Kiamat Di Pangandaran
WIRO
SABLENG
Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212
Karya:
Bastian Tito
*******************
SATU
LANGIT di
atas teluk Penanjung di Pangandaran tampak bersih tak berawan sedikit pun.
Sinar sang surya yang tidak terhalang terasa semakin terik begitu sang penerang
jagat ini merayap semakin mendekati titik tertingginya.
Di puncak
bukit karang sebelah timur Ratu Duyung yang merupakan tokoh silat golongan
putih pertama yang muncul di tempat itu, masih tegak terheran-heran ketika dia
melihat lblis Pemabuk berada di bukit sebelah barat.
"Manusia
satu ini sulit diduga jalan pikirannya. Ketika bertamu ke tempatku jelas dia
menunjukkan sikap berbaik-baik dengan orang-orang golongan putih. Sekarang
tahu-tahu dia berada di pihak sana. Hemmm …. Jangan-jangan si gendut buruk itu
sudah termakan rayuan manis Pangeran Matahari dan tipuan busuk minuman keras.
Aku melihat ada lima gentong raksasa di bukit sana. Pasti berisi minuman keras kesukaannya
…. Manusia kalau sudah jadi budak minuman dirinya pun akan dijualnya. Sayang…
sayang sekali …."
Selagi
sang Ratu membatin seperti itu, tiba-tiba satu bayangan berkelebat dan di lain
kejap sudah tegak di depannya. Dua orang anak buah Ratu Duyung cepat melompat
ke depan sambil melintangkan senjata berupa tongkat besi yang ujungnya
memancarkan sinar biru menggidikkan.
Sambil
menekan rasa terkejutnya Ratu Duyung memberi isyarat pada ke dua anak buahnya
untuk mundur. Lalu dia memandang pada orang yang tegak di hadapannya. Seorang
tua berpakaian rombeng. Selapis kulit tipis yang menutupi wajahnya berwama
sangat pucat. Rambutnya yang putih panjang melambai-lambai ditiup angin.
"Orang
tua, apakah kau tidak tersesat datang ke bukit ini? Bukankah kau yang dijuluki
Si Muka Mayat alias Si Muka Bangkai, guru Pangeran Matahari … ?"
Ratu
Duyung menegur. Cermin bulat dalam geng-gamannya ditempelkan ke dada.
Orang tua
bungkuk berpakaian rombeng yang memang guru Pangeran Matahari adanya tertawa
mengekeh.
"Ratu
Duyung, Ratu maha sakti maha cantik …. Bagus dan syukur sekali kau telah
mengenali diriku hingga aku yang tua ini tidak perlu repot-repot menerangkan
siapa diriku!"
Ratu
Duyung tersenyum. "Pujian bisa menyesatkan. Kau yakin tidak tersesat
datang ke bukit ini?" "Tentu saja tidak," sahut Si Muka Mayat.
"Aku datang ke sini untuk membincangkan satu hal sangat penting yang bakal
menguntungkan dirimu …."
"Hemmm
…. Jika seorang musuh menawarkan satu keuntungan ini adalah satu hal yang patut
ditanyakan dan dicurigai …."
Si Muka
Bangkai tertawa panjang. "Ratu Duyung, waktuku tidak banyak. Sebelum
kawan-kawanmu berdatangan aku ingin mengatakan sesuatu padamu.
Maksudku
lebih jelas adalah menawarkan sesuatu padamu …. Sesuatu yang menyangkut keadaan
dirimu dan masa depanmu!"
"Orang
tua, ucapanmu menarik sekali. Harap kau suka meneruskan dengan cepat karena aku
pun tidak suka berbincang berlama-lama denganmu!" kata Ratu Duyung pula.
"Aku
sanggup mencarikan seorang perjaka yang bisa menyembuhkan dirimu dan
memusnahkan kutukan yang selama ini menyiksa dirimu …."
Paras
Ratu Duyung kelihatan berubah. "Apa kau menawarkan dirimu atau muridmu
Pangeran Matahari?!"
Si Muka
Mayat tertawa bergelak. "Aku yang sudah tua bangka reot begini mana
mungkin masih perjaka. Muridku si Pangeran Matahari itu jelas sudah tidak
perjaka lagi. Yang ingin kutawarkan padamu adalah seorang Pangeran dari
Surokerto yang aku kenal baik. Orangnya gagah. Kau pasti tidak kecewa. Jika kau
suka silahkan kau mengatur pertemuan …."
Ratu
Duyung walaupun sangat marah saat itu namun masih bisa tersenyum. "Sayang
aku tidak suka pada tawaranmu itu. Juga tidak suka pada Pangeran yang kau
sebutkan itu …." Habis berkata begitu Ratu Duyung menatap ke langit.
"Matahari sudah tinggi, selagi kau masih ada kesempatan . untuk kembali ke
bukit di sebelah barat sana, sebaiknya lekas-lekas kau angkat kaki.
Kawan-kawanmu akan kecewa kalau kau sampai menemui ajal lebih dulu di sarang
musuh!"
Si Muka
Bangkai menggeram dalam hati. "Aku tahu kehebatan para tokoh silat
golongan putih, termasuk dirimu. Tapi jika aku tidak punya nyali mana aku akan
menjejakkan kaki di tempat ini?” Saking geramnya setelah mengeluarkan kata kata
itu Si Muka Bangkai pergunakan tangan kirinya untuk mencengkeram ujung runcing
batu karang yang ada di dekatnya. Batu karang itu serta merta berubah menjadi
hitam dan mengepul tanda di selimuti hawa panas luar biasa. Ketika si orang tua
menjentikkan jari-jari tangannya batu karang itu langsung bertaburan ke udara,
berubah menjadi debu hitam yang sangat halus!
"Orang
tua, mengapa kau tidak lekas angkat kaki?! Apa kau kira kami di sini perlu
tukang sulap sepertimu?" ujar Ratu Duyung. Lalu dia gerakkan tangannya
yang memegang cermin bulat. Sinar putih menyilaukan berkiblat ke arah taburan
halus debu karang. Serta merta debu-debu halus itu berubah menjadi merah
membara. Ratu Duyung gerakkan lagi cerminnya. Ribuan bahkan mungkin jutaan debu
merah bergerak laksana sebuah tabir kearah Si Muka Bangkai.
Orang tua
yang memiliki ilmu kebal segala benda panas ini ganda tertawa ketika dapatkan
dirinya diserang oleh debu-debu merah membara itu. Dia sengaja tegak
terbungkuk-bungkuk sambil bertolak pinggang menuju datangnya serangan dinding
debu. Tapi Ratu Duyung yang sudah pernah mendengar kehebatan Si Muka Bangkai
ini berlaku cerdik. Sekali agi cermin bulatnya digerakkan. Dinding debu
bertabur ke udara. Kini jutaan debu menyambar ke arah si orang tua dari ratusan
arah.
Si Muka
Bangkai dorongkan ke dua tangannya ke depan. Sebagian debu panas merah tersapu
mental dan lenyap namun sebagiannya lagi lolos dan menyerang ke arah setiap
lobang yang ada di tubuhnya.
Orang tua
ini terbatuk-batuk. Matanya jadi perih dan telinganya seperti mengiang. Sebelum
nafasnya menjadi sesak cepat-cepat dia melompat mundur seraya kirimkan satu
pukulan sakti ke arah Ratu Duyung. Sang Ratu menyambut dengan kerlipan cahaya
dari cermin bulatnya. Dua kekuatan tenaga dalam saling beradu di udara.
"Dess
… dess!"
Si Muka
Bangkai merasakan tangannya kesemutan dan denyut darah dalam urat-urat besar di
tubuhnya menjadi kacau. Cepat-cepat dia menyeIinap ke balik batu karang besar
lalu melompat jauh dan turun dari bukit, kembali ke bukit sebelala barat, Ratu
Duyung sendiri sesaat tampak tergontai-gontai namun segera dapat menguasai
dirinya kembali.
Belum
sempat Si Muka Bangkai memberi tahu kegagalan pertemuannya dengan Ratu Duyung
di bukit sebelah timur yang hanya dipisahkan oleh satu pedataran pasir berbatu-batu
selebar lima tombak, tiba-tiba terdengar suara seperti cambukan cemeti yang
menyakitkan telinga. Suara cemeti ini sesekali diseling oleh suara tawa
membahana disertai maki-makian.
Orang-orang
di bukit sebelah barat termasuk Si Muka Bangkai yang baru saja kembali dari
bukit timur jadi melengak dan memperhatikan dengan mata dibesarkan.
"Ha
… ha … ha … ! Lihat keledai dungu! Tolol bodoh! Mendaki bukit jelek begini saja
tidak mampu! Ayo jalan! Lari! Lari atau kupecut bokongmu! Ha … ha … ha!"
Lalu terdengar suara cemeti berkelebat berulang kali. Tak lama kemudian semua
mata sama menyak-sikan bagaimana seorang bertubuh sangat gemuk, berbobot
sekitar 200 kati mendaki menuju puncak bukit karang dengan menunggang seekor
keledai kecil kurus! Tapi jika diperhatikan temyata si gemuk ini bukannya
menunggang karena walau pantatnya berada di atas punggung keledai tapi ke dua
kakinya menjejak tanah dan berjalan mengikuti langkah empat kaki keledai!
Selain itu setiap dia memecutkan cemetinya, bukan tubuh keledai itu yang
dihantamnya tapi pahanya sendiri yang dideranya hingga celana hitamnya robek di
sana-sini.
"Perjalanan
gila yang melelahkan! Ha. .. ha. .. ha!" kata si gendut begitu sampai di
puncak bukit karang.
"Ada
apa sebenamya di tempat ini? Hari sepuluh bulan sepuluh! Kukira ada pesta makan
besar. Yang kulihat cuma manusia-manusia tegak berdiam diri. Entah sedang
kebingungan entah lagi tegang! Kalau lagi bingung apa yang dibingungkan! Kalau
lagi tegang apanya yang tegang! Ha … ha … ha … ha…!"
Si gendut
terus mengumbar tawa mengekeh. Ketika tawanya sekonyong-konyong lenyap dia lalu
sorongkan kepalanya ke depan. Tangan kirinya diletakkan di atas kening. Tangan
kanan menunjuk ke bukit di seberangnya ke arah Dewa Sedih yang sedang menangis
tersedu-sedu.
"Anak
cengeng itu! Mengapa dia bisa kesasar ke sana?!" ujar si gendut. Lalu dia
berteriak. "Hai Dewa Sedihf Kalau mau nangis mengapa jauh-jauh sampai ke
sini! Ha. .. ha … hal Anak brengsek! Seumur hidup bisanya cuma mengeluarkan air
mata! Ha … ha … ha!" Di bukit seberang sana Dewa Sedih bangkit berdiri
dari atas batu karang lalu mengepalkan tinjunya ke arah si kakek gendut. Walau
dia sangat marah saat itu tapi wajahnya tetap saja ditekuk sedih.
"Orang
sombong selalu tertawa! Dewa Ketawa! Kau selalu mencampuri urusanku! Kau selalu
mengintili ke mana aku pergi! Hik … hik! Aku kakakmu memerintahkan agar kau
segera minggat dari tempat itu. Hik … hik … hik!" Habis mengancam Dewa
Sedih menangis sejadi-jadinya. Temyata oi gendut yang datang menunggang keledai
adalah Dewa Ketawa, adiknya sendiri.
"Kau
boleh saja memerintah! Tapi hari ini bukan urusan kakak denqan adikl Tapi
urusan dengan orang-orang yang kepingin cepat-cepat matil Ha. .. ha … ha!"
Menjawab Dewa Ketawa dari seberang bukit.
Dewa
Sedih banting-bantingkan kakinya ke batu bukit lalu kembali ke tempat duduknya
di gundukan batu dan meneruskan tangisnya.
Pangeran
Matahari mendekati Dewa Sedih dan berkata. "Kau harus membunuh adikmu itu.
Kau dengar!"
"Hatiku
sedih …. Hatiku sedih!" jawab Dewa Sedih lalu menangis lagi.
”Jahanam!"
maki Pangeran Matahari. Baru saja dia menyumpah seperti itu di bukit sebelah
timur kembali terjadi satu hal yang menarik perhatian. Di antara suara tawa
Dewa Ketawa tiba-tiba terdengar suara kerontangan kaleng yang keras sekali,
membuat gendang-gendang telinga serasa ditusuk.
Si Muka
Bangkai tampak tercekat sementara Delapan Tokoh Kembar di lereng bukit
kelihatan termangu-mangu, memandang tak berkesip ke arah bukit di hadapan
mereka. Seorang kakek bercaping, berpakaian compang camping, membekal sebuah
buntalan butut dan membawa sebuah tongkat buruk berjalan melenggang lenggok
sambil menggoyang-goyangkan sebuah kaleng rombeng di tangan kanannya!
Begitu
sampai di puncak bukit langsung saja dia melompat ke atas kereta dan duduk
uncang-uncang kaki sambil kerontangkan kaleng rombengnya tiada henti. Ketika
Ratu Duyung melirik padanya dia menjura sambil angkat capingnya dan berkata.
"Cucuku bermata biru nan cantik jelita! Jangan marahi aku ya kalau aku
kurang ajar duduk di atap keretamu! Seumur hidup aku belum pernah naik kereta
sebagus ini. Jadi duduk di atapnya saja sudah seperti di sorga rasanya! Harap
kau maklum! Sekian tak lebih tak kurang dan terima kasih!"
Ratu
Duyung cuma bisa tersenyum. Dia lalu memandang ke arah utara. Hatinya saat itu
kurang tenteram. Ada satu hal yang menjadi pikirannya. Kalau Pendekar 212 Wiro
Sableng tidak muncul di tempat itu sia-sialah perjalanan jauhnya dari laut
selatan sampai ke puncak bukit itu!
"Kakek
Segala Tahu!" berbisik Si Muka Bangkai pada muridnya ketika dia mengenali
siapa adanya kakek bercaping dan membawa kaleng rombeng yang barusan datang.
"Aku
sudah tahu," jawab sang murid. "Aku tidak perduli mereka semua. Musuh
besarku masih belum kelihatan! Gurunya si nenek keparat bemama Sinto gendeng
itu juga tidak tampak mata hidungnya! Dia akan menyesal kalau tidak menghadiri
kematian muridnya di Pangandaran ini!"
Belum
lagi perhatian orang terhadap Kakek Segala Tahu sirap tiba-tiba dua sosok aneh
berkelebat di puncak bukit karang sebelah timur. Mereka adalah orang-orang yang
menyelubungi tubuh merek dengan kain putih. Di bagian kepala kain putih Itu
diikat begitu rupa hingga menyerupai pocong!
Dari
kedua orang ini yang kelihatan hanyalah sepasang mata mereka di bagian kain
yang sengaja dilubangi.
"Mayat
hidup dari mana yang kesasar ke sini? berseru Dewa Ketawa lalu si gemuk ini
tertawa gelak-gelak. Kakek Segala Tahu tenang-tenang saja seolah tak perduli
dengan kemunculan dua orang berselubung kain putih itu. Apalagi mereka sengaja
tegak agak jauh dan kelihatannya tengah berbisik-bisik.
"Aku
belum melihat mata hidungnya!" kata orang berselubung di sebelah kanan.
"Aku
tidak heran kalau dia tidak sampai datang ke sinil Soalnya aku meragukan
otaknya masih waras atau tidak!"
"Setan
kau! Jangan kau berani menghinanya…. Aku tahu kau beberapa kali berusaha
menjebaknya!"
"Hik.
.. hik …. Aku tidak sungguhan dan tidak berniat sejauh itu. Hanya hal satu itu
yang aku pantas memujinya! Hik.. . hik!"
"ltu
katamu sekarang! Kalau dulu kau memang berhasil …. Hemmm …. ‘Kubembeng usus
besarmu sampai ke ujung dunia!"
"Hik
… hik … hik!"
"Sudah!
Jangan tertawa juga. Apa kau masih punya persediaan minyak wangi? Tubuhku sudah
keringatan. Aku kawatir nanti dia mengenaliku … ." Dari balik pakaian
anehnya orang disebelah kanan mengulurkan tangan menyerahkan sebuah tabung
kecil terbuat dari bambu.
"lni
yang terakhir. Setelah itu jangan harap aku akan memberikan lagi padamu!"
"Kurasa
ini kali yang penghabisan aku meminta minyak wangi padamu! Setelah persoalan
gila di tempat ini selesai, aku tidak butuh lagi …!"
"Berarti
kau akan kembali ke bau badanmu semulal Hik … hik … hik!"
"Diam!
Jangan tertawa tidak karuan di tempat seperti ini!" kata orang berselubung
sambil menyirami tubuhnya dengan minyak wangi. Dia memandang ke lereng bukit di
depannya lalu berkata.
"Coba
kau lihat ke sana. Aku hampir tak percaya. Delapan Tokoh Kembar mau-mauan
datang ke sini jadi kaki tangan membantu Pangeran Matahari!"
"Astaga!
Setahuku mereka adalah orang-orang yang tidak terlalu usil. Meskipun brengsek
namun tidak mau membuat bentrokan dengan kita orang-orang golongan putih …
."
"Hemmm
… Aku bisa mengira jalan ceritanya. Rata-rata Delapan Tokoh Kembar itu tidak
punya iman teguh. Gampang tergoda, terutama oleh harga dan perempuan. Aku
melihat ada seorang gadis cantik berbaju biru mendampingi mereka. Pasti ini
penyebabnya!"
"Celakal
Kalau Delapan Tokoh Kembar menyerbu berbarengan langit pun bisa diruntuhkannya.
Kita harus mencari akal!"
"Tak
usah kawatir. Serahkan mereka padaku. Tapi aku perlu bantuan beberapa orang
lagi.
“hmm ….
Hik … hik. .. hik!"
"Sialan
kau! Masih saja tertawa tidak karuan. Apa Kamu tidak mendengar ada satu orang
gila lagi tengah berlari mendaki bukit menuju ke mari?!"
*******************
DUA
DI PUNCAK
bukit karang sebelah timur tiba-tiba terdengar suara orang berlari sambil
bemyanyi-nyanyi. Hanya sesaat kemudian berkelebatlah satu bayangan putih. Orang
ini temyata seorang kakek berambut putih jarang, memelihara kumis dan janggut
panjang putih. Matanya yang sangat lebar terpuruk dalam pipi dan rongga cekung.
Mukanya
hampir tidak berdaging. Sekilas tampang manusia satu ini hampir sama dengan Si
Muka Bangkai. Bedanya Si Muka Bangkai sudah bungkuk sedang yang satu ini masih
kelihatan gagah.
"Astaga!
Dia rupanya!" Salah seorang berselubung kain putih keluarkan seruan kaget.
Ada kilatan cahaya aneh pada sepasang matanya. "Keadaannya masih gagah,
sikapnya masih ceria. Tapi pada sepasang matanya terbayang banyak penderitaan
hidup …."
"Eh
sobatku, kau kenal orang gila itu?!" bertanya sang teman di sebelahnya.
"Aku dengar kau bergumam seperti bicara sendirian!"
"Lebih
dari kenal! Dia …."
"Kau
tak bisa meneruskan ucapan. Aku dengar suara seperti keselekan di
tenggorokanmu! Ah! Aku ingat sekarang! Kau punya hubungan mesra dengan kakek
itu di masa muda puluhan tahun silam. Dan aku juga ingat. Si Muka jerangkong
itu adalah Tua Gila dari Pulau Andalas!"
"Ssttt!
Jangan keras-keras bicara! Nanti setan alas itu mendengar dan mengenali
diriku!"
"Hik
… hik … hik! Kau berlagak malu tak mau dikenali, tak mau ditemui. Padahal aku
tahu betul hatimu saat ini sedang berbunga-bunga melihat dirinya!"
"Jangan
meracau tak karuan!"
"Hik
… hik. .. hik!"
Orang tua
yang baru datang dan bukan lain adalah Tua Gila adanya hentikan nyanyiannya
yang tak karuan. Dia memandang berkeliling. Lalu berseru "Onde …. Onde!
Betul ruponyo! Hari sapuluah Bulan sapuluah! Banyak urang-urang gilo bakumpua
Di siko! Ha … ha … ha!"
"Si
tua bangka itu kumat gilanya! Bicara memakai bahasa sendiri! Dikira saat ini
dia berada di kampungnya!" Salah satu orang berselubung kain putih
keluarkan suara mengomel. Sementara di bagian yang lain Dewa Ketawa kembali
tertawa gelak-gelak.
Tua Gila
lanjutkan ocehannya. Seolah mendengar omelan orang dia tidak lagi menggunakan
bahasa daerahnya. "Kalian semua adalah teman-teman yang tidak pernah aku
jumpa selama puluhan salam Hormatku untuk kalian … ." Lalu Tua Gila
mem-bungkuk memberi hormat pada orang-orang di depannya sambil menyebut nama.
"Dewa
Ketawa ….”
”kakek
Segala Tahu ”
”…. Ah,
yang dua itu bersembunyi di balik kain kafan, aku tak bisa mengenali! Ha …ha..
ha … Tapi biar aku memberi hormat juga pada dua hantu kuburan ini! Ha… ha…
ha!" Lalu Tua Gila membungkuk memberi hormat pada dua sosok yang
berselubungkan kain putih. Salah satu dari dua orang berselubung tampak salah
tingkah. Untung saja tubuh dan wajahnya tertutup kain putih.
Tua Gila
memandang ke jurusan Ratu Duyung. Sambil membungkuk dia berkata. "Mataku
sudah lemur, pendengaranku kurang tajam. Sahabat muda yang cantik jelita ini
belum kukenal belum pernah kudengar. Hormatku untukmu…."
Ratu
Duyung membalas penghormatan itu dengan menjura tapi membatalkan niatnya ketika
didengamya Tua Gila berkata. "Gadis cantik, mudah-mudahan kau segera
mendapatkan jodoh! Aku turut berdoa untukmu! Ha … ha … ha!" Tua Gila
lantas kedap-kedipkan matanya beberapa kali.
Paras
Ratu Duyung kelihatan menjadi merah. Ada satu getaran aneh terjadi dalam
tubuhnya. "Apa maksud orang tua ini dengan ucapannya tadi? Aku akan
mendapatkan jodoh? Siapa?" Ah, hanya seorang tua gila mengapa aku harus
memikirkan segala ucapannya!" Ratu Duyung membatin.
"Sepi
sekali di sini. Semua kulihat pada tegang, untuk melenyapkan kesunyian dan
ketegangan biar aku menyanyi!"
Di atas
kereta Kakek Segala Tahu kerontangkan kaleng rombengnya. Di sebelah sane Dewa
Ketawa kumat penyakitnya dan mulai mengumbar tawa. Tua Gila buka mulutnya
lebar-lebar seperti benar-benar mau menyanyi. Tapi temyata tidak. Karena
tiba-tiba dia palingkan kepalanya ke arah utara lalu berseru.
"Teman-temanl
Apa kalian tidak mencium bau sesuatu yang harum…?" Tua Gila mendongak dan
menghirup udara dalam-dalam. Yang lain-lain jadi ikut-ikutan
Baru satu
kali orang-orang di bukit itu mengendus tahu-tahu seorang tua berpakaian
selempang kaln biru sudah berada di situ. Dia memanggul sebuah bumbung bambu dl
bahu kiri kanan. Dia layangkan pandangan pada semua orang yang ada dl situ
sambil elus-elus janggutnya yang putih sedada. Salah seorang dari dua sosok
berselubung kain putih keluarkan suara mendesah halus dan tangan kanannya
ditekapkan ke dada seolah menahan degup jantungnya yang tiba-tiba bergoncang.
"Eh,
ada apa? kawan di sebelahnya bertanya.
"Kau
seperti kaget melihat si tua gagah itu …. Kau memegangi dada. Apa jantungmu mau
copot?!"
"Tidak
…. Aku tidak apa-apa. Hanya nafasku terasa sesak, karena terus-terusan berada
di balik selubung ini!"
Kawan
orang berselubung ini keluarkan tawa perlahan lalu setengah berbisik dia
berkata. "Tadi kau menggodaku! Sekarang gilirankul Jangan kau klra aku
tidak tahu hubunganmu di masa muda dengan si tukang minum itu. Hik … hik …
hik!"
"Kita
sama-sama kena batunya. Jadi harap berhenti" Orang tua berjanggut putih terus
layangkan pandangan. Nampaknya dia seperti mencari-cari seseorang. "Anak
setan itu pasti telah mendustaiku. Orang yang dikatakannya tak ada di
sini!" Beberapa saat lamanya dia pandangi dua sosok berselubung kain
putih. Lalu dia berpaling ke kiri. Pandangannya terbentur wajah dan sosok Ratu
Duyung. Tidak berkesip mata itu memperhatikan dari rambut sampai ke kaki lalu
dia gelengkan kepala berulang kali!
"gluk
… gluk .. gluk!"
Terdengar
suara tenggorakannya meneguk lahap tuak wangi mumi yanq dikenal dengan nama
tuak kayangan Dewa ketawa meledak tawanya ketika dia melihat orang tua ini. Dia
menunjuk lalu mulutnya menyerocos “ kita sama-sama dipanggil orang dewa. Tapi
mengapa minum sendiri saja tidak membagi bagi ! sungguh tidak sopan!
Ha…ha…ha…!”
Orang tua
yanq membawa tuak berpaling lalu menjawab ”Anak kecil berapa sih usiamu! Kalau
kuberi tuak kayangan ini nanti kau bisa mabok! Syukur-sukur kalau kau Cuma
ngompol”
"Ah,
sudah tua nyatanya mulutmu masih suka Bicara jorok" kata Dewa Kelawa, Dia
tertawa dulu sebentar baru melanjutkan ucapannya. "Kau pasti tahu, lelaki
mana ada yang suka ngompal! Ngompol itu kan penyakitnya perempuan!" Dewa
Ketawa kembali tertawa terpingkal-pingkal.
"Si
Dewa Ketawa sialan itu, apa kau kira dia merasani diriku?"
"Hik
… hik! Perlu apa dipikiran ucapan orang-orang gila!" jawab si teman.
"Yang musti kau pikir dan doakan adalah orang yang kita tunggu"
"Seumur
hidup aku tidak pernah mendoakannya Kalau dia sampai tidak datang, berarti
mencari sengsara sendiri! Atau mungkin dia masih dikepung pikiran takut karena
kitab itu tidak ada lagi padanya?!
Diatas
atap kakek segala tahu goyang-goyangkan tangan kanananya tiada henti. Suara
berisik membuncah puncak bukit itu, terdengar jelas sampai kebukit
diseberangnya. Saat itu orang tua ini sebenamya sedang risau, dia mendongak
kelangit ” matahari memang sudah tinggi, tapi tengah hari masih lama, kalau
anak itu datang terlalu cepat dan setan iblis dibukit sana keburu menyerbu,
urusan bisa kapiran! Hmmmm…. aku mesti melakukan apa?”
*******************
TIGA
Kita
kembali beberapa saat sewaktu dewa tuak tengah berlari cepat menuju teluk
penanjung di pangandaran. Di satu tempat dia hentikan larinya dan memamdang
kearah kejauhan, desisnya.
”Yang
dibarat ditancapi bendera hitam yang di timur ditancapi bendera putih diatas
sebuah kereta ! hhhhmmm tanda-tanda apa ini ?”
Selagi
dia berkata-kata sendirian, seperti itu, dari Balik lamping batu karang
terdengar suara.
”ssssttt….
Suro Lesmono ! sedang apa kau disitu?"
Paras
Dewa Tuak berubah. Dia berpaling ke arah Batu karang dan dengan cepat peganq
tabung bambu di sebelah kanan.
"Seklan
puluh tahun dunia terkembang! Puluhan tahun malang melintang! Tidak banyak yang
tahu nama asliku” Lalu orang tua Ini berteriak, "Orang di balik karang
Lekas unjukkan dirumu! "
Tak ada
gerakan, tak ada jawaban.
"Bagus
Kau minta aku hancurkan rupanya!" Dewa Tuak menggeram. Tabung bambu yang
sudah Dipegangnya didekatkan ke bibir lalu "gluk. .. gluk … gluk!’ Minuman
keras itu diteguknya beberapa kali. Begitu mululnya penuh tuak, minuman keras
itu lalu disemburkannya ke arah batu karang. Terjadilah satu hal yang hebat.
Batu karang kukuh atos Itu pecah di beberapa bagian. Kepingan-kepingannya
berpelan-tingan ke udara.
Sekali
lagi Dewa Tuak meneguk Tuak dalam bambu. Ketika dia hendak menyembur untuk ke
dua kalinya dengan mengerahkan tenaga dalam dua kali lipat dari yang tadi, dari
balik batu karang yang hancur itu menghambur sesosok tubuh berpakaian hitam
disertai seruan ” Dewa tuak tahan !”
"Anak
setan?" Kau rupanya!" Dewa Tuak mendamprat begitu melihat yang
berdiri didepannya adalah pendekar 212 Wiro sableng ” lama tidak bertemu,
sekali bertemu kau kurang ajar! Cepat Kau katakan dari siapa kau tahu namaku
hah! ”
”Jangan
marah dulu kek!” kata wiro sambil tersenyum-senyum yang membuat dewa tuak jadi
tambah jengkel. ”Ada satu orang yang memberi tahu namamu itu, Dia juga bertitip
pesan ingin sekali bertemu denganmu, kurasa dia sudah ada dipuncak bukit sana
menunggumu!”
” Orang
itu lelaki atau peerempuan?" lalu seka mulutnya yang penuh dengan tuak.
”perempuan!”
“Masih
muda ataukah sudah tua?” tanya dewa tuak lagi.
“Bisa
muda bisa tua!” jawab murid sinto gendeng.
"Anak
kurang ajar Jangan kau berani main-main padaku!"
"Aku
tidak main-main"
Dewa Tuak
dekatkan lagi tabung bambu kebibimya lalu meneguknya tuaknya banyak sekali
sampai mukanya merah laksana udang rebus.
"Kau
tahu Nama perempuan itu’? tanyanya kemudian.
"Namanya
aku tidak tahu. Tapi gelamya tahu … !’
"Sialanl
Sebutkan saja gelamya!" kata Dewa Tuak lalu meneguk tuaknya dari bumbung
bambu.
"lblis
Putih Ratu Pesolek!"
Tenggorokan
dewa Tuak tercekik mendengar Julukan yang disebutkan pemdekar 112. Air mukanya
yang merah sesaat tampak memutih. Dihadapannya dilihatnya wiro senyum-senyum
" Setan
alas ini tahu apa hubunganku dengan perempuan itu.. !.’" Dewa tuak
berpikir-pikir.
”Kek, kau
tunggu apa Iagi ! lekas naik ke bukit! Dia pasti sudah menunggumu. ..!"
"Anak
setan! ,Jangan kau berani menggodaku, kau sendiri mengapa berada disini bukannya
naik ke bukit!. Aku lihat dibukit sana musuh-musuhmu sudah lengkap menunggumu,
siap membunuhmu sampai lumat!”
Wiro
menyeringai" kau pergi saja duluan kek, aku masih ada dua hal yang harus
kukerjakan…”
”hmmmm
apa saja pekerjaan itu? ”
”menunggu
seseorang dan memeriksa keadaan dikawasan ini! Kau tahu Pangeran matahari
adalah manusia keji licik, bukan mustahil dia hendak menyiasati kita!”
"Siapa
orang yang kau tunggu?”
”Pasti
seorang gadis!"
"Ah
…. kau memang betul. Aku. …"
"Orangnya
si Bidadari Angin Timur itu?!"
"Et,
bagaimana kau bisa tahu Kek?" ujar Wiro terbelalak.
"Ha
… ha… ha Dewa Tuak teguk dulu tuak harumnya baru menjawab."Kau tengah
menghadapi satu teka-teki besar anak muda….. Kau pecahkanlah sendiri!"
Setelah meneguk tuaknya sekali lagi Dewa tuak meninggalkan tempat itu.
Pendekar
212 Wiro sableng garuk-garuk kepala. Dia menatap ke langit.
"masih
lama datangnya tengah hari, Masih ada kesempatan untuk bertanya pada kakek
segala tahu, aku sudah mendengar suara kerontangan kaleng bututnya dipuncak
bukit sana! Selain itu aku perlu menyelidiki keadaan dikawasan ini”
Lalu Wiro
mencari tempat yanq agak tinggi. Dengan mengerahkan ilmu ”menembus pandang”
yang didapatnya dari ratu duyung dia mulai menyapu daerah sekitar situ dengan
pandangan matanya yang sanggup melihat benda-benda walaupun terhalang oleh
benda lain.temyata banyak hal yang membuat murid sinto gendeng ini menjadi
kaget.
Pertama
ketika dia memandang kebukit sebelah barat, dibukit itu dimana berkumpul para
tokoh silat golongan putih banyak tersembunyi berbagai peralatan dan senjata
rahasia yang sulit terlihat oleh mata biasa, mulai dari panah beracun dan pisau
terbang sampai pada bola-bola hitam berisi bahan peledak. Lima bahan peledak
ini juga ditanam dijalan masuk menuju keteluk yang diapit oleh dua buah bukit.
Semua
peralatan rahasia yang dipasang Di bukit tinur dihubungkan pada satu peralatan
berupa kawat yang dapat mengatur hidup matinya peralatan-peralatan maut itu.
Tapi untuk bahan peledak yang ditanam di antara dua bukit sama sekali tidak dihubungkan
dengan alat pengatur tersebut.
Berarti
siapa saja yang menginjaknya akan membuat bahan itu meledak. Tubuh Si penginjak
akan hancur Berkeping-keping
”Jahanam
keji Licik!" rutuk Pendekar 212 dalam hati". Pasti pangeran keparat
itu yang mendalangi perbuatan ini! Semua yang di bukit timur berada dalam
bahaya besar. Aku harus segera melakukan sesuatu! Aneh, mengapa ratu duyung
tidak mengetahui hal ini. Padahal dengan ilmu menembus pandang yang dimilikinya
dia pasti bisa melihat lebih jelas semua yang tersembunyi di tempat itu!”
Murid
sinto gendeng sama sekali tidak mengetahui bahwa setelah ratu duyung memberikan
ilmu ”Menembus pandang” itu padanya maka ilmu yang dimiliki sang ratu sendiri
akan lenyap selama 777 hari. Ilmu itu akan muncul dan dikuasainya kembali
selewat jangka waktu tersebut.
”Aku
harus cepat melakukan sesuatu!” pikir wiro. Hal kedua yang mengejukan wiro
ialah ketika dia melihat sosok Bidadari Angin timur di bukit barat, berada di
antara delapan lelaki berjubah merah berkepala botak kuning.
”Ditunggu-tunggu
temyata dia ada di situ? Jahanam!
Terbuka
sudah kedoknya. Jadi kaki tangan Pangeran Matahari dia rupanya! Mereka pasti
punya huhungan tertentut Aku benar-benar tertipu Tak pelak lagi pasti kitab
putih wasiat dewa sudah diberikannya pada pangeran keparat itu!”
Wiro
lantas ingat pertemuannya dengan bidadari angin timur belum lama berselang.
”Tapi
bagaimana kalau betul gadis itu punya kembaran ?” wiro jadi garuk kepala
sendiri.
”yang ada
dibukit barat itu yang mana adanya? Yang dulu pernah menampar piplku atau yang
menipu dan melarikan kitab sakti itu? atau mungkin sebenamya Memang Cuma satu
Bidadari Angin Timur?!”
Dalam
bingun wiro teruskan menyusuri bukit sebelah barat dengan ilmu ”menembus
pandangnya” kembali dia terkejut ketika iblis pemabuk dan dewi payung tujuh juga
berada di sana.
”Iblis
pemabuk, seperti manusia tidak punya pegangan. Sekarang menjadi antek pangeran
matahari , lalu gadis sialan dari tanah seberang itu! Kalau tidak mengharapkan
sesuatu pasti dia tidak akan bergabung dengan manusia manusia sesat itu. Dia
mengincar kitab putih wasiat dewa. Agaknya dia sudah tahu kalau kitab itu kini
berada disana. Lalu ditambah dendamnya terhadapku tempo hari.!”
Wiro
sadar sudah terlalu lama dia berada di tempat itu. “ aku harus segera bergabung
dengan para tokoh”, dia memandang kelangit sang surya masih cukup jauh dari
titik tertingginya.
Dengan
ilmu menembus pandang wiro mampu melihat siapa saja yang berada dibukit sebelah
timur. Mula-mula dilihatnya kakek segala tahu,
“aku
harus cepat menemui kakek itu , mungkin dia bisa memecahkan teka-teki rahasia
kelemahan Tiga bayangan setan, tepat tengah hari bolong, pilih yang ditengah!”.
Dada
pendekar 212 berdebar ketika dia melihat ratu duyung. Lama murid sinto gendeng
menatap wajah sang ratu dengan berbagai perasaan menyelimuti hatinya. Kasihan
ada sayang pun ada sedang rasa berhutang budi dan nyawa tentu saja tidak pernah
dilupakannya.
Murid
Sindo Gendeng palingkan kepala ke jurusan lain. Dia tersenyum ketika
pandangannya sampai pada sosok dewa ketawa dan dewa tuak. Lalu terlihat dua
sosok tubuh mengenakan pakaian aneh berselubung kainputih.
"Seumur
hidup tidak pernah aku ketahui ada dua tokoh golongan putih punya dandanan
seperti itu.
Dua
pocong hidup itu siapa mereka adanya!”
Wiro
kerahkan tenaga dalamnya yang ada dikepala. Bagaimanapun dicobanya dia tidak
mampu menembus kain putih yang jadi pakaian dua orang itu. ”aneh mengapa tidak
bisa tembus?” pikir wiro. Dia berpaling kearah ratu duyung. ”akan kucoba yang
satu ini” kata wiro dalam hati. Tenaga dalamnya dilipat gandakan, namun tetap
saja dia tidak bisa menembus kebalik pakaian orang.
Wiro
garuk-garuk kepala ” batu,pohon air dan dinding bisa kutembus, mengapa pakaian
tidak bisa? Ah, jangan-jangan ilmu ini memang tidak untuk dipergunakan untuk
berkurang ajar!” wiro tertawa sendiri.
”aku
harus segera menuju puncak bukit sebelah timur sebelum pergi pedataran pasir
antara dua ukit karang aku bersihkan dulu!”
”braaakkk!”
Wiro
hantam batu disampingnya dengan pukulan bertenaga dalam tinggi. Batu karang
hancur menjadi sembilan keping. Dia memilih lima keping yang besar-besar lalu
bersiap melemparkan batu itu satu persatu kearah pedataran dimana tersembunyi
lima bola maut yang bisa meledak! Tapi gerakan sang pendekar tertahan ketika
dia melihat tiba-tiba ada yang datang dari utara, berlari secepat angin!
”eh
binatang atau setan yang datang ini!” ujar wiro.
*******************
EMPAT
SEORANG
lelaki bertubuh gemuk luar biasa, berkopiah hitam kupluk, mengenakan baju
terbalik dan kesempitan muncul dari arah utara. Melihat kepada bobotnya yang begitu
besar sulit dipercaya dia mampu berlari laksana angin. Apalagi sambil berlari
dia menjunjung sebuah keranjang rotan raksasa. Di dalam keranjang itu,
bergelung di atas tumpukan jerami kering kelihatan sosok manusia gendut, lebih
gendut dari lelaki yang menjunjungnya. Dari suara mengorok yang keluar dari
mulutnya jelas si gemuk ini tengah tertidur nyenyak. Tetapi dibilang tidur
mengapa ada sebuah pipa panjang yang menyala dan menebar bau tembakau mencantel
di sela bibimya?"
Hebatnya
lagi, si gemuk yang menjunjung keranjang berisi manusia raksasa itu berlari
sambil tangan kirinya memegang kipas kertas yang tiada henti-hentinya
dikipaskan pada wajahnya yang selalu keringatan!
"Bujang
Gila Tapak Sakti!" seru Wiro. Walau dia gembira tapi tiba-tiba dia menjadi
merinding. Si gemuk yang dipanggilnya dengan sebutan Bujang Gila Tapak Sakti
itu temyata berlari memasuki pedataran pasir berbatu-batu yang diapit oleh dua
bukit karang. Padahal lima bahan peledak telah ditanamkan musuh di tempat itu!
Jangankan si gendut berpeci kupluk itu, seekor tikus saja jika menginjak
bola-bola maut yang ditimbun di bawah pasir pastilah akan meledak dan
menghancurkan tubuhnya sampai berkeping-kepingl Apalagi si gendut ini membawa
beban pula yaitu seorang manusia raksasa berbobot ratusan katil Orang di dalam
keranjang rotan besar itu bukan lain adalah salah satu tokoh silat paling aneh
dirimba persilatan yang dikenal dengan julukan Si Raja Penidur!
"Bujang
Gila Tapak Sakti!" seru Wiro dengan suara menggelegar karena dia kerahkan
tenaga dalamnya.
"Berhenti!
Tahan larimu! Jangan melewati pedataran pasir!" Orang yang diteriaki
menoleh sekilas pada Wiro. Dia lambaikan kipasnya tapi terus saja berlari
kencang.
"Kerbau
tolol itu apa dia tuli tidak mendengar teriakanku?! Celakal Bagaimana aku harus
mencegahnya!" Wiro masih berpikir untuk menyelamatkan orang dari bahaya
bola-bola maut yang ditanam musuh justru saat itu si gendut Bujang Gila Tapak
Sakti sudah jauh memasuki pedataran di antara dua bukit.
Murid
Sinto Gendeng terbelalak. Ternyata tidak satu pun bola maut itu yang meledak
walau ada dua dari lima bola yang sempat terpijak kaki si gendut! "Gila!
Luar biasa! llmu meringankan tubuhnya hebat luar biasal Bagaimana dia bisa
meredam beratnya tubuh Si Raja Penidur yang ada di dalam keranjang
besar?!" Selagi Wiro garuk-garuk kepala Bujang Gila Tapak Sakti dan Si
Raja Penidur sudah berada di puncak bukit batu karang sebelah timur. Kemunculan
Bujang Gila Tapak Sakti yang juga adalah kemenakan Dewa Ketawa disambut dengan
penuh rasa kagum oleh semua orang yang ada di situ. Dewa Ketawa tertawa
mengekeh. Kakek Segala Tahu kerontangkan kaleng rombengnya. Sambil
menunjuk-nunjuk ke arah Si Raja Penidur dan Dewa Ketawa yang bertubuh sama-sama
gendut Tua Gila berseru.
"Sekarang
ada tiga gajah bengkak di tempat ini! Uhhhh! Anak tolol! Apa perlunya kau
bawa-bawa gajah ngorok itu ke sini. Kau hanya membuat sempit tempat orang
bemafas saja!"
Bujang
Gila menyeringai. Dia berkipas-kipas beberapa kali lalu goyangkan kepalanya.
Keranjang rotan besar di atas kepalanya bergeser ke samping, perlahan-lahan
melayang turun ke bawah. Raja Penidur sendiri seperti tidak terganggu terus
saja tidur mendengkur!
Kalau
kedatangan Bujang Gila Tapak Sakti dan Si Raja Penidur disambut dengan raga
kagum serta gembira di bukit timur, maka di bukit sebelah barat justru hal itu
membuat para tokoh golongan hitam menjadi geger dan tegang. Pangeran Matahari
yang tahu gelagat tidak baik cepat berkata memberi semangat.
"Hanya
dua kerbau tak berguna! Tidak ada yang harus ditakutkan! Kitab Wasiat lblis ada
di tanganku! Jangankan dua makhluk bengkak itu. Semua mereka bisa kubuat
mampus!"
Habis
berkata begitu Pangeran Matahari segera mendekati Makhluk Pembawa Bala dan
berbisik. "Kau lihat sendiri. Lima bola maut yang kau tanam di pedataran
sana tidak satu pun yang meledak ketika dilewati si gendut keparat itu. Aku
tidak ingin ada yang tidak beresl Lekas kau pergi ke tempat pengendali.
Langsung hidupkan alat pengendalil Aku dan yang lain-lainnya akan menuruni
bukit sejauh mungkin. Berjaga-jaga agar kalau bukit di sana meletus tidak ada
yang bisa lolos!" Ketika semua orang di puncak bukit karang sebelah barat
bergerak menuju kaki bukit dan berhenti di tepi pedataran pasir lblis Pemabuk
satu-satunya yang masih tetap berada di puncak bukit.
Pangeran
Matahari berpaling. Melihat tokoh gemuk pendek itu masih berada di atas bukit
dia berteriak agar lblis Pemabuk segera turun. Mendengar dirinya dipanggil
sambil terhuyung-huyung lblis Pemabuk goyang-goyangkan tangannya lalu
berteriak.
"Aku
memilih tetap di atas sini saja! Kecuali ada yang mau membantu menurunkan lima
gentong tuak ini ke bawah sana!"
Rahang
Pangeran Matahari menggembung. Di sebelahnya, gurunya Si Muka Bangkai berbisik.
"Jangan perdulikan dia Nanti akan kuhancurkan lima gentong itu. Kalau
sudah tidak ada lagi tuak di atas masakan dia mau bertahan di sana!"
"Aku
kawatir kemunculannya di sini bukan membantu kita tapi membuat kekacauan
saja!" jawab Pangeran Matahari.
"Kita
lihat saja. Kalau dia nanti masih banyak cingcong biar tubuhnya kubuat
tuak!" kata Si Muka Bangkai.
Melihat
gerakan orang-orang di bukit sebelah barat, orang-orang di bukit sebelah timur
tidak tinggal diam. Mereka segera menuruni bukit untuk menyongsong kedatangan
lawan dan berhenti di tepi pedataran pasir tepat di seberang kelompok Pangeran
Matahari! Dua kelompok para tokoh dunia persilatan golongan putih dan golongan
hitam kini saling berhadap-hadapan dan hanya terpisah lima tombak satu sama
lainnya! Sementara itu di langit matahari merayap mendekati titik tertingginya.
"Makhluk
Pembawa Bala keparat! Apa yang dilakukannya? Mengapa peralatan rahasia masih
belum bekerja! Mengapa masih belum terjadi ledakan! Padahal orang-orang di
bukit karang sebelah barat telah mulai turun!
Jahanam
betul si Makhluk Pembawa Bala itu Kelak akan aku tambahkan tusukan kayu di
batok kepalanya!"
Baru saja
sang Pangeran memaki begitu tiba-tiba ledakan dahsyat mendera kawasan teluk
lima kali berturut-turut!
Dua
kelompok para tokoh di kaki bukit barat dan timur menjadi terkejut besar.
"Jahanam!
Apakah bumi sudah kiamat?!" Seseorang terdengar berteriak. Pasir dan
hancuran batu-batu beterbangan ke udara membuat pemandangan menjadi gelap.
Tanah bergoncang hebat. Dua bukit bergetar seperti hendak roboh.
Air laut
menggelombang membentuk ombak besar yang kemudian menghempas di teluk. Di kaki
bukit sebelah barat terdengar raungan meratap Dewa Sedih. Sebaliknya di kaki
bukit sebelah timur Dewa Ketawa tertawa keras ditimpali suara kerontangan
kaleng!
"Tiarap!
Cari perlindungan!" terdengar ada yang berteriak. Ketika pasir dan
bebatuan runtuh ke tanah dan pemandangan menjadi terang kembali kelihatanlah
satu pemandangan yang mendebarkan.
Di jalan
masuk menuju ke teluk, di ujung dua kaki bukit, tampak lima lobang raksasa
menguak tanah!
Para
tokoh yang tadi berlindung di balik batu-batu besar di kaki bukit dan ada yang
bertiarap perlahan-lahan keluar unjukkan diri. Ada yang terdengar memaki sambil
bersihkan pakaian dan rambut mereka yang terkena hamburan pasir akibat ledakan.
Muka
mereka yang tadi pucat pasi kini berdarah kembali. "Setan edan! Apa yang
terjadi! Habis kotor pakaian putihku! Untung dandananku tidak rusak!"
Salah seorang dari dua sosok berselubung kai n putih memaki.
Lalu di
balik kerudung kain putihnya dia menge-luarkan alat-alat rias dan merias
wajahnya kembali!
"Aku
yakin! Ada jahanam menanam alat peledak di tempat ini!" teriak seseorang.
"Pasti
itu pekerjaaan busuk si licik keji Pangeran Matahari!" menyahuti seorang
lainnya.
Di kaki
bukit sebelah barat rahang Pangeran Matahari menggembung. Pelipisnya
bergerak-gerak tanda dia tengah marah besar. Dia berpaling ke bukit di atasnya.
"Jahanam!
Apa yang dikerjakan makhluk keparat itu! Mengapa yang meledak justru bola-bola
maut di tempat lain! Mengapa yang di bukit timur tidak meledak! Pisau dan panah
beracun mengapa belum bekerja! Makhluk Pembawa Balal Di mana kau?! Keparat
tolol!" Pangeran Matahari berpaling pada Elang Setan lalu berkata.
"Lekas kau pergi menyelidik ke tempat pengendalian alat rahasial Kalau
Makhluk Pembawa Bala berkhianat segera saja kau habisi!"
Mendengar
perintah itu dan merasa mendapat kepercayaan Elang Setan segera berkelebat.
Dari kaki bukit sebelah timur tiba-tiba ada yang berseru. "lblis Pemabuk!
Tidak sangka kau rupanya sudah jadi kaki tangan orang-orang jahat!"
Di atas
bukit barat lblis Pemabuk bantingkan kendi berisi tuak yang sedang diteguknya
hingga pecah berkeping-keping. Dengan tubuh menghuyung dia maju satu langkah.
"Setan alas dari mana yang berani bicara kurang ajar padaku!"
"Aku
sahabat lamamu Dewa Tuak!" jawab orang di kaki bukit timur. "Tapi
sekarang kita tidak bersahabat lagi! Kau memilih berkumpul dengan orang-orang
sesat Aku mana mau meniru perbuatanmu! Najis!"
Dewa Tuak
lalu angkat tabung bambunya ke bibir dan meneguk tuak mumi itu dengan lahap.
"Dewa Tuak! Kau tidak lebih baik dari dirikul Kalaupun aku berada di
tempatmu, apa yang bisa kau berikan? Di sini aku bisa berpesta dengan lima
geniong tuak sedap!"
"Dasar
tolol!" teriak Dewa Tuak.
"Jahanam!
Kau berani memakiku!" Dari atas bukit lblis Pemabuk tanggalkan dua kendi
yang terikat di pinggangnya. Dua kendi ini lalu dilemparkannya ke bawah ke arah
Dewa Tuak. Lemparan ini bukan lemparan sembarangan karena disertai tenaga dalam
tinggi. Dua kendi itu sanggup memecahkan kepala serta menjebol tubuh Dewa Tuak.
Belum lagi tuak yang menyembur keluar dari dalamnya yang dapat menembus daging
dan tulang manusia!
"Ha
… ha! Apakah kegegeran hari sepuluh bulan sepuluh sudah dimulai di Pangandaran
ini?!"seru Dewa Tuak. Tua Gila dan Dewa Ketawa tertawa gelak-gelak Dewa
Sedih kembali terdengar meratap. Dewa Tuak lemparkan tabung bambunya ke udara
menyambut datangnya serangan dua kendi. Bumbung bambu dan dua kendi dari tanah
bertemu di udara.
"Traakkk
…. Traakkk!"
Tuak
kayangan di dalam bumbung bambu dan tuak keras di dalam dua kendi bermuncratan
ke seantero tempat. Bumbung bambu patah dua sedang dua kendi tanah hancur
berantakan. Di atas bukit lblis Pemabuk terhuyung-huyung. Kalau dia tidak Iekas
berpegangan pada gentong besar di dekatnya niscaya dia akan jatuh terjengkang.
Di lain pihak, di kaki bukit Dewa Tuak usap-usap dadanya yang mendenyut sakit.
Orang tua ini terbatuk-batuk beberapa kali dan cepat atur jalan darah serta
tenaga dalamnya. Rupanya walau bentrokan tabung bambu dan dua kendi tanah
terjadi di udara namun tenaga dalam ke dua orang tokoh silat itu saling memukul
dengan hebatnya.
"Gusti
Allah! Hancur bumbung tuakku!" Teriak Dewa Tuak sambil memandang ke udara.
"Tuakku tumpah semua! Jahanam kau lblis Pemabuk!"
Orang tua
berpakaian selempang kain biru itu melompat satu tombak. Mulutnya dibuka
lebar-lebar. Lalu terjadilah satu pemandangan yang sulit dipercaya.
Tuak
kayangan yang berhamburan dari bumbungnya yang patah laksana tersedot mengalir
masuk ke dalam mulut Dewa Tuak. Walau banyak yang terbuang tapi sebagian besar
masih sempat masuk ke dalam tenggorokannya. "Ah, untung masih ada yang
bisa kutenggak! Sialan kau lblis Pemabuk!" Perlahan-lahan Dewa Tuak turun
ke tanah.
"Dewa
Tuak! Kasihan kau kehilangan satu tabung!" Di atas bukit sebelah barat
lblis Pemabuk berseru lalu tertawa gelak-gelak. "Jangan khawatir, aku
punya lima gentong tuak keras. Aku akan hadiahkan satu gentong padamu! Ha … ha
… ha!"
"Terima
kasih, Siapa suka minuman yang sudah dicampur dengan air kencing!" teriak
Dewa Tuak lalu tertawa mengekeh diikuti oleh semua orang yang ada di kaki bukit
sebelah timur itu sementara Si Raja Penidur masih enak-enakan ngorok.
"Jahanam!
Apa maksudmu!" teriak lblis Pemabuk dengan mata melotot.
"Ha
… ha … ha! Dasar orang tolol! Kerjamu mabuk saja hingga tidak tahu orang sudah
mengerjaimu!"
"Jahanam!
Kalau kau tidak segera menjelaskan aku hancurkan tabungmu yang satunya!"
"Masih
saja tolol!" seru Dewa Tuak. "Tuak keras dalam lima gentong yang kau
minum itu sebelumnya sudah dikencingi Pangeran Matahari dan gurunya Si Muka
Bangkai! Ha … ha … ha!"
Berubahlah
tampang lblis Pemabuk. Dia memandang ke arah Pangeran Matahari dan Si Muka
Bangkai. Dua orang ini segera berteriak berbarengan.
"Dusta!"
Tapi
lblis Pemabuk sudah termakan ucapan Dewa Tuak "Kalau kau masih mau
bersahabat dan inginkan tuak yang harum sedap, aku masih ada satu bumbung
penuh!" teriak Dewa Tuak pula.
"Dewa
Tuakl Siapa bilang aku memutuskan persahabatan denganmu!" teriak lblis
Pemabuk. Lalu dia menyambar ke kanan. Ketika dia melompat turun dari atas bukit
semua orang yang ada di tempat itu menjadi terkesiap kagum. lblis Pemabuk
melayang ke bawah bukit sambil memanggul salah satu dari lima gentong besar
berisi tuak keras yang beratnya ratusan kati.
Dari atas
lblis Pemabuk lalu lemparkan gentong itu ke arah Si Muka Bangkai.
"Pengkhianat
keparat!" teriak Si Muka Bangkai marah sekali. Enam larik sinar, dua hiam,
dua kuning dan dua merah berkiblat di udam. ltulah dua pukulan sakti Gerhana
Matahari" yang dilepas oleh Pangeran Matahari dan Si Muka Bangkai ke arah
lblis Pemabuk. Yang diserang cepat menyingkir. Gentong yang dilemparkannya
hancur berantakan di udara akibat pukulan sakti yang dilepaskan Si Muka
Bangkai.
Celakanya
uak yang ada dalam gentong itu jatuh mengguyur Si Muka Bangkai mulai dari
kepala sampai ke kaki, Dewa Ketawa gelak terkekeh. Bujang Gila Tapak Sakti
terpingkal-pingkal sambil berkipas-kipas sedang Dewa Sedih keluarkan pekik
keras lalu menangis.
Dari arah
kaki bukit sebelah timur tiba-tiba memancar satu cahaya putih menyilaukan,
langsung menahan sinar sakti pukulan Pangeran Matahari. Di udara kelihatan
seperti ada bunga api mencuat ke langit disertai letusan keras. Pangeran
Matahari tersurut dua langkah. Parasnya berubah. Dia berpaling ke kaki bukit
sebelah timur. Di situ dilihatnya Ratu Duyung perlahan-lahan turunkan tangannya
yang memegang cermin bulat.
Cahaya
putih menyilaukan tadi temyata keluar dari cermin di tangan sang Ratu untuk
menolong lblis Pemabuk dari keroyokan.
"Dewa
Tuak tidak berani menyerangku. Ratu Duyung
hanya
melakukan tindakan bertahan Berarti mereka sudah tahu kelemahan Kitab Wasiat
Iblis!" Pangeran Matahari merasakan dadanya berdebar. "Aku harus
mencari akal agar semua orang itu menyerangku! Akan kuamblaskan nyawa mereka
satu persatu!’”
Baru saja
Pangeran Matahari berkata dalam hati tiba-tiba terdengar suara kaleng
berkerontangan, disusul suara nyanyian Kakek Segala Tahu.
"lngat
kata sahabat. Yang hitam jangan diserang! Alihkan perhatian dan mengambil sikap
bertahan ltulah jalan kehidupan lngat kata sahabat. Yang hitam jangan
diserang!"
Pangeran
Matahari mendengus. Di sampingnya dalam keadaan basah kuyup Si Muka Bangkai
berbisik.
"Muridku
mereka sudah tahu kelemahan kitab saktimu itu. Kau harus berhati-hati, aku akan
memancing agar mereka menyerangmu!"
Pangeran
Matahari tidak menjawab. Dia lagi-lagi berpaling ke atas bukit dengan penuh
geram. "Makhluk Pembawa Bala jahanam! Elang Setanl Apa kau tidak
menjalankan tugas yang aku perintahkan?”.
Tiba-tiba
dari atas puncak bukit karang sebelah barat itu satu sosok tubuh tampak
mencelat di udara. Semua orang dongakkan kepala melihat apa yang terjadi!
*******************
LIMA
SOSOK
tubuh yang melayang dari atas bukit itu jatuh terkapar di depan Pangeran
Matahari. Meski keadaannya tak bisa dikenali lagi tapi sang Pangeran maupun
Tiga Bayangan Setan tahu betul itu adalah sosok tubuh Elang Setan.
Tiga
Bayangan Setan berteriak keras dan pukul-pukul dadanya sendiri melihat kematian
saudara angkat darahnya itu. Tenggorokan Panqeran Matahari naik turun. Dia memandang
ke puncak bukit di atasnya.
Walau
tidak tampak siapa pun di atas sana namun dia tahu musuh telah berhasil
menyusup ke bukit tempat dia dan para tokoh silat golongan hitam berada. Dia
belum melihat siapa adanya orangnya namun menaruh syak wasangka orang itu bukan
lain musuh bebuyutannya yaitu Pendekar 212 Wiro Sableng.
Dalam
keadaan marah dan penasaran oleh kematian Elang Setan Pangeran Matahari merasa
terganggu oleh ratap tangis Dewa Sedih yang duduk di atas gundukan batu
beberapa lanakah di samping kirinya.
"Tua
bangka jahanam! Hentikan tangismu atau kurobek mulutmu!" bentak sang
Pangeran. Yang dibentak tergagau sebentar. Sepasang mata Dewa Sedih sekilas
menyorotkan sinar aneh walau air mukanya tetap menunjukkan kesedihan.
"Ada
orang mampus mengenaskan! Aku dibentak! Aku sedih! Aku menangis …!" Lalu
terdengar raung Dewa Sedih keras sekali. Sambil menangis dia berdiri dan
melangkah tertunduk-tunduk. Tangan kirinya dipergunakan untuk mengusut ke dua
matanya.
"Hai,
Kau mau ke mana?!" teriak Pangeran Matahari ketika dilihatnya kakek itu
melangkah menuruni bukit ke arah timur. Dewa Sedih tidak perdulikan bentakan
Pangeran Matahari. Dia melangkah terus sambil keluarkan ratapan.
"Aku
dibentak dimarahi! Apakah aku anak kecil ingusan yang telah berbuat salah! Engg
… huk … huk … huk! Aku bukan budakbukan pembantu bukan pelayan! Jika orang
marah padaku berarti tidak suka padaku! Kalau orang tidak suka padaku lebih
baik aku pergi saja. Engg … hik … hik … hik! Masih banyak tempat lain untuk
menangis. Enggg …."
Ketika
Dewa Sedih hampir mencapai kaki bukit karang Si Muka Bangkai tak dapat menahan
kekhawatirannya. "Muridku, agaknya tua bangka itu hendak melintasi
pedataran pasir, siap menyeberang ke pihak lawan!"
"Kalau
sudah tahu lekas lakukan sesuatu!" jawab Pangeran Matahari dengan nada
jengkel dan sikap angkuh. Sang guru segera berkelebat menuruni bukit.
"Dewa Sedihl Tunggu!" seru Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat. Dua
kali melompat saja dia sampai di kaki bukit dan cepat menghadang langkah Dewa
Sedih. Melihat ada orang yang menghalangi tangis Dewa Sedih semakin keras.
Tangan kirinya dikibaskan. Walau gerakan tangan itu acuh tak acuh saja tapi
dari deru angin yang keluar Si Muka Bangkai maklum kalau kibasan tangan itu
bukan lain adalah satu serangan dahsyat. Buktinya ketika dia coba menangkis
dengan membalas membelintangkan tangan kanannya di depan wajahnya, tangan itu
ter-getar keras dan tubuhnya terjajar satu langkah.
Meski
kini dia menjadi mangkel melihat sikap Dewa Sedih namun Si Muka Bangkai tak mau
mengambil sikap memaksa. Dia berusaha membujuk malah sambil ikut-ikutan
menangis.
"Tua
bangka bungkuk bermuka pucat! Hik …Hik … hik! Tangismu hanya pura-pura! Hik …
hik … hik!
Menyingkir
dari hadapanku! Jangan menyesal kalau kedua matamu aku kuras keluar!"
Saat itu Dewa
Sedih sudah sampai di kaki bukit dan siap menyeberangi pedataran pasir
berbatu-batu yang memisahkan bukit di sebelah barat dengan sebelah timur
sejarak lima tombak. Si Muka Bangkai jadi kehabisan akal.
"Dibujuk
tidak mau! Rupanya minta mati!" Si Muka Bangkai kertakkan rahang. Kakek
bungkuk ini memutar tubuhnya seperti hendak berbalik ke tempatnya semula. Namun
tiba-tiba tangan kanannya
dihantamkan.
Sinar merah, kuning dan hitam berkiblat menghampar hawa sangat panas. Udara
seperti redup beberapa saat. lnilah pukulan maut "Gerhana Matahari"
yang dilancarkan dengan tenaga dalam penuh dan benar-benar merupakan serang
mematikan karena dilancarkan dari belakang!
"Jahanam
pengecut! Membokong dari belakang!" Dari bukit sebelah barat terdengar
orang berteriak memaki. Sebaliknya Dewa Sedih yang diserang secara pengecut itu
tenang-tenang saja. Dia terus saja melangkah terbungkuk-bungkuk menyeberangi
pedataran pasir sambil menangis sesenggukan.
Saat
itulah dari bukit sebelah timur menggema suara kerontangan kaleng. Lalu
menyusul deru dua gelombang angin yang sangat dahsyat. Deru pertama keluar dari
kipas kertas yang dikebutkan Bujang Gila Tapak Sakti. Yang satu lagi melesat
dari hantaman tangan Dewa Ketawa yang melancarkan serangan untuk menyelamatkan
kakaknya.
Pasir di
pedataran beterbangan sampai setinggi dua tombak. Dewa Sedih tampak
terhuyung-huyung dalam jepitan tiga kekuatan tenaga dalam dahsyat.
Lalu
terdengar dua letupan keras yang menggoncang kawasan itu. Si Muka Bangkai jatuh
terjengkang di tanah. Mukanya yang pucat bertambah putih. Dadanya mendenyut
sakit. Cepat-cepat kakek bungkuk ini bangkit berdiri dan menyelinap ke balik
batu karang di kaki bukit.
Di bukit
sebelah barat Dewa Ketawa lenyap. Orang tua bertubuh gemuk ini terhuyung-huyung
lalu tersandar ke samping batu di belakangnya. Setelah mengusap wajahnya
berulang kali dia lalu kembali tertawa. Tak jauh di sebelahnya Bujang Gila
Tapak Sakti periksa kipas kertasnya. Salah satu ujung kipas tampak robek
sedikit. Si gendut ini karuan saia jadi mengomel panjang pendek.
Beberapa
belas langkah sebelum Dewa Sedih mencapai kaki bukit sebelah timur, adiknya
Dewa Ketawa melompat menyambuti kedatangannya. Sambil membimbing tangan si
kakek Dewa Ketawa tertawa mengekeh lalu berkata. "Dari dulu aku sudah
bilang! Kau boleh saja menangis sesukamu. Tapi otak musti jalan. Dipergunakan
dengan baik. Tempatmu di sini di antara para sahabat. Bukan di sana! ha … ha..
. ha!"
"Hik
… hik! Aku mengaku salah! Aku memang kelirul, Sudah jangan mentertawai aku
terus!" kata Dewa Sedih.
Lalu
"bluk!" Satu sosok melayang di atas kepalanya. Tahu-tahu lblis
Pemabuk sudah tegak di hadapan kakak adik aneh itu.
"Nah
ini satu lagi orang sesat yang sadar diri!"
Yang
berseru adalah Dewa Tuak. Dia langsung saja melompat menyambut kedatangan lblis
Pemabuk. dan orang ini saling rangkul. Tapi tangan masing-masing saling
bekerja. Dewa Tuak membetot lepas dua kendi tuak yang tergantung di pinggang
lblis pemabuk sedang lblis Pemabuk menarik bumbung bambu dari bahu Dewa Tuak.
Kedua orang tua ini lalu meneguk minuman keras itu sambil tertawa tawa.
Di
samping kiri Kakek Segala Tahu kerontangkan kaleng rombengnya sementara Bujang
Gila tapak Sakti tegak berkipas-kipas sambil tertawa-tawa sedang Si Raja
Penidur masih terus ngorok di dalam keranjang rotan besar.Setelah puas meneguk
tuak mumi yang dinamakan tuak kayangan milik Dewa Tuak, lblis Pemabuk
melambaikan tangan ke arah Ratu Duyung Ialu menjura seraya berkata.
"Terima kasih tadi kau telah menyelamatkan diriku dengan cermin sakti dari
serangan manusla-manusia sesat itu!"
Ratu
Duyung membalas dengan senyuman manis. Di kaki bukit sebelah barat Pangeran
Matahari marah besar. "Kurang ajar! Mengapa urusan bisa jadi kapiran
seperti ini!" Dia kembali memutar kepala, memandang ke puncak bukit di
atasnya. Kita kembali dulu pada apa yang terjadi beberapa saat sebelumnya.
Setelah
meledakkan lima alat peledak yang ditanam di pedataran pasir di antara dua
bukit batu karang, Pendekar 212 menyelinap ke bukit sebelah barat. Dengan ilmu
"Menembus Pandang" dia berhasil mengetahui di mana letak pusat
kendali alat alat peledak dan segala macam senjata rahasia yang disembunyikan.
Ketika dia sedang sibuk merusak alat pengendali yang bisa membunuh para tokoh
silat golongan putih itu tiba-tiba dia melihat bayangan sosok seseorang jatuh
di atas batu karang di sampingnya, menyusul menyambamya bau busuk yang tak
asing lagi baginya. Murid Sinto Gendeng cepat berbalik.Justru saat itu satu
tendangan berdesing ke arah keplanya. Demikian cepat dan tiba-tibanya serangan
itu walau dia sempat menjatuhkan diri menyelamatkan kepala namun tendangan
masih sempat menyambar dadanya!
"Bukkk!"
Pendekar
212 Wiro Sableng terlempar dua tombak. Di hadapannya Makhluk Pembawa Bala
menyeringai. Selagi Wiro terkapar menahan sakit Makhluk Pembawa Bala cepat
melompat ke tempat peralatan pengendali. Dia hanya membutuhkan waktu singkat
untuk membetulkan kawat-kawat pengendali yang telah diputus Wiro. Namun sebelum
hal itu sempat dilakukannya dari samping Wiro datang menghan tam. Perkelahian
seru segera terjadi. Bagaimanapun hebatnya Makhluk Pembawa Bala namun tanpa
memiliki sebuah tangan pun, Setelah bertahan selama dua jurus dia tak sanggup
Lagi menghadapi lawan. Mukanya yang memang sudah hancur menjadi tambah remuk
dibuat bulan bulanan tinju kiri kanan Pendekar 212. Setelah merasa cukup
membuat babak belur manusia jahat yang telah beberapa kali hampir berhasil
membunuhnya, Wiro cekal kayu yang menancap di batok kepala Makhluk Pembawa
Bala. Begitu kayu dipuntir kuat-kuat
"kraak!”
Tak ampun
lagi tanggallah leher Makhluk Pembawa Bala dari persendiannya! Darah busuk
mengucur mengerikan juga menjijikkan Seperti yang dikatakan Dewa Sedih temyata
Benar makhluk Pembawa Bala adalah orang pertama yeng menjadi korban di hari
sepuluh bulan sepuluh di Pangandaran itu!
Wiro yang
menyadari bahwa dia harus bergerak cepat segera tinggalkan tempat itu sambil
mencekal kayu di mana tertancap kepala Makhluk Pembawa bala. Namun sebelum dia
sempat melangkah pergi tiba-tiba Elang Setan muncul.
"Manusia
jahanam! Kalau hari ini aku tidak bisa membunuhmu lebih baik aku yang bunuh
diri!" kertak Elang Setan.
Wiro
menyeringai. Dia angkat kepala Makhluk pembawa Bala ke atas. "Kau rupanya
ingin punya nasib seperti kambratmu ini!" Wiro campakkan kepala Makhluk
Pembawa Bala ke tanah. Saat itu Elang setan telah menyerangnya. Sepuluh sinar
hitam dan sinar merah menyambar ke arah Wiro ketika orang ini menggempumya
dengan serangan sepuluh jari tangan berbentuk cakar. Pendekar 212 yang sudah
sejak lama mendendam terhadap manusia yang telah mencuri dua senjata mustikanya
itu kali ini tak mau memberi ampun dan bertindak cepat.
"Saat
bagiku menguji kehebatan ilmu pukulan Harimau Dewa," pikir Wiro. Dia
segera tiup tangan kanannya. Saat itu juga di telapak tangan Wiro muncul gambar
kepala harimau putih bermata hijau. Elang Setan menggembor marah ketika
serangan pertamanya gagal. Didahului teriakan keras dia lancarkan jurus ke dua.
Cakar tangan kiri menyambar ke leher untuk merobek sedang cakar tangan kanan
menghunjam ke dada kiri guna menjebol jantung lawan!
Namun
tinju kanan Pendekar 212 yang melesat di antara dua lengan lawan lebih dulu
mendaratkan pukulan "Harimau Dewa" di kening Elang Setan. Orang ini
meraung keras. Tubuhnya terlontar sejauh tiga tombak. Kepalanya hancur
mengerikan. Lalu terjadilah satu hal mengerikan. Seolah hancumya benda yang
terbuat dari kaca, begitu kepalanya hancur, kehancuran ini merambat ke sekujur
tubuhnya sampai ke kakil Murid Sinto Gendeng sampai merinding sendiri melihat
hebat dan ganasnya pukulan "Harimau Dewa" yang dimilikinya itu. Mayat
Elang Setan yang hancur itulah yang kemudian dilemparkan Wiro dari atas bukt
hingga mengge-gerkan Pangeran Matahari dan pengikut-pengikutnya serta membuat
marah besar Tiga Bayangan Setan, saudara angkat darah Elang Setan!
*******************
ENAM
MATAHARI
bersinar terik, menyilaukan mata Pangeran Matahari. Dia terpaksa melindungi ke
dua matanya dengan telapak tangan kiri. Dengan begitu baru dia bisa melihat ke
puncak bukit lebih jelas. Saat itulah dari atas buki karang terdengar seseorang
berteriak.
"Pangeran
Matahari! Apa kau mencari kaki tanganmu yang satu ini?!"Orang yang tegak
di puncak Bukit itu berseru. Di tangan kirinya dia memegang sebatang kayu yang
ditancapi kepala manusia. Itu adalah kepala Makhluk Pembawa Bala
"Pendekar
212 jahanam!" rutuk Pangeran Matahari. Di atas bukit Wiro Sableng gerakkan
tangan klrlnya. Kepala Makhluk Pembawa Bala dilemparkannya ke bawah. Kepala itu
menggelundung beberapa saat sebelum akhimya terbanting dua langkah di hadapan
Pangeran Matahari! Hancur mengerikan!
"Tiga
Bayangan Setanl Aku tugaskan padamu Untuk membunuh Pendekar 212!" Pangeran
Matahari Berikan perintah pada Tiga Bayangan Setan. Lalu dia Memberi isyarat
pada gurunya sambil mencabut Kapak Maut Naga Geni 212 dari pinggangnya. Di
Tangan kanan dia memegang sebuah benda hitam Yang temyata adalah batu sakti
pasangan Kapak naga Geni 212.
Pada
waktu Tiga Bayangan Setan bergerak menuju puncak bukit pada saat itu pula Pendekar
212 Wiro Sableng melesat ke udara. Tubuhnya laksana Bola melenting beberapa
kali hingga akhimya dia sampai di kaki bukit sebelah timur, bergabung dengan
para tokoh silat golongan putih.
"Jahanam!
Kau kira kau bisa lari ke mana?!" kertak Tiga Bayangan Setan yang kecele
sampai di puncak bukit sebelah barat. Dia segera memutar tubuh dan melompat
mengejar. Sementara itu di bagian lain dari kaki bukit sebelah barat telah
berlangsung satu kegegeran.
Dewi
Payung Tujuh yang sejak tadi mengintai kesempatan tiba-tiba menyergap ke arah
Bidadari Angin Timur sambil membentak.
"Gadis
liar Kau telah memfitnah diriku sebagai pembunuh Raja Obatl Aku akan mengampuni
selembar nyawamu jika kau mau menyerahkan kepadaku Kitab Putih Wasiat Dewa yang
kau curi dari Pendekar 212 saat ini juga!"
Kejut
Bidadari Angin Timur bukan alang kepalang. "Jahanam! Jadi kau ular dalam
selimut rupanya Semula mengatakan ingin membantu Pangeran Matahari. Temyata kau
sengaja mencari mampusl Berani membuat perkara di sarang macan!"
Bidadari
Angin Timur langsung menerpa ke arah Dewi Payung Tujuh alias Puti Andini. Dua
tangannya dipukulkan ke depan. Dua larik sinar biru menderu. lnilah pukulan
sakti yang disebut "Pedang Kilat Biru” Puti Andini tidak tinggal diam.
Tangannya kiri kanan digerakkan. Enam payung melesat dan berkembang
berputardengan suara deras membentengi tubuhnya. Payung ke enam yang berwama
hitam berputar laksana titiran dalam genggamannya. Ujungnya yang runcing
ditusukkan ke perut BidadariAngin Timur.
"braakkkk.
.. reetttt!"
Satu
payung patah di bagian gagangnya, satu Lagi robek besar. Dewi Payung Tujuh
berteriak keras. Tubuhnya lenyap dibalik gulungan sinar hitam berputar payung
yang dipegangnya. Empat buah Payung lagi tiba-tiba melesat menggempur kedepan.
"DelapanTokoh
Kembar! Janqan Diam saja! Lekas bantu aku! Apa kalian tidak melihat rejeki
besar didepan mata?!’
Delapan
lelaki berjubah merah bermuka sama dan berkepala botak wama kuning yang sejak
tadi hanya tegak -tegak saja melihat apa yang terjadi seolah-olah baru sadar.
Delapan pasang mata menatap kearah Puti Andini seolah menelanjangi gadis dari
tanah seberang ini. Tiba-tiba mereka keluarkan suara aneh dari mulut
masing-masing. Mereka mendongak ke langit sambil usap-usap kepala
masing-masing. Lalu ketika serentak mereka meniup ke atas, langit laksana
dilanda topan prahara. Kaki bukit bergetar dan pasir beterbangan.
Puti
Andini sesaat jadi tertegun. Walau tadi dia Berhasil mendesak Bidadari Angin
Timur namun Akan membutuhkan waktu lama baginya untuk dapat mengalahkan gadis
yang mempunyai gerakan cepat Serta pukulan sakti mematikan itu. Kini lawan
dibantu Pula oleh delapan manusia aneh berjubah merah, Berkepala botak dan
memiliki muka sama semua! Ketika empat dari Delapan Tokoh Kembar mulai Menyerbu
puti Andini langsung menyambut dengan Serangan empat payung. Namun ketika empat
Tokoh kembar lainnya mulai merangsak ke depan gadis ini serta merta terdesak
hebat. Senjata Delapan Tokoh Kembar berupa tiupan-tiupan aneh menghantam terus
menerus seolah badai melanda. Walau Puti Andini sempat merobekdada pakaianTokoh
Kembar nomor 3 dan melukai pinggul Tokoh Kembar nomor 7 namun dia harus
mengorbankan empat payungnya yang hancur dilanda angin dahsyat tiupan lawan!
Akhimya
dalam keadaan tak berdaya Puti Andini terpojok di celah antara dua batu karang.
Tokoh Kembar nomor 4 tertawa mengekeh. Sambil usap-usap kepala botaknya dia
menyergap Puti Andini, langsung merangkul gadis ini. Dua kawannya segera
memegangi tangan si gadis ketika Puti Andini berusaha melepaskan diri. Lalu due
orang lagi memegangi kakinya. Puti Andini kemudian digotong ke balik dinding
karang di kaki bukit sebelah barat.
"lngat!
Aku yang tua! Jadi aku yang mendapat giliran pertama!" terdengar si botak
nomor 1 berkata setengah berteriak. Tujuh saudaranya walaupun mengomel tapi
agaknya tak bisa berbuat apa-apa.
"Manusia-manusia
keji terkutuk! Lepaskan diriku!" Terdengar jeritan Puti Andini dari balik
batu karang. Lalu terdengar suara seperti pakaian dirobek.
Di kaki
bukit sebelah timur salah seorang berselu-bung kain putih berkata pada kawan di
sebelahnya. "Saatku untuk bergerak. Kau tunggu di sini. Awasi Dewa Tuak.
Kalau dia pergi lekas beri tahu aku! Jangan coba merayunya!"
Sang
teman tertawa di balik selubung kain yang menutupi wajahnya. "Hik … hik!
Siapa suka pemabuk sialan itu? Lekas bertindak sebelum gadis malang itu
kehllangan kehormatannya!" Ketika temannya pergi orang ini cepat bergerak
mendekati Dewa Tuak lalu membisikkan sesuatu.
Dewa Tuak
yang tengah asyik berpesta tukar- Tukaran tuak dengan lblis Pemabuk terkejut
besar.
"Kau
siapa?!" tanya Dewa Tuak dengan pandang menyelidik. Kalau saja matanya
bisa menembus pakaian aneh orang di hadapannya itu dia tidak akan begitu
bingungnya.
”Siapa
aku tak usah kau perdulikan … !"
"baik!
Katakan di mana dia sekarang?”
Orang berselubung
menunjuk ke pedataran pasir ”dia yang di sebelah depan. Lekas kau ikuti dia.
Aku punya firasat dia butuh pertolonganmu!"
Tanpa
banyak bicara lagi Dewa Tuak serahkan tabung bambunya pada lblis Pemabuk lalu
dia meng- hambur kearah pedataran pasir. sebelum berkelebat pergi orang yang
berselubung menghampiri Ratu Duyung. "lzinkan aku meminjam dua anak
buahmu!" Walau tidak tahu apa sebenamya yang hendak dilakukan orang itu
Ratu duyung anggukkan kepala. Sesaat kemudian kelihatan tiga orang berlari melintasi
pedataran pasir menuju kebukit sebelah barat. Di depan sekali adalah orang
berselubung tadi. Di belakangnya menyusul dua anak buah Ratu Duyung yang
mengenakan pakaian ketat.
Tak lama
setelah temannya berlalu orang berselu-bung yang satunya diam-diam merasa
khawatir. Delapan tokoh Kembar tidak bisa dianggap remeh. ’selain mereka
berjumlah banyak, masing-masing memiliki tingkat kepandaian yang sangat tinggi.
Senjata utama mereka adalah tiupan aneh yang mampu membobol dinding karang,
sanggup meng-hancurkan batu. Maka orang ini lantas mendekati Tua Gila. Dengan
cepat dia menerangkan apa yang hendak dilakukan temannya dibantu oleh dua anak
buah Ratu Duyung serta Dewa Tuak.
"Kalau
temanmu itu sudah dibantu oleh tiga orang yang kau sebutkan, perlu apa dikhawatirkan?"
ujar Tua Gila sambil tertawa mengekeh tapi sepasang matanya jelalatan seolah
mau menyelidik siapa adanyanya di balik pakaian selubung kain putih itu.
"Puluhan
tahun malang melintang dalam dunia persilatan rupanya otakmu masih belum
waras-waras juga!" Orang berselubung kain putih keluarkan suara keras.
"Kau tahu Delapan Tokoh Kembar bukan lawan yang bisa dibuat main!"
"Heh
… ! Kalau kau tahu mereka tidak bisa dibuat main mengapa kau sendiri tidak
membantu?!" tukas Tua Gila yang jadi naik darah karena didamprat kurang
waras.
"Kalau
kau tidak suka turun tangan dan datang ke sini hanya untuk berleha-leha, atau
mungkin kau merasa jeri terhadap Delapan Tokoh Kembar, tidak jadi spa. Tapi aku
nasihatkan padamu lebih baik kau pulang saja ke Pulau Andalas, cuci kaki.
Jangan lupa cebok lalu tidur! Hik … hik … hik!"
Habis
berkata dan mentertawai Tua Gila, orang berselubung kain putih kembali ke
tempatnya semula. Panas hati Tua Gila bukan main. "Manusia keparat! Siapa
dia adanya! Mengapa menyembunyikan muka dan tubuh di balik kain putih! Suaranya
pun disertai tenaga dalam hingga sulit dikenali!"
Sambil
menggulung ke dua lengan pakaian Putihnya Tua Gila melangkah ke hadapan orang
berselubung.
"enak
saja kau menuduh aku jeri. Ucapanmu Kelewat menghina! Kau akan saksikan
bagaimana aku menangani Delapan Tokoh Kembar itu! Tapi ingat! Selesai urusan
itu aku akan menelanjangimu hingga ketahuan siapa kau adanya! Jangan-jangan kau
seorang musuh dalam selimut!"
Sepasang
mata yang terlihat dari dua buah lobang Di kepala selubung kain tampak
memancarkan sinar Aneh Sesaat Tua Gila jadi tercekat. Lalu cepat-cepat Orang
tua ini menyeberangi pedataran pasir, menyusul Rombongan yang telah dahulu ke
sana.
*******************
TUJUH
SAMBlL
berlari orang yang di sebelah depan embuka kain putih panjang yang selama ini
menutupi kepala dan tubuhnya. Begitu kain terbuka kelihatanlah wajah dan bentuk
tubuhnya yang asli. Astaga! Temyata dia adalah lblis Putih Ratu Pesolekl Sambil
terus berlari si nenek tua ini merapal mantera tertentu hingga sesaat kemudian
dirinya berubah menjadi seorang gadis csntik jelita, membuat dua orang anak
buah Ratu Duyung terkesiap heran
"Jangan
terpukau Kalian nanti bisa celaka lkutl apa yang aku lakukan Jangan berani
membantah" Dua gadis anak buah Ratu Duyung mengiyakan. Ke tiga orang itu
sampai di kaki bukit sebelah barat tepat pada saat Delapan Tokoh Kembar hendak
melakukan kekejian atas diri Puti Andini yang saat itu nyaris mereka
telanjangi. lblis Pulih Ratu Pesolek yang sudah berganti rupa menjadi seorang
gadis cantik berseru lantang.
"Lelaki-lelaki
jantan Delapan Tokoh Kembar! Apa sedapnya kalian menggagahi pemuda banci
berbaju merah itu. Lebih baik bersenang-senang dengan kami!"
Habis
berkata begitu lblis Putih Ratu Pesolek lalu singkapkan dada pakaiannya hingga
sepasang payudaranya terlihat jelas oleh Delapan Tokoh Kembar. Mendengar
teriakan lblis Putih Ratu Pesolek itu tentu saja DelapanTokoh Kembar yang
sedang sibuk hendak melakukan kekejian terhadap Puti Andini menjadi terkejut.
Mereka putar kepala memandang kearah lblis Putih Ratu Pesolek dan sama-sama
temganga terkesiap melihat apa yang dipertunjukkan Mereka sepertinya tidak percaya
kalau Puti Andini adalah pemuda banci. Namun memang jika mereka bandingkan dada
Puti Andini yang agak rata biasa -biasa saia denqan dada lblis Putih Ratu
Pesolek yang begitu menggairahkan maka ucapannya tadi termakan juqa oleh
delapan lelaki berkepala kuning botak ini.
Selagi
Delapan Tokoh Kembar seolah-olah terhipnotis lblis Putih Ratu Pesolek memberi
isyarat pada dua orang anak buah Ratu Duyung. "Lekaslah singkap dan
perlihatkan isi dada kalian yang bagus itu?”
Dua gadls
cantik anak buah Ratu Duyung tentu saja terkejut besar karena tidak menyangka
akan disuruh berbuat begitu.
‘Kami
…" keduanya menjadi gagap dan bersemu jengah \wajah masing-masing.
"jangan
pikir segala apa! Jangan tolol! kita Semua tengah menghadapi bahaya besar Lekas
Lakukan apa yang aku bilang barusan!" sentak lblis Putih Ratu Pesolek. dua
gadis sesaat masih bingung. Dia memandang pada lblis Putih Ratu Pesolek, pada
Delapan tokoh Kembar yang kini tampak menyeringai lalu pada Puti Andini yang
saat itu masih terbaring di tanah dalam keadaan pakaian tidak karuan.
"Lekas!Kalian
tunggu apa lagi!" lblis Putih Ratu Pesolek jadi jengkel. Dua gadis anak
buah Ralu Duyung akhimya melakukan juga apa yang dikatakan si nenek yang
menyamar jadi gadis cantik itu.
Delapan
Tokoh Kembar yana memang punya sifat suka bersenang-senang membelalak beiar
ketika kini melihal tiga pasang payudara putih dan besar-besar segar membusung
menantang keluar.
Tenqqorokan
mereka turun naik sedang cuping hidung mengembang mengeluarkan suara nafas
memburu. Tujuh orang yang kepaianya berangka 2 sampai 8 memandang pada saudara
tua .mereka nomor 1. Yang nomor satu in1 kedap kedipkan matanya, Lidah
dijulurkan pulang balik. Namun tampak ada bayangan rasa rasa bimbang. Melibat
gelagat yang tidak baik ini lblis Putih Ratu Pesolek segera keluarkan ucapan.
"Kami
bertiga masih perawanl Apa kalian semua mau berlaku bodoh menggauli pemuda
banci itu? Mendapatkan perempuan palsu padahal yang asli siap melayani kalian?”
Tokoh
kembar nomor 1 maju selangkah. Enam saudaranya mengikuti. Namun tiba-tiba yang
nomor 4 mendekati dan berbisik.
"Kakak,
kau dan saudara-saudara yang lain silahkan mengambil tiga gadis itu, aku biar
tetap dengan pemuda banci itu saja …."
Si nomor
satu pelototkan mata tapi kemudian menyeringai sementara saudara-saudaranya
yang lain terlawa bergelak. "Saudara kita si nomor 4 ini sejak dulu memang
punya kelainan! Ha … ha … ha Didahului oleh si nomor 1, diikuti oleh yang
lain-lain kecuali si nomor 4, tujuh bayangan merah berkelebat. Kalau tadi masih
bisa diatur siapa yang fuluan kini keadaan jadi kacau karena semua bersirebut
cepat untuk dapat menyentuh tiga gadis cantik di depan mereka.
Hanya
beberapa langkah lagi tujuh orang tokoh Kembar akan sampai ke tempat tiga gadis
Cantik tiba-tiba gadis paling depan yakni lblis Putih Ratu Pesolek hantamkan
langan kanannya. Selarik Angin keras menyambar ke kepala Tokoh Kembar Nomor 3.
Dua anak buah Ralu Duyung tidak tinggal diam. Entah kapan mereka mengambii
tahu-tahu masing-masing sudah memegang senjata yang sangat diandalkan yakni sebatang
longkat besi yang ujungnya meman-carkan cahaya biru angker. Ketika senjata2 itu
dipu-kulkan ke depan, dua iarik sinar biru menggebu!
”kita
tertipu” teriak Tokoh Kembar nomor 1 lalu cepat mendorong adiknya yang nomor 3.
Sang adik Selamat dari serangan iblis putih ratu pesolek, tetapi adiknya yang
lain yakni yang nomor 6 agak terlambat Menyingkir.
”wusssss"
Angin
keras mengandung tenaga dalam tinggi Menghantam dada si nomor 6. Membuatnya
terjungkal dan jatuh terjengkang. Pakaian merahnya di Bagi-an dada nampak
berlobang hangus. Kulit tubuhnya kelihatan merah seperti terpanggang. Kedua
matanya mendelik dan dari sela bibimya mengucur keluar darah segar Jelas dia
terluka parah disebelah dalam tetapi hebatnya dalam keadaan seperti itu dia
masih sanggup melompat bangkit.
Disebelah
kiri tiga lelaki botak yang menghadapi langsung serangan dua sinar biru cepat
jatuhkan diri lalu melompat ke depan susupkan masing-masing satu pukulan maut
ke arah dua orang anak buah Ratu Duyung. Dua gadis yang diserang segera menghantam
dengan tongkat besi masing-masing. Dua sinar biru berkiblat. Tiga lelaki botak
yang berada dl barisan paling depan cepat melompat mundur. Mereka sudah
mendengar kecantikan gadis-gadis dari taut selatan ini. Tetapi mereka juga
pernah mendengar kalau para gadis itu tidak bisa dibuat main.
llmunya
tidak rendah dan memiliki senjata yang memancarkan sinar biru yang mampu
menjebol batu bahkan dinding besil Bisa dibayangkan bagaimana kalau sinar itu
sampai menghantam diri mereka bersaudara.
"Bentuk
Barisan Menggusur Bumi!" Tokoh Kembar nomor 1 berteriak keras. Tujuh
lelaki botak berjubah merah segera membentuk barisan memanjang dari sisi kiri
ke sisi kanan. Tangan kanan diangkat tinggi-tinggi ke atas dengan telapak
terkembang Telapak tangan kiri diletakkan di atas kepala mereka yang botak dan
dicat kuning.
"Menggusur
Bumi. Hantam!"
Tujuh
mulut meniup serentak ke arah lblis Putih Ratu Pesolek dan dua orang anak buah
murid Ratu Duyung. Mula-mula terdengar suara menggemuruh laksana ombak
bergulung disertai badai menghantam. Dua gadis berpekikan. Tongkat besi mereka
terlepas mental entah ke mana. lblis Putih Ratu Pesolek sendiri keluarkan
seruan tegangl Sangyul hitam besar di atas kepalanya terlepas mental dan kini
nampak rambutnya riap-riapan acak-acakan.
"Jahanam!
Kalian merusak dandananku!" teriak Iblis Putih Ratu Pesolek namun saat itu
bersama dua Gadis lainnya tubuhnya telah mencelat mental akibat Tiupan angin
dahsyat yang keluar dari tujuh mulut Manusia botak berjubah merah! bagaimanapun
mereka kerahkan tenaga luar dan dalam untuk bertahan namun tetap saja
ketiga-tiganya terseret mental sejauh dua tombak dan terkapar dipasir begitu
punggung masing-masing melabrak dinding karang!
Untuk
beberapa saat lamanya ke tiga gadis itu Terhenyak nanar di atas pasir. Dari sela
mulut dan Liang telinga dua anak buah Ratu Duyung kelihatan Ada darah mengalir.
lblis Putih Ratu Pesolek sendiri Merasakan dadanya mendenyut sakit, mata perih
Sekali dan telinga berdenging sakitl Akibat tiupan Angin dahsyat tadi pakaian
yang melekat di tubuh Mereka jadi tidak karuan, robek di sana-sini.
Tokoh
Kembar nomor 1 tertawa mengekeh. "ha … ha … ha …. Ayo bangun dan ikut kami
ke Bali dinding karang sana!" Si botak nomor 1 melangkah mendekati lblis
Putih ratu Pesolek. Ketika dia hendak menjamah Dada perempuan yang dilihatnya
sebagai seorang Perempuan cantik jelita ini, tiba-tiba lblis Putih Ratu
PePesolek lepaskan satu satu pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam
tinggi. Sinar hitam menderu Ganas!
"wuuuttt!"
”jahannam!
Awas serangan!" teriak si botak noMor seraya menyingkir. Dia selamat tapi
saudaranya si botak nomor 5 yang ada di belakangnya terlambat mengelak. Dengan
telak sinar hitam pukulan sakti yang dilepaskan lblis Putih Ratu Pesolek
menghantam mukanya. Si botak nomor 5 terpental sampai tiga tombak. Ketika
tubuhnya terkapar di pasir semua saudaranya jadi berteriak kaget. Tubuh itu
tidak punya kepala lagi. Sudah hancur dihantam pukulan sakti lblis Putih Ratu
Pesolek dan hancurannya bertebaran mengerikan ke mana-mana.
Kemarahan
pun meledak!
"Bentuk
Barisan Menerjang Laut Menjaring Bumi!" teriak Tokoh Kembar paling tua.
Tujuh
lelaki botak berjubah merah berkelebat memutari tiga gadis.
"Menerjang
Laut Menjaring Bumi. Hantam!" Enam mulut meniup. Tiga gadis menjerit kaget
ketika dapatkan mereka seolah terjebak dalam satu jaring yang tidak berwujud.
Mereka menggapai-gapai kian kemari berusaha untuk keluar dari jaring yang tidak
terlihat itu. Namun beberapa bayangan merah mendahului berkelebat. Tahu-tahu
ketiga gadis itu merasakan diri masing-masing tegang kaku tak bisa bersuara,
tak bisa bergerak iagil Ketiganya telah ditotok! Tokoh Kembar nomor 2, 3, 6 dan
7 serta merta melompat. Siap untuk menghabisi ke tiga gadis itu dengan
tendangan dan hantaman tangan ke arah batok kepala
"Jangan
bunuhl Aku ingin mengerjai mereka habis-habisan! Gotong mereka ke balik
gundukan batu karang besar sana!" Yang berteriak adalah Tokoh Kembar nomor
1 yang marah besar atas kematian adiknya nomor 5. Tiga gadis itu lalu di bawa
ke balik gundukan Batu karang. Tokoh Kembar nomor 1 mengikuti Sambil membuka
ikat pinggang jubah merahnya.
********************
DELAPAN
TOKOH
kembar nomor 4 memanggul tubuh Puti Andini ke balik satu gundukan batu karang
besar lalu membaringkannya di tanah. Gadis ini walaupun bisa bersuara tapi tak
mampu bergerak karena sebelumnya sudah ditotok.
"Jahanam!
Berani kau berbuat kurang ajar aku bersumpah menanggalkan kepala mengorek
jantungmu!"
Si jubah
merah ganda menyeringal dan usap-usap kepala botaknya yang benyama kuning.
"Sebelum kau menanggalkan kepalaku aku akan lebih dulu menanggalkan
pakaianmul Ha… ha … ha”
”Sebelum
kau mengorek jantungku aku akan lebih dulu … ha … ha … ha …."
"Breett
…. breettt!"
Si botak
merobek pakaian merah Puti Andini yang sebelumnya sudah tidak karuan rupa
karena sudah robek di sana-sini. Sumpah maki si gadis sama sekali tidak
diacuhkan si botak. Dengan nafas memburu dia menanggalkan jubah merahnya.
"Kakak-kakakku
tolol semua! Termakan tipuan orang! Aku tahu kau bukan pemuda banci! Kau
seorang gadis sungguhan dan pasti masih perawan asli! Ha … ha … ha!"
Ketika
Tokoh Kembar nomor 4 ini hampir hendak melakukan perbuatan bejatnya itu
tiba-tiba ada satu benda halus menjirat pergelangan kaki kirinya. Sebelum dia
sempat memeriksa tiba-tiba kaki itu terbetot ke belakang. Tak ampun lagi si
botak terbanting keras ke tanah. Mukanya berkelukuran. Tulang hidungnya patah.
Dari hidung dan bibirnya yang pecah berkucuran darah.
Satu tangan
menyambar jubah merah milik lelaki Itu lalu melemparkannya ke atas tubuh Puti
Andini. Sambil menggembor marah Tokoh Kembar nomor 4 menoleh ke belakang. Dia
melihat seorang Kakek berpakaian putih, memiliki rambut den janggut serta kumis
putih tegak beberapa langkah di belakannya sambil memegang sehelai benang putih
yang sangat halus. Benang inilah yang telah mengikat pergelangan kaki kirinya.
Dia berusaha melepaskan ikatan benang. Namun benang halus itu bukan benang
sembarangan. Dalam dunia persilatan dikenal dengan nama Benang Kayangan dan
sebegitu jauh hanya dua atau tiga orang tokoh sakti saja yang mampu memutusnya.
"Jahanam!"
sumpah si botak nomor 4. Sekali lagi Dia mencoba bangkit tetapi untuk kedua
kalinya Orang tua yang memegang benang menyentak hingga si botak yang hanya
mengenakan kolor ini amblas terjengkang. Tua Gila, orang tua yang memegang
benang Tertawa mengekeh.
"Sungguh
memalukan! Dalam dunia persilatan Masih saja ada tokoh-tokoh keji dan kotor
sepertimu Dan saudara-saudaramu, Kalau tidak segera disingkirkan pasti bisa
menimbulkan malapetaka besar di kemudian hari! Apakah kau sudah siap menerima
kematian botak kuning nomor 4?!"
"Tua
bangka keparat! Kau yang akan mampus duluan.!”
"Ha
… ha … ha! Sayang sebelum berjalan ke neraka kau tidak punya kesemptan
mengucapkan selamat tinggal pada saudara-saudaramu!"
Tokoh
Kembar nomor 4 meniup ke arah Tua Gila. Satu gelombang angin menderu keras.
Walaupun tiupan ini merupakan serangan maut yang tidak bisa dibuat main namun
dibanding jika Delapan Tokoh Kembar meniup secara serentak maka ke hebat-annya
tentu saja jauh berkurang.
Sambil
membungkuk menghindarkan serangan tiupan angin maut itu Tua Gila sentakkan
kuat-kuat benang yang dipegangnya. Tubuh si botak nomor 4 melayang ke udara.
Mula-mula seperti layangan tubuh Ru dikedat-kedutnya beberapa kali hingga si
botak nomor 4 merasa lutut dan pangkal pahanya seperti hendak tanggal. Dia
menjerit kesakitan. Tua Gila tertawa geiak-gelak seperti anak-anak yang bermain
kegirangan. Lalu tangannya menyentak lagi.
"Wuutttttttttt!"
Sosok si
botak nomor 4 berputar di udara laksana titiran. Tua Gila ulur benang
kayangannya. Tubuh si botak mencuat sesaat lalu kembali berputar. Kali ini
karena benang telah diulur maka lingkaran putaran tubuhnya jadi melebar.
Akibatnya ketika tubuh itu berdesing ke arah sebatang poho besar dasi botak tak
sanggup menyelamatkan diri maka "praaak!"
Tak ampun
lagi kepala botak itu hancur mengerikan. Wamanya yang kuning kini berubah
menjadi merah!
Tua Gila
sentakkan tangan kanannya. Jiratan benang kayangan di pergelangan kaki kiri si
botak nomor 4 yang kini sudah jadi mayat terlepas. Dengan cepat Tua Gila gulung
dan simpan kembali benang sakti Itu ke balik pakaian putihnya. Lalu dia
melangkah mendekati Puti Andini yang masih tergeletak dalam keadaan tertotok.
Sekali memeriksa saja dia sudah mengetahui di bagian mana si gadis tertotok.
Setelah melepaskan totokan itu Tua Gila berkata :.
"Cucuku,
lekas kenakan pakaian ini!" Dari balik punggung pakaiannya Tua Gila
mengeluarkan sehelai baju dan celana panjang putih.
"Kalau
sudah, aku sarankan agar kau segera kembali ke Pulau Andalas. llmumu cukup
tinggi. Tapi untuk berani Menantang badai di tanah Jawa ini belum saatnya.
Katakan pada gurumu Sabai Nan Rancak bahwa Kitab Putih Wasiat Dewa yang
dicarinya tidak berJodoh dengan dirinya ataupun dirimul Masing-masing manusia
sudah ditakdirkan oleh Yang Kuasa untuk memiliki dan mencapai segala apa adanya
sampai di tingkat yang sudah ditentukannya. Soal dendam kesumatnya di masa lalu
terhadap diriku biar nanti aku yang akan menyelesaikan. Kau anak baik. Aku
percaya kau bisa lebih baik lagi menghadapi tantangan hidup ini!"
Habis
berkata begitu Tua Gila berkelebat pergi dari tempat itu. Untuk beberapa
lamanya Puti Andini alias Dewi Payung Tujuh masih terbaring terdiam. sebelumnya
dia marah besar jika dipanggil cucu oleh orang tua itu. Namun setelah dirinya
diselamatkan diam-diam dia merasa ada keperihan yang mendalam di lubuk hatinya.
Dari arah pedataran pasir terdengar bentakan-bentakan orang yang berkelahi.
Puti
Andini sadar di mana dia berada saat itu. Segera dia bangkit dan mengenakan
pakaian yang diberikan Tua Gila dengan cepat.
********************
Kembali
pada apa yang terjadi atas diri lblis Putih Ratu Pesolek dan dua anak buah Ratu
Duyung. Di balik gundukan batu karang di ujung bukit sebelah selatan enam orang
berjubah merah turunkan tubuh tiga gadis cantik yang mereka gotong ke tanah.
Tokoh
Kembar nomor 1 berpaling pada lima saudaranya. "Kalian harap bersabar dan
tetap tinggal di tempat Aku akan memberi pelajaran dan hajaran pada tiga gadis
keparat ini. Tidak ada satu manusia pun boleh menipu Delapan Tokoh
Kembar!"
Habis
berkata begitu si botak nomor 1 ini sibakkan jubah merahnya lalu melangkah
mendekati lblis Putih Ratu Pesolek. "Biang racun penipu! Pembunuh adikku
nomor lima Kau pantas mendapat bagian lebih dulu!" .
lalu
dilepaskannya totokan pada urat gagu yang menutup jalan suara lblis Putih Ratu
Pesolek. "Aku ingin dengar bagaimana suara teriakanmu!" "Kau
hendak melakukan apa?!" tanya si nenek yang saat itu bemujud sebagai gadis
cantik. "Mau memperkosaku? Hik … hik! Aku memang sudah lama Apa kau sudah
tahu caranya? Hik … hik … hik!"
”Bangsat
pengecutl Berani pada lawan yang Tertotok! Kalau kau tidak segera membunuhku
kau akan Menyesal seumur hidup!" kata lblis Putih Ratu Pesolek beitu
dilihatnya Tokoh Kembar nomor 1 kembali melangkah mendekatinya.
Semula
disangkanya si botak No 1 hendak mengha-arnya kembali. Temyata dia tidak
menghantamkan tendangan atau pukulan. Melainkan siap untuk melakukan kemesuman
terhadap iblis putih Ratu Pesolek yang saat itu bukan saja berada dalam keadaan
kaku tegang akibat totokan tetapi juga telah terluka parah di sebelah dalam.
Baru saja
Tokoh Kembar nomor 1 membungkuk Hendak menggagahi lblis Putih Ratu Pesolek
tiba-tiba ada orang berseru. Memperkosa tanpa mabuk lebih dulu apa enaknya!
Ha..ha..ha!”
Lalu
”byuurr!”
”Awas
serangan Tuak Kayangan!" teriak si botak nomor 1 memberi tahu
adik-adiknya.
Saat itu
dari arah depan laksana hujan badai menyembur cairan putih ke arah enam Tokoh
Kembar.
Semua
mereka segera mencari perlindungan. Si botak nomor 2 dan nomor 7 bertindak agak
terlambat.
Walau
sempat menyelamatkan diri namun jubah mereka masih terkena sambaran semburan
tuak hingga berlubang-lubang. Bagian tubuh mereka yang kena cipratan minuman
keras itu laksana ditusuk-tusuk dengan jarum dan menggembung bengkak!
"Keparat
jahanam!" maki Tokoh Kembar nomor 1. Dia dan kawan-kawannya siap bergabung
untuk melancarkan serangan balasan. Namun saat itu datangnya serangan berupa
semburan tuak seolah-olah tidak berhenti. Selain itu mereka juga tidak dapat
melihat jelas di mana beradanya Dewa Tuak, musuh yang tengah menggempur mereka
saat itu. Selagi mereka saling memberi isyarat tiba-tiba terdengar pekik si
botak nomor 1. Tubuhnya mendadak roboh ke pasir, kelojotan kian kemari.
Sebentar kedua kakinya melejang-lejang, di lain saat dua tangannya berulang
kali diturunkan ke bawah perut tapi diangkat lagi, begitu terus-terusan.
Di
seberang sana Dewa Tuak tertawa mengekeh sambil kedutkan benang sutera yang
dipegangnya. Lima saudara Tokoh Kembar nomor 1 terbelalak dan berteriak marah
ketika melihat apa yang terjadi. Ternyata dengan benang saktinya Dewa Tuak
telah mengikat kuat-kuat anggota rahasia milik kakak tertua mereka. Dapat
dibayangkan sakit yang diderita lelaki botak nomor 1 itu. Setiap dia coba
hendak merenggut dan memutus benang, Dewa Tuak tarik benangnya hingga Tokoh
Kembar nomor 1 menjerit setinggi langit dan kelojotan kesakitan.
"Keparat!"
teriak si botak nomor 2. Bersama adiknya nomor 3 dan nomor 6 dia melompat dan
menghantam untuk memutus benang sutra.
"DESSS!
Desss!"
Benang
sutera membal laksana karet! Temyata Tidak sangup diputuskan. Sebaliknya akibat
tekanan Dua pukulan saudaranya tadi, benang sutera yang Mengikat anggota
rahasianya menjadi semakin mengcengkram. lolongan Tokoh Kembar nomor 1 keras
mengidikkan. Darah mulai mengucur dari bagian tubuh di sebelah bawah perutnya.
"bunuh
jahannam tua berpakaian biru itu!" teriak Si kembar botak nomor 2.
"bentuk
Barisan Menjungkir Langit!" teriak saudaranya yang nomor 6.
‘Barisan
Menjungkir Langit. Hantam!"
Maka
secepat kilat lima Tokoh Kembar yang ada Di tempat itu segera membentuk barisan
aneh, berjejer berselang-seling. Tangan kanan diangkat tinggi-tinggi ke atas.
Telapak tangan kiri diletakkan di atas Kepala botak berwama kuning. Mereka
mengerahkan Seluruh tenaga dalam. Lalu meniup ke ’satu arah yakni sosok tubuh
dewa Tuak!
Deru
angin yang lebih menyerupai air bah dilanda badai menghantam ke arah Dewa Tuak.
Kekehan orang tua ini mendadak sontak menjadi lenyap. Sebelum tubuhnya disapu
dia segera kerahkan tenaga dalam pada kedua kakinya hingga sepasang kaki orang
tua ini laksana dua tiang raksasa menancap ke pasir amblas sedalam mata kaki
beberapa saat berlalu. Dewa tuak kelihatannya sanggup bertahan.
Tapi
sesaat kemudian terjadilah hal yang mengejutkan. Tubuh orang tua ini tampak
bergetar. Keningnya mengernyit. Lalu terdengar jeritan lblis Putih Ralu
Pesolek. Kalau saja dia tidak daiam keadaan tertotok walau saat itu menderita
luka dalam yang parah pasti dia telah melompat untuk memeluk tubuh Dewa Tuak.
Pakaian
biru yang dikenakan Dewa Tuak mengeluar-kan suara berderik lalu pecah-pecah di
beberapa bagian. Dari seluruh pori-pori yang ada di tubuh dan di mukanya
kelihatan keluar keringat bewama merah tanda bercampur darah Darah juga
membersit dari pinggiran mata, mulut, lobang hidung serta telinganya! lblis
Putih Ratu Pesolek kembali menjerit. Dua anak buah Ratu Duyung yang juga berada
dalam keadaan tertotok sama saja, tak bisa berbuat apa-apa.
"Kraaakkk!"
"Byuuur!"
Tabung
bambu yang tergantung di punggung Dewa Tuak pecah. Tuak harum yang ada
didalamnya tumpah membasahi tubuh bagian belakang orang tua itu. Sepasang kaki
Dewa Tuak yang menancap di tanah perlahan-lahan terangkat ke atas. Dewa Tuak tahu
sekali dirinya dalam bahaya. Kalau dia tetap bertahan tubuhnya di sebeiah dalam
akan hancur luluh. Tapi menyerah begitu saja orang tua yang keras hati ini
berpantang sekali. Dia kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Tangan kanannya tidak
mau melepaskan gulungan benang sutera yang dipegangnya. Si botak nomor 1 masih
menjerit- jerit kesakitan sambil berusaha melepaskan auratnya sebelah bawah
dari libatan benang namun sia-sia, darah makin banyak mengucur dari luka yang
melebar akibat irisan benang sutera sakti.
"Tenaga
Dalam Penuh!" Tokoh Kembar nomor 2 Berteriak. Bersama empat saudaranya dia
segera Menggembor tenaga daiam. Tubuh Dewa Tuak berqoyang keras. Kedua kakinya
tercabut dari tanah. Sebelum tubuh orang tua ini terlempar ke udara
Sekonyong-konyorg ada empat bayangan berkelebat. Tiga langsung mendekati Dewa
Tuak dari belakang.
"Daial-dajal
kembar kepala kuning tahil Pengecut main keroyok!" Yang berteriak temyata
adalah lblis Pemabuk..
"Dewa
Tuakl Bertahanlahl Kami membantu!" Tiga pasang telapak tangan lalu ditempelkan
ke punggung Dewa Tuak. Tiga hawa sakti mengalir ke dalam tubuh orang tua itu.
Sesaat tubuh Dewa Tuak bergoncang keras kemudian perlahan-lahan turun kembali
keatas pasir, menancap di tanah lebih dalam dari semula.
Di depan
sana lima Tokoh Kembar berteriak kaget ketika angin maut yang mereka semburkan
dari mulut mendadak sontak berbalik menghantam ke arah mereka.
"WUUSS!!!"
"Selamatkan
diri!" Tokoh Kembar nomor 2 berteriak.
Lima
orang berkepala botak kuning itu lalu lari berserabutan. Dua orang melakukan
gerakan yang salah hingga mereka saling tabrakan. Saat itu juga angin sakti
mereka berbalik datang menyambar. Keduanya mencelat sampai tiga tombak,
terkapar di atas pasir. Tewas dengan pakaian dan sekujur tubuh bergelimang
darah. Daging tubuh mereka hancur laksana dicacah. Yang tiga orang lagi
berhasil mencari selamat dengan menjatuhkan diri bertiarap ke pasir. Begitu
angin maut lewat ketiganya cepat berdiri dan melarikan diri. Saat itulah tiga
sinar putih berkiblat berturut-turut .
Dua orang
lagi dari tiga Tokoh Kembar yang masih hidup menjerit keras lalu roboh ke tanah
dengan jubah dan tubuh hangus! Yang ke tiga yaitu Tokoh Kembar nomor 3 walau
tangan kirinya hangus dihantam sinar putih menyilaukan tapi tadi masih sempat
menyelamatkan diri ke balik dinding karang dan menghilang.
Ratu
Duyung turunkan cermin saktinya. Kilatan cahaya yang keluar dari senjata
mustika inilah tadi yang menamatkan riwayat dua Tokoh Kembar. Di belakang Dewa
Tuak tiga pasang tangan yang tadi ditempelkan ke punggung orang tua itu
perlahan-lahan diturunkan. Walau tidak menoleh namun Dewa Tuak sudah tahu siapa
yang barusan menolongnya.
"lblis
Pemabuk, Tua Gila, Ratu Duyung dan sobat berselubungl Aku mengucapkan terima
kasih. Kalau kalian tidak membantu tentu saat ini aku sudah jadi bangkai!"
lblis
Pemabuk tenggak tuak dari dalam kendi lalu berkata. "Aku tidak merasa
membantu. Aku hanya tidak suka melihat orang main keroyok!" Orang
berselubung batuk-batuk beberapa kali. Dengan gerakan cepat dia memusnahkan
totokan yang menguasai lblis Putih Ratu Pesolek dan dua gadis anak buah Ratu
Duyung. Lalu dari balik kain putih yang menutupi sekujur tubuhnya dia
mengeluarkan dua butir obat. Sebutir diberikannya pada Dewa Tuak, sebutir lagi
pada lblis Putih Ratu Pesolek.
"Lekas
telan Luka dalam kalian bukan main-main!" Dewa Tuak dan lblis Putih Ratu
Pesolek segera Telan obat yang diberikan. Setelah menelan obat dewa Tuak cepat
menemui lblis Putih Ratu Pesolek Dan membantunya berdiri. Sementara Ratu Duyung
segera pula menolong dua anak buahnya.
"Kau
tidak apa-apa?" tanya Dewa Tuak pada lblis putih Ratu Pesolek. Tendangan
keparat botak nomor satu itu keras Sekali Jahanam betu!" jawab lblis Putih
Ratu Pesolek yang sampai saat ini masih tetap berwujud sebagai seorang gadis.
"Eh, jahanam yang kau kerjai barangnya itu kenapa berhenti berteriak?”’
Dewa Tuak
dan lblis Putih Ratu Pesolek melangkah mendekati Tokoh Kembar nomor 1.
Memandang ke bawah perut orang itu dinginlah tengkuk lblis Putih Ratu Pesolek.
Anggota rahasia Tokoh Kembar nomor 1 temyata sudah hancur seperti
dlsayat-sayat. Nyawanya tak tertolong lagi karena terlalu banyak mengeluarkan
darah.
"Sayang
bumbung tuakku dihancurkan oleh bangsat yang sudah jadi mayat itu…." Lalu
dia berpaling mencari-cari. Dari samping ada yang berkata.
"Kau
pasti mencari-cari aku! Ini, ambil satu kendiku. lsinya masih penuh!"
Dewa Tuak
menyeringai pada lblis Pemabuk yang ada di samping kirinya. Dengan cepat
disambarnya kendi berisi tuak keras yang diberikan tokoh silat bertubuh pendek
gemuk itu. Lalu dibimbingnya tangan lblis Putih Ratu Pesolek dan dibawanya ke
batik sebuah batu karang besar. Si gadis tampak tersipu-sipu. Dewa Tuak berkata
perlahan. "Perlu apa malu-malu.Aku sudah tahu siapa dirimu. Anak setan
murid Sinto Gendeng itu yang memberi tahu."
"Ah.
…" lblis Putih Ratu Pesolek keluarkan suara tertahan." Kau
Bertahun-tahun aku menyirap kabar dirimu. Tidak tahu apa kau masih hidup atau
sudah digondol malaikat maut ke akhirat!" Dewa Tuak tertawa mengekeh.
"Aku
senang melihat wajahmu muda dan cantik seperti ini. Tapi aku lebih suka melihat
wajahmu yang asli!" lblis Putih Ratu Pesolek kembali tersipu-sipu dan
merah jengah wajahnya yang jelita. Dia membuat gerakan menggeliat. Sesaat
kemudian perwujudannya sebagai gadis cantik jelita itu lenyap. Kini dia kembali
ke bentuk aslinya. Seorang nenek berdandan menor mencorong.
"Suro
Lesmono!" kata si nenek menyebut nama asli Dewa Tuak. "Aku gembira
bisa bertemu lagi denganmu. Apakah kau baik-baik saja selama ini?" Dewa
Tuak batuk-batuk dan mengangguk-angguk. "Aku juga suka sekali bertemu
denganmu. Aku baik-baik, kuharap kau juga begitu. Bolehkan aku menciummu saat
ini?”
"Tua
bangka edan! Kau kira kita berada di mana saat ini?”
Dewa Tuak
tertawa gelak-qelak. "Aku punya urusan yang belum selesai dengan Pangeran
Matahari. Dia membunuh saudaraku!" menerangkan lblis Putih Ratu Pesolek.
Lalu si nenek hendak berkelebat.
Dewa Tuak
cepat pegang lengannya dan berkata. "Sebelum pergi kau tidak hendak
mencoba tuak Iblis Pemabuk lebih dulu? Minuman ini bisa mempercepat
kesembuhanmu …."
lblis Putih
Ratu Pesolek terdiam. "Baik, aku akan minum beberapa teguk …" katanya
lalu ulurkan tangan hendak mengambil kendi yang dipegang Dewa tuak. Tapi si
kakek malah menjauhkan kendi itu.
"Eh,
mengapa kau jauhkan?"tanya si nenek heran.
"Aku
ingin kau minum seperti dulu. Masih ingat…?"
Wajah
lblis Putih Ratu Pesolek menjadi sangat merah. Dewa Tuak teguk tuaknya sampai
mulutnya gembung. Lalu ditariknya lengan si nenek begitu rupa hingga wajah
mereka saling bertemu satu sama lain. begitu bibir mereka saling bertemu, Dewa
Tuak buka mulutnya, masukkan tuak kedalam mulut lblis Putih Ratu Pesolek yang
sudah menunggu dengan mesranya.
lblis
Putih Ratu Pesolek tepuk tangan kanan Dewa Tuak ketika tangan itu mulai jahil
menjalar ke tubuhnya. Dia cepat-cepat telan tuak dalam mulutnya lalu mundur dua
langkah.
"Eh,
kau mau ke mana?’ tanya Dewa Tuak.
"Sudah
kubilang aku ada urusan besar yang perlu diselesaikan dengan Pangeran
Matahari!" jawab si nenek. Lalu cepat sekali dia berkelebat tinggalkan
tempat itu.
*******************
SEMBILAN
KEHADIRAN
Pendekar212 di kaki bukit sebelah timur setelah berhasil membunuh Elang Setan
dan Makhluk Pembawa Bala menimbulkan beberapa reaksi di kalangan para tokoh
yang ada di tempat itu. Bujang Gila Tapak Sakti sambil berkipas-kipas
melambaikan tangannya lalu berteriak.
"Anak
sableng! Apa kau masih ingat sama Kemala?!"
Murid
Sinto Gendeng palingkan kepalanya ke arah si gendut itu. Olaknya
mengingat-ingat, mulutnya tampak melongo.
"Kemala
siapa? Aku tidak ingat!" jawab Wiro kemudian. Bujang Gila Tapak Sakti
tetiawa bergelak. "Tidak ingat atau pura-pura tidak Ingat Masakan kau lupa
pada si Kemala alias Ratih Kiranasari itu …. Ha. .. ha … ha!"
Paras
Pendekar 212 berubah. "Aku ingat sekarang! Ada apa dengan dirinya??
"Anak
sableng! Harusnya aku yang bertanya ada apa dengan dirinya, bagaimana dia
setelah aku tinggalkan kalian berdua-dua Eh, apakah jadi kau tiduri gadis itu
untuk memusnahkan ilmu hitam yang menguasai dirinya … ?!"
"Gajah
bunting? damprat Pendekar 212. Jaga mulutmu! Ini bukan saat dan tempatnya membica-rakan
hal-hal gila seperli itu?"
Bujang
Gila Tapak Sakti betulkan letak kopiah hitam kupluk di atas kepalanya. Dia
tertawa gelak-gelak dan terus saja berkipas-kipas.
"Sudahlah
Kalau kau tidak mau membicarakan hal Itu aku tak mau bicara lagl!" kata
Bujang Gila Tapak Sakti pula. Sementara itu di dalam keranjang rotan raksasa Si
Raia Penidur masih terus mendengkur.
Pipa yang
terselip di sela bibimya mengebulkan asap berbau tidak sedap ke seantero
tempat. (Mengenai kemala atau Ratih kiranasari harap baca serial Wiro Sablenq
beriudul "Pumama Berdarah")
Wiro
pencongkan mulutnya. Setelah menggaruk kepalanya beberapa kali dia melangkah ke
arah kereta kencana putih di samping mana Ratu Duyung tegak memandang ke
arahnya dengan sepasang mata biru indah berkilauan. Di atap kereta Kakek segala
Tahu masih duduk uncang-uncang kaki dan sesekali kerontangkan kaleng bututnya.
Di tempat lain orang berselubung kain putlh yang kini tinggal satu begitu
melihat Wiro Iangsung memaki dalam hati.
”dasar
anak setan geblek. Dalam keadaan seperti ini masih bisa garuk-garuk kepala
cengangas-cengenges! Awas kau nanti kugasak dirimu mulai dari kepala sampai ke
pantat!"
Di
samping kereta Ratu Duyung memandang ke arah Wiro dengan hati berdebar.
Kerinduannya selama ini seolah terobati begitu melihat Wiro muncul dan kini
melangkah ke arahnya.
"Dia
masih mengenakan pakaian hitam yang aku berlkan dulu. Apakah ini satu pertanda
bahwa dia tidak melupakan diriku…?" membathin Ratu Duyung dalam hati penuh
harapan. Sebenamya Wiro ingin menemui semua tokoh yang ada di tempat itu, yang
telah bersusah payah datang untuk menolongnya. Namun dia harus bergerak cepat.
Apalagi
saat itu dilihatnya Tiga Bayangan Setan telah menuruni bukit di sebelah barat.
Wiro percepat langkahnya mendekati kereta. Sesaat dia tegak di depan Ratu
Duyung, memandang penuh kagum akan kecantikan si gadis. Sang Ratu sendiri
seperti tersenyum padanya walau jelas kedua matanya tampak berkaca-kaca.
Diam-diam gadis ini ingat pada ucapan Tua Gila waktu muncul di tempat itu
pertama kali. ‘Gadis cantik, mudah-mudahan kau segera mendapatkan jodoh! Aku
turut berdoa untukmu!"
"Ratu
Duyung, aku ingin bicara banyak denganmu. Tapi …" ‘Wiro tak bisa
meneruskan ucapannya. Tenggorokannya serasa tersekat. Terlebih ketika
dilihatnya sepasang mata biru bagus sang Ratu berkaca-kaca memandang tak
berkesip seolah melepas segala kerinduan yang dipendamnya selama ini. Dengan
suara perlahan kemudian Wiro berkata.
"Ratu
Duyung, harap maafkan. Ada sesuatu yang hendak kutanyakan pada orang yang
kurang ajar duduk di atas keretamu!"
Ratu
Duyung menganggukkan kepala. Bibimya yang merah bagus membentuk senyum. Senyum
bahagia ini seperti tidak mau pupus dari wajahnya yang jelita. Wiro mendongak
ke atas kereta.
"Kakek
Segala Tahu!" serunya memanggil. Si kakek memandang ke bawah, tertawa
lebar dan goyang-goyangkan tangannya yang memegang kaleng.
"Aku
perlu petunjukmu tentang kelemahan Tiga Bayangan Setanl lblis Pemabuk pernah
mengatakan Tepat tengah hari bolong. Pilih yang di tengah. Kau bisa mengartikan
petunjuk itu?!"
Si kakek
menggeleng. Lalu kerontangkan kaleng rombengnya.
"Celaka"
keluh Wiro dalam hati. Lalu dia berteriak kembali. "Kek! Aku tidak percaya
kau tidak tahu percuma kau dijuluki Kakek Segala Tahu!" si kakek
uncang-uncang kakinya lalu menjawab. Gelar apa pun tidak menjadi jaminan bahwa
manusia itu bisa seperti Tuhan mengetahui segala sesuatunya. Waktumu hanya
tinggal sedikit anak muda.
“Lekas
kau bertanya pada Si Raja Penidur" Wiro palingkan kepalanya ke arah Si
Raja Penidur yang masih ngorok di dalam keranjang rotan Besar.
"Kau
ini bergurau atau apa. Kau lihat sendiri! Dia masih mendengkur begitu,
bagaimana aku bisa bertanya ! Kau tahu manusia macam bagaimana dia tidur bisa
sampai berbulan-bulan!"
”anak
tolol! Apakah kau sudah bertanya padanya"! Apakah kau kira si gendut
sobatmu berjuluk Bujang gila Tapak Sakti itu mau bersusah payah Membawanya ke
sini kalau tidak punya maksud tertentu?!"
Wiro
garuk-garuk kepala.
"Maafkan
aku Kek," kata Wiro. Lalu dia menghambur ke arah Bujang Gila Tapak Sakti
yang duduk Di tanah sambil bersandar pada keranjang rotan Besar tempat si Raja
Penidur melingkar tidur.
"Heh,
mau apa kau datang ke sini?“ Bujang Gila Tapak Sakti membentak tapi wajahnya
mengulum senyum dan kipas di tangannya bergerak pulang balik di mukanya yang
keringatan.
"Gajah
bunting Jangan bersikap garang! Ini urusan mati atau hidup!" semprot Wiro.
Begitu
Wiro mendekati keranjang rotan dengkur Si Raja Penidur bertambah kerasl Sesaat
Pendekar 212 merasa ragu. Namun akhimya sambil menepuk paha orang tua bertubuh
maha gemuk itu dia bertanya.
"Kakek
Raja Penidur, harap kau suka bangun dan memberi tahu apa artinya Tepat tengah
hari bolong. Pilih yang di tengah …."
Sosok
Raja Penidur tidak bergerak sedikit pun. Wiro memandang pada Bujang Gila Tapak
Sakti seolah minta tolong. Tapi si gendut satu ini Cuma menyeringai sambil
terus berkipas-kipas. Wiro tepuk lagi paha Si Raja Penidur. Kali ini lebih
keras. Tiba-tiba kaki itu bergerak.
"Kekl
Kakek Raja Penidurl Bangun Kek. Aku butuh bantuanmu. ..!" kata Wiro
setengah berseru.
Si Raja
penidur menggeliat dalam keranjang. Dari mulutnya terdengar suara meracau.
Matanya terbuka sedikit lalu tertutup lagi.
"Kek!
Jangan tidur dulul Aku perlu petunjukmu!"
Mulut Si
Raja Penidur kembali meracau. "Apa sih yang diucapkan si gendut ini?”
pikir Wiro. Lalu tidak sabaran dicabutnya pipa yang terselip di bibir Raja
Penidur. Saat itulah orang tua gemuk ini menggeliat lagi, lalu tiba-tiba dia
bangkit dan duduk di atas keranjang rotan itu. Kepalanya yang berat
ditenga-dahkan ke langit. Sepasang matanya tertutup mengemyit. Lalu dari
mulutnya terdengar ucapan.
"Ho
…. Oooooo. Sudah tepat tengah hari bolong rupanyal Kalau ada tiga buah kelapa
aku akan memukul kelapa yang di tengahl Yang di tengah itu yang paling lezatl
Huah …!” Raja Penidur menguap lebar-lebar lalu tubuhnya terguling ke dalam
keranjang rotan. Suara mengoroknya kembali membahana.
Murid
Sinto Gendeng kecewa besar. Dia belum sempat mengartikan ucapan Si Raja Penidur
dan kini manusia raksasa gemuk itu sudah mendengkur kem bali. Dia memandang ke
arah bukit di sebelah barat lalu mendongak ke langit.
Saat itu
matahari tepat berada di titik tertingginya . "Astaga! Dia benar. Saat ini
tepat tengah hari bolong. Lalu kelapa yang di tengah? Apa maksudnya ? Kurang
ajar Mengapa aku begitu tolo!" Wiro melompat bangkit. Tapi ketika ingat
masih Memegangi pipa Si Raja Penidur dia cepat-cepat Membalik dan selipkan pipa
itu kembali ke mulut Raja Penidur. Baru saja dia hendak memutar tubuh Tiba2
diatasnya ada satu bayangan berkelebat Disertai teriakan dahsyat.
"bunuh!"
Wiro
cepat angkat kepalanya. Pada saat itu dari Atas berkelebat tiga Bayangan Setan.
Kedua tinjunya Di adu satu sama lain. Bersamaan dengan teriakan Bunuh tadi maka
dari tiga guratan di keningnya Memancar sinar aneh. Lalu dari kepalanya yang
Botak sebelah itu mencuat keluar asap membentuk Tiga sosok makhluk jejadian
bermuka raksasa dengan rambut riap riapan dan taring besar serta mata merah
mendelik ganas. Semua orang yang ada di situ tercekat tegang. Tiga makhluk ini
bergerak cepat sekali. Ketiganya menghantamkan tangan laksana palu godam ke
arah kepala Pendekar 212. Murid Sinto Gendeng cepat menyingkir meloloskan diri
dengan jurus ilmu silat yang didapatnya dari Tua Gila. Lalu sambil melompat ke
atas dia berteriak.
"Tepat
tengah hari bolongl Pilih yang di tengah!"
"Wuuut!
Wuuut! wuuutt!"
Tiga
hantaman makhluk-makhluk jejadian tidak mengenai sasaran. Begitu selamat dari
serangan maut Wiro berjungkir balik di udara. sesaat kemudian tubuh sang
pendekar kelihatan menukik ke bawah. Sambil menukik Wiro tiup tangan kanannya.
Gambar kepala Datuk Rao Bamato Hijau muncul di telapak tangannya. Di kejauhan
terdengar suara auman harimau yang sosoknya tidak kelihatan. Bukit batu
bergetar hebat. Pedataran pasir menggelombang. Semua orang menjadi tercekat.
Tiga
makhluk raksasa membalik, siap menyerbu kembali. Murid Sinto Gendeng keluarkan
jurus ke dua dari ilmu silat Enam Inti Kekuatan Dewa yang dipelajarinya dalam
Kitab Putih Wasiat Dewa. Telapak tangan kanan yang terbuka didorongkan perlahan
saja. Yang diarah adalah kepala raksasa jejadian yang sebelah tengah!
"Praaakk!"
Kepala
raksasa yang di sebelah tengah hancur berantakan. Darah bermuncratan. Di
kejauhan terde-ngar suara lolongan aneh. Dari mulut Tiga Bayangan Setan sendiri
melesat jeritan menggidikkan.
Tubuh
berjubah hitam ini terkapar di tanah. Kepalanya kelihatan hancur mengarikan.
Anehnya kepala makhluk jejadian yang dihantam tapi kepala Tiga Bayangan Setan
ikut hancur. Dan lebih aneh lagi kehancuran ini menjalar ke seluruh tubuhnya
sampai ke kaki Bersamaan dengan itu sosok tiga makhluk jejadian lenyap
Kesunyian menegangkan menyelimuti tempat itu.
Pangeran
matahari laksana disengat kalajengking ketika menyaksikan tewasnya Tiga
Bayangan setan. Padahal dia sangat mengandalkan kaki tangannya yang satu ini.
Dia usap mukanya berulang kali. Otak liciknya diputar. Dia kerahkan tenaga
dalam lalu berteriak membahana.
"Para
tokoh di bukit timurl Sebelum kita meneruskan urusan di Pangandaran ini aku
perlu memberitahu satu hal dan meminta pertanggungan jawab kalian!"
‘Pangeran
bejat! Kau mau pidato atau membaca syair?!" berseru Tua Gila lalu tertawa
mengekeh. dewa Ketawa ikut-ikutan tertawa. Dewa Sedih meraungkan tangis dan
Kakek Segala Tahu kerontangkan kaleng rombengnya. Tampang Pangeran Matahari
menjadi merah padam. namun sambil menyeringai dia berkata.
"ketahuilah
pendekar 212 telah menghamili kekasihku bidadari angin timur ! Gadis berbaju
biru itu yang itu yang bertempur dengan gadis bersenjatakan payung tadi!
Pendekar 212 berseru kaget. Yang lain-lain terkesiap Dan keluarkan suara
bergumam sambil memandang kearah Wiro.
Semua
orang menjadi geger. Ratu Duyung merasa sangat terpukul. Dia tutup wajahnya
dengan kedua tangan.
"Kurang
ajar Tuduhannya dusta dan fitnah belaka!" teriak Pendekar 212.
Pangeran
Matahari mendengus. "Temyata kau terlalu pengecut mengakui kebejatanmu
Pendekar 212 Nanti bisa kita tanyakan sendiri pada gadis ltu, Saat ini aku akan
meminta pertanggungan jawab kalian atas kejadian inil Sayang nenek pikun si
Sinto Gendeng guru Pendekar 212 tidak ada di sini hingga tidak bisa kumintakan
pertanggungan jawabnya!"
"Pangeran
sundal! Sinto Gendeng ada di sini, dan dia belum pikun!"
*******************
SEPULUH
TIBA-TIBA
satu suara menggema keras di kaki bukit timur. Orang berselubung kain putih
menggerakkan tangan, menarik lepas pakaiannya. Saat itu juga terlihatlah
sosoknya yang asli. Ternyata dia bukan lain adalah nenek tinggi kurus berkulit
hitam sinto weni alias Sinto Gendeng dari Gunung Gede. Si nenek mengerling ke
arah Tua Gila yang sempat terbelalak ketika mengetahui kekasihnya di masa muda
itu berada di tempat itu. Kalau para tokoh di kaki buki sebelah timur
heran-heran maka musuh mereka yang ada di bukit sebelah barat tampak berusaha
menekan rasa kecut yang menimpa diri mereka. Si Muka Bangkai cepat-cepat
membisiki muridnya.
"Pangeran,
keadaan tidak menguntungkan bagi kita. Tujuh dari Delapan Tokoh Kembar telah
menemui ajal. Jumlah lawan terlalu banyak untuk kita hadapi. Dewa Ketawa, Dewa
Sedih, Kakek Segala dan Bujang Gila Tapak Sakti masih belum turun Tangan. Belum
lagi Sinto Gendeng yang sangat Berbahaya ini. Bagaimana kalau kita tinggalkan
saja Tempat ini. Aku akan mengatur siasat agar kita bisa Melarikan diri dengan
selamat."
Rahang
Pangeran Matahari nampak menggembung. Wajahnya membersitkan kecongkakan dan
Kelicikan serta segala akal. Yakin akan kehebatan Kitab Wasiat lblis yang
berada di tangannya dia menjawab.
"Guru,
jika kau mau kabur silahkan saja, Aku Pangerang matahari raja diraja dunia
persilatan tidak akan pergi dari sini! Mereka akan kuhabisi satu persatu! Hari
ini juga! Hari sepuluh bulan sepuluh!"
Sang
Pangeran lalu usapdadanya di mana tersimpan Kitab Wasiat Iblis. Mendengar
kata-kata muridnya itu walau hatinya jerih tapi Si Muka Bangkai terpaksa tetap
berada di tempat itu.
"Pandan
Arum! Kau harus berani mengatakan siapa yang telah menghamilimu! Aku akan ikut
merobek-robek manusia jahanam itu!"
Tiba-tiba
ada seseorang berteriak disertai satu bayangan biru dan menebamya bau sangat
wangi. Paras gadis berbaju biru yang dipanggil dengan nama Pandan Arum menjadi
pucat pasi. Tubuhnya terasa lunglai dan dia tersandar ke dinding batu karang di
belakangnya seraya menatap pada seorang gadis yang berpakaian biru dan memiliki
ciri-ciri sangat sama dcngan dirinya! Baik wajah, sosok tubuh, wama kulit dan
wama rambut maupun pakaian dan wewangian yang dipakainya! Hal ini membuat semua
orang yang ada di tempat itu jadi terbelalak!
"Ooo
… la-la! Apa yang terjadi?!" seru Tua Gila.
"Mengapa
sekarang jadi dua?! Dari mana datangnya?"
"Kembarannya
atau jejadiannya yang muncul ini?!" teriak Dewa Ketawa lalu gelak
mengakak. Sauda-ranya si Dewa Sedih tampak cemberut lalu mulai sesenggukan dan
menangis.
Bujang
Gila Tapak Sakti sambil berkipas-kipas berkata. "Ah, aku dikasih yang mana
saja akan kuterima! Ha … ha … ha!"
Bagaimana
herannya semua orang yang ada disitu termasuk Pangeran Matahari sendiri, yang
paling terkejut adalah Pendekar 212 Wiro Sableng. Sepasang matanya melotot tak
berkesip.
"Benar-benar
ada dua. Berarti gadis yang kutemui di rumah makan itu adalah yang barusan
datang ini. Bidadari Angin Timur yang asli. Tapi …!"
Wiro
garuk-garuk kepala. "Bagaimana aku benar- Benar bisa memastikan yang mana
yang asli!" Selagi kesunyian masih mencengkam di tempat Itu tiba-tiba
gadis yang barusan datang berkata Dengan suara lantang.
"Kalian
semua dengar Aku dan gadis ini adalah Dua saudara kembar. Aku kakaknya dia
adikku! Perjalanan hidup telah membuat nasibnya tersesat Dan terhina karena
jatuh ke tangan Pangeran Matahari !” si gadis berpaling pada adik kembamya Ialu
Berkata "Katakan pada orang-orang ini! Siapa yang Telah menghamilimu!
Jangan berani dusta! Jangan Berusaha memfitnah!"
Perlahan-lahan
gadis yang disebut dengan Nama Pandan Arum itu bergerak dari batu karang
Tempatnya tegak bersandar. Kalau tadi tubuhnya terasa lemah lunglai kini dia
seolah mendapat satu kekuatan hebat. Keberaniannya menggelegak. Sepasang
matanya berkilat-kilat. Dia maju beberapa langkah.wajahnya yang cantik jelita
merah menge-lam. Air mukanya menjadi sangat menakutkan.
Pandangan
matanya diarahkan tak berkesip pada Pendekar 212 Wiro Sableng.
“Dia
telah menghamiliku!" teriak Pandan arum Lantang hingga semua orang yang
ada di tempat itu mendengar jelas. Si gadis memandang menyorot pada Wiro
membuat semua orang jadi geram memperhatikan murid Sinto Gendeng itu. Namun
tangan kirinya yang diacungkan menunjuk tepat-tepat pada Pangeran Matahari.
"Manusia
bejat! Tak cukup kau menipu dan memperbudak adikku, Kau juga merampas
kehormatannya’” teriak gadis berbaju biru di samping Pandan Arum yang tentunya
bagi Wiro kini jelas adalah Bidadari Angin Timur yang asli.
Pangeran
Matahari mendongak ke langit. Dia keluarkan suara tawa panjang. Sadar kalau
tipu muslihatnya terhadap Pendekar 212 tidak mempan bahkan sudah terbongkar
maka dia pun menjawab. "Adikmu suka padaku Dia memberikan segala-galanya
dengan ikhlas! Siapa yang berani menyalahkan diriku? Ha … ha… ha … !"
"Manusia
setan, iblis dajal! terima kematianmu!" teriak Pandan Arum. Lalu dengan
nekad gadls Ini melompat ke depan seraya menghantamkan kedua tangan, sekaligus
melepas dua pukulan "Pedang kilat biru”.
“Pandan
arum, jangan!” seru bidadari angin timur. Wiro pun berusaha mencegah, tapi
terlambat. Dari balik dad pangeran matahari menderu sinar hitam mengidikan,
itulah kesaktian yang keluar dari kitab wasiat iblis bilamana pangeran matahari
diserang!.
Satu
jeritan mengenaskan keluar dari mulut Pandan Arum. Tubuhnya terlempar beberapa
tombak dan terkapar di pasir dalam keadaan hanya tinggal tulang belulang dan
hangus!.
Bidadari
Angin Timur meraung keras. Dalam kalapnya dia segera hendak menyerbu Pangeran
matahari . Wiro yang melihat bahaya segera melompat dan merangkul tubuh gadis
itu. Keduanya berguling-guling di pasir.
"Lepaskan!"
"Bidadari
angin Timur … ."
"Kalau
kau tidak melepaskan diriku akan kubunuh!"
"bidadari
Angin Timur, aku mencintaimul Aku tak ingin kau celaka. … Manusia jahat itu
biar aku yang menghadapinya," kata Wiro. Pandangan matanya melekat tajam
ke mata si gadis. Dada bidadari Angin Timur seperti menggemuruh. Suara
isakannya terdengar perlahan.
"Cari
tempat yang Baik, nanti kita bicara …" bisik Wiro sambil membelai Rambut
pirang si gadis. Walau hal mesra ini Terjadi begitu cepat namun tidak lepas
dari perhatian ratu Duyung. Sang Ratu merasa hatinya Seperti disayat sembilu
dan palingkan wajahnya ke Arah laut.
Sekali
lompat saja Pendekar 212 sudah berdiri tiga langkah dari hadapan Pangeran
Matahari disambut oleh sang Pangeran dengan seringai mengejek.
"Dosamu
setinggi gunung sedalam lautan! Hari ini tamat riwayatmul Walau kau punya nyawa
rangkap kau tak bakal lolos dari kematian!"
Pangeran
Matahari sunggingkan seringai mengejek, "Pendekar 212! Rupanya kau
bersahabat dengan malaikat maut hingga tahu kapan aku akan menemui ajal! Ha. ..
ha. .. ha!”
"Iblis
keji! Pelacur lelaki! “hardik Wiro. "Kembalikan padaku Kapak Naga Geni 212
dan batu mustika pasangannya!"
Tampang
Pangeran Matahari lampak semerah saga. Seumur hidupnya baru sekali itu dia
dimaki orang dengan sebutan pelacur lelaki. "Mulutmu keji amatl Agaknya
gurumu si nenek keling itu tidak pernah mengajarkan sopan santun!"
Mendengar
Eyang Sinto Gendeng dihina begitu rupa Pendekar 212 hampir meledak
kemarahannya. Namun ingat kehebatan Kitab Wasiat lblis yang dimiliki lawan maka
dia segera menekan amarahnya dan menjawab. "Kabamya kau punya ilmu hebat.
Coba perlihatkan padaku barang sejurus dua jurus!" Pangeran Matahari
kembali sunggingkan seringai mengejek. "Murid nenek sinting dari gunung
Gede ini temyata hanya pandai omong, tapi tak berani menyerang!"
Walau
hatinya terbakar mendengar kata-kata musuh besamya itu namun Wiro tak sampai
terpancing Sadar kalau lawan tak bisa dijebak maka Pangeran Matahari lantas
berkata.
"Pendekar
212 kau dengar tawaranku. Aku akan mengembalikan kapak dan batu sakti ini
padamu. Sebagai imbalan serahkan padaku Kitab Putih Wasiat Dewa …."
"Pangeran
bejat! Kitab itu tak ada padanya. Tapi padaku!" satu suara menjawabi
ucapan Pangeran Matahari. Ketika sang Pangeran mengangkat kepala dia menjadi
kaget. Yang bicara adalah Sinto Gendeng.
Di
tangannya dia memegang sebuah kitab terbuat dari daun lontar yang
dilambai-lambaikannya sambil tertawa terangguk-angguk. Wiro terheran-heran dan
tidak habis mengerti bagaimana Kitab putih wasiat Dewa itu bisa berada di
tangan gurunya.
Pangeran
Matahari sendiri menggeram dalam hati. ”Kurang ajar! Jadi kitab yang kucari itu
ada padanya!"
Otaknya
mulai bekerja untuk mencari akal bagaimana Agar dia segera dapat menguasai
kitab tersebut. Namun memandang berkeliling dia menjadi kaget karena tempat itu
telah dikelilingi oleh musuh Hingga dia dan gurunya terkurung di tengah-tengah.
*******************
SEBELAS
UNTUK
menyembunyikan rasa jerihnya Pangeran Matahari keluarkan tawa panjang.
"Kalian manusia-manusia hebat tapi temyata pengecut! Silahkan menyerang
diriku beramai ramai … !"
Tua Gila
tertawa mengekeh. "Kau hadapi Pendekar 212 satu lawan satu. Kami ingin
berbincang bincang dengan gurumu Si Muka Bangkai!"
lblis
Pemabuk tiba-tiba tegak seolah menghadang di hadapan Tua Gila. "Kalian
hendak main keroyok?” bentaknya. "Jangan melakukan apa yang jadi pantangan
lblis Pemabuk!" "Siapa mau main keroyokl Tindakan pengecut itu bukan
kau saja yang tidak menyukainya. Kami pun berpantangl Padahal dengan biang
dajal seperti dia perlu apa memakai segala peradatan!" jawab Tua Gila.
Lalu
orang tua ini berkelebat menarik tangan Si Muka Bangkai. Tentu saja kekak
bungkuk ini tidak tinggal diam. Secepat kilat dia menghantam ke arah kepala Tua
Gila.
"Bukkk!"
Satu
tangan menangkis pukulan Si Muka Bangkai. Temyata yang menangkis adalah Dewa
Ketawa. Di sampingnya Dewa Sedih maju pula merangsak. "Muka Bangkai..!’
kata Dewa Ketawa sambil teriawa lebar. "Kami berdua belum berbuat pahala!
Kau boleh memilih antara aku atau kakakku untuk jadi lawanmu!"
Dewa
Sedih yang ada di samping Dewa Ketawa langsung saja keluarkan ratapan tinggi.
Untuk bebe-rapa lamanya Si Muka Bangkai terdiam tak bisa menjawab. Walau die
memiliki kepandaian tinggi namun siapa saja dari dua orang tua aneh itu
bukanlah lawan enteng.
Di
samping kiri tiba-tiba terdengar suara cekikikan. "Si Muka Bangkai mungkin
sungkan, mungkin juga jijik menghadapi orang-orang tidak waras seperti kalian.
Biar aku yang menantangnya! Dia sudah cukup lama membuat susah orang-orang
persilatan. Dia juga yang ikut-ikutan jadi biang racun menyusahkan
muridku!"
Si Muka
Bangkai cepat menekan rasa terkejutnya ketika melihat yang barusan bicara
adalah Sinto Gendeng, nenek sakti dari gunung Gede yang adalah guru Pendekar
212. Merupakan satu tokoh rimba persilatan yang sulit dijajagi ilmu
kepandaiannya
"Muka
Bangkai, aku sedih …. Aku sedih tak bisa menolongmu!" kata Dewa Sedih pula
lalu meratap keras. "Di atas sana aku melihat pintu neraka sudah dibukakan
untukmu! Aku melihat teman-temanmu sudah menunggu. Makhluk Pembawa Bala …. Ada
Tiga Bayangan Setan dan konconya sl Elang Setan.
Ada para
Tokoh Kembar Banyak lagi … Uhhh … ngerinya! Aku sedih …. Aku sedih! Hik … hik …
hik!"
"Kalian
jahanam semua" teriak si Muka Bangkai. Dia memukul ke arah Dewa Sedih.
Sebenamya Si Muka Bangkai berlaku cerdik. Saat itu setelah Sinto Gendeng
muncul, jika dia boleh memilih maka lebih baik menghadapi Dewa Sedih atau Dewa
Ketawa ketimbang Sinto Gendeng. Ternyata Dewa Sedih sudah dapat membaca apa
yang ada di benak guru Pangeran Matahari itu. Dengan cepat dia mengelak lalu
meraung keras.
"Aku
sedih, bukan aku yang ingin berkelahi mengapa aku yang hendak digebuk! Hik…
hik… hik! Aku lak mau berkelahi! Aku ingin menangis aja! Hikk … hik … hik! Muka
Bangkai lawanmu Sinto Gendeng, bukan aku!"
Si Muka
Bangkai kertakkan rahang. Ketika Sinto Gendeng menggebrak ke arahnya maka dia
tak bisa berbuat lain daripada langsung mendahului menyergap dengan serangan
ganas.
"Bukkk!"
Jotosan
keras yang dilepaskan Si Muka Bangkai mendarat di perut lawan. Tapi bukan perut
Sinto Gendeng melainkan perut seorang lelaki gendut berpakaian sempit terbalik
den berkopiah kupluk!
"Gajah
bunting!" teriak Wiro. "Apa yang kau lakukan?" Mengapa menyelak
di tengah pertempuran!"
Si gendut
ini yang bukan lain adalah Bujang Gila Tapak Sakti adanya tenang-tenang saja
menerima pukulan yang bisa menjebol tembok batu itu, seoiah dia barusan diusap
saja! Dia kedipkan mata pada Pendekar 212 lalu tanpa perdulikan Si Muka Bangkai
di hadapannya, sambil mengelus perutnya yang barusan dipukul. Bujang Gila Tapak
Sakti menjura pada Sinto Gendeng.
"Nenek
sakti benama Sinto Gendeng. Jauh-jauh aku datang kalau hanya untuk menggotong
Si Raja Penidur rasanya kurang afdol kalau tidak diberi kesempatan melawan
musuh barang sejurus dua jurus. Karenanya aku harap kau berjiwa besar mau
membenkan kesempatan padaku untuk menghadapi ikan lele bungkuk calon mayat
bergelar Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat ini!"
"Jahanam!
Berani kau menghina guruku!" teriak Pangeran Matahari sambil membuat
gerakan hendak meryerang Bujang Gila Tapak Sakti. Tapi sang guru cepat
menahannya. Sambil tertawa mengekeh Si Muka Mayat berkata.
"Ada
kerbau bengkak mencari mampusl Apa sulitnya bagi kita memenuhi
keinginannya?!" Si Muka Bangkai merasa telah berlaku cerdik sengaja
menantang 8ujang Gila Tapak Sakti karena sekarang dia meng-inggap jauh lebih
baik melawan si gendut ini daripada menghadapi Sinto Gendeng.
"Sinto
Gendeng, Rupanya ada orang yang tahu kalau ilmumu sangat cetek untuk
menghadapiku, Kau harus berterima kasih pada si gendut ini yang telah
menolongmu dari kehilangan muka, Jadi tidak sampai membuat kehilangan jiwa Ha …
ha. .. ha!"
"Aku
tahu, sebenarnya kau jerih menghadapiku, sengaja memilih musuh bayi bongsor
ini! Hemm… silahkanl Silahkan Bujang Gila Tapak Sakti, ada orang hendak
mengajakmu bermain-main, harap kau suka melayaninya!"
"Betul,
betul! Hayo kau layani keponakanku itu!" teriak Dewa Ketawa lalu tertawa
gelak-gelak. Dewa Sedih keluarkan tangisan pendek lalu menimpali. "Dia
keponakanku juga. Hik … hik … hik!"
Kagetlah
Si Muka Mayat dan juga Pangeran Matahari mendengar ucapan dua orang kakek aneh
itu. "Jika si gemuk ini adalah keponakan dua kakek sinting itu berarti dia
memiliki tingkat kepandaian sukar dijajagi! Ah, aku sudah salah memilih lawan.
Tapi aku tak bisa mundurl Sialan! Jahanam betul!"
Bujang
Gila Tapak Sakti rapikan kopiah hitamnya yang kupluk.
"Srett!"
Dia
mengembangkan kipas kertasnya di bawah dagu. Tubuhnya dibungkukkan sedikit.
Pantatnya disonggengkan. Matanya dikedip-kedipkan.
Dia
memasang kuda-kuda dengan gaya yang jelas mengejek lawan!
Dewa
Ketawa tertawa gelakgelak. Dia berpaling pada Sinto Gendeng dan bertanya.
"Sinto, menurutmu apakah hebat kuda-kuda yang dipasang keponakanku
itu?"
"Cukup
hebat sobatku Dewa Ketawa. Mungkin ini yang dinamakan kuda-kuda kerbau bunting
siap melahirkan anak!"
Ledakan
tawa para tokoh silat golongan putih menggetarkan tempat itu. Tampang Si Muka
Mayat dan Pangeran Matahari menggembung merah mengelam.
"lkan
lele bungkuk! Majulah! Silahkan kau cari bagian tubuhku yang empuk! Tapi awas!
Jangan kau berani memukul perut atau merogo selangkanganku Nanti bayiku
benar-benar berojol! Ha … ha … ha!"
Kembali
tempat itu dibuncah oleh gelak tawa. Si Muka Mayat yang tidak dapat lagi
menahan marahnya membentak garang.Tubuhnya yang bung-kuk melesat ke depan. Dua
jotosan susu! Menyusul dengan tendangan kaki kanan. Setiap serangan
mengeluarkan sinar hitam. Jotosan atau tendangan belum mendekati sasaran namun
sinar hiiam sudah menderu lebih dulu.
"Jurus
Tiga Bangkai bangkil dari Kubur! Apa hebatnya!" kata Bujang Gila Tapak
Sakti menyebut jurus yang dimainkan lawan. Bukan saja Si Muka Bangkai tapi
Pangeran Matahari pun kaget luar biasa mendengar ucapan Bujanq Gila Tapak
Sakti.
"Heran!
Bagaimana jahanam gendut ini tahu jurus serangan yang aku mainkan" kertak
Si Muka Rongkai dalam hati. Penasaran dia lipat gandakan tenaga dalamnya. Tiga
larik sinar hitam tampak mencuat lebih terang.
Semua
orang menahan nafas. Serangan Si Muka Bangkai sudah begitu dekat siap untuk
menghantam tubuhnya tapi Bujang Gila Tapak Sakti masih saja
cengangas-cengenges.
Tiba-tiba
si gendut itu kibaskan kipas kertasnya.
"W
utt…!"
Selarik
sinar putih menebar melengkung.
"Drett
… dre tt… drett!"
Seperti
sebilah pedang sinar putih yang menyambar keluar dari kipas di tangan Bujang
Gila Tapak Sakti menabas tiga larik sinar serangan, mengeluarkan suara benturan
keras tiga kali berturut- turut!
Si Muka
Bangkai merasa seolah ada air bah menghantam tubuhnya. Kalau dia tidak lekas
membuang diri ke samping dan berjungkir balik niscaya tubuhnya akan terjengkang
di pasir! Kakek bungkuk ini marah sekali. Seumur hidup baru kali itu
serangannya dipatahkan lawan secara mudah. Dari mulutnya keluar suara
menggembor. Sepasang matanya laksana mau melompat dari rongga cekung di muka
tengkoraknya. Tubuhnya yang bungkuk semakin menekuk ke bawah. Ketika lututnya
hampir bersatu dengan betis tiba-tiba tubuh Si Muka Bangkai berputar laksana
gasing. Lalu
"desss!"
Seolah
membal tubuh itu melesat ke atas. Bujang GilaTapak Sakti yang mengira akan
mendapat serangan dari depan tertipu. Baru saja dia mendongak untuk menjajagi
di mana lawan berada, tubuh si kakek telah menukik deras laksana elang
menyambar. Dua tangannya didorongkan ke depan.
Bujang
Gila Tapak Sakti hanya melihat dua kilauan cahaya hitam. Tahu-tahu sepasang
tinju Si Muka Bangkai sudah berada di depan hidungnya Guru Pangeran Matahari
telah mengeluarkan jurus hebat bemama "Mayat Bangkit Dari Kubur"!
"Wuuttt"
Bujang
Gila Tapak Sakti kibaskan kipas kertasnya.
"Buk!
Buk!"
Kipas
kertas beradu dengan dua lengan Si muka Bangkai. Kakek ini terpekik kesakitan.
Sambil me lompat mundur dia hantamkan tumitnya ke dada, lawan.
"Breettt!"
Bujang
Gila Tapak Sakti menggeram marah ketika dapatkan kipas kertasnya robek besar.
Tiga batang kayu kecil penyanggah kipas patah. Selagi dia dilanda amarah begitu
rupa kaki kanan Si Muka Bangkai mendarat di dadanya.
Tubuh
gendut ratusan kati itu terhuyung sesaat lalu roboh ke pasir! Dewa Sedih
keluarkan raungan keras. Dewa Ketawa membwka mulut lebar-lebar tapi tidak ada
suara ketawa keluar dari mulut itu! Para tokoh silat golongan putih tampak
tercekat. Untuk beberapa lamanya Bujang Gila Tapak Sakti terhampar di pasir
tanpa bergerak membuat semua orang jadi cemas.
Saat itu
tiba-tiba Pangeran Matahari berkelebat, kirimkan tendangan ke kepala Bujang
Gila Tapak Sakti!
"Nah
… nah! Guru dan murid mulai licik!" Eyang Sinto Gendeng berteriak. Dari
balik pakaian rombengnya dia keluarkan sebatang tongkat kayu butut. Tongkat itu
dilemparkannya ke depan Pangeran Matahari yang tengah menyerang. Saat itu juga
dari dada sang Pangeran melesat keluar satu sinar hitam menggidikkan. Hawa
panas menyungkup tempat itu.
Tongkat
kayu butut hancur berkeping-keping, berubah menjadi asap hitam dan akhimya
lenyap Pedataran pasir yang kena hantam pukulan sakti yang memancar dari Kitab
Wasiat Iblis, berlobang hitam selebar dua tombak dan terbongkar sampai setengah
tombak. Pasir beterbangan ke udara menutupi pemandangan. Ketika pasir surut
sosok gemuk Bujang Gila Tapak Sakti tak ada lagi ditempat semula.
Sekonyong-konyong
terdengar bentakan-bentakan marah Si Muka Bangkal. Ketika semua orang berpaling
ke arah kanan terlihat bagaimana sosok gemuk Bujang Gila Tapak Sakti melangkah
mendorong si kakek bungkuk, memaksanya mundur menaiki bukit karang. Sambil
mundur Si Muka Bangkai hantamkan tinjunya kiri kanan ke perut dan dada Bujang
Gila Tapak Sakti. Tapi seperti tidak merasakan pemuda gemuk itu terus saja
merangsak maju hingga Si Muka Bangkai dibuat mundur terus terusan sampai ke
atas bukit.
Melihat
gurunya diperlakukan seolah dipermainkan begitu rupa Pangeran Matahari segera
hendak berkelebat membantu.
"lblis
licik! Curang cukup sekali!" Sinto Gendeng berteriak marah tapi tidak mau
melakukan serangan. Dia berpaling pada muridnya.
"Anak
setanl Musuh besarmu sudah kepingin mampus, mengapa kau masih berdiam
diri?!"
Mendengar
ucapan gurunya Pendekar 212 cepat berkelebat ke hadapan Pangeran Matahari. Sang
Pangeran mendongak lalu tertawa mengakak.
"Hari
sepuluh bulan sepuluh Hari bersejarah bagi dunia persilatan Hari ini sudah
ditakdirkan tamatnya riwayat Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng! Ha
… ha … ha Gurumu memanggilmu Anak Setanl Aku lebih suka memanggilmu Anak
Anjing! Ha … ha… ha … l Anak Anjing ayo serang dirikul Cari bagian yang kau
sukai…Dihina dengan sebutan Anak Anjing sama sekali tidak membuat murid Sinto
Gendeng terpancing untuk menyerang. Malah sambil bertolak pinggang dia tertawa
bergelak. Puas tertawa dia berkata dengan suara keras.
"Pangeran
Matahari, kalau kau memanggil aku Anak Anjing tentunya kau merasa sebagai Bapak
Anjing! Ha … ha … ha! Nah Bapak Anjing, mengapa kau tidak segera memberi
pelajaran pada Anak Anjing?”
Gelap
kelam tampang Pangeran Matahari. Rahangnya menggembung. Pelipisnya kiri kanan
bergerakgerak.
"Manusia
tidak tahu diril Apa kau kira ada jalan selamat bagimu saat ini?!" Wiro
menyeringai. "Dalam Kitab Putih Wasiat Dewa ada kalimat berbunyi Mana ada
jalan selamat kalau bukannya jalan Tuhan?!"
"Hemmm
.. Begitu?!" Pangeran Matahari sunggingkan senyum mengejek.
"Bagiku
jalan selamat adalah jalanmu menuju neraka! Sebelum kutunjukkan jalan itu aku
kembali ajukan tawaran padamu. Kapak sakti dan batu mustikamu ada padaku! Aku
mau-mau saja menyerahkan dua senjata itu dengan – satu syarat Serahkan padaku
Kitab Putih Wasiat Dewa!"
Wiro
kembali tertawa bergelak. "Pangeran Matahari, seumur-umur mungkin mimpimu
untuk mendapatkan kitab sakti itu tak bakal kesampaian. Biar aku memberitahukan
saja padamu ada bait-bait dalam Kitab Putih Wasiat Dewa berbunyi begini. Musuh
manusia yang ke dua adalah yang datang dari dalam, yaitu dirinya sendiri ….
Semuanya berpangkal pada lupa diri. Hanya manusia yang bertakwa dan kokoh iman
yang sanggup lolos dari malapetaka ini. … Minta tolong dan minta ampun hanya
pada Yang Satu …."
Sesaat
mulut Pangeran Matahari tampak komat-kamit. "Aku tidak tahu sejak kapan
kau menjadi seorang penyairl Tapi orang yang mau mampus biasanya memang suka
berbuat aneh!" Habis berkata begitu Pangeran Matahari meludah ke tanah
lalu tertawa terbahak-bahak.
Di
hadapannya Pendekar 212 malah unjukkan sikap aneh. Dia membuka mulutnya
lebar-lebar dan menguap berulang kali. "Lama-lama aku mengantuk melihat
sikapmu Pangeran Matahari! Katanya kau mau jadi raja diraja dunia persilatan.
Tapi kulihat bisanya kau hanya tertawa melulu! Lama-lama kau bisa dijuluki Si
Raja Badut! Itu lebih baik dari Pelacur Lelaki yang kubilang tadi!"
Dewa
Ketawa gelak mengekeh. Dewa Sedih menggerung sedang para tokoh silat golongan
putih lainnya keluarkan senyum bergumam. Panas telinga Pangeran Matahari
mendengar ejekan itu.
"Pendekar
banci! Aku yakin kau terlalu pengecut untuk memulai perkelahian Takut
menyerangku! Biar aku membuka pintu akhirat untukmu dengan jurus pertama!"
Habis berkata begitu Pangeran Matahari menyergap ke depan, lancarkan satu
serangan tangan kosong.
*******************
DUA BELAS
KITA
kembali dulu pada perkelahian antara Bujang Gila Tapak Sakti dengan Si Muka
Bangkai alias Si Muka Mayat. Semakin hebat dia didesak ke atas bukit semakin
bertubi-tubi pukulan yang dilancarkan Si Muka Bangkai ke tubuh lawannya. Namun
Bujang Gila Tapak Sakti tidak bergeming sedikit pun.
Sekujur
tubuh si kakek telah basah kuyup oleh keringat. Kekuatannya lambat laun terasa
seperti terkuras. Tepat di lereng bukit batu karang orang tua Ini
tertatih-tatih kehabisan nafas. Pada saat itulah Bujang Gila Tapak Sakti
pergunakan kedua tangannya mendekap kepala Si Muka Bangkai. Semula semua orang
termasuk Si Muka Bangkai sendiri mengira Bujang Gila Tapak Sakti akan memuntir
putus lehemya. Namun apa yang terjadi kemudian membuat semua orang
terheran-heran kecuali Dewa Ketawa yang adalah paman Bujang Gila Tapak Sakti.
Dari
kepala Si Muka Bangkai yang didekap Bujang Gila Tapak Sakti tampak keluar
kepulan asap. Sekujur tubuh si kakek bergetar hebat. Kepalanya terasa dingin
seolah dipendam ke dalam lobang es. Rasa dingin ini menjalar ke sekujur
tubuhnya. Dia berusaha meronta melepaskan diri. Namun hawa dingin membuat dia
sulit menggerakkan kedua tangannya.
Tangan-tangan
itu temyata telah tegang. Menyusul badan dan kedua kakinya menjadi kaku.
Kepulan asap semakin menjadi-jadi. Udara di sekitar situ terasa dingin sekali.
Rahang Si Muka Bangkai berderak-derak. Matanya yang cekung berputar liar.
Setiap dia menghembuskan nafas tampak asap dingin mengepul keluar dari lobang
hidung dan mulutnya. Orang tua ini kelihatan seperti hendak berteriak. Namun
lidahnya terasa kelu!
Bujang
Gila Tapak Sakti telah menghantam Si Muka Bangkai dengan ilmu kesaktian yang
mengeluarkan Hawa sangat dingin. Hanya selang beberapa lama sekujur tubuh kakek
bungkuk itu telah putih kaku dari kepala sampai ke kaki. Dari hidung, telinga,
mulut dan kedua matanya yang cekung mengalir darah kental Bujang Gila Tapak
Sakti lepaskan ke dua tangannya dari kepala Si Muka Bangkai yang telah jadi
mayat kaku. Dia rapikan kopiah kupluk di atas kepalanya lalu dengan tenang
menuruni bukit karang di sebelah barat itu dan sengaja melangkah mendekati
Pangeran Matahari. Dari belakang ditepuknya bahu sang Pangeran yang saat itu
siap hendak menyerang Wiro. Begitu Pangeran Matahari melangkah mundur dan
berpaling dia tertawa lebar dan menunjuk ke lereng bukit sebelah barat.
"Gurumu
berpesan, kalau kau menyusulnya ke neraka jangan lupa membawa selimut tebal.
Katanya di sana dingin sekali!”
Pangeran
Matahari terkejut besar. "Kau apakan guruku?” teriaknya menggeledek.
Tenang
saja Bulang Gila Tapak Sakti menjawab. "Aku tidak mengapa-apakannya. Hanya
merubahnya menjadi mayat kaku diberi es!"
"Guru!!"
teriak Pangeran Matahari. Dia hendak menghambur ke lereng bukit tapi dengan
gerakan enteng si gendut Bujang Gila Tapak Sakti menggaet kaki kanannya. Kalau
tidak cepat mengimbangi diri niscaya sang Pangeran sudah jatuh berkelukuran
Saking marahnya Pangeran Matahari melupakan gurunya dan berbalik menyerang
Bujang Gila Tapak Sakti. Yang diserang jatuhkan diri lalu hampir tak dapat
dipercaya tubuhnya yang gendut luar biasa itu sengaja digelindungkannya di
bukit batu karang itu.
"Pendekar
212 harap kau mau sedikit berbaik hati pada Pangeran Matahari. Dia sedang
berduka barusan kematian gurunya. Kalau kau bunuh dia harap wajah dan tubuhnya
tidak dirusak agar di akhirat Si Muka Bangkai masih mampu mengenali muridnya
itu!"
Bujang
Gila Tapak Sakti tertawa gelak-gelak. Dewa Ketawa, lblis Pemabuktak ketinggalan
sedang Kakek Segala Tahu setelah begitu lama berdiam diri kini kerontangkan
kaleng rombengnya Amarah Pangeran Matahari tidak terperikan. Dia melompat ke
hadapan Wiro dan Bujang Gila Tapak Sakti.
"Kalian
berdua aku sendiri! Apa kalian kira aku takut?!"
Maka
Pangeran Matahari berkelebat memulai serangan. Sebenamya dia ingin menghabisi
Bujang Gila Tapak Sakti yang telah membunuh gurunya saat itu juga. Namun
Pendekar 212 menghadang di depannya. Segala kemarahan ditumpahkannya pada murid
Sinto Gendeng. Dia membuka serangan dengan melepas pukulan Gerhana Matahari.
Udara di tempat itu mendadak seolah menjadi redup. Dari tangan kanannya melesat
dengan ganas sinar hitam, merah dan kuningl Selagi Wiro berkelit selamatkan
diri Pangeran Matahari cabut Kapak Maut Naga Geni 212dan batu hitam pasangannya
dari pinggang. Lalu dengan mengerahkan tenaga dalam penuh dia menyerbu murid
Sinto Gendeng.
Dua mata
kapak mengeluarkan sinar panas berkilauan. Suaranya menggemuruh. Pasir teluk
beterbangan. Salah atau terlambat sedikit Pendekar 212 membuat gerakan tak
ampun senjata mustika miliknya sendiri akan menjadi tuan pembunuhnya! Sadar
akan kehebatan Kiiab Wasiat lblis yang ada di balik pakaian Pangeran Matahari,
Wiro tidak berani melakukan serangan balasan. Berkat aliran kekuatan aneh yang
memancar dari tubuh harimau putih Datuk Rao-Bamato Hijau Wiro kini mampu
bergerak sangat cepat. Tubuhnya laksana bayang-bayang berkelebat kian kemari
mengelakkan serangan Kapak Naga Geni 212 yang dilancarkan Pangeran Matahari.
Wiro sengaja keluarkan ilmu silat orang gila yang dipelajarinya dari Tua Gila.
Tua Gila sendiri terkagum-kagum melihat kehebatan ilmu silatnya yang dimainkan
Wiro. Dia yakin akan sangat sulit bagi lawan untuk bisa mencelakai Wiro.
Belasan jurus berlalu tanpa Pangeran Matahari berhasil menyentuh tubuhnya.
Namun bagaimanapun juga Wiromenyadari bahwa dia tidak mungkin bertahan terus
menerus. Apalagi saat dia ingat akan petunjuk dalam Kitab Putih Wasiat Dewa
yang mengatakan: Menyerang adalah awal kekuatan sedang bertahan adalah akhir
kekuatan ilmu silat. Dalam menghadapi musuh jahat, lebih dulu bertindak adalah
tindakan sempuma daripada bertahan menunggu datangnya bencana.
Ratu
Dyung dan tokoh silat golongan putih menyadari kendala yang dihadapi Pendekar
212 dalam menghadapi musuh besamya itu. Mereka tak mungkin menolong. Berarti
Wiro harus mampu bertindak sendiri.
Maka Wiro
mulai berkelahi dengan cara memutari lawan. Dia berusaha mengintai kelengahan
Pangeran Matahari. Serangan berputar merupakan satu-satunya serangan yang
mungkin bisa membawa hasil. Namun Pangeran Matahari yang cerdik dan tahu
gelagat segera melompat memunggungi dinding bukit karang. Dengan demikian Wiro
tidak dapat lagi mengitarinya dan kini kembali Pangeran Mataharl melancarkan
serangan dengan Kapak Maut Naga Geni 212. Serangan sang Pangeran datang tidak
putus-putusnya laksana curahan air terjun.
Benteng
pertahanan Wiro jadi jebol juga akhimya ketika Pangeran Matahari mulai
menyerangnya dengan lidah api yang keluar dari mata Kapak Naga Geni 212 setiap
diadu dengan batu mustika hitam. Murid Sinto Gendeng dibikin kalang kabut. Pakaian
dan tubuhnya hangus di beberapa bagian. Sakitnya bukan alang kepalang. Dengan
kertakkan geraham menahan sakit Wiro bertahan terus sambil memutar otak. Yang
paling cemas menyaksikan koadaan Pendekar 212 saat itu adalah Ratu Duyung dan
Bidadari Angin Timur. Mereka seperti jadi gatal tangan ingin membantu.
Jurus
demi jurus berlalu cepat. Pendekar 212 terdesak hebat. Dalam satu gebrakan
gencar Wiro sempat terhalang oleh gundukan tinggi batu karang di belakangnya.
Sebelum dia mati langkah, Wiro segera melompat ke kiri. Pada saat itu pula
Kapak Maut Naga Geni 212 datang berkelebat. Walau murid Sinto Gendeng ini
berhasil mengelak namun ujung salah satu mata kapak masih sempat mengirls bahu
kirinya. Asap mengepul dari luka di bahu itu. Tubuh Wiro serta merta diselimuti
hawa panas. Goresan luka menghitam dan menggembung dengan cepat Tampang Wiro
tak hentinya mengerenyit menahan sakit!
Di
hadapannya Pangeran Matahari tertawa bergelak sambil terus putar-putar Kapak
Naga Geni 212 di tangan kanan.
"Celaka!"
Baru saja Wiro mengeluh serangan lawan kembali menggempur betiubi-tubi. Di
tangan Pangeran Matahari Kapak Naga Geni 212 seolah lenyap. Yang kelihatan
hanya kilauan sinar putih panas disertai suara angker seperti ribuan tawon
mengamuk. Dalam satu gebrakan maut Wiro terjepit di antara dua gundukan batu
karang. Kapak Maut Naga Geni 212 kembali berkiblat dad arah kirinya. Dari
samping kanan batu hitam miliknya datang menyambar, dijadikan senjata pemukul
oleh lawan. Mengelak ke kiri tubuhnya terhalang oleh gundukan batu karang.
Begitu juga jika dia selamatkan diri engan melompat ke kanan. Celah di antara
dua gundukan karang terlalu sempit hingga dia tidak bisa lolos dari kejaran dua
senjata miliknya sendiri yang datang menghantam.
Wiro
membuat gerakan untuk mengelakkan sambaran Kapak Maut Naga Geni 212 lebih dulu
Temyata serangan itu hanya tipuan belaka. Ketika dia baru saja menyelamatkan
diri dengan memiringkan tubuh ke kanan, dari arah yang bersamaan datang
menyambar batu mustika hitam! Wiro hendak menangkis. Untung dia segera ingat.
Tangkisan dibatalkan untuk menghindari melesatnya sinar maut dari Kitab Wasiat
lblis yang ada di balik dada pakaian Pangeran Matahari. Yang kemudian mampu
dilakukannya hanyalah membuang diri ke samping. Bahu kanannya selamat dari
hantaman batu hitam namun rusuknya berada dalam keadaan terbuka.
"Kraakkk!"
Ratu
Duyung keluarkan pekik tertahan. Para tokoh lainnya terkesima dengan mata
melotot! Ratu Duyung tahu apa yang terjadi dengan Wiro. Maka dia pun berteriak.
"Wiro bertahan terus! Putar otakmu! Kau pasti bisa menemukan kelemahan
lawan!"
"Ratu
Duyung! Mengapa cuma berleriak-teriak saja dari pinggir kalangan! Lebih baik
kau bergabung dan membantu Anak Anjing ini!"
Ratu
Duyung tidak melayani ucapan Pangeran Matahari. Diamdiam dia berdoa agar Wiro
mampu memecahkan kelemahan lawan. Akibat hantaman batu mustika hitam tadi salah
satu tulang iga di sisi kanan Pendekar 212 melesak
patah.
Sakitnya bukan kepalang. Seumur hidup baru sekali ini Wiro merasa sakit begitu
rupa hingga keringat dingin memercik di sekujur tubuhnya!
Pangeran
Matahari tertawa lebar. "Pendekar 212, sayang sekali kau harus mati secara
pengecut Sama sekali tidak berani balas menyerang!
Wiro
kertakkan geraham. Dia terpaksa mengalirkan sebagian tenaga dalamnya ke bagian
yang cidera. Nafasnya terasa sesak. Gerakannya menjadi agak lamban. "Gila
Aku harus bertahan mati-matian, Aku harus menemukan cara menghadapi Pangeran
keparat ini! Kalau tidak cepat atau lambat dia pasti akan membantaiku!"
Wiro tidak mengkhawatirkan tulang iganya yang patah. Yang ditakutkannya adalah
racun Kapak Maut Naga Geni 212 yang melukai bahunya sebelah kiri. Tubuhnya
sudah terasa panas tanda racun senjata itu mulai bekerja.
Setelah
hampir enam puluh jurus baku hantam murid Sinto Gendeng mulai mendapatkan akal,
menemukan cara terbaik menghadapi musuh besamya itu sekaligus menghindari sinar
hitam mematikan melesat keluar dari Kitab Wasiat Iblis.
Wiro
yakin sinar hitam mematikan yang keluar dari Kitab Wasiat lblis yang ada di
dada Pangeran Matahari tidak akan keluar terus menerus seperti air yang
mengucur. Berarti bagaimanapun singkatnya ada sedikit waktu antara semburan
sinar pertama dengan semburan berikutnya.
"Pangeran
Matahari, apakah kau tidak ingin cepat-cepat menemui gurumu di akhirat?!"
Wiro berseru lalu tertawa mengejek.
"Pendekar
Jahanam! Apa kau kira aku bisa terpancing dengan akal bulusmu itu!" Sang
Pangeran menyahuti walau hatinya panas.
"Kau
sudah terluka Ajalmu hanya tinggal menunggu waktu!" Lalu kembali Pangeran
Matahari kiblatkan Kapak Maut Naga Geni 212. Serangannya lebih dipercepat
disertai tipuan-tipuan mematikan! Hebatnya dalam keadaan masih memegang batu
hitam di tangan kiri, dengan tangan yang sama dia mampu melepaskan dua pukulan
sakti berturut-turut yaitu pukulan "Gerhana Matahari" dan
"Merapi Meletus".
Teluk
Penanjung laksana dihantam gempa. Dua letusan keras menggelegar. Ditambah
berkiblatnya alnar menyilaukan disertai menghampamya hawa panas luar biasa.
Murid Sinto Gendeng secepat kilat melompat dan berlindung di balik satu
gundukan besar batu karang. Dari sini untuk pertama kalinya dia lancarkan
serangan dengan pukulan Sinar Matahari.
Pada saat
itu juga dari dada sang Pangeran melesat keluar sinar hitam menggidikkan. Sinar
putih dan sinar hitam beradu dahsyat di udara. Kembali teluk Penanjung di
Pangandaran itu seperti diguncang gempa dan topan prahara. Batu karang tempat
Wiro bersembunyi pecah berantakan dengan warna berubah menjadi kehitaman dan
mengepulkan asap. Secepat kilat Pendekar 212 berkelebat ke balik batu karang
yang lain. Dari sini sekali lagi dia melepas pukulan "Sinar
Matahari". Ketika Kitab Wasiat lblis membalas serangan itu dengan lesatan
sinar hitam, untuk kesekian kalinya teluk Penanjung bergetar hebat. Pasir
beterbangan ke udara menutup pemandangan.
"Hemmm
…" murid Sinto Gendeng bergumam penuh arti. Kini dia telah menemukan satu
akal untuk menghantam musuh besamya itu. Kali ketiga dia berkelebat, Wiro
sengaja mencari batu karang yang paling dekat jaraknya dengan Pangeran
Matahari.
Didahului
bentakan keras Wiro munculkan kepala dari balik batu karang lalu menghantam.
Kali ini pukulan sakti itu tidak diarahkannya pada lawan tapi sengaja
dihantamkan menyusur pasir teluk. Begitu sinar putih menderu, laksana disapu
topan, pasir di teluk itu beterbangan ke udara. Di depan sana sinar hitam
kembali melesat dari dada sang Pangeran. Wiro hanya punya waktu singkat sekali.
Selagi pemandangan tertutup pasir yang beterbangan di udara Wiro kerahkan ilmu
meringankan tubuhnya dan melesat ke arah Pangeran Matahari.
Selagi
melayang di udara dia tiup tangan kanannya. Serta merta di telapak tangan
Pendekar 212 muncul gambar harimau kepala putih bermata hijau. Begitu berada di
atas lawandan mengira Pangeran Matahari tidak sempat melihat gerakannya Wiro
langsung dorongkan telapak tangan kanannya dalam jurus keenam dari Enam Inti
Kekuatan Dewa yang disebut Tangan Dewa Menjebol tanah. Yang diarah adalah
kepala Pangeran Matahari.
Tapi temyata
sang Pangeran masih sempat melihat Saat itu juga dari balik dadanya di mana
tersembunyi Kitab Wasiat lblis menderu sinar hitam mematikan.
Kalau
Wiro berseru kaget karena tak mengira lawan maslh bisa melihat gerakannya,
sebaliknya Pangeran Matahari juga keluarkan seruan tertahan dan terbelalak
karena tlba-tiba dia melihat kepala lawannya berubah menjadi kepala seekor
harimau putih. Perubahan Ini terus berlangsung sampai ke kaki. Di lain kejap
satu sosok harimau putih mengaum keras dan seolah keluar dari tubuh Wiro,
melompat ke arah Pangeran Matahari.
"Datuk
Rao Bamato Hijau!" desis Pendekar 212 dengan lidah bergetar. Sinar hitam
berkiblat menghantam harimau putih. Binatang sakti bemama Datuk Rao Bamato
Hijau Ini terlempar ke belakang sejauh empat tombak.
Auman
keras menggelegar keluar dari mulutnya. Terjadi satu hal yang hebat. Sinar
hitam sakti Kitab Wasiat lblis melesat terus ke depan, berusaha menghancurkan
Datuk Rao Bamato Hijau. Tetapi tidak berhasil. Hal ini membuat Pangeran
Matahari terkejut besar dan kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Sebaliknya
harimau putih dengan segala kesaktian yang dimilikinya berusaha bertahan. Dia
bukan saja mampu menahan serangan sinar hitam yang mematikan itu malah
perlahan-lahan binatang Ini mulai menyedot sinar hitam itu hingga
perlahan-lahan masuk ke dalam mulutnya.
Tersedotnya
sinar hitam Kitab Wasiat lblis membuat tubuh Pangeran Matahari ikut terbetot ke
depan. Dadanya mendenyut sakit. Kitab Wasiat lblis yang terikat ke dadanya
terasa bergetar. Pangeran matahari kerahkan tenaga luar dalam untuk balas
menarik . Tapi gagal. Dia memaksa bertahan walau sedikit demi sedikit kedua
kakinya terseret ke depan.Rasa sakit di dadanya bertambah-tambah. Dengan Mata
mendelik dia melihat bagaimana harimau putih Di depannya seolah menelan sinar
hitam sakti Kitab wasiat Iblis. Akibatnya tubuhnya semakin terbetot ke depan.
Dia coba memukul, namun tangannya seolah kaku. Kedua kakinya kembali terseret.
Tubuhnya semakin dekat dengan harimau putih.
Ketika
Pangeran Matahari berusaha bertahan habis-habisan dari sedotan harimau putih,
isi dadanya seolah terbetot keluar. Dari mulutnya menyembur darah. Semakin dia
bertahan semakin keras sedotan harimau putih dan semakin banyak darah yang
keluar dari mulutnya. Tubuhnya saat demi saat menjadi lemas. Mukanya yang
congkak memutih pucat. Dia berteriak keras ketika sinar hitam terakhir lenyap
ke dalam mulut harimau putih.
Datuk Rao
Bamato Hijau mengaum keras. Mulutnya yang bertaring besar mengerikan menyambar
ke dada Pangeran Matahari.
"Breettt!"
Baju
hitam sang Pangeran robek besar di bagian dada. Dia keluarkan seruan keras
ketika dilihatnya Kiab Wasiat lblis miliknya kini berada dalam gigitan harimau
putih bermata hijau itu. Dia berusaha merebut sambil hantamkan Kapak Maut Naga
Geni 212 ke kepala Datuk Rao Bamato Hijau. Namun kapak hanya menyambar setengah
jengkal di depan hidung harimau bermata hijau itu. Sebelum Pangeran Matahari
menyerang den berusaha merebut kitab itu kembali, Datuk Rao Bamato Hijau
seperti menyantap daging segar memasukkan Kitab Wasiat lblis ke dalam mulutnya,
mengunyahnya lalu ditelan habis.
Pangeran
Matahari berteriak seperti menggerung. Lemaslah Pangeran Matahari melihat apa
yang terjadi. Walau sosok harimau putih itu lenyap seolah masuk kembali ke
dalam tubuh Pendekar 212 namun manusia segala cerdik segala licik dan segala
congkak itu sudah leleh nyalinya. Setelah kirimkan serangan beruntun dengan
Kapak Naga Geni 212 dia memutar tubuh dan menghambur ke atas bukit karang.
Ini
adalah satu hal yang tidak pernah diduga oleh Wiro dan semua orang yang ada di
situ. Pangeran Matahari yang berkepandaian tinggi itu ketakutan dan melarikan
diri!
*******************
TlGA BELAS
PENDEKAR
212 tentu saja tidak mau melepas-kan musuh besamya ini. Apalagi sang Pangeran
masih memegang Kapak Maut Naga Geni 212 dan batu hitam miliknya. Sekali dia
berkelebat Wiro berhasil menyusul Pangeran Matahari di ujung paling atas bukit
karang yang menjorok ke laut.
”Buntu! ”
Pangeran
Matahari tak bisa meneruskan larinya. Di bawah sana menghadang jurang batu
karang yang dalam dan taut biru gelap.
"Pendekar
jahanam! Aku mengadu jiwa dengan-mu Paling tidak kita sama-sama mati"
teriak Pangeran Matahari lalu babatkan Kapak Maut Naga Geni 212 ke arah Wiro.
Murid Sinto Gendeng cepat menghindar. Saat Itu gambar kepala harimau putih
bermata hijau masih melekat di tangan Wiro. Namun setelah lawan tidak lagi
memilikl Kitab Wasiat lblis yang mengeluarkan sinar hitam mematikan, Wiro merasa
tidak perlu mengandalkan llmu Pukulan Harimau Dewa itu. Dia lngin menghadapi
musuh besamya itu secara jantan dengan llmu yang dimiliki sebelumnya.
Maka
tanpa pikir panjang lagi Wiro menghantam kan tangan kanannya ke puncak bukit
tempat lawannya berpijak, melepas pukulan "Dewa Topan Menggusur
Gunung".
Pangeran
matahari tidak tinggal diam. Dengan tangan kiri dia balas melepas pukulan
"Merapi meletus“. Dua pukulan saktl bertemu. Satu letusan keras
menggelegar di puncak bukit karang. Batu karang tempat berpijak Pangeran
Matahari hancur berantakan.
Untung
dia cepat melompat selamatkan diri ke bagian yang lebih rendah. Namun di saat
yang sama Pendekar 212 telah melesat ke bagian bukit yang lebih tinggi. Dari
sini murid Sinto Gendeng berkelebat ke bawah sambil keluarkan jurus
"Kepala Naga Menyusup Awan" disusul "Kilat Menyambar Puncak
Gunung".
Dalam
keadaan melayang turun murid Sinto Gendeng hantamkan dua tangannya secara
beruntun.
"Bukkk!
Bukkkk!"
Darah
muncrat dari hidung dan mulut Pangeran Matahari yang hancur dilanda jotosan
tangan kiri Wiro. Pukulan tangan kanan Pendekar 212 menyusul melabrak pipinya
sebelah kiri hingga tulang pipi dan rahangnya remuk, mata kiri luka parah,
melesak ke dalam! Tubuhnya yang tidak punya daya kekuatan itu mencelat mental
ke arah jurang batu karang yang terbentang di balik bukit! Kapak Maut Naga Geni
212 dan batu hitam sakti terlepas dari tangannya. ikut jatuh ke dalam jurang
batu karang.
"Celaka!"
seru Wiro. Dia berusaha mengejar namun terjatuh. Dia terkapar menelungkup
dengan sekujur tubuh bergetar. Dengan susah payah dia berusaha bangun. Racun
Kapak Naga Geni 212 yang masuk ke dalam tubuhnya bekerja tambah keras!
Pada saat
dua senjata mustika warisan Eyang SInto Gendeng dari gunung Gede itu melayang
jatuh Ke jurang, sehelai benang putih berkilat melayang di udara. Dengan
kecepatan luar biasa benang ini melibat kapak Maut Naga Geni 212 dan batu hitam
sebelum kedua senjata ini jatuh masuk ke dalam jurang batu karang.
"Benang
sutera sakti!" seru Wiro gembira. Dia sudah tahu siapa yang menolongnya,
bukan lain Dewa Tuak. Begitu kapak dan batu tersentak ke arahnya dengan cepat
Pendekar 212 menyam bamya. Dia berhasil memegang Kapak Naga Geni 212 dan batu
hitam sakti. Lalu berpaling ke bawah.
Di lereng
bukit dilihatnya Dewa Tuak menyeringai adanya.
"Dewa
Tuak, aku sangat berterima kasih. …" Wiro
”Anak
setan! Lekas kau telan obat pemunah racun ini!" kata Sinto Gendeng lalu
tanpa menunggu lebih lama sebutir benda hitam disumpalkannya ke dalam mulut
Wiro.
"Pendekar
hebat Kau terluka ya? Ha … ha … ha…?" Bujang Gila Tapak Sakii telah berada
pula di sana sambil berkipas-kipas dengan kopiah hitamnya.
Lalu
dengan tangan kirinya ditepuk-tepuknya sekujur tubuh Wiro. Ketika tangan yang
besar dan berat itu menepuk keras di bekas luka dan patahan tulang iganya, Wiro
yang tak dapat menahan sakit menjerit keras. Bujang Gila Tapak Sakti tertawa
bergelak. Apa yang dilakukannya tadi bukanlah satu tindakan usil belaka. Tapi
sebenamya dia lelah melakukan pengobatan.
Sinto
Gendeng mengerenyit ketika melihat luka di bahu kiri Wiro lenyap tidak
berbekas. Wiro sendiri merasa dadanya lega, kekuatannya timbul kembali dan
tulang iganya yang patah tidak lagi terasa sakit inilah kehebatan Bujang Gila
Tapak Sakti. Memiliki kesaktian untuk mengobali orang dengan cara aneh.
Pendekar
212 menarik nafas dalam. Setelah selipkan kapak dan simpan batu hitamnya dia
berlutut dan menengadahkan tangannya ke atas.
"Terima
kasih Tuhan. Kau telah menolongku! Datuk Rao Bamato Hijau sahabatku, aku juga
berterima kasih padamu!"
"Kita
memang patut bersyukur! Pangeran Matahari sudah mati! Dunia persilatan selamat
dari malapetaka besar!" Terdengar suara seseorang dari kaki bukit. Semua
kepala menoleh ke bawah. Yang bicara temyata adalah Si Raja Penidur. Dedengkot
aneh dunia persilatan ini kelihatan duduk dalam keranjang rotannya. Mengepulkan
asap pipanya dua kali, menggeliat lalu berguling kembali ke dalam keranjang.
Tidur lagi!
Mengetahui
para tokoh silat temyata sudah berada di sekelilingnya. Wiro segera pula
menghaturkan terima kasih atas semua bantuan mereka. Lalu sang Pendekar
jatuhkan diri di depan Sinto Gendeng.
"Eyang,
harap maafkan kalau muridmu ini telah membuatmu susah. Aku mengaku terus terang
telah banyak berbuat salah! Terima maaf dan penghormatanku!"
"Anak
setan Sekian lama kau tidak pernah muncul. Diberi tugas malah bertingkah
seenaknya!"
Eyang
Sinto Gendeng menjawab dengan muka cemberut.
"Sinto,
kau ini tidak berubah. Terhadap muridmu seperti anjing dan kucing saja. Kalau
tidak bertemu kau bilang kangen. Kalau sudah bertemu kau selalu memarahinya!
Sudah, serahkan saja Kitab Putih Wasiat Dewa itu padanya. Lalu kita tinggalkan
tempat ini!"
Sinto
Gendeng berpaling. Kalau saja bukan Tua Gila yang berkata pasti sudah
didampratnya. Dari balik pakaiannya Sinto Gendeng keluarkan Kitab Putih Wasiat
Dewa yang asli lalu diletakkannya di atas kepala sang murid. "Ambil dan
lekas kau simpan Jangan sampai dicuri orang lagi!"
"Guru,
bagaimana kitab itu bisa berada di tanganmu?" bertanya Pendekar212 seraya
menyimpan kitab sakti itu di balik pakaian hitamnya.
"Tidak
lain karena ketololanmu Cinta membuta kan mata dan hati serta perasaanmu
Bukankah kau hendak menyerahkan kitab ini dulu pada gadis yang berpura-pura
menjadi Bidadari Angin Timur padahal dia adalah kaki tangan dan kekasih
Pangeran Matahari?" Sebelum kau melakukan perbuatan gila itu aku dan Iblis
Putih Ratu Pesolek menyiasati. Kaml muncul dengan pakaian aneh berupa selubung
kain putih. Kau kami robohkan dengan asap beracun. Selagi kau pingsan Kitab
Putih Wasiat Dewa yang asli kami ambil dari balik pakaianmu, kami ganti dengan
yang palsu. Kitab palsu itulah yang kemudian kau serahkan pada bidadarimu
itu!"
Wiro
manggut-manggut berulang kali. "Guru, aku berterima kasih atas semua
pertolonganmu …. Juga padamu …" kata Wiro seraya berpaling pada lblis
Putih Ratu Pesolek yang tegak di samping Dewa Tuak.
"Aku
juga berterima kasih padamu," kata Wiro pada si nenek. Perempuan tua
berdandan menor ini tersenyum dan kedipkan matanya.
Sunyi
Sesaat lalu terdengar suara sesenggukan Dewa Sedih. dewa Ketawa mulai
mesem-mesem lalu tertawa perlahan makin lama makin keras.
"Guru,
aku mencium bau wangi sekali. Biasanya kau … !"
"Anak
setan Jaga mulutmu" bentak Sinto Gendeng pada muridnya sambil pelototkan
mata.
lblis
Putih Ratu pesolek tertawa cekikikan. "Pendekar 212, aku yang memberikan
minyak wangi pengharum tubuhnya,. Katanya dia takut. Kalau tidak pakai minyak
wangi kau akan mudah mengenali tubuhnya yang selalu bau pesing!"
Dewa
Ketawa, Bujang gila Tapak Sakti dan Dewa tuak tertawa gelak-gelak. Kakek Segala
Tahu ke rontangkan kaleng bututnya, iblis pemabuk setelah Ikut tertawa mengekeh
lalu teguk tuak kerasnya dari Dalam kendi tanah.
"Kalian
edan semua!" teriak Eyang Sinto gendeng.
Dia
menarik lengan Tua Gila. "Ayo kita tinggalkan"
”Anak
setan, jaga dirimu baik-baik!"
"Eyang,
tunggu dulu Ada satu hal yang ingin Aku kutanyakan. Hal sangat penting!"
Berteriak Wiro ketika Sinto Gendeng hendak berkelebat pergi bersama Tua Gila.
"Anak
setan! Kau benar-benar ingin kutampar Apa lagi keperluanmu?!" bentak Sinto
Gendeng marah Tapi dia hentikan juga langkahnya.
Wiro
membawa gurunya ke tempat yang agak jauh, hanya Tua Gila yang mendatangi mendekati
mereka. Wiro lalu menceritakan dengan cepat hal ihwalnya dengan Ratu Duyung.
"Eyang,
menurutmu apakah aku harus memenuhi permintaannya. Tidur dengan dia agar dia
bisa bebas dari kutukan itu? "
"Hemmmm
…." Sepasang mata Sinto Gendeng berputar-putar. Dia melirik pada Tua Gila
di sampingnya. Sambil menyikut rusuk si kakek dia berkata.
"Kalau
kau tanyakan hal itu pada tua bangka ini, pasti dia akan menjawab lakukan saja!
Sekarang menurutmu sendiri bagaimana anak setan?!"
Wiro jadi
bingung dan garuk-garuk kepala.
"Aku
berhutang budi dan nyawa padanya. Tapi aku juga takut berdosa … !"
Eyang
Sinto Gendeng tertawa mengekeh. "Urusan dosa adalah urusan manusia dengan
Tuhannya. Urusanmu adalah antara manusia dengan manusia. Aku tidak akan
mengatakan ya atau tidak. Semua terserah padamu!" Sinto Gendeng lalu
puntir telinga muridnya hingga Wiro meringis kesakitan.
Sesaat
kemudian bersama Tua Gila dia sudah berkelebat lenyap dari tempat itu! Hanya
suara cekikikannya yang masih terdengar di kejauhan.
Wiro
ingat pada Bidadari AnginTimur, tepat pada saat gadis itu hendak meninggalkan
tempat itu sambil mendukung mayat adik kembarnya. "Bidadari Angin Timur,
aku turut sedih atas kematian adikmu. Bisakah kite bicara dulu sebelum kau
pergi?"
Bidadari
Angin Timur menatap paras Wiro. Dalam hati dia membatin. "Dia tadi
mengatakan terus terang bahwa dia mencintai diriku. Apakah aku mencintainya
…?"
"Wiro,
aku sedang berduka. Jika umur sama panjang dan kita bisa berjumpa lagi pasti
kita bisa bicara panjang lebar. Saat ini aku harus pergi dulu… . Aku harus
mengurus jenazah adikku ini."
"Aku
mendengar kau menyebut nama adikmu. Pandan Arum. Kalau aku boleh tahu namamu
sendiri siapa sebenamya?"
Bidadari
Angin Timur hanya menarik nafas panjang.
"Namaku
biarlah tersimpan dulu untuk menjadi kenangan bagimu. Suatu ketika aku akan
memberi tahu …. Maafkan aku. Aku harus pergi sekarang …."
Wiro
perhatikan kepergian Bidadari Angin Timur dengan berbagai perasaan. Dia merasa
sudah saatnya pula untuk meninggalkan tempat itu. Ketika dia berpaling
dilihatnya Dewa Tuak dan lblis Putih Ratu Pesolek sudah tak ada lagi di tempat
itu.
Ratu
Duyung dilihatnya melangkah tertunduk menuju kereta kencana putihnya yang telah
disiapkan oleh dua orang anak buahnya. Sesaat dia memandang pada Kakek Segala
Tahu. Lalu cepat- cepat menemui orang tua itu.
"Aku
tahu kau hendak menanyakan sesuatu," kata si kakek sambil tertawa lebar
dan goyangkan tangan kanannya yang memegang kaleng.
"Kau
tak usah bertanya. Aku siap memberikan jawaban. Terkadang seseorang harus
mengorbankan sesuatu untuk sesuatu yang sudah didapatnya!" Wiro jadi
terdiam mendengar ucapan Kakek Segala Tahu itu. Di sebelah sana pintu kerela
kencana sudah terbuka. Ratu Duyung siap naik. Saat itu Bujang Gila Tapak sakti
datang menepuk bahu Pendekar 212.
"Kalau
kau tidak suka dengan gadis itu, aku tidak keberatan menggantikanmul
Bagaimana?" Si gendut ini bertanya sambil kedip-kedipkan matanya dan
berkipas-kipas. Wiro purukkan kopiah hitam di atas kepala si gendut hingga
menutupi kedua matanya lalu berlari ke arah kereta pada saat pintu kereta
tertutup dan roda-rodanya mulai bergerak.
"Ratu
Duyung!" panggil Wiro.
Kereta
berhenti, kepala Ratu Duyung muncul di jendela.
"Ada
apa Wiro…?
"Aku
… apakah aku boleh ikut bersamamu?"
Ratu
Duyung mengetuk dinding kereta. Kendaraan itu berhenti.
"Ah,
ini merupkan satu kejutan bagiku Setahuku setiap tamu yang datang ke tempat
kediamanku adalah atas undangan atau kehendakku. Apakah kau menerima undangan
Wiro…?"
Paras
Pendekar 212 menjadi kemerahan.
"Aku
juga tidak ingin mengecewakan orang lain …."
"Maksudmu
Ratu?" tanya Wiro.
"Bidadari
Angin Timur. ..!’
"Dia
… !’ Lama Wiro terdiam. "Aku terlalu banyak mengharap padanya. Ternyata …
!’ Wiro tidak meneruskan ucapannya.
"Begitu?
Tapi kurasa masih ada seorang gadis menunggu kepastian darimu …."
"Eh,
siapa?"
"Lihat
ke sana. Dekat batu karang besar itu tegak seorang gadis berpakaian putih … !’
Wiro
berpaling ke arah yang dikatakan Ratu Duyung. Di sana dilihatnya Dewi Payung
Tujuh tegak memandang ke arahnya.
Dia gadis
baik. Hanya sayang termakan perintah gurunya tanpa dia dapat menimbang … !’
"ltulah
hidup. Setiap kita akan menghadapi satu atau beberapa persoalan yang kita tidak
bisa memecahkannya sendiri. Sementara orang lain tak ada yang mau menolong
…."
Wiro
terdiam. Ucapan Ratu Duyung merupakan suatu sindiran baginya. Ratu Duyung
mengetuk dinding kereta. Kendaraan itu bergerak. Murid Sinto gendeng tertegak
diam dan hanya bisa garuk-garuk kepala.
"Agaknya
Ratu Duyung tidak senang lagi terhadapku. Mungkin dia marah, mungkin juga
cemburu… !’
Wiro
membatin seolah menyesali diri sendiri. tapi tiba-tiba dilihatnya pintu kereta
terbuka lalu ada tangan halus melambai memanggilnya. Melihat hal ini tanpa
menunggu lagi Pendekar 212 segera lari mengejar kereta dan melompat masuk
melalui pintu yang dibukakan oleh Ratu Duyung!
Di
pedataran pasir terdengar suara riuh orang tertawa, menangis dan bertepuk
tangan. Ternyata mereka adalah para tokoh silat golongan putih yang masih ada
di tempat itu. Wiro keluarkan kepala lalu melambaikan tangan pada semua mereka
sampai akhimya mereka lenyap di kejauhan.
Di kaki
bukit kereta putih itu berputar. Ketika Wiro merasakan kereta itu bergerak
menuruni pantai Dan dia melihat air laut maka terkejutlah Wiro. "Ratu ….
Kita ini mau ke mana?"
Ratu
Duyung menatap ke depan dan menjawab.
”
bukankah katamu kau mau ikut ketempatku?” ”betul…. tapi ini …..mengapa kereta
menuruni pantai masuk kedalam laut?”
Ratu
duyung tertawa panjang. "Apa kau lupa bahwa jalan ketempat kediamanku
adalah melewati laut selatan ini?"
"Kau
dan anak buahmu orang sakti. Aku bisa mati tenggelam dalam air laut ….“
"Akan
kita lihat nanti apa kau benar-benar mati….”
kata Ratu
Duyung pula sementara air laut telah mencapai pinggiran jendela. Dalam takutnya
berusaha membuka pintu kereta. Ratu Duyung menarik baju hitamnya. Ketika dia
berpaling pandangan mata Pendekar 212 bertemu dengan sepasang mata biru bagus
sang Ratu.
"Aku…
aku tak ingin mati tenggelam” kata wiro
"Aku
juga tidak," jawab ratu duyung dengan tenang dan sambil tersenyum Wiro
jadi ternganga lalu garuk-garuk kepala dan akhimya ikut-ikutan tersenyum. Lalu
dengan suara perlahan dia berkata.
"Matipun
tak jadi apa karena aku tidak akan mati sendirian. Ada seorang ratu yang bakal
menemani diriku di dasar laut!"
Ratu
Duyung tertawa panjang. Suara tertawa yang seperti bulu perindu itu membuat
Wiro tidak sadar kalau air laut sudah mencapai lehemya.
TAMAT
No comments:
Post a Comment