Apa baru sekarang menyadari?1 "Tiba-tiba satu
suara perempuan menyahuti. Membuat Bujang Gila Tapak Sakti tersentak
bangun,duduk, di atas pasir. Matanya yang belok memandang ke arah sosok seorang
gadis cantik berpakaian biru berambut pirang riap-riapan, berdiri dalam bayang
kegelapan.
"Eh,
aku seperti mengenali suaramu! Rambutmu, harum bau tubuhmu juga! Tapi bukan
mustahil kau ini mahluk jejadian dari dasar laut!"
Si gadis
tertawa cekikikan.
"Matamu
sudah lamur! Apa kau tidak mengenali diriku?!"
"Astaga!"
Dari
duduk Bujang Gila Tapak Sakti bangkit berdiri. Dia maju dua langkah. Kepala
dikedepankan.
"Bidadari
AnginTimur! Memang kau rupanya! Mengapa kau ada di sini? Heh, jangan-jangan kau
selama ini mengikutiku! Sekarang aku baru sadar!"
Si gadis
yang memang Bidadari Angin Timur tersenyum lalu menjawab. "Kau betul. Aku
memang mengikutimu. Tadinya aku sudah kecapaian dan jengkel.Tidak tahu kau ini
mau kemana. Kau seperti tidak sampai-sampai ke tujuan. Kau sendiri mengapa
datang ke kawasan laut utara ini? Ada seorang gadis kecintaanmu yang hendak kau
temui?"
Bujang
GilaTapak Sakti tertawa gelak-gelak hingga tubuhnya yang gembrot
bergoyang-goyang. Air laut mengucur dari pakaiannya yang basah. Si gendut
tanggalkan kopiah hitamnya yang basah lalu dikibas-kibas.
"Dua
hari lalu aku bertemu Kakek Segala Tahu. Dia minta aku datang ke pantai utara.
Arah pulau Karimunjawa…"
Bidadari
Angin Timur heran mendengar ucapan Bujang Gila Tapak Sakti.
"Setahuku
di dasar laut pulau Karimun adalah tempat kediaman Ratu Laut Utara. Jadi dia
yang hendak kau temui Rupanya kau telah menjalin hubungan dengan perempuan
itu?"
"Kalau
Ratu itu mau padaku, aku juga mau-mau saja," jawab Bujang Gila Tapak Sakti
lalu tertawa mengokoh. "Tapi dengar dulu ceritaku. Menurut Kakek Segala
Tahu aku harus cepat ke sini untuk membantu Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng
dan Ratu Duyung menghadapi Ratu Laut Utara."
"Ada
silang sengketa apa Wiro dengan Ratu Laut Utara?"
"Kata
Kakek Segala Tahu Ratu Laut Utara telah menguasai sebuah batu mustika milik
Ratu Laut Selatan.-"
"Dua
Ratu Laut saling bermusuhan. Mengapa kau mau saja ikut campur. Biarkan mereka
menyelesaikan urusan sendiri-sendiri.."
"Hemm…"
Bujang Gila Tapak Sakti keluarkan suara bergumam.
Lalu
sambil senyum-senyum dia berkata "Aku tahu mengapa sepertinya kau tidak
perduli. Aku tahu mengapa kau seolah Ingin dua Ratu itu saling tempur dan celaka
sendiri. Bukankah itu karena kau tahu dua Ratu itu sama-sama menyukai Wiro?
Betul begitu? Ha… ha… ha!"
Bidadari
Angin Timur unjukkan wajah cemberut.
"Sobatku
rambut pirang. Soal batu mustika itu aku tidak mau tahu.Tapi yang dikawatlrkan
Kakek Segala Tahu adalah bahwa Ratu Laut Utara sudah sejak lama punya rencana
jahat ingin menguasai rimba persilatan tanah Jawa. Beberapa tokoh silat
berhasil dibujuk ikut menjadi kaki tangannya. Yang tidak mau tunduk
disekap.Termasuk Ratu Laut Utara yang asli. Sesuatu yang dahsyat akan terjadi
di kawasan Ini. Kakek kaleng rombeng itu menyuruhku ke sini. Aku diberi
beberapa petunjuk."
"Menurutmu
apakah Wiro dan Ratu Duyung sudah sampai di kawasan ini atau sudah lebih dulu
masuk ke dasar laut tempat Istana Ratu Laut Utara?" tanya Bidadari Angin
Timur pula.
"Aku
tidak tahu. Aku harus buru-buru menyeberang ke Pulau Karimunjawa. Sebelum
matahari muncul aku harus sudah sampai di sana.
"Aku
ikut bersamamu!"
Si gendut
tertawa. "Boleh-boleh saja. Tapi aku tidak mau satu perahu denganmu!"
"Eh,
apa maksudmu?" Bidadari Angin Timur heran.
Bujang
Gila Tapak Sakti tidak menjawab melainkan melangkah ke tepi pantai dimana
terdapat sebuah perahu. Sekail tandang perahu itu terpental dan masuk ke dalam
air. Si gendut menyusul melompat ke dalam laut Bukannya dia naik ke atas perahu
tapi perahu malah dibalikkan lalu dia menyusup ke bawah perahu yang terbalik
itu. Sesaat kemudian perahu bergerak meluncur ke tengah laut.
"Hai!
Tunggu!" teriak Bladadari Angin Timur. Dia memandang berkeliling.Tak ada
perahu lain di sekitar situ. Berarti dia harus naik di perahu yang sama!
Dari
bawah perahu muncul kepala berkopiah kupluk Bujang Gila Tapak Sakti.
"Aku
sudah bilang tidak mau satu perahu denganmu! Tapi kalau kau memaksa silahkan
naik di atas perahu. Kau di atas aku di bawah. Enak kan? Ha… ha… ha
Kepala si
gendut lenyap di bawah perahu dan perahu Itu terus meluncur.
"Gendut
edan! Kau kira aku tidak berani menerima tantanganmu!" Bidadari AnginTimur
yang memiliki ilmu meringankan tubuh tinggi serta kecepatan bergerak luar biasa
melesat di permukaan air laut. Sesaat kemudian dia sudah berdiri di atas perahu
yang terbalik!
ISTANA
besar Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut Utara. Dalam sebuah ruangan yang
dikelilingi dinding batu memancarkan cahaya biru terang beberapa orang
berkumpul. Ruangan Ini merupakan satu tempat rahasia, yang tidak sembarang
orang boleh masuk. Agaknya saat itu tengah berlangsung satu pertemuan sangat
penting. Orang pertama yang hadir di situ tentu saja adalah Ratu Laut Utara.
Dia duduk di sebuah kursi berlapis perak, dikelilingi beberapa pembantu
kepercayaan. Di samping kiri sang Ratu duduk seorang gadis cantik berpakaian
biru, berambut hitam lepas yang bukan lain adalah Purnama
Seperti
diceritakan sebelumnya dengan menerapkan ilmu yang disebut Ilmu Penyejuk Jiwa
Pemikat Hati Nyi Kuncup Jingga pembantu kepercayaan Ratu Laut Utara berhasil
menundukkan Pumama dan membujuk gadis sakti ini sekaligus membawanya ke Istana
Bawah Laut menemui Ratu Laut Utara
Di
sebelah kiri gadis dari alam 1200 tahun silam ini berdiri Nyi Kuncup Jingga dan
Ki Ngumpil Sebaki alias SI Lidah Hantu yang lengan kirinya tampak dibalut
Di
samping kanan Ratu Laut Utara berdiri seorang tua bersorban dan berjubah putih
Rambut putih menjulai panjang, diikat kedepan disatukan dengan kumis serta
janggut.Yang aneh dari kakek ini adalah mulutnya yang sangat lebar. Dalam
keadaan terkancing mulut itu memanjang dari bagian bawah telinga kiri sampai
bawah telinga sebelah kanan. Tenggorokan senantiasa bergerak turun naik seperti
dia tengah menelan sesuatu. Urat-urat besar di lehernya tampak menyembul merah.
Sementara dari lobang hidung dan liang telinga mengepul tipis asap berwarna
kemerahan. Asap ini menebar hawa panas hingga ruangan terasa hangat Sikap si
kakak berdiri seperti patung, diam tak bergerak dengan wajah menengadah ke arah
langit langit ruangan. Namun sepasang telinganya menangkap setiap pembicaraan
yang terjadi di tempat itu. Semua orang dalam Istana Bawah Laut Ratu Laut Utara
mengenal kakek ini dengan nama panggilan Datuk Api Batu Neraka. Siapa nama
sebenarnya tidak ada yang tahu. Dia merupakan salah seorang pembantu Ratu Laut
Utara yang diam di satu pulau kecil di utara Pulau Karlmunjawa. Dia Jarang
berada di Istana Ratu Laut Utara kalau tidak ada urusan yang luar biasa penting.
Di dalam
ruangan tidak ada pengawal tidak ada pelayan. Ini berarti pertemuan itu
benar-benar bersifat rahasia dan hanya mereka yang sangat dipercaya yang boleh
hadir, termasuk Purnama. Walau baru dikenal namun agaknya sang Ratu sudah
menaruh kepercayaan penuh pada gadis alam gaib ini. Di bawah Ilmu Penyejuk Jiwa
Pemikat Hati sang Ratu punya rencana untuk mempergunakan ilmu kesaktian gadis
alam gaib itu dalam menghadapi Ratu Duyung dan Pendekar 212.
DI
hadapan Ratu Laut Utara saat Itu ada satu meja kecil terbuat dari batu pualam.
Di atas meja terletak sebuah dulang perak berisi air. Inilah dulang atau nampan
bernama Dulang Perak Sejuta Mata. Melalui air di dalam dulang Ratu Laut Utara
mampu melihat keadaan di laut utara bahkan jauh sampai ke daratan pada arah
atau jurus delapan penjuru angin.
Biasanya
air di dalam dulang perak senantiasa berwarna kebiruan namun saat itu sesekali
air tampak berubah kemerahan. Ratu Laut Utara memberi Isyarat pada Nyi Kuncup
Jingga agar mendekat.
Setelah
nenek bermuka ungu berada di dekatnya Ratu Laut Utara berkata."Air di
dalam dulang bersemu merah. Jelas ada bahaya mengancam. Urusan sebenarnya hanya
dengan Ratu Duyung yang ditemani Pendekar Dua Satu Dua. Mengapa banyak tamu tak
diundang ikut berdatangan?"
"Mereka
datang mencari kematian!" kata Nyi Kuncup Jingga sambil tangannya
diletakkan di bahu Purnama lalu mengelus tengkuk gadis ini.
"Aku
melihat Jelas keadaan di luar. Ratu Duyung dan Pendekar Dua Satu Dua Wiro
Sableng saat ini telah berada di pantai utara. Sang surya belum terbit. Mereka
tengah bersiap-siap melakukan sesuatu. Aku melihat Pendekar Dua Satu Dua duduk
bersila di pasir pantai. Ada pancaran cahaya biru keluar dari tubuhnya…Ratu
Laut Utara mendadak hentikan ucapan. Wajahnya sangat tercekat. "Nyi
Kuncup, aku ingin mencocokkan apa yang aku ketahui dengan apa yang kau ketahui.
Kau tahu apa yang tengah dilakukan pendekar itu?"
Nyi
Kuncup Jingga memperhatikan kedalam dulang perak. Wajah nenek tua berwarna ungu
Ini berubah.
"Sri
Paduka Ratu. Pendekar Dua Satu Dua tengah bersiap-siap menerapkan Ilmu Meraga
Sukma! Dengan ilmu kesaktian ttu dia memang mampu masuk ke bagian manapun dari
Istana Kerajaan Bawah Laut Ini!"
Ratu Laut
Utara terdiam sesaat lalu berkata. "Pendekar itu boleh meraga dengan
seratus bahkan seribu sukma. Kita akan menangkalnya. Membuat sukmanya tidak
bisa kembali ke dalam raga untuk selama lamanya. Kita akan menyekapnya dalam
Istana ini! Seumur-umur dia akan aku Jadikan pendamping tapi tunduk di bawah
telapak kakiku! Ratu kembali memperhatikan cairan biru di dalam dulang perak.
Sesaat kemudian dia berucap.
"Ternyata
Nyi Roro Manggut ikut muncul. Dia datang bersama seorang nenek yang aku tidak
kenal. Dari tanda-tanda yang kulihat nenek satu ini mungkin mahluk dari alam
roh."
"Sri
Paduka Ratu, saya mohon saat Ini juga kita membentengi diri. Mengirim orang
untuk menghadang mereka sebelum mendatangi Istana kita." Berkata Nyi
Kuncup Jingga.
"Serahkan
semua itu padaku. Aku… Astaga!" Ratu Laut Utara terlonjak bangkit dari
duduknya. Lalu perlahan-lahan surut duduk kembali. Wajahnya yang cantik sesaat
berubah kelam.
"Ada
apa Sri Paduka Ratu?" tanya Ki Ngumpil Sebaki sementara Datuk Api Batu
Neraka turunkan kepala yang sejak tadi mendongak lalu melirik ka arah dulang
perak.
"Aku
melihat masih ada dua orang lagi muncul di dalam air Dulang Perak Sejuta Mata.
Mereka malah telah berada di pantai Pulau Karimunjawa! Yang pertama seorang
gemuk luar biasa yang aku tidak ketahui siapa adanya. Datuk coba kau lihat.
Mungkin kau mengenali orang ini…."
Datuk Api
Batu Neraka tundukkan kepala, menatap ke dalam air biru di dulang perak.
Setelah meluruskan tubuhnya kembali dia berkata.
"Pemuda
gemuk berkopiah hitam kupluk itu aku kenal dengan nama Bujang Gila Tapak Sakti.
Dia memang bersahabat dengan Pendekar Dua Satu Dua dan Ratu Duyung." Suara
si kakek sember. mungkin karena mulutnya yang sangat lebar mulai dari telinga
kiri sampai telinga kanan.
"Manusia
pengecut! Datang membawa komplotan!"
"Tidak
usah dipikirkan Sri Paduka Ratu. Saya yang akan menghadapi Bujang Gila Tapak
Sakti. ilmu kesaktiannya memang tinggi. Namun saya tahu kelemahannya. Bisakah
Sri Paduka Ratu meminjamkan Ning Kameswari barang beberapa ketika?"
Ratu Laut
Utara menatap wajah kakek berjubah dan bersorban putih itu. Lalu tersenyum.
"Aku tahu maksudmu Datuk. Aku tahu…"
"Orang
kedua yang muncul bersama si gendut itu apakah Sri Paduka Ratu sudah mengetahui
siapa dia adanya? Kalau beium biar saya mengatakan."
"Aku
sudah tahu Datuk. Gadis berambut pirang itu bukankah dia yang bernama Bidadari
AnginTimur? Aku sudah lama mendengar kehebatannya. Kail Ini agaknya tiba saat
aku dapat menjajal!"
"Sri
Paduka Ratu, jika terjadi apa-apa Sri Paduka tetap berada dalam Istana ini.
Biarkan kami menghadapi orang-orang itu. Mereka datang membawa angin. Mereka
akan segera menuai badai!" Ucap Datuk Api Batu Neraka pula.
"Kita
harus menyusun siasat sekarang juga!" Kata Ratu Laut Utara. "Datuk,
kau pergi ke Pulau Karimun-Jawa. Sesuai permintaanmu aku boleh membawa Ning
Kameswari ke pulau itu. Kau harus mampu membunuh pemuda bernama Bujang Gila
Tapak Sakti." Sang Ratu berpaling pada Nyi Kuncup Jingga dan Ki Ngumpil
Sebaki."Kalian cepat pergi ke arah selatan. Hadang Nyi Roro Manggut dan
nenek alam roh yang Ikut bersamanya." Lalu sambil memegang bahu Pumama
Ratu Laut Utara berkata. "Kau ikut bersamaku ke pantai utara.Tugasmu
membunuh Ratu Duyung. Aku akan menghadapi Pendekar Dua Satu Dua."
Habis
berkata bogitu Ratu Laut Utara bertepuk tiga kali.
"Wusss
Saat Ku
juga mengepul asap kuning di ruangan. Lalu dengan cepat asap membentuk sosok
satu mahluk tinggi besar berkepala botak yang sekujur tubuh tertutup bulu
lebat, memiliki dua tanduk di kening, mengenakan cawat. Saking tingginya kepala
hampir menyondak langit-langit ruangan sementara dua tangan menjulai hampir
menyentuh lantai. Dari sela bibir tebal mencuat dua taring runcing yang
senantiasa meneteskan cairan merah. Batok kepala mengepulkan asap biru. Pada kening
terdapat mata ke tiga yang selalu berkedap kedip tiada henti.
Kecuali
tiga buah matanya yang merah bagian lain dari tubuh mulai dari kepala sampai ke
kaki berwarna kuning.
Setelah
mengusap cairan merah yang membasahi mulut dan dagunya, mahluk dahsyat ini
jatuhkan diri. Membungkuk tiga kali sebelum berkata.
"Sri
Paduka Ratu, aku Jin Ouma Rawana siap menunggu perintah Sri Paduka."
Ternyata
mahluk dahsyat Ini adalah sebangsa Jin yang berada di bawah kekuasaan Ratu Laut
Utara.
"Jin
Ouma Rawana Kerajaan Laut Utara tengah menghadapi ancaman besar. Kami semua
akan meninggalkan Istana menghadapi musuh jahat. Kau kutugaskan untuk menjaga
Istana. Bunuh siapa saja orang luar yang berani datang mendekati tempat ini.
Selain itu perintahkan seratus anak buahmu untuk meniup badai ke arah delapan
penjuru angin kawasan laut Utara. Sekarang juga!"
Jin
bernama Duma Rawana membungkuk tiga kali.
"Ucapan
Sri Paduka Ratu aku dengar. Perintah segera aku lakukan. Jin Durna Rawana mohon
diri!"
"Wusss!"
Sosok
tinggi besar berbulu menyeramkan itu berubah menjadi asap kuning lalu lenyap
dari pemandangan.
Pada saat
di ruangan itu hanya tinggal Ratu Laut Utara berdua dengan Purnama, tiba-tiba
satu cahaya biru menyambar lalu traangg! Dulang perak di atas meja hancur
berantakan.
"Kurang
ajar! Orang-orang Laut Selatan telah mulai menyerang!" teriak Ratu Laut
Utara marah. Dia cepat pegang lengan Pumama dan usapkan tangan kiri ke dada
dimana tersimpan Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru. Keduanya serta merta
melesat keluar dari dalam ruangan. Begitu menyembul di permukaan laut Ratu Laut
Utara berkata. "Ingat, kau harus membunuh Ratu Duyung. Aku menghadapi
Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng! Kau mengerti?"
"Saya
mengerti Ratu." Jawab Purnama.
"Bila
urusan ini selesai, seperti yang aku janjikan kau akan kujadikan Wakilku."
"Terimakaslh
Ratu," kata Pumama pula yang sampai saat itu masih berada di bawah
pengaruh Ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat Hati.
"Astaga…."
"Ada
apa Ratu?"
"Apakah
kau merasakan air laut tiba-tiba berubah dingin seperti es?!" ucap Ratu
Laut Utara.
"Ini
pasti pekerjaan pemuda bernama Bujang Gila Tapak Sakti itu. Ratu, kita harus
segera keluar dari dalam laut sebelum tubuh kita menjadi beku!"
Ratu Laut
Utara cepat mengusap dada. Batu Mustika di dalam tubuhnya bersinar terang.
"Wutttt..Wuuutt!"
Seperti
anak panah lapas dari busurnya dua perempuan cantik itu melesat ke arah pantai
utara tanah Jawa.
************************
12
PENDEKAR
212 Wiro Sableng duduk bersila di atas pasir. Ombak bergulung dan memecah di pantai
tiada henti. Angin laut bertiup dingin. Keadaan masih gelap. Sesuai petunjuk
Nyai Roro Kidul yang diterima Ratu Duyung melalui samadi dia siap untuk meraga
sukma dan selanjutnya masuk ke dalam Istana Bawah Laut Ratu Laut Utara.
"Intan,
aku sudah siap…" Wiro memberi tahu Ratu Duyung.
"Wiro,
tunggu dulu. Ada sesuatu yang tidak wajar" jawab Ratu Duyung. Gadis
bermata biru ini menatap ke arah timur. "Saat ini seharusnya fajar sudah
menyingsing. Namun ada satu kekuatan menutupi udara di kawasan sebelah timur.
Aku mendengar sesuatu. Seperti suara puluhan seruling ditiup secara
berbarengan. Datangnya dari berbagai penjuru…"
"Aku
mendengar suara menderu. Dahsyat sekali." kata Wiro. "Intan, lihat ke
tangah laut. Ombak bergemuruh menjulang tinggi. Deru angin semakin kencang.
Hujan mulai turun. Sebentar lagi akan turun badai hebat.Tapi aku rasa ini bukan
badai kemauan alam. Ada satu kekuatan dahsyat dari daiam laut memaksakan
kehendak."
Saat itu
Ratu Duyung telah mengeluarkan cermin sakti dan memperhatikan permukaan cermin.
"Hai!
Apa yang terjadi? Cerminku membentuk titik buta!" Ratu Duyung berseru
kaget
"Apa
maksudmu Intan?" tanya Wiro seraya menarik tangan kanan Ratu Duyung,
mendekatkan cermin ke arahnya Murid Sinto Gendeng melihat betapa cermin sakti
itu kini terlihat hitam kelam!
"Ada
kekuatan dahsyat mencekal ilmu kesaktianmu. Mungkin ini pembalasan musuh
setelah kau menghancurkan peralatan pelihat jauh milik Ratu Laut Utara,"
ucap Wiro lalu kerahkan tenaga dalam ke tangan yang memegang lengan si gadis
maksudnya untuk bantu mengembalikan kekuatan dan kesaktian cermin.
"Jangan!"
teriak Ratu Duyung. "Cermin Ini bisa hancur! Sebaiknya kau segera
menerapkan Ilmu Meraga Sukma!"
Tidak
menunggu lebih lama Wiro cepat lakukan! apa yang dikatakan Ratu Duyung. Dia
kembali duduk bersila di tanah. Dua tangan disilang di atas dada. Mata dipejam.
Pikiran dikosongkan. Setelah mengucapBismillahirrohmanirrohim tiga kali Wiro
susul dengan ucapan Meraga Sukma, juga tiga kali. Sekejap kemudian tubuh kasar
Pendekar 212 Wiro Sableng diam membatu dan pancarkan cahaya bini. Dari tubuh
itu kemudian membayang keluar satu sosok samar, langsung melesat ke dalam laut.
Di saat
bersamaan hujan lebat mencurah turun. Laut seperti hendak terbongkar. Ombak
membubung tinggi ke udara lalu bergulung ganas ke pantai memporak porandakan
segala apa yang menghalangi. Angin bertiup menderu mengerikan, membongkar pasir
sepanjang pantai dan menerbangkannya ke udara membuat keadaan menjadi gelap
sementara sang surya masih belum muncul! Raga kasar Pendekar 212 masih terduduk
bersila seolah menyatu dengan bumi hingga tidak bergeming dari kedudukannya
"Badai
setan!"
Seseorang
berteriak di kejauhan.
Sewaktu
sukma Wiro molesnt ke dalam laut utara. Ratu Duyung segera menyusui melompat
namun gerakannya tertahan ketika beberapa tombak di samping kanan dia melihat
dua perempuan melesat laksana terbang dipermukaan laut, menembus amukan
gelombang dan deru badai angin serta tebaran pasir pantai. Keduanya mengenakan
pakaian biru. Walau cuma sekelebatan namun Ratu Duyung masih sempat mengenali.
Perempuan di ujung kanan adalah musuh bebuyutan Ratu Agung Nyai Roro Kidul
yaitu Ratu Laut Utara. Yang membuat Ratu Duyung terkejut bukan kepalang adalah
ketika mengenali perempuan di samping Ratu Laut Utara. Purnama! Gadis dari
Latanahsilam! Keduanya melesat ke arah sosok Wiro yang masih duduk bersila di
pasir pantai.
"Luar
biasa aneh! Bagaimana Purnama bisa bersama dengan Ratu Laut Utara? Mereka punya
hubungan apa? Sejak kapan?!"
Sesaat
Ratu Duyung menjadi bingung. Apakah dia akan meneruskan mengikuti Wiro masuk ke
dalam laut atau mengurungkan niat. Terlebih ketika dia melihat di tangan kanan
Ratu Laut Utara ada sebuah benda kuning sepanjang tiga jengkal berujung
runcing!
"Bambu
kuning pencekal ilmu Meraga Sukma!" ucap Ratu Duyung dengan suara
bergetar. Dia tahu apa yang hendak dilakukan Ratu Laut Utara. Secepat kilat
gadis bermata biru ini melesat menghadang untuk melindungi raga Pendekar 212.
Namun terlambat. Ratu Laut Utara sampai lebih dulu ke tempat sosok Wiro duduk
bersila.
"Craass!"
Ratu
Duyung terpekik!
Bambu
kuning di tangan kanan ditusukkan Ratu Laut Utara ke leher Wiro. Masuk di leher
kiri, tembus ke leher kanan! Anehnya tidak ada darah mengucur. Tidak ada jerit
kesakitan keluar dari mulut sang pendekar. Namun kejapan itu juga laksana
kehilangan bobot, sambaran angin dahsyat membuat sosok Wiro terpental ke arah
laut. Selagi melayang di udara gulungan ombak besar datang menerpa hingga tubuh
sang pendekar kembali terpental, berguling di pasir pantai dan terkapar di
depan satu gundukan batu.
"Wiro!"
teriak Ratu Duyung seraya mengejar. Namun sebelum sempat mencapai Wiro, Ratu
Laut Utara telah lebih dulu menyambar tubuh Pendekar 212 dan berkelebat ke arah
timur.
"Perempuan
jahat. Jangan harap kau bisa lari!" teriak Ratu Duyung dan cepat mengejar.
Namun mendadak berkelebat seseorang, menghadang! Sepasang mata biru Ratu Duyung
membeliak. tak percaya melihat siapa yang berdiri di hadapannya sambil
sunggingkan senyum mengejek.
"Pumama
sahabatku! Aku tidak bisa percaya. Kau bergabung dengan orang-orang laut utara!
Kau menjadi kaki tangan Ratu Laut Utara!" Ucap Ratu Duyung dengan suara
bergetar.
"Aku
tidak melihat ada salahnya kau bergabung dengan orang-orang laut solatan. Lalu
apakah ada salahnya kalau aku bergabung dengan orang-orang laut utara?!"
"Gila"
Apa yang terjadi dongan dirimu! Kau mengkhianati para sahabat! Kau
mongkhianatiWiro!" Teriak Ratu Duyung marah sekali.
"Aku
mungkin mengkhianati kalian.Tapi aku tidak mengkhianati Wiro. Dia akan segera
menjadi pimpinan kami di Kerajaan Laut Utara!"
Rahang
Ratu Duyung menggembung. Bola matanya yang biru laksana dikobari api.
"Apa
yang terjadi dengan gadis alam gaib ini? Dia tidak seperti dirinya.." Ratu
Duyung membatin.
"Purnama,
kau sadar apa yang kau perbuat?" tanya Ratu Duyung.
Jawaban
Purnama justru mengejutkan.
"Ratu
Duyung, aku diberi wewenang untuk membunuhmu! Aku memberi kesempatan padamu!
Pergilah sebelum hal itu aku lakukan!"
"Mati
di tanganmu? Siapa takut!" Ratu Duyung hilang sabarnya. Sebelum dirinya
diserang dan dicelakai lebih baik dia aegera bertindak. Dua perempuan cantik
itu serta merta terlibat dalam pertarungan hebat. Tiga jurus berlalu cepat
tanpa masing-masing mampu mendesak apa lagi memukul lawan.
Purnama
melompat mundur. Bahu digoyang, mulut meniup. Saat Itu juga dari tubuhnya
melesat cahaya biru begemerlap. Cahaya ini dengan cepat menebar menelikung
tubuh Ratu Duyung. Inilah serangan yang disebut Menahan Raga Menyerap Tenaga.
Dengan ilmu Ini Purnama bermaksud membuat Ratu Duyung lemas tak berdaya baru
dihabisi.
Diserang
begitu rupa Ratu Duyung tak tinggal diam. Dengan cepat gadis bermata biru Ini
gerakkan tangan kanan, disapukan dari kiri ke kanan. Selarik sinar biru pekat
menderu membentuk kipas. Inilah pukulan Genta Biru Menatap Langit. Di kejauhan
terdengar suara genta bergema. Sesaat kemudian terdengar dentuman keras begitu
dua sinar pukulan yang saling dilepas dua gadis cantik bertabrakan di udara
Ratu
Duyung terpekik kaget ketika dapatkan dirinya terhuyung ke belakang dan nyaris
jatuh duduk di tanah kalau dia tidak cepat imbangi badan. DI depannya Purnama
terjengkang di pasir, masih bisa tersenyum walau wajahnya tampak pucat.
"Aku
tidak menyangka dia memiliki kekuatan tenaga dalam setingkat di atasku,"
membatin Purnama.
Tiupan
badai yang semakin kencang membuat tubuh dua gadis bergoyang-goyang.
"Purnama,
bagaimanapun kau adalah sahabatku! Jika kau tidak mau sadar aku terpaksa
menurunkan tangan keras padamu!"
Purnama
tertawa panjang mendengar kata-kata Ratu Duyung. «
"Jangan
membalik kenyataan. Aku yang tadi telah lebih dulu bersedia mengampuni selembar
nyawamu! Ternyata kau keras kepala. Sekarang aku tidak punya belas kasihan lagi
terhadapmu! Aku hanya akan ikut bersedih jika kelak Wiro meratapi kematianmu!"
Selesai keluarkan
ucapan Purnama berteriak keras. Dua telapak tangan saling dirapatkan lalu
diangkat sampai di atas kening. Ketika dua telapak tangan saling diputar,
tiba-tiba seettt! Sosok Purnama melesat ke bawah, masuk ke dalam tanah sampai
sebatas bahu! Ternyata gadis dari Latanahsilam Ini telah mengeluarkan ilmu
yang disebut Menyusup Bumi Menghancur Bala. Ilmu kesaktiaan ini memungkinkannya
menyerap sedalam tiga lapis bumi kandungan kekuatan tenaga dalam luar biasa
hebat. Dua tangan ditepuk. Settt! Sosok Purnama melesat keluar dari dalam
tanah. Dengan mengandalkan kekuatan dan kesaktian yang telah berlipat ganda
Purnama menendang ke arah Ratu Duyung sambil melepas pukulan Kutuk Alam Gaib
Lapis Ke Tujuh! Jangankan manusia biasa. Mahluk alam roh saja bisa hancur
tercabik-cabik oleh pukulan Ini sebagaimana yang kejadian dengan Nyai Tumbal
Jiwo. Sinar biru angker berkiblat menggidikkan.
Tadinya
Ratu Duyung masih belum percaya kalau Purnama benar-benar punya niat
membunuhnya. Namun melihat serangan yang dilancarkan Purnama yang diketahuinya
adalah salah satu serangan maut paling ganas yang sulit dicari bandingnya dalam
rimba persilatan. Ratu Duyung segera pukulkan dua tangan secara menyilang ke
depan. Bersamaan dengan itu sepasang matanya membesar lalu dikedipkan. Empat
larik sinar biru menderu. Dua melesat dari sepasang mata, dua keluar dari dua
ujung tangan!
"Bumm!
Buummm!"
"Blaarr!
Blaarr!"
Dua
jeritan keras menggema di udara namun serta merta lenyap ditelan deru badai.
Purnama terkapar di pasir, tak sanggup bergerak. Ada garis hangus bersilang di
dada pakaian dan juga di keningnya. Dan mulutnya keluar suara erangan.Tubuh
menggeliat lalu berusaha bangkit namun jatuh terduduk, mata membeiiak badan
lemas.
Sejarak
tujuh langkah dari tempat Purnama berada Ratu Duyung terduduk bersimpuh di
pasir. Walau wajah tampak segar namun darah mengucur dari telinga, hidung serta
mulut.Tiba-tiba gadis ini berteriak keras. Tubuhnya melesat sejajar di atas
pasir. Tangan kanan membentuk tinju di arahkan kedepan. Sesaat lagi pukulan
Genta Laut Selatan yang dilepaskan Ratu Duyung akan mendarat dan menghancurkan
kepala Purnama tiba-tiba dua orang berkelebat dibawa deru badai dan tebaran
pasir. Salah seorang berteriak.
"Tahan
serangan! Jangan pukul!"
Ratu
Duyung merasa ada yang mencekal tangan kanannya lalu tubuhnya didorong hingga
terguling di pasir. Pukulan Genta Laut Selatan yang tadi dilepaskan menghantam
udara kosong, membuat tebaran pasir berpijar merah!
DI tempat
lain Purnama merasakan dua totokan melanda pangkal lehernya. Tubuhnya serta
merta memancarkan cahaya biru pelindung diri namun terlambat. Dua totokan lagi
mendarat di punggung. Gadis alam gaib ini melosoh ke pasir. Tubuh tak mampu
bergerak. Mulut masih bisa bersuara dan mata masih sanggup melihat serta
mengenali.
"Nek…"
Satu
totokan lagi bersarang di ubun-ubun Purnama. Kali Ini membuat dia tidak Ingat
apa-apa Lagi.
"Nenek
Kembaran Ketiga! Kau jaga Ratu Duyung! Aku akan mengejar Ratu Laut Utara! Dia
menculik Wiro. Aku juga melihat ada bayangan batu mustika sakti di
dadanya!" Orang yang berada di samping Ratu Duyung yang ternyata adalah
Nyi Roro Manggut berteriak pada nenek satunya yakni Kembaran Ketiga Eyang Sepuh
KembarTilu.
"Nyi
Roro Manggut kau saja yang menolongnya! Kau lebih tahu dari pada aku! Biar aku
yang mengejar Ratu Laut Utara!" Kata Nenek Kembaran Ketiga lalu tanpa
menunggu lagi dia berkelebat ke arah timur, ke arah lenyapnya Ratu Laut Utara
yang memboyong Pendekar 212.
DI PANTAI
selatan Pulau Karimunjawa, Bujang Gila Tapak Sakti masuk ke dalam laut sampai
sebahu. Koplah hitam dibenamkan dalamdalam agar tidak diterbangkan tiupan angin
badai. Di belakangnya Bidadari Angin Timur berdiri sambil tempelkan dua telapak
tangan ke punggung si gendut, memberi tambahan aliran tenaga dalam, Asap kelabu
luar biasa dingin mengepul keluar dari telinga, hidung dan mulut si gendut Hawa
dingin yang keluar dari dalam tubuh pemuda sakti menderu dahsyat, bukan saja menahan
terpaan badai tapi sekaligus mengalir masuk ke dalam laut, mencapai dasar
samudera tempat terletaknya Istana Bawah Laut Ratu Laut Utara. Bangunan Istana
laksana dipendam dalam gumpalan es. Gundukan-gundukan putih menyerupai salju
menggumpal dimana-mana. Siapapun mahluk yang ada di dalam Istana kalau tidak
sanggup melawan hawa dingin akan menemui kematian jika tidak segera selamatkan
diri naik ke atas permukaan laut Puluhan pengawal dan pelayan, lelaki dan
perempuan berlesatan ke atas mencari selamat. Banyak diantara mereka menemui
ajal secara mengenaskan.
Mahluk
Jin Durna Rawana yang duduk berjaga-jaga di atas salah satu dari tiga menara
Istana mulai gelisah. Dia tahu saat itu hanya dia sendirian berada di kawasan
Istana. Kegelisahannya bukan saja disebabkan oleh hawa dingin yang sudah
mencucuk masuk ke dalam tubuhnya. Tapi Juga karena di atas sana dia tidak lagi
mendengar suara tiupan seratus anak buahnya yang diperintahkan untuk
menciptakan badai.
"Apa
yang terjadi dengan diriku? Mengapa air laut berubah sangat dingin? Apa yang
terjadi dengan seratus anak buahku?" Jin bertubuh tinggi besar dan
bertampang angker Ini berpikir. Ketika hawa dingin semakin hebat Duma Rawana
segera melesat ke atas.
Begitu
sampai di udara terbuka jin ini tersentak kaget Dia tidak melihat seorangpun
dari sekian banyak anak buahnya. Yang tampak puluhan benda putih mengapung di
permukaan laut. Badai masih berkecamuk tapi tidak sehebat sebelumnya. Penuh
curiga Durna Rawana dekati satu dari sekian banyak benda putih. Dia meraba.Terasa
dingin. Tangan kanan digerakkan memukul.
"Braakk!"
Benda
putih hancur berantakan lalu leleh masuk ke dalam air laut.Ternyata benda putih
itu adalah lapisan es yang membungkus tubuh anak buahnya, Jin bertubuh seukuran
manusia, berkepala botak bermata merah dan bermulut lebar. Begitu lapisan es
tanggal jin ini menggeliat, keluarkan suara mengerang lalu semburkan cairan
merah. Sesaat kemudian sosoknya lenyap dalam kegelapan.
"Kurang
ajari Ada orang pandai membunuh peliharaanku!" Duma Rawana bertindak cepat
Semua benda putih yang mengapung dipermukaan laut dihancurkan. Dari seratus
anak buahnya hanya enam puluh dua orang yang masih hidup.
"Kalian
semua lekas menghilang! Lakukan tiupan badai dari alam gaib! Aku akan mencari
jahanam yang telah membunuh kawan-kawan kailan!"
Mendengar
ucapan pimpinan mereka. Enam puluh dua jin keluarkan sahutan berupa suara
seperti anjing meraung lalu tubuh mereka serta merta lenyap. Tak lama kemudian
badai yang tadi mulai agak mereda kini kembali menderu namun tidak sedahsyat kejadian
sebelumnya.
Tiga mata
Jin Durna Rawana memandang menembus gelap. Berusaha mencari sumber bencana yang
telah membunuh tiga puluh delapan anak buahnya.Tiba-tiba satu bayangan putih
melesat.Yang muncul ternyata adalah Datuk Api Batu Neraka menggendong seorang
gadis cantik yang dikenalnya bernama Ning Kameswari. Sang Datuk mengenakan
sepasang terompah lebar yang membuat dia mampu berdiri dan melesat di atas air
laut.
"Jin
Durna Rawana! Lekas kembali ke Istana!" Datuk Api Batu Neraka memerintah.
Jin Durna
Rawana sebenarnya tidak begitu suka terhadap sang Datuk, apa lagi diperintah
seperti itu. Selain itu dia sejak lama tertarik pada Ning Kameswari merasa
cemburu melihat sang Datuk menggendong tubuh si gadis. Di dalam Istana Kerajaan
Laut Utara sebenarnya Ning Kameswari adalah juga kekasih gelap dan mesum Nyi
Kuncup Jingga yang diketahui hanya punya selera sesama jenis.
"Datuk,
ada yang tidak beres di atas sini…"
"Urusan
di permukaan laut utara adalah tanggung jawabku! Aku bilang kau kembali ke
istana harap segera kau lakukan!" Bentak Datuk bermulut iebar. Suaranya
menggema diantara deru badai.
"Tiga
puluh delapan anak buahku menemui kematianl Apa itu menjadi tanggung
jawabmu?!" teriak Jin Durna Rawana.
"Istana
lebih penting dari anak buahmu! Pendekar Dua Satu Dua sudah meraga sukma dan
saat ini tengah menyusup menuju Istana!"
"Dimana
Ratu Laut Utara?!" tanya Jin Durna Rawana
"Dimana
Sri Paduka Ratu berada bukan urusanmu! Lakukan apa yang aku katakan atau aku
akan minta Sri Paduka Ratu mengirimmu ke dasar samudera laut utara lapis
ketiga!"
"Datuk
keparat! Satu ketika aku akan membuat perhitungan denganmu. Akan kurobek
mulutmu sampai ke belakang kepala!" Maki Jin Durna Rawana lalu berbalik
dan melesat masuk ke dalam laut.
Tak
selang berapa lama Datuk Api Batu Neraka telah sampai di pantai selatan Pulau
Karlmunjawa. Dia memilih satu tempat ketinggian agardapat melihat Jelas keadaan
di pantai. Walau saat itu badai membuncah dan sang surya belum muncul, sang
Datuk dapat melihat dua orang berada dalam laut. Jarak mereka hanya terpisah
sekitar dua puluh langkah.
"Bujang
Gila Tapak Sakti dan Bidadari Angin Timur…." ucap Datuk Api Batu Neraka
Perlahan-lahan dia turunkan Ning Kameswari ke tanah. "Kita masih punya
sedikit waktu. Ning Kameswari, apa kau suka kMa bercinta
sekarang?"Tiba-tiba sang Datuk berucap.
SI gadis
mengusap janggut si kakek. "Datuk, aku lebih suka menjalankan tugas lebih
dulu. Kalau sampai ketahuan Sri Paduka Ratu kita berbuat lalai, kita semua bisa
celaka."
"Aku
senang mendengar ucapanmu yang penuh tanggung jawab itu. Sekarang pergilah.
Lakukan apa yang aku katakan. Tapi awas, jangan membuat aku jadi cemburu.
Begitu tubuh si gendut itu panas kelojotan kau lekas kembali ke sini. Aku akan
menyambung pekerjaanmu. Sebentar lagi Sri Paduka Ratu akan muncul untuk
menantang dan memancing gadis bernama Bidadari Angin Timur itu. Sebelum pergi
coba aku periksa dulu tabung yang kau bawa."
Ning
Kameswari, gadis cantik yang jadi salah satu pembantu Ratu Laut Utara serahkan
sebuah tabung bambu yang tergantung di pinggangnya. Datuk Api Batu Neraka
membuka kain tebal penutup tabung lalu memperhatikan. Dalam kegelapan dia masih
bisa melihat tujuh ekor kalajengking biru bergerak-gerak di dalam tabung bambu.
TAMAT
No comments:
Post a Comment