Mengungkap Ayah Kandung Ken Arok
Ken Arok adalah pendiri Kerajaan Singosari. Ejaan nama
sebenarnya adalah Ken Angrok, sejak muda dikenal sebagai pimpinan para pencuri,
perampok dan penjahat yang kerap membuat keonaran.
Namun siapa sangka sosok penjahat bisa menjadi raja besar
dimulai sejak membunuh Akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung dan menikahi
istrinya, Ken Dedes yang dikenal sangat cantik jelita serta konon membawa wahyu
keprabon.
Bahkan, sosok yang dikabarkan sebagai " penjahat "
itulah yang dipuja-puja sebagai leluhur bagi para raja Majapahit, negeri besar
dan adidaya setelah keruntuhan Singosari. Sosok yang namanya termasyur, Sri
Rajasa san Amurwabhumi.
Sejarah mengenai jati diri Ken Angrok memang tertutup sejak lahir.
Asal-usul siapa ayahnya tidak jelas. Banyak yang mengira, Ken Angrok berasal
dari kalangan masyarakat Sudra yang beruntung bisa menjadi raja.
Nama Ken Arok sendiri tidak terdapat dalam Nagara kretagama ( 1365
). Naskah tersebut hanya memberitakan bahwa pendiri Kerajaan Tumapel
merupakan putra Bhatara Girinatha yang
lahir tanpa ibu pada tahun 1182.
Pada tahun 1222 Sang Girinathaputra mengalahkan Kertajaya raja
Kadiri. Ia kemudian menjadi raja pertama di Tumapel bergelar Sri Ranggah
Rajasa. Ibu kota kerajaannya disebut Kutaraja ( pada tahun 1254 diganti menjadi
Singasari oleh Wisnuwardhana ).
Sri Ranggah Rajasa meninggal dunia pada tahun 1227 ( selisih
20 tahun dibandingkan berita dalam Pararaton ). Untuk memuliakan arwahnya
didirikan candi di Kagenengan, di mana ia dipuja sebagai Siwa, dan di Usana, di
mana ia dipuja sebagai Buddha.
Adapun menurut Pararaton Ken Arok dilahirkan oleh Brahma
melalui seorang wanita dusun yang baru menikah. Yaitu Ken Endok dan Gajahpara,
dewa Brahma mengenakan perjanjian kepada istri Gajahpara ( Ken Endok ) :
" Jangan kamu bertemu dengan laki mu lagi, kalau kamu bertemu
dengan suami mu, ia akan mati, lagi pula akan tercampur anak ku itu, nama anak ku
itu : Ken Angrok, dia lah yang kelak akan memerintah tanah Jawa ".
Ken Arok atau sering pula ditulis Ken Angrok ( lahir : 1182 –
wafat : 1227 / 1247 ) setelah lahir ibunya ( Ken endok ) meletakkan Ken Arok di
atas sebuah kuburan ketika baru saja melahirkan dan tubuh Ken Arok yang
memancarkan sinar menarik perhatian Ki Lembong, seorang pencuri yang kebetulan
lewat. Ki Lembong mengambilnya sebagai anak dan membesarkannya, serta mengajarkannya
seluruh keahliannya.
Kidung Harsawijaya menyebut Ken Angrok sebagai keturunan dewa
yang lahir tanpa melalui kandungan atau tidak beribu. Sedangkan Kidung
Harsawijaya menyebut Ken Anrok keturunan
orang Pankur, anak Ni Ndok, yang menjadi raja dengan gelar Sri Rajasa.
Ahli efigrafi Boechari
menyebut tindakan yang tidak senonoh oleh Brahma sebagai pemerkosaan.
Tetapi, siapa pelakunya, yang dilambangkan sebagai dewa Brahma…? Boechari
menafsirkan penulis kitab Pararaton berusaha menutupi kenyataan bahwa pemerkosa
Ken Endok ialah orang yang berkuasa atas wilayah dan rakyat di daerah tersebut.
Jika merujuk kitab hukum pada masa itu, pemerkosaan termasuk
tindak pidana paradara; si pemerkosa bisa dijatuhi hukuman mati. Bahkan ada
pasal yang menyebutkan suami perempuan yang diperkosa berhak membunuh si
pelanggar kesusilaan itu.
“ Sebagai penguasa atau san amawa bhumi, dia luput jangkauan
hukum, bahkan dia mempunyai kekuasaan untuk menyingkirkan laki-laki yang
menjadi suami sah dari wanita yang berkenan di hatinya. "
Ken Arok lahir dari rahim seorang ibu yang bernama Ken Endok.
Nama aslinya adalah Astia, kembang dusun Pangkur nan cantik mempesona. Ia
kemudian dipersunting oleh seorang Maharesi yang bernama Resi Agung Sri
Yogiswara Girinata pemimpin Padepokan Girilaya yang sangat terkenal pada waktu
itu.
Tetapi karena selama sepuluh tahun tak pernah “ disentuh ”,
akhirnya Ken Endok berpaling hati dengan seorang pemuda yang kebetulan
menolongnya pada saat mendapat kecelakaan di hutan. Pemuda itu bernama Gajah
Para.
Dikisahkan saat itu, Ken Ndok yang bersama suaminya, Gajah
Para sedang berada di sebuah hutan untuk berburu kayu. Keduanya merupakan
pengantin baru yang baru saja melaksanakan pawiwahan ( pesta pernikahan ).
Saat di hutan, kecantikan Ni Endhog memikat ksatria Panjalu
yang sedang berburu kijang di hutan. Perempuan desa itu akhirnya diminta "
melayani " sang ksatria selama dua bulan.
Dengan kata lain, Ken Ndok harus rela dikawini sang kesatria
selama mengembara berburu di hutan, yakni sekitar dua bulan. Selama itu pula,
suaminya dilarang untuk menyentuh istri sahnya sendiri.
Waktu itu, seorang kawula yang memiliki kasta sudra tidak akan
berani menentang perintah dari golongan ksatria. Karenanya, wajar jika seorang
gadis kampung berkasta sudra pun hanya menurut bila diminta menjadi istri
ksatria.
Singkat cerita sebagaimana tercantum dalam buku Katuturanira
Ken Angrok Sang Brahmaputra ( 2017 ), jati diri kesatria yang berburu hewan
tersebut adalah Raja Panjalu ( Kadiri ) bernama Mapanji Kamesywara. Nama
kecilnya adalah Rahadyan Kuda Rawisrengga dan dikenal masyarakat luas dengan
nama Panji Asmarabangun.
Sri Maharaja Kamesywara meminta Ken Ndok untuk merahasiakan
hubungannya. Maharaja juga meminta, seandainya Ni Endhog hamil, jangan sampai
dinodai dengan benih Gajah Para, suaminya sendiri. Pesan itu dipegang teguh
oleh Ni Endhog.
Gajah Para sebetulnya memendam amarah dengan istrinya. Namun
dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika Gajah Para berniat berhubungan dengan
istrinya dan ditolak karena sudah mengandung benih jabang bayi dari Raja
Panjalu, Gajah Para berbuat semakin menjadi-jadi.
Dia menyebarkan warta kepada penduduk desa bahwa istrinya itu
dihamili olehnya. Ternyata, kehidupan Ni Endhog diawasi oleh telik sandi ( intelejen
) dari Kerajaan Panjalu ( sekarang dikenal dengan Kadiri ).
Akibat perbuatannya itu, Gajah Para mendadak tewas mengenaskan
tanpa diketahui siapa pelakunya. Gajah Para tidak mengetahui jika ksatria yang
" meminjam " istrinya dulu adalah Maharaja Panjalu.
Sang jabang bayi akhirnya lahir. Karena suatu hal, si jabang
bayi sempat dibuang di pasetran pabajangan ( pemakaman bayi ) dan ditemukan
oleh seorang maling bernama Ki Lembong. Dari sinilah, pengembaraan bayi bernama
Ken Angrok dimulai.
Ia dibesarkan dalam keluarga maling. Selanjutnya saat
menginjak usia dewasa, ia mengembara hingga terlibat konflik dengan seorang
Akuwu dari Tumapel bernama Tunggul Ametung.
Sang Akuwu punya istri cantik bernama Ken Dedes. Sebelum
mengenal Ken Dedes, Ken Angrok sebetulnya sudah menikah dengan gadis bernama
Umang.
Saat Ken Angrok membawa Umang kepada ibunya, Ken Ndok itulah,
jati diri Ken Angrok terungkap. Sebelumnya, Ken Angrok sudah diberi tahu oleh
seorang brahmana bernama Janggan Wilutama yang mengurusi Pashraman Sagenggeng.
Pashraman seperti pesantren dalam Islam, tetapi tempat
pengajaran agama Syiwaphaksa ( ajaran Syiwa, sekarang dikenal Hindu ). Janggan
Wilutama mengatakan jika Ken Angrok bukanlah orang biasa, pasti memiliki darah
ksatria.
Karena itu, Ken Angrok diminta jujur. Tapi Ken Angrok masih
tidak tahu siapa ayahnya yang sebenarnya, sehingga menanyakan kepada ibunya
saat pulang ke kampung halaman.
Namun, ibunya meminta agar Ken Angrok tetap merahasiakan jati
dirinya. Itulah pesan yang disampaikan ramanya dulu.
Sang ibunda, Ken Ndok lantas bercerita mengenai sejarah dan
riwayat Ken Arok. Ayah sesungguhnya Ken Angrok adalah Maharaja Sri Kamesywara,
penguasa Panjalu.
Leluhur Mapanji Kamesywara adalah Prabu Jayabaya, Raja Panjalu
( Kadiri ) yang berhasil menyatukan Janggala ke dalam kekuasaannya. Nama
kecilnya Raden Kudarawisrengga atau Panji Hino Kerthapati.
Karena kisah cinta segitiganya dengan Dyah Ayu Sasi Kirana ( Candra
Kirana ) dan Rara Anggraeni, ia dikenal masyarakat luas dengan Panji
Asmarabangun. Cerita cinta ayahnya Ken Angrok begitu melegenda sehingga
digemari masyarakat dalam pentas-pentas kesenian rakyat.
Namun, kisah cinta sang ayah dengan ibunya yang hanya
perempuan desa dari golongan sudra, tertutup rapat dan dirahasiakan. Tapi siapa
sangka jika anaknya kelak menjadi raja besar Tanah Jawa.
Sang ayah sendiri tewas di tangan seorang Akuwu ( kepala
daerah ) bernama Tunggul Ametung dalam perang saudara. Sri Kamesywara
seharusnya berkedudukan di Daha, ibu kota Panjalu.
Tapi ia lebih suka tinggal di Janggala, negara bawahan
Panjalu. Lantaran konflik internal yang berkepanjangan, Sang Maharaja Panjalu
yang tinggal di Kedaton Jenggala justru diserang oleh pasukan Panjalu yang
dipimpin saudaranya sendiri.
Saat Tunggul Ametung bermasalah dengan brahmana, Ken Angrok
tampil berada di pihak brahmana. Sebuah kebetulan, Tunggul Ametung ternyata
orang yang membunuh ayah kandung Ken Angrok sehingga semangat perlawanannya
semakin berkobar.
Akhir cerita, Ken Angrok berhasil membunuh Tunggul Ametung,
menikahi Ken Dedes dan mengangkat dirinya sebagai Akuwu Tumapel. Wilayah
Tumapel atas dukungan dari para brahmana, mendeklarasikan diri sebagai wilayah
yang merdeka diberi nama Singosari.
No comments:
Post a Comment