Meski ada pengobatan modern, hingga kini orang Indonesia,
terutama di Jawa, tetap akrab dengan kerokan saat merasa tidak enak badan.
Seorang Guru Besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret ( UNS ) Solo Prof Didik Gunawan Tamtomo meneliti manfaat kerokan. Penelitian
itu dilakukan tahun 2003-2005.
” Kerokan adalah kearifan lokal. Pasien saya menyatakan, kalau
belum kerokan, belum puas,” kata Didik di Solo.
Pada tahap awal, Didik melakukan survey kuantitatif dan kualitatif.
Hasilnya, dari 390 responden berusia 40 tahun keatas yang mengembalikan kuesioner,
hampir 90 persen mengaku kerokan saat ” masuk angin ”.
Responden Didik adalah para pasien, tetangga, dan pedagang di
pasar. Para responden meyakini manfaat kerokan untuk menyembuhkan ” masuk angin
”.
Istilah ” masuk angin ” sebenarnya tidak dikenal dalam dunia kedokteran.
Masuk angin merujuk pada keadaan perut kembung, kepala pusing, demam ringan,
dan otot nyeri.
Kerokan di Indonesia biasanya menggunakan uang logam ataupun alat
pipih tumpul yang digerakkan di kulit secara berulang-ulang menggunakan minyak sebagai
pelicin.
1. Tidak merusak
Padatahap kedua, Didik menjadikan dirinya sebagai obyek penelitian.
Ia mengerok bagian tangannya lalu di biopsi, yaitu diambil sedikit jaringan kulit
epidermisnya (kulitari) untuk pemeriksaan mikroskopis.
” Selama ini ada anggapan, orang yang sering dikerok kulitnya akan
rusak, pori-pori kulitnya membesar, atau pembuluh darahnya pecah. Namun, hasil pemeriksaan
di laboratorium patologi anatomi UNS menunjukkan tidak ada kulit yang rusak atau
pun pembuluh darah yang pecah, tetapi pembuluh darah hanya melebar,” kata
Didik.
Melebarnya pembuluh darah membuat aliran darah lancar dan pasokan
oksigen dalam darah bertambah. Kulit ari juga terlepas seperti halnya saat luluran.
2. Meningkatkan endorfin
Penelitian tahap akhir adalah penelitian biomolekuler, yakni pemeriksaan
darah dari orang yang kerokan dan orang yang tidak kerokan. Didik mengumpulkan sejumlah
orang dengan kondisi serupa, seperti berat badan, usia, dan mengalami nyeri otot
sebagai salah satu ciri ”masuk angin”.
Semua responden adalah perempuan karena mereka dinilai lebih suka
kerokan dari pada laki-laki.
Para responden dibagi dalam dua kelompok dan menjalani pemeriksaan
darah. Kelompok pertama kemudian dikerok, sedangkan kelompok kedua tidak. Seluruh
responden selanjutnya diperiksa lagi darahnya. Ada empat hal yang diamati,
yakni perubahan kadar endorfin, prostaglandin, interleukin, serta komplemen C1
dan C3.
Hasilnya, kadar endorfin orang-orang yang dikerok naik signifikan.
Peningkatan endorphin membuat mereka nyaman, rasa sakit hilang, lebih segar,
dan bersemangat.
3. Kadar prostaglandin turun.
Prostaglandin adalah senyawa asam lemak yang antara lain berfungsi
menstimulasi kontraksi rahim dan otot polos lain serta mampu menurunkan tekanan
darah, mengatur sekresi asam lambung, suhu tubuh, dan memengaruhi kerja sejumlah
hormon.
Di sisi lain, zat ini menyebabkan nyeri otot. Penurunan kadar
prostaglandin membuat nyeri otot berkurang.
” Adapun perubahan komplemen C3, C1, dan interleukin yang
menggambarkan adanya reaksi peradangan tidak signifikan,” kata Didik.
Ia menyarankan, kerokan sebaiknya dimulai dari atas kebawah di
sisi kanan dan kiri tulang belakang, dilanjutkan dengan garis-garis menyamping
di punggung bagian kiri dan kanan. Alat pengerok dipegang 45 derajat agar saat bergesekan
dengan kulit tidak terlalu sakit.
Salah satu unsure dalam kerokan yang mendukung pengobatan adalah
hubungan emosional antara orang yang dikerok dan orang yang mengerok. ” Ibu
yang mengerok anaknya sambil bercerita merupakan unsur biopsikososial dalam pengobatan
yang kini digalakkan dalam pengobatan modern,” kata Didik.
No comments:
Post a Comment