Istana Kebahagiaan
WIRO
SABLENG
Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212
Karya:
Bastian Tito
************************
Hantu
penjunjung roh menyeringai lalu keluarkan suara tawa melengking. "aku tak
tahu siapa kau adanya. Apa jabatanmu di istana kebahagiaan ini! Dengar
baik-baik. Aku dan kawan-kawanku datang ke tempat ini bukan untuk melihat
sajian biadab ini! Dan kau mahluk tikus kerdil tidak layak bicara denganku!
Siapa sudi berlutut di hadapanmu! Mana penguasa istana kebahagiaan. Aku hanya
mau bicara dengan hantu muka-dua! Panggil dia kesini. Mengapa masih belum
muncul! Apa belum selesai bersolek?!" suasana menjadi tambah gempar begitu
semua orang mendengar ucapan hantu penjunjung roh yang keras lantang dan berani
kurang ajar itu. Di tengah kegemparan itu tiba-tiba hantu selaksa angin
memanjat naik ke atas kursi putih. Dengan suara lantang dia berkata.
"kerabatku hantu penjunjung roh, jika kau tidak sudi berlutut biar aku
yang mewakilkan!" lalu enak saja nenek ini memutar tubuhnya, pantatnya dl
songgengkan ke arah mimbar dan butt preett! Hantu selaksa angin pancarkan
kentutnya.
************************
1
MAHLUK
yang tubuhnya dikobari api itu berlari ke arah timur. Gerakannya tidak secepat
seperti biasanya. Sesekali dia berhenti sambil memegangi dadanya yang remuk.
Keadaannya luar biasa menggidikkan.
Tubuhnya
sebelah kanan hanya berupa satu lobang besar hingga isi dada dan isi perutnya
terlihat dengan jelas. Bahkan usus besarnya nyaris memberojol keluar kalau
tidak terkait pada satu dari dua tulang iganya yang patah. Pada kening sebelah
kiri ada satu lobang besar. Lelehan darah hitam mengering menutupi sebagian
wajahnya yang angker. Lalu kaki kanannya yang sebelumnya dikobari api kini
kelihatan bengkok hitam kebiruan. Mahluk ini adalah yang pernah menjadi Utusan
atau Wakil Para Dewa di Negeri Latanahsilam dan dikenal dengan sebutan
Lamanyala.
Sebagaimana
diceritakan dalam Episode sebelumnya ("Batu Pembalik Waktu") mahluk
ini bertempur habis-habisan menghadapi musuh bebuyutannya yang pernah dimakan
kutukannya yakni Hantu Langit Terjungkir alias Lasedayu. Kemudian ketika Hantu
Selaksa Angin alias Luhpingitan muncul di tempat itu dia kena pula di hajar
tendangan si nenek pada bagian dada hingga terpental dan menggeletak di tanah
dalam keadaan hampir sekarat! Masih untung bagi Lamanyala, dalam keadaan babak
belur begitu rupa dia mampu melarikan diri. Namun dia tidak mengetahui sama
sekali kalau dibelakangnya ada seseorang mengikutinya secara diam-diam.
Orang
yang menguntit Lamanyala bukan lain adalah Hantu Tangan Empat. Sebelumnya tokoh
utama rimba persilatan Negeri Latanahsilam itu telah memberikan perintah pada
Lamanyala untuk mengikuti cucunya sendiri yakni Peri Angsa Putih. Hantu Tangan
Empat menaruh curiga bahwa Peri Angsa Putih telah memiliki Batu Pembalik Waktu
yang pernah dicarinya sampai ke Tanah Jawa atas perintah Hantu Muka Dua.
Ternyata Lamanyala tidak mampu mendapatkan batu sakti itu.
"Aneh,"
pikir Hantu Tangan Empat sambil terus mengikuti. "Kalau dia lari,
seharusnya dia kembali ke tempat kediamanku. Memberi tahu bahwa dia gagal. Tapi
mengapa Lamanyala malah lari ke jurusan lain? Aku harus menguntit terus. Aku
harus tahu menuju kemana mahluk satu ini! Sebenarnya aku sudah lama bercuriga.
Jangan-jangan dia sengaja memperhambakan diri padaku untuk satu maksud
jahat!"
Ketika
sang surya condong ke barat dan di depannya kelihatan gugusan batu-batu warna
kelabu, Hantu Tangan Empat mulai menyadari kemana tujuan mahluk yang
diikutinya. Dia kenal betul kawasan itu karena pernah mendatanginya sebelumnya.
"Di
depan kawasan berbatu-batu sana ada sebuah bukit. Di bukit itu terletak Istana
Kebahagiaan, sarang Hantu Muka Dua. Agaknya kesanalah tujuan Lama nyala! Aneh,
mengapa mahluk ini menuju Istana Ke bahagiaan? Apa hubungannya dengan Hantu
Muka Dua? Ah! Bukan mustahil…."
Di depan
sana Lamanyala menyelinap di antara batu-batu besar warna kelabu. Tak lama
kemudian kelihatan atap satu bangunan besar berwarna putih, menjulang di sebuah
puncak bukit. Itulah Istana Ke bahagiaan.
"Tidak
salah! Lamanyala memang menuju Istana Kebahagiaan! Dia punya hubungan dengan
penguasa istana!"
Baru saja
Hantu Tangan Empat berucap tiba-tiba di arah barat terdengar satu suitan keras.
Dari timur satu suitan lain berkumandang menyahuti suitan dari barat. Tak lama
kemudian hampir selusin orang berjubah hitam berkelebat dari barat dan timur
kawasan batu lalu dengan cepat menyongsong ke arah mahluk api Lamanyala.
Lamanyala segera hentikan larinya.
"Mahluk
Api Lamanyala!" berseru orang paling depan. Agaknya dia yang menjadi
pimpinan dari rombongan orang berjubah hitam itu. "Raja Diraja telah
mengetahui kedatanganmu! Kami disuruh menjemput! Lekas kau menyelinap ke balik
batu besar di sebelah kanan! Apa kau tidak tahu kalau dirimu ada yang
menguntit?!"
Lamanyala
terkesiap kaget. Dia menoleh ke belakang. Tapi tidak melihat seseorangpun.
Dalam herannya dia ikuti juga ucapan orang berjubah hitam tadi. Dengan cepat
dia menyelinap ke balik batu besar kelabu di samping kanannya. Di sebelah depan
sana orang berjubah hitam yang jadi pimpinan memberi Isyarat pada
teman-temannya. Dua belas orang melompat ke satu batu datar lalu sama-sama
menghantamkan tangan ke arah batu besar dibalik mana Hantu Tangan Empat tadi
bersembunyi.
"Wuutttt!"
Dua belas
sinar hitam berkiblat menghantam batu.
"Byaarrr!"
Batu
besar hancur berkeping-keping. Debu dan pecahan batu menjulang ke udara
menutupi pemandangan. Begitu debu dan pecahan batu surut jatuh ke tanah dua
belas orang berjubah pelototkan mata.
"Kurang
ajar! Si penguntit berhasil melarikan diri!"
Lamanyala
keluar dari balik tempat dia berlindung, memandang ke arah mana tadi dua belas
pukulan mengandung kekuatan dahsyat menghancur leburkan batu besar. Seperti
orang-orang berjubah, diapun tidak melihat siapa-siapa di seberang sana.
"Kalian
tadi melihat orang menguntit! Apa kalian mengenali siapa dia!"bertanya
Lamanyala.
"Rambutnya
putih, pakaiannya kecoklatan! Terlalu jauh untuk dikenali!"
"Rambut
putih, pakaian coklat," Lamanyala mengulang dalam hati.
"Kau
sendiri apakah bisa menduga siapa penguntitmu?!" Pimpinan orang-orang
berjubah hitam bertanya.
"Hantu
Tangan Empat, pasti dia…" kata Lamanyala dalam hati. Tapi pada yang
bertanya dia berikan jawaban lain. Mahluk ini gelengkan kepala dan berkata.
"Sulit
kuduga. Di negeri ini banyak sekali orang berambut putih dan berpakaian warna
coklat…."
Orang-orang
berjubah hitam memandang ke arah tadi mereka melihat sosok berambut putih
berpakaian coklat. Yang jadi pimpinan berkata.
"Kalau
begitu sekarang ikuti kami! Kami akan antarkan kau menghadap Raja Di Raja
Penguasa Istana Kebahagiaan!"
Dua belas
orang berjubah hitam balikkan tubuh mereka. Enam di sebelah depan, enam di bagian
belakang. Lamanyala diapit di tengah-tengah. Saat itulah tiba-tiba dari balik
sebuah batu besar melesai selarik sinar putih. Di lain kejap terdengar jeritan
dahsyat. Dua orang berjubah hitam yang berada di barisan belakang mencelat ke
udara. Ketika jatuh di tanah sosok keduanya tak berkutik lagi. Menemui ajal
dengan pakaian hangus dan tubuh melepuh! Di balik batu besar Hantu Tangan Empat
teriak mengekeh. "Lamanyala! Siapapun majikan atau pimpinanmu, kau pasti
akan mendapat sambutan istimewa darinya! Ha… ha… ha!"
HANTU
Muka Dua, yang dijuluki Hantu Segala Keji Segala Tipu Segala Nafsu tegak
bertolak pinggang. Kepalanya yang memiliki dua muka saat itu telah berubah
menjadi muka-muka raksasa pertanda dia sedang marah besar.
"Wahai
Junjungan, Raja Diraja semua Hantu di Negeri Latanahsilam ini. Mohon maafmu.
Aku mengaku salah karena gagal menjalankan tugas…."
"Kau
tidak usah bicara banyak! Dari keadaan dirimu saja aku sudah tahu kalau kau
tidak becus menjalankan tugas rahasia! Kau telah memperhambakan diri pada Hantu
Tangan Empat. Tapi kau tidak mampu mendapatkan rahasia ilmu bagaimana caranya
menembus waktu, masuk ke negeri seribu dua ratus tahun mendatang!"
"Maafkan
aku Hantu Muka Dua. Puluhan hari aku tak tidur-tidur mengintai kelengahan Hantu
Tangan Empat. Tapi setiap aku berusaha hendak melumpuhkannya dia seperti sudah
tahu dan berjaga-jaga…."
"Kau
juga tidak berhasil mencuri ilmu berubah ujud membentuk empat tangan!"
Bentak Hantu Muka Dua.
"Aku
mengaku salah dan siap menerima hukuman!"
"Bagus!
Kau masih tahu diri! Dua anak buahku menemui ajal ketika hendak membawamu
kemari! Apakah kau bisa menebus nyawa mereka?!" Sepasang mata raksasa
Hantu Muka Dua sebelah depan memandang berapi-api pada Lamanyala. Mahluk api
itu kembali mengucapkan maaf dan ampun berulang kali.
"Lamanyala
mahluk tolol! Kau tahu! Dosamu yang terbesar adalah berlaku tolol hingga Hantu
Tangan Empat bisa menguntitmu sampai ke sini!"
Lamanyala
terkejut. Dia tidak mengira kalau Hantu Muka Dua sudah tahu siapa orang yang
tadi mengikutinya.
Hantu
Muka Dua rangkapkan tangan di muka dada. Dia berpaling ke salah satu sudut
ruangan besar itu dimana terletak sebuah guci tanah raksasa berbobot hampir dua
ratus kati. Setelah diam sesaat Hantu Muka Dua ulurkan tangannya sebelah kanan.
Telapak dibuka dan di arahkan pada guci raksasa. Begitu dia membentak dan
tangan itu diangkat ke atas, guci besar dan luar biasa beratnya itu
perlahan-lahan terangkat ke atas sampai tiga jengkal dari atas lantai.
"Merangkak
ke bawah guci!" Hardik Hantu Muka Dua.
Walau
ngeri akan hukuman apa yang bakal menimpanya Lamanyala jatuhkan diri juga ke
lantai ruangan.
"Aku
mohon ampunmu wahai Hantu Muka Dua. Izinkan aku kembali ke tempat kediaman
Hantu Tangan Empat. Beri kesempatan sekali lagi. Aku berjanji sebelum bulan
purnama muncul paling tidak salah satu dari ilmu kesaktiannya itu sudah dapat
kurampas!"
"Tidak
ada gunanya membual di hadapanku Lamanyala! Tak ada gunanya kau kembali ke
tempat kediaman Hantu Tangan Empat. Kakek itu sudah tahu kalau kau adalah musuh
dalam selimut. Pengabdi pengkhianat! Kau menghambakan diri padanya sambil
menyembunyikan maksud culas!"
"Lalu
apa yang harus aku lakukan wahai Hantu Muka Dua?" tanya Lamanyala. Dia
melirik dengan perasaan ngeri pada guci raksasa yang sampai saat itu masih menggantung
di sudut ruangan. Dua wajah raksasa Hantu Muka Dua depan belakang menyeringai.
Taring-taring yang lancip panjang mencuat di balik bibirnya. "Aku tahu kau
masih belum bosan hidup. Jadi hukumanmu agak aku peringan sedikit!"
"Sang
Junjungan! Jangan…."
"Merangkak
ke bawah guci itu!" Bentak Hantu Muka Dua.
"Hantu
Muka Dua, aku…."
"Kau
membuat aku tidak sabaran!" Hantu Muka Dua melangkah mendekati Lamanyala.
Dengan kaki kirinya dia tendang pantat mahluk api itu. Lamanyala terpental dan
jatuh tepat di bawah guci besar. Hantu Muka Dua gerakkan tangan kanannya. Guci
seberat dua ratus kati itu turun ke bawah langsung menggencet punggung, leher
dan kepala Lamanyala.
"Kraakkk!"
Ada
bagian tubuh Lamanyala yang berdetak rengkah. Entah rahang entah tulang punggungnya.
Mahluk api ini berusaha meronta. Dua kakinya melejang. Dua tangannya coba
menggapai. Tapi percuma saja. Dia tidak mampu melepaskan himpitan guci raksasa!
Semakin dia bersikeras berusaha membebaskan diri, semakin menggencet berat guci
yang menindihnya!
Hantu
Muka Dua berkacak pinggang lalu tertawa bergelak.
"Kau
akan tetap di situ sampai sepuluh hari sebelum hari lima belas bulan dua belas!
Jika kelak aku berbelas hati, kau akan kubebaskan! Mungkin kau masih bisa
kupergunakan untuk urusan-urusan tertentu!
Habis
berkata begitu Hantu Muka Dua bertepuk tiga kali. Dinding batu sebelah kanan
ruangan bergeser. Muncul tiga orang gadis cantik berpakaian serba minim. Ke
tiga gadis ini langsung menjura.
"Siapkan
Ranjang Bahagia! Hawa dalam tubuhku terasa panas membara! Aku butuh kesejukan!
Aku ingin bersenang-senang dengan kalian! Lakukan mulai sekarang!"
Tiga
gadis itu kembali menjura lalu goyangkan dada dan pinggul masing-masing.
Pakaian minim yang membungkus tubuh ke tiganya terlepas tanggal dan jatuh ke
lantai ruangan.
************************
2
KITA
kembali pada Hantu Langit Terjungkir alias Lasedayu dan Hantu Selaksa Angin
alias Luhpingitan.
Seperti
dikisahkan dalam Episode sebelumnya ("Batu Pembalik Waktu") sepasang
suami istri yang saling terpisah selama puluhan tahun itu akhirnya bertemu.
Keduanya berpeluk bertangisan penuh gembira tapi juga penuh haru di dalam
sebuah danau kecil.
"Peluk
tubuhku erat-erat Luhpingitan. Kalau tidak aku akan meluncur terbalik, kepala
masuk ke dalam air, kaki mencuat di atas danau. Kau akan bingung memegangi
tubuhku! Ha… ha… ha…."
"Lasedayu
suamiku, derita sengsaramu akan berakhir hari ini!" kata Luhpingitan
sambil memeluk erat Lasedayu dan membelai rambut putihnya yang basah kuyup.
"Kau tahu, sendok sakti terbuat dari emas itu ada padaku…."
"Astaga!
Apa katamu?!" Lasedayu terkejut seolah tak percaya akan pendengarannya.
"Sendok
Pemasung Nasib ada padaku…." bisik Luhpingitan.
"Keterangan
pemuda asing bernama Wiro Sableng itu ternyata benar. Dia pernah mengatakan hal
Itu padaku! Mana sendok itu? Perlihatkan padaku."
Luhpingitan
menyingkapkan pakaiannya di bagian dada. Diantara beberapa kalung yang
melingkar di lehernya, salah satu diantaranya adalah sebuah sendok terbuat dari
emas. Pada bagian ceguk dari sendok melekat sebuah benda berwarna merah gelap.
"Pusarku!
Yang melekat di sendok itu adalah pusarku yang dulu dicukil oleh Labahala alias
Hantu Muka Dua! Lekas berikan sendok itu padaku. Pusarku harus kembali ke
tempat asalnya…."
Luhpingitan
cepat tanggalkan kalung sendok emas dari lehernya. Lasedayu alias Hantu Langit
Terjungkir ulurkan tangannya untuk mengambil sendok sakti. Tangan kakek ini
kelihatan gemetar. Pada saat itulah mendadak terjadi satu hal tak terduga.
Sebelum Lasedayu sempat menyentuh sendok emas, di dalam danau ada suara
meluncur deras. Sesaat kemudian tiba-tiba air danau muncrat ke atas dan satu
sosok kehitaman, licin berkilat melesat ke udara, menyambar Sendok Pemasung
Nasib!
"Luhpingitan!
Awas!" teriak Lasedayu memberi ingat. Sambil berteriak kakek ini pukulkan
tangan kirinya. Selarik cahaya kebiruan berkiblat. Tapi dia hanya memukul
tempat kosong. Pelukan Luhpingitan terlepas dari tubuhnya. Akibatnya Lasedayu terdorong
ke depan, menyungsap tenggelam masuk ke dalam air, kepala ke bawah kaki ke
atas!
Luhpingitan
yang tahu kalau bahaya mengancam yakni ada orang hendak merampas Sendok
Pemasung Nasib dengan cepat hantamkan tangan kirinya, melepas pukulan maut
bernama Tombak Kuning Pengantar Mayat. Namun satu kekuatan dahsyat mendorong
tubuhnya hingga dia terjajar di dalam air. Selagi nenek ini berusaha
mengimbangi diri, Sendok Pemasung Nasib yang ada di tangan kanannya ditarik
lepas oleh sosok hitam licin tadi! Luhpingitan berteriak keras. Kembali dia
memukul. Tapi si penyambar sendok sakti telah menyelinap menyelam dan lenyap di
dalam air danau!
"Celaka!
Sendok sakti dirampas orang!" teriak Luhpingitan lalu butt prett! Nenek
ini pancarkan keri tutnya di dalam air hingga gelembung-gelembung udara
mengapung naik dan mengambang di permukaan air danau.
Luhpingitan
menggerung marah. Dia berusaha mengejar namun terpaksa membatalkan niatnya
karena melihat keadaan Lasedayu yang tenggelam kepala ke bahwa kaki ke atas.
Dia harus menolong suaminya itu lebih dulu.
"Nasib
kita buruk! Sendok Pemasung Nasib dirampas orang!" menjelaskan Luhpingitan
dengan suara tersendat menahan tangis. "Aku berlaku lengah! Tolol!"
Si nenek pukul-pukul kepalanya sendiri.
"Nasibku
rupanya akan tetap sengsara sampai mati!" kata Lasedayu pula.
"Luhpingitan, bawa aku ke tepi danau…."
Sampai di
tepi danau, sepasang suami istri itu sama-sama terdiam merenung nasib. Mereka
tidak tahu berapa lama berada dalam keadaan seperti itu ketika tiba-tiba ada
cairan merah membusai di udara.
Darah!
Bersamaan dengan itu dari dalam danau melesat satu benda hitam. Setelah
melayang melintir di udara, benda ini jatuh terbanting di tepi danau, sejarak
sepuluh langkah dari tempat sepasang kakek nenek berada.
"Mahluk
yang merampas sendok sakti!" teriak Luhpingitan lalu serta merta melompat.
Lasedayu berkelebat pula mengikuti. Begitu sampai di hadapan sosok hitam itu
kaki kanan si nenek langsung menendang. Sosok hitam terpental sampai tiga
tombak. Di arah jatuhnya sosok hitam itu terdengar satu jeritan. Luhpingitan
dan Lasedayu langsung mendatangi. Mereka menemui ada seseorang tertindih di
bawah sosok hitam itu. Orang ini ternyata adalah Si Setan Ngompol.
Terkencing-kencing Setan Ngompol bangkit berdiri. Muka dan pakaiannya penuh darah
berasal dari sosok hitam yang tergeletak tak berkutik lagi.
"Kaki
tangan Hantu Muka Dua! Aku kenal mahluk hitam ini! Dia kaki tangan Hantu Muka
Dua! Dia dikenal dengan panggilan Hantu Lintah Hitam!" teriak Lasedayu
sambil menuju pada sosok hitam yang menggeletak tak bernafas lagi. "Hai!
Aneh! Aku tadi melihat jelas kau menendang dadanya! Mengapa kepalanya yang
hancur?!" Si kakek berseru dan berpaling pada Luhpingitan. Si nenek
delikkan matanya.
"Kau
benar! Aku memang menendang dadanya. Dadanya amblas remuk. Tapi mengapa
kepalanya ikut rengkah?!" Luhpingitan memandang pada Setan Ngompol.
"Kau yang memukul kepalanya?" Si nenek bertanya.
Si Setan
Ngompol gelengkan kepala. Dia memandang ke arah danau dengan mimik cemas.
"Naga Kuning…. Bocah itu! Juga Betina Bercula! Ke duanya belum keluar dari
dalam air. Aku khawatir…."
"Eh,
apa sebenarnya yang terjadi?" tanya Hantu Langit Terjungkir.
Si Setan
Ngompol lalu menerangkan. "Pada saat kau dan Luhpingitan berteriak, kami
bertiga sampai di tempat ini. Kami tengah kebingungan. Wiro sahabat kami
dilarikan oleh Peri Angsa Putih. Kami tak tahu mau mengejar kemana. Waktu
sampai di sini Naga Kuning dan Betina Bercula berada di sebelah depan. Rupanya
mereka melihat jelas apa yang terjadi. Keduanya lalu melesat masuk ke dalam
danau, mengejar mahluk hitam yang merampas sendok emas itu…."
DI DALAM
danau, Naga Kuning yang memang memiliki kepandaian luar biasa dalam hai
berenang, bergerak cepat mengejar Hantu Lintah Hitam yang merampas Sendok
Pemasung Nasib. Naga Kuning melihat jelas Hantu Lintah Hitam memegang sendok
emas sakti di tangan kanannya. Bocah ini sampai beberapa kali berusaha merampas
kembali benda itu. Namun gerakan Hantu Lintah Hitam selain gesit sekaligus
licin. Padahal Naga Kuning juga telah mengeluarkan ilmu melicinkan tubuh yang
disebut Ilmu IKan Paus Putih. Tetap saja anak ini tidak mampu mengambil Sendok
Pemasung Nasib itu.
Setelah
berenang meliuk-liuk aneh beberapa kali, Hantu Lintah Hitam melesat ke arah
kiri berusaha melarikan diri. Sebelum dia berhasil mencapai tepian danau
sebelah tenggara, Naga Kuning cepat mengejar dan sempat mencekal salah satu
kakinya. Tak terduga mahlukyang sosoknya licin ini menarik kakinya sambil
berbalik dan lancarkan tendangan dengan kakinya yang lain.
Membuat
gerakan menendang di dalam air bukan satu hal yang mudah. Bukan saja karena dua
kaki tidak menjejak tanah membentuk kuda-kuda yang kokoh, tapi selain itu daya
gerak kaki tertahan oleh kekuatan tabir air. Adalah luar biasa kalau mahluk
berbadan hitam itu mampu menendang sedahsyat seseorang berada di alam terbuka.
Naga
Kuning merasa seolah dihantam batu besar ketika tendangan lawan mendarat di
dadanya. Tubuhnya mencelat tiga tombak. Darah menyembur dari mulutnya. Selagi
dia mengapung menahan sakit dan megap-megap Hantu Lintah Hitam cepat pergunakan
kesempatan untuk melarikan diri kembali. Namun lagilagi maksudnya terhalang
karena di saat bersamaan Betina Bercula alias Si Binal Bercula sampai di tempat
Itu, langsung menyerangnya. Betina Bercula memang berhasil mendaratkan dua pukulan
telak ke tubuh Hantu Lintah Hitam. Akan tetapi mahluk yang tubuhnya berlapis
kulit hitam licin ini di dalam air memiliki kekebalan tahan pukulan. Betina
Bercula seperti me mukul bantalan kasur. Bukan lawannya yang cidera tapi malah
dia yang terpental terhenyak di dalam air. Selain itu dia terpaksa harus
menyembulkan kepala di permukaan air untuk menarik nafas. Ketika Betina Bercula
menyelam kembali, samarsamar dia melihat Hantu Lintah Hitam memasukkan sesuatu
ke dalam mulutnya. Dia tidak sempat melihat benda apa itu adanya karena di saat
bersamaan Naga Kuning berkelebat di dalam air menghalangi pemandangannya. Walau
cidera akibat tendangan lawan namun Naga Kuning cepat memulihkan keadaan
dirinya. Di dalam air bocah aneh ini memang memiliki kemampuan lebih hebat
dibanding di daratan. (Mengenai kemampuan Naga Kuning di dalam air harap baca
serial Wiro Sableng dalam rangkaian episode berjudul "Liang Lahat Gajah
Mungkur").
Naga
Kuning gerakkan dua kakinya. Dua tangan disibakkan ke samping. Tubuhnya
langsung melesat ke arah Hantu Lintah Hitam. Anak ini rupanya sudah tahu kalau
tubuh lawan yang licin itu memiliki kekebalan tertentu. Maka kali ini dia tidak
menyerang dengan pukulan-pukulan melainkan mencekal leher Hantu Lintah Hitam
dengan lengannya. Kalau sempat lengan itu digerakkan ke belakang, tak dapat
tidak tulang leher lawan akan berderak remuk.
Mahluk
bernama Hantu Lintah Hitam itu tidak bodoh. Sesuai dengan namanya, Hantu Lintah
Hitam memiliki kelicinan tubuh luar biasa. Dengan membuat gerakan jungkir balik
dalam air sambil dua sikutnya dihantamkan ke belakang untuk lolos dari cekalan
maut Naga Kuning. Begitu lolos mahluk ini kembali berusaha melarikan diri.
Namun sekali ini Naga Kuning tidak mau memberi kesempatan. Dari atas tubuhnya
melesat ke bawah. Tangan kanannya menghantamkan pukulan sakti bernama Naga
Murka Menjebol Bumi!
Praakk!
Batok
kepala Hantu Lintah Hitam rengkah. Cairan otak dan darah langsung menyembur.
Naga Kuning cepat menarik lepas Sendok Pemasung Nasib yang ada di tangan kanan
Hantu Lintah Hitam lalu menendang mahluk ini hingga terlempar ke atas, melesat
keluar dari dalam danau dengan darah bertebaran ke mana-mana!
"Kasihan
anak itu. juga Betina Bercula! Kita harus menolong mereka! Jangan-jangan Hantu
Lintah Hitam telah membunuh ke duanya!" Berkata Hantu Langit Terjungkir.
"Suamiku,
yang lebih penting dimana kini beradanya Sendok Pemasung Nasib! Biar aku
menggeledah mayat Hantu Lintah Hitam!" kata Luhpingitan pula.
Dari arah
danau terdengar suara keras riakan air. Lalu menyembul kepala Naga Kuning dan
Betina Bercula. Melihat kemunculan ke dua orang ini Hantu Langit Terjungkir,
Hantu Selaksa Angin dan Setan Ngompol menjadi lega. Sambil naik ke darat Naga
Kuning acungkan tangan kanannya dan berseru.
"Kek,
benda ini pasti sangat berharga bagimu!"
Yang
diacungkan Naga Kuning bukan lain adalah sebuah sendok emas. Sendok sakti yang
sanggup mengembalikan semua kesaktian Hantu Langit Terjungkir yang sebelumnya
dicungkil oleh Hantu Muka Dua.
"Anak
hebat! Wahai! Aku sangat berterima kasih padamu!" kata Hantu Langit
Terjungkir gembira dan cepat-cepat mengambil Sendok Pemasung Nasibyang
diserahkan Naga Kuning. Ketika si kakek memper hatikan sendok emas itu
tengkuknya menjadi dingin. Sosoknya yang kaki ke atas kepala ke bawah langsung
membumbung naik ke udara. Ini satu pertanda dia berada satu kemarahan luar
biasa. Jeritan keras keluar dari mulutnya saking tak kuasa menahan geram.
"Palsu!
Sendok ini palsu! Benda di cegukan sendok juga bukan daging pusarku!"
"Celaka!
Gimana beradanya sendok yang asli?!" teriak Luhpingitan. Semua orang
lantas ingat pada Hantu Lintah Hitam. Mereka berpaling ke arah tergeletaknya
mayat orang itu. Astaga! Ternyata mayat Hantu Lintah Hitam tak ada lagi di
tempatnya semula! Semua mulut keluarkan seruan tertahan!
"Mahluk
jahanam itu tak mungkin hidup kembali lalu melarikan diri!" teriak Hantu
Langit Terjungkir.
"Pasti
ada yang melarikan mayatnya!" kata Luhpingitan lalu butt prett! Nenek ini
pancarkan kentutnya.
"Kalau
cuma mayat apa perlunya dilarikan segala?!" ujar Si Setan Ngompol sambil
pegangi bagian bawah perutnya.
"Pasti
ada sesuatu…. Pasti ada sesuatu!" kata Naga Kuning.
"Aku
ingat satu hal!" kata Betina Bercula tiba-tiba.
"Waktu
aku menyelam ke dalam air, aku sempat melihat mahluk itu memasukkan sesuatu ke
dalam mulutnya. Mungkin sekali…."
"Bukan
mungkin,! Tapi pasti!" kata Hantu Langit Terjungkir memotong. "Pasti
Sendok sakti itu ditelannya?!"
"Jahanam
betul! Kemana kita harus mencarinya?!"
Luhpingitan
marah sekali namun begitu memandang Lasedayu hatinya jadi sedih. Matanya
berkaca-kaca. Dia dapat merasakan bagaimana kecewa dan terpukulnya sang suami
menghadapi hilangnya sendok emas sakti itu.
Naga
Kuning sendiri saat itu terduduk di tanah. Sambil mengusap-usap dadanya yang
terasa sakit bekas tendangan Hantu Lintah Hitam, anak ini memandang
berkeliling. " Kalau saja si sableng itu ada di sini, mungkin kejadian
seperti ini tidak akan terjadi. Dimana Wiro berada sekarang? Jangan-jangan
keselamatannya juga terancam. Peri Angsa Putih, apa tujuanmu melarikan
sahabatku itu?" Selagi merenungrenung seperti itu, selintas pikiran muncul
di benak Naga Kuning. Dia bangkit berdiri, memandang pada Hantu Langit
Terjungkir, lalu pada Luhpingitan.
"Naga
Kuning, kau agaknya hendak mengatakan sesuatu!" ujar Luhpingitan.
"Benar,
Nek," jawab si bocah. "Aku ingat ucapan kalian. Jika betul Hantu
Lintah Hitam anak buah Hantu Muka Dua, maka menurutku besar kemungkinan yang
melarikan mayatnya adalah Hantu Muka Dua sendiri atau orang-orang suruhannya.
Sebabnya lain tidak karena Hantu Muka Dua ingin mendapatkan Sendok Pemasung
Nasib yang telah ditelan mahluk itu!"
"Kalau
dibelakang semua ini memang Hantu Muka Dua yang menjadi biang keladi, apa yang
kau ucapkan Itu pasti benar adanya!" kata Luhpingitan pula. Lalu dia
berpaling pada suaminya. "Lasedayu, kakiku sudah gatal untuk segera
berangkat ke Istana Kebahagiaan. Tanganku sudah geram untuk menghancurkan
sarang mahluk berjuluk Segala Keji, Segala Tipu, Segala Nafsu itu!"
"Hantu
Muka Dua memang sudah saatnya di kirim ke alam roh! Tapi wahai istriku
Luhpingitan, kita perlu mengatur siasat. Kalau hanya mengikuti hawa amarah dan
nafsu pembalasan salah-salah kita bisa celaka. Kita sudah sama tahu kalau Hantu
Muka Dua telah menyebar undangan pada semua tokoh rimba persilatan Latanahsilam
untuk hadir pada satu pertemuan benar hari lima belas bulan dua belas
mendatang. Bagaimana kalau saat pertemuan itu kita cari kesempatan…."
"Suamiku,
sekali ini kita berbeda pendapat," jawab Luhpingitan pula. "Aku punya
firasat, undangan itu adalah satu kedok jahat belaka. Hantu Muka Dua pasti
mempunyai satu maksud busuk! Jadi bukankah lebih baik kita menghancurkannya
mulai dari sekarang saja?"
"Kalau
begitu keinginanmu, aku menurut saja,"
langsung
akhirnya menyetujui maksud istrinya. Luhpingitan memandang pada Naga Kuning dan
kawan-kawannya. "Bagaimana dengan kalian? Mau ikut bersama kami menuju
Istana Kebahagiaan sekarang juga?"
Naga
Kuning dan Betina Bercula tak segera menjawab. Setan Ngompol ditanya begitu
langsung terkenang.
"Tak
ada yang mau menjawab? Tak ada yang mau ikut?! Kalian orang-orang dari negeri
seribu dua ratus tahun mendatang selama ini terkenal keberaniannya. Ternyata
hari ini kalian telah berubah jadi pengecut semua!"
"Nek,
kemanapun kau mengajak kami bersedia ikut. Tapi urusan dengan Istana
Kebahagiaan bukan urusan main-main. Apa lagi keadaan kakek suamimu ini belum
pulih. Bukankah lebih baik semua urusan ini kita pusatkan pada mencari Sendok
Pemasung Nasib itu lebih dulu?! Selain itu kami tidak tahu Wiro berada dimana."
Berkata Naga Kuning.
"Tadi
otakmu cerdik pandai sekali! Sekarang mengapa jadi tolol dungu?! Sendok
Pemasung Nasib itu sudah pasti dibawa lari ke Istana Kebahagiaan. Apakah kau
mau mencarinya ke tempat lain?"
Luhpingitan
pegang pergelangan kaki Hantu Langit Terjungkir. Sepasang kakek nenek ini lalu
tinggalkan tempat itu.
Naga
Kuning, Setan Ngompol Si Betina Bercula saling berpandangan. Si kakek akhirnya
berkata. “ Hari lima belas bulan dua belas hanya tinggal sepuluh hari dari
sekarang. Tak ada salahnya kita mengikuti kakek nenek itu. Kalau mencari Wiro
dimana kita akan mencarinya? Mungkin kita akan menemui kesulitan. Aku yakin dia
akan muncul di Istana Kebahagiaan…."
Ketika
kakek itu beranjak, Naga Kuning-dan Betina Bercula akhirnya mengikuti juga.
************************
3
EMPAT
orang berpakaian hitam itu duduk mengelilingi perapian. Udara malam memang
dingin sekali. Apalagi mereka berada di satu pedataran tinggi dan sore tadi
hujan turun lebat.
"Terus
terang aku tidak suka dengan apa yang kita lakukan sekarang ini. Kita telah
menyalahi perintah Sang Junjungan, Raja Diraja Segala Hantu di Negeri
Latanahsilam ini!" Berucap orang berpakaian hitam yang duduk bersandar ke
satu gundukan batu besar, agak jauh dari perapian. Namanya Latuding.
"Kerabatku,
apa yang perlu kita cemaskan. Tugas telah kita jalankan dengan baik. Apa yang
dicari sudah berada di tangan kita. Mengapa perlu cepat-cepat kembali ke Istana
Kebahagiaan?" Menjawab salah satu dari tiga orang yang duduk di depan
perapian. Dia bertindak selaku pimpinan dalam rombongan itu dan bernama
Lajohor.
"Justru
begitu perintah Sang Junjungan, begitu yang harus kita lakukan! Tak ada celah
sedikitpun untuk dilanggar!" Orang pertama berkata dengan nada mulai
keras.
"Kerabatku
Latuding, aku yang jadi pimpinan dalam rombongan mencari sendok sakti itu.
Semua anggota rombongan wajib mengikuti apa yang aku perintah dan inginkan,
termasuk kau! Tapi kalau kau tidak suka kita beristirahat malam ini. Kau boleh
segera kembali lebih dulu ke Istana Kebahagiaan. Kau boleh mengadu apa
perbuatan kami pada Sang Junjungan."
Lajohor
tampak mulai kesal melihat sikap dan bicara Latuding. Dia tahu betul kalau
Latuding selama ini memang punya sifat menjilat. Tak perduli akan kesulitan
kawan sendiri, yang penting asal dapat nama dari Hantu Muka Dua.
Orang ke
tiga bernama Lawulus mengetengahi percakapan yang menjurus perselisihan itu.
"Wahai
para kerabatku. Kurasa Sang Junjungan bisa memahami mengapa kita beristirahat
di tempat ini. Belasan hari kita berkeliaran mencari sendok sakti itu. Bukan
cuma menghabiskan waktu. Tapi juga menguras tenaga! Tidak ada salahnya kita
berkemah malam ini di sini. Besok sebelum fajar menyingsing kita lanjutkan
perjalanan. Istana Kebahagiaan hanya tinggal satu hari perjalanan dari sini.
Kita kembali dengan hasil besar. Masakan Sang Junjungan tidak gembira?"
"Mana
ada kegembiraan kalau Sang Junjungan Raja Diraja menerima kabar kalian berempat
sudah jadi bangkai!"
Sekonyong-konyong
satu suara menggema dari tempat gelap di arah kiri perapian. Lalu menyusul suara
tawa mengekeh. Empat orang yang duduk di depan perapian tersentak kaget dan
serentak melompat.
"Siapa
yang barusan bicara?! Mengapa tidak unjukkan diri?!" Orang bernama Lajohor
membentak.
Dia lalu
saling membagi pandang dengan tiga temannya. Kembali menggema suara tawa
mengekeh. Lalu dari kegelapan muncul sesuatu, mengapung di udara, bergerak ke
arah ke empat orang itu. Begitu melihat Ulapa yang muncul terkejutlah
orang-orang dari Istana Kebahagiaan ini.
"Hantu
Langit Terjungkir!" Dua di antara mereka berseru. Yang dua lagi segera
bersiap sedia, menggerakkan tangan ke pinggang masing-masing dimana terselip
sebilah parang. Walau dalam kegelapan namun masih bisa terlihat bagaimana wajah
ke empat orang ini jadi berubah begitu mengenali siapa adanya orang yang
muncul.
"Suamiku
tidak datang sendiri! aku menemaninya!"
Tiba-tiba
satu suara lain terdengar. Suara perempuan, disusul tawa cekikikan dan ditutup
suara butt prett!
Satu
bayangan kuning berkelebat. Di samping Hantu Langit Terjungkir kini tegak
berdiri si nenek tukang kentut Hantu Selaksa Angin.
"Jika
kalian mengenali suamiku, pasti juga mengenali diriku! Hik… hik! Jadi kami
tidak perlu menerangkan siapa diri kami atau memberi tahu apa maksud kemunculan
kami! Kami sempat mendengar pembicaraan kalian. Enak didengarnya, apa kami
boleh ikut bercakap-cakap bersama kalian?"
Empat
orang berpakaian hitam tak ada yang menjawab. Mereka hanya saling lirik lalu
kembali mengawasi Hantu Langit Terjungkir dan Hantu Selaksa Angin.
"Suamiku,"
kata Hantu Selaksa Angin alias Luhpingitan.
"Mereka
rupanya tidak suka bicara dengan kita. Harap dimaklumi, mereka agaknya
orang-orang berpangkat tinggi! Kita ini apa dibanding mereka? Hik… hik…
hik!"
"Dua
kakek nenek berotak miring! Kami adalah orang-orang Istana Kebahagiaan! Kami
tidak suka melihat kehadiran kalian di sini. Siapapun kalian adanya lekas
tinggalkan tempatini!" Membentak Latuding.
"Hik…
hik! Kau dengar suamiku?! Seperti dugaan kita mereka ternyata memang
orang-orang penting! Orang-orang Istana Kebahagiaan. Tapi sayang kita
dikatakannya kakek nenek otak miring. Katanya lagi dia tidak suka pada kita.
Lalu kita disuruh pergi. Hik..Hik! Menurutmu apa kita harus mengikuti ucapan
nya?!"
"Kita
memang harus mengikuti perintah orang itu. wahai istriku. Karena mereka
orang-orang Istana Kebahagiaan. Kita pergi saja. Tapi jangan lupa meminta
sesuatu pada mereka…."
"Kalian
ini bicara apa? Lekas pergi sebelum kami menjadi marah!" Latuding kembali
menghardik.
"Kami
akan pergi, kami segera pergi. Jangan khawatir wahai kerabatku. Namamu Latuding,
benar? Dengar Latuding, kami segera pergi tapi sebelum angkat kaki dari sini
serahkan pada kami Sendok Pemasung Nasib…." berkata Hantu Langit
Terjungkir.
"Jangan
bicara tak karuan?! Kau menyebut benda yang tidak kami ketahui asal
usulnya!" Membentak orang berpakaian hitam di sebelah kiri Hantu Langit
Terjungkir. Dia adalah Lawulus.
"Siang
kemarin kalian mencuri sesosok mayat di tepi sebuah danau. Di dalam perut mayat
itu ada Sendok Pemasung Nasib! Kalian pasti telah mengambil sendok itu dari
perut mayat. Atau kalau belum, tak ada salahnya menyerahkan mayat langsung pada
kami! Biar kami yang mengorek isi perut mayat itu! Hik… hik… hik!"
"Benar-benar
kakek nenek gila! Kawan-kawan, Iekas singkirkan dua tua bangka ini!"
perintah Lajohor.
Dua orang
membekal parang yakni Lawulus dan seorang kawannya bernama Lasendu menghunus
senjatanya. Tanpa banyak bicara lagi mereka segera menyerang Hantu Selaksa
Angin dan Hantu Langit Terjungkir. Begitu yang dua ini menyerbu, dua lainnya
yakni Latuding dan Lajohor segera membuat siasat. keduanya secepat kilat
berkelebat, lari dan sengaja berpencar.
Dua kaki
Hantu Langit Terjungkir bergerak. Dua tangan Hantu Selaksa Angin tak tinggal
diam.
"Bukkk!"
"Bukkk!"
Lawulus
dan Lasendu yang menyerang dengan parang menjerit keras, terpental lalu
terbanting ke tanah tak berkutik lagi. Yang satu tewas dengan dada remuk akibat
dimakan jotosan Luhpingitan sedang kawannya menggeletak dengan leher hampir
tanggal dijepit dua kaki Hantu Langit Terjungkir.
Dua orang
yang melarikan diri dan sengaja berpencar tersentak kaget hentikan lari
masing-masing ketika tiga orang mendadak muncul menghadang dari kegelapan.
Ketiga orang ini bukan lain adalah Naga Kuning, Betina Bercula dan Setan
Ngompol.
"Kalian
tidak bisa meninggalkan tempat ini sebelum kawanku yang cantik ini
menggeledah!" Naga Kuning berkata sambil rangkapkan tangan di depan dada.
Bibirnya tersenyum dan dua matanya dikedipkedipkan.
Semula
dua orang berpakaian serba hitam yaitu Latuding dan Lajohor hendak membentak
marah karena merasa direndahkan oleh sikap serta ucapan si bocah Naga Kuning.
Tapi begitu melihat siapa yang hendak menggeledah, keduanya jadi senyum-senyum.
Di Istana Kebahagiaan memang banyak gadis dan perempuan cantik. Namun semua
hanya boleh melayani Hantu Muka Dua dan orang-orang tertentu saja. Kelompok
pembantu seperti Lajohor dan teman-temannya jarang sekali mendapat kesenangan.
Tidak heran karena saat itu darah keduanya jadi terangsang melihat si cantik
genit di depan mereka.
Rupanya
ke dua orang ini tidak tahu siapa adanya Betina Bercula. Selain itu kegelapan
malam membuat mereka tidak bisa melihat jelas dan tidak mengetahui kalau orang
berdandan menor dan berpakaian perempuan ini sebenarnya adalah seorang
laki-laki!
"Ada
gadis cantik hendak menggeledah, siapa berani menolak!" kata Latuding
sambil senyum-senyum lalu kedipkan matanya pada Lajohor.
"Kalian
orang-orang gagah dari Istana Kebahagia an. Aku bukan hanya akan menggeledah
kalian berdua. Tapi setelah menggeledah kalian, kalian berdua juga boleh ganti menggeledah
diriku. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki! Hik… hik… hik!"
Mendengar
ucapan Si Binal Bercula itu Latuding dan Lajohor jadi semakin bernafsu.
"Malam
sudah larut. Kita jangan sampai membuang waktu!" ujar Betina Bercula
sambil tersenyum genit dan mematik-matik rambutnya yang keriting sebahu. Sekali
tangannya kiri kanan bergerak, dua orang itu ditariknya ke tempat gelap di
balik serumpunan semak belukar. Tak lama kemudian dari tempat gelap itu
terdengar jeritan-jeritan kesakitan.
Lajohor
dan Latuding menghambur lari dari balik semak belukar tanpa celana lagi. Ada
darah meleleh di paha mereka. Keduanya berjingkrak-jingkrak sambil pegangi
bagian bawah perut mereka yang bengkak merah, lecet luka dan sakit sekali
setengah mati! Walau mereka sudah lenyap namun di kejauhan suara jeritan mereka
masih terdengar.
Betina
Bercula melangkah mendekati Naga Kuning dan sementara sambil senyum-senyum dan
gosok-gosok telapak tangannya.
"Aku
sudah menggeledah! Tapi Sendok Pematung Nasib itu tak ada pada mereka!"
Betina Bercula memberi tahu.
"Lalu
apa saja yang kau temukan?" tanya Naga Kuning.
"Apa
saja yang kau lakukan?" menyambung Setan Ngompol.
"Yang
kutemukan hanya dua pisang batu buruk rupa! Yang kulakukan cuma meremas. Masih
untung tak kukupas kulitnya! Hik… hik… hik!" Betina Bercula tertawa
cekikikan. Ketiga orang-orang itu lalu menemui Lasedayu dan Luhpingitan. Mereka
semua merasa heran. Keempat orang dari Istana Kebahagiaan itu, dari pembicaraan
mereka yang sempat didengar, sudah dapat dipastikan sebagai orang-orang Hantu
Muka Dua yang disebar untuk mencari Sendok Pemasung Nasib. Tapi anehnya sendok
emas sakti itu tidak ditemukan. Kalau masih berada di dalam perut Hantu Lintah
Hitam, lalu dimana mayat mahluk itu mereka sembunyikan?
"Seharusnya
kau menanyai dulu pada dua orang itu, dimana mayat Hantu Lintah Hitam berada.
Bukan langsung main remas saja! Dasar kebiasaan!" kata Naga Kuning,
"sekarang dua-duanya sudah kabur!"
Betina
Bercula cuma tersipu-sipu.
"Kita
tak perlu bertengkar. Istana Kebahagiaan hanya tinggal satu hari perjalanan
dari sini. Kalau kita meneruskan perjalanan malam ini juga, paling lambat
menjelang sore besok kita sudah sampai di sana," berucap Lasedayu.
Tak lama
setelah rombongan dua kakek nenek meninggalkan tempat itu, diatas satu pohon besar
berdaun lebat dan sangat gelap, seseorang yang sejak tadi mendekam di salah
satu cabang pohon kini baru bisa merasa lega. Dia menarik satu sosok yang sudah
jadi mayat dan sejak tadi digeletakannya melintang di cabang pohon di atasnya.
Mayat ini bukan lain adalah mayat Hantu Lintah Hitam. Inilah satu akal yang
telah diatur oleh orang-orang Istana Kebahagiaan. Setelah menunggu beberapa
lamanya, bila dirasakannya aman, orang ini segera turun dari atas pohon. Mayat
Hantu Lintah Hitam dipanggulnya di bahu kiri. Lalu dia lari ke arah timur,
menjauhi jalan yang ditempuh rombongan Hantu Langit Terjungkir.
************************
4
HANTU
MUKA DUA memandang seputar ruangan besar berbentuk segi enam. Masing-masing
dinding ruangan dicat dengan warna berlainan sementara atap ruangan yang
menyerupai kubah diberi cat berwarna merah muda. Satu-satunya pintu masuk ke
ruangan segi enam ini adalah sebuah pintu berbentuk gapura yang terletak di
dinding yang berwarna merah. Empat buah hiasan berupa singa berkepala dua terbuat
dari perunggu tergantung di langit-langit ruang segi enam yang terletak di
lantai ke dua bangunan Istana Kebahagiaan itu. Hantu Muka Dua menamakan ruangan
segi enam ini Ruang Seribu Kehormatan. Disinilah direncanakan semua tokoh
undangan pertemuan besar pada hari lima belas bulan dua belas mendatang akan
dipersilahkan duduk.
Wajah
Hantu Muka Dua depan belakang tampak berseri-seri. Saat itu di sebelah kirinya
berdiri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Sementara di sisi kanan tegak gadis
cantik bernama Luhkinki. Gadis ini adalah salah satu gadis kesayangan Hantu
Muka Dua. Boleh dikatakan kemanapun Sang Raja Diraja itu berada Luhkinki selalu
mendampingi sambil mengipasinya dengan sebuah kipas terbuat dari daun lebar
yang selalu dibawanya kemana-mana.
"Kerabatku
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, hari lima belas bulan dua belas masih tujuh
hari dimuka. Aku gembira, kau berhasil melakukan persiapan begini baik…."
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab tersenyum lebar.
"Paling
lambat dua hari lagi semuanya rampung secara keseluruhan…."
"Secara
keseluruhan apakah juga termasuk peralatan rahasia itu?" tanya Hantu Muka
Dua.
"Termasuk
peralatan rahasia itu. Semua bahan sudah diolah. Dua hari lagi aku akan menemui
Sang Junjungan untuk memberikan laporan terakhir…."
"Terus
terang ada beberapa hal yang masih mengganjal hati dan jalan pikiranku!"
kata Hantu Muka Dua pula.
"Wahai,
harap Sang Junjungan sudi memberi tahu padaku. Aku siap membantu dan
menjalankan apapun yang Sang Junjungan perintahkan."
"Mengenai
Batu Pembalik Waktu. Sampai saat ini tidak diketahui dimana beradanya. Terakhir
sekali seorang mata-mata Istana memberi tahu bahwa telah terjadi satu peristiwa
aneh di satu pedataran rumput. Dua nenek sakti yakni Hantu Penjunjung Roh dan
Hantu Lembah Laekatakhijau diketahui muncul di tempat itu. Lalu di situ
ditemukan bangkai seekor katak besar. Aku menaruh duga, jangan-jangan salah
seorang dari dua nenek itu mengetahui perihal Batu Pembalik Waktu. Bahkan
wahai! Bukan tidak mungkin salah satu dari mereka sudah memilikinya. Barangkali
si Hantu Lembah Laekatakhijau itu…."
"Sang
Junjungan, aku akan melakukan penyelidikan. Mudah-mudahan sebelum hari besar
pertemuan aku sudah dapat memberikan laporan padamu…."
"Hal
lain yang menempel dalam benakku, perihal Sendok Pemasung Nasib. Hantu Berpipa
Emas sudah kuperintahkan untuk menyelidik. Kabarnya sendok emas sakti itu
berada di tangan Hantu Selaksa Angin. Tapi sampai saat ini Hantu Berpipa Emas
masih belum kelihatan mata hidungnya!"
"Serahkan
padaku wahai Sang Junjungan. Aku akan menyelidiki perihal yang satu ini…"
kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab pula. "Jika Sang Junjungan memberi
izin, siang nanti aku akan segera berangkat. Sekalian aku akan menyelidiki
perihal sahabatku Lawungu. Dia aku tinggalkan di satu tempat dalam keadaan
sakit. Mudah-mudahan tidak terjadi suatu apa yang buruk atas dirinya."
Hantu
Muka Dua anggukkan kepala lalu berkata.
"Aku
sudah memerintahkan Lajohor untuk menyelidiki raibnya Hantu Berpipa Emas,
sekaligus mencari Sendok Pemasung Nasib itu. Sebelumnya aku juga telah
memerintahkan Hantu Lintah Hitam untuk melakukan hal yang sama. Aku berharap
sebelum hari lima belas bulan dua belas semua ganjalan itu bisa disingkirkan.
Kita harus mendapatkan Batu Pembalik Waktu dan Sendok Pemasung Nasib!"
"Percayakan
padaku wahai Sang Junjungan. Aku berpikir, ada baiknya aku berangkat sekarang
saja. tidak perlu menunggu sampai siang nanti…."
Saat itu
tiba-tiba terdengar suara genta yang entah dari mana asalnya. Semua orang yang
ada di mangan itu sama memalingkan kepala ke arah pintu di dinding merah dari
mana terdengar langkah-langkah mendatangi.
Tak lama
kemudian muncullah seseorang memanggul sosok yang mengenakan pakaian hitam
lekat licin seolah menempel ke tubuhnya. Masih dengan memanggul sosok hitam
licin itu, orang yang datang menjura memberi hormat pada Hantu Muka Dua yang
saat itu tegak tak bergerak. Hanya sepasang matanya membeliak besar dan dua
wajahnya yang tadi berupa wajah lelaki gagah separuh baya, kini membayangkan
berubah menjadi dua wajah tua seorang kakek pucat pasi, pertanda Sang Junjungan
berada dalam kaget besar.
"Lasedana!"
seru Hantu Muka Dua menyebut nama lelaki yang memanggul sosok licin hitam.
"Kau adalah salah seorang anggota rombongan yang kuperintahkan mencari
Hantu Berpipa Emas dan menyelidik Sendok Pemasung Nasib. Yang kau panggul itu
adalah Hantu Lintah Hitam. Mana Lajohor, pimpinan rombongan. Mana Latuding dan
dua kawanmu lainnya?! Apa yang terjadi dengan Hantu Lintah Hitam?!"
"Junjungan,
izinkan saya meletakkan tubuh yang saya panggul ini di lantai ruangan,"
berucap Lasedana.
"Sudah
dua hari dua malam tubuh Hantu Lintah Hitam tidak lepas dari panggulan
saya…."
"Letakkan
dia di lantai. Aku mau tahu apa yang terjadi! Lekas kau memberi
keterangan!" kata Hantu’ Muka Dua pula.
Hati-hati
sekali Lasedana membaringkan sosok Hantu Lintah Hitam di lantai ruangan segi
enam. Dia sengaja membaringkan mayat itu menelentang. Sepasang mata Hantu Muka
Dua membeliak besar. Dua wajahnya yang tadi berupa wajah dua kakek pucat kini
langsung berubah menjadi dua wajah raksasa menyeramkan pertanda Sang Junjungan
ini telah dilanda amarah besar. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kelihatan
tampak tenang walau dua matanya mengerenyit menandakan rasa ngeri. Luhkinki
yang sejak tadi mengipasi Hantu Muka Dua, terus saja mengipas walau kini
kepalanya dipalingkan ke jurusan lain karena takut bergidiknya melihat sosok
yang tergeletak kaku di lantai itu.
Di bacaan
dada, mayat Hantu Lintah Hitam kelihatan satu cekungan dalam hampir menyerupai
sebuah lobang besar. Dua tulang iganya yang patah mencuat keluar. Cidera ini
adalah akibat tendangan Hantu Selaksa Angirs alias Luhpingitan. Di sebelah
atas, kepala Hantu Lintah Hitam terbongkar rengkah. Darah yang telah mengering
dan hitam menutupi kepalanya mulai dari ubun-ubun sampai seluruh wajahnya.
Hantu
Muka Dua menggigil. "Lasedana! Cepat katakan apa yang terjadi!"
"Wahui
Sang Junjungan, seperti yang kau perintahkan kami berusaha mencari jejak Hantu
Berpipa Emas dan cari Sendok Pemasung Nasib. Mohon maafmu kami tidak berhasil
mengetahui ataupun menyirap kabar dimana adanya Hantu Berpipa Emas. Tapi di
tengah jalan kami berhasil menjajagi Hantu Lintah Hitam. Dia kami temui di
sebuah danau, tengah menjalankan tugas dari Sang Junjungan. Yaitu mencari
Sendok Pemasung Nasib. Di dalam danau itu saya dan kawan-kawan melihat jelas
dia berhasil merampas Sendok Pemasung Nasib dari tangan Hantu Selaksa Angin.
Namun ketika dia menyelam dan melarikan sendok emas muncul beberapa orang aneh.
Agaknya dua diantara mereka adalah mahluk-mahluk dari negeri seribu dua ratus
tahun mendatang itu. Yang satu lagi kami kenali sebagai Si Binal Bercula alias
Betina Bercula. Salah seorang dari dua mahluk asing itu, yakni anak kecil
berpakaian serba hitam mencebur masuk ke dalam danau. Betina Bercula ikut
menyusul. Tak lama kemudian kami lihat sosok Hantu Lintah Hitam mencelat keluar
dari dalam air, jatuh tergelimpang di tepi danau. Dada jebol kepala hancur!
Kami belum berani bertindak. Tak lama kemudian dari dalam danau muncul anak
kecil itu. Di tangannya dia memegang Sendok Pemasung Nasib lalu diserahkannya
pada Hantu Langit Terjungkir. Kakek itu segera mengambil. Tapi ketika sendok
diperiksa dia berteriak marah. Ternyata sendok itu bukan Sendok Pemasung Nasib
yang asli. Hantu Langit Terjungkir membanting dan membuang sendok itu ke tanah.
Selagi orang-orang itu berada dalam kebingungan, Lajohor memimpin gerakan
mengambil mayat Hantu Lintah Hitam. Kami berhasil melarikan mayat kerabat Hantu
Lintah Hitam!"
"Lalu
apa yang terjadi dengan empat kawanmu?!" tanya Hantu Muka Dua.
"Maafkan
saya wahai Junjungan. Lawulus dan Lasendu menemui ajal di tangan Hantu Langit
Terjungkir dan Hantu Selaksa Angin. Lajohor dan Latuding berhasil melarikan
diri berpencar. Tapi saya tidak tahu dimana keduanya kini berada. Mudah-mudahan
mereka segera muncul di tempat ini…."
Hantu
Muka Dua pandangi Lasedana dengan mata melotot dan rahang menggembung hingga
orang ini jadi mengkeret ketakutan. Tiba-tiba tawa bergelak meledak keluar dari
mulut Hantu Muka Dua!
"Lasedana!
Kau telah melakukan satu perbuatan hebat! Satu perbuatan besar! Kau akan
kuberikan satu kedudukan tinggi di Istana Kebahagiaan!"
"Terima
kasih wahai Sang Junjungan," kata Lasedana jadi lega dan gembira seraya
menjura hormat Hantu Muka Dua melangkah mendekati mayat Hantu Lintah Hitam
masih dengan tertawa-tawa. Dia mengusap mulut raksasanya di sebelah depan lalu
berkata. "Sendok Pemasung Nasib yang asli pasti ada dalam perutnya! Hantu
Lintah Hitam pasti telah menyelamatkan sendok emas sakti itu dengan jalan
menelannya!"
Habis
berkata begitu Hantu Muka Dua gerakkan tangan kanannya.
"Sreettt!"
terdengar suara berkeresetan lima kali berbarengan. Bersamaan dengan itu lima
jari tangan Hantu Muka Dua berubah menjadi sangat besar dan diujung kelima jari
itu mencuat kuku-kuku berwarna hitam, berbenfuk pisau runcing dan tajam!
Sebelum
semua orang yang ada di tempat itu bisa menduga apa yang hendak dilakukan Hantu
Muka Dua, penguasa Istana Kebahagiaan ini tiba-tiba membungkuk. Tangan kanannya
bergerak laksana kilat.
"Breettt!"
Semua
orang yang ada di tempat itu melengak dingin tengkuk masing-masing. Luhkinki
pejamkan mata. Perutnya mendadak menjadi mual dan dia berusaha keras untuk
bertahan agar mulutnya tidak menyemburkan muntah!
Perut
mayat Hantu Lintah Hitam robek besar. Isi perutnya terbongkar keluar. Enak saja
Hantu Muka Dua memutus usus besar mahluk yang sudah jadi mayat itu. Dari dalam
usus yang kemudian jatuh menjela-jela di tanah Hantu Muka Dua menemukan dan
mengambil sebuah benda memancarkan cahaya kuning yang bukan lain Sendok
Pemasung Nasib adanya!
Tawa
Hantu Muka Dua kembali meledak di Seantero ruangan segi enam. Sambil
mengacungkan sendok emas itu ke atas dia berkata.
"Hantu
Langit Terjungkir! Sendok Pemasung Nasib ada di tanganku! Seumur hidup ilmu
kepandaian dan kesaktianmu tak akan dapat dikembalikan! Ha…ha… ha! Kutuk guruku
Lamanyala tak akan bisa kau pupus walau seribu Dewa seribu Peri dan seribu Roh
‘ menolongmu! Ha… ha… ha!" (Mengenai hubungan mahluk api Lamanyala dengan
Hantu Muka Dua harap baca Episode sebelumnya berjudul "Hantu Muka
Dua").
Hantu
Muka Dua berpaling pada Lasedana. "Kita perlu menghadirkan putera Hantu
Lintah Hitam di tempat ini! Dia perlu mengetahui bahwa ayahnya telah berbuat
satu jasa besar Harap kau segera memanggil orang itu!"
Lasedana
menjura lalu tinggalkan ruangan segi enam dengan cepat Tak selang berapa lama
dia kembali bersama seorang pemuda bertubuh tegap tinggi, berwajah gagah tapi
berkulit sangat hitam, berkilat dan licin, menyerupai Hantu Lintah Hitam.
Pemuda ini bernama Lakembangan dan adalah putera tunggal Hantu Lintah Hitam.
Sampai di
hadapan Hantu Muka Dua Lakembangan segera hendak menjura. Namun pandangannya
membentur sosok yang tergeletak di lantai ruangan. Pemuda ini tersurut ngeri.
Tapi begitu menyadari bahwa orang itu adalah ayahnya, Lakembangan langsung
menggerung dan jatuhkan diri.
"Apa
yang terjadi dengan ayahku! Wahai! Siapa berbuat sekejam ini?!" Berurai
air mata tapi tubuh menggeletar dan dua tangan terkepal Lakembangan bangkit
berdiri. Dia memandang tak berkedip pada Lasedana, melirik pada Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab. Sesaat dia menatap ke arah Luhkinki gadis cantik kesayangan
Hantu Muka Dua. Selama ini tak satu orangpun di dalam Istana Kebahagiaan
mengetahui kalau antara Lakembangan dan Luhkinki telah terjalin satu hubungan
cinta. Mereka tidak berani memperhatikan kasih sayang berterus terang dan
selalu berhati-hati. Karena sekali Hantu Muka Dua tahu kalau gadis
kesayangannya itu bercinta dengan lelaki lain, pasti melapetaka akan jatuh! Si
gadis balas menatap dengan raut wajah menyatakan kesedihan. Lalu Lakembangan
berpaling pada Hantu Muka Dua, jatuhkan diri berlutut di hadapan Sang Junjungan
sambil terisak menahan tangis yang sulit dibendung.
Dengan
tangan kirinya Hantu Muka Dua pegang bahu si pemuda lalu berkata. "Lakembangan,
aku turut sedih atas kematian ayahmu. Tapi ketahuilah. Dia mati dalam
melaksanakan satu tugas besar. Dia berhasil melaksanakan tugas itu. Berarti dia
berjasa besar terhadap diriku dan Istana Kebahagiaan! Dia berhasil mendapatkan
Sendok Pemasung Nasib yang sangat sakti ini walau untuk itu dia harus menebus
dengan nyawanya sendiri. Betapa gagahnya perbuatan ayahmu! Aku Hantu Muka Dua,
Raja Diraja Segala Hantu di Negeri Latanahsilam ini tidak bisa membalas jasa
dan budi besarnya. Untuk itu aku akan mengangkatmu pada satu jabatan tinggi
sebagai pengganti ayahmu! Dan kau berhak menyandang julukannya yaitu Hantu
Lintah Hitam!"
"Terima
kasih Sang Junjungan. Terima kasih…"
kata
Lakembangan dengan kepala tertunduk dan air mata jatuh bercucuran.
Diantara
suara isaknya, dia kemudian bertanya dengan parau. "Sang Junjungan, mohon
kau memberi tahu. Siapa yang telah membunuh ayahku begini rupa"
"Yang
punya perbuatan adalah seorang nenek berjuluk Hantu Selaksa Angin dan seorang
anak dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang bernama Naga Kuning…."
"Aku
pernah mendengar nama ke duanya. Aku bahkan tahu dimana harus mencari nenek
keparat itu! Sang Junjungan, izinkan aku mencari ke dua orang itu untuk
menuntut balas!"
Hantu
Muka Dua menyeringai. "Kau anak baik! Yang tahu bagaimana membalas budi
orang tua! Tapi kau tak usah bersusah diri menghabiskan waktu dan tenaga
mencari kedua orang itu. Tenagamu diperlukan di sini untuk menghadapi hari lima
belas bulan dua belas. Kedua orang itu kelak akan muncul memenuhi undanganku.
Pada saat itulah kita akan menghajar dan mengirimnya ke alam roh! Aku akan
memastikan kematian mereka lebih mengerikan dari nasib yang menimpa diri
ayahmu!"
Mendengar
ucapan Hantu Muka Dua itu Lakembangan tak bisa berbuat apa-apa walau niatnya
membalas dendam saat itu seperti hendak membakar dirinya. Pemuda ini tundukkan
kepala, kepalkan dua tinjunya lalu saking geramnya dia hantamkan tangan
kanannya ke dada sendiri seraya berteriak keras seolah berusaha melepas
bendungan amarah!
Hantu
Muka Dua berpaling pada Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Jangan membuang
waktu. Kau boleh pergi sekarang. Cari sahabatmu bernama Lawungu. Kita butuh
tenaganya di Istana ini…."
"Atas
perintahmu aku berangkat wahai Sang Junjungan!" kata Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab.
Setelah
menjura terlebih dulu dia segera tinggalkan tempat itu.
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab kemudian berkata pada Lakembangan. "Lakembangan,
panggil beberapa pengawal untuk membawa mayat ayahmu. Tanam di tanah tinggi
sebelah selatan Istana Kebahagiaan! Jangan lupa memerintahkan beberapa pelayan
membersihkan tempat ini!"
Tak lama
setelah Lakembangan pergi bersama pengawal membawa jenazah Hantu Lintah Hitam,
Hantu Muka Dua berkata pada Luhkinki. "Antarkan aku ke Ruang Penyimpanan
Senjata Pusaka. Sendok emas ini harus segera kusimpan!"
Gadis
jelita bernama Luhkinki menjura. Dia membuka lipatan kipas besar. Lalu sambil
melangkah mengikuti dia mulai mengipasi Sang Junjungan. Di bagian belakang
Istana Kebahagiaan ada satu tangga batu pualam putih menuju ke sebuah lorong di
tingkat ke tiga bangunan. Sepanjang lorong tegak berjajar selusin pengawal
berpakaian serba hitam. Enam di sisi kiri, enam lagi di sisi kanan. Dua belas
pengawal ini segera membungkuk hormat begitu Hantu Muka Dua muncul di ujung
lorong. Di hadapan sebuah pintu batu jauh di ujung lorong Hantu Muka Dua
berhenti. Dengan tangan kanannya dia menekan pintu batu. Terdengar suara
berdesir halus. Pintu batu bergeser ke samping sampai setengahnya.
"Kau
tunggu di sini!" kata Sang Junjungan pada Luhkinki. Lalu seorang diri dia
masuk ke dalam.
Selama
ini memang tidak pernah ada orang lain yang diperbolehkan masuk ke ruang
rahasia yang terletak di balik pintu batu itu. Termasuk Luhkinki walau Hantu
Muka Dua sangat menyayanginya. Konon dalam ruangan ini Hantu Muka Dua menyimpan
berbagai macam senjata pusaka sakti mandraguna. Kebanyakan dari senjata itu
adalah hasil rampasan atau curian. Begitu Hantu Muka Dua menginjakkan kakinya
di lantai ruangan penyimpanan senjata, pintu batu kembali menutup dengan
sendirinya. Luhkinki menoleh ke belakang. Dua belas pengawal di ujung lorong
sebelah sana semua dilihatnya berdiri tegak, tak ada yang bicara atau bergerak,
juga tak ada yang memandang ke arahnya. Begitu dirasakannya aman dengan cepat
gadis ini lipat kipasnya. Lalu sebelum pintu batu menutup rapat, Luhkinki
selipkan ujung kipas ke celah antara pintu dan dinding batu. Dari selah kecil
itu dia masih mampu melihat ke dalam ruang penyimpanan benda-benda pusaka.
Luhkinki
memperhatikan bagaimana Hantu Muka Dua melangkah ke arah dinding ruangan
sebelah kanan. Dinding itu merupakan petak-petak segi empat berjumlah tujuh
menyamping tujuh ke bawah. Berarti ada empat puluh sembilan petak.
Masing-masing petak diberi angka mulai dari angka 1 sampai 49.
Hantu
Muka Dua tekankan telapak tangan kirinya ke petak berangka 21. Secara aneh batu
rata petak tersebut bergerak naik ke atas. Lalu terlihat sebuah ruangan empat
persegi. Hantu Muka Dua masukkan Sendok Pemasung Nasib ke dalam ruangan itu.
Batu petak yang tadi naik ke atas bergerak turun kembali. Di depan pintu
ruangan Luhkinki melihat jelas semua apa yang dilakukan Hantu Muka Dua. Dia
mengingat-ingat nomor petak dimana tadi Hantu Muka Dua memasukkan sendok emas
sakti, lalu cepat-cepat menarik ujung kipas dari celah pintu. Tanpa suara pintu
batu itu bergerak perlahan lalu menutup rapat. Di dalam ruangan Hantu Muka Dua
menyeringai.
Dalam
hati dia berkata. "Aku suka berbuat baik pada banyak orang. Tetapi mengapa
orang selalu saja berniat dan berbuat jahat terhadapku?! Luhkinki, kau adalah
gadis pembantu paling aku sayangi. Tapi kau berlaku khianat. Mengintai apa yang
aku lakukan di ruangan ini. Aku memang belum tahu apa yang ada di hati culas
dan di otak kotormu. Tapi jangan mengira aku tidak tega menjatuhkan tangan
jahat padamu!"
************************
5
MALAM itu
hujan turun cukup lebat. Di atas bukit batu, Istana Kebahagiaan baik di dalam
maupun di sebelah luar terbungkus oleh hitamnya kegelapan. Sesekali jika kilat
menyambar baru kelihatan istana itu dalam bentuknya yang putih angker. Udara
dingin di luaran menembus masuk sampai ke dalam istana. Di satu sudut gelap
halaman belakang Istana Kebahagiaan seseorang berpakaian hijau pekat berjalan
cepat melewati sebuah gapura kecil. Dengan gerakan enteng dia melompati temboki
setinggi dada lalu menyelinap ke balik sebuah patung batu berbentuk seekor
singa berkepala dua.
Di balik
patung singa ini rupanya telah menunggu seorang berpakaian hitam. Dari wajah
serta lekuk tubuhnya jelas dia adalah seorang gadis. Di Negeri Latanahsilam
gadis ini dikenal dengan nama Luhtinti. Dulunya dia merupakan seorang pembantu
yang dijadikan mata-mata oleh Hantu Muka Dua. Dalam Episode berjudul "Peri
Angsa Putih" diceritakan bagaimana Peri Angsa Putih mendapat perintah
untuk membenam dengan lahar panas dari Gunung Latinggimeru tempat kediaman
Hantu Muka Dua yang terletak di bawah Telaga Lasituhitam.
Luhtinti
dan empat orang temannya berusaha melarikan diri dari malapetaka dahsyat yang
dijatuhkan oleh Peri Angsa Putih itu. Dirinya dan kawankawannya kemudian
ditemui dan diselamatkan oleh Lakasipo alias Hantu Kaki Batu. Luhtinti kemudian
membantu Lakasipo menunjukkan jalan ke Goa Pualam Merah tempat kediaman
Luhjelita. Ternyata Hantu Muka Dua datang pula ke tempat ini. Karena menganggap
Luhtinti telah mengkhianati dirinya, Hantu Muka Dua menganiaya gadis itu dan
mencabut seluruh rambut di kepalanya hingga Luhtinti menjadi botak. Dari
peristiwa ini tidak mengherankan kalau Luhtinti membekal dendam kesumat besar
terhadap Hantu Muka Dua. Namun karena ilmu kepandaian dan kesaktian Penguasa Istana
Kebahagiaan itu bukan tandingannya maka tak mungkin baginya untuk melakukan
balas dendam dengan kekuatannya sendiri.
Riwayat
lain mengenai Luhtinti dapat pembaca ikuti dalam Episode "Hantu Santet
Laknat" dimana gadis ini bertemu dengan Pendekar 212 Wiro Sableng di dalam
rimba belantara Lasesatbuntu. Tak jauh dari tempat Luhtinti berdiri ada sebuah
pohon besar. Di balik pohon ini kelihatan bayangan seorang berpakaian serba
putih, tegak rangkapkan tangan di depan dada, sesekali memandang berkeliling penuh
waspada.
"Lama
sekali aku menunggu," Luhtinti keluarkan suara tapi perlahan hampir
berbisik, begitu orang berpakaian hijau sampai di hadapannya. "Lihat,
pakaianku sudah basah kuyup. Kau datang membawa berita baik?"
Orang
yang datang mengangguk. Ternyata dia adalah Luhkinki, gadis cantik kesayangan
Hantu Muka Dua.
"Aku
harus berhati-hati. Kau tahu apa yang akan terjadi atas diriku kalau sampai ada
yang mengetahui. Benda yang kau cari itu memang ada dalam Istana Kebahagiaan.
Hantu Muka Dua mendapatkannya dua hari lewat, diambilnya dari dalam perut Hantu
Lintah Hitam! Kini benda itu disimpannya di dalam ruang penyimpanan barang
pusaka."
"Kau
bisa mengambilnya?" tanya Luhtinti.
"Akan
aku usahakan…."
"Kapan?!"
Luhtinti mendesak.
"Malam
ini juga. Secepatnya setelah seorang kerabat menyerahkan Bubuk Penjungkir
Syaraf padaku."
Wajah
Luhtinti langsung berubah mendengar Luhkinki menyebut Bubuk Penjungkir Syaraf.
"Jadi Hantu Muka Dua dan orang-orangnya telah berhasil meramu racun maut
itu?"
"Yang
akan diberikan kerabat itu hanya dari jenis paling rendah. Tidak sampai
membunuh, cukup membuat orang pingsan. Konon Hantu Muka Dua telah memberikan
jenis paling rendah itu pada beberapa orang pembantunya untuk diuji coba. Aku
menyirap kabar salah satu korbannya adalah seorang gadis bernama Luhcinta. Aku
harus pergi sekarang. Aku khawatir kerabatku itu sudah berada di satu tempat
pertemuan menungguku untuk menyerahkan bubuk itu…."
"Aku
akan menunggu di sini. Apakah tempat ini amar.?"
"Cukup
aman," jawab Luhkinki. Saat itulah sepasang mata gadis ini melihat
bayangan orang yang tegak di balik pohon besar. "Celaka, ada orang
mengintip kita. Dia sembunyi di balik pohon sana!"
"Jangan
khawatir. Dia sahabat yang mengantar aku ke sini. Kami punya kepentingan sama.
Menolong orang yang sama," menjelaskan Luhtinti.
Tapi
Luhkinki kelihatan bimbang. "Aku jadi ragu. Jangan-jangan…. Wahai, siapa
adanya sahabatmu di balik pohon itu?"
"Namanya
Wiro Sableng. Dia pemuda asing yang datang dari negeri seribu dua ratus tahun
mendatang itu…."
"Wahai…!
Nama hebat yang sudah kudengar sejak lama. Aku tidak ingat, apakah aku pernah
melihat orangnya sebelumnya? Luhtinti, kabarnya pemuda itu tampan sekali.
Apakah aku boleh melihat wajahnya?"
"Katamu
kau harus cepat-cepat. Kerabat yang hendak menyerahkan bubuk itu…."
"Dia
bisa menunggu. Aku ingin melihat wajah pemuda asing itu lebih dulu. Walau cuma
sesaat!" bisik Luhkinki mendesak.
"Kau
ini ada-ada saja!" Luhtinti jentikkan tangannya memberi tanda.
Dari
balik pohon Pendekar 212 melangkah keluar.
"Ada
apa?" tanya Wiro pada Luhtinti, lalu memandang ke arah Luhkinki.
"Tak
ada apa-apa. Sudahlah, kau kembali saja ke balik pohon!" jawab Luhtinti.
Murid
Sinto Gendeng jadi garuk-garuk kepala.
"Aneh
kau ini. Tadi memberi isyarat agar aku datang.
Sekarang
bilang tidak apa-apa…" Wiro memandang lagi pada Luhkinki lalu kedipkan
mata kirinya. Sambil senyum-senyum dia kembali ke balik pohon besar.
"Kau
sudah melihat wajahnya. Sekarang apa lagi?" berucap Luhtinti.
"Wahai,
dia memang gagah. Lebih gagah dari yang aku bayangkan! Tapi agak genit!"
jawab Luhkinki.
"Hati-hati,
jangan kau sampai jatuh cinta padanya!"
Sambil
menutup mulut menahan tawa Luhkinki tinggalkan tempat itu.
DI LORONG
yang menuju pintu ruang penyimpanan barang-barang pusaka hanya ada dua obor
yang menyala. Pertama dijalan masuk, ke dua di samping pintu ruangan, seperti
biasanya dua belas pengawal tetap ada di sepanjang lorong berjaga-jaga. Para
pengawal ini serta merta memutar kepala masing-masing ke arah jalan masuk
ketika mereka mendengar ada suara langkah-langkah halus mendatangi disertai
munculnya bayang-bayang seseorang di dinding lorong.
"Luhkinki!"
pengawal di paling ujung yang merupakan pimpinan dari selusin pengawal yang ada
di tempat itu menegur. "Ada apa kau datang ke sini. Kau muncul seorang
diri. Apa kau lupa aturan bahwa ruangan ini hanya bisa dimasuki jika Sang
Junjungan Hantu Muka Dua ikut hadir?! Apa kau lupa ini adalah kawasan terlarang
bagi siapapun?!"
"Aku
tahu aturan! Aku juga sadar ini adalah kawasan terlarang! Dengar, Hantu Muka
Dua sedang tidak enak badan. Sang Junjungan sendiri yang memberi perintah
padaku untuk mengambil sesuatu dari dalam Ruang Penyimpan Barang Pusaka!"
jawab Luhtinti.
"Kami
tidak bisa mempercayai. Kami tidak akan memberi izin!" kata kepala
pengawal tegas.
"Aku
membawa Tanda Pengenal dari Sang Junjungan sebagai bukti aku memang sudah
mendapat izin untuk berada di tempat ini!"
"Perlihatkan
kepada^kami!" kata kepala pengawal pula.
Luhkinki
angkat tangan kanannya sampai sama rata dengan mulutnya. Jari-jari tangannya
yang sejak tadi digenggamkan perlahan-lahan dibuka. Lalu dia melangkah
mendekati barisan pengawal. Pada saat lima jari membuka, mulut sang gadis
meniup dua kali.
"Fuhhhh….
Fuhhhh!"
Dua
rangkum asap kemerah-merahan menggebu ke arah dua belas pengawal Ruang
Penyimpanan Barang Pusaka Istana Kebahagiaan. Mereka tidak tahu apa yang
terjadi. Mereka baru berteriak ketika merasa leher masing-masing seperti
tercekik dan pemandangan menjadi gelap. Kedua belas pengawal itu langsung rubuh
tumpang tindih satu sama lain, bergeletakan di lantai lorong.
Sambil
tekap hidungnya Luhkinki lari ke arah pintu batu di ujung lorong. Begitu sampai
di depan pintu, dengan tangan kanannya gadis itu menekan bagian pintu tepat di
arah mana Hantu Muka Dua dilihatnya pernah melakukan. Muncul suara berdesir
halus. Perlahan-lahan pintu batu bergeser membuka. Luhkinki cepat melompat ke
dalam ruangan. Langsung bergerak ke arah dinding sebelah kanan dimana terdapat
petak-petak batu bernomor 1 sampai 49. Dengan tangan kanannya si gadis menekan
petak berangka 21.
Dia tak
menunggu lama. Seperti yang sebelumnya pernah disaksikannya, petak batu itu
bergerak naik ke atas. Satu cahaya kuning menyambar dari dalam petak.
Itulah
sinar Sendok Pemasung Nasib. Luhkinki cepat ambil sendok emas itu dan keluar
dari ruangan. Walau hatinya lega namun rasa takut tetap saja membuat tengkuknya
dingin dan tubuhnya keringatan.
************************
6
HANTU
Muka Dua terlonjak kaget dan marah ketika seorang pengawal menemuinya, memberi
laporan apa yang terjadi di lorong Ruang Penyimpanan Barang Pusaka. Dua wajah
di kepalanya langsung berubah menjadi wajah-wajah raksasa garang beringas.
Diikuti beberapa pengawal dia berlari menuju lorong di bagian belakang istana
itu.
Seperti
yang dilaporkan Hantu Muka Dua menemukan dua belas pengawal bergeletakan di
lantai lorong. Muka mereka kelihatan merah sedang bibir membiru. Menerima kabar
dan melihat sendiri kejadian yang menimpa dua belas pengawal itu sudah
merupakan kejutan besar bagi Sang Penguasa Istana Kebahagiaan. Rasa terkejutnya
jadi berlipat ganda ketika dia melihat keadaan muka dan tubuh pengawal itu.
"Bubuk
Penjungkir Syaraf! Pengawal-pengawal ini menemui ajal akibat bubuk maut itu!
Kurang ajar! Bagaimana mungkin ada orang mempergunakan bubuk rahasia itu!
Kurang ajar! Siapa yang punya pekerjaan! Siapa berani melakukan perbuatan gila
ini di depan mata hidungku! Membunuh para pengawal dengan bubuk maut yang aku
buat sendiri!"
"Pengawal!"
teriak Hantu Muka Dua. "Periksa keadaan semua pengawal lorong!"
Beberapa
pengawal yang datang bersama Hantu Muka Dua segera memeriksa keadaan
teman-teman mereka dua belas orang itu.
"Mohon
ampun Sang Junjungan! Kerabat yang dua belas orang ini tewas semua. Tak satupun
yang hidup…."
Rahang dua
wajah raksasa Hantu Muka Dua menggembung. Gerahamnya bergemeletakan. Sepuluh
jarijari tangannya dicengkeramkan hingga mengeluarkan suara berkereketan. Dua
mata raksasanya depan belakang mendadak membeliak besar ketika memperhatikan
pintu batu ruang penyimpanan barang pusaka setengah terbuka. Sekali lompat saja
dia sudah berada di depan pintu itu lalu dengan cepat masuk ke dalam ruangan.
Di tengah ruangan langkahnya terpaku ke lantai. Petak batu nomor 21 dilihatnya
berada dalam keadaan terbuka. Bagian dalam petak batu itu kosong! "Sendok
Pemasung Nasib!" teriak Hantu Muka Dua menggeledek. Terhuyung-huyung,
tanpa mendekati lagi dinding petak batu dia memutar tubuh, keluar dari ruangan
itu. Selagi melangkah lemas di lorong dua orang pengawal mendatanginya. Hantu
Muka Dua langsung membentak. Hampir saja dia menendang salah seorang dari
pengawal itu. Dua pengawal jatuhkan diri. Yang di sebelah kanan cepat berkata.
"Maafkan
kami Sang Junjungan. Kami ingin memberi tahu. Ternyata salah seorang dari dua
belas pengawal itu masih hidup! Kawan-kawan tengah menolongnya!"
"Apa?!"
Hantu Muka Dua memandang ke arah jalan masuk lorong. Dilihatnya tiga orang
pengawal tengah menolong mendudukan seorang temannya yang celaka. Hantu Muka
Dua cepat mendatangi. Pengawal yang duduk bersandar ke dinding lorong itu
bibirnya masih tetap membiru namun wajahnya yang tadi merah kini pucat pasi,
begitu juga dua tangan dan kakinya, seolah darah dalam tubuhnya telah terkuras
habis! Dua matanya terpejam. Dalam amarahnya yang meluap Hantu Muka Dua mana
perdulikan keadaan orang. Dia berjongkok lalu jambak rambut si pengawal.
"Jahanam!
Buka matamu! Katakan siapa yang datang ke tempat ini! Siapa yang mencelakai
kalian!" Bentakan dahsyat Hantu Muka Dua membuat pengawal yang cidera
menggerakkan sedikit dua matanya. Tapi dia cuma bisa membuka mata sebentar lalu
tertutup kembali.
"Siapa?!"
teriak Hantu Muka Dua kembali. Tangannya yang menjambak bergerak, hampir saja
hendak membenturkan kepala pengawal itu ke dinding batu. Mata si pengawal masih
terpejam. Tapi mulutnya terbuka sedikit. "Luh… Luhkinki…."
Walau
suara si pengawal perlahan sekali namun bagi Hantu Muka Dua terdengar seperti
petir menyambar. Sekujur tubuhnya bergeletar. Badannya laksana diselimuti Bara.
"Jahanam!
Sungguh tidak kuduga!" Hantu Muka Dua lepaskan jambakannya. Lalu melompat
bangkit! "Pengawal! Cari gadis jahanam itu! Aku menunggu di Ruang Obor
Tunggal!"
HUJAN
mulai reda ketika Luhkinki kembali menemui Luntinti di sudut gelap halaman
belakang Istana Kebahagiaan.
"Aku
berhasil!" kata gadis berkulit hitam manis bertubuh kencang itu seraya
menyodorkan Sendok Pemasung Nasib di tangan kanannya. Begitu sendok emas
berpindah tangan, diterima oleh Luhtinti, dia berkata. "Lekas tinggalkan
tempat ini!"
Saat itu
Wiro sudah berada di samping Luhtinti dan bertanya. "Bagaimana dengan kau?
Tidak ikut beserta kami sekarang juga?"
"Seperti
yang sudah diatur, aku tetap di Istana Kebahagiaan sampai hari lima belas bulan
dua belas mendatang."
"Terima
kasih Luhkinki. Kami akan beri tahu Hantu Langit Terjungkir dan istrinya.
Betapa besar jasamu!"
Luhkinki
tersenyum. Gadis ini memutar tubuh lalu berlari cepat ke arah Istana
Kebahagiaan. Pada saat dia hanya tinggal beberapa tombak saja dari pintu
gerbang Istana tiba-tiba menggema suara genta. Bersamaan dengan itu bangunan
besar istana yang tadi ‘diselimuti kegelapan kini kelihatan terang benderang.
Obor di pasang menyala hampir di setiap sudut. Dari depan dan samping Istana
terlihat puluhan pengawal berlarian. Ketika mereka melihat Luhkinki, semuanya
berteriak dan segera lari ke arah gadis ini.
"Lihat
apa yang terjadi!" kata Pendekar 212 Wiro Sableng pada Luhtinti. Keduanya
yang saat itu hendak meninggalkan tempat tersebut serta merta hentikan larinya.
"Puluhan
pengawal menangkap Luhkinki. Gadis itu tidak melawan!"
"Aku
harus menolongnya!" kata Wiro.
Tapi
begitu dia hendak bergerak Luhtinti segera memegang tangannya. "Hantu Muka
Dua rupanya sudah tahu Sendok Pemasung Nasib itu telah dicuri Luhkinki. Mahluk
itu pasti marah besar! Tapi dia tidak akan membunuh Luhkinki karena dia punya
pantangan membunuh perempuan…."
"Aku
tahu hal itu. Walau tidak membunuh tapi penganiayaan yang akan dilakukannya
terhadap gadis itu pasti tidak kepalang tanggung. Kau segera saja pergi menemui
Lakasipo. Aku akan berusaha menyelamatkan gadis itu!"
"Dengar
Wiro, apapun yang terjadi dengan Luhkinki gadis itu tidak akan mati. Hantu Muka
Dua pasti akan memasukkannya ke dalam tempat yang disebut Ruang Obor Tunggal.
Kita masih punya kesempatan menolongnya. Lagipula aku percaya Lakembangan pasti
akan menolongnya!"
Wiro
masih bimbang. Saat itu dari arah timur Istana Kebahagiaan tiba-tiba
serombongan orang berpakaian biru lari kencang ke arah mereka.
"Pengawal
Istana tingkat kedua! Mereka berkepandaian tinggi! Kehadiran kita sudah
diketahui!" berucap Luhtinti. Lalu dengan cepat dia menarik tangan Wiro.
Kedua orang ini lari ke arah barat. Tapi baru berlari sepuluh tombak mendadak
terdengar suara suitan berulang kali. Di lain saat dari balik tiga batu besar
berlesatan orang-orang berpakaian serba hitam.
"Pengawal
tingkat satu," ujar Luhtinti. "Wiro! Kalau kau tak sanggup memukul
hancur tiga batu besar di sebelah sana alamat kita akan menemui kesulitan besar
di tempat ini!"
"Mengapa
menghancurkan batu? Aku bisa menghantam langsung pada rombongan kampret-kampret
istana Kebahagiaan itu!" jawab Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Kampret?
Apa pula itu?! tanya Luhtinti. Lalu dia sadar. "Ah, bukan saatnya aku
bertanya segala macam hal! Lekas lakukan saja apa yang aku katakan! Orangorang
itu semakin dekat!"
Wiro
garuk-garuk kepala tapi melakukan juga apa yang dikatakan Luhtinti. Dia
gerakkan tangan kanan melepas pukulan sakti bertenaga dalam tinggi bernama
Benteng Topan Melanda Samudera tiga kali berturut-turut. Angin laksana topan
menderu ke arah tiga batu besar.
Tiga
dentuman dahsyat menggelegar dalam kegelapan malam. Tiga batu besar hancur
berubah menjadi ribuan kerikil tajam, beterbangan di udara menutup pemandangan.
Pecahan-pecahan kerikil ini melesat ke berbagai penjuru. Menembus daun dan batang
pepohonan bahkan menembus batu-batu besar yang ada di sekitar tempat itu.
Jeritan
menggidikkan terdengar dimana-mana. Ternyata pecahan batu yang berbahaya itu
menghantam rombongan pengawai Istana Kebahagiaan. Yang tertembus perutnya
melolong kesakitan. Yang pecah matanya memekik setinggi langit. Yang bocor
kening atau batok kepalanya menjerit tak karuan lalu tergelimpang roboh
bersimbah darah! Luhtinti menariktangan Wiro. Selagi pecahan batu kerikil yang
ribuan banyaknya menghalangi pemandangan para pengawal Istana Kebahagiaan,
kedua orang itu pergunakan kesempatan untuk melarikan diri.
"Luhtinti,
aku tadi memang menghantam tiga batu besar itu dengan pukulan mengandung tenaga
dalam tinggi. Tapi menurutku tiga batu itu tak mungkin bisa hancur demikian rupa.
Pasti ada sesuatu…."
"Itu
bukan batu biasa Wiro," menyahuti Luhtinti sambil berlari cepat. Hantu
Muka Dua sengaja membuatnya. Bagian dalam di isi semacam alat rahasia yang bisa
dikendalikan dari tempat tersembunyi. Jika batu itu meledak, apa atau siapa saja
yang ada di sekitarnya akan kena ditembus. Puluhan bahkan ratusan orang bisa
menemui kematian. Kau menyaksikan sendiri tadi bagaimana para pengawal itu mati
berkaparan ditembus kerikil pecahan batu…."
"Hantu
Muka Dua benar-benar mahluk jahat luar biasa. Aku jadi ingat pada seorang
berjuluk Raja Rencong. Dia tega mencabut nyawa menumpah darah puluhan tokoh
silat golongan putih dan hitam hanya untuk melaksanakan niat, menjadi penguasa
rimba persilatan…."
"Aku
tidak tahu siapa Raja Rencong itu. Tapi aku yakin Hantu Muka Dua lebih kejam
dan keji dari Raja Rencong!" (Mengenai Raja Rencong Dari Utara harap baca
serial Wiro Sableng berjudul "Raja Rencong Dari Utara")
"Luhtinti
bagaimanapun aku tetap mengkhawatirkan keselamatan Luhkinki. Kau mengatakan
Hantu Muka Dua tidak akan membunuhnya karena dia punya pantangan membunuh
perempuan. Tetapi jika Hantu Muka Dua sampai menyiksa dan membuatnya cacat
seumur hidup, rasanya kesengsaraan itu lebih dahsyat dari kematian. Aku harus
kembali untuk menolong gadis itu…."
"Wiro!
Jangan lakukan itu!" teriak Luhtinti.
Pendekar
212 gelengkan kepala. "Gadis itu telah melakukan sesuatu untuk menolong
kita walau dia tahu bahaya besar menghadangnya. Kini dia justru telah ditimpa
melapetaka. Kau lanjutkan perjalanan ke tempat Lakasipo menunggu. Sesuai
petunjuk Luhrinjani, istri Lakasipo yang merupakan mahluk roh dari alam gaib
itu, pergunakan Sendok Pemasung Nasib itu untuk memutus jala api biru yang
masih menjerat dirinya. Nanti aku akan bergabung lagi dengan kalian dan
teman-teman. Setelah itu kita sama-sama mencari Hantu Langit Terjungkir untuk
menyerahkan sendok emas itu padanya!"
Luhtinti
terdiam.
Perlu
dijelaskan, seperti dikisahkan dalam Episode sebelumnya ("Batu Pembalik
Waktu") setelah keluar dari Puri Kebahagiaan, Pendekar 212 Wiro Sableng
berpisah dengan Hantu Raja Obat yang telah menolong Peri Bunda dari kehamilan
aneh yang ternyata adalah akibat perbuatan guna-guna seseorang.
Sewaktu
menuruni bukit Wiro bertemu dengan Naga Kuning, Setan Ngompol dan Betina
Bercula Ketiga orang ini meninggalkan danau dimana mereka sebelumnya berada
bersama Hantu Langit Terjungkir dan Hantu Selaksa Angin. Mereka tengah berusaha
mencari Wiro yang sebelumnya dilarikan oleh Peri Angsa Putih dan dibawa ke Puri
Kebahagiaan. Tanpa diketahui oleh Wiro dan kawan-kawan secara diam-diam
perjalanan mereka terus diikuti oleh Peri Angsa Putih yang saat itu telah
memiliki Batu Sakti Pembalik Waktu. Peri ini berada dalam kebimbangan besar
apakah dia akan menyerahkan Batu Pembalik Waktu itu pada Wiro atau tetap
merahasiakan dan menyimpannya agar Wiro tidak dapat kembali ke Tanah Jawa.
Satu hari
perjalanan dari Puri Kebahagiaan secara tidak terduga Wiro dan rombongannya
bertemu dengan Lakasipo yang masih terjerat dalam jala api biru. Saat itu
Lakasipo alias Hantu Kaki Batu masih ditemani oleh istrinya yaitu Luhrinjani.
Seperti diketahui Luhrinjani sebenarnya telah menemui ajal namun berkat
pertolongan para Peri dan Dewa perempuan itu bisa muncul kembali dalam ujud
tidak berbeda seperti manusia. Walau Luhrinjani memiliki kesaktian hebat,
ternyata dia tidak mampu melepaskan Lakasipo dari jeratan jala api biru. Namun
dia mengetahui bahwa salah satu benda sakti yang bisa melepaskan Lakasipo
adalah sendok sakti terbuat dari emas yang dikenal dengan nama Sendok Pemasung
Nasib dan selama Ini memang dicari-cari untuk menolong Hantu Langit Terjungkir.
Setelah
mendapat keterangan dari Naga Kuning dan kawan-kawan bahwa Sendok Pemasung
Nasib kemungkinan berada di Istana Kebahagiaan, dengan bantuan Luhtinti yang
pernah tinggal di Istana Kebahagiaan, Wiro menghubungi Luhtinti. Gadis
kesayangan Hantu Muka Dua ini berhasil mendapatkan sendok tersebut lalu
diserahkannya pada Luhtinti. Seperti diceritakan perbuatan Luhtinti ini
ternyata diketahui Oleh Hantu Muka Dua.
"Luhtinti,
kau tunggu apa lagi. Pergilah sekarang juga. Hati-hati!"
Luhtinti
mau membantah tapi murid Eyang Sinto Gendeng sudah memutar tubuh dan berkelebat
ke arah Istana Kebahagiaan. Saat itu di seputar halaman istana yang diterangi
oleh obor masih kelihatan puluhan pengawal berjaga-jaga. Luhkinki sendiri tidak
tampak lagi di tempat itu.
"Gadis
itu pasti sudah ditangkap. Dibawa ke Ruang Obor Tunggal. Pengawal masih banyak,
cukup sulit bagiku untuk menerobos masuk tanpa ketahuan. Lagi pula aku tidak
tahu dimana terletaknya ruang jahanam tempat penyiksaan orang-orang perempuan
itu. Aku harus mencari akal!" Wiro terus memperhatikan sambil memutar otak
dan garuk-garuk kepala.
************************
7
LUHTINTI
berlari sekencang yang bisa dilakukannya ke arah selatan dimana terdapat sebuah
lembah teduh. Di lembah inilah Lakasipo dan Luhrinjani menunggu bersama Naga
Kuning, Setan Ngompol dan Betina Bercula. Sebenarnya jarak yang hendak dicapai
tidak terlalu jauh. Namun di tengah jalan Luhtinti diam-diam menyadari kalau
dirinya ada yang menguntit. Karenanya gadis berotak tajam ini yang pernah
menjadi mata-mata Hantu Muka Dua sengaja mengambil jalan berputar. Namun
ternyata si penguntit masih tetap berada di belakangnya.
"Kalau
dia bukan seorang berkepandaian tinggi pasti tidak mungkin dia selalu berada di
belakangku. Lebih baik aku berhenti menghadapinya! Aku ingin tahu siapa
orangnya?"
Di satu
jalan mendaki Luhtinti akhirnya hentikan lari dan membalik sambil pasang
kuda-kuda, siap Untuk menyerang. Suara orang bergelak tiba-tiba memenuhi tempat
itu. Di lain kejap seorang berjubah Ungu muncul di hadapan si gadis.
"Lawungu!"
membatin Luhtinti begitu dia mengenali siapa adanya orang di hadapannya.
Seperti diketahui sebelumnya Lawungu telah ditinggalkan orang Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab di satu tempat dalam keadaan sakit. Ternyata orang
berkepandaian tinggi Ini mampu menyembuhkan dirinya sendiri dengan makan
obat-obatan terdiri dari berbagai macam daun dan akar tanaman.
"Gadis
cantik, berlari secepat angin. Sekarang kau terkejut melihat diriku! Wahai,
pertanda kau punya satu urusan penting. Bukankah begitu?"
"Apapun
urusanku, apa perdulimu?!" bentak Luhtinti.
"Tentu
saja aku sangat perduli. Karena bukankah kau membekal sebuah sendok emas
bernama Sendok Pemasung Nasib?!"
Kejut
Luhtinti bukan alang kepalang. "Bagaimana kakek ini tahu aku memiliki
sendok emas sakti itu," pikir si gadis. Tak sengaja tangannya meraba ke
pinggang. Astaga, dia dapatkan ternyata sendok emas yang diselipkannya di
pinggang pakaian telah tersembul ujung gagangnya. Lawungu tertawa mengekeh.
Sambil tudingkan telunjuk tangan kirinya ke arah sendok yang terselip di
pinggang dia berkata.
"Aku
tahu siapa kau adanya gadis berambut aneh. Kau dulu adalah kaki tangan Hantu
Muka Dua. Kau mengkhianatinya hingga kau dihajar dan rambutmu dicabutnya.
Untung rambutmu masih bisa tumbuh! Ha… ha… ha!"
"Kau
tahu siapa aku, aku juga tahu siapa dirimu! Dulu kau dikenal sebagai tokoh baik
di negeri ini. Tapi kemudian berubah jahat. Malah bersama kerabatmu Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab kau kabarnya telah bergabung dengan Hantu Muka
Dua!"
"Ha…
ha… ha! Kabar rupanya sangat cepat diterbangkan angin kemana-mana! Luhtinti,
sendok emas di pinggangmu itu dulu aku yang miliki. Kuberikan pada Lakasipo
untuk diserahkan pada Hantu Langit Terjungkir. Tapi jaman berubah dengan cepat.
Orangorang yang tadinya ada di sisi yang sama kini saling bertentangan. Adalah
wajar kalau kini aku meminta kembali sendok emas itu! Serahkan secara baik-baik
dan kau boleh pergi dengan aman!"
Luhtinti
mendengus. "Apapun yang terjadi sendok ini tidak kuserahkan pada siapapun!
Apalagi padamu!"
Lawungu
tertawa bergelak. "Katamu dulu aku orang baik. Sekarang berubah jahat!
Sudah kepalang tanggung! Aku akan merampas sendok itu dari tanganmu. Setelah
itu aku akan merampas kehormatanmu!"
"Mahluk
keji kurang ajar!" teriak Luhtinti marah sekali. Gadis ini langsung
menggebrak dengan satu serangan ganas. Tapi bagaimanapun Lawungu adalah salah
seorang tokoh utama di Negeri Latanahsilam yang bukan tandingan Luhtinti.
Setelah habis-habisan menggempur sampai tujuh jurus, Luhtinti mulai kelelahan.
Gerakannya menjadi lamban. Kuda-kuda ke dua kakinya menjadi goyah, Di jurus ke
sembilan satu tendangan Lawungu yang menghantam pinggulnya membuat gadis ini
terpental jauh. Tulang pinggulnya retak, sakitnya bukan main dan membuat dia
hanya bisa merangkak-rangkak tak sanggup berdiri lagi. Sambil tertawa bergelak
Lawungu melangkah mendekati Luhtinti. Dia membungkuk hendak menyambar sendok
emas yang terselip di pinggang si gadis. Namun pandangan matanya tergoda pada
paha mulus yang tersingkap. Lawungu menyeringai. Basahi bibirnya dengan ujung
lidah. Jari-jari tangannya diusapkan ke paha Luhtinti.
"Jahanam
kurang ajar!" teriak Luhtinti. Kakinya ditendangkan ke arah selangkangan
Lawungu tapi gerakannya lemah sekali hingga dengan mudah lawan menangkap.
Begitu Lawungu menarik kakinya ke atas maka pakaian Luhtinti semakin lebar
tersingkap.
"Ha…
ha! Kulitmu ternyata mulus dan tubuhmu kencang! Mari layani dulu aku barang
sebentar!" Lawungu putar pergelangan kaki Luhtinti hingga gadis ini
menjerit tak berdaya. Tubuhnya lalu diseret ke balik serumpunan semak belukar.
Lalu terdengar suara pakaian dirobek berulang kali.
"Manusia
jahanam! Dewa akan mengutukmu!"
teriak
Luhtinti ketika dilihatnya Lawungu menanggalkan jubah ungunya hingga kini hanya
mengenakan celana dalam. Sambil terus menyeringai dan basahi bibirnya Lawungu
membungkuk. Sesaat lagi dia hendak menggagahi gadis itu tiba-tiba satu bayangan
hitam berkelebat dan bukk!
Satu
tendangan menyambar rusuk Lawungu.
"Kraaakk!"
Tiga
tulang iga Lawungu patah. Jeritan setinggi langit menyembur dari mulutnya.
Tubuhnya terpental, melingkar di tanah, mengerang dan menggeliat-geliat. Ketika
dia berusaha mencari tahu siapa yang barusan menendangnya kagetlah Lawungu.
Dari jubah hitamnya yang dilengkapi kerudung sampai di kepala jelas orang itu
adalah Pengawal Tingkat Satu Istana Kebahagiaan.
"Pengawal
Istana Kebahagiaan! Aku adalah sahabat Hantu Muka Dua! Kau akan menerima
hukuman berat atas apa yang kau lakukan terhadapku!"
Luhtinti
cepat rapikan pakaiannya dan bangkit berdiri, bersembunyi di balik rerumpunan
semak belukar dan pegang sendok emas sakti erat-erat. Gadis ini juga heran
mengapa Pengawal Istana Kebahagiaan menyelamatkan, dirinya dan menghajar
Lawungu. Pengawal berjubah hitam tertawa bergelak. Dia buka jubah hitamnya dan
singkapkan kerudung yang menutupi kepalanya.
"Wiro!"
Luhtinti keluarkan seruan tertahan ketika melihat siapa adanya orang yang tadi
mengenakan jubah Pengawal Istana Kebahagiaan itu. Lawungu sendiri tak kalah
kejutnya. Dua matanya sampai mendelik besar. Tahu akan bahaya yang mengancam
dengan cepat dia kerahkan tenaga dalam lalu lepaskan pukulan Badai Lima Penjuru
dengan tangan kanannya. Tapi Wiro yang sudah melihatgelagat kembali kirimkan
satu tendangan.
"Kraaakkk!"
Pergelangan
tangan Lawungu patah. Lima sinar ungu yang sempat melesat keluar dari ujung
tangannya bertaburan ke udara. Kakek ini menjerit keras, kembali roboh dan
terguling di tanah. Wiro ambil jubah hitam yang tadi dikenakannya lalu dilemparkannya
pada Luhtinti. "Lekas pakai jubahitu!"
Luhtinti
mengenakan jubah hitam dengan mata berkaca-kaca. Kalau Wiro tidak datang tepat
pada waktunya pasti saat itu kehormatannya telah dirampas oleh Lawungu. Begitu
selesai berpakaian Luhtinti dekati sosok kakek mesum itu lalu tendang rusuk
sebelah
kirinya. Akibatnya dua tulang rusuk Lawungu kembali berpatahan. Belum puas si
gadis hendak tendang kepala orang itu tapi Wiro cepat mencegah.
"Wiro,
terima kasih. Kau telah menyelamatkan diri dan kehormatanku!" kata
Luhtinti dengan mata basah.
Lalu dia
bertanya. "Dari mana kau dapat jubah ini?"
"Kugebuk
seorang pengawal Istana Kebahagiaan. Hanya dengan menyamar pakai jubah ini aku
bisa masuk ke dalam Istana. Aku berhasil mengeluarkan Luhkinki dari ruang
penyiksaan yang disebut Ruang Obor Tunggal. Tapi kekasihnya bernama Lakembangan
tak dapat kutemukan. Kemungkinan dia telah ditangkap oleh para pengamal Istana
Kebahagiaan."
"Dimana
Luhkinki sekarang?" tanya Luhtinti.
"Kubaringkan
di balik batu besar sana. Terpaksa kulumpuhkan karena dia menolak pergi jika
tidak bersama kekasihnya. Padahal saat itu puluhan pengawal Istana Kebahagiaan
telah mengurung kami." Menjelaskan Wiro.
"Luhtinti,
kita harus segera menuju ke tempat Lakasipo menunggu. Begitu Lakasipo bisa kita
keluarkan dari jeratan jala api iblis biru, kita harus bersiap-siap menuju
Istana Kebahagiaan…."
"Kau
melupakan satu hal!" kata Luhtinti pula.
"Apa?"
"Tujuan
utama kita mencari Sendok Pemasung Nasib adalah untuk menolong Hantu Langit
Terjungkir."
"Astaga!
Kau benar! Kalau begitu kau segeralah pergi ke tempat Lakasipo menunggu.
Hati-hati, jangan sampai kau dihadang orang untuk kedua kalinya. Aku akan pergi
ke danau tempat Hantu Langit Terjungkir dan Hantu Selaksa Angin berada. Aku
khawatir sepasang kakek nenek itu dalam putus asa mereka pergi dan menghilang
begitu saja. Sesudah kau menolong Lakasipo cepat susul aku ke danau!"
"Kita
harus bergerak cepat Wiro. Matahari sudah condong ke barat. Besok adalah hari
lima belas bulan dua belas!" kata Luhtinti pula.
Wiro mengangguk.
"Sekali lagi hati-hati!" katanya.
Sementara
itu di kejauhan terdengar kumandang suara genta.
Setelah
Luhtinti menemui Lakasipo, Luhrinjani, Naga Kuning, Betina Bercula dan Si Setan
Ngompol. Dengan mempergunakan sendok emas sakti jala api biru yang selama ini
menyekap Lakasipo dapat diputuskan hingga Lakasipo berhasil dibebaskan.
Sebaliknya perjalanan Wiro ke danau tempat Hantu Langit Terjungkir dan Hantu
Selaksa Angin sebelumnya berada membawa kekecewaan. Sepasang kakek nenek itu
ternyata tak ada lagi di tempat itu. Saat itu hari sudah malam. Luhtinti dan
kawankawannya belum juga muncul. Wiro memutuskan untuk langsung saja menuju
Istana Kebahagiaan.
************************
8
MAHLUK
bersisik yang dikenal dengan nama Tringgiling Liang Batu berteriak menyuruh
Hantu Jatilandak menghentikan larinya. Sampai-saat itu kakek dan cucu ini masih
terus mengusung sosok Luhmundinglaya, nenek yang tengah sekarat dalam usaha
mereka mencari Luhcinta, Hantu Penjunjung Roh dan Hantu Lembah Laekatakhijau.
Saat itu mereka berada di lereng sebuah bukit batu.
"Kek!
Kau kembali menyuruh aku berhenti. Kali ini ada apa lagi?!" tanya Hantu
Jatilandak dengan suara menandakan kejengkelan.
"Kau
jangan mengomel saja! Pergunakan otakmu untuk melihat kenyataan dan menghitung
hari!" mendamprat Tringgiling Liang Batu.
"Apa
maksudmu?" tanya sang cucu.
"Hari
lima belas bulan dua belas hanya tinggal satu hari dari sekarang. Kita masih
belum menemukan satupun dari tiga orang yang kita cari. Dan coba kau perhatikan
keadaan nenek diatas usungan ini. Tubuhnya sudah sama renta dengan alas
usungan. Aku tidak bisa memastikan lagi apa dia masih hidup atau sudah menemui
ajal! Obat yang diberikan Hantu Raja Obat hanya sanggup menunda ajalnya sampai
satu minggu. Kalau aku tidak salah menghitung ini adalah hari terakhir dia
masih bisa bernafas! Celaka besar menghadang di hadapan kita!"
Hantu
Jatilandak berikan isyarat. Kakek dan cucunya itu lalu turunkan usungan ke
tanah. Jatilandak dekatkan telinga kirinya ke dada peremptnn tua di atas
usungan.
"Aku
masih mendengar detak suara jantungnya Kek!" berkata Hantu Jatilandak.
"Kuharap kau tidak perlu bersusah hati. Kita sudah melakukan apa yang bisa
kita lakukan. Kalau semua usaha tidak berhasil mengapa menyesali diri?"
Tiba-tiba
dikejauhan terdengar suara berdengung aneh tak berkeputusan. Tringgiling Liang
Batu dan Hantu Jatilandak mendongak ke langit. Saat itu sang surya telah berada
di titik tertingginya.
"Tepat
tengah hari. Suara aneh dari arah timur.
Suara apa
gerangan?" berucap Hantu Jatilandak.
"Suara
genta," jawab Tringgiling Liang Batu. "Aku yakin suara itu datang
dari Istana Kebahagiaan. Pertanda Penguasa Istana telah siap menerima para
tetamu yang diundang dalam upacara pertemuan besar…."
"Luar
biasa. Istana Kebahagiaan sekurang-kurangnya masih setengah hari perjalanan
dari sini. Tapi suara genta itu mengumandang sampai ke sini…."
Habis
berkata begitu Hantu Jatilandak menatap ke arah sosok perempuan tua yang
terbujur di atas tandu kayu. "Tak ada jalan lain, jika satu dari tiga
orang itu tidak kita temukan, nenek ini terpaksa kita bawa ke Istana
Kebahagiaan. Orang-orang yang kita cari pasti berkumpul di sana memenuhi
undangan. Mudah-mudahan nenek ini bisa bertahan sampai hari lima belas bulan
dua belas."
Kedua
orang itu segera mengusung nenek muka jerangkong Luhmundinglaya. mereka berlari
secepat yang bisa dilakukan ke arah datangnya suara genta.
TAK LAMA
setelah Hantu Jatilandak dan Tringgiling Liang Batu meninggalkan tempat itu,
kesunyian kawasan bebatuan itu dipecahkan oleh suara bentakan-bentakan.
Di satu
tempat terbuka di lereng miring bukit batu dimana pada sisi kiri menguak sebuah
jurang sedalam tiga puluh tombak, seorang gadis cantik berpakaian biru tengah
menempur habis-habisan seorang lelaki separuh baya berpakaian hitam. Walau
kelihatan beringas marah dan serangannya merupakan seranganserangan mematikan
namun anehnya gadis ini berputar sambil menangis kucurkan air mata. Lalu
sesekali dari mulutnya keluar suara membentak. Lelaki yang diserang sama sekali
tidak mau melawan, yang dilakukannya adalah menghindar selamatkan diri. Kalau
sangat terpaksa baru dia pergunakan tangan untuk menangkis. Namun lama-lama
keadaannya jadi terdesak dan bahaya maut mungkin tak dapat dihindarkannya dalam
dua atau tiga jurus dimuka jika dia tetap saja mengambil sikap mengalah dan
bertahan. Untuk kesekian kalinya gadis baju biru yang bukan lain adalah
Luhcinta menyerang sambil membentak.
"Sudah
kukatakan aku tidak sudi berayahkan manusia macam kau! Mengapa masih keras
kepala mengikuti diriku?!"
Di dekat
dua orang yang sedang bertempur itu dua orang nenek tampak berdiri sambil
berteriak-teriak kalang kabut. Nenek yang di atas kepalanya ada gulungan asap
merah berbentuk kerucut terbalik berteriak berulang kali.
"Cucuku!
Hentikan seranganmu! Apa telingamu tuli tidak mendengar aku mengatakan orang
ini adalah ayah kandungmu?!" Si nenek bukan lain adalah Hantu Penjunjung
Roh alias Luhniknik, nenek kandung Luhcinta.
Nenek
satunya tak kalah keras teriakannya. "Luh cinta! Jangan hati dan otakmu
kau jadikan batu! Dengar perintah kami! Hentikan perkelahian! Dosa besar bagimu
berani menyerang ayahmu! Hentikan perkelahian! Mana kasih sayang yang selama
ini kuajarkan padamu sebagai dasar semua ilmu kepandaianmu? Apa kau lupa?!
Luhcinta kita perlu bicara!"
"Nenek!
Aku menghormati kalian! Tapi sudah kukatakan! Percuma aku mempunyai ayah
seperti dia! Kalau kalian menyebut kasih sayang maka ketahuilah kasih sayang
itu telah tercemar oleh perbuatan keji manusia satu ini! Dan kalau kalian tetap
memaksa lebih baik kalian saksikan aku mengakhiri hidup seperti ini!"
Habis
berkata begitu Luhcinta lalu hamburkan dirinya ke jurang batu. Hantu Penjunjung
Roh dan Hantu Lembah Laekatakhijau berteriak kaget. Muka dua nenek ini serta
merta menjadi pucat. Mereka berada di tempat agak jauh dari sisi jurang dan
tidak punya kesempatan untuk menolong Luhcinta yang nekad itu.
"Luhcinta
cucuku!" teriak Luhniknik alias Hantu Penjunjung Roh. "Jangan berlaku
nekad!"
"Muridku
Luhcinta! Mengapa kau berbuat tolol!"
Luhmasigi
alias Hantu Lembah Laekatakhijau yang adalah guru Luhcinta ikut berseru.
Ratusan katak yang bertempelan di kepala dan sekujur tubuhnya keluarkan jeritan
keras.
Satu-satunya
orang yang punya kesempatan dan paling dekat dengan Luhcinta saat itu adalah Si
Penolong Budiman. Namun keadaannya saat itu setengah lumpuh. Sosoknya jatuh
berlutut di tanah akibat terkena hantaman telak yang dilepaskan Luhcinta pada
bagian dadanya. Pemandangannya berkunang-kunang dan darah kental meleleh keluar
dari mulutnya!
Pada saat
tidak seorangpun lagi mampu dan berkesempatan menolong Luhcinta, tiba-tiba dari
arah kanan melesat satu bayangan putih. Terlambat sekejapan mata saja orang ini
tidak akan sanggup menyambar pinggang Luhcinta. Si gadis berteriak keras dan
berusaha meronta lepaskan diri. Namun pinggangnya sudah dicekal erat. Sesaat
kemudian tubuhnya diturunkan ke tanah, disandarkan ke sebuah batu besar. Satu
dada menghimpit dadanya yang menggelora penuh amarah. Begitu erat himpitan itu
hingga Luhcinta dapat merasa detakan jantung orang yang menekannya itu bersatu
dengan debur darah yang menggelegar di dadanya.
************************
9
KETIKA
Luhcinta menengadah, sepasang matanya membentur satu wajah yang tak asing lagi.
Satu wajah yang selama ini sangat dirindukannya karena sejak lama hati dan
kasih sayangnya tertambat pada orang ini.
"Wiro….
Kau menyelamatkan diriku. Mengapa…?" suara Luhcinta perlahan sekali karena
tertindih isak tangis yang tak bisa dilepaskan.
"Bukan
aku yang menolongmu Luhcinta. Tapi Gusti Allah yang Maha Kuasa," jawab
Pendekar 212 Ialu jauhkan dadanya nya dari dada gadis itu.
Luhcinta
pejamkan matanya. Air mata jatuh mengambang di wajahnya yang halus kemerahan.
Dia tak Sanggup untuk berdiri tegak. Tubuhnya terhuyung dan Hampir jatuh
kesamping kalau tidak lekas ditolong Oleh Wiro. Saat itu juga Hantu Penjunjung
Roh dan Hantu Laekatakhijau mendatangi, ikut membantu. Luh Cinta senggugukkan
!a!u mulai keluarkan suara menangis.
“Pemuda
asing mata keranjang! Jangan sentuh Cucuku” tiba-tiba satu bentakan
menggeledek, membuat Pendekar Wiro Sableng berpaling. Yang membentak adalah
Hantu Penjunjung Roh. Sepasang bola matanya yang berbentuk kerucut merah
melesat keluar.
“ Eh apa
maumu nek? Aku memegang cucumu bukan dengan niat buruk. Tapi untuk
menolongnya!" Wiro menjawab dengan suara tenang.
Hantu
Penjunjung Roh palingkan kepalanya pada Luhcinta lalu mengomel. "Anak
tolol! Kau hampir celaka akibat nekadmu sendiri! Sekarang apa yang kau
tangiskan?!" Lalu kembali nenek ini memandang kearah Wiro dan berucap.
"Sebagian dari kesengsaraan hidup cucuku ini adalah akibat perbuatanmu!
Walau kau telah menyelamatkan nyawanya jangan harap kami nenek dan gurunya akan
melepaskan kau begitu saja! Menyingkir dari hadapanku! Jangan berani pergi
sebelum aku menjatuhkan hukuman atas dirimu! pemuda asing tak tahu diri!"
Murid Eyang
Sinto Gendeng sampai ternganga mendengar kata-kata Luhniknik alias Hantu
Penjunjung Roh itu. Dia tak mau tinggal diam saja. Sambil garuk kepala dia
menjawab.
"Nenek,
tabunan asap batu di kepala mungkin membuat otakmu jadi cair hingga tak bisa
berpikir wajar! Aku tidak mengharap imbalan apa-apa menolong cucumu ini! Tapi
kalau kau sampai tega-teganya mendamprat diriku, sungguh aku tidak mengerti!
Jika kalian tidak suka padaku memang lebih baik aku angkat kaki dari sini.
Ujudmu aneh, tapi kelakuanmu ternyata jauh lebih aneh! Mungkin kau perlu mandi
di tujuh telaga agar bisa waras kembali!"
Setelah
berkata begitu Pendekar 212 segera putar tubuhnya hendak tinggalkan tempat itu
tapi langkahnya langsung dihadang oleh Luhrnasigi aiias Hantu Lembah
Laekatakhijau, guru Luhcinta.
"Kau
mau kemana?! Apa kau tuli tidak mendengar peringatan nenek kerabatku ini agar
tidak meninggalkan tempat ini?!" Luhmasagi membentak.
"Aku
pergi kemana aku suka! Kalau kau mau ikut boleh-boleh saja. Tapi coba kau
berkaca dulu di air telaga yang bening! Apa kau pantas berjalan denganku!"
Habis berkata begitu Wiro tertawa gelakgelak. Luhmasigi menggereng marah.
Matanya membeliak. Dari tenggorokannya keluar suara menggembor. Ratusan katak
yang melekat di kepala dan tubuhnya keluarkan suara bising.
"Pemuda
asing kurang ajar! Berani kau menghina diriku!" Hantu Laekatakhijau kirimkan
satu jotosan ke dada murid Sinto Gendeng. Wiro cepat angkat tangan kirinya
menangkis sambil mengerahkan tiga perempat tenaga dalamnya.
"Bukkk!"
Dua
lengan beradu keras. Wiro mengeluh kesakitan. Terhuyung-huyung sesaat lalu
jatuh duduk di tanah. Tapi dengan cepat dia bangkit berdiri. Sebaliknya Hantu
Lembah Laekatakhijau menjerit keras. Tubuhnya terpental dua tombak. Dia coba
mengimbangi diri tapi malah jatuh tunggang langgang tak karuan.
Melihat
sahabatnya Hantu Lembah Laekatakhijau dibuat sedemikian rupa Hantu Penjunjung
Roh jadi marah besar. Dua bola matanya yang berbentuk keru cut merah mencuat ke
luar. Asap merah berbentuk kerucut terbalik di kepalanya naik ke atas. Sekali
lagi dia membentak. Ketika dia hendak menghantam Wiro dengan dua larik cahaya
aneh yang keluar dari matanya, Hantu Lembah Laekatakhijau telah bangkit berdiri
dan berseru.
"Sobatku!
Jangan memberi malu aku! Masakan terhadap pemuda tidak waras ini saja aku perlu
dibantu! Biar aku merubah dirinya menjadi jerangkong tulang putih!" Lalu
si nenek sambung seruannya dengan memberi perintah pada ratusan katak yang ada
di kepala dan tubuhnya.
"Anak-anak!
Lekas kalian kuliti pemuda tak tahu diri itu!"
Ratusan
katak berubah beringas dan membuka mulut mereka, mengeluarkan suara bising
seperti mau merobek gendang-gendang telinga. Sesaat sebelum binatang-binatang
itu melesat ke arah Wiro, Luhcinta melompat dan tegak membelakangi Wiro,
menghadap ke arah gurunya.
"Guru
harap maafkan diriku! Aku…."
"Muridku!
Apa kau hendak ikut-ikutan jadi tidak waras seperti pemuda itu?! Kau hendak
membela orang yang telah mempermainkan dirimu?!"
"Guru,
jangan salah sangka. Aku…."
"Jangan
banyak bicara Luhcinta!" memotong Hantu Penjunjung Roh. "Kalau kau
mau mati berdua pemuda ini kami tidak akan menghalangi!"
"Nek,
wahai! Biarkan aku bicara dulu. Apa salah pemuda ini sampai kalian hendak
menjatuhkan tangan menghukumnya?!"
Dua nenek
Luhrnasigi dan Luhniknik sama-sama saling pandang pelototkan mata lalu
sama-sama tertawa panjang.
"Luhniknik!"
kata Luhrnasigi pula. "Otak cucumu benar-benar sudah tidak waras akibat
tergila-gila pada pemuda asing ini. Dia masih mau membela pemuda yang
mempermainkan cintanya. Yang berpura-pura cinta lalu meninggalkannya. Kawin
dengan gadis aneh bernama Luhrembulan yang entah dari mana asal usulnya! Hik…
hik… hik! Wahai Luhcinta semoga para dewa membuatmu sadar dan mengampuni
kesalahanmu!"
"Luhcinta,"
berkata Luhniknik alias Hantu Penjunjung Roh. "Kau bercinta dengan pemuda
itu. Tapi kemudian kau ditinggalkannya. Dia kawin dengan gadis lain! Apa kau
tidak sadar kalau kau telah dipermainkan, dijadikan pemuas nafsu…."
Paras
Luhcinta menjadi semarah saga. Wiro sendiri terperangah. Dia berteriak keras.
"Kalian
dua nenek sinting! Siapa yang bercinta dengan gadis ini! Memangnya perbuatan
keji apa yang telah aku lakukan terhadapnya? Dan aku tidak pernah kawin dengan
siapapun! Juga tidak dengan gadis bernama Luhrembulan itu! Kalian rupanya sudah
lama tidak dijamah lelaki hingga punya pikiran dan hati kotor mengada-ada
berkhayal tidak karuan! Menuduhku seenaknya!" Wiro lalu berpaling pada
Luhcinta dan berkata.
"Luhcinta,
katakan pada dua nenek ini! Apakah selama ini kita pernah bermesra berhubungan?
Apakah aku pernah berbuat yang tidak baik terhadapmu?!"
"Tidak
Wiro, kau tidak pernah berbuat sejahat itu terhadapku…" kata Luhcinta pula
dengan air mata berlinang. "Katakan sendiri pada mereka…."
Murid
Sinto Gendeng menggeleng. "Aku tidak punya waktu bicara urusan yang tak
karuan dengan mereka!"
“Wiro
tunggu! Jangan pergi dulu! Biar aku menjelaskan pada mereka di hadapanmu!” kata
Luhcinta pula.
Tapi
murid Sinto Gendeng telah berkelebat pergi sementara dua nenek jadi melongo
saling pandang.
“Bagaimana
ini?!” Luhniknik yang pertama kali membuka suara. “Kami menyirap kabar kalian
menjalin cinta. Lalu pemuda itu meninggalkanmu dan melakukan perkawinan di
Bukit Batu Kawin dipimpin oleh Lamahila. Tadi dia juga minta agar kau
menerangkan hubunganmu selama ini dengan dirinya. Luhcinta, ada apa dibalik
semua yang tidak kami duga ini? Apakah kau memang tidak mencintainya dan dia
tidak mencintaimu…?”
Luhcinta
tundukkan kepala. “Perihal dirinya apakah mencintai diriku atau tidak…. aku
tidak mengetahui Nek….” jawab Luhcinta dengan suara perlahan.
“Lalu
bagaimana dengan dirimu. Apakah kau mencintai dirinya?” bertanya Luhmasigi.
“Aku….
Aku memang menyukainya tapi dia tidak pernah tahu. Karena, tak mungkin bagiku
memberi tahu padanya…."
"Kau
cuma suka atau cinta?! Bicara yang betul!" kata Luhrnasigi setengah
menghardik. Luhcinta tekap wajahnya dengan dua tangan.
Diantara
isak tangisnya dia berkata. "Aku… aku memang mencintainya Nek. Dengan
sepenuh hati…."
Untuk
kesekian kalinya dua nenek di hadapan Luhcinta jadi ternganga dan saling
pandang. Sementara itu di sebelah sana, Si Penolong Budiman alias Latampi tegak
bersandar ke sebuah batu, berusaha keras mengatur jalan darah dan
pernafasannya. Sepasang matanya menatap ke arah orang-orang itu dengan
pandangan sayu. Luhniknik segera mendekati Si Penolong Budiman. Mengusap
dadanya dan bertanya.
"Anakku,
kau tak apa-apa…?"
"Bunda,
sakit kena pukulan tak ada aritnya bagiku. Dibanding dengan sakitnya hati ini
menghadapi kenyataan. Puluhan tahun aku mencarimu dan anakku. Setelah bertemu
mengapa semua urusan malah tambah berbelit…."
"Latampi,
kau tak usah menyesali diri. Ini semua kemauan Yang Kuasa. Tapi aku akan
membereskan semua urusan. Kau tetap di sini." Lalu nenek satu ini kembali
mendekati Luhcinta dan berkata. "Cucuku, soal hubunganmu dengan pemuda
asing itu aku tidak mau tahu! Kalian bercinta atau tidak aku tidak perduli. Kau
merasa sakit hati ditinggal kawin aku tidak itu urusanmu sendiri! Tapi jika kau
tidak mau mengakui lelaki berjubah hitam ini sebagai ayahmu, aku akan merajammu
sampai daging di badanmu tanggal semua!"
Sepasang
mata Luhcinta berkaca-kaca. "Nek, jangan kau terlalu memaksa. Siapapun
adanya orang itu tahu sendiri bukankah dia kakak kandung dari ibuku? Dua orang
yang lahir dari rahim yang sama? Rahimmu sendiri?!"
Luhniknik
merasa sekujur tubuhnya menjadi dingin dan bergetar keras. Dia gigit bibirnya
sendiri keraskeras hingga berdarah. Perlahan-lahan meluncur ucapan dari
mulutnya. "Kalau ada yang bersalah dalam persoalan ini, akulah orangnya.
Sejak suamiku Lasegara meninggalkan diriku dan membawa Latampi tanpa tahu
rimbanya, kemudian bertemu denganmu….Wahai! Memang seharusnya aku yang musti
dirajam sampai tinggal tulang belulang…." Nenek berjuluk Hantu Penjunjung
Roh itu menangis terisak-isak. (Untuk jelasnya mengenai riwayat Luhcinta harap
baca Episode berjudul "Rahasia Bayi Tergantung").
"Sudah,
tak ada gunanya kita berlarut-larut menyesali diri dan berlama-lama di tempat
ini. Ada baiknya kita segera berangkat ke Istana Kebahagiaan.
Di sana
banyak tokoh yang bisa kita jumpai. Mudahmudahan nenek bernama Luhmundinglaya
yang kabarnya tengah mencari kita itu juga akan muncul di sana." Luhmasigi
berpaling pada Si Penolong Budiman. "Latampi, tabahkan hatimu. Kuatkan
jiwamu. Aku harap kau suka seperjalanan bersama kami ke Istana
Kebahagiaan…."
"Nek,
kalian pergilah dulu. Aku akan menyusul kemudian. Aku ingin bersunyi diri
menenangkan hati terlebih dulu di tempat ini," jawab Si Penolong Budiman
pula.
"Kalau
itu keinginanmu, kami tidak memaksa," kata Luhmasigi lalu dia memberi
isyarat pada Luhcinta dan Luhniknik. Ke tiga orang itu segera tinggalkan lereng
bukit batu itu.
************************
10
KOKOK
ayam memecah keheningan di penghujung malam. Di ufuk timur kelihatan langit
mulai terang pertanda fajar telah menyingsing. Begitu sang surya tersembul maka
inilah satu pertanda bahwa hari itu adalah hari lima belas di bulan dua belas.
Empat jalan di kawasan bebatuan kelabu menuju ke puncak bukit dipenuhi oleh
orang-orang yang hendak pergi ke Istana Kebahagiaan. Mereka adalah para tokoh
di Negeri Latanahsilam yang ingin memenuhi undangan Sang Penguasa yakni Hantu
Muka Dua yang bergelar Hantu Segala Keji, Segala Tipu, Segala Nafsu dan telah
mengangkat dirinya sebagai raja diraja segala hantu di negeri Latanahsilam.
Para tokoh yang sehaluan dengan Hantu Muka Dua. Apalagi yang jelasjelas
merupakan sahabat Hantu Muka Dua dan menyambut pertemuan itu dengan segala
kegembiraan. Sebaliknya semua tokoh yang tidak sehaluan, muncul di tempat
undangan itu dengan rasa ingin tahu upacara apa sebenarnya yang hendak
dilakukan di Istana Kebahagiaan itu. Selain itu masing-masing mereka yang sudah
tahu keculasan Hantu Muka Dua senantiasa mengambil sikap waspada. Bukan
mustahil hal-hal yang tidak terduga bisa terjadi secara mendadak. Dari dalam
Istana Kebahagiaan tews saja terdengar dengung suara genta. Semakin tinggi sang
surya, semakin banyak orang yang naik ke puncak bukit dimana bangunan istana
besar itu terletak.
Ruang
besar di lantai dua tempat diadakannya pertemuan itu berbentuk segi enam.
Masing-masing dinding diberi cat berlainan. Yakni hitam, biru, hijau, merah,
putih dan kuning. Di depan dinding warna hitam terdapat sebuah mimbar yang
dikelilingi oleh lebih dari selusin kursi besar yang juga berwarna hitam. Pada
dinding hitam tepat di belakang mimbar terpampang gambar besar seekor singa
berkepala dua. Di atap ruangan yang berbentuk kubah segi enam tergantung empat
hiasan berupa singa berkepala dua terbuat dari perunggu. Hantu Muka Dua memberi
nama ruang pertemuan besar ini sebagai Ruang Seribu Kehormatan.
Ruang
segi enam itu dipenuhi dengan ratusan kursikursi yang memiliki warna sesuai
dengan warna dinding di belakangnya. Di sebelah depan setiap barisan kursi
sudah terhidang berbagai makanan dan minuman yang lezat-lezat. Semua tamu
memasuki ruangan pertemuan lewat pintu gerbang satu-satunya yang terletak di
dinding warna merah. Puluhan gadis cantik menyambut kedatangan para tetamu dan
mengantarkan mereka ke tempat duduk masing-masing. Agaknya sudah diatur
demikian rupa di kursi warna apa setiap tamu dipersilahkan duduk. Di antara
para tamu ada yang ingin memilih kursi sendiri, tetapi dengan ramah dan halus
gadis-gadis cantik itu membawa mereka pada kursi yang telah ditentukan.
Berlainan
dengan semua kemewahan yang ada di Ruangan Seribu Kehomatan itu, di sebuah
ruangan di lantai dasar Istana Kebahagiaan beberapa orang pengawal berpakaian hitam
tengah merajam seorang pemuda yang dibaringkan menelungkup di atas sebuah batu
penuh darah. Suara empat buah cambuk yang mendera punggung pemuda itu
menggetarkan empat dinding ruangan. Pemuda yang dirajam tidak kelihatan
bergerak ataupun keluarkan suara. Entah pingsan atau mungkin sudah menemui
ajal. Pemuda malang ini bukan lain adalah Lakembangan, kekasih Luhkinki. Pemuda
ini sebelumnya telah diangkat menduduki jabatan tinggi oleh Hantu Muka Dua.
Tapi ketika diketahui dia membantu Luhkinki dalam pencurian Sendok Pemasung
Nasib yaitu mencuri Bubuk Penjungkir Syaraf dan menyerahkannyi pada Luhkinki
untuk melumpuhkan pengawal Ruangan Penyimpanan Barang Pusaka, maka Hantu Muka
Dua memerintahkan orang-orangnya untuk menangkap Lakembangan. Pemuda ini dibawa
ke ruangan penyiksaan dan didera dengan cambuk sejak malam tadi. Sampai saat
para tetamu mulai berdatangan ke istana Kebahagiaan siksaan itu masih terus
berlangsung.
Sementara
hampir semua kursi di Buang Seribu Kehormatan mulai terisi, di kawasan
berbatu-batu yang menuju ke puncak bukit tempat berdirinya istana Kebahagiaan,
satu sosok putih yang sejak pagi mendekam di balik sebuah batu besar mulai
merasa gelisah. Dia memandang ke langit "Sang surya telah jauh tinggi.
Tetapi mengapa dia belum juga muncu! Mungkin dia datang dengan cara menyamar
hingga aku tidak mengenali? Kalau aku masuk ke dalam Istana sulit untuk keluar
lagi tanpa menimbulkan keributan. Para pengawal Istana pasti mencurigai
diriku…. Agaknya aku harus bersabar.
Tapi jika
sampai tengah hari dia belum juga muncul, aku terpaksa mendahului masuk ke
dalam Istana."
Tanpa
setahu orang berpakaian putih tadi, di balik sebuah batu besar tak jauh dari
tempat itu mendekam pula Peri Angsa Putih yang berpakaian putih. Sepasang
matanya yang biru menatap tak berkedip ke arah batu di depan sana. Tak jauh
dari tempatnya bersembunyi, bersimpuh angsa besar putih tunggangannya Tadi dia
hanya sempat sekilas melihat bayangan orang berpakaian putih di balik batu
sebelah sana. Hatinya tak habis-habis bertanya dan otaknya berpikir terus.
"Aku
sempat melihat wajahnya. Walau cuma sekilas dan sebentar tapi aku yakin belum
pernah melihat gadis ini sebelumnya. Parasnya cantik luar biasa. Siapa gerangan
dia adanya. Siapa pula yang ditunggunya? Jangan-jangan aku dan dia menunggu
orang yang sama…."
Tak lama
setelah dia membatin seperti itu tiba-tiba dari arah timur kawasan berbatu-batu
berkelebat satu bayangan putih. Orang itu tidak melewati jalan biasa yang
ditempuh kebanyakan para undangan tapi dengan gesit dia melompat dari satu batu
ke batu lainnya. Padahal pada bahu kirinya dia memanggul satu sosok berjubah
ungu.
Peri
Angsa Putih lepaskan nafas lega. "Akhirnya dia muncul juga," katanya
dalam hati. Lalu segera keluar dari balik batu besar. Tapi gerakannya ternyata
masih kalah cepat dengan gadis cantik yang ada di balik batu di sebelah sana.
Gadis tak dikenal ini laksana anak panah melesat dari busurnya, berkelebat
keluar dari balik batu. Tepat di atas satu batu besar, ketika orang berpakaian
putih menginjakkan kakinya, si gadis cantik menjejakkan kakinya pula di batu
yang sama. Keduanya saling berhadap-hadapan dan sama memandang.
"Luhrembulan…."
"Wiro…!"
"Aku
tak menyangka kau ada di sini…." Wiro turunkan sosok yang dipanggulnya
yang bukan lain adalah Lawungu.
Gadis
berpakaian putih melirik sesaat pada sosok orang berjubah ungu yang segera
dikenalinya sebagai Lawungu lalu dia menatap pemuda di hadapannya. Suaranya
bergetar ketika dia berucap.
"Suamiku,
aku sengaja menunggumu," kata si cantik yang ternyata adalah Luhrembulan.
"Berbilang hari berbilang minggu aku mencarimu. Baru sekarang bisa
menemuimu. Wahai Wiro, banyak yang akan aku bicarakan denganmu…."
Pendekar
212 merasakan telinganya berdesing dan dadanya berdebar ketika mendengar
Luhrembulan memanggilnya dengan sebutan "suamiku". Di balik batu Peri
Angsa Putih mendadak pucat wajahnya dan berdebar keras dadanya mendergar ucapan
itu.
"Luhrembulan….
Wahai! Jadi dia rupanya!" Peri Angsa Putih merasakan dua lututnya mendadak
goyah. Punggungnya disandarkan ke batu di belakangnya. Sepasang matanya yang
biru dipejamkan. Tak dapat ditahan butir air mata bergulir jatuh ke pipinya yang
halus kemerahan disengat sinar matahari. Dua tangannya ditekapkan ke dada.
Jari-jarinya menyentuh sebuah benda yang selama ini disembunyikannya di balik
pakaiannya.
"Batu
Pembalik Waktu…" desis Peri Angsa Putih.
"Jika
aku harus kehilangan pemuda yang kucintai itu, jika benar Wiro telah menjadi
suami gadis bernama Luhrembulan itu, apa lagi artinya hidup ini bagiku? Lebih
baik tidak satupun diantara kami yang mendapatkannya. Lebih baik Batu Pembalik
Waktu ini aku serahkan pada Wiro. Kalau saja dia bersedia membawaku keluar dari
Negeri ini, masuk ke alam seribu dua ratus tahun mendatang, aku akan terlepas
dari semua derita cinta ini. Ya! Aku harus menyerahkan batu ini pada Wiro. Aku
akan mencari kesempatan sebaik-baiknya. Makin cepat makin baik. Tapi aku tidak
akan menyerahkan batu ini di depan gadis itu. Dia pasti akan menghalangi,
merampas bahkan mungkin menghancurkan batu ini. Lebih baik aku mendahului masuk
ke dalam Istana Kebahagiaan…."
Peri
Angsa Putih dekati angsa tunggangannya dan berbisik. "Laeputih, tunggu aku
di sini sampai aku kembali. Jika terjadi sesuatu di dalam istana Kebahagiaan
kau lekas menyerbu menjemputku!"
Angsa
Putih seolah faham akan ucapan tuannya, kedipkan sepasang mata lalu tundukkan
kepala ke tanah. Peri Angsa Putih segera keluar dari balik batu besar dan
berkelebat ke arah Istana Kebahagiaan. Kembali pada Wiro dan Luhrembulan.
"Luhrembulan,
mengenai maksudmu untuk bicara, kurasa itu bisa kita lakukan nanti setelah
menghadiri pertemuan di Istana Kebahagiaan…"
"Apa
yang bisa dibicarakan dan dilakukan sekarang harus dibicarakan dan dilakukan
sekarang. Aku menaruh firasat bahwa akan terjadi sesuatu di Istana itu…."
"Hemmmm….
Ucapanmu mengingatkan aku pada kata-kata nenek berjuluk Hantu Selaksa Angin.
Katanya seseorang memberi petunjuk bahwa akan terjadi satu peristiwa besar di
Negeri Latanahsilam ini."
"Jika
orang pandai seperti Hantu Selaksa Angin bicara begitu pasti dia tidak
main-main. Itu sebabnya aku berusaha mencarimu walau mungkin pertemuan ini
kurang menyenangkan di hatimu. Wiro, kita tidak bisa lari dari kenyataan. Kau
adalah suamiku dan aku adalah istrimu…."
"Luhrembulan,
sebaiknya kita tidak membicarakan hal itu saat ini. Banyak hal yang perlu
dipikirkan mengapa sampai terjadi peristiwa di Bukit Batu Kawin itu. Saat itu
aku berada di alam luar sadar. Kemudian Lamahila menemui ajal dibunuh orang.
Laduliu lenyap entah kemana…."
"Jika
kau menginginkan kesaksian atas perkawinan kita, maka apakah aku bisa
mengatakan bahwa Gusti Allahmu adalah saksi yang paling Maha Melihat dan Maha
Mengetahui?"
Murid
Eyang Sinto Gendeng jadi terdiam mendengar kata-kata Luhrembulan itu.
Sebaliknya si gadis tersenyum dan berkata. "Aku mengalah, karena sebagai
istri aku harus mengabdi dan menurut setiap katamu. Kita tak akan membicarakan
mengenai hubungan kita sebagai suami istri. Aku menunggumu di sini karena aku
merasa khawatir akan terjadi sesuatu yang mencelakai dirimu di Istana
Kebahagiaan. Aku kenal betul siapa adanya Hantu Muka Dua! Aku menaruh duga,
semua upacara undangan pertemuan ini hanya satu tipu daya belaka. Maksud
tujuannya adalah untuk menjebak para tokoh rimba persilatan Negeri Latanahsilam
yang tidak sehaluan dengan dia. Dan yang paling diincarnya adalah dirimu.
Karena sejak dia mengutus Hantu Tangan Empat ke tanah Jawa untuk mencari Batu
Pembalik Waktu, sebenarnya dia sudah punya niat untuk membunuhmu…."
"Kenapa
dia sejahat itu terhadapku padahal saat itu dia belum mengenal diriku apa lagi
mempunyai sengketa dan kami terpisah sejauh seribu dua ratus tahun," ujar
Wiro.
"Hantu
Muka Dua dan beberapa tokoh sudah punya firasat bahwa akan muncul seorang asing
sakti mandraguna yang bisa merusak semua rencana mereka. Orang itu adalah
dirimu. Kau dianggap sebagai satu-satunya musuh paling besar dan kuat yang bisa
menggagalkan rencananya menjadi Raja Diraja Negeri Latanahsilam ini…. Kami,
beberapa orang tokoh utama di Negeri Latanahsilam ini memang mempunyai
kemampuan untuk melihat pada masa ratusan tahun mendatang."
"Aku
tidak punya niat untuk melakukan sesuatu terhadap Hantu Muka Dua. Tanggung
jawab semua kejahatan yang dilakukan Hantu Muka Dua berada di tangan semua
tokoh asli Negeri ini…."
"Apa
yang bisa kami harapkan dari mereka Wiro? Kau tahu sendiri, beberapa diantara
mereka malah terperangkap masuk menjadi kaki tangan pembantu Hantu Muka Dua.
Contohnya mahluk bernama Lamanyala, lalu Hantu Sejuta Tanya sejuta Jawab. Dan
banyak yang lainnya lagi…. Aku bersyukur bisa membebaskan diri dari dia dan
semua itu berkat pertolonganmu yang mau menikahi diriku. Wiro, sebelum kau
memasuki Istana Kebahagiaan ada beberapa hal yang harus aku sampaikan padamu.
Pertama, jangan kau meneguk minuman atau mencicipi makanan yang dihidangkan.
Kecuali jika kau dipersilahkan duduk di barisan kursi berwarna hitam. Kemudian,
saat ini juga aku harus memberikan satu ilmu kesaktian padamu. Jika terjadi
apa-apa di Istana Kebahagiaan, kau bisa meloloskan diri dengan mengandalkan
ilmu kesaktian itu…."
"Luhrembulan,
aku berterima kasih atas perhatianmu yang begitu besar padaku. Di Istana
Kebahagiaan aku yakin ada banyak para kerabat yang sehaluan dengan kita. Jika
Hantu Muka Dua berbuat culas dan keji, kami pasti bisa menumpasnya."
Luhrembulan
tersenyum. Sambil memegang jari-jari tangan Pendekar 212 dia berkata.
"Hantu Muka Dua manusia seribu culas seribu tipu. Tidak ada yang tahu
pasti apa yang akan terjadi nanti. Di negerimu bukankah ada ujar-ujar yang
mengatakan sedia payung sebelum hujan?"
Wiro
tertawa lebar mendengar kata-kata Luhrembulan itu. Memandangi wajah si gadis
dia menyadari betapa wajah Luhrembulan memang cantik luar biasa, melebihi
kecantikan Peri Angsa Putih.
"Luhrembulan,"
kata Wiro dan membiarkan jari-jari tangannya berada dalam genggaman si gadis.
"Aku
tidak ingin menyusahkan dirimu dengan memberikan segala ilmu kesaktian.
Sebaiknya kita samasama menuju Istana Kebahagiaan sekarang juga…."
Kini
Luhrembulan yang tersenyum. "Hatiku gembira mendengar ajakanmu itu. Tapi
banyak hal membuat kita harus berhati-hati dan tidak bertindak ceroboh. Kita
tidak boleh memasuki Istana Kebahagiaan itu secara bersamaan. Kau yang lebih
dulu atau aku. Sekarang kembangkan kedua kakimu lebar-lebar…."
"Hai,
kau mau menyuruh aku menari atau apa?"
tanya
Wiro masih bisa bercanda tapi entah mengapa dia lakukan juga apa yang dikatakan
Luhrembulan. Kakinya kiri kanan dikembangkan di atas batu.
"Kerahkan
seluruh tenaga dalammu. Bagi dua ke kaki kiri dan kaki kanan…" berucap
Luhrembulan sementara sepasang matanya yang bagus seolah mengendalikan jalan
pikiran Pendekar 212, membuat Wiro kembali melakukan apa yang dikatakan. Murid
Eyang Sinto Gendeng ini kerahkan tenaga dalamnya yang berpusat di pusar lalu
dia alirkan ke kaki kiri dan kaki kanan. Luhrembulan merasakan batu besar
tempat mereka berdiri bergetar hebat dan bagian batu yang berada di bawah
injakan kaki sang pemuda kelihatan bergerak ke bawah membentuk cekungan. Dalam
kagumnyamelihat kehebatan tenaga dalam Wiro, Luhrembulan keluarkan satu
teriakan keras. Dua tangannya dihantamkan ke arah ke dua kaki Pendekar 212. Dua
larik sinar putih berkiblat. Secara aneh dua larik sinar putih itu
bergulung-gulung seperti selendang, menggelung dua kaki Wiro, mulai dari lutut
turun ke bawah dan menembus batu besar. Wiro merasa sekujur kakinya dingin luar
biasa, ketika perlahan-lahan Luhrembulan menarik ke dua tangannya ke samping
baru rasa dingin itu hilang.
Dengan
wajah keringatan tapi mata bersinar dan senyum manis merekah di bibirnya yang
indah Luhrembulan berkata. "Wiro. sekarang kau sudah memiliki ilmu
Membelah Bumi Menyedot Arwah. Kau jangan sembarangan menghentakkan tumitmu ke
tanah. Karena tanah akan terbelah selebar dua langkah. Siapa saja yang menjadi
musuhmu akan tersedot amblas ke dalam.
Sebaliknya
jika kau dalam keadaan bahaya besar, kau bisa pergunakan ilmu itu untuk
menyelamatkan diri. Tak usah ragu-ragu, terjun saja ke dalam tanah yang
terbelah. Di lain saat kau akan muncul di satu tempat lain dalam keadaan
selamat. Jika sampai ada bencana tak terduga di Istana Kebahagiaan, pergunakan
ilmu itu. Para dewa pasti akan
menyelamatkanmu
…. Hemm… Maksudku Gusti Allahmu pasti akan menyelamatkanmu!"
Pendekar
212 Wiro Sableng benar-benar dibuat terharu oleh ucapan Luhrembulan itu.
Dipegangnya jari-jari tangan si gadis lalu ditarik dan diciumnya.
"Tidak
pernah aku bertemu dengan gadis sebaik dan sepolosmu. Aku tidak tahu harus
berterima kasih bagaimana. Ilmu kesaktian yang kau berikan satu hal yang luar
biasa…."
Luhrembulan
menatap wajah pemuda itu dengan sepasang mata basah. "Wiro, pergilah lebih
dulu ke Istana Kebahagiaan. Aku akan menyusul kemudian. Jika terjadi apa-apa,
aku akan menunggumu di kaki Bukit Batu Kawin. Sekarang pergilah…."
"Sebelum
pergi ada yang hendak kutanyakan. Kau pasti sudah berada lama di tempat ini dan
melihat siapa-siapa para tamu yang datang. Apakah kau melihat tiga orang
kawanku bersama Lakasipo mahluk berkaki batu itu? Apakah kau juga melihat kakek
berjuluk Hantu Langit Terjungkir bersama istrinya Hantu Selaksa Angin?"
"Semua
orang yang kau tanyakan itu sudah berada di dalam Istana Kebahagiaan…."
menerangkan Luhrembulan.
"Terima
kasih, juga terima kasih untuk semua kebaikanmu tadi," kata Pendekar 212
pula. Wiro termangu sesaat. Lalu sekali lagi diciumnya jari-jari tangan
Luhrembulan. Setelah membelai pipi gadis itu dengan segala ketulusan, Wiro
memanggul sosok Lawungu kembali baru tinggalkan tempat itu. Di atas batu
Luhrembulan mengusap sendiri pipinya yang dibelai Wiro, mengecup berulang kali
jari-jari tangannya yang tadi dicium pemuda itu. Bibirnya tersenyum namun air mata
semakin banyak runtuh berguling melewati kelopak matanya yang ditumbuhi
bulu-bulu mata hitam dan lentik.
************************
11
MENJELANG
tengah hari hampir seluruh kursi di Ruang Seribu Kehormatan telah terisi. Pintu
masuk utama pada dinding berwarna merah yang terbuat dari dinding batu bergeser
menutup. Walau ruangan itu dihadiri ratusan orang namun udara di dalamnya
terasa sejuk. Para tamu sebelumnya telah dipersilakan meneguk minuman pelepas
dahaga dan mencicipi hidangan lezat. Namun tidak semuanya mau minum dan
menyantap makanan yang dihidangkan. Seperti yang dipesankan Luhrembulan Wiropun
tidak menyentuh minuman dan hidangan yang disuguhkan walau beberapa gadis
cantik berulang kali mempersilakannya setengah memaksa. Luhrembulan sudah
mengetahui bahwa semua makanan dan minuman yang disuguhkan itu mengandung zat
tertentu yang bisa membuat seseorang menjadi lamban pikiran serta tindakannya.
Sewaktu
Pendekar 212 masuk sambil mendukung sosok Lawungu di bahunya para pengawal
tidak ada yang mencegah. Demikian juga ketika sebelumnya Hantu Jatilandak dan
Tringgiling Liang Batu muncul dengan memandu sosok Luhmundinglaya yang tengah
sekarat! Agaknya Hantu Muka Dua telah memberi perintah pada semua anak buahnya
agar mengizinkan masuk setiap tamu yang datang sekalipun mereka adalah
orang-orang tidak sehaluan atau penantang kekuasaan Istana Kebahagiaan ataupun
mereka yang muncul secara aneh. Dibalik semua ini tentu ada apa-apanya, pikir
murid Sinto Gendeng.
Di kiri
kanan mimbar, di hadapan dinding ruangan berwarna hitam kelihatan duduk para
tokoh yang jelas diketahui adalah para pendukung atau kaki tangan Hantu Muka
Dua. Di antara mereka tampak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Lalu Hantu Bara
Kaliatus yang duduk berdampingan dengan Sepasang Gadis Bahagia yang merupakan
dua cucu kembar Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Lalu sepasang kakek nenek yang
dikenal dengan julukan Sepasang Hantu Bercinta yakni kakek bernama Lajahilio
dan nenek bernama Luhjahilio. Sampai saat itu di keningnya masih melekat
potongan tangan kanannya yang ditempelkan Hantu Selaksa Kentut. Tampang si
nenek satu ini kelihatan bertambah angker karena mata kirinya hanya merupakan
satu rongga besar. Mata yang cuma satu ini bergerak kian kemari mencari musuh
besar yang telah membuat dirinya sengsara begitu rupa yakni Luhcinta dan Hantu
Selaksa Angin.
Di dekat
Sepasang Hantu Bercinta ini duduk Lamanyala. Tubuh sebelah kanan geroak besar,
usus menjela dan kepalanya kelihatan gepeng rengkah akibat hukuman yang
dijatuhkan Hantu Muka Dua yaitu kepalanya ditindih dengan guci seberat dua
ratus kati.
Dari
rengkahan kepala itu masih kelihatan meleleh darah kental. Kakek satu ini
berulang kali memandang geram ke arah Hantu Langit Terjungkir yang duduk di
barisan kursi putih. Karena Hantu Langit Terjungkir alias Lasedayulah yang
membuat dirinya rusak mengerikan seperti itu. Apa lagi kemudian ditambah dengan
hantaman-hantaman yang pernah diterimanya dari Luhpingitan alias Hantu Selaksa
Kentut. Pada deretan kursi hitam itu duduk pula seorang kakek berkepala botak.
Kulit tubuhnya sampai ke kepala kelihatan gelap hangus sedang bibirnya membiru
pertanda ada racun mengindap dalam aliran darahnya.
Kakek ini
buntung tangan kanannya. Sikapnya tenang-tenang saja mengisap sebatang pipa
terbuat dari emas. Tapi begitu sepasang matanya melihat tampang Pendekar 212
Wiro Sableng, tenggorokannya keluarkan suara menggembor. Kakek ini bukan lain
adalah Hantu Berpipa Emas yang pernah diperintahkan Hantu Muka Dua untuk
merampas Sendok Pemasung Nasib dari tangan Hantu Selaksa Angin. Tapi gagal,
malah ketika Wiro Sableng menolong si nenek, Hantu Berpipa Emas mengalami
malapetaka besar yakni terpaksa kehilangan tangan kanannya, amblas buntung
dimakan Kapak Maut Naga Geni 212! Kini sebagian racun kapak itu masih mendekam
di dalam dirinya. Kakek ini memang luar biasa, orang lain tubuhnya pasti sudah
gosong bahkan menemui ajal didera racun kapak sakti itu.
Satu
mahluk angker masih terdapat dalam kelompok para tamu yang duduk di barisan
kursi hitam. Mahluk ini dikenal dengan sebuatan Sang Junjungan. Ujud asalnya
adalah seekor kelelawar yang kemudian bisa berubah menjadi mahluk bermuka
tengkorak berbadan jerangkong, memiliki sepasang mata yang bisa menyemburkan
api. Sang Junjungan diketahui adalah guru dari Hantu Santet Laknat yakni nenek
sakti jahat yang kemudian menjelma ke sosok aslinya seorang dara cantik bernama
Luhrembulan berhati baik yaitu setelah melangsungkan pernikahan dengan Pendekar
212 Wiro Sableng. Saat itu sudah sejak tadi matanya mencari-cari, namun tetap
saja dia tidak melihat muridnya Hantu Santet Laknat yang selama ini dikenalnya
punya ujud seorang nenek berwajah buruk seperti seekor gagak hitam! Tentu saja
dia tidak bisa menemukan Hantu Santet Laknat di ruangan itu karena sang nenek
telah berubah ujud menjadi Luhrembulan, seorang gadis cantik luar biasa.
Yang
mengherankan adalah bahwa gadis jelita berpakaian ungu bernama Luhjelita
ternyata ikut duduk di barisan kursi hitam. Sikapnya tenang-tenang saja malah
sesekali menebar senyum genit pada orang-orang yang memperhatikannya. Beberapa
orang yang sudah tahu riwayat gadis ini tidak merasa aneh karena sejak lama
Luhjelita dikenal sebagai kekasih Hantu Muka Dua, pandai merayu dan menggoda
kaum lelaki.
Satu-satunya
kursi yang masih kosong di barisan kursi hitam di depan mimbar adalah kursi
yang terletak di sebelah kiri mahluk api bernama Lamanyala. Pada deretan kursi
warna merah yakni berhadaphadapan dengan deretan kursi hitam tampak duduk gadis
cantik Luhrembulan, Pelawak Sinting asli dan kembarannya Pelawak Sinting palsu.
Lalu tak terduga di situ duduk pula Peri Angsa Putih didampingi Peri Bunda dan
Peri Sesepuh.
Karena
berada di kelompok kursi yang sama Peri Angsa Putih lebih bisa melihat
Luhrembulan dengan jelas. Diam-diam dia harus mengakui betapa halusnya kulit
gadis itu dan betapa cantiknya wajahnya. Tidak heran kalau Pendekar 212
terpikat dan menikahinya.
Peri
Bunda dan Peri Sesepuh yang memperhatikan Peri Angsa Putih sejak tadi memandang
secara aneh pada Luhrembulan, salah seorang dari mereka ajukan pertanyaan.
"Gadis cantik yang kau pandangi itu. Kau kenal siapa dirinya?"
"Dia
yang bernama Luhrembulan. Istri pemuda asing Wiro Sableng!"
Peri
Sesepuh dan Peri Bunda sama terkejut. "Dari mana kau tahu dia adalah istri
Wiro?" tanya Peri Sesepuh.
"Dari
mana aku tahu tak usah kau tanyakan!" jawab Peri Angsa Putih kesal.
"Kau
kelihatan jengkel. Apa yang ada dalam benakmu. Apa yang akan kau lakukan? Kau
telah kedahuluan. Tak mungkin lagi memiliki pemuda itu!"
"Memang
tidak, tapi gadis itu juga tak akan memilikinya!"
jawab
Peri Angsa Putih sambil meraba Batu Pembalik Waktu yang tersembunyi di balik
pakaiannya.
"Memangnya
apa yang hendak kau lakukan?" tanya Peri Sesepuh.
"Lihat
saja nanti!"
"Wahai,
jangan-jangan kau hendak membunuh pemuda itu!" ujar Peri Bunda.
"Sudahlah,
jangan banyak bertanya lagi. Lihat saja nanti!" kata Peri Angsa Putih lalu
palingkan kepalanya ke jurusan lain.
Berpindah
ke barisan kursi biru yang berada di sisi kiri barisan kursi hitam, di sini
duduk Latampi, beberapa orang tokoh tak dikenal, lalu Naga Kuning dan Betina
Bercula. Terakhir sekali juga ada Luhrinjani, istri Lakasipo yang telah
meninggal dan bisa muncul dalam ujud setengah manusia setengah roh. Latampi
beberapa kali mencoba melirik ke arah Luhcinta. Gadis itu dilihatnya duduk
memandang lurus-lurus kemuka. Sementara itu di barisan kursi kuning duduk
Luhtinti dan Luhkinki yang menutupi kepalanya dengan kerudung lebar. Di sini
juga tampak duduk Luhsantini bekas istri Hantu Bara Kaliatus. Lalu seorang dara
cantikyang keningnya ditempeli bunga tanjung kuning dan bukan lain adalah
Luhcinta, duduk pula di barisan kursi kuning ini.
Pada
deretan kursi hijau terlihat Hantu Lembah Laekatakhijau dan Hantu Penjunjung
Roh, Hantu Jatilandak dan Tringgiling Liang Batu lalu tokoh beken Hantu Tangan
Empat beserta belasan tamu lainnya.
Hantu
Penjunjung Roh menyikut lengan Hantu Laekatakhijau lalu berbisik. "Lihat
gambar singa kepala dua di dinding hitam. Perhatikan empat hiasan singa besar
berkepala duj yang tergantung di langit-langit ruangan. Bukankah sama dengan
gagang pisau yang menancap di dada nenek bernama Luhmundinglaya itu?"
Sepasang
mata Hantu Laekatakhijau membesar lalu nenek ini anggukkan kepala.
"Berarti Hantu Muka Dua yang punya pekerjaan. Dia yang inginkan kematian
nenek di atas tandu itu! Mengapa?"
"Dugaanku,
mungkin dia tidak mau si nenek mengungkapkan rahasia yang diketahuinya. Siapa
tahu rahasia itu ada sangkut paut dengan dirinya pula!"
"Mungkin.
Tapi mana benarnya kita akan segera tahu! Aku akan memberitahukan
Luhmundinglaya bahwa tiga orang yang dicarinya berada di tempat ini!" kata
Hantu Penjunjung Roh.
Terakhir
sekali deretan kursi putih. Diantara tamu yang duduk di tempat ini adalah
Pendekar 212 Wiro Sableng, dan Lakasipo. Lalu di sebelah belakang tidurtidur
ayam duduk si gemuk Hantu Raja Obat. Di sebelahnya duduk Si Setan Ngompol yang
selalu pegangi bagian bawah perutnya menahan kencing. Ternyata Hantu Langit
Terjungkir dan istrinya Hantu Selaksa Kentut juga duduk di deretan kursi putih,
terpisah agak jauh dari Wiro. si kakek duduk dengan tangan di atas kursi sementara
dua kaki menggantung di udara. Ini satu pertanda bahwa kakek ini belum mendapat
kesembuhan.
"Semua
tamu, lawan dan kawan dikumpulkan di ruangan tertutup begini rupa. Kemana mata
memandang hanya tembok tebal yang menghadang. Wahai istriku, apakah kau tidak
merasa curiga akan terjadi sesuatu di tempat ini?" berbisik Hantu Langit
Terjungkir alias Lasedayu pada istrinya Hantu Selaksa Angin alias Luhpingitan.
"Aku
memang sedang menduga-duga," balas berbisik Hantu Selaksa Angin. "Aku
ingat akan ucapan
guruku Datuk
Tanpa Bentuk Tanpa Ujud. Katanya akan terjadi satu peristiwa besar di Negeri
Latanahsilam ini. Selain itu aku harus mencari Tuhan atau Gusti Allah. Tapi
yang jadi pokok pikiranku saat ini adalah Sendok Pemasung Nasib itu. Sebelumnya
bukankah Luhtinti diurus untuk mendapatkan benda itu melalui gadis bernama
Luhkinki di Istana Kebahagiaan. Kita menunggunya sampai sore kemarin, dia tidak
muncul.
Kini aku
tidak melihat dia di antara para tamu. Tapi aku curiga pada dua perempuan yang
duduk berkerudung hitam di barisan kursi kuning di samping kiri kita. Salah
satu dari mereka kurasa adalah Luhtinti."
"Kalau
begitu biar aku melesat ke tempat perempuan itu," kata Hantu Langit
Terjungkir.
Namun
sebelum kakek ini bergerak tiba-tiba suara genta dalam Istana Kebahagiaan
berhenti. Bersamaan dengan itu mengumandang suara tiupan terompet keras dan
panjang. Lalu seorang berjubah hitam yang duduk di barisan kursi hitam sebelah
depan ujung kanan bangkit berdiri. Dia melangkah ke mimbar. Setelah menyapu
seluruh hadirin dengan sepasang matanya yang berwarna kelabu, orang ini membuka
mulut. Suaranya keras lantang.
"Atas
nama Raja Diraja Istana Kebahagiaan, Hantu Muka Dua yang merupakan Hantu Segala
Hantu Negeri Latanahsilam. kami mengucapkan selamat datang pada semua yang hadir.
Pintu merah ruangan Seribu Kehormatan sudah ditutup, berarti semua undangan
telah berada di tempat ini. Namun kami merasa, kami melihat dan kami menyadari
bahwa ada dua tamu penting yang belum hadir. Pertama, kerabat tokoh terkenal
bernama Lawungu…."
Baru saja
orang berjubah itu menyebut nama Lawungu tiba-tiba dari barisan kursi putih
melayang sesosok tubuh berjubah ungu.
"Blukkk!"
Sosok ini
jatuh dan terduduk tempat di kursi kosong di sebelah Lamanyala yang berada di
barisan kursi warna hitam. Sosok berjubah ungu ini bukan lain adalah Lawungu,
yang terduduk dalam keadaan kaku, mata mendelik dan mulut terbuka! Semua orang
yang ada di Ruang Seribu Kehormatan menjadi gempar dan semua mata ditujukan
pada Pendekar 212 yang barusan melemparkan tubuh Lawungu itu.
Di tempat
duduknya Wiro sendiri tenang-tenang saja. Beberapa orang geleng-gelengkan
kepala melihat kejadian itu. Diantaranya tiga orang Peri yang duduk saling
berdampingan. Lalu banyak pula yang memperlihatkan tampang marah, antara lain
Hantu Bara Kaliatus, Lamanyala dan Hantu Sejuta Tanya sejuta Jawab. Tapi ada
juga yang tersenyum-senyum malah tertawa mengekeh melihat apa yang dilakukan
pemuda asing itu. Mereka antaranya adalah Naga Kuning, Hantu Langit Terjungkir,
Hantu Raja Obat dan Hantu Jatilandak. Di barisan kursi merah Si Pelawak Sinting
asli kembangkan payungnya ke udara lalu goyangkan kerincingannya.
Di tempat
duduknya Luhjelita melayangkan senyum ke arah Pendekar 212. Dia teringat
peristiwa di gua batu pualam. Ketika dia gagal memindahkan ke telapak tangannya
tiga buah tahi lalat yang ada di bawa pusar pemuda itu. Sementara itu banyak
orang yang mengambil sikap berdiam diri tapi sebenarnya merasa tegang. Ketika
melihat Peri Angsa Putih menggelenggelengkan kepalanya Wiro tersenyum malah
enak saja dia lambaikan tangannya ke arah Peri itu. Membuat Peri Sesepuh dan
Peri Bunda jadi terheran-heran dan memandang pada Peri Angsa Putih dengan air
muka bertanya-tanya.
Orang di
atas mimbar angkat tangan kirinya. Suara berisik segera sirap. Semula banyak para
tamu mengira orang yang mewakili Hantu Muka Dua ini akan marah besar. Ternyata
setelah memandang ke arah sosok Lawungu dan melirik pada Pendekar 212, orang
ini berkata.
"Ternyata
kerabat Lawungu telah berada di antara kita. Hanya sayang yang datang cuma
tubuh kasar. Rohnya mungkin singgah di tempat lain. Istana Kebahagiaan dengan
ini menyatakan duka cita. Dan kepada pemuda asing berpakaian putih di barisan
kursi putih, atas nama Sang Junjungan Raja Diraja Hantu Muka Dua , Istana
Kebahagiaan mengucapkan terima kasih karena telah bersusah payah membawa
jenazah Lawungu ke tempat ini…."
"Butt
prettt!"
Tiba-tiba
terdengar suara kentut di barisan kursi putih. Naga Kuning dan Betina Bercula
cepat tekap mulutnya menahan tawa. Setan Ngompol pegang bagian bawah perutnya
yang langsung basah. Kembali Ruang Seribu Kehormatan menjadi berisik. Di atas
mimbar orang berjubah kelihatan merah padam wajahnya. Setelah menunggu sesaat
dia kembali membuka mulut.
"Rupanya
ada tamu yang masuk angin! Dan agak kurang ajar!" Tak usah khawatir!
Istana Kebahagiaan, menyediakan besi panas untuk menyumpal pantatnya!"
Hantu
Selaksa Angin tertawa panjang mendengar kata-kata orang di atas mimbar itu.
Sebaliknya Hantu Langit Terjungkir melesat satu tombak ke udara dan berseru
lantang. "Siapa saja berani mengganggu istriku, kepalanya akan kujadikan
ganjalan pantatku seumur-umur!"
Lamanyala
dan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab serta merta bangkit dari kursi
mafeing-masing, siap hendak mendatangi Hantu Langit Terjungkir dan Hantu
Selaksa Angin. Tapi orang di atas mimbar mencegah dengan isyarat tangan kiri.
"Ingat petunjuk Sang Junjungan! Kita harus menghormati semua tamu apapun
yang terjadi dan mereka lakukan!"
Dengan
geram Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan Lamanyala kembali ke tempat duduknya.
Orang di atas mimbar lantas membuka mulutnya kembali.
"Tamu
penting ke dua yang tidak kelihatan hadir di tempat ini adalah seorang nenek
sakti, kerabat yang dikenal dengan panggilan Hantu Santet Laknat! Mungkin dia
datang dengan jalan menyamar dan sebenarnya sudah hadir di ruangan ini. Jika
benar diharapkan kesudiannya untuk bangkit memperlihatkan diri!"
Hampir
semua orang kecuali Peri Angsa Putih melayangkan padangan ke seantero ruangan.
Tak ada yang bangkit berdiri memperkenalkan diri sebagai Hantu Santet Laknat.
Namun diam-diam Peri Angsa Putih memperhatikan bagaimana dua orang saat itu
saling berpandangan dan sama menyeruakkan senyum di bibir masing-masing. Kedua
orang itu adalah Pendekar 212 Wiro Sableng dan gadis cantik berpakaian putih
bernama Luhrembulan. Peri Angsa Putih coba memeras otaknya berpikir-pikir apa
arti senyuman sepasang suami istri itu.
Setelah
ditunggu sekian lama tidak ada yang bangkit memperkenalkan diri sebagai Hantu
Santet Laknat, orang di atas mimbar berkata.
"Sayang
sekali, kerabat Hantu Santet Laknat rupanya memang tidak ada di tempat ini!
Sekarang izinkan Istana Kebahagiaan memperlihatkan bahwa di sini hukum bisa
berubah menjadi pengampunan. Tapi ada kalanya hukum bisa berubah menjadi
kematian. Dan kematian di Istana Kebahagiaan semudah dan secepat membalikkan
tangan!" Orang di atas mimbar bertepuk tiga kali.
************************
12
DARI
sebuah pintu di belakang mimbar pada dinding hitam, muncul dua orang berpakaian
hitam menggotong sesosok tubuh lelaki yang hanya mengenakan sehelai celana
pendek. Punggungnya hancur bersimbah darah. Di belakang dua penggotong
melangkah dua orang berpakaian hitam membawa cambuk besar. Sosok yang digotong
dilemparkan ke lantai. Orang ini tidak bergerak tidak bersuara. Di balik
kerudung wajah Luhkinki mendadak sontak berubah. Di sebelahnya Luhtinti cepat
memegang lengan gadis ini.
"Lakembangan….
Itu Lakembangan…" bisik Luhkinki.
"Kuatkan
hatimu Luhkinki. Kita sudah menduga hal ini akan terjadi…."
"Tapi
aku tak menduga akan sekejam ini. Aku harus menolong Lakembangan. Aku tak
perduli sekalipun ikut mati bersamanya!"
"Jangan
tolol!" sentak Luhtinti sambil memegang lengan sahabatnya itu lebih erat.
Di atas
mimbar orang berjubah hitam berucap lantang. "Seorang manusia tolol
bernama Lakembangan telah berlaku keji! Berbuat khianat pada Sang Junjungan
Raja Diraja Segala Hantu Negeri Latanahsilam. Untuk itu hukuman cambuk sampai
mati sudah diputuskan atas dirinya! Tapi nyawanya masih bisa diselamatkan jika
kekasihnya, seorang gadis bernama Luhkinki yang telah melarikan diri dari Ruang
Obor Tunggal mau menyerahkan diri dan berlutut di tengah ruangan. Memohon ampun
pada Sang Junjungan Hantu Muka Dua!"
Luhkinki
merasakan tubuhnya bergetar. Dia hendak bangkit berdiri tapi lagi-lagi dicegah
oleh Luhtinti.
Setelah
menunggu sesaat orang berjubah hitam kembali berseru.
"Tak
ada yang muncul! Tak ada yang minta ampun! Berarti kematian menjadi bagian
Lakembangan! Kita semua akan menyaksikan! Semoga ini menjadi pelajaran berharga
bagi siapa saja yang berani berkhianat terhadap Sang Junjungan Hantu Muka
Dua!"
Habis
berkata begitu orang ini jentikkan jari-jari tangannya memberi isyarat. Dua
orang yang memegang cambuk langsung angkat tangan masing-masing. Dua cambuk
berkelebat menghantam ke arah punggung Lakembangan yang sudah tidak berkutik
itu. Tiba-tiba dua larik cahaya merah menderu dari barisan kursi putih. Dua
orang yang memegang cambuk menjerit dan terpental, terbanting di lantai, meng
geliat-geliat. Tangan masing-masing kelihatan melepuh merah seperti bekas
dipanggang!
Suasana
di Ruang Seribu Kehormatan serta merta menjadi geger! Di kursinya Si Setan
Ngompol langsung terpancar kencingnya!
Begitu
kegegeran sirna suasana di Ruang Seribu Kehormatan itu berubah menjadi sesunyi
di pekuburan. Di kelompok barisan kursi hitam, orang berjubah hitam berpaling
ke arah deretan kursi hijau. Di sana dilihatnya seorang nenek yang kepalanya ada
buntalan asap merah berbentuk kerucut terbalik, memandang ke arahnya dengan
sepasang mata yang memiliki bola mata juga berbentuk kerucut merah dan bergerak
mundur maju.
"Hantu
Penjunjung Roh! Jadi kau orangnya yang barusan menghalangi pelaksanaan hukuman!
Sungguh kau seorang tamu tak tahu aturan, tidak tahu menerima budi tuan rumah!
Berlututlah minta ampun!"
Hantu
Penjunjung Roh menyeringai lalu keluarkan suara tawa melengking. "Aku tak
tahu siapa kau adanya. Apa jabatanmu di Istana Kebahagiaan ini! Dengar
baik-baik! Aku dan kawan-kawan datang ke tempat ini bukan untuk melihat sajian
biadab ini! Dan kau mahluk tikus kerdil tidak layak bicara denganku! Siapa sudi
berlutut di hadapanmu! Mana penguasa Istana Kebahagiaan. Aku hanya mau bicara
dengan Hantu Muka Dua! Panggil dia kesini Mengapa masih belum muncul! Apa belum
selesai bersolek?!"
Suasana
menjadi tambah gempar begitu semua orang mendengar ucapan Hantu Penjunjung Roh
yang keras lantang dan berani kurang ajar itu! Di tengah kegemparan itu
tiba-tiba Hantu Selaksa Angin memanjat naik ke atas kursi putih. Dengan suara
lantang dia berkata. "Kerabatku Hantu Penjunjung Roh, jika kau tidak sudi
berlutut biar aku yang mewakilkan!" Lalu enak saja nenek ini memutar
tubuhnya, pantatnya disonggengkan ke arah mimbar dan butt preett Hantu Selaksa
Angin pancarkan kentutnya. Kembali kegemparan melanda Ruang Seribu Kehormatan
sementara Hantu Penjunjung Roh, Hantu
Selaksa
Angin dan Hantu Lembah Laekatakhijau tertawa cekikikan. Hantu Langit Terjungkir
terkekeh-kekeh sedang Setan Ngompol kuyup terkencing-kencing di kursinya!
Semua
orang yang duduk di barisan kursi hitam kelihatan menggeram marah dan merah
padam muka masing-masing. Namun mereka masih bisa mengendalikan diri. Tak ada
yang bergerak. Mereka sudah bisa mengukur siapa adanya tiga nenek yang ada di
tempat itu. Apalagi ada pesan dari Hantu Muka Dua agar tidak melakukan sesuatu
terhadap apapun yang diperbuat para tamu. Akan tetapi lain halnya dengan orang
di atas mimbar. Amarah yang meledak membuat dia lupa diri dan bertindak menurut
kemauannya sendiri. "Hantu Penjunjung Roh dan Hantu Selaksa Angin!!
Sebagai
tamu kekurang ajaran kalian sudah lewat batas! Terpaksa aku mengusir roh kalian
keluar dari tempat ini. Tubuh kasar kalian untuk sementara boleh tetap di
sini!" Tangan kiri kanan orang di atas mimbar bergerak laksana kilat, dua
larik sinar hitam menderu ke arah Hantu Penjunjung Roh dan Hantu Selaksa Angin!
Hantu
Penjunjung Roh umbar tawa panjang. Dua matanya dikedipkan. Dua larik sinar
hitam menderu dahsyat dari rongga mata si nenek. Orang di atas mimbar menjerit
keras. Tubuhnya mencelat mental, terbanting ke dinding hitam lalu menggeletak
di lantai dengan kepala hancur dan dada bolong!
Di atas
kursi Hantu Selaksa Angin tertawa kecewa.
Sambil
usap-usap tangannya dia berkata. "Kerabatku Hantu Penjunjung Roh, kau
tidak memberi kesempatan padaku untuk menghajar tikus kerdil itu! Hik…hik…
hik!"
Selagi
semua orang terkesiap menyaksikan apa yang terjadi, Luhkinki membuat lompatan
kilat menyambar tubuh kekasihnya yang tergeletak di lantai. Dua orang yang tadi
menggotong Lakembangan coba menghalangi tapi entah dari mana datangnya dua
gelombang angin menghantam ke dua orang itu hingga terpental dan muntahkan
darah segar.
****************************
SEMENTARA
itu di balik dinding hitam, tepat pada salah satu mata gambar singa berkepala
dua yang ternyata adalah sebuah lobang yang tak terlihat dari depan, Hantu Muka
Dua turunkan kaca aneh yang ditempelkannya di mata gambar kepala singa. Sejak
tadi kaca itu diarahkannya pada Peri Angsa Putih.
Hantu
Muka Dua menyeringai. "Jelas sudah! Apa yang dikatakan Lamanyala tidak
dusta! Aku lihat sendiri melalui kaca yang punya daya tembus hebat ini! Batu
Sakti Pembalik Waktu memang ada pada Peri Angsa Putih. Disembunyikan di balik
dada pakaiannya,.
"Hemmm….
Rasanya aku tak perlu beriama-iama menjamu para tamu. Batu sakti itu harus
segera aku dapatkan. Setelah itu…." Hantu Muka Dua menyeringai.
Tangan
kirinya dipakai mengusap dagu wajahnya sebelah depan. Saat itu pintu ruangan
rahasia di belakang dinding hitam diketuk orang dari luar. Hantu Muka Dua
segera membukanya. Seorang pengawal tingkat dua berseragam biru menjura lalu
melaporkan semua apa yang terjadi di Ruang Seribu Kehormatan.
"Kembali
ke tempatmu! Semua yang terjadi tak perlu dirisaukan! Singkirkan semua korban
dari Ruangan Seribu Kehormatan. Aku akan segera muncul! Siapkan tanda-tanda
kemunculanku di Ruang Seribu Kehormatan!"
Sesaat
setelah pengawal berjubah biru keiuar meninggalkan ruangan, Hantu Muka Dua
menekan dinding di sebelah kirinya. Dinding itu bergerak, berputar membalik.
Kelihatanlah satu ruangan aneh dipenuhi berbagai alat rahasia, di dalam ruangan
itu ada empat orang berseragam merah darah. Keempatnya langsung menjura begitu
melihat Hantu Muka Dua.
"Aku
akan segera keluar menyambut para tetamu di Ruang Seribu Kehormatan. Pada
saatnya aku akan menginjak alat rahasia di kaki mimbar. Begitu kalian melihat
pelampung kayu di sudut sana bergerak naik, itu saatnya kalian harus menarik
turun empat tongkat besi pengunci alat penyembur Bubuk Penjungkir Syaraf.
Bersamaan dengan itu kalian harus cepat menginjak empat alat rahasia di lantai
di bawah empat tongkat besi. Seluruh lantai dan dinding berwarna hitam akan
bergerak turun hingga semua yang ada di tempat itu termasuk kalian yang ada di
sini akan selamat dari racun maut Bubuk Penjungkir Syaraf!"
"Semua
perintah Sang Junjungan sudah kami ingat dan akan kami kerjakan begitu menerima
isyarat!"
Empat
orang berjubah merah dalam ruangan alat rahasia itu berucap berbarengan. Hantu
Muka Dua menyeringai. Setelah memegang bahu salah seorang petugas itu, dia
mengambil sebuah jubah merah yang bagian dadanya ada gambar singa berkepala dua.
Sambil mengenakan jubah itu dia masuk ke dalam sebuah ruangan dari mana dia
mengambil sebuah benda terbuat dari emas yang demikian tipisnya hingga bisa
digulung. Benda ini dimasukkannya ke balik jubahnya lalu dia melangkah menuju
Ruang Seribu Kehormatan.
***************************
KETIKA
Luhkinki melompat menyambar tubuh Lakembangan, Luhtinti tak bisa berbuat lain
dan cepat membantu. Kesempatan ini dipergunakan pula oleh Pendekar 212. Dia
bergerak mendekati Luhtinti dan berbisik menanyakan Sendok Pemasung Nasib.
"Jangan
khawatir, ada padaku. Segera akan kuberikan padamu! Sebelumnya aku pergi ke
danau. Tapi Kakek Hantu Langit Terjungkir tak ada di sana! Rupanya dia sudah
duluan ke sini bersama istrinya," kata Luhtinti pula.
"Berikan
sendok itu padaku sekarang juga! Kita tidak punya waktu lama! Aku punya firasat
akan terjadi apa-apa di tempat ini!"
Dari
balik pakaiannya Luhtinti mengambil sebuah sendok emas lalu dengan cepat
diberikannya pada Wiro. Wiro kembali ke deretan kursi putih tempatnya duduk,
langsung menemui Hantu Langit Terjungkir.
"Kek,
Sendok Pemasung Nasib ada padaku!" kata Wiro begitu sampai di hadapan
Hantu Langit Terjungkir.
Sosok
Hantu Langit Terjungkir mengapung setinggi satu tombak ke udara saking kagetnya
tapi sekaligus girang luar biasa! Hantu Selaksa Angin pancarkan kentutnya butt
preett! Begitu melayang turun Hantu Langit Terjungkir yang sudah melihat sendok
emas sakti dalam genggaman Wiro langsung menyambar. Tapi setelah sendok ada
dalam genggamannya dia jadi bingung sendiri.
"Celaka!
Bagaimana aku harus mempergunakan sendok sakti ini untuk menyembuhkan diri dan
mengembalikan kesaktian ku?!"
"Aku
juga tidak tahu!" Hantu Selaksa Angin berucap setengah menangis. Sementara
itu tiba-tibagenta menggema di Ruang Seribu Kehormatan. Seseorang berseru
memberitahu bahwa Hantu Muka Dua Penguasa Istana Kebahagiaan akan segera muncul
di Ruang Seribu Kehormatan. Jika genta bergema sampai tiga kali di susul dengan
tiupan terompet sebanyak tiga kali pula itulah satu pertanda bahwa Sang
Junjungan Raja Diraja Negeri Latanahsilam Hantu Muka Dua akan segera memasuki
ruangan.
"Wiro!
Tanyakan pada Gusti Allahmu bagaimana suamiku harus mempergunakan sendok ini
untuk mengembalikan semua kesaktiannya!"
Wiro
garuk kepala. Dia jadi ikutan bingung. Sendok itu diambilnya dari tangan si
kakek. Hendak ditusukkannya ke pusar Hantu Langit Terjungkir dia takut
kesalahan. Syukur kalau si kakek sembuh, kalau pusarnya malah jebol bisa
celaka!
"Wiro,
lakukan sesuatu!" seru Hantu Langit Terjungkir, dia hendak mengambil
sendok itu kembali dari tangan Wiro.
"Kek,
aku tak tahu bagaimana caranya. Tapi…. Kau, kau bisa menelan sendok ini?!
Mungkin…."
"Jangankan
sendok, pohonpun akan kutelan asal aku bisa sembuh!" kata Hantu Langit
Terjungkir pula. Lalu dia sambar sendok emas dari tangan Wiro. Saat itu genta berbunyi
untuk ke dua kalinya. Hantu Langit Terjungkir tanpa ragu-ragu langsung saja
menelan sendok emas. Tapi karena kepalanya ke bawah kaki ke atas sulit baginya
untuk menelan sendok sakti itu. Terpaksa Wiro dan Hantu Selaksa Angin
membalikkan tubuh si kakek.
"Telan
Kek, cepat!" kata Wiro.
Hantu
Langit Terjungkir menelan tapi hekk! Dia tercekik. Sendok meyangsrang di ujung
tenggorokannya. Pada saat yang sama dua bayangan berkelebat. Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab dan Hantu Berpipa Emas tahu-tahu sudah berada di tempat itu. Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang otaknya berada di atas kepala rupanya telah
melihat benda apa yang barusan dimasukkan Hantu Langit Terjungkir ke dalam
mulutnya. Dia membentak.
"Keluarkan
sendok, emas itu! Muntahkan cepat! Serahkan padaku atau kalian semua di sini
bakal menemui kematian kejap ini juga!"
"Jika
kau dan kawanmu si buntung ini memang mau mencari mati berbarengan dengan kami,
memang tak ada salahnya. Hik… hik!" Satu suara berucap di belakang Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Ketika kakek ini berpaling dia lihat beberapa orang
bergerak cepat dan tahu-tahu dia bersama Hantu Berpipa Emas sudah berada dalam
kurungan beberapa orang, yang pertama adalah Hantu Penjunjung Roh, lalu Hantu
Kaki Batu alias Lakasipo, Tringgiling Liang Batu dan Latampi.
"Kalian
memilih mati bersama memang tak ada salahnya!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab menjawab tantangan. Sambil menyeringai dia angkat tangannya memberi
isyarat ke arah barisan kursi hitam. Dari tempat ini beberapa orang segera
berkelebat, membuat kurungan di sebelah luar. Mereka adalah Hantu Bara
Kaliatus, Sepasang Hantu Bercinta dan Lamanyala. Keempat orang ini sama-sama
angkat tangan, siap untuk digebukkan pada orang-orang yang |mengurung Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan Hantu Berpipa Emas.
"Wahai!
Tidak ada kematian senikmat mati bersama! Karena itu biar aku menyertai kalian
para sahabat!" Satu suara bergema di tempat itu. Lalu satu bayangan
berkelebat dan mengapung di udara. Ternyata orangnya adalah Hantu Tangan Empat.
Saat itu sosoknya telah berubah menjadi mahluk berambut merah. Dari kulit
kepalanya mengepul asap merah.
Dua
matanya menjorok keluar rongga. Hidungnya berubah panjang dan bengkok. Empat
tangannya menggantung di udara siap menghantam ke arah para pengurung di
sebelah belakang. Perlahan-lahan Latampi, Lakasipo, Hantu Penjunjung Roh dan
Tringgiling Liang Batu sama-sama angkat tangan kanan siap pula lancarkan
serangan maut!
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab memandang berkeliling, mengukur-ukur membanding
kekuatan. Saat itulah pandangannya membentur sosok dara jelita berpakaian serba
putih yang entah kapan bergerak tapi tahu-tahu telah berada di depan Pendekar
212 Wiro Sableng. Wajah cantik satu pemandangan bagus untuk dilihat. Tapi entah
mengapa hati Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab jadi bergetar ketika beradu
pandang dengan gadis cantik Luhrembulan itu. Dia mengangkat tangan dan berseru
pada kawan-kawannya.
"Semua
kembali ke tempat! Ingat perintah Sang Junjungan Hantu Muka Dua!" Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab berseru lalu mendahului kembali ke kursinya.
Hantu
Langit Terjungkir masih tercekik-cekik berusaha menelan sendok dalam mulutnya.
Wiro jadi tak sabaran dan juga kasihan meihat kakek itu mendelikdelik tak
karuan. Dia tusukkan dua jari tangan kanannya, menotok urat besar di pangkal
leher si kakek.
"Hekkk!"
Hantu
Langit Terjungkir tercekik keras. Tapi sendok emas lolos masuk ke dalam
tenggorokannya terus meluncur ke dalam perut! Saat itu juga dari kepala si
kakek kelihatan mengepul asap kuning. Perutnya yang kempes menggembung. Dari
pusarnya yang bolong keluar suara letupan-letupan aneh. Lalu ada sinar kuning
menutupi pusarnya. Tubuh si kakek mendadak melesat ke udara. Jungkir balik
beberapa kali. Ketika turun ke kursi ternyata dia kini mampu berdiri secara
wajar, kaki ke bawah kepala ke atas.
"Aku
sembuh! Aku sembuh!" teriak Hantu Langit Terjungkir. "Tubuhku ringan
sekali! Aku merasa ada hawa sakti dalam diriku! Wahai betapa indahnya dunia ini
dilihat kalau tidak berbalik! Hik… hik… hik!
"Tapi
sendok itu masih ada dalam perutmu!" ujar istrinya, Hantu Selaksa Angin.
"Celaka!"
Wajah si kakek jadi berubah.
"Jangan
pikirkan sendok dalam perut. Kalau kau berak pasti keluar dan bisa kau
ambil!" kata Wiro pula.
Lalu dia
berbisik. "Kek, kau harus buktikan kau benarbenar sembuh. Kau benar-benar
sudah memiliki kesaktianmu seperti semula…."
"Eh,
apa maksudmu?" tanya Hantu Langit Terjungkir.
"Kau
lihat mimbar itu?"
"Dari
tadi aku sudah melihati Memangnya aku buta?" tukas si kakek.
"Kalau
nanti aku beri tanda, apa kau sanggup menghancurkan mimbar itu?" tanya
Wiro.
"Jangankan
satu mimbar. Sepuluh mimbar kau susun akan aku buat ludas!" jawab Hantu
Langit Terjungkir.
Wiro
tertawa. "Kalau begitu duduklah kembali. Jangan macam orang tolol berdiri
terus di atas kursi. Tunggu tanda dariku!"
Di
tempatnya duduk Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berbisik geram ke telinga Hantu
Berpipa Emas.
"Kurang
ajar! Lasedayu menelan sendok sakti! Dia pasti sudah mendapatkan dan menguasai
semua ilmu kepadaiannya kembali! Aku harus memberi tahu Sang Junjungan!"
************************
13
SAAT itu
menggema suara genta untuk ke tiga kalinya. Hantu Penjunjung Roh dekati
kerabatnya Hantu Laekatakhijau.
"Tiga
orang yang dicari Luhmundinglaya ada di sini! Kita harus segera memberi tahukan
nenek itu! Apa yang hendak dikatakannya. Aku punya firasat keadaan tambah
gawat!"
"Aku
akan memanggil Luhcinta dan Latampi, kau harap segera memberi tahu Tringgiling
Liang Batu dan Hantu Jatilandak untuk mengusung nenek itu ke sudut dinding
putih dan merah kata Hantu Laekatakhijau pula. Semua orang bergerak cepat.
Sebelum terompet pertama berbunyi semua sudah berkumpul di sudut yang
ditentukan sementara semua orang yang ada di tempat itu memperhatikan orang
yang ada di tempat itu memperhatikan dengan perasaan heran tapi tak ada yang
berani mengusik termasuk kelompok tuan rumah di barisan kursi hitam.
"Luhmundinglaya!"
kata Hantu Penjunjung Roh sambil letakkan tangan kanannya ke dada
Luhmundinglaya untuk mengalirkan tenaga dalamnya memberi kekuatan pada si nenek
yang sekarat. "Aku tak tahu kau pingsan atau sekarat! Aku minta kau jangan
mati dulu! Orang yang kau cari semua ada di sini! Luhcinta! Aku Hantu
Penjunjung Roh dan kerabatku Hantu Laekatakhijau! Juga Latampi alias Si
Penolong Budiman!"
Entah
suara ucapan Hantu Penjunjung Roh, entah kekuatan tenaga dalam yang dialirkan
ke tubuhnya, tiba-tiba nenek muka tengkorak di atas tandu bergerak duduk!
Matanya yang selama ini terpejam terbuka nyalang mengerikan, memandang seputar
orangorang yang mengelilinginya.
"Wahai,
dimana aku ini. Masih di dunia atau sudah di alam roh…" si nenek buka
mulutnya, bicara seperti orang setengah mengigau. "Maha Besar Yang
Kuasa…."
Suara si
nenek berubah perlahan lalu mulutnya terkancing dan kepalanya manggut-manggut.
"Luhmundinglaya!
Kita tak punya waktu banyak!
Lekas
katakan rahasia apa yang kau ketahui tentang diri kami semua yang ada di
sini!" Hantu Laekatakhijau bicara keras-keras ke telinga si nenek di atas
tandu. Terompet pertama tiba-tiba menggema keras di seantero Ruang Seribu
Kehormatan.
"Nek,
lekas katakan apa yang mau kau sampaikan!"
Latampi
untuk pertama kalinya ikut bicara sementara Luhcinta pegang bahu si nenek dan
dengan lembut berkata. "Nenek Luhmundinglaya, harapan kami padamu sangat
besar. Tolong kami semua yang ada di sini. Jika kau memang tahu rahasia
kehidupan kami harap segera mengatakan. Kami telah terlalu lama sengsara dalam
ketidak pastian yang meracuni perjalanan hidup kami. Yang Kuasa akan memberi
kekuatan dan berkah padamu…." Sepasang mata Luhcinta mulai berkaca-kaca.
Si nenek di atas tandu juga kucurkan air mata. Suaranya terbata-bata.
"Semua…
semua kesalahanku! Ibu… ibu bayi yang tergantung di hutan itu… Dia… dia bukan
Luhpiranti sebenarnya" Si nenek di atas tandu memandang ke arah Luhniknik
lalu berkata. "Sahabatku Hantu Penjunjung Roh, perempuan malang itu bukan
anak kandungmu, bukan Luhpiranti. Tapi…"
Hantu
Penjunjung Roh kerenyitkan kening. Asap merah berbentuk kerucut di atas
kepalanya mengepul ke atas. Yang lain-lain sama menatap pada Luhmundinglaya.
Mereka semua seperti barusan mendengar sambaran petir.
"Tua
bangka keparat! Kau ini bicara apa?!" bentak Hantu Penjunjung Roh.
Tangannya hendak menjambak rambut si nenek di atas tandu, tapi segera dicegah
oleh Hantu Lembah Laekatakhijau. "Semua orang tahu Luhpiranti adalah anak
kandungku walau kemudian aku sesali seumur-umur karena kawin dengan Latampi
kakaknya sendiri! Gi!a! Kau jangan berani bicara tak karuan!"
Luhcinta
pejamkan matanya yang basah mendengar ucapan neneknya itu. Hatinya seperti
disayat-sayat, Sebaliknya Luhmundinglaya kucurkan air mata. Lalu gelengkan
kepala.
"Nek,
kalau perempuan itu bukan Luhpiranti, bukan ibuku lalu…."
Luhmundinglaya
angkat tangannya memberi isyarat memotong kata-kaia Luhcinta sambil
geleng-gelengkan kepala. Saat itu kumandang terompet yang kedua memenuhi Ruang
Seribu Kehormatan. Si nenek di atas tandu masih saja geleng-gelengkan kepala.
"Nek,
bicaralah! Waktu kita tak ada lagi!" desak Luhcinta setengah meratap.
Sementara Wiro telah berada pula di tempat itu bergabung dengan yang
lain-lainnya.
"Perempuan
itu memang ibumu wahai Luhcinta. Dia ibu kandungmu, tetapi dia bukan
Luhpiranti. Bukan anak Luhniknik nenekmu ini. Bukan adik Latampi…."
"Gila!
Aku mau gila mendengar kata-katamu!"
sentak
Luhniknik alias Hantu Penjunjung Roh. "Kalau perempuan gantung diri di
hutan itu bukan anakku, bukan Luhpiranti lalu siapa dia?!"
"Maafkan
aku Luhniknik. Aku mohon padamu dan pada semua yang ada di sini,"
Luhmundinglaya susut air matanya, lalu meneruskan ucapannya.""Waktu
Luh piranti masih bayi dirinya kuculik, kutukar dengan bayi orang lain…."
"Jahanam!
Mengapa kau lakukan itu!" teriak Luhniknik marah. Luhmasigi guru Luhcinta
juga ikutikutan marah.
"Memang
salahku, memang dosaku…" kata Luhmundinglaya dengan air mata semakin
deras.
"Kulakukan
karena aku kasihan pada bayimu. Kau sendiri tahu, waktu itu hidupmu morat marit
tak karuan dengan Lasegara suamimu. Niatku tidak jahat, aku hanya ingin
menyelamatkan Luhpiranti yang masih bayi. Lagi pula, entah mengapa aku sekali
melihat begitu suka padanya. Daripada hidupnya tersia-sia lebih baik aku pelihara,
Kaiau kuminta padamu pasti kau tidak mau menyerahkan. Lalu kucari bayi lain
yang juga masih merah, kutukar…."
‘Bagaimana
mungkin aku tidak tahu bayiku ditukar orang!" kata Luhniknik lalu pukul
keningnya sendiri.
Tubuhnya
iaiu terhuyung, hampir terhenyak dilantai kalau tidak segera dipegang oleh
Luhmasigi dan Luhcinta.
"Maafkan
aku Luhniknik. Aku juga mohon maaf pada semua orang yang ada di sini…"
"Kemarahan
Luhniknik yang sudah sampai pada puncaknya tapi tidak terlepaskan membuat nenek
satu ini merasa lemas sekujur tubuhnya Iaiu mulai kucurkan air mata.
"Luhmundinglaya perempuan gila…. Kau tahu apa akibat perbuatanmu?
Perempuan yang jadi ibu Luhcinta itu sampai bunuh diri karena menyangka dia
benar anakku, benar-benar adik Latampi!"
"Dosaku
terlalu besar. Itu sebabnya aku mencarimu, mencari Luhmasigi, Luhcinta dan
Latampi. Untuk menceritakan semua kejadian itu, untuk minta maaf dan minta
ampun…."
"Tidak
ada yarig bisa memaafkan dan mengampunimu nenek setan!" ujar Luhniknik.
Dua bola matanya yang berbentuk kerucut merah bergerak-gerak seperti menyala,
"Saat ini ingin sekali aku memecahkan kepalamu.. "
"Nek,
kalau semua ceritamu ini benar adanya…" kata Luhcinta . "Lalu apa
yang terjadi dengan Luhpiranti…."
"Ya!
Kau kemanakan anakku itu?!"
"Aku
lagi-lagi harus minta maaf dan minta ampunmu, Luhniknik…."
"Tua
bangka kurang ajar! Hanya itu saja bisamu! minta maaf minta ampun! Lekas kau
jawab pertanyaan Luhcinta! Jika benar anakku Luhpiranti kau tukar dengan bayi
perempuan yang kemudian jadi ibu Luhcinta, sekarang dimana adanya Luhpiranti!
Apa yang terjadi dengan dirinya!"
"Mohon
ampunmu Luhniknik. Bayi anakmu itu aku pelihara dengan baik. Tapi nasibnya
buruk. Ketika usianya tujuh tahun, dia meninggal dunia akibat serangan demam
panas. Anak itu aku makamkan di satu tempat jauh di selatan Bukit Batu
Kawin."
"Kau
membunuh dua insan tidak berdosa! Anakku dan perempuan yang gantung diri
itu!" teriak Luhniknik. Lalu nenek ini menangis sesenggukan.
"Aku
mohon ampun, dosaku memang setinggi gunung sedalam lautan. Aku…." Suara
Luhmundinglaya terputus. Di tenggorokannya terdengar suara seperti tercekik.
Tubuhnya bergetar keras lalu jatuh tertelentang di atas tandu.
Luhcinta
menekap mulutnya menahan ratap tangis yang seperti hendak meledakkan dadanya.
Ketika akhirnya dia mengangkat kepalanya pandangannya bertemu dengan pandangan
Latampi. Di lubuk hatinya saat itu muncul perasaan betapa besar dosanya selama
ini karena tidak pernah mengakui lelaki itu sebagai ayahnya. Rahasia besar yang
disingkapkan Luhmundinglaya memberi kenyataan bahwa Latampi bukanlah kakak
kandung ibunya. Dan dia terlahir secara wajar dari hasil hubungan sepasang
suami istri yang bukan merupakan kakak adik. Apa yang selama ini menghantui
jalan hidup dan pikiran serta hati Luhcinta kini hilang lenyap tak berbekas.
"Ayah…"
ucapan itu meluncur dari mulut Luhcinta.
"Maafkan
kesalahanku selama ini…" Luhcinta tak sanggup meneruskan kata-katanya.
Gadis ini menghambur masuk ke dalam pelukan Latampi.
"Anakku
Luhcinta…" Latampi memeluk Luhcinta erat-erat dan menciumi keningnya
berulang kali.
DI ATAS
kursi birunya, Naga Kuning berbisik pada Betina Bercula yang kebetulan duduk
duduk di sebelahnya.
"Apa
yang terjadi di sebelah sana. Aku lihat Luhcinta dan Latampi saling menangis
dan berpelukan. Orang-orang itu, mereka tengah bermain sandiwara atau
apa!"
"Tak
dapat kuduga. Saat ini aku tengah memikirkan sesuatu. Apa kau tidak merasa kita
ini seperti sengaja dipindahkan duduk di tempat ini. Pasti ada yang tidak
beres."
"Aku
sudah merasa sejak tadi," jawab Naga Kuning pula. "Coba kau lihat
kesebelah kanan. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hanya terpisah beberapa kursi
dari kita di deretan kursi hitam. Sejak dia kalah gertak tadi sebentar-sebentar
dia melirik pada kita. Agaknya dia hendak melampiaskan kemarahannya pada kita.
Agaknya ada suatu rencana jahat hendak dilakukannya pada kita!”
“Kita
harus waspada.”
“Aku
sejak tadi sudah berjaga-jaga. Kalau dia berani mencelakai kita ditempat ini
dia bakal tahu rasa….”
“Memangnya
kau berani melakukan apa di sarang harimau ini?” tanya Betina Bercula.
“Lihat
saja nanti! Dia celakai kita. Dia akan menyesal seumur hidup!” kata Naga Kuning
pula.
****************************
KETIKA
tadi hampir terjadi bentrokan hebat dan akhirnya Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab dan kawankawan kembali ke kursi barisan hitam, Luhrembulan tidak kembali
ke kursinya di barisan merah, melainkan melangkah ke deretan kursi hitam dan
berhenti di hadapan Sepasang Gadis Bahagia.
"Ada
apa kau berdiri di hadapan kami?!" menghardik Luhkenanga, gadis termuda
dari sepasang gadis kembar ini.
Luhkemboja
sang kakak memegang tangan adiknya sambil tersenyum dia berkata lembut.
"Gadis cantik, aku tidak pernah melihat dirimu sebelumnya. Kecantikanmu
sungguh luar biasa, membuat kami kagum. Sehabis pertemuan ini apakah kita bisa
berjumpa? Jika kau sudi kami berdua akan mengundangmu ke tempat kediaman
kami."
"Aku
tahu apa yang ada di dalam benakmu, wahai gadis bernama Luhkemboja!"
"Hai!
Kau tahu namaku!"
"Lebih
dari itu aku tahu kelainan yang ada dalam dirimu dan adikmu! Kelainan yang
selama ini menebar kekejian tiada tara…."
"Kakakku,
agaknya si cantik ini hendak mengadili kita. Atau hanya sekedar memberi
wejangan! Hik..hik… hik!" Luhkenanga tertawa cekikikan.
"Aku
tidak menyalahkan diri kalian kakak dan adik. Semua kekejian dan perbuatan
mesum yang kalian lakukan terhadap sesama jenis adalah akibat perbuatan jahat
orang lain yang telah mengguna-gunai kalian!"
Sepasang
Gadis Bahagia terbelalak. Saat itu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah
bangkit dari kursinya dan mendatangi. "Gadis berpakaian putih! Kau siapa!
Apa yang kau bicarakan dengan dua cucuku!"
Luhrembulan
tidak perdulikan teguran Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Sambil terus memandang
ke arah dua gadis kembar dia berkata. "Sehabis pertemuan carilah Hantu
Raja Obat. Minta obat penyembuhan padanya. Jika Dewa memberi kesembuhan pada
kalian, jangan lagi berani menebar fitnah bahwa pemuda asing bernama Wiro
Sableng itu telah merampas kehormatan kalian dan gadis-gadis di Negeri
ini!" Habis berkata begitu Luhrembulan memutar tubuhnya dan kembali ke
barisan kursi warna merah.
"Hai!
Tunggu! Jika kelainan dalam diri kami memang akibat guna-guna perbuatan jahat
orang harap kau memberi tahu siapa orang yang telah berbuat begitu keji
terhadap kami?"
Dari
tempatnya duduk di deretan kursi merah Luhrembulan hanya gelengkan kepala lalu
melirik pada Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang membuat tokoh satu ini
kembali merasa bergetar.
"Aneh,
mengapa aku merasa begitu jerih pada gadis satu ini. Padahal wajahnya cantik
luar biasa…"
membatin
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Tiba-tiba tokoh utama Negeri Latanahsilam ini
ingat. Wajahnya langsung berubah. "Astaga Aku ingat sekarang! kejadian di
tepi telaga tempo hari! Aku seperti berada di alam mimpi. Bukankah gadis ini
yang tiba-tiba muncul memberi tahu bahwa dua cucuku Sepasang Gadis Bahagia
mempunyai kelainan, hanya bergairah terhadap sesama jenis sebagai akibat
diguna-gunai oleh seseorang. Gadis ini juga mengatakan bahwa dua cucunyalah
yang telah mencuri Tongkat Bahagia Biru! Berarti, saat itu aku tidak bermimpi!
Gadis ini juga yang memberi tahu kalau Hantu Muka Dua yang telah memperkosa dua
cucuku! Waktu itu dia sempat menghantamku. Aku sanggup dirobohkannya dengan
satu gebrakan saja…" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab merasa tengkuknya
mendadak menjadi dingin. Nyalinya seperti leleh, dia tidak berani memandang ke
jurusan Luhrembulan.
Sementara
itu Luhjelita yang juga berada di barisan kursi hitam bersama-sama Sepasang
Gadis Bahagia, sudah sejak tadi mencari kesempatan untuk mendatangi dua cucu
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu. Dia marah besar terhadap keduanya karena
merekalah yang menebar fitnah bahwa Wiro telah merampas kehormatan dirinya di
dalam sebuah goa!
************************
14
SUARA
terompet menggema untuk ke tiga kalinya di Ruang Seribu Kehormatan. Sesaat
kemudian Hantu Muka Dua muncul dari balik sebuah pintu di dinding hitam,
langsung melangkah dan naik ke mimbar. Semua orang yang ada di barisan kursi
hitam bangkit berdiri dan membungkuk hormat lalu mengelu-elu sang Raja Diraja
dengan tepuk tangan menggemuruh. Para tamu lainnya ada yang ikut bertepuk
tangan sekedar memberi penghormatan.
Hantu
Muka Dua angkat tangan kanannya tinggitinggi. Setelah suara tepukan sirap dan
para pengikutnya di barisan kursi hitam duduk kembali di tempat masing-masing
penguasa Istana Kebahagiaan ini membuka mulut. Suaranya keras menggetarkan enam
dinding ruangan pertanda dia memiliki tenaga dalam sangat tinggi.
"Terima
kasih…. Terima kasih untuk segala kehadiran dan penghormatan. Wahai! Semua
penghormatan itu aku kembalikan pada semua tamu yang ada di sini tanpa kecuali.
Aku mengucapkan selamat datang. Sebelum aku memberi tahukan maksud undangan
pertemuan besar ini, izinkan aku terlebih dulu memberikan kehormatan tertinggi
berupa penghargaan sebuah piagam emas pada seseorang yang selama ini telah
memberikan jasa begitu besar terhadap keakraban hubungan di Negeri Latanahsilam
ini. Orang yang kumaksudkan bukan lain adalah Peri Angsa Putih dari Negeri Atas
Langit!"
Keadaan
di Ruang Seribu Penghormatan hening sesaat lalu suara tepuk tangan menggemuruh,
di tempat duduknya di barisan kursi merah Peri Angsa Putih diam-diam merasa
heran. Selama ini hubungannya dengan Hantu Muka Dua penuh silang sengketa.
Bahkan beberapa waktu lalu dia memusnahkan tempat kediaman Hantu Muka Dua yang
terletak di bawah sebuah telaga. Mengapa kini mahluk itu memuji dan malah
memberi penghormatan dan penghargaan pada dirinya?
Di atas
mimbar, dari balik jubah kebesarannya Hantu Muka Dua keluarkan sebuah benda,
sebuah piagam yang terbuat dari lembaran emas tipis. Dengan wajah berseri-seri
depan belakang Hantu Muka Dua memandang pada Peri Angsa Putih.
"Peri
Angsa Putih, dengan segala kehormatan aku selaku tuan rumah penguasa tungga!
Istana Kebahagiaan meminta kesudianmu untuk menerima piagam emas ini!"
Peri
Angsa Putih masih tetap duduk di tempatnya. Kemudian agak bimbang dia bergerak
bangkit, hantu Muka Dua memberi tanda. Dua orang gadis cantik muncul, melangkah
menuju ke mimbar. Kali ini sang Peri tak mungkin lagi menolak.
Selagi
melangkah ke arah mimbar Peri Angsa Putih tiba-tiba mendengar suara mengiang di
telinganya. Dia melirik ke kanan. Dilihatnya Hantu Tangan Empat bangkit berdiri
dari kursinya di barisan kursi warna hijau. Dia segera tahu yang tengah
menyampaikan ucapan jarak jauh itu adalah kakeknya itu.
"Cucuku,
berhati-hatilah. Selama ini Hantu Muka Dua tidak pernah bersikap ramah
terhadapmu, aku yakin dia mengincar sesuatu pada dirimu. Mungkin nyawamu! Buka
matamu, pasang telingamu!"
Di saat
yang bersamaan Pendekar 212 Wiro Sableng juga mendengar suara mengiang di
telinga kirinya. "Wiro, aku tahu Peri Angsa Putih mencintaimu. Aku menaruh
firasat Hantu Muka Dua tengah melakukan jebakan jahat terhadap dirinya.
Bersiaplah. Lindungi dirinya sebelum terlambat…."
Pendekar
212 bangkit berdiri. Dia memandang berkeliling, mencari-cari siapa gerangan
yang mengirimkan ucapan jarak jauh itu. ketika pandangannya membentur
Luhrembulan dilihatnya gadis itu tersenyum padanya dan anggukkan kepalanya.
Agaknya perlu diingatkan, sebagai penjelmaan Hantu Santet Laknat, Luhrembulan
tetap memiliki semua ilmu kesaktian yang dimiliki si nenek. Satu diantaranya
adalah ilmu yang disebut "Menyadap Suara Batin". Yakni ilmu kesaktian
yang dapat menyampaikan suara dari jauh lewat angin.
Sesaat
murid Sinto Gendeng tatap lekat-lekat wajah cantik jelita Luhrembulan. Hatinya
terenyuh haru. Walau dia tahu dia tak bisa balas menyampaikan ucapan ke telinga
si gadis namun dalam hati Pendekar 212 berkata.
"Luhrembulan,
sungguh tulus hatimu. Selama ini kau menganggap diriku sebagai suamimu. Dan aku
ini hanya milikmu seorang. Selama ini aku merasa seolah kau tidak akan
melepaskan diriku untuk selamalamanya, apalagi kalau sampai ada gadis lain
merasa memiliki diri dan kasih sayangku. Namun ternyata kau masih mau membagi
perhatian untuk melindungi orang yang katamu mencintai diriku. Tuhan akan
memberkahi dan mengasihimu, Luhrembulan…."
Diapit
dua gadis cantik Peri Angsa Putih sampai di depan mimbar. Dua gadis segera
berbisik pergi. Hantu Muka Dua memberi isyarat agar Peri Angsa Putih lebih
mendekat. Peri itu melangkah maju. Jarak mereka kini hanya terpisah satu
langkah. Hantu Muka Dua masih tetap di atas mimbar sedang sang Peri tegak di
lantai agak lebih rendah dari sang penguasa Istana Kebahagiaan itu.
Sambil
tersenyum Hantu Muka Dua membuka gulungan piagam emas. Piagam itu kemudian
disodorkannya pada Peri Angsa Putih sambil berucap.
"Peri
Angsa Putih, terimalah piagam emas ini dengan hati tulus karena Istana
Kebahagiaan memberikannya padamu juga dengan hati tulus…."
Mendengar
ucapan Hantu Muka Dua itu Peri Angsa Putih ulurkan tangan, siap menerima piagam
emas dengan tersenyum pula. Tapi tiba-tiba lembaran piagam emas melayang jatuh
kelantai. Secepat kilat dua tangan Hantu Muka Dua membuat gerakan aneh. saat
itu juga Peri Angsa Putih merasakan sekujur tubuhnya lumpuh tak bisa bergerak
lagi barang sedikitpun!
"Ilmu
Membuhul Urat Mengikat Otot!" seseorang yang mengetahui apa yang terjadi
berteriak dari barisan kursi hijau. Dia bukan lain adalah Hantu Penjunjung Roh.
"Hantu
Muka Dua berbuat keji! Dia melumpuhkan Peri Angsa Putih dengan ilmu Membuhul
Urat Mengikat Otot!" Hantu Selaksa Angin yang juga mengetahui kejadian itu
ikut berteriak.
Dalam
kegemparan yang serta merta meledak di Ruang Seribu Penghormatan tangan kanan
Hantu Muka Dua laksana kilat berkelebat ke dada Peri Angsa Putih.
"Breeettt!"
Pakaian
sang Peri robek besar. Dadanya tersingkap lebar. Sebuah benda empat persegi
panjang memiliki tujuh warna aneh tersembul di antara celah dadanya.
"Batu
Pembalik Waktu!" beberapa orang berteriak hampir berbarengan. Mereka
adalah Pendekar 212 Wiro Sableng, Setan Ngompol, Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab, Lamanyala, Luhrembulan dan Hantu Tangan Empat.
Di tempat
duduknya Naga Kuning tersentak. "Batu Pembalik Waktu? Mana…? Mana
batunya?!" teriak anak ini sambil memukul-mukul tangan Setan Ngompol yang
saat itu duduk terkangkang terkencing-kencing.
"Bocah
geblek! Apa kau sudah buta?! Lihat dada Peri Angsa Putih! Batu itu terselip di
dadanya!"
"Astaga!
Aku tidak memperhatikan! Pandanganku hanya tertuju pada dadanya yang putih
bagus dan kencang!" jawab naga Kuning lalu buka dua matanya lebih lebar,
memandang ke arah dada Peri Angsa Putih yang tersingkap lebar.
"Bocah
edan!" maki Setan Ngompol.
Dengan
gerakan kilat Hantu Muka Dua menyambar Batu Pembalik Waktu yang tersembul di
antara celah dada Peri Angsa Putih. Bersamaan dengan itu dia injakkan kaki
kanannya ke lantai mimbar dimana terdapat sebuah alat rahasia yang jika diinjak
akan menaikkan pelambung isyarat di dalam sebuah ruangan di balik dinding hitam
yang dijaga oleh empat orang pembantu kepercayaan Hantu Muka Dua.
Pada saat
Hantu Muka Dua merampas Batu Pembalik Waktu dari dada Peri Angsa Putih beberapa
orang serta merta berkelebat ke arah penguasa Istana Kebahagiaan itu.
Masing-masing mereka sama hantamkan tangan kanan, berusaha mencegah agar batu
sakti tidak sampai jatuh ke tangan Hantu Muka Dua. Sadar kalau dirinya segera
akan dilanda gempuran serangan mematikan sambil berusaha menginjak alat rahasia
di kaki mimbar Hantu Muka Dua membentengi dirinya dengan ilmu "Tangan
Hantu Tanpa Suara" Ilmu ini adalah ilmu yang dirampas Hantu Muka Dua dari
tangan Hantu Tangan Empat Tubuhnya berputar seperti gasing, membentuk kerucut
terbalik dan mengepulkan asap merah. Siapa saja lawan atau benda apa saja yang
sempat tersedot gerakan berputar, sosok tubuhnya niscaya akan terpental bahkan
bisa hancur luluh!
Orang
pertama yang berkelebat dan menghantam ke arah Hantu Muka Dua adalah Pendekar
212 Wiro Sableng. Sinar putih panas berkiblat dari tangannya, mengeluarkan
suara gelegar dahsyat dan menyilaukan seantero ruangan. Itulah pukulan sakti
"Sinar Matahari"!
Pukulan
ke dua yang melabrak penguasa Istana Kebahagiaan itu adalah selarik sinar
kuning menebar santarnya bau setanggi. Berbarengan dengan itu ada udara sangat
dingin menggetarkan tengkuk semua orang yang ada di sekitar situ.
"Pukulan
Salju Putih Latinggimeru!" seseorang berteriak ketika mengenali pukulan
sakti yang dilepaskan Hantu Selaksa Angin ke arah Hantu Muka Dua itu.
Dari
barisan kursi hitam Lamanyala melesat ke depan, coba melindungi Hantu Muka Dua
dengan hantaman kobaran api dahsyat. Tapi ketika pukulan Salju Putih
Latinggimeru menyerempetnya, kakek satu ini segera terpental. Tubuhnya yang
sudah cidera dan geroak besar semakin ringsak!
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab sudah sejak tadi melompat dari kursi. Namun nyalinya
leleh untuk turun tangan membantu Hantu Muka Dua karena saat itu dilihatnya
Hantu Tangan Empat bergerak mendekati dengan empat tangan terpentang ke atas.
Lalu dari samping lain gadis cantik Luhrembulan sudah bangkit pula dari
kursinya dan memandang mengawasinya. Sesaat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
hanya tegak terdiam. Namun ketika sudut matanya melirik Naga Kuning yang tegak
di kursi kuning bersama Betina Bercula, dendam lama kembali berkobar. Bocah ini
dipilihnya sebagai pelampiasan amarahnya. Sekali berkelebat dia sudah ada di
hadapan Naga Kuning. Apa yang dilakukan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab ini
justru satu kesalahan besar karena sebelumnya Naga Kuning dan Betina Bercula
memang sudah bersiap waspada mengatur rencana kalau sampai si kakek melakukan
sesuatu terhadapnya.
Ketika
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab siap melepaskan pukulan Menara Mayat Meminta
Nyawa ke arah Naga Kuning, dengan cepat Betina Bercula berkelebat lalu
merangkul sekaligus menarik pinggang Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dari
belakang. Tak ampun lagi kakek ini jatuh terhenyak di atas deretan kursi
kuning. Jubahnya tersibak lebar. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Naga
Kuning. Tubuhnya yang kecil dan disertai aji pelicin badan Ilmu Ikan Paus,
menyusup ke bagian bawah jubah si kakek. Tangan kanannya mencengkeram. Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab merasakan ada hawa dingin menyambar selangkangannya.
Ketika dia coba memeriksa kagetlah kakek satu ini. Jeritan keras menggelegar
dari mulutnya. Saat itu dia dapatkan anggota rahasia di bawah perutnya tak ada
lagi! Lenyap tak berbekas! Naga Kuning telah "mengambii" aurat
terlarang sang kakek dengan mempergunakan ilmu Menahan Darah Memindah Jazad yang
dicurinya dari Hantu Selaksa Angin sewaktu si nenek mengajarkan ilmu itu tempo
hari pada Pendekar 212 Wiro Sableng!
Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab menjerit-jerit kalang kabut Dia berkelebat seperti
orang kalap kian kemari. Tapi dalam kegaduhan besar itu dia tak lagi meiihat
dimana beradanya Naga Kuning dan Si Betina Bercula!
Di luar
Istana Kebahagiaan, angsa putih raksasa Peri Angsa Putih yang menangkap
suara-suara aneh dari bangunan dinding Istana berkali-kali. Namun siasia
belaka. Angsa setia tunggangan Peri Angsa Putih ini akhirnya tergeletak dengan
kepala hancur di sisi timur Istana Kebahagiaan.
Mahluk
bernama Sang Junjungan yang adalah guru Hantu Santet Laknat yang telah berusaha
membantu Hantu Muka Dua tersentak kaget ketika dia melihat bagaimana gadis
cantik bernama Luhrembulan ikut menyerang Hantu Muka Dua dengan pukulan Lintah
Penyedot Jantung.
"Pukulan
Lintah Penyedot Jantung! Itu adalah ilmu pukulan yang dimiliki muridku si Hantu
Santet Laknat! Siapa sebenarnya gadis cantik ini?!" Sang Junjungan
berusaha mendekati tapi arus orang yang saling menggebrak membuat dirinya
terpental tak karuan. Ketika kekacauan besar mulai pecah di Ruang Seribu
Kehormatan, Luhkinki dan Luhtinti yang memangku Lakembangan keluarkan seruan
tertahan. Karena tiba-tiba pemuda yang tengah sekarat ini berdiri bangkit
sambil berucap.
"Kaki
mimbar… alat rahasia di kaki mimbar…" Lalu seperti ada satu kekuatan gaib
yang masuk ke dalam tubuhnya pemuda ini melompat berdiri, melangkah cepat
menuju mimbar di tempat mana tengah terjadi perkelahian dahsyat antara Hantu
Muka Dua dan para pembantunya melawan Pendekar 212 yang dibantu oleh para tokoh
pembenci Hantu Muka Dua.
"Lakembangan!
Kau mau kemana?!" teriak Luhkinki.
"Lakembangan!
Kembali ke sini!" berseru Luhtinti.
Tapi
Lakembangan terus melangkah cepat ke arah mimbar. Luhkinki dan Luhtinti segera
mengejar. Begitu sampai di depan mimbar, Lakembangan menyusup di antara
orang-orang yang bertempur lalu jatuhkan diri di kaki mimbar. Dua tangannya
berusaha menggapai alat rahasia yang saat itu siap hendak diinjak Hantu Muka
Dua.
"Jahanam!
Apa yang kau lakukan!" teriak Hantu Muka Dua marah. Kaki kanannya
bergerak.
"Praaakkk!"
Kepala
Lakembangan pecah. Tubuhnya terpental. Usahanya untuk mencegah Hantu Muka Dua
menginjak alat rahasia sia-sia belaka. Nyawanya putus saat itu juga. Sementara
kaki kanan Hantu Muka Dua berhasil menginjak alat rahasia di lantai mimbar
Luhkinki dan Luhtinti sama-sama terpekik. Dua gadis ini berusaha menghalangi.
Dalam marahnya Hantu Muka Dua lupa kalau dirinya mempunyai pantangan membunuh
perempuan. Dia gerakkan tangan kiri dua kali berturut-turut. Melepas pukulan
Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi. Dua jeritan mengenaskan terdengar
di antara hiruk pikuk kegaduhan. Sosok Luhkinki dan Luhtinti terkapar di lantai
ruangan, hanya tinggal berupa tulang belulang mengerikan!
Pendekar
212 Wiro Sableng berteriak marah. Tangan kanannya menyelinap ke pinggang
mencabut Kapak Maut Naga Geni 212. Luhcinta berteriak keras. Latampi keluarkan
bentakan dahsyat. Hantu Tangan Empat gerakkan empat tangannya, menyambar
cucunya Peri Angsa Putih dan membawanya ke tempat aman.
Setelah
membebaskan cucunya ini dari kelumpuhan akibat ilmu "Membuhul Urat
Mengikat Otot" Hantu Tangan Empat cepat-cepat kembali ke tengah ruangan
ikut bergabung menghantam Hantu Muka Dua. Peri Bunda dan Peri Sesepuh tidak
tinggal diam. Hantu Langit Terjungkir menggerung keras. Lakasipo telah lebih
dulu melesat sambil hantamkan kaki batunya. Semua serangan yang dilancarkan
para tokoh di tempat itu diarahkan ke satu sasaran. Hantu Muka Dua! Penguasa
Istana Kebahagiaan membentak garang. Putaran tubuhnya dalam gerak ilmu
"Tangan Hantu Tanpa Suara" semakin kencang. Tangan kirinya melepaskan
pukulan "asap hijau" yang bisa membuat lawan menjadi buta. Lalu dalam
pada itu kaki kanannya yang kini bebas masih sempat menginjak alat rahasia di
kaki mimbar, bersamaan dengan itu Wiro memberi isyarat pada Hantu Langit
Terjungkir agar segera menghantam mimbar. Tidak tunggu lebih lama kakek ini
segera lepaskan Pukulan Dewa Warna Kuning dan Pukulan Dewa Warna Biru ke arah
mimbar. Ruang Seribu Kehormatan itu laksana kiamat ketika sekian banyak pukulan
saling bentrokan dahsyat. Mimbar hancur berantakan. Pada saat itu juga sosok
Hantu Muka Dua kelihatan melesat ke atas. Empat hiasan singa kepala dua yang
tergantung di langit-langit ruangan keluar suara mendesis keras. Lalu dari
lobang mata, hidung, telinga serta mulut hiasan itu mengepul keluar asap merah.
"Bubuk
Maut Penjungkir Syaraf!" seseorang berteriak.
Beberapa
orang yang tak sengaja menghisap asap merah itu langsung roboh dan terjengkang
di lantai dengan mata mencelet mulut berbusa merah!
Kegemparan
tambah menggelegar di Ruang Seribu Kehormatan. Banyak orang coba menerobos
mencari jalan keluar untuk selamatkan diri. Tapi enam dinding laksana benteng
baja yang tak mungkin ditembus.
Ditengah
kegaduhan itu Hantu Langit Terjungkir berteriak keras.
"Lakasipo!
Hantu Bara Kaliatus! Hantu Raja Obat! Kalian semua anak-anakku! Lekas mendekat
kemari!"
Hantu
Muka Dua sempat tercekat mendengar teriakan itu. Namun saat itu dia lebih
memusatkan perhatian pada usaha menyelamatkan diri. Apa lagi sesuai rencana
dilihatnya lantai di depan dinding hitam mulai bergerak turun. Dia cepat
melayang ke bawah.
Hantu
Muka Dua memang hebat luar biasa. Begitu banyak pukulan sakti mematikan yang
menghantam dirinya namun dia masih bisa bertahan menyelamatkan diri dengan ilmu
andalannya "Tangan Hantu Tanpa Suara". Sinar merah berputar dahsyat
melindungi dirinya yang tergoncang hebat kian kemari ketika Latampi memghantamkanya
dengan pukulan "Menebar Budi Hari ke Lima", dan Pendekar 212 susul
dengan pukulan
Tangan
Dewa Menghantam Batu Karang yang didapatnya dari Datuk Rao Basaluang Ameh,
walau dia masih bisa bertahan namun Batu Pembalik Waktu yang ada dalam pegangan
tangan kanannya terlepas mental, mencelat ke langit-langit ruangan di mana asap
beracun dari Bubuk Penjungkir Syaraf menggebugebu siap menebar maut ditengah
pekik jerit dan kegaduhan tiada tara!
Hantu
Muka Dua berseru kaget. Cepat dia lompat ke atas untuk menggapai Batu Pembalik
Waktu, di saat yang sama Peri Angsa Putih juga telah melesat pula guna dapatkan
batu itu Beberapa orang lainnya yang mengetahui benda apa adanya Batu Pembalik
Waktu itu tak tinggal diam. Mereka berserabutan melesat ke atas berusaha
mendapatkan. Orang-orang ini diantaranya adalah Luhcinta, Hantu Berpipa Emas,
Hantu Tangan Empat, Pendekar 212 Wiro Sableng dan Luhrembulan. Yang paling
gesit dan cepat gerakannya adalah mahluk setengah manusia setengah Roh
Luhrinjani istri Lakasipo. Namun sesaat lagi dia hampir berhasil menggapai Batu
Pembalik Waktu dari samping Hantu Muka Dua menyikut rusuknya hingga Luhrinjani
terpental ke kiri.
Selagi
sekian banyak orang berusaha mendapatkan Batu Pembalik waktu, beberapa lainnya
berusaha mencegah atau menyadari tak mungkin bisa mendapatkan batu itu malah
kini lepaskan pukulan-pukulan sakti menghantam batu tujuh warna itu. Kebanyakan
dari mereka adalah yang duduk di barisan kursi hitam yang menjadi kaki tangan
Hantu Muka Dua, kecuali Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang saat itu masih
kalang kabut kelabakan akibat kehilangan barang berharga di bawah perutnya!
Sebelas
pukulan sakti yang dilepaskan para tokoh berkepandaian tinggi menghantam Batu
Pembalik Waktu. Ruang Seribu Kehormatan laksana digoncang seribu gempa! Istana
Kebahagiaan menggeletar dan keluarkan suara berderak. Batu Pembalik Waktu patah
dua. Dua gelombang cahaya yang memancarkan tujuh warna pelangi keluar dari dua
potongan batu lalu mencuat ke udara, melabrak hancur atap Istana Kebahagiaan.
Kemudian dengan mengeluarkan suara mendesis keras dua gelombang cahaya tujuh
warna pelangi itu membalik dan berputar kebawah saling bersambungan satu dengan
lainnya membentuk satu tong raksasa. Semua orang yang ada di dalam Ruang Saribu
Kehormatan tersedot dan tenggelam ke dalam putaran tong raksasa tujuh cahaya.
Jerit
pekik terdengar dimana-mana. Ketika putaran cahaya mulai melesat ke atas,
menggulung dan membawa semua orang yang ada dalam istana Kebahagiaan,
Luhrembulan berusaha mendekati Pendekar 212. Tapi keduanya terpisah cukup jauh.
Gadis ini hanya bisa berteriak.
"Wiro!
Ilmu Membelah Bumi Menyedot Arwah! Lekas hujamkan tumitmu ke lantai! Selamatkan
dirimu!" Luhrembulan berusaha melompat. Dia berhasil mendekati Wiro dan
cepat ulurkan tangannya.
"Wiro!
Pegang tanganku! Cepat!" teriak Luhrembulan.
Hanya
terpisah seujung kuku jari-jari Luhrembulan dan tangan Pendekar 212 akan saling
bersentuhan tibatiba satu ledakan maha dahsyat menggelegar. Semua orang yang
ada di ruang Seribu Kehormatan bermentalan tetapi masih tetap berada dalam
gulungan putaran cahaya tujuh pelangi yang membentuk tong berputar itu. Jerit
pekik tidak terkendalikan lagi. ketika tubuhnya mental, terpisah dari
Luhrembulan, secara tak sengaja Pendekar 212 Wiro Sableng terpelanting di
hadapan Hantu Muka Dua. Semula dia hendak teruskan niatnya mencabut Kapak Maut
Naga Geni 212, tapi maksud itu dibatalkan. Dengan satu gerakan kilat Wiro
hantamkan telapak tangan kanannya ke kening musuh besarnya itu.
"Plaaakkk!"
Hantu
Muka Dua terpental dua tombak. Matanya mendelik. Mulutnya keluarkan jeritan
setinggi langit. Di keningnya yang hangus mengepulkan asap Kini tertera tiga
deretan angka: 212!
Sewaktu
ledakan maha dahsyat menghancurkan Istana Kebahagiaan hingga berkeping-keping,
gelombang tujuh warna berbentuk tong raksasa menderu dahsyat, mengiblatkan
sinar menyilaukan lalu melesat ke udara seolah menembus langit. Kemudian lenyap
tak berbekas seperti ditelan jagat raya. Perlahan-lahan debu, tanah dan kerikil
hancuran bangunan Istana Kebahagiaan luruh ke bawah. Puncak bukit batu di mana
Istana itu berdiri sebelumnya kini kelihatan hanya tinggal berupa satu kawasan
rata dan sunyi. Kemanapun mata memandang tak ada pepohonan atau satu mahluk
hiduppun yang tampak.
TAMAT
No comments:
Post a Comment