WIRO
SABLENG
PENDEKAR
KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Karya :
BASTIAN TITO
RAJA RENCONG DARI UTARA
*****************
1
DISAMPING
BUKIT KARANG YANG curam itu terletak sebuah bangunan batu yang dikelilingi
tembok setinggi sepuluh tombak. Diluar tembok berderet-deret barisan pohon
kelapa yang daunnya melambai-lambai ditiup angin laut. Bangunan yang terletak
didekat pantai ini terdiri dari sebuah rumah besar yang pada kedua ujungnya
terdapat sebuah bangunan bertingkat berbentuk menara.
Bangunan
ini adalah sebuah pesantren yang dipimpin oleh seorang Kyai bernama Suhudilah.
Karena itulah pesantren ini dinamakan Pesantren Suhudilah.
Disamping
ilmu agama Kyai Suhudilah juga mengajarkan ilmu silat dan ilmu kesaktian kepada
murid muridnya. Karena Kyai Suhudilah lama sekali bermukim di Turki, maka jurus
jurus ilmu silatnya banyak dipengaruhi oleh jurus jurus silat Turki. Dengan
sendirinya ilmu silat tersebut disamping aneh juga hebat sekali. Pada masa itu
nama Pesantren Suhudilah telah terkenal didelapan penjuru angin Pulau Andalas
bahkan juga sampai sampai ketanah Jawa.
Saat itu
telah rembang petang. Satu dua jam dimuka sang surya segera akan tenggelam,
kembali masuk keperaduannya dan baru akan muncul lagi esok pagi. Dibawah menara
timur kelihatan dua orang berjubah. Keduanya sama sama tua dan sama sama
berjanggut putih. Mereka sedang asyik bermain dam. Yang seorang menyodorkan
buah damnya kedepan membuat satu perangkap yang tak bisa dihindarkan oleh
lawannya.
“Celaka!"
kata laki laki tua yang kena dijebak sambil menepuk keningnya. Buah dam yang
disodorkan lawannya mau tak mau harus dimakannya dan akibatnya dia akan
kehilangan empat biji dam sekaligus!
Lawannya
tertawa mengekeh sambil mengelus-elus janggutnya yang putih.
"Mana
bisa kau mau mengalahkan aku lagi", katanya, "tadi kuberi kau menang
hanya untuk memberi semangat saja. Ayo makanlah
"Tak
ada jalan lain" kata sijanggut putih yang terjebak.
Diulurkannya
tangan kanannya. Jari telunjuk dan ibu jari hendak memindahkan buah dam. Tapi
aneh! Buah dam yang kecil dan terbuat dari kayu itu tak bergerak sedikitpun!
Dicobanya sekali lagi mengangkat buah itu, tapi tak sanggup! Buah dam itu
laksana sebuah benda yang sangat berat!
"Heh,
kenapa? Ayo jalan!"
"Buah
dam ini … . tak bisa bergerak! Tak bisa kuangkat"
Kawan
laki laki itu menyangka dia ber-olok olok. Dan mengulurkan tangan kanan
menyentuh buah dam!
Terkejutlah
dia.! Memang betul! buah dam itu tak sanggup digeser, apalagi diangkat. Diam?
dia kerah kan setengah bagian tenaga dalam dan mencoba lagi mengangkat buah
dam! Tetap seperti sedia kala ketika dicobanya mengangkat buah buah dam yang
lain, benda benda itupun ternyata tak bisa terangkat! Laki laki ini memandang
berkeliling.
"Aneh
desisnya. Dan dikerahkannya kini seluruh tenaga dalamnya. Tangannya tergetar
hebat.
Keringat
dingin memercik dikeningnya dan dadanya terasa sakit!
"Agaknya
ada seseorang berilmu tinggi tengah mempermainkan kita "
"Tapi
siapa ?". Keduanya memandang berkeliling. Suasana sunyi sepi, jangankan
manusia, seekor lalatpun tak engkaukelihatan! Laki laki itu kerahkan lagi
tenaga dalamnya.
Tiba tiba
papan dam mencelat menta! ke udara! buah buah nya berhamburan! Kedua Laki laki
tua berjanggut putih tersentak kaget dan berdiri cepat sewaktu kesunyian
dirobek oleh gelak tertawa yang hebat, menggetarkan liang telinga dan
memukul-mukul dada serta menyendatkan jaian darah ditubuh mereka!
Sesaat
kemudian entah dari mana datangnya tahu tahu sesosok tubuh sudah berdiri dua
tombak dihadapan mereka. Orang yang datang ini berpakaian ungu berdestar tinggi
dan juga berwarna ungu! Pada bagian muka destar ini terdapat lukisan dua buah
rencong kuning yang saling bersilangan! Manusia ini bertampang ganas. Dibavvah
hidungnya melintang kumis tebal. Bajunya tidak terkancing, mungkin disengaja demikian
untuk memperlihatkan dadanya yang bidang dan berbulu! Pada kedua tangan dan
kakinya terdapat gelang akar bahar. Dan dari mulutnya masih terdengar suara
tertawanya yang hebat!
Meskipun
rasa geram menyelimuti hati kedua orang tua itu namun mereka tak mau bertindak
gegabah.
Suara
tertawa yang begitu hebat cukup menjadi peringatan bagi keduanya bahwa manusia
berbaju ungu berdestar tinggi itu memiliki ilmu kesaktian yang tinggi.
Salah
seorang dari penghuni Pesantren Suhudilah ini menjura hormat dan melayangkan
senyum. Lalu menegur:
"Tamu
dari manakah yang datang ini, tanpa memberi tahu lebih dulu sehingga kami tidak
menyambut sepatutnya?"
Orang
yang ditegur tak segera menjawab, melainkan tertawa dengan lebih hebat hingga
tanah yang dipinjak oleh kedua orang tua berjanggut putih terasa bergetar! Dan
mereka mulai merasa tidak enak.
Perbuatan
sang tamu yang tadi secara diam diam telah mengerahkan tenaga dalam menahan
buah buah dam yang tengah mereka mainkan sesungguhnya sudah sangat menyakitkan
hati, apalagi setelah ditegur hormat begitu rupa sang tamu masih bersikap
seenaknya dan penuh kecongkakan!
"Saudara,
harap beritahukan siapa kau! Juga maksud kedatanganmu kemari ….!" Sang
tamu bertolak pinggang.
"Apakah
ini Pesantren Suhudilah?" tanyanya dengan suara berat dan serak.
"Betul
"Kalau
begitu lekas panggil Pemimpinmu dan bawa kehadapanku!" memerintahkan sang
tamu.
“Ah,
lebih dulu harap terangkan nama dan maksud kedatanganmu, baru kami bisa
menjalani sebagai-mana mestinya".
Sang tamu
pelototkan mata.
"Benar
benar Kalian berdua masih belum tahu berhadapan dengan siapa?!"
"Ya..ya
kami belum tahu siapa sebenarnya saudara?".
Laki laki
berpakaian ungu menyeringai.
"Aku
adalah manusia yang bakal menguasai seluruh pulau besar ini, dari utara
keselatan, dari barat sampai ke timur! Apa kalian masih belum mendengar gelar
Raja Rencong dari Utara?!"
"Ah"
kedua orang tua berpakaian putih sama sama menjura mesti hati mereka terkejut
dan tergetar hebat sewaktu sang tamu kenalkan gelarnya. "Nama itu sudah
seringkali kami dengar. Tapi karena kami orang pesantrenan jarang mengurus soal
soal diluaran harap dimaafkan kalau tadi kami tidak tahu engkau tengah
berhadapan dengan siapa.
Sementara
itu yang seorang diam diam memberi peringatan dengan ilmu menyusupkan suara:
"Hati hati dan waspadalah. Manusia ini adalah bangsa iblis terkutuk yang
kekejamannya tiada tara!"
"Raja
Rencong Dari Utara, sekarang harap terangkan maksud kedatanganmu kemari "
"Kalian
tidak layak bertanya!" sentak Raja Rencong Dari Utara. "Lekas panggil
pemimpin kalian!"
"Menyesal
sekali! Sebelum kami tahu angin apa gerangan yang membawa Raja Rencong kemari,
tak bisa kami memenuhi permintaanmu. Lagi pula pemimpin kami sedang keluar
".
"Kurang
ajar! Kau berani dusta?!"
"Kami
orang agama mana berani berdusta? Kyai Suhudilah pergi sejak pagi tadi"Aku
tidak percaya! Aku akan geledah seluruh pesantren ini!". Raja Rencong
melangkahkan kaki menuju kepintu dikaki menara tapi kedua orang tua berpakaian
putih menghalangi.
"Harap
kau menghormati aturan kami. Tak seorangpun boleh masuk tanpa mendapat izin . .
. !"
"Kurang
ajar! Terhadap Raja Rencong Dari Utara tak berlaku segala macam aturan! Masakan
untuk masuk kebangunan sarang tikus ini saja perlu minta izin? Persetan!"
Tapi
kedua orang tua itu kembali menghalangi langkah Raja Rencong. Maka marahlah
Raja Rencong dan dorongkan tangan kanannya! Gerakannya acuh tak acuh dan
kelihatannya lemah lemah saja! Tapi tahu tahu suatu angin pukulan yang dahsyat
sudah menghantam, kedua orang dihadapannya!
Karena
tak menyangka akan diserang mendadak begitu rupa kedua orang tua berjubah putih
itu tak sanggup menangkis atau berkelit. Tak ampun lagi tubuh mereka dilanda
angin pukulan Raja Rencong Dari Utara. Keduanya mencelat mental sampai beberapa
tombak. Yang satu begitu terhampar ditanah tak berkutik lagi. Yang seorang
lainnya masih mencoba bangun terhuyung-huyung. Tubuhnya terbungkuk ke depan,
dadanya sakit dan sewaktu dirasakannya seperti mau batuk, yang keluar dari mulutnya
ternyata adalah muntahan darah kental berbuku buku!
Laki ini
kesaktiannya cum? dua tingkat di bawah Kyai Suhudilah tapi Raja Rencong
merubuhkannya dalam satu kali pukulan saja! Namun sebelum meregang nyawa dia
masih sempat berteriak memberi tanda bahaya!
Sesaat
kemudian dua puluh orang anak murid Pesantren Suhudilah sudah berada ditempat
itu.
Rata rata
mereka memiliki kepandaian silat yang tak bisa dianggap enteng, bahkan tiga
diantaranya adalah kakek kakek tua renta yang tingkat kepandaiannya sama dengan
laki laki yang berteriak tadi sebelum sampai ajalnya.
Ketiganya
disamping berguru pada Suhudilah juga merupakan tenaga pengajar murid murid
yang masih muda.
Melihat
dua orang kawan mereka menggeletak dikaki menara tanpa nyawa, semuanya terkejut
dan dengan segera mengurung Raja Rencong Dari Utara.
Salah
seorang dari mereka maju menegur:"Tamu tak dikenal, alasan apakah yang
membuat kau menjatuhkan korban ditempat suci ini?"
Raja
Rencong memandang berkeliling dengan pandangan merendahkan semua orang itu.
"Mana
pemimpinmu?!" tanya Raja Rencong.
"engkau
Jawab dulu pertanyaanku, saudara tamu . . .".
"Heh
apakah kau dan kawan kawanmu hendak menyusul yang dua orang itu?!" belalak
Raja Rencong.
Dengan
tenang orang tua tadi menjawab: "Musuh tidak dicari, kalaupun datang mana
mungkin kami berpangku tangan? Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat
diraih.
kawan
kawan mari tangkap pembunuh ini! . Serempak dengan itu dua puluh orang segera
melompat kemuka.
Serangan
serangan bersiuran laksana hujan!
Raja
Rencong Dari Utara ganda tertawa. Kedua tangannya dipukulkan kemuka menyongsong
serangan.
Dua
gelombang angin menderu. Lima orang disebelah kiri dan lima orang disebelah
kanan menjerit lalu tergelimpang rubuh! Delapan diantaranya tiada berkutik
lagi. Yang dua menggerang kesakitan muntah muntah darah!
Kejut
para tua Pesantren Suhudilah bukan alang kepalang! Segera mereka menghunus
pedang panjang berkeluk dan menyerbu kembali!! Dengan senjata ditangan maka
meski jumlah mereka kini tinggal sepuluh orang tapi daya serang mereka jauh
lebih hebat Dan berbahaya dari pada pertama kali tadi!
Raja
Rencong Dari Utara diserang demikian rupa masih cengar-cengir tertawa se-akan
akan serangan itu adalah satu permainan yang menyenangkannya!
"Manusia
manusia tak berharga berani melawan Raja Rencong Dari Utara terimalah
mampus!"
Mendengar
seruan itu, mengetahui bahwa manusia yang tengah mereka gempur adalah Raja
Rencong Dari Utara, tercekatlah hati orang orang Pesantren Suhudilah!
Untuk
sesaat lamanya mereka tak jadi teruskan serangan. Namun salah seorang dari
mereka berseru :
"Engkau
saudara saudaraku, kalau betul bangsat ini Raja Rencong Dari Utara mari kita
berebut pahala membunuhnya! Kita balaskan sakit hati saudara saudara kita dan
tokoh tokoh silat yang telah dimusnahkannya!"
Mendengar
ini keberanian yang tadi menciut kini berkobar kembali dan kesepuluh orang itu
dengan serentak teruskan serangan mereka secara lebih hebat lagi! Sepuluh
pedang menderu. Tiga menusuk, empat membabat dan tiga lainnya membacok dari
atas kebawah! Dapat dibayangkan bagaimana tubuh Raja Rencong akan tersatai dan
terkutung-kutung dilanda serangan sepuluh pedang itu!
Raja
Rencong membentak garang. Tanah bergetar!
Tubuhnya
lenyap dalam satu gerakan yang luar biasa cepatnya. Kemudian terdengar satu
suara keluhan yang disusul dengan suara "trang trang .trang" sampai
beberapa kali! Jeritan terdengar susul menyusul. Tiga batang pedang mental
keudara, lima buah tangan terbabat putus!
Apakah
yang sesungguhnya telah terjadi?!
Pada
waktu sepuluh pedang berkiblat. Raja Rencong dengan jurus silat yang luar biasa
cepat dan hebatnya, menyelinap diantara tusukan, bacokan dan babatan pedang.
Kaki kanan menghantam kesamping menendang seorang penyerang yang paling dekat
dan berlaku lengah! Begitu tendangan mendarat begitu Raja Rencong rampas pedang
ditangan laki laki itu dan pergunakan senjata itu untuk menangkis serangan
sembilan pedang lainnya dalam satu jurus ilmu pedang yang teramat lihay! Tiga
buah pedang ditangan tua tua Pesantren Suhudilah yang berkepandaian tinggi
mental sedang lima orang lainnya menjerit keras karena tangan masing masing
terbabat buntung! Meski tahu
bahwa
Raja Rencong bukanlah tandingan mereka engkautapi ketiga orang tua itu bukanlah
manusia manusia pengecut. Lebih baik mati daripada lari atau menyerah!
Setelah
saling memberi syarat ketiganya menyerang lagi dari kiri kanan dan depan!
Raja
Rencong melintangkan pedang yang berlumuran darah dimuka dada. Sengaja ditunggunya
sampai tiga serangan lawan berada dekat sekali ketubuhnya baru dia
menggerakkan’ tangan kanan menyelundupkan pedangnya dalam tiga tusukan berantai
yang cepat laksana kilat dan sukar diduga!
Ketiga
tua Pesantren itu terhuyung bermandikan darah.
Yang seorang
segera roboh tak berkutik lagi karena tusukan pedang Raja Rencong tepat
menembus jantungnya. Yang dua lagi terhuyung huyung nanar, perut robek usus
menjela jela dan akhirnya roboh pula menyusul kawan kawannya!, Raja Rencong
tertawa gelak gelak sambil bertolak tangan kiri kepinggang. Tiba tiba Raja
Rencong Dari Utara hentikan tertawanya. Satu suara laksana ngiangan nyamuk
menyelusup ditelinganya:
"Demi
Tuhan! Pesantren yang begini suci telah jadi korban keganasan! Bangunan suci
hendak dimusuhi.
Padahal
disini tidak terdapat harta berharga emas berbungkah! Sungguh diluar
perikemanusiaan!".
Belum
lagi Raja Rencong sempat berpaling tahu tahu sesosok tubuh berjubah putih
melompat turun dari jendela menara sebelah barat! Gerakan orang ini enteng
seringan kapas!
*****************
2
ORANG
BERJUBAH PUTIH INI berbadan sangat pendek hingga jubahnya menjelajela ditanah.
Dibahu kanannya terselempang sehelai selendang putih berumbai-umbai. Sorbannya
besar sekali. Melihat kepada keadaan tubuhnya yang masih tegap itu orang akan menaksir
dia baru berusia sekitar setengah abad. Tapi sesungguhnya dia telah hidup tujuh
puluh tahun lebih diatas dunia ini!
"Kau
Kyai Suhudilah?!" bentak Raja Rencong Dari Utara. Orang pendek berjubah
putih tidak menjawab.
Diputarnya
kepalanya memandang mayat mayat yang bergelimpangan hanya seorang yang masih
hidup yaitu yang pedangnya tadi dirampas Raja Rencong, namun keadaannya juga
tak ada harapan karena tendangan Raja Rencong telah mematahkan tulang
pinggangnya!
Paras
laki laki pendek itu mula mula tenang sekali.
Namun
melihat mayat yang demikian banyaknya tak dapat iamenyembunyikan gelora
darahnya. Wajahnya yang tertutup kumis dan janggut putih itu kelihatan kelam
membesi!
"Demi
Tuhan", katanya seakan-akan pada dirinya sendiri, "dosa apakah yang
telah kami buat hingga menerima cobaan yang begini besar?!".
Sejak
pertanyaannya tadi tidak dijawab, Raja Rencong merasa dianggap remeh dan
menjadi marah sekali. Dan mendengar ucapan sijubah putih Raja Rencongpun
berkata dengan suara lantang : "Manusia katai tolol! Ini bukan cobaan!
orang orang itulah yang sengaja mencari mati sendiri karena keliwat berani
melawan Raja Rencong Dari Utara!"
"Alasan
yang tidak beralasan!" jawab sijubah putih masih tanpa memandang pada Raja
Rencong.
"Nyawa
manusia bukan milik manusia! Kenapa ada manusia yang berani berbuat se-wenang
wenang begini rupa?!"
"Katai!
Jangan bicara ngelantur terus terusan Katakan kau Kyai Suhudilah apa
bukan?!"
"Ada
apakah kau mencari Kyai itu?!"
"Tak
perlu bertanya! Kalau kau bukan Kyai Suhudilah lekas katakan dimana dia berada
"
"Apakah
ada dendam kesumat lama yang kau bawa datang kemari? Kyai Suhudilah tak ada
disini!
Aku
wakilnya! Kalau ada keperluan katakan saja nanti kusampaikan!"
Raja
Rencong Dari Utara menimang sejenak. Dia percaya kalau orang dihadapannya tidak
berdusta bahwa Kyai Suhudilah tak ada di Pesantren saat itu.
"Sebagai
wakil di Pesantren ini, disamping harus menyampaikan pesanku pada Kyai
Suhudilah kurasa ada baiknya kau mengetahui maksud kedatanganku kemari! Katakan
pada Suhudilah bahwa pada tanggal satu bulan dimuka dia harus datang ke Bukit
Toba membawa lima puluh keping uang emas sebagai tanda tunduk padaku dan masuk
kedalam sebuah partai besar yaitu Partai Topan Utara yang bakal kudirikan dan
kuresmikan! Katakan juga padanya kalau dia berani menolak, lebih baik bunuh
diri saja!"
Paras
Laki laki berjubah putih itu tambah kelam membesi.
"Kalau
aku boleh bertanya, hak apakah yang membuat kau memaksa orang untuk tunduk dan
tnaiuk kedalam partai yang hendak kau dirikan?!" Raja Rencong Dari Utara
tertawa tawar.
"Itu
akan kuterangkan nanti pada hari peresmian berdirinya Partai Topan Utara Dan
jangan lupa, adalah juga menjadi kewajibanmu untuk mematuhi pesanku tadi dan
datang ke Bukit Toba!" Kini sijubah putihlah yang tertawa rawan.
"Hendak
mendirikan partai dengan main paksa? Hendak mendirikan partai dengan menempuh
jalan berlumuran darah? Sungguh keji!"
"Jadi
kau menolak untuk tunduk dan datang?!" tanya Raja Rencong. Nada suaranya
membayangkan ancaman.
"Aku
Kyai Hurajang sebagai wakil pemimpin pesantren Suhudilah berhak menolak
permintaanmu yang secara memaksa itu, apalagi mengingat apa yang telah kau
lakukan disini! Pembicaraan tentang segala macam partai, tentang segala macam
tanggal dan tahun, tentang segala macam peresmian kita tutup Sampai disini!
Sekarang yang patut dibicarakan ialah tentang pertanggung jawabmu atas dua
puluh korban yang berhamparan itu!"
Raja
Rencong Dari Utara meneliti paras Kyai Hujarang sejenak lalu tertawa gelak
gelak.
“Kukira
dengan melihat dua puluh mayat didekatmu Kukira hidungmu akan menjadi satu.
Peringatan Bagimu untuk tidak bicara apalagi bertindak gegabah! Tapi dasar
manusia tidak tahu tingginya Gunung Leuser tak tahu dalamnya danauToba! Dikasih
anggur malah meminta racun”.
Kyai
Hujarang menghela nafas dalam “ Betapapun tingginya gunung lebih bagus
tingginya budi. Betapapun dalamnya Danau lebih baik dalamnya jalan Pikiran dan
kemanusiaan. Terserahlah kalau disitu menganggap ini suatu penantangan
Bagaimanapun aku tak dapat menerima permintaanmu! Sekarang ulurkan tangan
kananmu yang telah menebar maut disini!"
"Kalau
kuulurkan tangan, kau mau berbuat apakah?!" tanya Raja Rencong Dari Utara
ingin tahu.
"Siapa
yang membunuh hukumannya harus dibunuh!
Tapi aku
masih memberi ampun padamu cukup hanya dengan memotong tangan kananmu sebatas
siku!"
Kembali
Raja Rencong Dari Utara tertawa gelak gelak.
"Kyai
tak tahu diuntung!" dampratnya, "jika kau sanggup menahan seranganku
sampai lima jurus aku bersumpah untuk bunuh diri dihadapanmu!"
"Ajaran
agamaku mengatakan balaslah kebaikan dengan kebaikan, tapi balaslah kejahatan
dengan keadilan! Akan kulaksanakan keadilan namun sengaja kau minta hukuman
yang lebih berat! Ah … . mungkin sudah takdir aku harus turun tangan
menyelamatkan dunia dari angkara murka yang kau timbulkan!"
"Sudah
jangan ngelantur! Terima jurus yang pertama ini!" bentak Raja Rencong Dari
Utara. Tangan kanannya dipukulkan kemuka! Satu angin dahsyat menderu dengan
kekuatan setengah tenaga dalam!
Melihat
datangnya serangan ini Kyai Hurajang salurkan tiga perempat tenaga dalamnya
kelengan jubah lalu kebutkan lengan jubah itu! Selarik angin putih menyambar.
Tapi betapa terkejutnya Kyai Hurajang sewaktu tenaga dalam mereka saling
bentrokan, tubuhnya terjajar kebelakang samai dua tombak!
Nyatalah
tenaga dalam lawan jauh lebih hebat! Dan sang Kyai sama sekali tidak tahu kalau
Raja Rencong baru cuma mengandalkan setengah bagian saja dari tenaga dalamnya!
Melihat
sekali hantam saja lawan sudah huyung begitu rupa dengan tertawa Raja Rencong
lipat gandakan tenaga dalamnya! Jika saja Kyai Hurajang tidak engkaulekas
melompat pastilah tubuhnya akan kena disapu dan terlempar jauh!
Menyadari
tenaga dalam lawan lebih hebat maka Kyai Hurajang begitu melompat diudara segera
menyambar selendang berumbai-umbai yang terselempang dibahunya! Dan serentak
turun ketanah kembali selendang itu dikebutkannya kearah lawan!
Raja
Rencong terkejut sekali sewaktu merasakan bagaimana kebutan selendang
berumbai-umbai itu mendatangkan angin keras yang dingin menyembilu tulang
tulang sekujur badannya! Tubuhnya tergontai-gontai.
Tapi
cepat dia menguasai diri dan membuka jurus kedua dengan satu serangan yang luar
biasa cepatnya!
Kyai
Hurajang putar selendangnya sekeliling tubuh melindungi diri dari gempuran dua
tendangan dan dua jotosan lawan! Laksana disapu topan layaknya serangan Raja
Rencong menemui kegagalan total!
Tergetar
juga hati Raja Rencong. Tidak disangkanya selendang lawan mempunyai kehebatan
demikian rupa! Tidak menunggu lebih lama dia segera pentang tangan kanan dan
kembangkan kelima jari.
"Aku
mau lihat apakah kau sanggup menerima pukulan ilmu kuku api ini?"
hardiknya. Kelima jari tangan dijentikkan kemuka. Dari kuku kuku jari tangan
itu menderulah lima larik sinar merah!
Kyai Hurajang
kerahkan seluruh tenaga dalam dan menangkis dengan selendangnya!
"Wuss!"
Kyai
Hurajang berseru kaget dan lepaskan selendangnya yang dalam kejap itu telah
berubah menjadi kepulan api dilanda pukulan kuku api yang dilepaskan Raja
Rencong!
Muka Kyai
ini berubah pucat laksana kertas! Raja Rencong Dari Utara tertawa mengekeh.
"Apakah
cuma itu satu satunya senjata yang kau andalkan hingga kau demikian
pucatnya?!" ujar Raja Rencong mengejek!
"Aku
masih belum kalah" kata Kyai Hurajang.
"Dalam
Dua jurus mendatang jangan harap kau bisa lepas dari tanganku!"
Kyai
Hurajang rangkapkan kedua tangan dimuka dada, mata meram dan mulut komat kamit
Sesaat kemudian wajahnya berubah menjadi biru.
"Haha
… . ilmu siluman apakah yang hendak kau keluarkan Kyai?!" ejek Raja Rencong
Dari Utara.
Kyai
Hurajang usapkan telapak tangannya kemuka.
Warna
biru diwajahnya lenyap dan sebagai gantinya kini kedua tangannya sampai
pergelangan berubah menjadi biru legam dan bersinar!
"Bersiaplah
untuk menerima kematian!" desis Kyai Hurajang lalu tutup ucapannya dengan
hantamkan kedua tangannya kemuka! Dua larik sinar biru menderu kearah Raja
Rencong Dari Utara! Inilah ilmu pukulan kelabang biru yang pernah dituntut Kyai
Hurajang dari seorang sakti di Pulau Jawa!
Jangankan
manusia, batu karang yang bagaimanapun atosnya akan hancur lebur dilanda dua
larik sinar biru itu. Jika dipukulkan kepohon besar, maka pohon itu akan
menciut mati detik itu juga akibat racun dahsyat yang terkandung dalam larikan
sinar biru itu!
Raja
Rencong Dari Utara juga sudah pernah mendengar tentang ilmu pukulan kelabang
biru dan sudah maklum akan kehebatannya. Karenanya begitu lawan lepaskan
pukulan tersebut tak ayal lagi dia segera gerakkan tangan kanan kepinggang!
Sekejap kemudian sewaktu dua larik sinar biru itu akan melandanya, selarik
sinar kuning yang terang berkelebat kedepan dan terdengarlah satu letusan yang
keras sekali sewaktu kedua sinar itu saling beradu diudara!
Kyai
Hurajang terjajar kebelakang, tersandar kekaki menara. Dadanya sakit, nafasnya
sesak sedang parasnya pucat tiada berdarah. Dilain pihak kelihatan kedua kaki
Raja Rencong Dari Utara melesak ketanah sedalam satu setengah dim. Tangan
kanannya yang memegang sebilah Rencong Emas masih diacungkan ke udara! senjata
inilah tadi yang telah mengeluarkan sinar kuning dan bertubrukan dengan sinar
biru pukulan Kyai Hurajang! Perlahan-lahan Raja Rencong turunkan tangan
kanannya dan masukkan Rencong Emas itu kebalik baju ungunya. Dan memandang
kemuka. Kyai Hurajang telah melosoh ketanah. Ketika kepalanya terkulai
kesamping, nyawanyapun lepaslah!
Raja
Rencong Dari Utara tertawa mengekeh.
Dari
dalam saku pakaiannya dikeluarkannya sebuah benda dan dilemparkannya kearah
kepala Kyai Hurajang!
Benda itu
menancap tepat dikening sang Kyai dan ternyata adalah sebuah bendera kecil
berbentuk segitiga berwarna ungu, pada tengah tengahnya terdapat gambar dua
buah rencong kuning saling bersilangan.
Pada
tiang bendera kecil terikat segulung kertas!
Raja
‘Rencong terus juga mengumbar tertawanya.
Setelah
memandang berkeliling akhirnya ditinggalkannya tempat itu!
*****************
3
PADA MASA
ITU DIBAGIAN UTARA Pulau Andalas terdapat satu gerombolan rampok yang sangat
ganas dan ditakuti didelapan penjuru angin. Gerombolan rampok ini terdiri dari
lima orang yang dipimpin oleh seorang yang bergelar Setan Cambuk. Empat orang
anak buahnya masing masing Setan Pedang, Setan Pisau, Setan Rencong dan Setan
Gada. Kelimanya ahli dan lihay memainkan senjata yang sesuai dengan gelar yang
mereka pakai!
Dimana-
mana mereka muncul pasti timbul keonaran bahkan tak jarang pula mereka menculik
perempuan perempuan untuk dirusak kehormatannya lalu dibunuh! Kelima rampok
rampok ganas yang berkepandaian tinggi itu menamakan kelompok mereka dengan
nama "Gerombolan Setan Merah" :
Telah
beberapa orang tokoh silat diutara Pulau Andalas turun tangan untuk membasmi
Gerombolan Setan Merah! Tapi tokoh tokoh silat yang bermaksud suci itu terpaksa
korbankan jiwa mereka sendiri karena tidak sanggup menghadapi kelima manusia
jahat itu. Lagi pula untuk mencari sarang mereka bukan hal yang mudah! Konon
kabarnya Gerombolan Setan Merah itu bersarang disatu rimba belantara yang
sangat rapat tak tertembuysinar matahari dan hampir tak pernah dimasuki
manusia, bahkan binatang buaspun ngeri diam disana karena sekali masuk kedalam
rimba itu sukar untuk dapat keluar lagi!
Dunia
persilatan gempar ketika Gerombolan Setan Merah bentrokan dengan seorang anak
murid kias satu dari partai silat Bintang Utara. Hal ini terjadi belum lama
berselang. Anak murid Partai Bintang Utara yang berkepandaian tinggi itu mula
mula berhasil melukai salah seorang anggota Gerombolan Setan engkauMerah yaitu
yang bergelar Setan Pisau, namun nasibnya sial. Gerombolan Setan Merah berhasil
menawannya hidup hidup. Kepalanya dipenggal dan dikirimkan kepada Ketua Partai
Bintang Utara. Pecahlah permusuhan dan ketika Gerombolan.Setan Merah datang
mengamuk kepusat kediaman Partai Bintang Utara, tak satupun yang mereka biarkan
hidup! Ketua dan Wakil Ketua Partai terbunuh! Seluruh anak murid Partai menemui
ajal dan tempat kediaman Partai Bintang Utara mereka musnahkan sama rata dengan
tanah!
Sejak itu
nama Gerombolan Setan Merah semakin ditakuti orang diseluruh pelosok utara
Pulau Andalas.
Jangankan
berhadapan, mendengar namanyapun orang sudah tercekat dan ngeri!
Pada
suatu malam yang gelap gulita tiada berbulan dan tiada berbintang, dipuncak
sebuah bukit kelihatanlah sesosok bayangan hitam berlari sangat cepatnya.
Demikian
cepatnya hingga beberapa detik kemudian bayangan itu sudah lenyap dari puncak
bukit dan kini kelihatan dengan sebatnya lari menuruni lereng bukit sebelah
tenggara menuju kesebuah lembah berbatu-batu.
Dipertengahan
lembah, diatas sebuah batu besar bayangan ini berhenti dan memandang
berkeliling.
Pandangannya
tertuju pada rimba belantara hitam pekat ditelan kegelapan yang terletak di
ujung lembah. Ketika dia berniat hendak menggerakkan kedua kakinya melanjutkan
perjalanan menuju kerimba belantara itu mendadak telinganya menangkap suara
kaki kaki manusia yang tengah berlari dikejauhan. Menurut taksirannya lebih
dari tiga orang. Dengan cepat orang ini menyelinap kebalik batu besar dan
bersembunyi.
Hampir
setengah peminum teh kemudian, dari arah timur kelihatan lima titik hitam yang
lari dengan engkaucepat memasuki lembah. Ternyata lima titik hitam ini adalah
lima sosok tubuh manusia yang berpakaian merah, berikat kepala merah, berambut
gondrong merah bahkan muka merekapun dicat dengan warna merah! Dan kelimanya
bukan lain daripada Gerombolan Setan Merah yang saat ini tengah kembali
kesarangnya didalam rimba belantara. Dua orang diantara mereka membawa sebuah
buntalan. Dipertenganan lembah, tak berapa jauh dari batu besar dimana orang
tadi bersembunyi, salah seorang dari kelimanya yaitu Setan Cambuk hentikan lari
dan memandang berkeliling.
"Ada
apa?" tanya Setan Rencong. Dia dan kawan kawannya memandang pula
berkeliling. Sebagai pemimpin.
Setan
Cambuk adalah paling tinggi ilmunya. Dia menjawab : "Aku mendapat firasat
ada seseorang yang tengah mengintai gerak gerik kita saat ini!"
"Ah,
itu hanya perasaanmu saja, Setan Cambuk!"
kata
Setan Gada sambil usut usut dagunya. "Siapa manusianya yang berani berada
ditempat ini? Bangsa iblis jadi jadianpun tak punya nyali berada disekitar
daerah kita ini!"
Setan
Cambuk masih kurang enak perasaannya.
Dia
memandang lagi berkeliling sampai sepasang matanya membentur batu besar yang
terletak tiga tombak jauhnya. Tangan kanannya bergerak mengeluarkan senjatanya
yaitu sebuah cambuk berwarna merah! Sekali tangan itu menggerakkan hulu cambuk
maka terdengarlah suara menggelegar dan byurr! Batu besar ditengah lembah
hancur lebur berkeping-keping!
"Nah
kau lihat sendiri Setan Cambuk!" kata Setan Gada. "Jika ada bangsa
manusia yang bersembunyi dan mengintai kita dibalik batu itu tentu sudah
mencelat hancur lebur tubuhnya! Ayo kita lanjutkan perjalanan!"
Sewaktu
Gerombolan Setan Merah itu lenyap didalam rimba belantara, sesosok tubuh yang
bertiarap hampir sama rata didekat batu besar yang tadi dihancurkan oleh Setan
Cambuk, dengan cepat bangkit!
Meskipun
batu dimana dia bersembunyi itu dihancurleburkan oleh cambuk namun keadaan
malam yang gelap gulita ditambah dengan rumput rumput liar yang tinggi masih
sanggup menyembunyikannya hingga tidak terlihat oleh Setan Cambuk dan kawan
kawannya.
"Kurang
ajar!" maki orang ini. "Sebentar lagi kalian akan rasakan hadiahku
Setan setanMerah!". Habis berkata begitu orang ini segera berkelebat
kearah lenyapnya Gerombolan Setan Merah.
Kira kira
setengah jam memasuki rimba belantara yang gelap gulita itu dia menghentikan
larinya dan berjalan dengan perlahan penuh waspada. Sepasang matanya demikian
tajamnya hingga meski disekitarnya berada dalam kepekatan gelap gulita tapi dia
masih sanggup melihat jelas sejarak lima tombak berkeliling!
Kurang
dari sepeminum teh orang ini menghentikan langkahnya. Didepannya berdiri sebuah
pohon yang luar biasa besarnya laksana raksasa hitam yang berdiri dengan megah
dimalam buta! Ketika mendongak keatas, tertahan oleh cabang cabang pohon yang
besar besar kelihatanlah sebuah pondok diatas pohon itu.
Mulai
dari lantai dan dinding sampai keatap pondok ini terbuat dari rotan yang
sebesar-besar pergelangan kaki berwarna kuning mengkilap. Rotan rotan itu
dibuat demikian licinnya hingga jangankan manusia biasa, seekor semutpun pasti akan
terpeleset dan jatuh bila engkau menginjaknya.
Pintu
pondok diatas pohon besar itu kelihatan tertutup. Namun dari celah celah
dinding, atap dan lantai kelihatan menyeruak sinar lampul Setelah meneliti
suasana sekitarnya orang yang berada dibawah pohon lalu melompat keatas pohon
dan sesaat kemudian tanpa mengeluarkan sedikit suarapun tahu tahu dia telah
berada diatap pondok rotan. Seperti telah dijelaskan rotan itu sangat licin
sekali hingga jangankan manusia biasa, seekor semutpun akan terpeleset jika merayap
diatasnya. Tapi melihat kepada kenyataan bagaimana orang itu sanggup berdiri
diatas atap pondok bahkan tanpa suara sama sekali maka jelaslah dia seorang
yang berilmu sangat tinggi!
Melalui
celah celah atap rotan orang itu mengintip kedalam pondok. Lima orang
berpakaian merah, berambut merah dan berwajah merah duduk mengelilingi meja
bukan lain dari. Gerombolan Setan Merah. Mereka sibuk menghitung kepingan
kepingan uang emas dan barang barang perhiasan hasil rampokan mereka malam itu.
Tengah
asyik menghitung-hitung itu Tiba tiba dengan ilmu menyusupkan suara Setan
Cambuk berkata :
"Kalian
bersiaplah! Ada seseorang diatas atap!"
Keempat
orang itu terkejut dan segera bersiap.
Setan
Cambuk mendongak keatas dan berseru lantang : "Tamu lancang! Kau telah berani
datang dan mengintai! Lekas turun serahkan diri!"
Dari atas
atap terdengar suara tertawa mengekeh! Tiba tiba beberapa buah rotan diatas
atap menguit dan terbuka lebar. Sesosok tubuh berpakaian gelap melompat turun.
Serentak
dengan itu Setan Cambuk kiblatkan senjatanya kearah sipendatartg! Setan Pisau
tak ketinggalan. Sekali tangannya bergerak maka lima buah pisau melesat
terbang! Lima buah pisau menancap dipakaian orang yang turun dan disaat itu
pula ujung cambuk melanda membuat sasarannya hancur lebur! Tapi alangkah
terkejutnya kelima orang itu melihat apa yang terjadi!
Ternyata
yang mereka serang bukanlah sosok tubuh seseorang melainkan cuma sehelai
pakaian dan celana panjang yang saling dikaitkan satu sama lain!
"Kurang
ajar! Siapa yang berani mempermainkan Gerombolan Setan Merah?!"
Terdengar
lagi suara mengekeh diatas atap. Sebuah rotan terkuit dan sebuah benda melayang
kebawah!
Karena
takut akan tertiup lagi, kelima manusia berwajah merah itu tak mau menyerang!
Tapi ketika benda yang melayang itu menancap diatas meja dihadapan mereka maka
kembali kelimanya terkejut! Benda itu ternyata adalah sebuah bendera kecil
berbentuk segi tiga dengan gambar dua buah rencong bersilangan dibagian
tengahnya!
"Raja
Rencong Dari Utara!" seru Setan Pisau!
Setan
Cambuk meskipun berada disarang sendiri dan lengkap bersama kawan kawannya
namun melihat bendera kecil itu dan mengetahui siapa adanya tamu diatas atap
menjadi tercekat lalu lambaikan tangannya dan sekaligus pelita diempat sudut
pondokpun padamlah! Suasana gelap gulita kini dan diatas atap terdengar suara
tawa bergelak.
"Gerombolan
Setan Merah! Beginikah cara kalian menyambut kedatangan tamu?!"
Didalam
kegelapan Gerombolan Setan Merah sudah cabut senjata masing masing. Juga dari
dalam kegelapan itu terdengar suara jawaban Setan Cambuk.
"Raja
Rencong! Angin apakah gerangan yang membawa kau datang ketempat kami?! Jika
angin baik dipersilahkan turun dengan hormat! Jika angin engkauburuk yang
membawa penyakit sebaiknya lekas tinggalkan tempat ini!"
Terdengar
suara tertawa gelak gelak dari orang diatas atap yang memang Raja Rencong Dari
Utara adanya.
Dari
celah celah rotan atap kelihatan melesat empat buah benda bercahaya seperti
kunang kunang yang masing masing menuju keempat sudut pondok dimana terletak
pelita.
Sesaat
kemudian keempat pelita itupun menyalalah kembali! Lima manusia bermuka merah
terkejut bukan main namun mereka menyembunyikan rasa kagum masing masing.
"Lekas
katakan maksud kedatanganmu!" seru Setan Cambuk pula.
"Ah,
aku sudah masuk kedalam pondokmu, sungguh keterlaluan kalau kalian tuan rumah
sama sekali tidak melihatnya!"
Gerombolan
Setan Merah terkejut dan serempak berpaling kebelakang. Astaga! Mata mereka
terbeliak besar. Tamu yang mereka sangkakan masih diatas atap tahu tahu sudah
masuk kedalam pondok dan berada dibelakang mereka!
*****************
4
SETAN
PEDANG ADALAH YANG PALING lekas naik darah diantara kelima Setan Merah.
Melihat
orang berani mempermainkan dirinya dan kawan kawan serta masuk kedalam pondok
dengan petatang-peteteng begitu rupa marahlah dia dan segera menghunus pedang.
"Raja
Rencong. Kau anggap kami ini apakah hingga tak memandang mata sedikitpun
terhadap kami?!" bentak Setan Pedang. Setan Gada menepuk bahu kerabatnya
itu dan berbisik : "Jangan kesusu bertindak gegabah. Bangsat ini sangat
lihay".
Sementara
itu Setan Cambuk maju selangkah dan berkata : "Harap segera beri tahu
maksud kedatanganmu, Raja Rencong!".
Raja
Rencong Dari Utara menyeringai dan rangkapkan tangan dimuka dada.
"Kedatanganku
kesini adalah membawa angin baik dan juga angin buruk!"
Setan
Cambuk kerenyitkan kening!
"Kami
tak mengerti. Harap dijelaskan biar terang!"
Kembali
Raja Rencong menyeringai dan membuka mulut : "Pertama jika kalian berlima
sedia tunduk padaku dan masuk kedalam Partai Topan Utara yang bakal kuresmikan
pada tanggal 1 bulan dimuka maka aku datang kesini membawa angin baik. Untuk
itu kalian harus menyerahkan masing masing lima puluh keping uang mas dan pada
hari peresmian berdirinya Partai Topan Utara kalian harus datang ke Bukit
Toba!" Kelima Setan Merah saling berpandangan.
"Dan
kalau kami menolak?" menyeletuk Setan Rencong.
"Berarti
kalian sengaja menghendaki angin buruk!" jawab Raja Rencong Dari Utara.
"Dan kalian terpaksa kumusnahkan dari atas bumi ini!".
Kesunyian
menyeling beberapa saat lamanya.
"Bagaimana?
Angin yang manakah yang kalian pilih?" terdengar Raja Rencong bertanya.
Setan
Cambuk rangkapkan tangan dimuka dada dan menjawab : "Soal mendirikan
partai adalah urusanmu.
Mengapa
kami yang tak ada sangkut pautnya hendak dilibatkan?!"
"Kau
tak layak bertanyat" bentak Raja Rencong Dari Utara.
"Kalau
begitu kau juga tidak layak memaksa!"
balas
membentak Setan Pedang penuh berangasan.
Raja
Rencong memandang lekat lekat pada Setan Pedang lalu tertawa sedingin salju
dipuncak gunung.
"Memang
maksudku mendirikan Partai Topan Utara itu banyak mendapat tantangan! Tapi
semua yang menantang telah tinggal nama belaka Agaknya hari ini aku berhadapan
pula dengan manusia manusia keras kepala yang ingin tinggalkan nama percuma
dimuka bumi ini!"
"Jangan
mimpi disiang bolong sobat!" tukas Setan Pedang. "Kami bukan bangsa
kacoak yang bisa dipaksa, kami bukan bangsa kroco yang bisa diperbudak
siapapun! Sekalipun Raja Dari Akherat!".
Meski
hatinya sepanas bara dan mukanya kelam memerah namun Raja Rencong Dari Utara
masih saja tertawa seenaknya.
"Setan
Cambuk! Kau sebagai pemimpin dari Gerombolan Setan Merah harap segera beri
jawaban.
Mau masuk
partaiku atau musnah?!"
engkau"Raja
Rencong!" menyahuti Setan Cambuk.
"Didunia
ini masing masing manusia berhak hidup menempuh jalannya sendiri sendiri! Mau
malang, mau melintang itu adalah urusan dan kepentingannya sendiri!
Maksudmu
untuk mendirikan Partai Topan Utara itu tentu saja baik. Tapi untuk masuk
kedalamnya harap kau suka memberikan kelonggaran barang satu dua minggu agar
kami pertimbangkan dan pikirkan!"
"Aku
datang malam ini dan harus dapat jawaban malam ini juga!" kata Raja
Rencong tegas.
Mendidihlah
amarah Setan Cambuk.
"Barangkali
kau sudah jemu hidup Raja Rencong?!"
"Kurasa
demikian" menimpali Setan Pedang.
"Dari
Raja Rencong diatas dunia dia hendak minta jadi Raja Neraka dialam
akhirat!"
Raja
Rencong Dari Utara menyeringai. Dia memandang tak berkesip pada Setan Cambuk
dan berkata : "Sekali lagi aku minta jawabanmu yang tegas. Jika menolak
kalian tak akan melihat matahari besok hari!"
Setan
Cambuk buka kedua tangannya yang sejak tadi dirangkapkan dimuka dada. Dengan
tertawa getir dia berkata : "Meski namamu ditakuti dimana-mana tapi nama
Setan Merah telah lebih dulu tersohor di delapan penjuru angin! Adalah tidak
sepantasnya kalau Setan Merah musti patuh pada Raja Rencong!"
"Jawabanmu
sudah cukup jelas! Betul Betul kau dan kambrat kambratmu sudah jemu
hidup!"
"Kami
berlima kau seorang diri! Sekalipun kau punya lima kepala sepuluh tangan dan
kaki, mana mungkin bisa menang?!" ejek Setan Gada.
"Sebaliknya
sekalipun kalian dua kali lebih banyak dan ini jangan harap akan lolos dari
lobang jarum kematian!"
"Bangsat
rendah! Minggatlah ke neraka!" bentak Setan Pedang. Tak terlihat kapan dia
mencabut pedangnya dan tahu tahu senjata itu sudah berkiblat didepan hidung
Raja Rencong Dari Utara!
"Keparat!"
damprat Raja Rencong. Sesaat sebelum pedang menyambar mukanya lima jari
tangannya menjentik! Lima sinar merah kekuningar menderu dan tubuh Setan Pedang
mencelat kedinding pondok dalam keadaan hangus, roboh kelantai tanpa bisa
berkutik lagi! Bau daging terpanggang memenuhi pondok itu!
Kejut
Setan Cambuk dan tiga Setan Merah lainnya bukan alang kepalang! Setan Pedang
adalah jago nomer dua sesudah Setan Cambuk. Bagaimana dia bisa dibikin konyol
dalam satu gembrakan begitu saja?!
Setan
Cambuk tak menunggu lebih lama. Begitu juga tiga kawannya. Serentak mereka
cabut senjata masing masing dan menerjang kedepan! Pertempuran hebat segera
berkecamuk! Bertempur dalam jarak dekat begitu rupa menyukarkan bagi Setan
Cambuk untuk mempergunakan senjatanya. Setelah melipat tiga lebih, dulu
cambuknya baru dia menerjang membantu kawan kawannya.
Tiga
jurus berlalu dengan cepat. Menyangka dalam tiga jurus itu dia dan kawan
kawannya segera akan dapat membereskan lawan sebaliknya Setan Cambuk mengeluh
dalam hati karena kenyataannya dia berempatlah yang kena didesak!
Tiba tiba
Setan Cambuk bersuit memberi tanda.
Setan
Pisau , Setan Rencong dan Setan Gada melompat pondok. Dan disaat itu terdengar
suara menggelegar!
Cambuk
ditangan Setan Cambuk melesat menghantam ke arah muka Raja Rencong. Dikejap
yang sama lima buah pisau menderu dilemparkan Setan Pisau! Raja Rencong
membentak keras hingga pondok rotan itu tergetar hebat! Kelihatan sekilas
tangannya yang sebelah kiri bergerak kemudian tubuhnya lenyap.
Sekejap
kemudian terdengar suara bergedebuk yang disusul suara pekik setinggi langit
dan yang terakhir suara seruan tertahan!
Apa yang
terjadi demikian cepatnya hingga tak sempat seorangpun dari keempat Setan Merah
itu dapat melihat dengan jelas. Ketika semua itu telah terjadi barulah mereka
sadar dan terkesiap!
Sewaktu
diserang oleh cambuk dan lima buah pisau. Raja Rencong jatuhkan dirinya
kelantai sambil mempergunakan tangan kiri menyambut bagian belakang dari ujung
cambuk! Bukan saja Raja Rencong berhasil menyambut dan menangkap ujung cambuk
Setan Cambuk tapi sekaligus begitu jatuhkan diri dia melewatkan lima pisau yang
terbang kearahnya dan bergulingan ketempat Setan Pisau yang telah melepaskan
kelima pisau itu. Saking cepatnya gerakan itu Setan Pisau sendiri tak tahu
kalau dirinya diserang.
Dan Tiba
tiba saja satu jotosan yang ratusan kati beratnya telah melanda dadanya! Tulang
dadanya hancur! Darah membusah dimulutnya. Tubuhnya rebah kelantai!
Dilain
kejap Raja Rencong melompat kekiri dan membuat tiga kali putaran. Maka tahu
tahu Setan Cambuk merasakan sekujur tubuhnya telah terikat erat oleh cambuknya
sendiri hingga untuk beberapa saat lamanya dia tak bisa bergerak barang
sedikitpun!
Raja
Rencong Dari Utara tertawa mengekeh!
Suara
tawanya lenyap ditelan deru dua serangan dari samping yaitu serangan yang
dilancarkan Setan Rencong dan Setan Gada! Serangan ini hebat dan ganas sekali
karena dilancarkan dengan penuh amarah serta segala kelihayan yang ada! Dan
hasil dari serangan itu adalah lebih hebat lagi!
Sekejap
senjata kedua Setan Merah itu akan menemui sasarannya maka kelihatanlah
kiblatan sinar kuning yang menyilaukan. Rencong dan gada ditangan kedua kawan
Setan Cambuk itu terlepas mental.
Keduanya
terhuyung-huyung dengan memegangi dada yang berlumuran darah tertusuk Rencong
Emas ditangan Raja Rencong Dari Utara. Sesaat kemudian mereka merasa sekujur
tubuh mereka panas dingin, jalan darah seperti terbalik dan kepala laksana mau
pecah. Sewaktu lutut masing masing menjadi goyah keduanya bergelimpangan rebah,
berkelojotan sejenak lalu tak bergerak lagi alias mati!
Raja
Rencong Dari Utara tertawa mengekeh.
Sekali
dia meniup Rencong Emas maka lenyaplah noda darah pada ujung senjata itu.
Sambil memasukkan senjata sakti itu kesarungnya yang tersisip dipinggang Raja
Rencong berpaling pada Setan Cambuk yang saat itu telah melupakan untuk
membebaskan dirinya dari libatan cambuk karena terkesiap melihat bagaimana
keempat anak buahnya satu demi satu menemui ajal ditangan Raja Rencong!
"Bagaimana?!
Apakah kau masih punya nyali untuk menghadapi ku?!" tanya Raja Rencong.
Paras
Setan Cambuk yang tadi sepucat kertas kini menjadi kelam merah. Sekali dia
berontak maka lepaslah ikatan cambuk disekujur tubuhnya!
"Masih
mau melawan?!" bentak Raja Rencong seraya siapkan ilmu pukulan kuku api
ditangan kanannya. Meski darahnya mendidih, meski amarah bergejolak membakar
hatinya namun pada dasarnya Setan Cambuk memang sudah tak punya nyali untuk
menempur Raja Rencong. Dia sudah saksikan sendiri kehebatan Raja Rencong! Sudah
saksikan pula kematian kawan kawannya. Berlima dia tak sanggup mengalahkan Raja
Rencong, apalagi dengan seorang diri.
"Aku
mengaku kalah", desis Setan Cambuk seraya melemparkan senjatanya.
"Mengaku
kalah berarti tunduk kepadaku!"
"Aku
tunduk!" kata Setan Cambuk dengan hati penasaran.
"Dan
harus bersumpah untuk masuk kedalam Partai Topan Utara!"
"Aku
bersumpah!" dan Setan Cambuk mengangkat tangan kanannya sebagaimana laku
seorang yang tengah disumpah. Tapi Tiba tiba tangannya itu secepat kilat
dipukulkan kemuka.
"Wutt!"
Selarik
sinar hitam menderu kearah Raja Rencong. Kejut dan amarah Raja Rencong bukan
main!
"Keparat
berani menipuku!" hardik Raja Rencong.
"Bangsat!
Mampuslah!" teriak Setan Cambuk seraya hantamkan tangan kanannya sekali
lagi!
Tapi yang
sekali ini Raja Rencong Dari Utara tidak memberi hati lagi. Lima jari tangan
kanannya menjentik. Lima sinar merah kekuningan menderu dan terdengarlah pekik
pemimpin Gerombolan Setan Merah itu! Riwayatnya tamat! Tubuhnya hangus
kehitaman menghampar bau daging yang terpanggang!
*****************
5
PUNCAK
BUKIT TOBA MERUPAKAN selimutan hutan belantara yang amat rapat karena jarang
diinjak dan didatangi manusia. Delapan penjuru kaki bukit berhubungan dengan
pantai yang setiap saat disirami pecahan dan buih ombak sehingga dengan kata
lain bukit besar itu adalah sebuah pulau yang terletak di tengah danau yang
sangat luas.
Dalam
tiupan angin siang yang sepoi sepoi basah, diatas air danau kelihatan meluncur
sebuah perahu yang ditumpangi oleh.tiga orang berjubah dan bersorban putih!
Ketiganya tidak memegang sebuah pendayungpun, tapi hebatnya, dengan
mempergunakan telapak telapak tangan sebagai pengganti pendayung, ketiganya
membuat perahu itu meluncur laksana naga terbang diatas permukaan air danau
hingga dalam tempo yang singkat perahu merekapun sudah mendarat dibagian timur
pulau, dan mereka melompai dalam gerakan gerakan yang luar biasa ringannya!
Sewaktu melangkah diatas pasir pantai yang basah, sama sekali kaki kaki mereka
tidak meninggalkan jejak barang sedi kitpun Nyatalah ketiga orang ini manusia
manusia berke pandaian tinggi!
Salah
seorang dari ketiganya yang agaknya menjadi pemimpin rombongan memandang
berkeliling, lalu memberi isyarat pada kedua kawannya dan sebentar kemudian
ketiganya sudah berlari laksana terbang menuju kepuncak Bukit Toba. Semakin
jauh keatas bukit semakin susah perjalanan karena sangat rapatnya pohon pohon
dan semak beluar. Ketiga orang ini tentu saja tidak mau rusak pakaian mereka
terkait ujung ranting dan semak belukar. Karenanya merekaengkaupun melanjutkan
perjalanan dengan "berlari" diatas pohon, melompat dari satu cabang
kecabang lain dan tanpa mengeluarkan suara barang sedikitpun! Benar benar amat
mengagumkan!
Beberapa
lama kemudian ketiganya sampai dipuncak Bukit Toba. Yang terdepan berhenti
dicabang paling atas dari sebuah pohon yang besar dan luar biasa tingginya.
kawan kawannya kemudian berdiri disisi kiri kanan dan mereka sama memandang
kedepan.
Didepan
sana, dikelilingi oleh pohon pohon besar tinggi terdapat sebuah bangunan
berbentuk istana.
Tapi
bangunan ini sudah sangat tua sekali dan tidak mendapat rawatan sebagaimana
mustinya hingga keadaannya amat menyeramkan!
Seluruh
bangunan diselimuti debu tebal. Hampir disetiap sudut kelihatan jaring laba
laba bahkan juga tampak sarang sarang burung dan kelelawar! Atap bagian depan
miring kekiri. Diatas genting tumbuh pohon pohon kecil, lumut menyelimut
dimana-mana.
"Inikah
tempatnya?!" tanya salah seorang laki laki tua diatas pohon.
"Kelihatannya
seperti tak pernah didatangi manusia.
Mungkin
kau salah ".
Laki laki
yang berdiri ditengah memandang berkeliling sebentar lalu menjawab :
"Kemanapun mata ditujukan hanya itu satu satunya bangunan yang kelihatan
dipuncak bukit ini!"
"Tapi
sungguh tak ".
"Diam!
Ada orang datang!" kata orang tua yang ditengah. Sesaat kemudian baru dua
orang tua lainnya mendengar suara bergemerisik. Ini sudah cukup menjadi
pertanda bagaimanapun tingginya ilmu kedua orang yang belakangan ini tapi masih
berada dibawah engkauorang tua yang pertama. Ketiganya cepat memandang
berkeliling. Baru saja memutar leher Tiba tiba mengumandang suara bentakan yang
sangat keras!
"Tiga
tua renta diatas pohon, apakah datang ada membawa kain kafan untuk pembungkus
jenazah kalian masing masing kelak?!"
Ketiga
orang tua diatas pohon terkejut bukan alang kepalang. Terkejut bukan karena
keras lantangnya suara bentakan itu yang hingga saat itu masih mengumandang
keseluruh pelosok bukit, juga bukan karena bentakan yang demikian menganggap
rendah bahwa mereka akan menemui ajal! Yang mengejutkan mereka ialah karena
suara bentakan itu jelas sekali adalah suara perempuan!
Dan belum
habis keterkejutan ketiganya suara bentakan itu mengumandang kembali lebih
keras dan kali ini bernada memerintah:
"Manusia
manusia berjubah putih! Lekas turun!"
Pertama
sekali suara bentakan itu terdengar datangnya dari arah barat, diantara pohon
pohon besar yang rapat. Yang kedua kali tadi bentakan itu datangnya dari arah
bangunan tua! Maka ketiga orang tua berjubah putih itupun tanpa melupakan
kewaspadaan segera melompat turun kepelataran batu yang terdapat didepan
bangunan.
Namun
tiada terkirakan kejut dan peranjat mereka sewaktu orang yang tadi membentak
bukan muncul dari dalam bangunan tua melainkan dari balik pohon besar diatas
mana mereka tadi berdiri! Nyatalah betapa hebat dan lihaynya ilmu memindahkan
luara orang itu! Dan yang lebih membuat ketiga orang tua bersorban itu lebih
kagum ialah orang yang muncul itu adalah seorang perempuan berpakaian ungu.
Rambutnya panjanq hitam tergerai sampai Kepunggung. Parasnya ditutup dengan
sehelai kerudung yang juga berwarna ungu. Mendengar kepada suaranya yang tajam
menyorot perempuan ini pastilah bersifat keras dan galak! Ketiga orang tua tak
dapat menduga berapa kira kira usia perempuan berkerudung ini. Dan dalam berdiri
terpisah sejauh beberapa tombak itu ketiganya dapat mencium bau harum yang
keluar dari tubuh dan pakaian perempuan berkerudung!
"Dengan
siapakah kami berhadapan?!" tanya orang tua yang bertindak sebagai
pemimpin rombongan.
Dari
balik kerudung ungu terdengar suara mendengus.
"Kalian
pendatang pendatang yang tidak tahu diri dan lancang berani datang kemari yang
musti terangkan diri!"
Orang tua
itu batuk batuk dan sunggingkan senyum.
"Jangan
tertawa macam monyet kurang ingatan!" bentak perempuan-berkerudung!
"Kalau
sekiranya kau mau membuka kerudung, baru kami akan terangkan siapa kami dan
juga maksud kedatangan kami bertiga kesini!"
Terdengar
suara gigi gigi berkeretakan!
"Tua
bangka keparat! Sudah hampir mampus masih berhati kotor ingin melihat paras
perempuan!
Apakah
itu sifat orang beragama macam kalian!"
Merahlah
wajah ketiga orang berjubah putih, apalagi yang tadi bicara. Dia berkata begitu
tadi dengan maksud untuk mengetahui dengan siapa sesungguhnya dia berhadapan,
tapi sikerudung ungu salah, sangka dan mendampratnya!
"Kami
orang orang tua mana ada pikiran untuk tergoda pada keindahan dunia ini! Justru
kedatangan kami kesini adalah untuk menyelamatkan dunia ini dari segala macam
kekotoran!"
Perempuan
berkerudung tertawa. Suara tawanya cukup merdu tapi juga cukup menyeramkan!
"Hebat
sekali kalau begitu!", katanya dengan nada mengejek. "Tapi kau
kesasar datang kesini, orang orang tua! Kau kesasar mengantarkan jiwa! Tahukah
kau bahwa’setiap ada manusia luaran yang berani menginjakkan kakinya dipulau
ini berarti mati?!
Sekarang
lekas beri tahu nama kalian agar setan setan penghuni pulau lebih cepat
mengenal calon calon kawannya!"
Penghinaan
perempuan berkerudung itu sudah melewati batas. Tapi ketiga orang tua berjubah
putih tetap berdiri dengan sabar malah yang seorang menjawab :
"Aku
Kyai Suhudilah dan dua orang kawanku ini Kyai Selawah dan Kyai Tanjung Laboh “
"Hem
jadi kau Kyai Suhudilah! Aku tahu sudah apa maksud kedatanganmu bersama dua
kambratmu itu kesini. Pasti untuk membalas dendam karena ayahku telah
menghancurkan Pesantrenmu beberapa waktu yang lampau!".
"Jadi
kami berhadapan dengan anak perempuan Raja Rencong Dari Utara?!" ujar Kyai
Suhudilah.
"Sudah
tahu kenapa tidak lekas lekas berlutut?!" Kyai Suhudilah tertawa dingin.
"Menurut
ajaran agama kami, satu satunya kepada siapa manusia berlutut ialah Tuhan bukan
manusia, apalagi manusia macam kau, anak seorang durjana biang penyebab
malapetaka dan bencana didelapan penjuru angin!" Lekas panggil
ayahmu!"
"Tua
bangka sialan! Kau tidak layak memerintahku!"
bentak
perempuan berkerudung ungu.
"Jika
demikian ", berkata Kyai Selawah,"harap dimaafkan kalau kami mungkin
terpaksa memaksamu".
Anak Raja
Rencong Dari Utara berpaling kepada Kyai Selawah. "Mulutmu sombong, tapi
kau bicara masih punya perasaan. Kelak kematianmu lebih mendingan dari pada
kawanmu yang satu ini!" dan dia menuding pada Kyai Suhudilah. Dan setelah
memandang Kyai Suhudilah dengan sorot matanya, perempuan itu berkata :
"Kedatanganmu kesini pasti untuk balas dendam pada ayahku! Sebelum ayahku
muncul kunasihatkan agar kau cepat cepat saja bunuh diri!
Itu lebih
baik bagimu, orang tua!".
Air muka
Kyai Suhudilah kelihatan merah. Bagaimanapun sabarnya seseorang, lambat laun
kesabarannya akan luntur juga.
"Perempuan,
kesombongan dan kecongkakan ayahmu rupanya sudah kau wariskan selagi dia masih
hidup! Kuharap kesombongan dan kecongkakan itu segera kau buang bila ayahmu
meninggal !"
"Tua
bangka bermulut besar! Kau berani menghina aku dan ayah! Makan jariku
ini!". Perempuan berkerudung jentikkan lima jari tangan kirinya sekaligus!
"Wuut!"
Lima
sinar merah kekuningan menderu kearah Kyai Suhudilah!
"Awas
pukulan kuku api!" teriak Kyai Suhudilah memperingatkan kedua kawannya.
Dia sendiri sambil menghindar kebutkan lengan jubahnya sebelah kanan!
"Wuus!"
Kyai
Suhudilah pucat pasi parasnya! Meski kebutan lengan jubahnya berhasil
membuyarkan serangan maut itu namun tak urung lengan jubahnya menjadi hangus
hitam dan hawa panas menjalar kekulit lengan! Dengan cepat sang Kyai sobek
ujung lengan jubahnya.
Gadis
berkerudung ungu tertawa gelak gelak.
"Kalau
kepandaianmu cuma sedalam sungai yang dangkal, betul betul hanya mengantarkan
jiwa datang kemari! Lebih baik kalian bertiga bunuh diri!"
Kyai
Suhudilah mendekam dalam hati, dan berkata :"Kami bukan manusia manusia
bangsa pengecut yang bersedia melawan seorang perempuan! Lekas panggil
ayahmu!"
"Benar
benar tidak tahu diri! Diberi kesempatan bunuh diri malah tambah
menantang!". Bola bola mata sigadis menyorot tajam dan sesaat kemudian
tubuhnya berkelebat dan tahu tahu sudah membagi serangan pada ketiga Kyai dalam
satu jurus bernama "tiga ekor naga menggempur sang surya"
Kembali
ketiga Kyai dikejutkan oleh kehebatan serangan ini! cepat cepat mereka
menghindar dan setelah aling memberi isyarat serentak maju untuk meringkus anak
gadis Raja Rencong itu hidup hidup! Namun mereka tertipu! Tidak semudah itu
untuk menangkap hidup hidup gadis yang sudah menguasai lebih setengah bagian
dari ilmu silat ajaran ayahnya! Begitu ketiga Kyai serempak maju, tubuh sigadis
berkelebat dan lenyap! Lalu terdengar suara lengkingan seperti lengkingan
burung raksasa. Lobang lobang telinga ketiga Kyai terngiang sakit! Dan dalam pada
itu satu tebasan tepi telapak tangan menderu sekaligus kearah kepala mereka!
Kyai
Suhudilah dan kawan kawan terpaksa bersurut undur untuk selamatkan kepala
masing masing! Mereka mengeluh, jika anaknya demikian hebatnya tentu ayahnya
bukan lawan enteng meskipun mereka bertiga!
Kyai
Suhudilah merenung cepat. Dia adalah seorang yang bermata tajam dan setiap
bertempur selalu memperhatikan gerakan gerakan yang dibuat lawan!
Meski
baru satu gerakan namun dia telah dapat melihat sifat sifat gerakan sigadis dan
tahu dimana letak kelemahan ilmu silat lawan! Dengan cepat Kyai Suhudilah
berkaca dengan ilmu menyusupkan suara pada kedua Kyai lainnya : "Kita
serang dia dengan barisan tiga malaekat lenyap kelangit!"
Kyai
Salawah dan Kyai Tanjung Laboh mengangguk tanda mengerti. Kyai Suhudilah
mengedipkan matanya dan ketiganyapun kemudian menyerbu dari tiga jurusan. Kyai
Suhudilah dari depan, Kyai Selawah dari samping kanan dan Kyai Tanjung Laboh
dari samping kiri!
"Ilmu
silat picisan macam apa yang hendak kalian obral di hadapanku?!" ejek anak
gadis Raja Rencong. Tubuhnya dibungkukkan sedikit dan dengan mengandalkan tumit
kaki kirinya, laksana sebuah titiran dia berputar dengan kaki kanan menderu ke
arah ketiga penyerangnya!
Yang
sekali ini tidak mudah bagi gadis ber kerudung ungu ini untuk memusnahkan
serangan ke tiga Kyai itu.
Karena
begitu tubuhnya berputar dan menghantamkan tendangan dalam bentuk lingkaran,
ketiga lawannya berkelebat cepat, lenyap dari pemandangannya dan tahu tahu
sudah menyerang lagi dari jurusan yang lain yaitu Kyai Suhudilah dari belakang.
Kyai Selawah dari depan sedang Kyai yang satu lagi Dari samping kanan. Tiga
buah totokan menderu ke Arah tiga jalan darah si gadis!
Gadis itu
kertakkan geraham tanda penasaran Kedua kakinya menjejak tanah. Didahului oleh
satu lengkingan keras dia melompat ke atas. Kaki kiri dihantamkan kedepan
menendang lengan Kyai Selawah.
Kaki
kanan ditendangkan saperti kuda menendang kearah Kyai Suhudilah yang menyerang
dari belakang sedang satu pukulan tangan kosong yang mendatangkan angin keras
dihantamkan kebatok kepala Kyai Tanjung Laboh yang menotok dari samping!
Karena
tubuh sigadis berada diudara dan lebih tinggi dari ketiga lawannya maka meski
bagaimanapun hebatnya serangan para Kyai namun serangan. balasan dari sigadis tak
dapat tidak akan berhasil mencelakakan mereka lebih dulu!
Anak
gadis Raja Rencong menyeringai dibalik kerudungnya sewaktu melhat ketiga
penyerangnya menarik pulang tangan masing masing. Segera dia hendak susulkah
dengan tiga serangan berantai yang menurutnya tidak dapat tidak pasti akan
mengirim mereka kepintu kematian! Dengan gelak mengejek maka dia segera
lancarkan tiga serangan berantai itu!
Tapi
hatinya menciut!
Parasnya
yang, tersembunyi dibalik kerudung berubah total! Peluh dingin mengucur dikeningnya
sewaktu entah bagaimana ketiga calon korbannya itu lenyap dari pemandangan dan
tahu tahu tiga pusat jalan darahnya terasa dingin! Sadarlah sigadis bahwa
ketiga lawannya sebelum sempat dia menyerang telah lebih dulu mengirimkan
totokan totokan dari jurusan lain yang tak diduganya! Meski bagaimanapun
kehebatan dan kecepatannya untuk mengelak atau menangkis tapi kini sudah kasip!
Yang bisa dilakukannya cumalah memaki dan merutuk dalam hati!!
engkauSigadis
mengeluh tinggi sewaktu totokan yang pertama melanda jalan darah dipunggungnya.
Kedua tangannya dengan serta merta lumpuh. Tubuhnya terhuyung-huyung kemuka.
Dalam sedetik lagi dua totokan segera pula akan mendarat susul menyusul di
bagian lain tubuhnya!
Dalam
keadaan yang demikian kritisnya bagi sigadis Tiba tiba mengumandanglah suara
bentakan yang kerasnya laksana gelegar gunung meletus!
"Pandansuri!
Siapa yang berani berlaku kurang ajar terhadapmu?!"
Satu
gelombang angin yang luar biasa dahsyatnya menderu, membuat ketiga Kyai
terhuyung lima langkah dari kalangan pertempuran sedang gelombang angin itu
sekaligus melepaskan totokan ditubuh sigadis yang ternyata bernama Pandansuri!
*****************
6
MENDENGAR
SUARA BENTAKAN ITU dan merasa totokan pada punggungnya lepas Pandansuri menjadi
lega. Sebaliknya ketiga Kyai terkejut bukan main! Mereka adalah orang orang
cabang atas dalam ilmu silat, tapi sekali terpa saja ketiganya telah
"dilemparkan" keluar sejauh lima langkah dari kalangan pertempuran!
Mereka sama palingkan kepala dengan cepat!
Seorang
laki laki berbadan tinggi tegap berdiri bertolak pinggang dibawah atap bangunan
tua! Pakaiannya dan juga destarnya yang tinggi berwarna ungu.
Tampangnya
yang angker itu dihias dengan kumis hitam melintang. Bajunya yang sengaja tidak
dikancingkan memperlihatkan dada yang penuh otot dan berbulu!
"Apakah
kami berhadapan dengan Raja Rencong dari Utara?!" tanya Kyai Suhudilah.
Pelipis
laki laki itu menggembung. "Sialan! Ditanya malah menanya! Jawab! Apa
kalian tidak malu mengeroyok seorang perempuan?!"
"Malu
atau tidak malu bukan itu soalnya", jawab Kyai Suhudilah. "Kami
datang mencari Raja Rencong! Dan anak gadisnya hendak membunuh kami bertiga!
Apakah salah kalau kami tak bisa berpangku tangan ?!"
Laki laki
berkumis melintang tertawa sambil usap usap dadanya yang berbulu.
"Baru
menghadapi anaknya kalian sudah kewalahan!
Bagaimana
kalian punya nyali untuk datang kemari dan mencariku ?!"
"Ayah!
Perlu apa bicara panjang lebar dengan Tua bungka ini! Dia telah menghina kita!
Biar kau engkausaksikan bagaimana daku memberi pelajaran caranya mati pada
mereka!". Pandansuri lantas cabut sebilah rencong perak dari balik
pakaiannya. Senjata ini berkilauan ditimpa sinar matahari dan adalah sebuah
senjata mustika. Tanpa berbaling pada anaknya Raja Rencong berkata :
"Pandan, kau masuklah! Siapkan Arena Topan Utara!".
Meskipun
hatinya penasaran sekali diperintah demikian, dengan banting banting kaki
Pandansuri akhirnya masuk kedalam bangunan tua yang berbentuk seperti bangunan
tempat kediaman hantu itu!
"Raja
Rencong Dari Utara!" kata Kyai Suhudilah.
"Banyak
hal pertanggungan jawab yang hendak kuminta padamu !".
"Begitu?!
Silahkan masuk ketempatku! Kita bicara di Arena Topan Utara!".
"Cukup
disini saja", sahut Kyai Suhudilah.
Raja
Rencong menyeringai. "Walau bagaimanapun aku masih punya peradatan dalam
menerima kunjungan tamu! Sekalipun tamu tamu itu datang sengaja untuk mencari
mampus!". Habis berkata begitu Raja Rencong memutar tubuh dan masuk
kedalam bangunan tua. Mau tak mau ketiga Kyai terpaksa mengikuti dari belakang!
Bangunan
itu ternyata panjang sekali. Ketiga Kyai melangkah dibelakang Raja Rencong
terpisah sejauh sepuluh langkah. Mereka senantiasa berlaku waspada karena kalau
bangunan tua itu betul betul menjadi sarang Raja Rencong Dari Utara bukan
mustahil dilengkapi dengan segala macam alat rahasia yang berbahaya.
Dan bukan
tidak mustahil pula Raja Rencong tengah hendak menjebak mereka bertiga!
"kawan
kawan, bagaimana kalau kita serang dan ringkus dia hidup hidup selagi
membelakangi kita ini?!" bisik Kyai Selawah. Kyai Suhudilah merenung
sejenak lalu menggeleng pelahan. "Itu tindakan pengecut", katanya.
"Kalau
kita menang tak akan terpuji, kalah malah memalukan!"
"Tapi
terhadap manusia biang malapetaka macam yang satu ini kurasa tak perlu memakai
segala macam ukuran baik dan buruk lagi!", bisik Kyai Tanjung Laboh.
"Walau
bagaimanapun kita tak bisa bertindak begitu", menyahut Kyai Suhudilah.
Ketiganya
melangkah terus mengikuti Raja Rencong.
Mereka
menuruni sebuah tangga batu. Tangga Itu sebenarnya terbuat dari batu mar-mar
yang putih bersih. Tapi karena tak pernah dirawat dan dibersihkan tangga itu
telah menjadi hitam diselimuti lapisan debu setinggi beberapa mili! Raja
Rencong menuruni anak tangga dengan sikap acuh tak acuh. Ketika Kyai Suhudilah
dan kawan kawan memandang kebawah, pada lapisan debu yang menutupi anak anak
tangga tak kelihatan sedikit jejakpun! Sebaliknya ketika mereka memandang
kebelakang, keanak-anak tangga yang tadi mereka lewati kentaralah jejak jejak
kaki mereka, meskipun tidak membayang jelas! Dan ketiga Kyai ini sama sama
menggigit bibir.
"Kuatkan
hati kalian!" bisik Kyai Suhudilah memberi semangat. "Betapapun
kejahatan itu tak bisa bertahan lama! Kalaupun kita harus pasrahkan jiwa
ditempat ini, kita mati dalam berjuang! Mati syahid!"
Di bagian
bawah bangunan tua itu terdapat sebuah ruang batu yang amat luas yang kira-kira
dapat menampung lima ratus orang di keempat tepinya.
Ruangan
batu ini berbeda sekali dengan seluruh keadaan bangunan yang telah dilihat oleh
ketiga Kiai. Keadaannya luar biasa bersihnya hingga bayangan-bayangan tubuh
orang yang berada di ruangan itu akan kelihatan samarsamar
di lantai
dan dinding serta atap. Ruangan itu berbentuk empat persegi. Di bagian
tengahnya terdapat pelataran yang agak tinggi, berbentuk lingkaran. Inilah
Arena Topan. Utara!
Di tengah
Arena terdapat sebuah meja kayu jati yang indah berukir-ukir dikelilingi empat
buah kursi. Satu dari keempat kursi ini lebih bagus dan besar dari tiga
lainnya.
Di atas
meja terdapat empat buah piala perak. Raja Rencong naik ke atas Arena dan duduk
di kursi besar, memandang pada ketiga tamunya dan berkata :"Silahkan
mengambil tempat duduk !"
Ketiga
Kiai duduk di masing-masing kursi.
Kewaspadaan
mereka semakin dipertebal. Tak seorang lainpun yang kelihatan.
"Sebelum
kita bicara silahkan minum arak dalam piala!" Raja Rencong lalu mendahului
meneguk arak dalam piala di hadapanny.a. Ketika dia meletakkan piala yang
kosong itu di atas meja kembali matanya membeliak: ."Kenapa kalian tidak
mau minum?".
"Terima
kasih! Agama kami tidak memperkenankan meneguk minuman keras macam
begini", sahut Kiai Suhudilah.
"Agamamu-agamamu!
Di sini kalian harus mengikuti aturanku dan menghormati diriku! Lekas
minum!".
"Terima
kasih. Lebih baik ".
"Apakah
kau kira aku hendak meracuni kalian?!" sentak Raja Rencong mulai
beringasan.
"Kami
datang ke sini bukan untuk minum-minum" membuka mulut Kiai Tanjung Laboh.
"Tapi
untuk bicara! Untuk meminta pertanggungan jawabmu .. Raja Rencong menyeringai.
Lalu matanya yang garang menyapu paras ketiga Kiai di hadapannya.
Dan dari
mulutnya mendesis suara pertanyaan :"Bicara hal apa dan pertanggungan
jawab apa?!" "Kurasa kau sudah cukup maklumi" jawab Kiai
Suhudilah. "Tapi aku tak keberatan untuk mengatakannya blak-blakan padamu.
Selama belasan tahun daerah utara ini aman tenteram! Namun sejak kau muncul
maka di mana-mana timbul malapetaka, dlmana-mana timbul keonaran! Kalau cuma
malapetaka dan keonaran biasa itu bukan apa-apa tapi kau juga
sekaligus
mempunyai cita-cita untuk mendirikan sebuah Partai yang bertujuan jahat
sematamata!" Sampai di situ Raja Rencong menukas.
"Apakah
menjadi hak orang lain untuk tidak tenang dengan cita-cita seseorang ?!"
"Memang
bukan hak orang lain! Tapi kalau cita-cita itu hendak dicapai dengan
mengorbankan nyawa manusia yang tak mau tunduk dan ikut dalam Partaimu, dengan
jalan membunuh puluhan manusia tanpa kemanusiaan, maka itu adalah hak setiap
Orang untuk turun tangani Di samping itu aku pribadi Ingin meminta
pertanggungan jawabmu atas kematian Wakil serta duapuluh orang penghuni
Pesantren Suhudilah!"
Raja
Rencong Dari Utara memuntir-muntir kumis kumisnya. Dalam pada itu Kiai Tanjung
Laboh berkata pula: "Aku dan Kiai Selawah merasa mempunyai tanggung jawab
untuk mengamankan dan menenteramkan daerah utara yang telah dilanda malapetaka
besar itu! Karena itulah kami berdua datang menyertai Kiai Suhudilah !".
"Jika
begitu katakan saja cara bagaimana kalian bertiga hendak turun tangan terhadap
Raja Rencong Dari Utara!", kata Raja Rencong.
"Atas
apa yang kau telah buat didunia luar dan di Pesantrenku, aku dan kawan kawan
berhak memisahkan batang lehermu dengan badan! Namun sebagai orang beragama
kami masih mau memberikan ampunan dengan jalan hanya memotong kedua tanganmu
sebatas siku !"’
Raja
Rencong Dari Utara kerenyitkan kening, mendelikkan mata lalu tertawa gelak
gelak hingga keempat dinding ruangan itu bergetar! Tangan kirinya mengusap-usap
dadanya yang berbulu. Kyai Suhudilah keluarkan sebatang golok besar yang tajam
luar biasa.
Sehelai
rambut yang dimelintangkan diatas mata golok lalu ditiup pelahan pasti akan
putus!
"Terima
kasih..terima kasih! Sungguh kalian bertiga manusia manusia agama yang baik
budi dan punya pertimbangan yang adil!" kata Raja Rencong.
Lalu
sambungnya : "Karena kalian bertiga mau mengampuni jiwaku, maka akupun
rela pula untuk tidak mencabut nyawa kalian meskipun aku mempunyai aturan bahwa
siapa yang berani datang kepulau ini pasti akan kubunuh! Karenanya kalian
bertiga lekas lekas saja bunuh diri! Bagaimana cara terserah masing masing
kalian! Tentang jenazah kalian tak perlu dikhawatirkan!
Danau
yang mengitari pulau ini cukup layak menjadi kubur kalian!"
"Raja
Rencong", ujar. Kyai Suhudilah. "Kejahatanmu akan kami balas dengan
keadilan! Itu sudah lebih dari layak! apakah kau masih hendak berkeras kepala
mengikuti kesesatannya setan?!"
Raja
Rencong Dari Utara berdiri dari kursinya sambil tertawa sedingin es.
"Diberi
kesempatan untuk bunuh diri, kalian tidak mau melakukan! Terpaksa tanganku yang
bertindak.
Perlahan
lahan Raja Rencong angkat tangan kanannya. Lima jari yang dikembang kukunya
kelihatan berubah merah kekuningan!
"Wuut!"
Lima
larik sinar merah kekuningan yang panasnya bukan olah-olah menggempur ke arah
tiga Kiai.
Baiknya
para Kiai ini sudah bersiap sedia sehingga begitu serangan ilmu kuku api
dilancarkan maka ketiganya sudah melewat dari kursi masing-masing!
Yang
menjadi korban ialah tiga kursi bekas tempat mereka duduk. Ketiga kursi itu
serta merta menjadi hitam hangus mengebul!
Meski
hati tergetar hebat melihat kehebatan kesaktian lawan namun ketiga Kiai sudah
bertekad bulat untuk berkorban jiwa demi kemusnahan manusia biang malapetaka!
Serentak turun ketiganya Ialah mencabut senjata dan menyerang dengan hebat!
Kiai
Suhudilah menyerang dengan sebuah tasbih Kumala Hijau, sedang tangan kiri
memutar golok Datar yang tadi hendak dipakai untuk memotong kedua lengan Raja
Recong. Kiai Selawah menggempur dengan sebilah pedang biru sedang Kiai yang
ketiga yakni Kiai Tandjung Laboh menghantam dengan sebuah kebutan yang
berbentuk seperti sapu kecil Raja Rencong Dari Utara berdiri di tempatnya
dengan sikap acuh tak acuh meski topan serangan melandanya. Yang hebat ialah
jangankan tubuhnya, rambut atau pakaiannyapun tidak berkibar dilanda angin
serangan para Kiai! Sesaat tiga ujung senjata akan ‘.’mencium" dirinya,
Raja Rencong Dari Utara gerakan tangan kanannya! Pedang, Tasbih Kumala Hijau
dan Kebutan Sakti terpental kembali laksana menghantam benda karet yang atos!
Berobahlan
paras ketiga Kiai! Raja Rencong Dari Utara tertawa mengejek.
Tiba-tiba
sekali tangan kanannya bergerak dan dari mulutnya yang tadi tertawa keluar seman
:"Makan jotosan selaksa palu godam ini !"
Meski
sebelumnya berseru demikian rupa yang sekaligus memberi peringatan pada calon
korbannya namun ketiga Kiai tak dapat melihat gerakan tangan lawan dan yang
lebih hebat lagi mereka tak tahu siapa di antara mereka yang menjadi sasaran,
demikianlah saking cepatnya geraan serangan Raja Rencong Dari Utara.
Lalu
terdengarlah suara :"Ngek!"
Tubuh
Kiai Selawah tertekuk ke muka sebentar lalu mencelat mental keluar Arena,
menggeletak di lantai batu dengan perut pecah !
Kiai
Suhudilah dan Kiai Tanjung Lor tertegun terkesiap beberapa ketika lamanya!
"Kenapa
termangu?! Kalian tokh.akan menerima nasib macam dia pula ?!" ujar Raja
Rencong pula. Kedua Kiai kertakan rahang. Pelipis-pelipis keduanya menggembung
tanda mereka tak dapat lagi mengendalikan amarah yang meluap! Kiai Suhudilah
engkau menyerang lebih dahulu dengan jurus silat Turki yang aneh gerakannya.
"Hemm
silat picisan dari negeri orang yang ditontonkan di depanku!" ejek Raca
Rencong.
"Sanggupkan
ilmu silat Turki menerima pukulanku yang ini ?!"
Dengan
jari-jari tangan mengembang, Raja Rencong Dari Utara dorongkan tangan kanannya
ke arah Kiai Suhudilah! Bacokan golok besar dan hantaman Tasbih Kumala Hijau
tertahan dan mental. Bersamaan dengan itu satu gelombang angin yang luar biasa
hebatnya menerpa tubuh Kiai Suhudilah! Kiai ini mengeluh dan mental ke luar
Arena. Begitu terhantar di lantai batu tak berkutik lagi karena meski di luar.
tubuhnya
tak kelihatan rusak namun di dalam dua balas urat-urat yang paling penting telah
putus!
Itulah
kehebatan ilmu pukulan "topan pemutus urat"!
Semangat
Kyai Tanjung Laboh seperti terbang menyaksikan kematian kedua, kawannya itu!
Mukanya pucat tiada berdarah. Dan Tiba tiba Raja Rencong berpaling padanya
dengan seringai maut bermain dibibir.
"Sesudah
melihat tontonan ngeri itu apakah kau masih punya nyali? Bukankah lebih baik
bunuh diri saja agar kau bisa mampus dengan enak?!"
"Demi
Tuhan! Lebih baik mati dengan senjata ditangan dari pada melakukan
kepengecutan" jawab Kyai Tanjung Laboh. Seluruh tenaga dalamnya telah
dialirkan keujung kebutan dan sekali dia menggerakkan senjata itu maka sepuluh
jalan darah ditubuh Raja Rencong diancam bahaya maut!
Anehnya
Raja Rencong cuma ganda tertawa yang membuat darah Kyai Tanjung Laboh tambah
meluapluap!
Sekejap
lagi sambaran ujung kebutan akan melanda jalan jalan darah ditubuh lawannya
Tiba tiba tangannya terasa kesemutan dan kebutannya terpental lepas dari
tangan!
Meski
menyadari sepenuhnya bahwa Raja Rencong bukan lawannya namun dengan kalap Kyai
Tanjung Laboh yang berhati jantan itu menyambar pedang Kyai Selawah yang tadi
terjatuh dan dengan senjata itu dia menggempur habis habisan! Hujan serangan
menelikung tubuh Raja Rencong yang sama sekali tidak bergerak ditempatnya malah
menanggapi serangan itu dengan tertawa-tawa!
Kyai
Tanjung Laboh penasaran dan juga heran kenapa pedangnya sama sekali tak
berhasil menyentuh bagian tubuh manapun dari lawannya! Tengah dia pergigih
serangan Tiba tiba Raja Rencong berseru :"Tiga jurus kau mencak mencak
sudah keliwat cukup!
Lihat
jotosan, awas kepalamu!"
Meski
sudah diperingatkan demikian rupa namun sewaktu pukulan "selaksa palu
godam" menyerang kepalanya Kyai Tanjung Laboh tak sanggup berkelit.
Dicobanya
membabat lengan lawan dengan pedang. Tapi sudah tidak keburu! Kyai yang
terakhir ini terbadai dilantai dengan kepala pecah, darah muncrat dan otak
berhamburan!
*****************
7
DIATAS
SEBUAH BATU DALAM SEBUAH GOA seorang laki-laki tua berjanggut dan berambut
putih duduk bersila meramkan mata tengah bersemedi.
Sejak
tengah malam tadi dia bersemedi dan sampai matahari terbit di ufuk timur masih
juga dia belum bergerak dari tempatnya. Menjelang tengah hari, jadi sesudah dua
belas jam lamanya duduk bersemedi perlahan-lahan baru dia membuka kedua
matanya.
Aneh dan
juga menyeramkan! Ternyata kedua matanya berwarna putih keseluruhannya! Tapi
dia tidak buta!
Kakek ini
menghela nafas dalam. Air mukanya keruh tanda ada sesuatu yang dipikirkannya
dan apa yang dipikirkannya itu menimbulkan kesusahan dalam dirinya. Di dunia
persilatan orang tua ini berjuluk Datuk Mata Putih. Umurnya hampir mencapai
tujuh puluh lima tahun. Tubuhnya kurus hanya tinggal kulit pembalut tulang.
Namun kekuatannya tidak kalah dengan orang-orang yang berumur setengah abad dan
menilik bagaimana batu tempat dia duduk bersemedi mencekung dalam, nyatalah
bahwa orang tua ini memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi!.
Setelah
menghela nafas dalam sekali lagi dia berdiri dan melangkah ke mulut goa. Di
luar goa pemandangan indah sekali. Betapa bahagianya menikmati keindahan alam
ciptaan Yang Kuasa itu.
Namun
jauh di luar keindahan itu, hampir disegala penjuru Jagat raya bertebaran
noda-noda hitam yang merusak keindahan! Noda-noda hitam itu ialah kejahatan,
kecurangan, kekejian dan segala macam kemaksiatan!
Dan yang
membuat orang tua ini untuk ketiga kalinya menghela nafas panjang dan"
dalam ialah karena seorang di antara manusia-manusia yang melakukan kejahatan
dan kekejian itu adalah muridnya sendiri!
Telah
tiga bulan ini didengarnya tentang perilaku muridnya itu di luaran. Dan ini
membuat dia terkejut serta merasa menyesal telah mempunyai murid seperti itu!
Apakah yang bisa dibuatnya selain meninggalkan pertapaan, mencari murid yang
sesat itu lalu menghukumnya? Diam-diam dia merasakan penyesalan tambah mendalam
bila dia ingat karena kepercayaan penuh terhadap sang murid, sebelum dilepas
dari pertapaan dia telah menyerahkan Rencong Emas, sebuah senjata sakti luar
biasa yang merupakan satu dari beberapa buah senjata mustika dunia persilatan!
Beberapa
saat kemudian orang tua itupun berlalu meninggalkan pertapaan! Ilmu larinya
hebat sekali hingga dalam waktu yang singkat sosok tubuhnya sudah lenyap di
kejauhan !
Bersamaan
dengan lenyapnya sang surya di ufuk tenggelamnya, sesosok tubuh berkelebat dan
berdiri di bawah atap bangunan tua yag terletak di Bukit Toba. Tanpa memandang
berkeliling, tanpa bimbang ragu sedikitpun, orang ini melangkah cepat memasuki
bangunan tua. Dalam tempo yang singkat dia sudah berada di Arena Topan Utara
yang terletak dibagian bawah bangunan tua! Segala sesuatunya diruangan luas itu
berada dalam keadaan bersih. Namun orang yang memasuki ruangan tersebut tahu
bahwa baru engkauseminggu yang lalu tiga orang Kyai telah menemui kematiannya
ditempat itu! Orang itu menggerakkan bibirnya sedikit. Maka menggemalah
suaranya yang keras lantang menggetarkan seantero bangunan dan ruangan.
"Hang
Kumbara aku datang!".
Belum
habis kumandang gema suara itu, dari sebuah pintu didinding kanan muncullah
seorang berpakaian ungu. Begitu melihat siorang tua, laki laki berpakaian ungu
ini berseru : "Guru!". Dia melangkah cepat kehadapan siorang tua dan
menjura dalam penuh hormat.
"Sungguh
satu kegembiraan bisa bertemu dengan guru. Mohon dimaafkan kalau- murid sudah
lama tak menyambangi guru hingga guru sendiri yang sampai berkunjung
kesini!".
Orang tua
itu atau bukan lain dari pada Datuk Mata Putih meneliti paras muridnya sejenak
lalu tertawa rawan.
"Kudengar
kau sudah mendapat nama besar diluaran", kata Datuk Mata Putih.
"Ah,
hanya nama dan gelar yang tak berarti guru. Marilah kita bicara
dikamarku", kata laki laki berpakaian ungu yaitu Raja Rencong Dari Utara.
"Pandansuri
ada disini?".
"Sudah
sejak sepuluh hari dia meninggalkan Pulau ".
"Kalau
begitu biar kita bicara disini saja".
"Baik
guru. Tapi perkenankan murid menyuguhkan minuman lebih dahulu ".
"Tak
usah", sahut Datuk Mata Putih.
"Agaknya
ada sesuatu hal penting yang amat mendesak hendak guru bicarakan", kata
Raja Rencong Dari Utara.
"Hang
Kumbara", Datuk Mata Putih menyebut nama asli Raja Rencong, "kurasa
kau sudah bisa menduga maksud kedatanganku".
"Ah,
murid yang bodoh ini mana mungkin bisa menduga, guru".
"Kedatanganku
sehubungan dengan apa apa yang kudengar di luaran tentang kau " Apakah itu
betul?!"
"Apakah
yang guru dengar diluaran tentang diriku itu?"
Datuk
Mata Putih merasa kurang senang bicara bersilat lidah begitu. Maka diapun
berkata secara blak-blakan.
"Kulepas
kau dari pertapaan beberapa waktu yang lalu hanya dengan dua maksud! Pertama
untuk mencari pembunuh ayahmu dan kedua untuk berbuat kebaikan diatas dunia
ini! Tapi apa yang kau perbuat kemudiannya? Demi cita cita besarmu kau membunuh
belasan manusia, mendatangkan malapetaka dimana mana. Nyatalah kau telah sesat
dan aku sangat menyesal akan hal ini. Kuharap kau menyerahkan kembali Rencong
Emas yang dulu kuberikan dan ikut aku kepertapaan untuk dikurung dalam goa
selama sepuluh tahun !" Sepasang bola mata Raja Rencong Dari Utara
membelalak.
"Guru
apakah sesat namanya jika murid bercita-cita hendak mendirikan sebuah Partai di
daerah Utara ini?".
‘Tidak.
Asal saja kau menempuh cara cara yang wajar!"
"Murid
telah mencobanya. Tapi tokoh tokoh silat didaerah sini terlalu keras kepala dan
tidak memandang sebelah matapun terhadap murid….”
"Kalau
mereka tak mau masuk Partaimu, kau tidak layak memaksa, aalagi kalau sampai
membunuh orang-orang yang tak berdosa itu!".
"Tapi
harap guru maklum kenapa murid bertindak sampai demikian jauh".
"Terangkan
alasanmu!" ujar Datuk Mata Putih pula.
"Murid
merasa mempunyai dendam terhadap orang-orang dunia persilatan. Karena kalau
tidak ada orang-orang pandai itu maka tak akan ayah menemui kematian dalam cara
yang mengerikan! Dipenggal lehernya dan kepalanya ditancapkan di atas sebilah
tombak di tengah-tengah pasar!"
"Aku
tahu hal itu. Dan kau telah berhasil mencari serta membunuh manusia yang telah
menewaskan ayahmu! Lantas kenapa kau menjadi tersesat?!"
"Murid
tidak merasa tersesat, guru! Orang-orang dunia persilatanlah yang telah sesat
dan menyebabkan kebencian murid tiada batas lagi ternadap mereka!
Sesudah
menamatkan riwayat pembunuh ayah, .beberapa orang tokoh silat mencari murid
hendak balas dendam! Dendam! Seakan-akan adalah dosa besar bagi murid karena
membunuh orang yang telah membunuh ayah! Mereka tak berhasil mencari murid! Dan
guru tahu apa yang dibuat orang-orang berkepandaian tinggi itu?! Ibu dibunuh,
adik-adikku dipancung satu demi satu! Dua orang adik perempuanku diperkosa lalu
ditinggalkan begitu saja sampai mereka bunuh diri! Dan orang-orang pandai itu
belum puas rupanya! Sampai-sampai calon istrikupun mereka rusak kehormatannya
dan dibunuh! Ketika salah seorang dari mereka berhasil murid pecahkan
kepalanya, seluruh keluarga calon istriku ditumpas!
engkauKekejaman
dan kebiadaban manakah yang lebih terkutuk dari itu?! Kata mereka, mereka
adalah orang-orang pandai, tokoh-tokoh silat utama ! Tapi kebejatan yang mereka
lakukan! Salahkan kalau murid menanam rasa kebencian terhadap orangorang pandai
itu?! Sesatkah kalau murid membunuh belasan manysia yang bertanggung jawab atas
kematian ibu, adik-adikku, calon istriku dan seluruh keluarganya ?"
"Orang-orang
yang bertanggung jawab atas semua itu jumlahnya hanya sepersepuluh saja dari
jumlah manusia yang telah kau bunuh! Apa pertanggungan jawab atau alasanmu atas
yang sembilan persepuluh lainnya? Yang kau bunuh tanpa pangkal sebab atau
kesalahan atau dosa apapun juga ?!"
"Sudah
murid katakan bahwa murid bertekad untuk melenyapkan orang-.orang pandai di
dunia ini!
Karena
justru merekalah yang menjadi pangkal sebab segala kejahatan!"
"Sungguh
picik jalan pikiranmu! Beberapa belas orang yang bersalah dan punya dosa tapi
ratusan manusia yang kau jadikan korban! Aku tak dapat menerima alasanmu! Lekas
serahkan Rencong Emas dan kau ikut aku kembali kepertapaan!".
Hang
Kumbara atau Raja Rencong Dari Utara terkejut. Untuk beberapa ketika lamanya
guru dan murid saling pandang memandang; Sekelumit senyum kemudian tersungging
di bibir Hang Kumbara.
"Apakah
ini suatu perintah, guru?" tanyanya.
"Lebih
dari perintah" jawab Datuk Mata Putih tegas. Senyum itupun lenyaplah dari
bibir Raja Rencong.
"Mohon
dimaafkan. Kali ini murid tak dapat mengabulkan permintaan, tak dapat mematuhi
perintah guru ".
"Kau
sudah tahu hukuman bagi seorang murid yang membangkang?!" tanya Datuk Mata
Putih.
Sepasang
matanya yang putih memandang tajamtajam menyorot ke mata muridnya. Jika bukan
Raja Rencong pastilah seseorang akan merasa bergidik dipandang begitu rupa oleh
Datuk Mata Putih.
"Guru,
harap kau mengerti kedudukan murid saat ini. Dalam waktu singkat murid hendak
meresmikan berdirinya Partai Topan Utara dimana murid menjadi Ketuanya".
"Aku
tidak perduli apa urusanmu, apa kedudukanmu!
Sekali
aku bilang serahkan Rencong Emas dan Ikut kepertapaan maka kau harus
patuh!"
Air muka
Raja Rencong Dari Utara berubah total. Perubahan ini segera dimengerti oleh
Datuk Mata Putih? Dan tanya orang tua ini : "Kau hendak melawan terhadap
gurumu sendiri ?!".
"Sungguh
aneh kehidupan ini!" kata Raja Rencong tanpa memandang pada gurunya.
"Tiap tiap manusia terlalu mengurus kepentingan dirinya sendiri tanpa mau
memperhatikan kepentingan orang barang sedikitpun!
Karena
kau memaksa sedang murid tak dapat mematuhi maka cukup pembicaraan sampai
disini guru!". Raja Rencong Dari Utara menjura dan hendak berlalu dari
hadapan Datuk Mata Putih.
"
Aku menyesal mempunyai murid sesat macammu ini Hang Kumbara!" ujar Datuk
Mata Putih.
"Dan
murid juga menyesal menghadapi kehidupan macam begini!", kata Raja Rencong
pula, lalu sambungnya : "biarlah penyesalan itu sama sama kita bawa mati
bila sudah tiba saatnya!".
"Mungkin
memang begitu caranya memupus penyesalan" menyahuti Datuk Mata Putih.
"Tapi bagiku penyesalan itu hanya bisa ditebus dengan menjatuhkan hukuman
tegas terhadapmu!"
Raja
Rencong Dari Utara menghentikan langkahnya dan memutar tubuh. Pandangan matanya
tak berkesip.
"Hukuman
tegas macam apakah, guru?!"
"Mulai
detik ini putus hubungan kita sebagai guru dan murid ".
"Kalau
begitu silahkan kau angkat kaki dari tempatku!" belalang Raja Rencong Dari
Utara.
Paras
Datuk Mata Putih kelam kemerahan.
Dadanya
bergejolak dan darahnya seperti mendidih karena marah.
"Aku
akan angkat kaki Hang Kumbara!" sahut Datuk Mata Putih. "Tapi setelah
lebih dulu memecahkan batok kepalamu!"
Raja
Rencong Dari Utara rangkapkan kedua tangan dimuka dada lalu tertawa gelak
gelak. Arena Topan Utara bergetar dan diam diam Datuk Mata Putih terkejut.
Suara
tertawa yang hebat itu berarti hebatnya pula tenaga dalam Hang Kumbara. Rupanya
Hang Kumbara sudah maju tenaga dalamnya dari sejak dia meninggalkan pertapaan
tempo hari.
"Kalau
seorang guru hendak membunuh murid sendiri ditutup dengan topeng alasan sebagai
kewajiban!
Tetapi
kalau seorang murid membuat kesalahan dikatakan murid sesat! Biarlah kau
menamakan aku murid sesat karena dalam kesesatan itu kau sendiri sudah kesasar
untuk mengantar nyawa kesini Datuk Mata Putih!"Datuk Mata Putih serasa mau
pecah kepala dan dadanya dilanda amarah! Sekali tubuhnya berkelebat maka diapun
lenyap dan dua jari tangannya tahu tahu sudah mendarat di dada Raja Rencong
Dari Utara, melontarkan satu totokan yang luar biasa cepat dan lihay!
Tapi
kejut Datuk Mata Putih bukan olah ketika melihat Hang Kumbara masih berdiri
ditempatnya, cuma terhuyung-huyung sebentar dan sambil tertawa mengejek! Sama
sekali tidak menjadi kaku tegang akibat totokan yang dilancarkan tadi! Kalau
tidak manusia ini memiliki tenaga dalam yang tinggi mana mungkin dia sanggup
menutup jalan darahnya melawan tenaga totokan yang besar itu?!
Hanya
dalam beberapa bulan saja turun dari pertapaan Hang Kumbara telah demikian jauh
maju ilmu kepandaiannya! Tak mungkin hal ini terjadi kalau dia tidak berguru
pada seorang sakti lainnya! Maka sewaktu menyerang kedua kalinya, tak ayal agi
Datuk mata Putih mengeluarkan jurus terhebat yang dimilikinya yaitu yang
bernama : "Dua ekor naga keluar dari goa".
Jurus ini
sengaja dikeluarkannya karena dia bermaksud untuk meringkus Hang Kumbara detik
itu juga. Kedua tangan terpentang lebar lebar kemudian berkelebat dalam bentuk
silang, satu memukul kearah perut dan satu lagi menjambak kearah rambut. Kaki
kanan ditendangkan kemuka untuk menghantam tulang kering lawan. Seseorang yang
kena dipreteli Oleh jurus yang hebat ini pasti tubuhnya bagian bawah akan
terlontar kebelakang sedang rambut terjambak dan otot otot perut menderita
sakit yang luar biasa. Dalam keadaan begitu akan mudah untuk meringkus lawan!
Namun
untuk kedua kalinya Datuk Mata Putih dibikin kaget. Kaget bukan saja karena
Hang Kumbara sanggup mengelakkan serangannya itu tapi begitu mengelak begitu
Hang Kumbara menyerangnya dengan jurus yang sama, malah jurus "dua ekor
naga keluar dari goa" yang dilancarkan oleh Hang Kumbara jauh lebih
dahsyat dan mendatangkan angin laksana topan prahara! Ini adalah satu hal yang
tak pernah diduga oleh Datuk Mata Putih. Dengan segera sang Datuk keluarkan
sehelai selendang putih yang merupakan senjata yang diandalkannya. Sekali kebutkan
selendang itu maka musnahlah serangan Raja Rencong Dari Utara!
Raja
Rencong Dari Utara sudah tahu dan makum akan kehebatan senjata ditangan bekas
gurunya.
Meski
senjata itu tidak sehebat Rencong Emas namun tak bisa dibuat main main! Sekali
kepala kena terpukul pasti akan rangkah! Karenanya Raja Rencong Dari Utarapun
segera mencabut Rencong Emas dari pinggangnya. Sinar kuning menerangi Arena
Topan Utara!
"Datuk
Mata Putih" kata Raja Rencong dengan seringai bermain dimulutnya.
"Seandainya ini kau yang membuat! Hari ini kau sendiri akan menjadi
korbannya! Betapa kau akan mampus penuh penyesalan karena telah membuat Rencong
Emas ini!".
Ucapan
itu membuat Datuk Mata Putih tambah mendidih amarahnya. Dengan cepat dan
menyerang kembali. Selendang putih berkelebat kearah dada Raja Rencong kemudian
bergerak laksana mematuk ketenggorokan dan sewaktu Raja Rencong mengelak, ujung
selendang dengan cepat meliuk melibat Raja Rencong ditangan Raja Rencong Dari
Utara!
Raja
Rencong Dari Utara ganda tertawa. Bagaimanapun hebatnya selendang putih itu tak
akan dapat menandingi Rencong Emas yang sakti. Karenanya begitu selendang
hendak melibat senjatanya. Raja Rencong babatkan senjata itu dengan cepat, siap
untuk merobeknya!
Datuk
Mata Putih juga sudah maklum apa yang terlintas dipikiran Hang Kumbara. Pada
saat Rencong Emas membabat, saat itu pula dia menggerakkan lengan kanannya.
Ujung selendang laksana seekor ular menyelusup kebawah lalu naik lagi keatas
dan menghantam Raja Rencong Dari Utara dengan amat kerasnya!
Raja Rencong
terbanting kebelakang sampai lima langkah. Dadanya sakit bukan main. Nafasnya
sesak, wajahnya merah karena menahan sakit dan amarah. Bagaimanapun hebatnya
akibat pukulan ujung selendang tapi tidaklah sehebat yang diduga Datuk Mata
Putih. Jangankan tubuh manusia, batang pohon besarpun akan hancur patah dilanda
pukulan selendang itu! Tapi Hang Kumbara boleh dikatakan tidak mengalami
sesuatu apapun! Tentu saja ini membuat Datuk Mata Putih jadi penasaran. Selagi
Hang Kumbara mengatur jalan nafas serta darah dan mengerahkan tenaga dalamnya
kebagian dada yang sakit maka Datuk Mata Putih telah menyerangnya dengan jurus
yang mematikan!
Dengan
mengandalkan kegesitan ilmu mengentengkan tubuh, Hang Kumbara berkelebat kian
kemari dan dalam tempo yang singkat murid dan guru itu sudah bertempur sepuluh
jurus!
Sinar
putih dari selendang ditangan Datuk Mata Putih bergulung-gulung sedang sinar
kuning Rencong Emas ditangan Hang Kumbara mencurah laksana hujan dan kedua
senjata itu saling mengeluarkan engkauangin yang teramat hebat!
Kalau
dalam sepuluh jurus itu Hang Kumbara mengeluarkan jurus jurus ilmu silat yang
dipelajarinya dari Datuk Mata Putih dan dapat bertahan dengan gigih, maka dalam
jurus jurus berikutnya didahului oleh satu bentakan menggelegar Hang Kumbara
merobah permainan silatnya yang jurus jurusnya serba asing dan aneh bagi Datuk
Mata Putih. Demikian hebatnya jurus jurus ini hingga dalam tempo yang singkat
sang Datukpun sudah terdesak hebat! Bagaimanapun sebatnya kebutan selendang
saktinya, bagaimanapun rapatnya pertahanan namun Datuk Mata Putih tiada sanggup
membebaskan diri dari telikungan senjata lawan, apalagi untuk balas menyerang!
Dalam
jurus kedelapan belas terdengar keluhan Datuk Mata Putih! Ujung Rencong Emas
merobek pakaiannya dan melukai jidatnya! Meski luka itu tidak berapa dalam
namun karena Rencong Emas bukan senjata sembarangan maka bekas luka
mendatangkan hawa panas yang mengalir kesekujur tubuh dan mempengaruhi gerakan
gerakannya. Dia mulai gugup dalam posisi bertahannya. Tusukan kedua menggores
pelipisnya! Darah mengucur menutup mata kanannya!
Datuk
Mata Putih semakin kepepet. Dalam keadaan putus asa orang tua itu menyerbu
dengan kalap. Selendang menderu, tangan kiri menghantamkan pukulan tangan
kosong yang mendatangkan angin ratusan kali beratnya sedang kaki kanan bergerak
dalam satu tendangan kearah selangkangan Raja Rencong Dari Utara! Ini betul
betul satu -serangan yang mematikan.
Jika saja
lawan yang diserang tingkat kepandaiannya berada disebelah bawah pastilah dia
akan konyol! Namun keadaan Datuk Mata Putih yang menyerang dengan kalap itu
adalah satu hal yang sia sia!
Meski
tendangannya berhasil juga menghantamkan pinggul kiri Raja Rencong namun orang
tua ini terpaksa menerima satu tikaman yang keras didada kirinya, tepat pada
jantungnya! Tak ampun lagi begitu ‘Rencong Emas dicabut begitu Datuk Mata Putih
terkapar dilantai. Kedua matanya yang putih berputarputar sebentar, kakinya
bergerak-gerak. Tapi kemudian tak satu bagian tubuhnyapun yang bisa berkutik
lagi! Betapa mengenaskannya seorang guru menemui kematian ditangan muridnya
sendiri dan ditusuk dengan senjata ciptaannya sendiri!
*****************
8
DILERENG
GUNUNG SINABUNG ADA sebuah bangunan kecil yang atapnya berbentuk puncak mesjid.
Itulah tempat kediaman Panglima Sampono, seorang laki-laki berumur enam puluh
tahun yang dianggap gagah perkasa dan sakti oleh penduduk disebelah timur
daratan Pulau Andalas. Adapun Panglima Sampono ini dulunya adalah seorang
pendatang dari selatan yang telah berjasa besar dalam mengusir pasukan asing
yang mendarat dipantai Pulau Andalas sebelah timur, yang bermaksud hendak
merampas beberapa daerah subur dan kaya raya. Sampono kemudian diangkat oleh
Sultan Deli menjadi kepala Balatentara dan diberikan pangkat Panglima. Pada
umur lima puluh tahun dia mengundurkan diri namun demikian sampai saat itu
semua orang dan Sultan sendiri masih menyebutnya sebagai Panglima.
Sejak
mengundurkan diri Panglima Sampono berdiam dilereng Gunung Sinabuhg,
mempertekun diri dalam urusan akhirat serta memperdalam ilmu silat dan
kesaktiannya. Bila terjadi huru hara dikesultanan Deli, Sultan mengirimkan
utusan untuk minta bantuan Panglima Sampono menumpas huru hara itu Panglima
Sampono tidak jarang pula turun dari Gunung Sinabung secara diam diam dan
menghancurkan manusia manusia jahat seperti perampok, bajak laut dan lain
sebagainya.
Didalam
bangunan kecil yang atapnya berbentuk puncak mesjid itu duduklah Panglima
Sampono bersama tiga orang tamunva. Ketiganya datang dengan maksud yang sama
dan ketiganya adalah tokoh tokoh dunia persilatan yang cukup terkenal, ditakuti
oleh kaum hitam dibagian Utara Pulau Andalas. Yang pertama ialah Datuk Nan
Sabatang, seorang tokoh silat berbadan tinggi besar, berkumis melintang. Tamu
kedua Lembu Ampel, tokoh silat berasal dari tanah Jawa tapi telah sejak dua
tahun menetap di Pulau Andalas. Antara Lembu Ampel dan Datuk Nan Sabatang
terjalin hubungan erat karena adik kandung Datuk Nan Sabatang kawin dengan
Lembu Ampel.
Kemudian
orang yang ketiga berasal dari Malaka, bernama Sebrang Lor. Seperti telah
diterangkan diatas kedatangan ketiga orang itu ketempat Panglima Sampono
membawa maksud yang sama yaitu yang ada sangkut pautnya dengan meraja-lelanya
perbuatan sewenang wenang yang dilakukan oleh Raja Rencong Dari Utara.
Berkata
Sebrang Lor : "Petualangan Raja Rencong sudah sampai pula ke Malaka. Empat
tokoh silat di Malaka dibunuh dengan kejam ketika mereka menolak untuk tunduk
dan masuk kedalam Partai Topan Utara. Entah berapa belas orang lainnya yang
juga telah dibunuh oleh Raja Rencong, diantaranya enam orang adalah teman
temanku sendiri. Juga Raja Rencong pernah melarikan dua orang gadis dan kedua
gadis itu tak diketahui nasibnya sampai sekarang, apa masih hidup atau sudah
mati !. Boleh dikatakan pertolongan Tuhanlah yang masih menyelamatkanku sewaktu
aku dan beberapa orang kawan bertempur dengan Raja Rencong. kawan kawanku mati
semua, aku sempat menyelamatkan diri. Tapi beberapa hari kemudian kudengar
keluargaku ditumpas oleh manusia laknat itu!".
Sebrang
Lor menghentikan penuturannya sebentar untuk menghela nafas dalam dan
menenangkan hati serta darahnya yang bergejolak, lalu baru ia meneruskan
:"Meski mungkin ilmu silatku masih terlalu rendah untuk menghadap Raja
Rencong, namun dendam kesumat tak bisa kupendam lebih lama. Itulah sebabnya aku
menyeberang kesini mencari beberapa kawan untuk bersama-sama membalas dendam
sakit hati. Ternyata kejahatan Raja Rencong di Pulau Andalas sebelah Utara ini
lebih hebat dan bejad lagi! Namun demikian aku bersyukur karena telah berhasil
menemui Datuk Nan Sabatang serta Lembu Ampel. Dan hari ini berhadapan pula
dengan Panglima Sampono! Demi kebenaran dan demi ketenteraman hidup dunia
persilatan kiranya Panglima Sampono tidak keberatan ikut bersama-sama kami
menumpas biang malapetaka itu!".
Panglima
Sampono merenung sejenak lalu menjawab : "Memang kejahatan dan ke-sewenang
wenangan Raja Rencong Dari Utara sudah sejak beberapa bulan ini kudengar sudah
melewati takaran. Tak bisa didiamkan lebih lama. Bahkan mungkin saudara Sebrang
Lor tidak percaya kalau kuterangkan bahwa Raja Rencong Dari Utara sudah
demikian gilanya sehingga gurunya sendiripun dibunuh!’.
Sebrang
Lor terkejut, demikian pula Datuk Nan Sabatang serta Lembu Ampel.
"Gurunya
yang mana, Panglima?" tanya Lembu Ampel. "Kabarnya dia tidak cuma
punya seorang guru!"
"Guru
yang pertama. Yang bernama Datuk Mata Putih!", sahut Panglima Sampono
pula.
Terbelalaklah
mata Seberang Lor.
"Datuk
Mata Putih ilmu silatnya tinggi dan sakti sekali!", kata Seberang Lor pula
dan diam diam dia membathin bahwa mungkin kalau berhadapan dengan orang tua itu
dia cuma sanggup bertahan sampai dua puluh jurus!
"Tapi
kita jangan lupa" menyahut Lembu Ampel.
"Disamping
Datuk Mata Putih, Raja Rencong juga telah berguru dengan seorang sakti lainnya
yang sampai saat ini tidak diketahui siapa adanya".
Seberang
Lor mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia memandang berkeliling lalu berkata :
"Nyatalah manusia itu tinggi kesaktiannya. Disamping sakti juga bernati
luar biasa jahatnya. Namun aku yakin, berempat kita pasti dapat
menyingkirkannya dari bumi Tuhan ini!"
"Bukan
aku mematahkan semangat kalian", berkata Panglima Sampono, "bukan
pula hendak merendahkan ketinggian ilmu silat dan tenaga dalam saudara saudara
bertiga. Kemudian bukan pula hendak berpangku tangan, namun sekalipun kita
berempat, belum tentu dapat dengan mudah menghadapi Raja Rencong Dari Utara.
Ketinggian ilmunya sukar dijajaki!
Yang
paling berbahaya ialah senjatanya sebilah Rencong Emas dan ilmu pukulan yang
bernama ilmu pukulan kuku api!"
Semua
orang berdiam diri beberapa lamanya.
"Lalu
apa daya kita?" bertanya Datuk Nan Sabatang.
Metjnang
diantara mereka Panglima Sampono paling dihormati karena ilmunya yang tinggi
dan pangkat yang pernah dijabatnya. Ketiga orang itu mengharapkan jawaban sang
Panglima.
"Untuk
menghadapi Raja Rencong, tak bisa tidak harus mempergunakan akal. Menurut
pengetahuanku Raja Rencong Dari Utara mempunyai seorang anak perempuan yang
sudah gadis remaja. Gadis ini senang mengelana seorang diri. Meski dia mendapat
pelajaran ilmu silat dan ilmu kesaktian langsung dari Raja Rencong, tapi
ilmunya belum berapa tinggi. Kita cari gadis itu dan menawannya hidup hidup.
Lalu kirimkan seorang utusan atau surat pada Raja Rencong dan suruh dia
menyerah! Sementara itu kita berusaha pula menemui beberapa .orang tokoh silat
lainnya untuk menambah kekuatan. Meski anaknya kita tawan tapi manusia macam
Raja Rencong bukan mustahil mau mengorbankan keselamatan anaknya agar dapat
membasmi kita!"
Semua
orang menyetujui akal Panglima Sampono.
Setelah
dirundingkan lebih masak maka rencanapun diaturlah. Satu hari kemudian keempat
orang itu turun dari lereng Gunung Sinabung.
Sinar
matahari yang tadi panas terik kini memudar kilauannya. Langit yang tadi cerah
kini mendung tertutup awan hitam yang berarak dari jurusan utara ditiup angin
keras. Agaknya tak lama lagi akan segera turun hujan lebat. Dikaki bukit yang
sebelumnya diselimuti kemendungan dan kesunyian itu lapat lapat terdengar suara
derap kaki kuda datang dari jurusan timur. Makin lama makin keras. Dari
pengkolan jalan kemudian muncullah seorang penunggang kuda berwarna coklat.
Kuda ini agaknya bukan kuda biasa.
Disamping
tubuhnya yang besar tinggi, larinyapun laksana anak panah lepas dari busurnya.
Dalam waktu yang singkat binatang dan penunggangnya sudah meninggalkan
pengkolan tadi sejauh dua puluh tombak!
Kini kuda
dan penunggangnya siap memasuki lagi sebuah pengkolan tajam. Meski pengkolan
itu demikian patahnya namun sipenunggang tidak berusaha untuk memperlambat lari
kuda coklat. Debu dan pasir beterbangan. Sesaat lagi kuda bersama penunggangnya
itu hendak memasuki pengkplan tajam mendadak laksana melihat setan, kuda coklat
meringkik keras dan mengangkat kedua kaki depannya keatas tinggi tinggi,
Sepasang kakinya yang sebelah belakang kaku tak bisa bergerak laksana dua buah
patok yang ditancapkan kedalam tanah.
Sipenunggang
yang hampir saja hendak dilemparkan dari punggung binatang itu terkejut bukan
main dan cepat cepat melompat turun. Dia memandang kedepan lalu memandang
berkeliling. Tak satu makhluk hiduppun yang tampak. Orang ini kemudian berlutut
untuk memeriksa kedua kaki kuda tunggangannya.
Untuk
kedua kalinya dia menjadi kaget sewaktu mendapati sepasang kaki kuda disebelah
belakang itu berada dalam keadaan kaku tegang akibat totokan totokan hebat!
Ditanah tak jauh dari kaki kaki kuda kelihatan dua buah jambu klutuk. Pasti
benda inilah yang telah dipakai untuk menotok kaki kaki kuda tersebut. Dengan
pemas orang itu melepaskan kedua totokan itu lalu berdiri, memandang
berkeliling dan membentak.
"Bangsat
rendah yang berani kurang ajar lekas unjukkan diri!"
Suara
bentakan itu melengking keras menggetarkan seantero kaki bukit dan itu adalah
suara bentakan orang perempuan! Dan memang penunggang kuda coklat berpakaian
ungu itu, meski parasnya ditutup dengan sehelai kerudung, namun dari potongan
tubuh serta rambut panjang yang menjenguk dikuduknya akan sangat mudah
dikentarai bahwa dia adalah seorang perempuan!
Tiba tiba
dari sebuah tebing yang terletak dipengkolan tajam yang tingginya kira kira
delapan tombak berkelebat dua sosok tubuh manusia. Belum lagi kedua orang ini
menjejakkan kaki masing masing ditanah, dari jurusan lain berkelebat lagi dua
bayangan manusia dan sesaat kemudian empat orang laki laki telah berada disitu
dalam posisi mengurung sibaju ungu ditengah-tengah!
Sibaju
ungu mendengus marah dibalik kerudungnya.
"Siapa
kalian?!" bentaknya.
Salah
seorang dari keempat manusia itu maju selangkah dan berkata : "Jawab dulu
apakah kau anaknya Raja Rencong Dari Utara itu atau bukan?!"
Sepasang
alis dibalik kerudung mengerenyit dan dua bola mata yang tajam memandang meneliti
keempat laki laki dihadapannya.
"Apa
maksud apa kalian terhadap anak perempuan Raja Rencong?!"
"Jawab
dulu pertanyaanku tadi!"
"Keparat!"
Aku memang Pandansuri, anak Raja Rencong Dari Utara!" jawab perempuan itu
dengan garang. Lalu bentaknya: "Kalian berempat mau apa?!".
"Ah
kawan kawan akhirnya berhasil juga kita menemui gadis ini", kata laki laki
tadi yang bukan lain Seberang Lor adanya. "Ketahuilah kami berempat sudah
sejak lama mencarimu untuk diculik! Sebenarnya mungkin kau tidak punya salah
apa apa. Tapi akibat dosa dosa bapakmu, terpaksa kau kami culik!"
"Kalau
begitu kalian adalah bangsat bangsat pengecut yang tak berani berhadapan
langsung dengan bapakku!"
tukas
Pandansuri. "Kalian mau menculik aku silahkan! Tidak semudah itu untuk
menculik anak Raja Rencong Dari Utara!". Seberang Lor dan ketiga kawan
kawannya yaitu Panglima Sampono, Lembu Ampel dan Datuk Nan Sabatang saling
memberi tanda lalu menyerbu dari empat jurusan menyerang kesatu sasaran yaitu
Pandansuri!"
Dengan
keluarkan tertawa mengejek Pandansuri jejakkan sepasang kakinya ketanah dan
sekejap kemudian tubuhnya yang ramping itu melesat keatas tinggi lima tombak!
Dari atas dia gerakkan kesepuluh jari2 tangannya sekaligus. Maka sepuluh
larikan llnar kuning kemerahan mencurah kearah Panglima Sampono dan kawan
kawan!’
*****************
9
PUKULAN
KUKU API!" SERU PANGLIMA Sampono. "Lekas menyingkir!"
Keempat
tokoh silat itu sebenarnya bisa balas menghantam langsung keatas namun mereka
belum mengetahui sampai dimana ketinggian tenaga dalam lawan. Hingga kalau mereka
tak menyingkir dan tenaga dalam lawan lebih tinggi sedikit saja dari mereka
pastilah mereka akan celaka! Keempatnya melompat kebelakang sejauh tujuh
langkah lalu sekaligus menghantamkan tangan kanan keatas! Empat gelombang
angin
keras laksana angin punting beliung menerpa satu jengkal diatas kepala
Pandansuri. Panglima Sampono dan kawan kawan sengaja menyerang bagian satu
jengkal diatas kepala sigadis karena mereka hendak memaksa gadis itu turun
ketanah kembali untuk kemudian diringkus hidup hidup!
Pandansuri
memang tak ada jalan lain, terpaksa melayang turun kebawah. Tapi dia tidak
bodoh dan sudah maklum maksud ke empat lawannya. Maka begitu melayang turun
untuk kedua kalinya dia menebar pukulan Kuku Api yang dahsyat itu kearah
keempat lawannya! Kalau tadi Panglima Sampono melompat kebelakang untuk
menghindari pukulan maut yang membuat tanah berlobang besar dan hangus itu,
maka kini keempatnya melompat kemuka dan serentak dengan itu masing masing
mereka lalu melompat keatas.
Datuk Nan
Sabatang serta Seberang Lor melancarkan dua buah totokan sedang Panglima
Sampono dan Lembu Ampel ulurkan sepasang tangan mereka untuk meringkus
Pandansuri hidup hidup!
Pandansuri
tidak menyangka kalau keempat lawan akan berani menyelusup kemuka dibawah deru
sinar serangannya. Pada saat pukulan kuku api itu melanda tanah, membuat tanah
terbongkar dan hangus hitam maka dia lebih tak menduga lagi karena saat itu
cepat sekali tahu tahu keempat lawannya sudah berada dekat sekali disampingnya
melancarkan dua totokan dan dua serangan meringkus! Padahal posisinya saat itu
dalam keadaan yang tak menguntungkan!
Sebagai
seorang yang menerima langsung pelajaran dari Raja Rencong tentu saja tingkat
kepandaian Pandansuri meski tak bisa disejajarkan dengan ayahnya tapi telah
mencapai tingkat tinggi. Tahu dirinya sudah kepepet namun gadis ini tak
kehilangan akal. mengelak mungkin kasip dan mungkin salah satu dari serangan
lawan akan berhasil juga bersarang ditubuhnya. Kalaupun dia kena dihantam dia
harus pula dapat balas menghantam sekurang-kurangnya seorang dari keempat
lawannya. Maka tak ayal lagi Pandansuri kembangkan kedua telapak tangannya lalu
tubuhnya berputar laksana titiran, tangannya menyambar seperti baling baling
dari angin laksana topan menderu menerpa keempat tokoh silat! Itulah pukulan"selaksa
palu godam" ‘yang dilancarkan dalam jurus yang bernama "titiran dewa
menjulang langit"!
Panglima
Sampono dan kawan kawan tiada menduga kalau sigadis akan balas menyerang kalap
begitu rupa.
Lembu
Ampel, Datuk Nan Sabatang dan Seberang Lor yang ragu ragu untuk mengadakan
bentrokan pukulan segera menarik pulang serangan mereka. Sebaliknya Panglima
Sampono yang merasa sudah kepalang tanggung lipat gandakan tenaga dalamnya dan
mem babat lengan Pandansuri! Bentrokan lengan tak dapat dihindarkan lagi.
"Buk"!
Dua
lengan beradu mengeluarkan suara keras.
Panglima
Sampono merasa tangannya sakit bukan main dan tubuhnya terjajar kebelakang
sampai lima langkah. Sebaliknya Pandansuri mengeluh dalam hati menahan sakit
sedang tubuhnya mental sampai enam langkah! Kini maklumlah Panglima Sampono dan
kawan kawan. Tingkat tenaga dalam sigadis nyatanya hanya sedikit saja berada
dihawahnya! Karena ketiga orang lainnya itu hanya satu tingkat saja lebih
rendah tenaga dalamnya dari Panglima Sampono maka ketiganya menjadi bernyali
besar dan ber-sama sama dengan sang panglima mereka kembali menggempur
Pandansuri!
Pertempuran
empat lawan satu berkecamuk dengan hebatnya. Berkali-kali Pandansuri merobah
jurus jurus ilmu silatnya. Setiap gerakannya cepat dan aneh serta mempunyai
lima sampai delapan pecahan yang hebat. Namun sampai jurus keduapuluh tetap
saja gadis ini tak dapat menguasai jalannya pertempuran malah jurus demi jurus
selanjutnya dia mulai terdesak. Hanya kegesitan dan ilmu meringankan tubuhnya
yang lebih tjnggi tingkatnya dari keempat
lawannya
itulah yang menyelamatkan Pandansuri dari dilanda hantaman pukulan lawan!
Namun
sampai berapa lamakah Pandan suri akan dapat bertahan? Sampai berapa jurus
dimuka dia bisa mengandalkan kegesitan dan ilmu meringankan tubuhnya? Satu
ketika, cepat atau lambat pasti salah satu lawannya kan berhasil menghajarnya
dan celaka lah dia!
Pada
jurus ketiga puluh dua, qadis ini tak sanggup lagi bertahan. Dia segera
terdesak total. Sebelum kasip Pandansuri menggerakkan tangannya kepinggang Sesaat
kemudian mencurahlah sinar putih yang mendatangkan angin dingin menggidikkan,
membuat keempat tokoh silat tersuruk dan terkejut.
Ketika
memandang kedepan ternyata sigadis telah mencabut sebilah rencong perak.
Saat itu
udara semakin mendung. Awam hitam tebal menutupi hampir seluruh langit
disekitar kaki bukit sedang angin bertiup makin besar. Hujan rintik rintik
telah mulai turun.
"manusia
manusia keparat! Batas kesabaranku sudah lewat! Mulai detik ini jangan harap
kalian bisa lolos dari lobang jarum kematian!"
Ucapan
Pandansuri itu disusul oleh gelegar guntur yang menggetarkan bumi! Dan dalam
kejap itu maka turunlah hujan yang bukan alang kepalang lebatnya! Didahului
lengkingan yang tak kalah hebatnya oleh suara guntur. Pandansuri melompat
kemuka, menebar empat serangan sekaligus dalam jurus yang dinamakan "empat
ekor naga menggempur sang surya"!
Bagi
Panglima Sampono dan kawan kawan, jurus yang bernama "empat ekor naga
menggempur sang surya"
itu tidak
mengkhawatirkan mereka. Yang membuat mereka harus berhati-hati ialah senjata
ditangan sigadis.
Dari
sinar- dan hawa yang keluar dari rencong perak itu nyata bahwa senjata itu
adalah sebuah senjata mustika yang tak bisa dibuat main. Maka Panglima Sampono
segera keluarkan pula senjatanya yaitu sebuah tombak pendek yang ujungnya
bercagak dua.
Datuk Nan
Sabatang menghunus sebilah keris berwarna biru. Seberang Lor mencabut pedang
berkeluk sedang Lembu Ampel meloloskan sebuah rantai berduri!
Dibawah
hujan lebat yang sekali-sekali diseling oleh suara guntur dan sabungan kilat
maka kelima engkauorang itu bertempur dengan hebat! Panglima Sampono dan kawan
kawan meski serangan serangan mereka kelihatan hebat namun keempatnya tidak
berniat untuk mencelakai Pandansuri, sebaliknya mendesak sampai akhirnya mereka
punya kesempatan untuk meringkus si gadis hidup hidup!
Dilain
pihak Pandansuri yang diam diam mengetahui maksud lawan lawannya itu dan yang
tadi bertempur dengan segala kehebatannya yang ada maka kini semakin
memperderas serangannya hingga cukup menyukarkan juga bagi Panglima Sampono dan
kawan kawan untuk melaksanakan niat mereka. Tapi itu tidak berjalan lama.
Setelah
berulang kali dibawah hujan lebat itu terjadi bentrokan senjata maka dalam satu
gerakan yang gesit lihay Panglima Sampono berhasil menyusupkan tombak
bercagaknya kebadan rencong yang ditangan Pandansuri. Gadis ini cepat cepat
menarik tangannya tapi terlambat. Cagak dari tombak besi ditangan Panglima
Sampono berputar lebih cepat dan terlepaslah rencong perak itu dari tangan
Pandansuri.
Panglima
Sampono menyabut senjata itu dengan tangan kiri!
Penuh
kalap Pandansuri menyentikkan lima jari tangannya ke arah Panglima Sampono,
melancarkan pukulan kuku api! Tapi dari samping menabas pedang berkeluk
Seberang Lor. Mau tak mau anak Raja Rencong Dari Utara itu batalkan serangannya
kecuali kalau dia, mau kehilangan lima jari tangan kanannya itu!
"Sebaiknya
kau menyerah saja!" kata Seberang Lor "Niscaya kami akan perlakukan
kau secara baik baik!"
"Keparat!
Lebih baik mampus dari pada menyerah!" bentak Pandansuri! Dia melompat
kearah sebatang cabang sebesar lengan yang panjangnya kurang dari satu meter
dan terus menyerbu Panglima Sampono dan kawan kawannya. Dengan cabang pohon
yang penuh dengan ranting ranting itu, Pandansuri menyerang dalam jurus
"raja naga mengamuk"!
"Dara
tolol!" gerutu Panglima Sampono. Dia memberi isyarat pada ketiga kawan
kawannya dan serentak keempat orang itu menyerbu kembali. Dan dibawah hujan
lebih itu dilanjutkanlah pertempuran empat lawan satu yang hebat itu. Pada
waktu langit disekitar bukit tertutup awan gelap dan udara menjadi mendung,
dikaki bukit sebelah timur seorang, pemuda berjalan seenaknya. Tampaknya dia
cuma lenggang kangkung biasa saja namun luar biasa dalam tempo yang singkat dia
sudah meninggalkan kaki bukit sebelah timur itu dan mencapai sebuah jalan
buruk.
Angin
bertiup keras melambai-lambaikan pakaian putih serta rambutnya yang gondrong.
Mendongak keatas langit pemuda itu berkata dalam hati : "Celaka!
Kalau
hujan turun aku bisa basah kuyup!".
Sambil
"berjalan" cepat itu dia memandang kian kemari mencari-cari tempat
yang baik untuk kelak berteduh bila hujan turun.
Lapat2
jauh dimuka sana telinganya yang tajam mendengar suara ringkikan kuda. Cuma
ringkikan kuda, pikir pemuda ini dan dia terus juga lenggang kangkung
seenaknya, debu dan pasir jalanan beterbangan dibelakangnya. Semakin jauh
menempuh jalan itu telinganya kembali menangkap suara didepan sana. Kali ini
bukan suara ringkikan kuda lagi tapi suara bentakan bentakan. Sipemuda mempercepat
"jalannya".
Hampir
sepeminum teh jelas sudah baginya bahwa ditempat atau diarah yang ditujunya itu
tengah terjadi pertempuran karena telinganya menangkap suara beradunya senjata.
Ketika dia sampai dekat sebuah tikungan tajam meskipun dia sudah menduga tadi
bahwa disitu terjadi pertempuran, tapi adalah tidak disangkanya sama sekali
kalau yang bertempur itu adalah seorang perempuan berpakaian dan berkerudung
ungu melawan empat orang laki laki!
Melihat
kepada potongan tubuh serta kegesitannya sipemuda segera bisa memastikan bahwa
perempuan itu masih muda. Meski muda tapi dengan gerakannya yang gesit serta
ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi sigadis masih dapat mengimbangi serangan
keempat lawannya!
Gadis
berpakaian ungu itu memegang sebilah rencong perak sedang lawan lawannya yang
mengeroyok bersenjatakan tombak pendek bercagak dua, pedang, keris dan rantai
berduri. Sewaktu melihat pertempuan ini yang bukan saja tidak seimbang tapi
juga karena empat laki laki melawan seorang dara muda, maka memakilah sipemuda
berambut gondrong. Hati kesatrianya bergejolak untuk segera turun tangan
membantu sigadis.
Namun
setelah memperhatikan sejenak dan melihat kenyataan bahwa gadis berkerudung
ungu itu dengan rencong mustikanya dapat mengimbangi kehebatan ilmu silat empat
orang lawannya yang tangguh itu, maka sipemuda membatalkan niatnya dan melompat
kesebuah tebing untuk menikmati jalannya pertempuran yang seru itu!
Jurus
demi jurus berlalu penuh ketegangan. Si pemuda rambut gondrong diatas tebing
melihat bagaimana dara berbaju ungu mulai terdesak oleh tekanan tekanan
serangan keempat lawannya. Sementara itu hujan rintik2 mulai turun dan kemudian
berganti dengan hujan lebat. Kilat sambar menyambar sedang guntur
gelegar-menggelegar! Sipemuda diatas tebing kalau tadi dia cemas akan kehujanan
kali ini sama sekali tidak memperdulikan hujan yang mengguyurnya hingga basah
kuyup dari rambut sampai ke kepala!
Si pemuda
mengatupkan mulutnya rapat rapat ketika dalam satu jurus yang berkecamuk hebat
salah seorang pengeroyok yaitu yang bersenjatakan tombak besi pendek bercagak
dua berhasil menjepit dan memutar senjata sigadis hingga rencong perak itu
terlepas mental dan dirampas!
Sigadis
agaknya marah sekali melihat senjatanya berhasil dirampas lawan lalu
menjentikkan kelima jarinya kemuka. Lima sinar merah kekuningan menderu.
Tapi sang
dara terpaksa menarik pulang tangannya karena salah seorang lawan menebas
dengan pedang!
"Ilmu
pukulan gadis itu kelihatannya hebat sekali!"
berkata
sipemuda diatas tebing dalam hatinya.
Dibawahnya
sementara itu terdengar suara bentakan salah seorang pengeroyok:"Sebaiknya
kau menyerah saja! Niscaya kami akan memperlakukan kau secara baik baik!"
Sigadis
terdengar memaki lalu laksana seekor burung walet melompat keudara, mematahkan
sebuah cabang pohon dan melayang turun kembali menyerbu keempat lawannya!
"Gadis
hebat!" kata pemuda diatas tebing.
"Nyali
besar, kepandaian tinggi sayang parasnya ditutup!"
Dibawah
hujan lebat itu pertempuran berkeamuk kembali. Namun bagaimanapun hebatnya
sigadis memainkan cabang pohon itu sebagai senjatanya, lambat laun, jurus demi
jurus cabang kayu itupun gundul daunnya dan semakin pendek akibat tebasan
tebasan senjata keempat lawannyal Disatu gebrakan yang tegang, laki laki yang
memegang rantai berduri berhasil menghancurkan cabang pohon ditangan sigadis
hingga untuk kedua kalinya kini sang dara bertangan kosong!
"Apakah
kau masih belum mau menyerah cara baik baik?!" sipemuda diatas tebing
mendengar laki laki yang bersenjatakan tombak pendek bertanya pada sigadis.
"Lebih
baik mampus dari menyerah pada tikus tikus macam kalian!" semprot sigadis
lalu menggerakkan kedua tangannya. Sepuluh larik sinar merah kekuningan menderu
dibawah lebatnya hujan! Keempat pengeroyok melompat mundur lalu secepat kilat
menyerbu kembali! Dan kali ini sang gadis tak punya daya lagi untuk bertahan!
Dalam satu jurus yang penuh ketegangan kaki sang dara terpeleset. Tubuhnya
terbanting kekiri!
Pemuda
rambut gondrong diatas tebing memencongkan hidungnya lalu garuk garuk kepala.
Laksana anak panah lepas dari busurnya dia melesat turun.
Suara
bentakannya mengalahkan deru hujan lebat:"Manusia manusia edan! Masakan
beraninya mengeroyok seorang perempuan! sungguh tidak bermalu!"
Keempat
orang itu terkejut. Belum habis kejut mereka tahu tahu satu gelombang angin
menerpa dan tubuh mereka terbanting kebelakang sampai lima enam langkah! Gadis
baju ungu tak menyia-nyiakan kesempatan segera melompat keluar dari kalangan
pertempuran!
*****************
10
MARAH
KEEMPAT ORANG ITU BUKAN alang kepalang.
"Pemuda
lancang!" maki Sebrang Lor. "Ada urusan apa kau berani mencampuri
persoalan orang lain?!"
Sipemuda
garuk garuk kepalanya yang basah kuyup dan menjawab sambil senyum2 seenaknya
:"Empat orang laki laki bersenjata mengeroyok seorang perempuan bertangan
kosong, apakah itu bukan satu hal yang memalukan?!"
"Apakah
itu menjadi hakmu untuk ikut campur?!"
"Lantas
hak apakah yang membuat kalian melakukan pengeroyokkan?!" balas bertanya
sipemuda.
Saking
marahnya Sebrang Lor hendak buka suara mengatakan sesuatu tapi Panglima Sampono
memberi isyarat. Panglima Sampono kemudian berkata dengan nada tenang
:"Orang muda, barangkali kau ada hubungan apa apa dengan gadis
ini?!".
Sipemuda
menggeleng. "Aku menolongnya karena tidak suka melihat tindakan kalian
yang terlalu pengecut! Yang sama sekali tidak memegang aturan dunia
persilatan!"
Panglima
Sampono tersenyum.
"Kuhargai
hati satriamu, kuhormati nyali jantanmu.
Tapi
apakah kau tahu siapa gerangan adanya gadis ini?!" ujar Panglima Sampono.
Sipemuda
rambut gondrong angkat bahu. Panglima Sampono hendak berkata tapi dari samping
datang sambaran sinar merah kekuningan yang sekaligus juga menyerang pada
ketiga kawan kawannya. Dilain kejap terdengar suara dara baju ungu.
"Begundal
begundal keparat! Aku dan ayahku pasti akan datang mencari kalian! Kalau
bertemu jangan harap kalian bakal hidup lebih lama!". Sigadis kemudian
melompat keatas kuda coklat.
"Betina
sialan! Kau kira bisa lari dari sini?!"
teriak
Sebrang Lor marah sekali. Dia melompat dan kiblatkan pedang berkeluknya.
Pandansuri untuk kesekian kalinya melepaskan pukulan kuku api membuat tokoh
silat dari tanah Malaka itu terpaksa menghindar kesamping. Dan sebelum yang
lain lainnya bisa turun tangan, Pandansuri telah melesat pergi bersama kudanya!
Dengan
sendirinya kemarahan total kini tertuju pada pemuda tadi! Panglima Sampono yang
sebelumnya masih berlaku lunak kini membentak garang :"Pemuda sedeng!
Kalau tidak karena kau gadis itu pasti tak akan lolos!". Sang panglima
menutup kata2nya dengan melemparkan rencong perak milik Pandansuri dengan tangan
kirinya. Lemparan itu bukan lemparan sembarangan! Senjata itu sampai
mengeluarkan suara mendesing saking kencang dan kerasnya daya lemparan!
Dua
jengkal dari ujung rencong akan mendarat dikeningnya, Tiba tiba sipemuda
menggerakkan tangan kanan dan tahu tahu rencong perak itu sudah dijepit di
antara jari tengah dan jari telunjuknya! Kejut Panglima Sampono dan kawan kawan
bukan alang kepalang!
Kepandaian
menjepit senjata yang dilemparkannya selihay itu bukan kepandaian sembarangan!
"Orang
muda berilmu tinggi!" kata Panglima Sampono pula. "Pameran yang kau
lakukan tadi cukup menarik! Biarlah aku main main sebentar dengan kau!".
Sipemuda tertawa tawar.
"Apakah
kau akan maju berempat dengan kawan kawanmu itu?!".
Merahlah
paras Panglima Sampono. Meski maklum betapa lihaynya pemuda itu, lebih lihay
dari Pandansuri tapi untuk tidak kehilangan muka dia menjawab : "Untuk
meringkus tikus sombong macammu ini mengapa musti minta bantuan kawan kawan
ku?!" Ucapannya itu ditutup dengan satu tusukan kilat tombak bercagak dua
kearah tenggorokan sipemuda!
Dengan
gesit pemuda itu mengelak kesamping lalu memukul kemuka dari jarak tiga
langkah! Panglima Sampono terkejut sekali sewaktu begitu mengelak begitu
tamannya talas menyarang. Angin pukulan tawan terata keras laksana sebuah batu
besar yang dilemparkan kearahnyal Itulah ilmu pukulan "Kunyuk melempar
buah. Dan pendekar muda mana lagi yang memiliki pukulan itu kalau bukan Wiro
Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Seni 212 !
Dengan amat
penasaran Panglima Sampono membentak keras lalu kembali menyerang dengan jurus
jurus silatnya yang hebat dan mengandung tipu tipu berbahaya! Tubuh Wiro
Sableng yang berkelebat terkurung oleh gulungan sinar senjata ditangan sang
panglima. Lima jurus berlalu tanpa Panglima Sampono bisa berbuat sesuatu
apapun! Memasuki jurus kesepuluh. Datuk Nan Sabatang, Lembu Ampel dan Sebrang
Lor tak dapat tinggal diam lebih lama.
.Ketiganya
segera menyerbu kedalam kalangan pertempuran membantu Panglima Sampono! Namun
sebelum ketiga orang itu turun tangan melancarkan serangan. Pendekar 212 Wiro
Sableng dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya yang telah mencapai
tingkat tinggi melompat ke atas, sekejap kemudian telah berdiri dicabang pohon
yang ada ditepi jalan!
"Sebelum
meneruskan pertempuran brengsek ini mari kita bicara baik baik dulu sobat
sobat!" kata Wiro dari atas pohon.
"Pemuda
lancang! Sesudah kau meloloskan perempuan itu kini kau hendak bicara baik
baik?! Makan ini!" damprat Sebrang Lor. Tangan kanannya dihantamkan
keatas. Selarik angin dahsyat menyambar."Kraak"!
Cabang
pohon dimana Pendekar 212 berdiri patah pemuda itu sendiri sudah pindah
meloncat ke cabang yang lain! Dengan sendirinya Sebrang Lor dan kawan kawannya
tambah penasaran! Serentak mereka sama sama menghantamkan tangan keatas!
Terdengar suara berisik! Beberapa cabang pohon patah dan ranting ranting serta
daun daun berhamburan kian kemari! Wiro memaki dalam hati, dan melompat ke
tebing ditikungan jalan. Jarak antara pohon dan tikungan jalan hampir mencapai
sepuluh tombak Tentu saja lompatan yang dibuat Wiro membikin kagum keempat
orang yang berada dibawahnya Namun kekaguman itu segera sirna oleh rasa marah
yang menggejolak! Tanpa tunggu lebih lama Panglima Sampono segera melompat
keatas tebing diikuti oleh ketiga kawan kawannya. Diatas tebing Pendekar 212
pintangkan kedua telapak tangan dan memukul ke bawah.
Keempat
orang yang telah melayang keatas tebing amat terkejut ketika mendapatkan diri
mereka merasa ditekan dari atas oleh satu tekanan dahsyat Bagaimanapun mereka
kerahkan tenaga dalam tetap saja tubuh mereka tak bisa melesat keatas Keempat
nya terkatung-katung beberapa ketika lamanya.
"Kurang
ajar! Dia lihay sekali!" gerutu Sebrang Lor. Tokoh silat dari tanah Malaka
ini memberi isyarat pada kawan kawannya. Tiba tiba keempatnya sama membentak
keras dan sama menghantamkan kedua tangan masing masing kearah Pendekar 212.
Delapan gelombang angin menderu laksana topan prahara! Empat buah serangan yang
luar biasa dan bukan alang kepalang hebatnya!
Diatas
tebing Wiro Sableng kerahkan seluruh tenaga dalamnya ketangan dan memukul
kebawah!
Bagaimana
hebatnya gelegar guntur, hampir seperti Itu pulalah hebatnya benturan delapan
angin pukulan dengan dua gelombang pukulan dinding angin berhembus tindih
menindih yang dilepaskan Wiro Sableng!
Sebrang
Lor, Datuk Nan Sabatang, Panglima Sampono dan Lembu Ampel berpelantingan
kebawah.
Untung
saja mereka sudah memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi serta tenaga
dalam yang sempurna hingga tidak mendapat celaka dan tak sampai jatuh tunggang
langgang bergedebukan ditanah!
Sebaliknya
diatas tebing Wiro Sableng merasakan pula hebatnya serangan keempat tokoh tokoh
silat itu.
Tubuhnya
terdorong keras lalu terhuyung-huyung lima langkah kebelakang. Tidak sampai
disitu Tiba tiba lututnya terasa goyah dan ujung tebing yang dipijaknya hancur
berantakan. Tubuhnya mencelat sampai dua tombak dari atas tebing!
"Gendeng
betul!" gerutu Wiro Sableng dalam hati Setelah memeriksa dan mengetahui
tubuhnya dibagian dalam maupun bagian luar tak ada yang terluka maka Pendekar
ini bersuit nyaring. Tubuhnya melayang kebawah berkelebat dan lenyap dari
pemandangan Panglima Sampono dan kawan kawan.
Dilain
kejap terdengar dua keluhan tertahan!
Sebrang
Lor dan Lembu Ampel merasakan tubuh mereka kejang kaku tak bisa bergerak.
Betapapun mereka mengerahkan tenaga dalam namun tak sanggup membuka jalan darah
yang telah ditotok oleh Pendekar 212 Wiro Sableng. Kedua tokoh silat ini memaki
habis habisan!
Wiro
Sableng malah tertawa cenqar cengir.
"Pemuda
kurang ajar!" teriak Panglima Sampono marah sekali, "tadi aku cuma
berniat untuk meringkusmu hidup hidup! Tapi mulai detik ini terpaksa kepalamu
kupecahkan!"
Habis
berkata begitu Panglima Sampono memukulkan tangan kiri ke depan lalu menyusul
serangan ini dengan satu tusukan tajam tombak bercagak dua yang saat itu sudah
berada kembali dalam tangan kanannya! Dikejap yang sama Datuk Nan Sabatang
menggembor dan berkelebat kirimkan serangan dari samping kiri dengan keris
birunya!
Wiro
Sableng ingat pada rencong perak milik gadis baju ungu yang tadi diselipkan
dipinggang.
Segera
pendekar ini mencabut senjata itu. Maka :"Traang trang"!
Terdengar
dua kali berturut-turut suara beradu nya senjata. Bunga api memercik! Datuk Nan
Saba tang dan Panglima Sampono terkejut besar, dengan muka pucat sama sama
melompat kebelakang dan memar dang dengan mata membeliak pada tangan kanan
mereka yang kini kosong karena tangkisan Wiro Sableng tadi telah memukul lepas
senjata masing masing!
Jelas
bahwa pemuda berambut gondrong itu memiliki tenaga dalam yang luar biasa
tingginya dan bukan tandingan mereka! Namun sebagai tokoh tokoh silat yang
sudah mendapat nama besar dan memegang teguh jiwa kesatria, mana mereka mau
menyerah begitu saja?! Lebih baik mati dari pada menerima hinaan demikian rupa.
Apalagi ketika melihat bagaimana Wjro Sableng tertawa gelak gelak dan mengejek!
Dengan
tangan kosong Datuk Nan Sabatang serta Panglima Sampono memasuki kalangan
pertempuran kembali! Serangan mereka hebat sekali hingga air hujan yang
bergenangan dilobang-lobang jalanan muncrat berhamburan!
"Sobat
sobat! Kalian keliwat menurutkan darah kemarahan!"
seru
Wiro. "Orang mau ajak bicara baik baik malah menyerang terus
terusan!"
"Tutup
mulutmu pemuda keparat!" bentak Datuk Nan Sabatang.
"Jaga
batok kepalamu!’, teriak Panglima Sampono.
Tinjunya
menderu kekepala Pendekar 212.
Lalu
terdengarlah suara keluhan!
Tubuh
Panglima Sampono terbanting kesamping sewaktu angin dahsyat menyambar dadanya.
Selagi dia berusaha mengimbangi tubuh tahu tahu satu totokan mendarat dibahunya
dekat leher dan kejap itu juga sang panglima berdiri dengan kaki mengangkang
ditanah tanpa bisa bergerak sedikitpun!
Datuk Nan
Sabatang juga bernasib sial. Baru saja serangannya bergerak setengah jalan tahu
tahu jari lawan sudah menyelusup dibawah ketiaknya!
"Kurang
ajar!" maki Datuk Nan Sabatang.
Tangan
kirinya memukul kemuka. Tapi tak ada artinya karena totokan yang dijatuhkan
Wiro tadi telah membuat sebagian tubuhnya sebelah kanan menjadi kaku. Lucu
sekali keadaan Datuk ini. Tangan kirinya mencak mencak dan kaki kiri
dibanting-bantingkan ketanah sedang mulut memaki-maki habis habisan tapi
seluruh tubuhnya bagian kanan tak dapat digerakkan sama sekali, laksana menjadi
batu!
"Sekarang
mungkin kita bisa bicara baik baik", kata Wiro sambil tertawa dan
memasukkan rencong perak kebalik pinggang pakaiannya. Setelah menyapu paras
keempat orang itu satu demi satu dengan sepasang matanya maka Wiro melangkah
kehadapan Panglima Sampono dan berkata : "Bapak, tadi kau bertanya apakah
aku tahu siapa adanya perempuan berkerudung itu … . ".
Panglima
Sampono diam saja. Hatinya kesal bukan main dan dadanya bergejolak menahan
amarah.
Kalau
saja tubuhnya tidak ditotok pasti pemuda itu sudah diserangnya kembali!
Sebaliknya
sambil masih tertawa-tawa Wiro berkata : "Aku memang tidak tahu siapa dia
adanya …"
"Kalau
tidak kenal mengapa kau ikut campur urusan orang?! Gadis itu lolos karena
kelancanganmu pemuda sialan!"
Wiro
Sableng senyum senyum saja dimaki pemuda sialan.
"Meski
aku tidak tahu siapa dia, tapi melihat kalian mengeroyoknya tentu saja aku tak
bisa berdiam diri. Apalagi dia bertangan kosong sedang kalian berempat pakai
senjata, mendesak gadis itu! Bukankah sayang sekali kalau gadis itu terpaksa
mati muda?!"
Hampir
saja Panglima Sampono hendak meludahi muka pemuda itu saking gemasnya.
Dibukanya mulutnya :"Memang hati satriamu hendak menolong gadis itu patut
dihargakan! Tadinya kukira dia gendakmu hingga kau begitu kesusu turun tangan
tanpa menyelidik lebih dulu! Sekarang dia telah lolos. Dunia persilatan akan
sukar untuk diselamatkan!"
Wiro
Sableng kerenyitkan kening.
"Harap
kau suka menerangkan siapa adanya gadis itu!" kata Wiro pula.
Panglima
Sampono mendengus. "Kalau kau mau tahu, gadis itu adalah Pandansuri! Anak
Raja Rencong Dari Utara!"
Sepasang
mata Pendekar 212 terpentang lebar dan memandang pada keempat orang
dihadapannya itu satu persatu.
"Anak
gadisnya Raja Rencong Dari Utara?"
desis
Wiro seraya garuk garuk rambutnya yang basah kuyup oleh air hujan yang sampai
saat itu masih juga turun meskipun tidak selebat semula. "Aku sendiri
sebenarnya memang tengah mencari-cari si Raja Rencong itu!"
Keempat
tokoh silat sama sama mendengus. Pemuda edan!
Kami muak
melihat lagakmu! Lekas lepaskan totokan kami dan berlalu dari sini!"
Yang
bicara adalah Sebrang Lor, Wiro memandang pada Sebrang Lor sejenak sambil
berpikir pikir. Kemudian katanya : "Memang aku turun tangan keliwat
kesusu. Tidak menyelidik lebih dulu! Kalau saja aku tahu bahwa gadis itu adalah
anaknya Raja Rencong Dari Utara aku akan membantu kalian meringkusnya hidup
hidup ".
"Tak
perlu bicara ngelantur!" tukas Sebrang Lor gemas. "Semuanya sudah
kasip! Gadis itu sudah lolos!
Kau telah
menghancurkan rencana yang kami susun selama satu bulan! Benar benar kau kurang
ajar dan sialan sekali!".
"Dengar",
kata Wiro, "kalau aku bertemu gadis itu aku akan tawan dia dan menyerahkan
pada kalian. Tapi katakan dulu apa rencana kalian"Kau tak ada sangkut paut
dengan kami! Karenanya tak perlu bertanya!" sahut Panglima Sampono.
"Kalau
begitu baiklah! Kuharap saja kalian bisa melupakan kelancanganku tadi ".
Wiro membalikkan badannya hendak pergi.
"Hai
tunggu dulu! Lepaskan dulu totokan kami!" teriak Sebrang Lor dan Lembu
Ampel hampir bersamaan. Wiro tertawa.
"Sebenarnya
aku memang bermaksud hendak melepaskan totokan di tubuh kalian! Tapi karena
kalian memakiku terus-terusan seenaknya, biarlah kalian jadi patung-patung
hidup sampai beberapa jam di muka!".
"Keparat!"
"Setan
Alas!"
“..bedebah!"
"Edan
kau!"
Begitulah
maki-makian yang dilontarkan keempat orang itu. Wiro tertawa gelak-gelak.
Sekali dia berkelebat, tubuhnya sudah melesat sejauh sepuluh tombak. Di bawah
hujan rintik-rintik akhirnya Pendekar 212 lenyap dari pemandangan keempat orang
itu.
*****************
11
KEDAI NASI
ITU ADALAH KEDAI NASI yang paling besar di seluruh daerah selatan.
Sebenarnya
kurang pantas kalau disebut kedai nasi; lebih tepat agaknya jika dikatakan
rumah makan. Karena di samping besar, juga rumah makan itu terkenal
kemana-mana. Pemiliknya seorang laki-laki berbadan gemuk pendek persis macam
babi buntak. Kata setengah orang konon kabarnya pemilik kedai yang bernama Dang
Lariku itu ada memasukkan sejenis bumbu ke dalam masakannya hingga apa saja
yang dijualnya di rumah makan itu terasa enak sekali. Bumbu apa yang
dimaksudkan Dang Lariku itu tak seorangpun yang mengetahuinya.
Tentu
saja Dang Lariku sendiri merahasiakannya agar tidak ditiru oleh lain orang.
Saat itu
hari sudah petang, matahari hampir tenggelam. Sore berebut dengan senja.
Keadaan di rumah makan Dang Lariku agak sepi. Hanya ada satu dua orang yang
duduk bercengkrama sambil menikmati kopi pahit.
Dang
Lariku baru saja menyalakan sebuah lampu besar di ruangan tengah rumah makan
sewaktu didengarnya suara derap kaki kuda yang kemudian berhenti tepat di
hadapan rumah makannya.
Dang
lariku merasa gembira. Karena suara derap kaki kuda yang berhenti di depan
rumah makannya Itu berarti datangnya seorang tamu dan berarti uang dalam kasnya
akan bertambah pula Dia memandang ke pintu dan tersenyum hendak Menyambut
tamunya! Namun begitu sang tamu masuk maka berubahlah paras Dang Lariku dari
jembira menjadi pucat seperti kertas! Tamu yang engkaumasuk seorang perempuan
berpakaian ungu.
Parasnya
tak bisa dilihat karena tertutup dengan kerudung biru! gerakannya melangkah
menggetarkan lantai rumah makan! Beberapa orang yang tengah asyik mengisi
perutnya dalam rumah makan segera berdiri dan dengan ketaKutan cepat-cepat
angkat kaki lewat pintu belakang!
Siapakah
sesungguhnya tamu yang datang ini?
Tentu
pembaca sudah dapat menduga. Dia bukan lain Pandansuri, anak Raja Rencong Dari
Utara.
Dan
siapakah di daerah selatan yang tidak kenal dengan gadis itu?! Pandansuri sudah
terkenal kekejamannya!
Menghajar
seseorang yang terlalu berani memandang kepadanya sampai setengah mati bukan
apa-apa bagi gadis itu! Membunuh orang-orang yang berlaku kurang ajar sudah
menjadi kebiasaannya!
Bahkan
belakangan ini dia laksana seekor harimau lapar yang sengaja mencari mangsanya!
Meski
hatinya kecut berdebar dan parasnya sepucat kertas namun dengan semanis dan
seramah mungkin Dang Lariku menyabut tamunya, mempersilahkan duduk lalu
berteriak pada pelayan agar segera menyediakan hidangan yang paling lezat serta
tuak yang paling harum! Sementara itu Pandansuri duduk di sudut rumah makan, memandang
berkeliling dan tersenyum kecil sewaktu menyaksikan bagaimana rumah makan itu
menjadi sunyi akibat kedatangannya! Tak lama kemudian Dang Lariku sendiri yang
muncul membawakan hidangan dan minuman ke meja Pandansuri. Seorang pelayan
membawakan sepiring besar buah-buahan.
"Sungguh
satu kehormatan besar lagi bagiku karena puteri Raja Rencong Dari Utara kembali
berkenan mampir di rumah makanku yang buruk ini ", kata Dang Lariku pula.
Pandansuri
tak menjawab. Diputarnya kerudung mukanya sedikit hingga mulutnya bisa
menyantap hidangan dengan leluasa. Gadis ini baru menghabiskan setengah bagian
dari hidangannya sewaktu sebuah kereta berhenti dan tak lama kemudian dua orang
pemuda memasuki rumah makan. Melihat kepada pakaiannya yang serba bagus dapat
diduga bahwa kedua pemuda ini adalah anak bangsawan.
Sedang
melihat kepada paras masing-masing jelas mereka bersaudara, adik dan kakak.
Karena
dalam rumah makan itu hanya Pandan suri yang ada maka dengan sendirinya gadis
ini menjadi perhatian kedua pemuda. Sambil mencari tempat duduk, mereka tiada
berhenti memandang Pandansuri.
"Aneh",
kata pemuda yang seorang. Namanya djebat Seloka. "Baru kali ini kulihat
ada orang berkerudung begini. Bahkan tengah makanpun dia tak mau membuka kain
penutup wajahnya itu ".
"Bukan
aneh ‘, menyahuti pemuda yang seorang Namanya Gandra Seloka dan dia adalah adik
Djebat Seloka. "Bukan aneh", mengulang lagi Gandra Seloka,"tapi
lucu!". Kedua pemuda itu tertawa-tawa.
Dang
Lariku yang sudah berada di dekat meja kedua bangsawan menjadi cemas sekali!
Siapa yang berani mengganggu apalagi menghina pasti akan dihajar babak belur
bahkan tidak jarang dibunuh Oleh Pandansuri. tapi agaknya si gadis kali ini
tidak mengambil perduli. Mungkin juga tidak mendengar ucapan-ucapan kedua orang
itu karena dia terus taja menyantap makanannya.
"Mungkin
juga dia bangsa perampok", berkata lagi Djebat Seloka. kawannya tertawa.
"Kurasa kurang tepat!" dia menyahuti. "Kalau perampok seperti
ini tentu semua orang akan mau menyerahkan barang-barangnya, bahkan dirinya
sekaligus!".
Kembali
kedua pemuda bangsawan itu tertawa gelak-gelak Tawa mereka masih belum berakhir
tibatiba gadis berkerudung menggebrak meja dan tahutahu dua buah piring melesat
ke arah kepala Gandra dan Djebat Seloka!
Kedua
pemuda ini kaget bukan main! Dengan cepat mereka melesat dari kursi
masing-masing!
dua buah
piring menghantam dinding rumah makan hingga pecah berantakan sedang isinya
berhamburan di lantai! Dang Lariku meramkan mata melihat hancurnya kedua piring
itu. Dan dia tahu bahwa sebentar lagi bukan hanya kedua buah piring itu saja
yang menjadi kerugian baginya!
"Bagus!
Kalian tikus-tikus busuk rupanya punya ilmu juga huh?!" bentak Pandansuri.
Dia sudah berdiri di depan meja dengan kedua tangan di pinggang sedang matanya
menyorot penuh amarah!
"Saudari
kau galak sekali!" kata Gandra Seloka dan kembali dia mulai cengar cengir.
Saudaranya menimpali.
"Bukalah
kerudungmu itu agar kami bisa melihat, betapa cantiknya paras mu kalau sedang
marah!".
"Keparat!
Kalian minta mampus!" bentak Pandansuri. Kursi di depannya ditendang
hingga hancur berantakan dan hancuran kursi itu melesat ke arah dua bersaudara
Seloka. Tapi lagi-lagi keduanya bisa mengelak! Ini membuat Pandansuri semakin
meluap amarahnya.
"Anjing
anjing bermuka manusia! Kalian tahu dengan siapa berhadapan? Aku Pandansuri
anak Raja Rencong Dari Utara!"
Kini rasa
terkejut kedua pemuda itu bukan rasa terkejut main-main lagi. Lutut mereka
menggigil sedang mata mereka membeliak, mulut menganga.
Meski
mereka menguasai ilmu silat yang dapat diandalkan, tapi berhadapan dengan anak
Raja Rencong Dari Utara benar-benar mereka tidak punya nyali, bukan tandingan
mereka!.
"Celaka
kakak", bisik Djebat Seloka, "baiknya kita segera saja angkat kaki
dari sini!"
Gandra
Seloka menganggukkan kepala. Lalu . kedua pemuda ini cepat melompat ke pintu.
"Bedebah,
mau kabur kemana?!" teriak Pandansuri.
Tubuhnya
berkelebat dan tahu-tahu dia sudah menghadang di ambang pintu! Kedua pemuda
laksana kain kafan pucat paras mereka. Djebat seloka bicara tergagau-gagau:
"Saudarai
ha… harap kau mau mememaafkan.
Ka… kami
tidak mengira kalau kau.. .. adalah anaknya Raja Rencong . .. !".
Di balik
kerudungnya Pandansuri mendengus.
Dia
melompat ke muka. Kedua tangan terpentang lebar dan tahu-tahu kedua pemuda
bangsawan itu merasakan rambut mereka diiambak lalu: praak!
Kedua kepala
pemuda bersaudara itu diadu satu sama lain oleh Pandansuri, hingga mengeluarkan
suara keras! Batok kepala Djebat dan Gandra Seloka pecah. Darah dan otak
bermuncratan.
"Itu
hadiah yang paling bagus buat kalian" Kata Pandansuri seraya melepaskan
jambakannya.
Tubuh
Djebat dan Gandra Seloka melingkar di Lantai.
Dang
Lariku si pemilik rumah makan ketika menyaksikan bagaimana kepala kedua pemuda
itu pecah lantas saja roboh pingsan! Para pelayan tak ada seorangpun yang
berani menjengukkan muka!
Seperti
tak ada kejadian apa-apa Pandansuri kembali ke mejanya lalu berteriak memanggil
pelayan.
Pelayan
datang dengan tubuh menggigil mukapucat.
"Hidangkan
makanan baru buatku!" kata Pandansuri.
"Ba
…. baik yang mulya kata pelayan.
Sesaat
kemudian Pandansuri sudah duduk pula menyantap hidangannya.
Belum
lagi waktu berjalan sampai lima menit tiba-tiba di luar terdengar derap kaki
kuda banyak sekali dan suara seseorang memberi aba-aba berhenti.
Pandansuri
tidak mengambil perduli suara berisik di luar rumah makan. Juga tidak menoleh
ketika seorang laki-laki bertubuh tinggi besar, berkumis melintang serta
membawa sepasang pedang di pinggang, diiringi oleh lima orang yang juga
rata-rata berbadan tegap memasuki rumah makan!
"Hai!"
Keenam
orang itu sama-sama mengeluarkan seruan dan menghentikan langkah diambang pintu
sewaktu mata mereka membentur dua sosok tubuh yang menggeletak di lantai rumah
makan dengan kepala-kepala pecah!
"Apa
yang terjadi di sini?!" ujar laki-laki paling depan lalu dia memandang
seputar ruangan dan sewaktu matanya melihat Pandansuri yang duduk di sudut
kanan enak-enak menyantap hidangan kembali laki-laki ini berseru terkejut:
"Hai! Dia adalah anaknya Raja Rancong! Musuh besar yang kita cari-cari!
Kurung seluruh rumah makan ini!". Kelima orang di samping laki-laki itu
segera memencar dan memberikan perintah beruntun hingga dalam sekejap saja
seluruh rumah makan itu telah dikurung lebih oleh dua puluh orang.
Siapakah
laki-laki berkumis melintang serta pengiring-pengiringnya itu? Dia adalah Dipa
Warsyah seorang perwira tinggi balatentara Kesultanan Deli, yang tengah
menjalankan tugas Sultan Deli yaitu mencari dan menangkap Raja Rencong Dari
Utara baik hidup atau mati! Karena Raja Rencong sudah dikenal kehebatan dan
kesaktiannya, meskipun Dipa Warsyah bukan seorang yang berkepandaian rendah
namun perwira ini tidak mau ambil risiko.
Dalam
menjalankan tugas Sultan itu maka Dipawarsyah membawa serta lima orang tangan
kanannya dan dua puluh orang prajurit-prajurit yang terlatih baik!
Mendengar
seruan Dipa Warsyah tadi, Pandansuri berpaling sebentar lalu meneruskan
makannya dengan sikap yang kelihatannya tetap acuh tak acuh, tapi diam-diam
gadis ini mempertinggi kewaspadaannya karena dia tahu siapa adanya orang-orang
itu!
Melihat
sikap ei gadis demikian rupa, sang perwira merasa dongkol dan dianggap sepele.
"Anak
Raja Rencong! Kau berhadapan dengan perwira Kesultanan Deli…!".
Sebelum
Dipa Warsyah meneruskan bicaranya, Pandansuri sudah berpaling dan memotong:
"Apa urusanmu, perwira? Apa mau mengemis ketika orang sedang makan? Hanya
pengemis-pengemislah yang suka mengusik orang makan!"
Merahlah
paras Dipa Warsyah.
Dia
berpaling pada kelima bawahannya yang berkepandaian tinggi dan memerintah:
"Atas nama Sultan Deli tangkap gadis itu!".
Kelima
orang yang diperintah segera bergerak.
"Tunggu
dulu!" seru Pandansuri dengan suara keras dan sambil mencampakkan tulang
ayam yang di tangan kanannya ke lantai papan hingga tulang ayam itu menancap di
lantai!.
"Atas
alasan apa Sultan kalian menyuruh tangkap aku?!" bentak Pandansuri
lantang.
Dipa
Warsyah menjawab: "Sebenarnya ayahmu yang kami cari! Tapi menangkap
anaknyapun cukup berharga!".
"Pandansuri
tertawa gelak-gelak. Suara tertawa itu merdu sekali namun kemerduan itu
dibayangi oleh sesuatu yang mengerikan. Dia memandang pada kelima bawahan Dipa
Warsyah. "Kalian mau menangkap aku? Majulah!".
Mengandalkan
jumlah yang banyak serta kepandaian mereka yang tinggi maka tanpa cabut senjata
kelima anak buah Dipa Warsyah melompat ke muka. Lima pukulan dan lima totokan
menderu bersirebut cepat! Sekejap kemudian mengumandanglah lima pekikan di
dalam rumah makan itu!
*****************
12
KEDUA
MATA DIPA WARSYAH membelalak besar seperti mau melompat dari rongganya sewaktu
menyaksikan bagaimana kelima bawahannya jatuh bergedebukan di lantai dalam
keadaan tubuh hangus dihantam pukulan kuku api yang dilancarkan oleh
Pandansuri.
"Gadis
jahanam! Jaga batang lehermu!"
Tubuhnya
melompat ke muka dan hampir tak kelihatan kapan dia mencabut sepasang
pedangnya, tahu-tahu dua sinar putih telah menyambar pinggang dan leher
Pandansuri dari kanan dan kiri!
Pandansuri
terkejut melihat datangnya serangan hebat dan cepat ini. Lekas-lekas dia
menyingkir ke samping lalu menyusupkan satu tendangan ke arah perut sang
perwira. Permainan pedang Dipa Warsyah hebat sekali karena begitu serangannya
mengenai tempat kosong, sepasang pedang itu laksana kilat menderu ke bawah
membuat Pandansuri terpaksa tarik pulang kaki kanannya dan sewaktu dia
melancarkan dua jotosan ganas ke dada dan ke kepala lawan, kembali’ sepasang
pedang membabat ke atas menggagalkan serangannya!
Panaslah
hati si gadis. Dia bersuit nyaring dan sekali tubuhnya berkelebat lenyaplah dia
dalam jurusjurus serangan yang ganas! Kedua orang itu berkecamuk dalam
pertempuran yang luar biasa hebatnya!
Meski
sang perwira dalam hal tenaga dalam masih kalah satu tingkat dari Pandansuri
namun dengan permainan sepasang pedangnya yang hebat luar biasa dia berhasil
memberikan tekanan-tekanan yang berbahaya pada lawannya! Kalau saja ilmu
meringankan tubuh Pandansuri belum mencapai tingkat yang lebih tinggi dari sang
perwira, niscaya gadis ini sudah sejak tadi kena celaka tersambar ujung pedang!
Melihat
lawan begitu tangguh dengan hati memaki Pandansuri mulai keluarkan jurus-jurus
simpanannya yang terlihay. Dipa Warsyah terkesiap melihat bagaimana permainan
silat si gadis berubah total dan sukar diduga sasaran yang ditujunya. Dengan
serta merta perwira ini percepat permainan pedangnya hingga rumah makan itu
terbenam dalam deru sepasang pedang!
"Perwira
edan! Makan pukulan selaksa palu godam ini!" teriak Pandansuri. Tubuhnya
berkelebat dan tahutahu tangan kanannya menyusup di bawah pedang sebelah kiri
Dipa Warsyah, menderu ke atas mengarah muka sang perwira!
Meski
kagetnya bukan alang kepalang, tapi perwira ini tidak kehilangan akal. Dengan
sebat pedang di tangan kanannya digerakkan ke atas! Pandansuri terkejut dan tak
menyangka lawannya akan bergerak sekalap dan secepat itu. Namun demikian
meskipun pedang datang menyambar gadis ini tidak takut. Sedikit saja dia
merubah gerakan pukulannya tadi maka lengannya telah menghantam badan pedang.
Pedang itu bukan saja mental dari tangan kanan Dipa Warsyah tapi juga patah
dua!
Sambil
mengirimkan satu tusukan sang perwira melompat ke samping kiri dan ke luar dari
kalangan pertempuran. Justru ini adalah kesalahan besar. Dengan memisah jarak
sejauh itu dia memberi kesempatan pada Pandansuri untuk melepaskan pukulan kuku
api yang ganas! Perwira ini berusaha mengelak sambil menangkis tapi sia-sia
saja. Tubuhnya sebatas dada ke atas hangus dilanda lima larik sinar merah
kekuningan yang melesat dari lima kuku jari tangan kanan Pandansuri!
"Perempuan
iblis!" teriak seorang kepala prajurit yang mengurung rumah makan. Sekali
dia berteriak maka dua puluh prajurit-prajurit lainnya menyerbu! Rumah makan
itupun hiruk pikuklah.
Tapi
hanya sebentar karena setiap kali Pandansuri berkelebat, setiap kali dia
menjentikkan kelima jari tangannya maka sekelompok demi sekelompok
prajuritprajurit itu rebah ke lantai tanpa nyawa dan dalam keadaan tubuh
hangus! Akhirnya enam orang sisa-sisa yang masih hidup segera ambil langkah
seribu!
Rumah
makan itu kini penuh dengan gelimpangan mayat. Suasana yang mengerikan itu
ditambah pula bergidiknya oleh beberapa orang prajurit yang masih hidup
megap-megap merintih menjelang ajal sampai! Kursi dan meja centang perenang tak
karuan. Piring-piring dan gelas berhamburan dimana- mana. Makanan berhamparan!
Satu-satunya meja dan kursi yang tidak berpindah dari tempatnya ialah yang tadi
diduduki oleh Pandansuri!
Gadis ini
melangkah ke kursi, duduk di situ dan meneguk tuak harum di dalam piala perak
beberapa kali. Di tengah-tengah suasana yang mengerikan itu dia meneruskan
menyantap hidangannya kembali!
Pandansuri
sudah menyelesaikan makannya dan tengah meneguk tuak sewaktu dari pintu
terdengar suara keras menggetarkan Seantero ruangan:"Buset ! Ini rumah
makan apa tempat pembantaian manusia? !..Anak gadis Raja Rencong Dari Utara
terkejut dan cepat berpaling.
"Ah,
dia ", kata Pandansuri. Kedua bola matanya bersinar. Dia merasa geli dan
juga merasa aneh melihat sikap orang diambang pintu menyaksikan mayat yang
malang melintang dalam rumah makan dengan mata membeliak, mulut ternganga dan
sambil garuk-garuk kepala! Tiba-tiba orang itu berpaling kepadanya
dan:"Hai kau!" seru pemuda rambut gondrong.
Dia
melangkah melompati mayat-mayat yang bergelimpangan mendadak dia menghentikan
langkahnya ketika salah seorang dari mayat mayat itu dikenalnya.
"Ini
Dipa Warsyah, perwira pasukan Kesultanan Deli!" katanya setengah berseru
dan kembali memalingkan kepala pada Pandansuri. Sambil melangkah ke meja gadis
itu dia bertanya: "Apa yang terjadi di sini?"
"Siapa
tanya siapa?!..
"Eh
!., si pemuda tertegun. Dua alis matanya yang tebal naik ke atas lalu sekelumit
senyum tersungging di mulutnya. "Tentu saja aku bertanya dengan kau
saudari, kecuali kalau mayat-mayat itu masih sanggup diajak bicara!"
Pandasuri
pelototkan matanya. Si pemuda juga beliakkan sepasang matanya meski senyum tadi
masih belum pupus dari mulutnya.
"Berlalu
dari hadapanku sebelum aku jadi muak !" bentak Pandansuri.
"Saudari,
kau galak sekali! Tidak percuma kau jadi anaknya Raja Rencong Dari Utara?!…
Pandansuri terkejut.
"Dari
mana kau tahu aku anak Raja Rencong?!"
"Ah
kehebatan ayahmu dan kehebatanmu disampaikan orang dari mulut ke rnuiut.
Dihembuskan angin ke pelbagai penjuru …
Pemuda
itu kemudian menyeret sebuah kursi yang terbalik lalu duduk di hadapan
Pandansuri dengan sikap seenaknya.
"Pemuda
lancang! Kalau kau sudah tahu siapa aku mengapa tidak lekas angkat kaki dari
rumah makan ini?!" Si pemuda tertawa pelahan.
"Kau
tak punya hak mengusirkul Rumah makan ini bukan milikmu!" Si gadis mendengus.
"Ka|au
begitu berarti akan bertambah satu mayat lagi di tempat ini!"
Si pemuda
yang bukan lain Wiro Sableng si Pendekar 212 adanya tertawa perlahan.
"Jadi
kau rupanya yang telah membunuhi semua manusia ini!", Wiro gelengkan
kepala dan leletkan lidah. "Dan aku yakin mereka bukan manusia- manusia
berdosa ! Sekalipun punya salah tapi sangat tak berperikemanusiaan menjagal
mereka seperti ini !".
"Punya
dosa atau tidak, salah atau tidak itu bukan urusanmu ! Lekas menyingkir dari
hadapanku!"
bentak
Pandansuri. "Kecuali kalau mau segera mampus!".
Kembali
Pendekar 212 tertawa. Dia memandang ke luar lewat pintu rumah makan lalu
berkata:"Seekor binatang jika dilepaskan dari bahaya besar, mungkin masih
bisa menyatakan terima kasih! Tapi seorang manusia malah sebaliknya!"
"Keparat
! Kalau tidak mengingat pertolonganmu tadi siang-siang aku sudah bunuh
kau!", bentak Pandansuri. "Soal pertolongan yang tak seberapa itu
jangan diungkap-ungkap! Lagi pula siapa yang engkauminta tolong padamu sewaktu
aku bertempur melawan empat manusia hina dina itu?!"
"Aku
sama sekali bukan bermaksud mengungkap-ungkap pertolongan kecil itu" sahut
Wiro,"tapi cuma sekedar membandingkan seorang manusia dengan seekor
binatang., !".
Ejekan
ini membuat Pandansuri menjadi marah sekali.
"Keparat!
Kau betul-betul mau mampus cepat-Cepat !". Pandansuri mengangkat tangan
kanannya.
Lima jadi
tangannya siap dijentikkan ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng. Yang hendak
diserang sebaliknya tenang-tenang saja malah tersenyumsenyum.
Ketenangan
ini membuat Pandansuri menjadi ragu.
"Eh,
kenapa maksudmu tidak diteruskan?
Bukankah
kau mau membunuh aku?!" kata Wiro ketika dilihatnya Pandansuri berada
dalam kebimbangan.
"Setan
alas!" maki Pandansuri geram. Sekali tangan kirinya digerakkan maka meja
makan yang dihadapannya melesat ke arah Wiro Sableng. Piring mangkuk dan gelas
menyambar lebih dahulu!
"Benar-benar
manusia yang tak tahu budi orang!" damprat Wiro Sableng. Laksana panah
lepas dari busurnya tubuhnya mencelat ke atas. Piring mangkuk dan gelas lewat
di sampingnya. Begitu meja makan menyusul datang, tanpa tedeng aling-aling Wiro
Sableng tendangkan kaki kanannya. Meja itu hancur berantakan. Pecahan-pecahan
papan dan kakikaki meja yang keseluruhannya berjumlah delapan belas keping langsung
menyerang ke tubuh Pandansuri!
Dengan
cekatan gadis ini melompat ke atas seraya memukulkan tangan kiri ke muka.
Kepingankepingan meja yang menyerangnya berpelantingan kian ke mari. Wiro
kemudian susulkan dengan satu jotosan ke arah perut si gadis. Dengan gerakan
gesit Pandansuri berhasil mengelakkan malah di lain kejap dia berhasil
menyambar patahan kaki meja dan menyerang Wiro Sableng dengan benda itu.
“..wutttt"
Wiro
membuang diri ke samping kanan. Terlambat sedikit saja pasti pipinya kena
disambar ujung kaki meja itu! Melihat serangan untuk kesekian kali luput lagi
maka Pandansuri berkelebat cepat dan serangan dahsyatpun bertubi-tubi melanda
Pendekar 212 wiro Sableng!
Diam-diam
Wiro Sableng memuji kehebatan ilmu sifat dan kegesitan Pandansuri. Sebelum
dirinya kena didesak, Wiro segera berkelebat cepat untuk mengimbangi kegesitan
lawart. Lima jurus pertempuran berkecamuk dengan hebat Kaki meja di tangan
Pandansuri merupakan senjata yang ampuh, menderu kian ke mari laksana belasan
buah banyaknya dan menyerang dalam gerakan-gerakan yang sukar diduga. Penasaran
sekali, wiro Sableng keluarkan sebuah jurus silat tangan kosong yang
dipelajarinya dari Tua Gila (Mengenai siapa adanya Tua Gila harap baca serial
Wiro Sableng yang berjudul: Banjir Darah di Tambun Tulang). Jurus ini bernama:
"ular gila membelit pohon menarik gendewa"!
Jurus ini
sepenuhnya mempergunakan kecepatan gerakan tangan. Bagi Pandansuri yang tak
bisa melihat kecepatan tangan lawannya, dan hanya melihat tubuh lawan berada
dalam keadaan tak terlindung segera hantamkan kaki meja di tangan kanannya
secepat kilat ke arah dada Wiro Sablengi
"Wuutt!"
Kaki
kursi itu menderu dan diantara dahsyatnya deru tersebut Pandansuri mendengar
suara tertawa lawan yang menjengkelkan hatinya. Tenaga dalamnya dilipat
gandakan hingga dalam satu kejapan mata lagi akan hancur remuklah dada Pendekar
212 dilanda kaki meja!
Namun
betapa terkejutnya Pandansuri sewaktu merasakan gerakan tangan kanannya itu
tertahan oleh satu kekuatan yang tak kelihatan, dan tahutahu kaki meja terlepas
dari genggamannya!.
Bila dia
menyurut mundur dan memandang ke depan dilihatnya Wiro Sableng berdiri
tertawatawa sambil membolang balingkan kaki meja itu!
"Saudari,
kurasa cukup sudah kita main-main.
Sekarang
kau dengarlah baik-baik! Sewaktu melihat kau bertempur melawan empat orang
tokoh silat itu dan berada dalam keadaan terdesak aku telah membantumu! Tapi
setelah kau lolos dan tahu siapa kau adanya, nyatalah bahwa aku telah membuat
kesalahan besar! Aku berjanji pada keempat orang itu untuk menangkap dan
menyerahkanmu kepada mereka.
Nah
bagaimana tanggapanmu! Menyerah baikbaik atau terpaksa kita musti main-main
lagi barang beberapa jurus?!"
"Menyerah
diri pada manusia macammu lebih baik bunuh diri!".
"Ah
jangan! Jangan bunuh diri!" tukas Wiro sambil senyum-senyum. "Kalau
kau bunuh diri kekasihmu tentu akan sedih dan menangis, lalu mengamuk macam
orang gila! Aku kawatir manusiamanusia tak berdosa akan jadi korban
amukannya!"
"Pemuda
sombong kurang ajar! Aku mengadu jiwa sampai seribu jurus!" teriak
Pandansuri Didahului oleh satu pekikan yang dahsyat maka gadis ini menyerang
hebat sekali. Gerakannya jauh berbeda dari jurus-jurus serangan sebelumnya.
Sebelum
serangan itu sampai anginnya sudah menyambar keras!
Wiro
tetap berdiri di tempatnya sambil bolang balingkan kaki meja di tangan
kanannya. Dia terkejut sewaktu merasakan angin serangan yang tajam menyelusup
ke arah barisan tulang-tulang iga di sisi kanannya! Wiro Sableng sabatkan kaki
meja dengan sigap.
"Buuk"!
Wiro
Sableng mengeluh! Kaki meja terlepas dari tangan kanan sedang tubuhnya terjajar
ke belakang sampai tiga langkah! Ketika memandang kelengannya sebelah kanan
lengan itu kelihatan bengkak dan merah.
Ternyata
tumit kiri Pandansuri telah berhasil menghantam lengan itu!
"Itu
baru lenganmu! Sebentar lagi kepalamu yang bakal pecah!" Wiro keluarkan
suara bersiul.
"Rupanya
kau memang tak boleh dibuat main!
Baik, kau
mulailah!" kata Pendekar 212 Wiro Sableng dan memasang kuda-kuda untuk
menyerang.
Namun
sebelum dia bergerak tubuh si gadis sudah berkelebat dan lenyap! Angin serangan
yang dahsyat menelikung sekujur tubuh Wiro. Untuk mengimbangi gerakan lawan mau
tak mau pemuda ini kerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan sesaat kemudian
tubuhnya itu hanya merupakan bayang-bayang putih saja!
Diam-diam
Wiro Sableng merasa kagum juga dengan permainan silat Pandansuri. Saat itu
mereka sudah bertempur sepuluh jurus lebih. Meski Pandansuri tak berhasil
menjatuhkan serangan kepadanya namun dia sendiri dipaksa untuk bertahan
terus-terusan, sama sekali tak punya kesempatan untuk balas menyerang! Ini
membuat Wiro Sableng menjadi penasaran. Beberapa kali totokannya tak mengenai
sasarannya. Kalau saja dia tidak bermaksud untuk meringkus gadis itu
hidup-hidup, itu lain perkara, dia bisa turun tangan dengan ganas!
Dalam
telikungan serangan yang dahsyat itu mendadak Wiro Sableng menyaksikan
berkelebatnya sinar merah kekuningan! Melihat lawan menyerang dengan ilmu
pukulan sakti yang berarti menginginkan jiwanya maka Wiro Sableng tentu saja
tak mau tinggal diam lagi. Tenaga dalamnya yang sejak tadi sudah disiapkan
secepat kilat dialirkan ke tangan kanannya. Sesaat kemudian tangan itupun
didorongkan ke depan. Gerakan Wiro Sableng ini sekaligus merupakan campuran
dari pukulan "benteng topan melanda samudrra" dan "tameng sakti
menerpa hujan".
Terdengar
suara letusan yang dahsyat. Langitlangit rumah makan hancur hangus berantakan.
Tubuh Pandansuri mencelat sepuluh langkah, terbanting ke dinding! Wiro sableng
sendiri terhuyung gontai.
Kejutannya
bukan olah-olah sewaktu menyaksikan bagaimana ujung lengan bajunya mengepul
hangus terasa panas dan perih! Buru-buru pemuda ini merobek ujung lengan baju
itu. Ketika dia memandang ke jurusan dinding dimana tubuh Pandansuri tadi
terbanding keras, astaga! Gadis itu sudah lenyap!
Wiro
melompat ke pintu depan! Kasip sudah! Si gadis tak kelihatan lagi! Wiro memaki
dalam hati. Segera pula dia meninggalkan rumah makan itu.
*****************
13
HARI ITU
TANGGAL SATU, saat peresmian berdirinya Partai Topan Utara. Puluhan perahu
kelihatan menyeberangi Danau Toba menuju ke pulau besar yang terletak di
tengah- tengah danau. Penumpang-penumpang perahu-perahu itu ialah tokoh-tokoh
silat dari pelbagai penjuru yang sengaja datang untuk menghadiri peresmian
berdirinya Partai Topan Utara. Semua mereka ini tiada menduga bahwa kedatangan
mereka itu ke sana hanya untuk mengantar nyawa karena Raja Rencong yang berhati
sejahat iblis itu telah berniat untuk menamatkan riwayat semua tokoh-tokoh
silat, tak perduli dari golongan manapun mereka adanya!
Di Arena
Topan Utara yang terletak di bawah bangunan tua di bukit Toba suasana penuh
sesak oleh para tetamu. Kelihatannya para tamu itu sudah tak sabar lagi
menunggu kemunculan Raja Rencong Dari Utara. Namun sampai sedemikian lama sang
tuan rumah masih juga belum muncul. Ini menimbulkan kegelisahan di kalangan
para tamu.
Sementara
itu di lereng bukit kelihatan sekelebatan sosok tubuh manusia. Paras dan
perawakannya tidak dapat diteliti dengan jelas karena luar biasa cepat larinya.
Dalam tempo yang singkat dia sudah lenyap ke dalam rimba belantara, meneruskan
larinya dengan melompat dari atas cabang pohon yang satu ke cabang pohon
lainnya hingga akhirnya dia sampai di hadapan bangunan tua, satu-satunya
bangunan yang terdapat di Bukit Toba itu. Suasana kelihatan sepi tapi matanya
yang tajam dapat mengetahui bahwa sebelumnya belasan orang telah memasuki
bangunan itu. Apalagi sebelumnya dia telah melihat perahu banyak sekali di tepi
pantai. Setelah memandang berkeliling, orang di atas pohon ini melompat ke
bawah dan tanpa menimbulkan suara dia bergerak ke bagian belakang bangunan.
Berlindung di balik sebuah runtuhan dinding tembok dia meneliti bagian belakang
bangunan itu dengan cepat hingga akhirnya pandangannya membentur serumpun semak
belukar lebat di hadapan sebatang pohon kelapa. Jika saja dia tidak mendapat
penjelasan dari gurunya Si Tua Gila pasti dia tidak mengetahui bahwa di bawah
rerumpunan semak belukar itu terdapat sebuah lobang yang merupakan jalan
rahasia menuju ke bagian bawah bangunan tua!
Segera
orang ini melompat tanpa suara ke arah semak belukar, menarik semak belukar itu
ke atas hingga kini kelihatan sebuah lobang yang sangat kotor dan besarnya
hanya untuk tempat masuk sesosok tubuh manusia. Tanpa ragu-ragu orang ini masuk
ke dalam lobang itu dan menyeret rumpunan semak-semak hingga lobang kembali
tertutup seperti sedia kala. Lobang itu ternyata hampir lima belas tombak
dalamnya. Setengah bagian sebelah atas dari tanah sedang setengah bagian
sebelah bawah dilapisi dengan batu. Dengan mengandalkan ilmu meringankan
tubuhnya, orang yang masuk ke lobang ini menyerosot turun tanpa mengeluarkan
sedikit suarapun! Dia sampai di satu lorong sempit dan gelap.
Lantai,
dinding dan atap lorong yang terbuat dari batu itu penuh dengan debu tebal. Agaknya
lorong tersebut tak pernah dilalui orang selama bertahuntahun.
Ditempuhnya
lorong itu hingga dia mencapai sebuah pengkolan. Tepat di pengkolan ini
terdapat dua buah pintu Pengkolan itu sendiri buntu.
Orang itu
menggaruk rambutnya yang gondrong. Rambut gondrong dan kebiasaan menggaruk
kepala yang tidak gatal bukan lain dua ciri-ciri khas dari Pendekar Kapak Maut
Naga Geni 212! Dan memang orang yang menyelinap masuk ini adalah Wiro Sableng!
Dengan
penuh hati-hati Wiro mendekati pintu sebelah kiri. Ternyata pintu itu tidak
dikunci. Dan ketika dibuka, kelihatanlah sebuah ruangan empat persegi. Di dalam
ruangan ini terdapat sebuah roda besi yang amat besar. Bagian pusat dari roda
besi ini berhubungan dengan dua puluh helai kawat-kawat halus. Selanjutnya kawat-kawat
halus ini menyelusup ke bagian atas ruangan tak diketahui Wiro kemana
seterusnya.
"Mungkin
sekali ini adalah senjata rahasia" pikir Wiro Sableng. Ditutupnya pintu
itu kembali lalu bergerak ke pintu yang satu lagi. Begitu dibuka maka
kelihatanlah sebuah tangga batu pualam yang menuju ke atas. Tak membuang-buang
waktu Wiro segera melompat dan sampai di sebuah lorong yang sangat bagus.
Dinding-dindingnya penuh dengan lukisan-lukisan sedang sebagian dari gang itu
tertutup permadani berbunga-bunga. Pada sisi kiri kanan lorong terdapat
masing-masing sebuah pintu. Pintu yang ketiga terletak di ujung gang.
Perlahan-lahan
dan hati-hati sekali Wiro Sableng bergerak mendekati kedua pintu di kiri kanan
lorong. Tiba-tiba dia menghentikan langkahnya. Dari pintu sebelah kanan
terdengar suara orang bercakapcakap.
Seorang
laki-laki dan seorang perempuan.
Suara
yang perempuan ini rasa-rasa pernah didengar Wiro Sableng. Cepat pendekar ini
tempelkan telinganya ke daun pintu untuk mendengarkan pembicaraan kedua orang di
dalam kamar.
Sementara
itu di dalam kamar Raja Rencong Dari Utara duduk di sebuah kursi besar. Dia
mengenakan pakaian ungu yang baru bertaburkan mutiara. Di tangan kirinya ada
sebuah piala berisi anggur harum. Setelah meraba sebentar kumisnya yang tebal hitam
melintang, laki-laki ini bertanya: "Apakah semua tamu sudah datang?".
Pertanyaannya
itu diajukan pada gadis berbaju ungu yang berdiri di hadapannya, parasnya
cantik jelita dan dia bukan lain Pandansuri anak Raja Rencong sendiri.
"Sudah",
menjawab Pandansuri. "Agaknya sudah waktunya bagi ayah untuk keluar".
"Yasudah
waktunya", kata Raja Rencong pula dengan tersenyum. Diteguknya anggur
dalam piala.
Tangannya
yang memegang piala tiba- tiba diturunkan dan dia memandang lagi pada anaknya:
"Pemuda rambut gondrong yang bertempur denganmu di rumah makan Dang Lariku
apa juga kelihatan?".
"Sampai
saat terakhir saya mengintai dari jendela rahasia di Arena Topan Utara dia
tidak kelihatan".
"Panglima
Sampono dan ketiga kawannya itu juga hadir?". Pandansuri mengangguk.
Raja
Rencong Dari Utara meletakkan piala anggur ke atas meja lalu berdiri.
"Segera
aku meninggalkan kamar ini, kau cepat menuju ke kamar pesawat rahasia itu. Di
mimbar telah kupasang sebuah tombol. Kelak bila tomboi itu kutekan pesawat
rahasia itu akan berbunyi dan detik itu juga kau harus mencabut dua puluh helai
kawat-kawat halus pada pusat pesawat secara sekaligus!
Kau
mengerti tugasmu, Pandansuri?!"
"Mengerti
ayah", jawab Si gadis.
Raja
Rencong Dari Utara tertawa lalu berkata:"Sekali kawat-kawat itu terlepas
dari pusat pesawat, lantai Arena Topan Utara akan ambruk, atau akan runtuh!
Semua keparat-keparat yang ada di situ akan tertimbun hidup-hidup! Akan
mampus!"
"Dan
kita ayah dan anak akan menguasai dunia persilatan di seluruh Pulau Andalas
ini!"
"Benar!
Benar sekali!" kata Raja Rencong dengan tertawa gelak-gelak. "Namun
demikian, meski keparat keparat di Arena Topan Utara itu sudah berada dalam
perangkap kita, segala hal yang tak terduga mungkin saja terjadi. Agar kau
dapat menjalankan tugas dengan aman, kau bawalah pedang ini". Raja Rencong
Dari Utara menyerahkan sebilah pedang ke tangan anaknya. "Senjata ini
tidak kalah hebatnya dengan Rencong Perakmu yang hilang itu.
Pandansuri
".
Pandansuri
menerima senjata itu. Kemudian dilihatnya ayahnya mengeluarkan sehelai lipatan
kertas.
"Sekali
lagi kukatakan", ujar Raja Rencong pula, "segala kemungkinan yang tak
diingini bisa terjadi. Surat ini kuberikan padamu, anakku. Kelak kau baru boleh
membukanya jika aku menemui ajal secara tak terduga di Arena Topan Utara nanti.
Jika
segala sesuatunya berjalan beres, surat itu musti kau kembalikan padaku ".
"Ayah,
apakah artinya ini?" tanya Pandansuri.
Kata-kata
dan surat yang diserahkan ayahnya itu membuat hatinya tidak enak.
Raja
Rencong Dari Utara tertawa perlahan.
ditepuknya
bahu Pandansuri. Dibukanya mulutnya hendak mengatakan sesuatu tapi mendadak
kepalanya dipaling ke pintu kamar.
"Seperti
ada seseorang yang tengah mencuri dengar pembicaraan kita. Pandan "
Pandansuri
menoleh ke pintu lalu berkata:"Ah itu cuma perasaan ayah saja. Siapa
orangnya yang berani menyusup ke sini dari Arena Topan Utara? Sekali dia
memasuki lorong pertama pasti tubuhnya akan tertambus senjata-senjata rahasia
meski bagaimana pun tinggi ilmunya!"
Raja
Rencong membenarkan hal itu. Namun kekawatiran belum lenyap dari hatinya.
..menyusup dari Arena Topan Utara memang tidak mungkin.
Tapi yang
aku kawatirkan ialah penyusupan lewat lobang rahasia di bagian belakang
bangunan tua.
Dari
lobang sampai ke lorong dan sampai ke sini sama sekali tidak dirintangi oleh
satu senjata rahasiapun!"
"Ayah",
kata Pandansuri tertawa. "Menurut keteranganmu satu-satunya manusia yang
mengetahui seluk beluk dan jalan rahasia masuk ke tempat ini ialah Tua Gila,
Dan orang itu sudah mati belasan tahun yang silam. Apakah dia mungkin hidup
kembali dan menggerayang ke sini?!"
Raja
Rencong Dari Utara merasa malu pada dirinya sendiri. Namun telinganya yang
tajam itu tadi telah mendengar suara hembusan nafas tepat.
di
belakang daun pintu kamar dimana dia berada. Melihat ayahnya masih berada dalam
kebimbangan, Pandansuri berkata lagi: "Kalaupun ada seseorang yang
berhasil masuk ke sini, masakan telinga ayah tak sanggup mendengar gerakan
langkahnya?!"
"Aku
belum puas kalau belum menyelidikinya sendiri" kata Raja Rencong pula.
Lalu dengan cepat melompat ke pintu!
*****************
14
DI LUAR
KAMAR SEWAKTU MENDENGAR ucapan Raja Rencong bahwa dia merasa ada seseorang yang
mendengarkan pembicaraannya maka Wiro segera maklum cepat atau lambat laki-laki
itu akan segera ke luar untuk menyelidik.
Untuk
lari ke ujung lorong yang tadi dilewatinya terlalu besar risikonya karena ujung
lorong itu jauh sekali. Untuk baku hantam menempur Raja Rencong dan Pandansuri
baginya bukan halangan.
Sekalipun
dia harus pasrahkan nyawa dia bisa mati dengan rela. Tapi yang paling penting
ialah menyelamatkan jiwa puluhan tokoh-tokoh sakti yang ada di Arena Topan
Utara, terutama mereka yang dari golongan putih!
Wiro
Sableng melangkah cepat ke pintu di samping kiri. Didorongnya pintu itu tapi
ternyata dikunci. Mendobrak pintu itu akan menimbulkan suara berisik dan sama
saja dengan memberi tahu terang-terang kehadirannya di situ pada Raja Rencong!
Wiro
berkelebat ke pintu di ujung depan lorong.
Baru saja
dia berdiri di depan pintu itu mendadak terdengar suara macam nyamuk mengiang
di telinganya.
"Cepatlah
masuk anakku".
Wiro
terkejut bukan main. Meski tidak tahu apakah yang bakal ditemui di dalam sana
perangkap yang sangat berbahaya namun tanpa pikir panjang dalam keadaan kepepet
begitu rupa Wiro Sableng segera mendorong daun pintu. Pintu itu ternyata tak
dikunci. Wiro cepat masuk ke dalam. Ketika daun pintu itu tertutup kembali maka
daun pintu dilorong sebelan kanan terbuka. Raja Rencong Dari Utara ke luar.
Matanya meneliti setiap sudut lorong.
Tak
seorangpun yang kelihatan. Namun Raja Rencong tak yakin bahwa perasaan dan
telinganya telah menipunya. Sekali dia melompat maka dia sudah sampai di pintu
kamar di ujung lorong dan sekaligus membuka pintu itu!
Sewaktu
Wiro masuk ke dalam’ kamar itu satu pemandangan yang luar biasa membuat dia
sangat terkejut hingga sepasang kakinya laksana dipakukan ke lantai!
Kamar itu
tak seberapa besar. Meski bagian luarnya kelihatan bagus tapi di dalamnya hanya
merupakan dinding lantai dan atap batu yang kasar. Seluruh kamar diselimuti
debu. Di beberapa sudut labah-labah telah membuat sarangnya. Di tengah-tengah
kamar inilah kelihatan duduk seorang laki-laki tua bermuka biru, berpipi sangat
cekung. Tubuh-nya yang kurus tertutup sehelai jubah biru yang luar biasa
besarnya hingga bagian bawahnya menutupi hampir seluruh lantai kamar! Kedua
tangan orang tua ini buntung sebatas siku, salah satu telinganya sumplung.
Pada
lehernya terikat sebuah rantai baja yang ujungnya dipantek dengan sebuah paku
besar ke dinding batu di belakangnya. Sikap orang tua ini yang memeramkan
matanya tak ubahnya seperti orang yangtengahbersemedi,"Orang tua, kau
siapa?!" tanya Wiro.
Orang tua
itu membuka kedua matanya.
Astaga!
Wiro merasa tengkuknya dingin. Kedua mata itu hanya merupakan sepasang rongga
yang dalam dan mengerikan!
"Anak
tolol! Lekas sembunyi dalam jubah di belakang punggungku!" kata si orang
tua. Wiro Sableng yang sadar akan keadaannya segera mengikuti perintah si orang
tua. Namun demikian karena dia tiada mengenal siapa adanya orang tua ini dan
bukan mustahil seorang musuh yang hendak menjebak maka sambil menyusup ke dalam
‘jubah biru yang lebar diam-diam Wiro siapkan pukulan sinar matahari di tangan
kiri sedang tangan kanan memegang gagang Kapak Naga Geni 212! ‘
"Anak,
aku bukan musuhmu! Kenapa musti meraba senjata segala?!", tiba-tiba
terdengar suara mengiang di telinga Wiro Sableng. Suara orang tua itu!
Orang ini
hebat sekali, tentu sakti luar biasa, pikir Wiro.
Tapi
mengapa kedua tangannya buntung dan matanya buta sedang lehernya dirantai
begitu rupa?
Tiba-tiba
pintu terbuka dan terdengar bentakan Raja Rencong Dari Utara:
"Tua
renta buta! Siapa yang masuk ke sini?!" Si orang tua menghela nafas dalam
lalu menjawab.
Suaranya
kecil sekali seperti suara anak perempuan.
"Jika
aku sampai tidak mengetahui ada seorang yang masuk ke sini itu bukan karena
ketololanku tapi karena mataku memang tak melihat. Tapi jika kau yang punya
mata dan telinga tajam sampai tidak mengetahuinya dan malah bertanya padaku itu
adalah satu ketololan yang tak ada taranya! Apakah kau lihat ada orang lain di
kamar ini?!"
Ejekan
itu membuat Raja Rencong Dari Utara memaki habis-habisan. Memang selain orang
tua itu tak ada siapapun di situ"Apakah kau sudah memeriksa, Hang
Kumbara?" bertanya si orang tua.
"Tutup
mulutmu setan tua!"
engkauDimaki
begitu rupa malah si orang tua tertawa dan menyahuti: "Hari ini hari
peresmian berdirinya Partai Topan Utara bukan?!"
"Kunyuk
peot! Kau tahu apa tentang Partai Topan Utara!" semprot Raja Rencong.
"Aku
memang tidak tahu-tahu apa-apa. Tapi di balik ketidak tahuan itu aku mendapat
firasat bahwa Partaimu itu akan runtuh sebelum saat diresmikannya. Dan kau
sendiri akan mampus. Hang Kumbara . . .!
"Ya,
aku akan mampus!" jawab Hang Kumbara alias Raja Rencong Dari Utara.
"Tapi sebelum mampus, untuk yang keseratus kalinya terima dulu tamparanku
ini!".
"Plaak"!
Tamparan
yang dilayangkan Raja Rencong keras luar biasa. Tubuh si orang tua
terhuyung-huyung dirasakan oleh Wiro tapi tidak roboh. Mulutnya mengucurkan
darah!
Wiro
Sableng marah sekali melihat orang tua yang telah tolong menyembunyikan dirinya
diperlakukan begitu rupa. Segera saja dia hendak melompat ke luar dari balik
jubah. Tapi ditelinganya terdengar suara seperti ngiangan nyamuk: "Jangan
tolol anak!". Terpaksa Wiro Sableng mendekam terus di belakang punggung
orang tua itu. Kemudian terdengar pintu kamar ditutupkan, Raja Rencong telah ke
luar.
"Sekarang
kau keluarlah!" kata orang tua itu.
Wiro
keluar dari balik jubah lalu menjura hormat: "Terima kasih atas budi
pertolonganmu, orang tua. Harap kau sudi menerangkan namamu. Kelak di kemudian
hari aku harap bisa membalas budi besarmu ini . . .! Orang tua itu tertawa.
"Sewaktu
mendengar langkahmu di bagian belakang bangunan tua, sewaktu kudengar kau
mengangkat rerumpunan semak-semak lalu menyusup turun ke dalam lorong hatiku
gembira. Kukira kau adalah Tua Gila. Tapi dari suara langkahmu kuketahui
kemudian bahwa kau bukanlah si Tua Gila.
Namun
demikian aku yakin kau ada sangkut paut dengan orang tua itu. Mungkin sekali
kau muridnya.
Betul?!"
Wiro
Sableng melengak.
"Aku
hanya menerima beberapa jurus ilmu silat dari Tua Gila. Bagaimana kau bisa tahu
semua gerak gerikku?" tanya Wiro heran.
"Ilmu
yang tinggi adalah seribu mata dgn seribu telinga bagi seseorang", jawab
si orang tua. "Tapi semuanya itu berakhir dalam kesia-siaan! Buktinya
diriku ini!"
"Kenapa
kau sampai dirantai begini rupa?"tanya Wiro.
"Muridku
sendiri yang melakukannya" jawab si orang tua penuh rawan dan penyesalan.
"Muridmu?!"
kejut Wiro.
"Kau
terkejut?! Tak perlu terkejut atau heran orang muda. Di dunia ini sekarang
penuh dengan orang-orang sesat dan murtad!".
"Kalau
aku boleh bertanya, siapa muridmu itu?"
"Masakan
kau tidak bisa menerka. Hang Kumbara!"
"Maksudmu
Raja Rencong Dari Utara?"
"Itu
gelarnya".
“benar-benar
terkutuk manusia itu!" geram Wiro. Sekali digerakkannya- tangan kanannya
membetot maka tanggallah paku di dinding batu. Dengan cepat Wiro lalu
melepaskan rantai yang mengikat leher orang tua itu.
"Terima
kasih anak. Tenaga dalammu luar biasa sekali. … ".
"Aku
cuma punya waktu sedikit, orang tua.
Harap kau
sudi memberikan sedikit keterangan tentang dirimu. Kelak kalau tugasku selesai
aku akan membawamu dari tempat terkutuk ini!"
"Terima
kasih terima kasih! Tak perlu kau bawa diriku yang sudah pikun cacat dan tak
berharga ini.
Dengar
anak, namaku adalah Nyanyuk Amber. Dulu aku diam di Gunung Singgalang sampai
kedatangannya Hang Kumbara manusia laknat itu Dia datang mengemis ilmu padaku.
Karena kulihat sifatnya baik dan lagi pula dia adalah murid kenalan baikku si
Datuk Mata Putih maka aku tak keberatan mewariskan beberapa ilmu yang hebat
kepadanya! Tapi siapa nyana kalau manusia itu sesungguhnya sudah sejak lama
mendekam maksud jahat hendak menimbulkan bencana di atas jagat ini!
Maksudnya
mendirikan Topan Utara dan memaksa orang-orang untuk menghadirinya adalah
bohong belaka!
Sebenarnya
dia sengaja untuk menghimpun seluruh orang-orang pandai di sini lalu dibunuh
secara masai!
Gurunya
sendiripun, gurunya yang pertama sebelum aku yaitu Datuk Mata Putih dia juga
yang membunuhnya!
Benar-benar
manusia iblis yang haus darah", si orang tua yang bernama Nyanyuk Amber
menghela nafas panjang lalu berkata: "Meski bagaimanapun dibandingkan
dengan Datuk Mata Putih aku masih bernasib lumayan, tidak dibunuh! Tapi apakah
artinya hidup cacat begini rupa?!".
"Apakah
Hang Kumbara juga yang telah memutus kedua lenganmu?" tanya Wiro.
"Bukan
hanya lenganku anak. Bukan hanya lenganku! Coba kau singkap jubah ini di bagian
kakiku".
Wiro
menyingkapkan jubah biru Nyanyuk Amber.
Astaga,
ternyata kedua kaki orang tua itu sebatas lutut juga telah buntung!
"Hang
Kumbara yang melakukannya", desis Nyanyuk Amber. "Juga kedua mataku
ini dia yang mengorek!"
"Benar-benar
laknat terkutuk yang kejam luar biasa!" kata Wiro geram. "Orang tua,
aku berjanji untuk memecahkan kepalanya demi membalaskan sakit hatimu. Tapi
orang tua mengapa dia sampai melakukan kekejaman begini rupa terhadapmu?…
Nyanyuk
Amber menghela nafas dalam lalu menjawab: "Seperti Datuk Mata Putih akupun
datang ke sini untuk menginsyafkan Hang Kumbara dari kesesatannya! Tapi dengan
ilmu yang kuajarkan kepadanya Hang Kumbara menyerangku. Tubuhku berhasil
ditotoknya. Kedua tangan dan kakiku dipotong, kedua mataku dicongkel. Dalam
keadaan tubuh masih tertotok aku diseret ke sini dan leherku dirantai!"
"Keparat
betul manusia itu! Belum pernah aku menemui manusia sejahat dia. Tapi apa pula
sebabnya dia mempunyai niat jahat untuk melenyapkan seluruh orang-orang pandai
yang kinf berada di Arena Topan Utara itu?!"
"Panjang
kisahnya anak, panjang sekali! Kelak jika sama-sama ada umur akan kututurkan
padamu.
Sekarang
lakukanlah apa yang bisa kau lakukan untuk menyelamatkan jiwa orang-orang yang
berada di Arena Topan Utara!".
Wiro
mengangguk. Sebelum pergi dilepaskannya totokan di tubuh Nyanyuk Amber. Si
orang tua itu mengucapkan terima kasih. Tiba-tiba ingat sesuatu.
"Orang
tua, kalau sekiranya tak dapat dicegah penghancuran Arena Topan Utara oleh Raja
Rencong,
mungkin
tempat ini turut musnah. Sebaiknya kuselamatkan dulu kau ke tempat yang
aman!"
"Ah,
kau terlalu memikirkan diriku, anak.
Tempat
ini cukup jauh dari Arena Topan Utara, tak akan sampai ambruk. Kau pergilah
cepat sebelum terlambat".
Mendengar
ucapan itu maka Wiropun meninggalkan kamar itu dengan cepat.
*****************
15
ARENA
TOPAN UTARA Ruangan ini penuh sesak oleh manusia. Di Tengah-tengah terletak
sebuah mimbar dan berdiri di belakang mimbar itu ialah Raja Rencong Dari Utara!
Matanya
yang menyorot memandang ke arah tamu-tamu yang hadir. Pada dasarnya semua tamu
itu terbagi atas dua golongan yaitu golongan putih dan golongan hitam. Namun
golongan putih telah terpecah menjadi dua hingga dengan demikian semua orang
pandai di situ terbagi menjadi tiga golongan.
Golongan
pertama ialah golongan hitam yang secara mutlak tunduk dan berada di pihak Raja
Rencong Dari Utara. Golongan kedua ialah golongan putih yang telah ditaklukkan
oleh Raja Rencong dan dipaksa untuk masuk serta menghadiri peresmian berdirinya
Partai Topan Utara. Baik golongan hitam maupun golongan putih yang tersebut di
atas semuanya telah masuk perangkap Raja Rencong, dicekok dengan pil-pil
kematian yang disuruh telan secara paksa oleh Raja Rencong pada saat mereka
menyatakan diri bersedia masuk ke dalam Partai Topan Utara.
Golongan
putih yang kedua ialah mereka yang sengaja datang ke Bukit Toba bukan untuk menghadiri
peresmian Partai tapi untuk membalas dendam, untuk membalaskan sakit hati
kawan-kawan mereka yang telah menemui kematian di tangan Raja Rencong Dari
Utara atau di tangan anaknya!
Raja
Rencong sendiri sudah mengetahui jelas akan golongan-golongan para tamunya.
Dalam hati dia tertawa. Tertawa karena dia tak perduli siapapun adanya para
tamu itu, apakah dari golongan putih ataupun hitam, yang jelas mereka semua
sudah berada di tempat itu yang berarti sudah masuk ke dalam perangkap mautnya!
Raja Rencong melirik ke sebuah tombol merah yang terletak di kayu mimbar dekat
tangan kanannya! Sekali dia menekan tombol ini maka tubuhnya akan melesat ke
atas, ke luar dari ruangan tersebut lewat sebuah celah yang terbuka secara
otomatis sedang pada detik itu pula lantai Arena Topan Utara akan longsor ke
bawah, atap runtuh! Begitu semua orang tertimbun hidup-hidup maka seluruh Arena
Topan Utara akan meledak hingga jangan diharapkan satu nyawapun bisa selamat
dari tempat itu!
Setelah
memandang berkeliling. maka Raja Rencong Dari Utarapun membuka suara:
"Saudara-saudara
sekalian, pertama sekali aku Raja Rencong Dari Utara, mengucapkan banyak terima
kasih atas kedatangan saudara-saudara. Beserta dengan ucapan terima Kasih itu
aku sampaikan pula permohonan maaf karena mungkin penyambutan dan layanan
terhadap saudara-saudara kurang memuaskan dan juga maaf karena peresmian
berdirinya Partai Topan Utara ini tidak disertai upacara dan pesta
besar-besaran!
Saudara-saudara
sekalian, dalam mendirikan Partai Topan Utara ini aku sama sekali tidak melihat
kepada asal usul saudara-saudara atau menilai golongan mana adanya saudara.
Bagiku, jika Saudarasaudara sudah mau datang dan hadir di sini maka berarti
saudara-saudara semua sudah masuk menjadi anggota Partai Topan Utara!"
Ucapan
ini membuat tokoh-tokoh silat golongan putih yang datang untuk menuntut balas
kematian kawankawan mereka menjadi gelisah. Dan di antara kegelisahan itu maka
melesatlah ke atas Arena empat sosok tubuh. Mereka adalah panglima Sampono,
Datuk Nan Sabatang, Lembu Ampel dan Sebrang Lor.
Sementara
tiga orang kawannya berdiri berjejer maka Panglima Sampono maju ke hadapan
mimbar.
Suasana
di Arena menjadi sesunyi di pekuburan!
"Manusia-manusia
tak tahu aturan!" bentak Raja Rencong marah sekali. "Perbuatanmu naik
ke depan mimbar merupakan penghinaan besar bagi semua anggota Partai yang hadir
di sinil".
"Raja
Rencong!" menyahut Panglima Sampono.
"Kami
berempat ke sini bukan untuk masuk Partaimu tapi untuk minta pertanggungan
jawab atas kematian sobat-sobat kami tokoh-tokoh silat golongan putih!"
"Kalau
begitu berarti kalian ingin segera menyusul mereka!" tukas Raja Rencong.
Dia berpaling ke Arena sebelah timur dan berseru: "Empat Tombak Sakti!
Lenyapkan pengacau-pengacau ini!"
Baru saja
seruan Raja Rencong berakhir maka melompatlah empat orang berpakaian ringkas
hitam.
Tampang-tampang
mereka galak buas dan mengerikan!
Dalam
kejap itu pula empat buah tombak menderu ke arah kepala Panglima Sampono dan
ketiga kawannya!
Pertempuran
antara Empat Tombak Sakti melawan Panglima Sampono, Datuk Nan Sabatang, Sebrang
Lor dan Lembu Ampel berjalan seru sekali.
Kedua
belah pihak agaknya berimbangan. Seranganserangan datang silih berganti! Namun
walau bagaimanapun seimbangnya satu pertempuran, pada suatu saat tertentu pasti
salah satu pihak akan menjadi pecundang!
Setelah
bertempur hebat selama lima belas jurus maka korban pertamapun robohlah. Korban
pertama ini orang ketiga dari Empat Tombak Sakti, meregang nyawa di ujung
pedang Sebrang Lor!
Panglima
Sampono kemudian berhasil pula merobohkan orang kedua dari Empat tombak Sakti
hingga dengan bertempur kini adalah Datuk Nan Sabatang dan Lembu Ampel melawan
orang ke satu dan ke empat! Tingkat kepandaian Datuk Nan Sabatang dan Lembu
Ampel hanya sedikit lebih rendah dari Panglima Sampono maka setelah lima jurus
lagi berlalu kedua orang terakhir dari Empat Tombak Sakti itupun menemui
ajalnya pula. Raja Rencong Dari Utara marah luar biasa.
"Tongkat
Baja Hijau! Majulah untuk menghancurkan empat bangsat-bangsat rendah ini!"
Sekelebat
sosok tubuh berpakaian hijau melesat ke atas Arena. Orang ini berbadan tinggi
langsing.
Tubuhnya
agak bungkuk dan usianya sudah lanjut.
Di tangan
kanannya ada sebuah tongkat yang hampir sebetis besarnya. Tongkat ini terbuat
dari baja asli dan dilapisi racun hijau yang dahsyat!
"Lekas
lenyapkan mereka Tongkat Baja Hijau!" kata Raja Rencong.
Tongkat
Baja Hijau tertawa mengekeh. Tongkat bajanya diketuk-ketukkan ke lantai Arena.
Hebat sekali, semua orang merasa bagaimana lantai yang mereka injak jadi
bergetar! Panglima Sampono dan kawan-kawan segera maklum bahwa manusia berjubah
hijau ini tinggi sekali ilmunya dan senjata di tangannya sangat berbahaya.
"Tak
usah kawatir Raja Rencong", kata Tongkat Baja Hijau. "Manusia-manusia
macam kunyuk-kunyuk ini mudah saja dibereskan!". Lalu dia menyapu paras
keempat orang di hadapannya dan bertanya: "Hai, kalian mau maju satu-satu
atau berempat sekaligus?
Bagusnya
berempat saja biar cepat kubereskan!"
Merah
paras keempat tokoh itu. Panglima Sampono bergerak tapi Sebrang Lor
mendahuluinya melompat ke hadapan Tongkat Baja Hijau.
"Tongkat
Baja Hijau! Setahuku dulu kau adalah seorang tokoh golongan putih! Sungguh
disayangkan di samping sesat kau juga mau-mauan masuk menjadi bergundalnya Raja
Rencong, murid murtad si pembunuh guru itu! Kau mulailah Mari kita bertempur
sampai ratusan jurus!" Tongkat Baja Hijau mengekeh.
"Jika
aku tak salah lihat, kau adalah manusia yang bernama Sebrang Lor. Tempatmu jauh
di tanah Malaka. Aneh juga kalau kau sampai nyasar ke sini! Orang Malaka jangan
jual lagak di sini, kau tahu hanya namamu saja yang kembali ke negerimu!"
Habis
berkata begitu Tongkat Baja Hijau menyerbu ke muka. Sinar hijau menderu dari
tongkat mustikanya.
Sebrang
Lor segera pula kiblatkan pedang berkeluknya.
Maka
pecahlan pertempuran yang hebat! Tapi kehebatan itu segera berubah menjadi satu
pertempuran yang tidak seimbang! Serangan-serangan tongkat hijau datang
mencurah laksana hujan. Dalam jurus keempat senjata itu menderu ke bahu Sebrang
Lor tanpa bisa ditangkis dan dikelit! Sebrang Lor menjerit!
Tubuhnya
terguling-guling ke luar Arena, nyawanya lepas!
"Keparat,
aku lawanmu!" teriak Datuk Nan Sabatang menggeledek! Tubuhnya berkelebat
dan keris biru meluncur dahsyat ke arah tenggorokan Tongkat Baja Hijau!
"Jangan
omong besar Datuk!" ejek Tongkat Baja Hijau. Sekali tongkatnya disapukan
Datuk Nan Sabatang tersurut sampai lima langkah! "Ha…ha! Aku muak
bertempur satu lawan satu! Ayo Panglima dan Lembu Ampel, kalian berdua
majulah!" Sambil menyerang Datuk Nan Sabatang, Tongkat Baja Hijau
sekaligus melancarkan serangan pada Panglima Sampono dan Lembu Ampel! Mulamula kedua
orang ini tak mau ikut turun ke dalam kalangan pertempuran. Tapi karena
diserang terus terusan mau tak mau akhirnya kedua orang ini turun juga ke
gelanggang!
Bagi
orang-orang yang ada di situ nama Panglima Sampono dan kawan-kawannya adalah
nama-nama besar. Namun sewaktu melihat bagaimana dengan seorang diri Si Tongkat
Baja Hijau berhasil mendesak ketiga lawannya maka diam-diam semua orang memuji
kehebatan Si Tongkat Baja Hijau!
Dalam
jurus ke sepuluh terdengar pekik Datuk Nan Sabatang! Tubuhnya mencelat mental.
Kepalapecah karena tongkat lawan’ bersarang tepat di kepalanya!
"Tongkat
Baja Hijau, yang dua lainnya segera saja dibereskan cepat-cepat!" berseru
Raja Rencong.
"Jangan
kawatir Raja Rencong jawab Tongkat Baja Hijau. Didahului oleh satu bentakan
yang menggelegar Si Tongkat Baja Hijau mengeluarkan satu jurus yang lihay luar
biasa! Tokoh-tokoh silat golongan putih yang hadir di situ terkesiap dan cemas.
Serangan
lawan yang hebat tak mungkin dikelit atau ditangkis karena tongkat baja yang
dahsyat itu hanya tinggal sejengkal saja lagi dari kepala Panglima Sampono dan
Lembu Ampel!
Dalam
detik yang tegang itu tiba-tiba berkelebat satu bayangan putih! Satu gelombang
angin yang bukan kira-kira dahsyatnya menderu laksana topan menggila! Beberapa
tokoh silat yang berada di tepi Arena merasa tubuh mereka tergetar oleh
sambaran angin itu dan tahu-tahu terdengar pekik Si Tongkat Hijau! Orang dan
tongkatnya mencelat sampai menghantam dinding Arena. Begitu jatuh nyawanya
sudah lepas dengan muka hancur memar. Di tengah Arena semua mata menyaksikan
berdirinya seorang pemuda berambut gondrong dengan senyum di bibirnya!
"Pemuda
gondrong! Kau siapa?!" bentak Raja Rencong.
"Siapa
aku bukan urusanmu.- Terlebih dulu perkenankan aku bicara!".
"Keparat!
Kau terlalu berani mampus!" damprat Raja Rencong. Dia berpaling ke kanan
dan berseru:
"Sepasang
Pengemis Gila bunuh pemuda ini!" lalu sambil berpaling ke kiri:
"Datuk Arak Sakti musnahkan Panglima Sampono dan "Lembu Ampel!"
Dari
Arena sebelati kanan melesat dua orang berambut acak-acakan dan berpakaian
kotor bertambal-tambal. Mereka inilah Sepasang Pengemis Gila. Keduanya sambil
berteriak-teriak tak karuan langsung menyerang Pendekar 212 Wiro Sableng!
Dikejap
yang sama dari samping kiri melompat pula seorang berpakaian merah, dari
mulutnya menyembur arak yang menyerang ke seluruh jalan darah di tubuh Panglima
Sampono dan Lembu Ampel!
Kedua
orang ini terkejut dan cepat-cepat memukul ke depan. Namun di saat itu
terjadilah satu peristiwa yang membuat semua orang kaget dan kagum luar biasa!
Tiga
jeritan terdengar susul menyusul! Tiga tubuh mencelat mental dan terbanting ke
dinding lalu roboh di antara orang banyak!
Apakah
yang telah terjadi?!
Sewaktu
Sepasang Pengemis Gila dengan berteriakteriak melompat menyerang Wiro dan
sewaktu Datuk Arak Sakti menggempur Panglima Sampono dan Lembu Ampel, Pendekar
212 Wiro Sableng mendorongkan kedua telapak tangannya ke arah orang-orang yang
menyerang itu. Dua pukulan yang dilancarkannya bukan lain pukulan "dewa
topan menggusur gunung" yang dipelajari Wiro Sableng dari Tua Gila.
Pukulan yang luar biasa hebatnya itu ,mana sanggup diterima oleh Sepasang
Pengemis Gila dan -Datuk Arak Sakti Tak ampun lagi ketiganya terlempar dan
mati!
Baik
tokoh-tokoh golongan hitam maupun golongan putih sama-sama leletkan lidah
melihat kehebatan si pemuda.
Di lain
pihak mata Raja Rencong terbeliak besar-besar.
Dua
pukulan yang dilepaskan pemuda rambut gondrong itu adalah pukulan "dewa
topan menggusur gunung".
Dan setahunya
hanya satu orang yang memiliki ilmu pukulan dahsyat itu yakni Tua Gila! Tapi si
pemuda telah melancarkan ilmu pukulan itu tadi yang berarti dia punya sangkut
paut dengan Tua Gila! Rasa kecut membuat dingin tengkuk Si Raja Rencong, Inilah
untuk pertama kalinya dia merasa ngeri! Tua Gila sudah lama didengarnya
meninggal, dan seumur hayatnya tak pernah punya murid. Tapi bagaimana sekarang
ada seorang pemuda memiliki ilmu pukulan Tua Gila?
Apakah
Tua Gila masih hidup dan telah mengambil seorang murid? Dan yang lebih
mengawatirkannya lagi apakah Tua Gila juga berada di dalam ruangan itu?
Dan untuk
pertama kalinya Raja Rencong ingat akan kecurigaannya sewaktu berada di kamar
bersama Pandansuri tadi. Jika betul pemuda rambut gondrong itu murid Tua Gila,
pastilah dia telah menyelusup lewat jalan rahasia di bagian belakang bangunan
tua. Tapi dimana dia bersembunyi sewaktu seluruh tempat diselidikinya tadi?
Raja
Rencong Dari Utara tak mau berpikir berpanjang-panjang. Saat itu sudah tiba
waktunya untuk menekan tombol merah di atas mimbar!
Sambil
tertawa mengekeh Raja Rencong menggerakkan jari telunjuknya ke tombol merah dan
berseru; "Manusia-manusia tolol, kalian semua pergilan ke neraka!".
Dan jari telunjuk itupun ditekan sekuat-kuatnya pada tombol merah!
Mata Raja
Rencong membeliak seperti mau tanggal dari sarangnya. Parasnya berobah total,
terkejut amat sangat! Sewaktu tombol ditekan, atap di atas tidak membuka,
lantai Arena Topan Utara tidak ambruk! Seperti tak percaya akan dirinya sendiri
Raja Rencong menekan lagi tombol merah itu. Lagi, lagi dan lagi sampai berulang
kali! Tetap saja tak satu pun yang terjadi!
Tiba-tiba
didengarnya suara tertawa bergelak.
Ketika
dia mengangkat kepala yang tertawa itu bukan lain si pemuda berambut gondrong
Wiro Sableng!
"Kau
heran dan terkejut melihat ruangan ini tidak amblas, tidak hancur lebur?"
Wiro tertawa lagi gelak-gelak. "Ha ha! Pesawat rahasia terkutukmu yang
hendak membunuh semua orang yang hadir di sini tidak bisa berjalan, Raja
Rencong!"
Bukan
main marahnya Raja Rencong Dari Utara.
Tanpa
menunggu lebih lama lagi segera sepuluh jari tangannya dijentikkan!
Sepuluh
larik sinar merah kekuningan menderu menyambar Pendekar 212! Wiro sudah pernah
menyaksikan keganasan ilmu pukulan kuku api yang dimainkan oleh Pandansuri!
Kalau Raja Rencong yang mengeluarkannya tentu lebih dahsyat lagi!
Karenanya
pemuda ini cepat-cepat melompat ke atas seraya lepaskan pukulan sinar matahari!
Ruangan itu laksana mau pecah sewaktu pukulan sinar matahari beradu dengan
dahsyatnya dengan pukulan kuku api! Karena tenaga dalam Wiro dan Raja Rencong
berada dalam tingkat yang sama maka setelah saling berbentur kedua sinar
pukulan sakti itu melesat ke kiri dan buyar keempat penjuru! Jerit kematian
terdengar di bagian itu. Sembilan orang tokoh golongan hitam roboh hangus!
Delapan tokoh golongan putih meregang nyawa! Dengan serta merta kacau balaulah
suasana!
Di antara
kekacau balauan itu Wiro berteriak keras: "Semua tokoh silat yang ada di
sini mari bersama-sama mencincang manusia biang malapetaka ini. Sebelumnya dia
telah punya rencana untuk mengubur kalian hidup-hidup di bawah ruangan
ini!"
Mendengar
teriakan itu tak perduli tokoh silat golongan manapun laksana air bah serentak
menyerbu Raja Rencong! Raja Rencong adalah tokoh silat sakti luar biasa. Namun
melihat lebih dari dua puluh jago-jago ternama menyerbunya ditambah dengan
kegugupan, nyalinya jadi meleleh! Dia segera berkelebat melarikan diri. Namun
lebih cepat dari itu Wiro Sableng sudah menghadangnya dengan Kapak Naga Geni
212 siap di tangan!
"Keparat
kau kubunuh lebih dulu!" teriak Raja Rencong.
"Sreet!"
Raja
Rencong cabut Rencong Emas maka sinar kuningpun bertaburlah. Di lain kejap
puluhan senjata berkelebat menggempur Raja Rencong dan di depan sekali Kapak
Naga Geni 212 menderu laksana seribu tawon mengamuk!
"Trang"!
Rencong
Emas dan Kapak Naga Geni 212 beradu.
Bunga api
berpercikan! Raja Rencong terkejut bukan main. Senjata di tangannya hampir saja
terlepas dilanda senjata lawan! Dan rasa terkejut ini masih belum habis sewaktu
laksana kilat Kapak lawan kembali menderu di depan hidungnya sementara dari
sekelilingnya menggempur puluhan senjata tajam! Raja Rencong Dari Utara
keluarkan jurus yang hebat yang dinamakan jurus "sepasang kincir sakti
menghadang bumi". Kedua tangannya kiri kanan bergerak cepat. Jurus ini
bukan saja merupakan jurus pertahanan yang paling tangguh dari ilmu silatnya
namun sekaligus juga merupakan jurus serangan yang hebat luar biasa. Sinar
kuning Rencong Emas bergulung gulung sedang lima jari tangan kiri tak
henti-hentinya dijentikkan melancarkan ilmu pukulan kuku api! Beberapa orang
tokoh silat tergelimpang disambar pukulan jahat itu!
Namun
betapapun hebatnya Raja Rencong mana mungkin baginya menghadapi tokoh-tokoh
kias wahid yang berjumlah lebih dari dua puluh orang itu. Apalagi sambaran
Kapak Naga Geni 212 saat itu sudah menelikung mendesaknya. Angin senjata itu
menyakitkan mata dan memerihkan kulitnya.
Sesaat
kemudian terdengar jeritan Raja Rencong ! Kuping kanannya putus dibabat Kapak
Naga Geni 212. Racun yang hebat dari senjata itu mulai mempengaruhi dirinya.
Raja
Rencong cepat menutup jalan darah penting dibeberapa Bagian tubuh lalu dengan
sisa kekuatan mengamuk membabat ke arah salah seorang tokoh putih diantaranya
Lembu Ampel yang kena sambaran Rencong Emas. Akan tetapi itu tidak lama karena
begitu Pendekar 212 Wiro Sableng menyusup dibalik serangan Raja Rencong, Kapak
Naga Geni 212 berhasil membabat putus lengan kiri tokoh silat durjana itu !
Tidak sampai disitu saja, sewaktu jerit kesakitan Raja Rencong belum sirna
Kapak Naga Geni 212 mengaung dahsyat dan ”crass”! Darah muncrat membasahi
pakaian beberapa orang tokoh silat. Raja Rencong dari Utara terhuyung huyung
dengan kepala hampir tebelah. Dalam keadaan begitu rupa dia harus menerima
tusukan dan sabetan senjata tajam lainnya sehingga tubuhnya tak beda dengan
daging yang dicincang cincang.
Sewaktu
tubuh yang hancur dari Raja Rencong menggeletak di Arena Topan Utara, Pendekar
212 Wiro Sableng sudah melompat pergi dari ruangan itu.
Sesungguhnya
apakah yang telah terjadi sehingga ketika Raja Rencong menekan tombol merah,
Arena Topan Utara tidak amblas ke bawah?
Seperti
telah dituturkan di atas, sehabis meninggalkan Nyanyuk Amber, Wiro Sableng
segera pergi ke kamar di mana senjata rahasia penghancur itu berada. Karena di
sini sudah berada Pandansuri maka dengan sendirinya pecahlah pertempuran. Kalau
sewaktu di rumah makan Dang Lariku, Wiro Sableng masih bisa main-main melayani
gadis ini maka kini menghadapi keselamatan puluhan jiwa tokoh-tokoh sakti yang
berada di Arena Topan Utara, Wiro tidak bisa main-main lagi. Meski senyum
cengar cengir tetap tersungging di mulutnya namun Wiro menempur habis-habisan.
Pandansuri
hingga dalam tempo tiga jurus akhirnya dia berhasil menotok jalan darah di
tubuh si gadis. Dari sini Wiro langsung menuju Arena Topan Utara dan terjadilah
kelanjutan sebagaimana yang dituturkan di atas.
Kini
Pendekar 212 Wiro Sableng kembali ke kamar pesawat rahasia itu. Pandansuri
duduk tersandar ke dinding dekat pintu masih dalam tubuh tertotok.
"Saudari,
hukuman yang setimpal telah jatuh atas diri ayahmu ".
"Maksudmu
kau telah membunuh ayahku?!"
"Aku
dan tokoh-tokoh silat yang ada di Arena Topan Utara!" sahut Wiro Sableng.
"Keparat!
Lepaskan totokanku! Mari kita bertempur sampai seribu jurus!" Wiro Sableng
tertawa.
"Apakah
kau masih belum melihat jalan terang menuju kehidupan yang baik? Atau mungkin
kau mau menerima nasib seperti ayahmu? Sekali aku beritahu pada orang-orang itu
bahwa kau berada di sini, pasti kau akan mati secara mengenaskan!".
"Silahkan
kau beri tahu! Aku tidak takut!"
jawab
Pandansuri ketus. Wiro tertawa.
"Kau
keras kepala tapi kuhargai nyalimu saudari.
Dan aku
tidak sepengecut yang kau duga untuk memberitahukan kau pada orang-orang
itu!". Pemuda ini melangkah mendekat. "Sebelum pergi aku ingin
melihat wajahmu dulu, saudari."
"Keparat
kalau kau berani……………….".
Tapi
tangan Wiro Sableng sudah bergerak menarik kerudung ungu yang menutupi wajah
Pandansuri.
Begitu
kerudung terbuka terkejutlah Wiro Sableng."Ah, kiranya parasmu cantik
sekali saudari."
memuji
Wiro sejujurnya. "Tapi sayang aku tak bisa lama-lama menikmati kecantikan
parasmu. Aku harus pergi dari sini bersama Nyanyuk Amber.
Selamat
tinggal ".
"Saudara
tunggu dulu!" seru Pandansuri. "Lepaskan dulu totokanku".
"Dan
setelah bebas kau akan menyerangku?" ejek Wiro.
"Aku
berjanji untuk tidak melakukan apa-apa kecuali hanya untuk membaca sepucuk
surat.
Selesai
membaca kau boleh menotok aku kembali!
Membunuhpun
aku tak keberatan!"
"Heh,
surat katamu? Surat apa? Surat dari pacarmu?" Wiro melihat kesungguhan di
paras si gadis.
"Baik
aku percaya ucapanmu", kata Wiro pula lalu melepaskan totokan di tubuh
Pandansuri dan berdiri di ambang pintu kamar pesawat rahasia menjaga segala
kemungkinan yang ada sementara Pandansuri mengeluarkan sehelai surat dari balik
pakaiannya.
Surat ini
adalah surat yang diberikan Raja Rencong kepadanya. Dibukanya lipatan surat
lalu dibacanya:
Pandansuri,
Kalau aku
sudah mati maka itulah saatnya
aku
memberitahukan rahasia besar tentang dirimu
melalui
surat ini. Sebenarnya kau bukan anak kandungku
tapi seorang
anak angkat . Jelasnya kau
kuculik
dari orang tuamu sejak kau masih kecil.
Ayahmu
Kepala kampong Pasirputih. Kembalilah
Padanya
dan tempuhlah jalan hidup yang baik.
Raja
Rencong
Wiro
Sableng terkejut sewaktu melihat tetesan-tetesan air mata membasahi pipi
Pandansuri Sedang surat yang dibacanya terlepas dan jatuh Ke lantai. Wiro
mengambil surat itu dan membacanya.
Dilipatnya
surat itu kembali seraya menghela napas Panjang.
”Sekarang
jelas bagimu bahwa kau berasal Dari orang baik baik. Karenanya musti kembali ke
jalan Baik baik ”, kata Wiro Sableng. Dikembalikannya Surat yang dipegangnya
pada Pandansuri dan Berkata lagi. ” Aku tak akan menotok tubuhmu Kembali. Apa
yang kau lakukan terserah padamu.
Selamat
tinggal ”
”Saudara,
kau hendak meninggalkan Danau Toba ini ?”
"Ya,
menyeberang bersama-sama Nyanyuk Amber".
"Keberatan
kalau aku ikut bersama kalian?".
"Ah
justru itulah yang aku harapkan" jawab Pendekar 212 seraya senyum dan
mengedipkan mata kirinya. Dan Pandansuri tidak membantah sama sekali sewaktu
Wiro Sableng memegang tangannya dan melangkah bersama-sama menuju kamar Nyanyuk
Amber.
TAMAT
No comments:
Post a Comment