Maraknya kelompok Masyarakat yang kerap menyalah-nyalahkan
Amaliah Umat Islam Indonesia harus dipandang sebagai sesuatu kesalahan dalam
mempelajari Ajaran Agama. Kelompok tersebut belum bisa membedakan antara Budaya
dan Ajaran dalam Islam.
Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia
( Lakpesdam ) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ), H Marzuki Wahid menuturkan bahwa jelas berbeda
antara Budaya dan Ajaran Agama dalam Islam.
Untuk memahami keduanya, umat islam dituntut untuk mengerti
isi kandungan dalam Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas.
Ia menjelaskan, Budaya adalah Tradisi yang diciptakan serta
dikembangkan oleh Umat Manusia dalam kurun waktu tertentu. Sementara Ajaran
Agama Islam adalah nilai Substansi dari agama Islam yang berasal dari firman
Allah.
Ia merinci, Budaya dalam Islam seperti Shalat menggunakan
Sarung atau Shalat menggunakan Mukena. Allah, kata Marzuki, hanya menjelaskan
dalam Al-Qur’an bahwa ketika Shalat wajib menutup aurat, jadi tidak harus
dengan sarung dan mukena.
“ Sarung dan Mukena itu
hasil dari Kreasi Manusia menterjemahkan Firman Allah melalui Akal Manusia ” kata Marzuki Wahid pada kegiatan Millenial
Youth Camp for Moderate Leader di Bogor Jawa Barat,
Dosen IAIN Cirebon ini menegaskan, masih banyak Budaya Arab
yang dianggap sebagai Ajaran Islam, padahal prilaku tersebut sebatas Budaya
Masyarakat Arab. Penyebabnya adalah karena Islam diturunkan di Makkah sehingga
ajarannya sangat kental dengan kondisi Arab kala itu.
Untuk menghindari kesalah-pahaman dalam memahami Budaya dan
Ajaran Agama, maka diperlukan Pemahaman Masyarakat terhadap sumber rujukan
Islam yaitu Al-Qur’an,Hadits Nabi,Ijma’
dan Qiyas, barulah kemudian memposisikan
Akal dan Realitas sebagai Instrumen untuk menyimpulkan apa yang dimaksud dari
Ajaran tersebut.
“ Semua itu ‘kan ( Al-Qur’an,
Hadits ) teks, apakah bisa berbicara ? Tidak !
Siapa yang menerjemahkan…? Manusia !
Dan memang selain Al-Qur’an, Hadits masih ada sumber lain, namanya
Akal.
Tidak mungkin tanpa Akal Al-Qur’an bisa berbicara. Kita punya potensi di Akal tapi kalau hanya
membaca Al-Qur’an dan Hadits saja itu Tekstual karena butuh banyak pendalaman
melihat Konteksnya ” ucapnya.
No comments:
Post a Comment