Siapapun yang belum berniat
qurban bisa menangis membaca kisah ini
Idul adha dekat. Kian banyak
orang yang mengunjungi stan hewan qurban. Sebagian hanya melihat-lihat,
sebagian lagi menawar dan alhamdulillah tidak sedikit yang akhirnya membeli.
Aku menyukai bisnis ini, membantu orang mendapatkan hewan qurban dan Allah
memberiku rezeki halal dari keuntungan penjualan.
Suatu hari, datanglah seorang ibu
ke stanku. Ia mengenakan baju yang sangat sederhana, kalau tidak boleh dibilang
agak kumal. Dalam hati aku menyangka ibu ini hanya akan melihat-lihat saja. Aku
mengira ia bukanlah tipe orang yang mampu berqurban. Meski begitu, sebagai
pedagang yang baik aku harus tetap melayaninya.
“ Silahkan Bu, ada yang bisa saya
bantu…? ” sapaku seramah mungkin
“ Kalau kambing itu harganya
berapa, Pak….? ” tanyanya sambil menunjuk seekor kambing yang paling murah.
“ Itu 2 juta Bu, ” tentu saja
harga beberapa tahun yang lalu. “ Harga pasnya berapa…? ”
Wah, ternyata ibu itu nawar juga.
“ Bolehlah 1 juta 700 ribu, Bu. Itu Buat
ibu, bolehlah kalau ibu mau ”
“ Tapi, uang saya Cuma 1 juta 500
ribu, Pak. Boleh…? ” kata ibu itu dengan penuh harap. Keyakinanku mulai
berubah. Ibu ini benar-benar serius mau berqurban. Mungkin hanya tampilannya
saja yang sederhana tapi sejatinya ia bukanlah orang miskin. Nyatanya ia mampu
berqurban.
“ Baik lah, Bu. Meskipun tidak
mendapat untung, semoga ini barakah, ” jawabku setelah agak lama berpikir.
Bagaimana tidak, 1 juta 500 ribu itu berarti sama dengan harga beli. Tapi
melihat ibu itu, aku tidak tega menolaknya.
Aku pun kemudian mengantar
kambing itu ke rumahnya. “ Astaghfirullah… Allaahu akbar…” Aku terperanjat.
Rumah ibu ini tak lebih dari sebuah gubuk berlantai tanah. Ukurannya kecil, dan
di dalamnya tidak ada perabot mewah. Bahkan kursi, meja, barang-barang
elektronik, dan kasur pun tak ada. Hanya ada dipan beralas tikar yang kini
terbaring seorang nenek di atasnya. Rupanya nenek itu adalah ibu dari wanita
yang membeli kambing tadi. Mereka tinggal bertiga dengan seorang anak kecil
yang tak lain adalah cucu nenek tersebut.
“ Emak, lihat apa yang Sumi bawa ”
kata ibu yang ternyata bernama Sumi itu. Yang dipanggil Emak kemudian
menolehkan kepalanya, “ Sumi bawa kambing Mak. Alhamdulillah, kita bisa
berqurban ”
Tubuh yang renta itu duduk sambil
menengadahkan tangan. “ Alhamdulillah… akhirnya kesampaian juga Emak berqurban.
Terima kasih ya Allah…”
“ Ini uangnya Pak. Maaf ya kalau
saya nawarnya terlalu murah, karena saya hanya tukang cuci di kampung sini,
saya sengaja mengumpulkan uang untuk membeli kambing buat qurban atas nama
Emak….” kata Bu Sumi.
Kaki ini bergetar, dada terasa
sesak, sambil menahan tetes air mata, saya berdoa dalam hati, “ Ya Allah…
Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hamba-Mu yang pasti lebih mulia
ini, seorang yang miskin harta namun kekayaan imannya begitu luar biasa ”.
“ Pak, ini ongkos kendaraannya…”,
panggil ibu itu.
“ Sudah bu, biar ongkos
kendaraannya saya yang bayar ”, jawabku sambil cepat-cepat berpamitan, sebelum
Bu Sumi tahu kalau mata ini sudah basah karena karena tak sanggup mendapat
teguran dari Allah yang sudah mempertemukan dengan hambaNya yang dengan
kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.
Untuk menjadi mulia, ternyata tak
harus menunggu kaya. Untuk mampu berqurban, ternyata yang dibutuhkan adalah
kesungguhan. Kita jauh lebih kaya dari Bu Sumi. Rumah kita bukan gubuk,
lantainya keramik. Ada kursi, ada meja, ada perabot hingga TV di rumah kita.
Ada kendaraan. Bahkan, HP kita lebih mahal dari harga kambing qurban. Tapi…
sudah sungguh-sungguhkah kita mempersiapkan qurban…? Masih ada waktu sekitar
satu bulan.
Jika kita sebenarnya mampu
berqurban, tapi tak mau berqurban, hendaklah kita malu kepada Allah ketika Dia
membandingkan kesungguhan kita dengan Bu Sumi. Jika kita sebenarnya mampu
berqurban, tapi tak mau berqurban, hendaklah kita takut dengan sabda Rasulullah
ini:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“ Barangsiapa yang memiliki
kelapangan untuk berqurban namun dia tidak berqurban, maka janganlah ia
mendekati tempat shalat kami ” ( HR Ibnu Majah, Ahmad dan Al Hakim )
Semoga kisah di atas mampu
meningkatkan keimanan kita. Aamiin yaa Rabb.
No comments:
Post a Comment