Hati-hati pada sikap
menyombongkan ilmu…!
Assalamu'alaikum warahmatullah
wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim
Umar bin Khaththab ra. memberi
nasihat, “ Jangan pelajari suatu ilmu karena tiga tujuan dan jangan pula
meninggalkan ilmu karena tiga tujuan. Yakni, jangan pelajari ilmu dengan tujuan
untuk berdebat, membanggakan diri dan pamer. Jangan tinggalkan ilmu ( tidak mau
belajar ) karena malu mempelajarinya, merasa cukup berilmu dan pasrah karena
kebodohan. ”
Syaikh Ahmad bin Muhammad bin
Athaillah berpesan, “ Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang memancarkan cahaya
di dalam dada dan menyingkap katup hati. ”
Ilmu harus dapat membentuk diri
orang yang berilmu dengan akhlak dan jiwa mulia, serta dapat membentuk anggota
masyarakat sesuai dengan tuntunan Ilahi.
Hakikat ilmu adalah yang membawa
seseorang mengenal Tuhannya dan timbulnya rasa takut ( khasy-yah ) kepada
Allah. Yang dimaksud rasa takut adalah mengamalkan ilmu yang dianugerahkan
Allah untuk menghambakan diri kepada-Nya sebagai ciri-ciri orang berilmu. Ilmu
menjadi pendorong dan penguat jiwa untuk makin dekat kepada Allah, melebihi
orang yang tidak berilmu.
Kalbu adalah wadah ilmu
pengetahuan. Membersihkan kalbu merupakan hal yang sangat dianjurkan guna
memperoleh pengetahuan yang jernih. Al-Ghazali menjelaskan, “ Kalau kita
membayangkan suatu kolam yang digali di tanah, maka untuk mengisinya dapat
dilakukan dengan mengalirkan air sungai dari atas ke dalam kolam itu. Bisa juga
dengan menggali tanah sehingga muncul mata air. Air akan mengalir dari bawah ke
atas untuk memenuhi kolam, dan air itu jauh lebih jernih daripada air sungai
yang mengalir dari atas. Kolam seumpama kalbu, air ibarat pengetahuan,
sedangkan sungai laksana panca indera dan eksperimen. ”
Ulama-ulama salaf, walaupun
sangat dalam ilmunya, tetaplah rendah hati. Seseorang bertanya kepada Imam
Malik tentang 40 ( empat puluh ) macam persoalan, tapi beliau hanya menjawab 8
( delapan ) buah di antaranya dan diam dalam 32 ( tiga puluh dua ) masalah yang
tersisa. Semua itu demi kehati-hatian, agar tidak salah dalam berfatwa.
Si penanya sampai berkata, “ Engkau
sungguh mengherankan, wahai Malik. Sedemikian inikah ilmu yang kau miliki…?
Kami bersusah payah datang mengendarai unta dari Irak dan kamu mengatakan tidak
tahu…! ”
Imam Malik menjawab, “ Pergilah
kepada orang-orang dan katakan pada mereka, ‘Malik bin Anas tidak tahu apa-apa…!
”
Imam Malik mengingatkan, “ Ilmu
itu bukan sekadar kepandaian atau banyak meriwayatkan hadits Nabi saw, akan
tetapi ia merupakan nur yang bercahaya dalam hati. Manfaat ilmu akan
mendekatkan manusia kepada Allah serta menjauhkannya dari kesombongan. ”
Itulah Imam Malik, padahal Imam
Syafi‘i pernah menyatakan, “ Jika disebut ulama, maka Imam Malik-lah
bintangnya. ” Khalifah Abu Ja‘far al-Manshur berkata, “ Di antara keajaiban
dunia adalah otak Imam Malik. ”, Imam
Malik memiliki keistimewaan dibandingkan ulama lain dari segi pengetahuan
tentang sunnah Nabi saw. dan kecerdasan akal. Salah satu murid Imam Malik,
yaitu Muhammad bin Idris asy-Syafi‘i, juga demikian rendah hati. Imam Syafi‘i
berkata, “ Jika engkau menjawab pertanyaan dengan jawaban “ aku tidak tahu “,
maka jawabanmu benar adanya. ”
Beberapa huffâzh ( orang yang
hapal ribuan hadits ) bercerita, “ Kami melihat Imam Ahmad bin Hanbal ( di
Indonesia masyhur dengan sebutan Imam Hambali, salah satu imam madzhab ) turun
ke pasar Baghdad dan membeli tali pengikat kayu bakar lalu memikulnya di
punggungnya. Tatkala orang tahu, para penjual meninggalkan jualannya, para
pedagang meninggalkan dagangannya dan orang yang berlalu berhenti untuk memberi
salam kepadanya. Mereka berkata, “ Kami bawakan kayu bakarmu.”
Tangannya pun bergetar, mukanya
memerah dan matanya menangis. Dia berkata, “ Kita adalah kaum miskin, kalaulah
bukan karena Allah niscaya terungkap aib kita’. ”
Abdullah, putra Imam Ahmad
bercerita, “ Terompah ayahku dipakainya selama delapan belas tahun. Setiap kali
berlubang, dia sendiri yang menambalnya, sedangkan dia adalah imam dunia. ”
Betapa rendah hati beliau, padahal beliau hapal Al-Qur’an dan ribuan hadits.
Imam Ahmad juga menulis al-Musnad dari hapalannya — empat ribu hadits — termasuk
salah satu musnad terbesar. Imam Syafi‘i, guru beliau pun pernah berkata, “ Aku
keluar dari Baghdad dan penduduknya waktu itu dua juta jiwa. Demi Allah, aku
tidak menemui orang paling tahu tentang Allah, paling zuhud, paling alim dan
paling mencintaiku selain Ahmad bin Hanbal. ”
Ibnu Athaillah berpesan, “ Orang
yang menghormatimu, sebenarnya ia hanya menghormati keindahan tutup yang
diberikan Allah untuk ( menutupi aib ) mu. Maka, yang wajib dipuji adalah Dzat
yang menutupi ( aib ) mu. ”
Manusia itu tempat salah dan aib.
Apabila ada orang memuji kita, itu bukanlah karena kehormatan yang ada pada
diri kita, akan tetapi karena Allah menutupi aib kita dengan menampakkan
kebaikan kita. Itu semua berkat penutup yang sangat indah dari Allah Jalla
Jalâluh. Karunia Allah dan penutup indah ini hendaklah disyukuri, bukan untuk
disombongkan.
Untuk menjaga agar tetap rendah hati,
mari kita renungkan bersama terjemah firman-firman Allah berikut ini : Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun,
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur ( menggunakannya
sesuai petunjuk Ilahi untuk memperoleh pengetahuan ) ( QS an-Nahl : 78 )
وَمَاۤ أُوْتِيْتـُمْ مِنَ ٱلْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيْلاً Kamu
tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit ( QS al-Isrâ’ : 85 )
Katakanlah, “ Kalau sekiranya
lautan menjadi tinta untuk ( menulis ) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis ( ditulis ) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun
Kami datangkan tambahan sebanyak itu ( pula ).” ( QS al-Kahfi : 109 )
Al-Qur’an menggarisbawahi bahwa
rahasia ilmu Allah hanya tercurah kepada mereka yang tidak menyombongkan diri.
Aku akan memalingkan orang-orang
yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari
tanda-tanda kekuasaan-Ku. ( QS al-A‘râf : 146 )
Rasulullah Muhammad saw. juga
mengingatkan kita :
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوْهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللهُ النَّارَ
Siapa menuntut ilmu untuk
mendebat ulama ( karena riya’ dan harga diri ), atau untuk mempecundangi orang-orang
bodoh, atau untuk memalingkan muka orang-orang ke arah dirinya ( sehingga
namanya terkenal sebagai orang alim ), maka niscaya Allah akan memasukkannya ke
dalam neraka. ( HR Tirmidzi dan Ibnu Majah )
Imam Syafi‘i pernah menggubah
kata-kata bersayap, “ Aku mengeluh pada guruku tentang kelemahan hapalanku,
maka dituntunnya aku agar meninggalkan kemaksiatan “
Diajarkannya kepadaku bahwa ilmu
adalah cahaya, sedang cahaya Allah tidak dianugerahkan kepada si durhaka.
Ja‘far ash-Shadiq menuturkan, “ Pengetahuan
bukanlah apa yang diperoleh melalui proses belajar-mengajar, tetapi cahaya yang
ditampakkan Tuhan ke dalam hati orang-orang yang dikehendaki-Nya. ”
Hikam Ibnu atthoilah
Salam Penuh Cinta
Assalamu'alaika ya Rasulullah....
Assalamu'alaika ya Habiballah....
Allohumma sholi wa salim wabarik
ala sayyidina Muhammad wa ala aali wa shohbihi ajmaiin
No comments:
Post a Comment