Ilmu kebal itu sesungguhnya tidak ada. Kalau ilmu kebal itu
ada kenapa Rasulullah SAW giginya sampai patah pada saat perang Uhud….? ”
tanyanya.
Selaras dengan kata-kata tersebut, saya pun teringat dengan
perkataan seorang Non muslim yang apriori terhadap kelebihan dan keistimewaan
Baginda Rasulullah SAW. Begini katanya :
“ Kalau Nabi Muhammad itu benar seorang Nabi, kenapa tidurnya
di atas sehelai tikar tua yang terbuat dari pelepah kurma…? Kenapa dia tidak
meminta kaya saja…? Bukankah dia kekasih Allah….? Kalau benar dia kekasih
Allah, maka jangankan kekayaan, meminta apa pun pasti akan diberikan oleh Allah..”
Perkataan si Non muslim itu memang benar adanya. Tapi
masalahnya Rasulullah ﷺ tidak menginginkan semua itu.
Bisa saja beliau meminta kekayaan sebesar dan sebanyak apa pun, dan Allah SWT
pasti akan memberikannya.
Dengan demikian, secara logika sederhana, beliau juga bisa
meminta tubuhnya kebal senjata, sehingga tak perlu giginya patah saat perang
Uhud. Bahkan, sebagai kekasih Allah SWT, beliau bisa minta lebih dari itu.
Misalnya, beliau tak perlu berperang mengangkat pedang saat menghadapi kaum
kafir Quraisy. Cukup meniupnya dan semua musuh Islam itu mati bertumbangan di
atas padang gurun yang gersang dan tandus.
Tapi sekali lagi, Rasulullah ﷺ tidak menginginkan semua
itu. Bahkan dalam sebuah hadits
diriwayatkan, bahwa ketika Rasulullah ﷺ masih hidup bersama
putrinya, Sayyidatuna Fatimah Az-Zahra, terjadilah suatu peristiwa yang sangat
menyentuh keimanan.
Saat itu, Fatimah Az-Zahra mengadu dan meminta kepada
Rasulullah ﷺ untuk diberikan sejumlah perhiasan emas untuk dirinya
sendiri. Fatimah ingin seperti perempuan kaya Quraisy pada umumnya yang memakai
perhiasan emas dan permata yang mentereng.
Mendengar rengekan putri terkasihnya, Rasulullah ﷺ pun
mengajaknya ke sebuah sumur tua. Ketika tiba di sumur itu, kemudian Rasulullah ﷺ
mengangkat sesuatu dari dalam sumur tersebut dan ternyata yang diangkat adalah
perhiasan emas bertabur intan permata yang sangat banyak jumlahnya.
Seketika itu, Rasulullah ﷺ bersabda, “ Ambillah,
wahai Fatimah...! ”
Fatimah pun mengambil perhiasan tersebut dengan perasaan
malu-malu. Namun, dirinya hanya mengambil satu perhiasan saja.
Rasulullah ﷺ kemudian bertanya, “ Cukupkah,
wahai Fatimah…? ”
“ Cukup ya Rasulullah, ” jawab Fatimah.
Lebih lanjut, Rasulullah ﷺ membacakan sebuah ayat
kepada putrinya, Fatimah Az-Zahra. Ayat tersebut artinya :
“ Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan
Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barang siapa yang menghendaki
keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan
tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat. ” ( QS. Asy-Syuraa 20 )
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda : “ Ketahuilah
wahai Fatimah, dengan kamu mengambil satu itu, sudah mengurangkan kebahagiaan
kamu nanti di akhirat. ”
Mendengar sabda Ayahandanya, Sayyidatuna Fatimah Az-Zahra pun
segera mengembalikan perhiasan tersebut kepada Ayahnya. Dia tidak bisa dan tak
sanggup menukarkan akhirat yang kekal dengan dunia yang sedikit dan fana.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Hakim, Ibnu Hibban
dan Ahmad, dikisahkan pula. bahwa suatu hari Umar bin Khaththab radhiyallahu
'anhu menemui Rasulullah ﷺ, lalu Umar mendapati beliau
tengah berbaring di atas sebuah tikar usang yang pinggirnya telah lapuk. Jejak
tikar itu membekas di belikat beliau, sebuah bantal yang keras membekas di
bawah kepala beliau, dan jalur kulit samakan membekas di kepala beliau.
Umar juga melihat, di salah satu sudut kamar itu terdapat
gandum sekitar satu gantang. Di bawah dinding terdapat qarzh ( semacam tumbuhan
untuk menyamak kulit ).
Melihat pemandangan itu semua, air mata Umar tak terasa
meleleh. Ia tidak kuasa menahan tangis karena iba dengan kondisi pimpinan
tertinggi umat Islam itu.
Rasulullah ﷺ melihat air mata Umar yang
berjatuhan, lalu bertanya, “ Apa yang membuatmu menangis, Ibnu Khaththab ? ”
Umar menjawab dengan kata-kata yang bercampur aduk dengan air
mata dan perasaannya yang terbakar, “ Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak
menangis, sedangkan tikar ini membekas di belikat Anda, dan aku tidak melihat
apa-apa di lemari Anda. Kisra dan Kaisar duduk di atas tilam dari emas dan
kasur dari beludru dan sutera, dan dikelilingi buah-buahan dan sungai-sungai,
sementara Anda adalah Nabi dan manusia pilihan Allah…! ”
Lalu Rasulullah ﷺ menjawab dengan senyum
tersungging di bibirnya, “ Wahai Ibnu Khaththab, kebaikan mereka dipercepat
datangnya, dan kebaikan itu pasti terputus. Sementara kita adalah kaum yang
kebaikannya ditunda hingga hari akhir. Tidakkah engkau rela jika akhirat untuk
kita dan dunia untuk mereka…? ”
Umar menjawab, “ Aku rela... ”
Dalam riwayat lain disebutkan, Umar berkata : “ Wahai
Rasulullah, sebaiknya Anda memakai tikar yang lebih lembut dari tikar ini. ”
Lalu, Rasulullah ﷺ menjawab, “ Apa urusanku
dengan dunia ? Perumpamaan diriku dengan dunia itu tidak lain seperti orang
yang berkendara di suatu hari di musim panas, lalu ia berteduh di bawah sebuah
pohon, kemudian ia pergi dan meninggalkannya..” ( HR. Tirmidzi )
Dari kedua riwayat hadits sahih di atas, kiranya tergambar
seperti apa sikap Rasulullah ﷺ terhadap dunia ini. Jangankan
cuma meminta kebal senjata atau harta kekayaan seisi dunia, bahkan menembus
langit ketujuh beliau mampu. Tapi masalahnya beliau tidak menghendaki semua itu.
Di sinilah letak perjuangan Rasulullah ﷺ yang
benar-benar ingin memperlihatkan sisi kemanusiaannya, karena beliau sangat
khawatir akan dituhankan sebagaimana telah terjadi pada Rasul pendahulunya,
yaitu Nabi Isa 'alaihissalam yang karena begitu banyak sisi-sisi di luar nalar
manusia normal, maka Isa kemudian dituhankan oleh pemeluk Nasrani.
Rasulullah benar-benar menjalani hidupnya dengan natural
seperti pada umumnya manusia. Adapun pemberian mukjizat, itu semua beliau
serahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Tapi beliau tidak menggunakannya untuk
kepentingan pribadinya. Seperti misalnya minta kekayaan atau meminta tubuhnya
kebal senjata.
Sekarang mari kita renungkan bersama pertanyaan-pertanyaan
berikut ini :
“ Jika Nabi Muhammad ﷺ tidur di atas tikar tua
yang terbuat dari pelepah kurma, apakah kita umatnya tidak boleh tidur di atas
spring bed atau kasur latek yang empuk…? ”
“ Jika Rasulullah ﷺ pernah mengganjal
perutnya dengan batu karena menahan lapar, apakah kita umatnya tidak boleh
berharap kekayaan…? ”
Pasti ajaran Islam tidak melarang kedua hal tersebut, bukan…?
Kamu boleh tidur di atas kasur yang paling mahal sekalipun asalkan kamu tidak
berpaling dan selalu bersyukur terhadap nikmat Allah SWT.
Kamu juga boleh hidup sekaya apa pun asalkan diperoleh dengan
halal dan hartamu digunakan di jalan Allah SWT.
Demikian halnya dengan ilmu kebal. Apakah karena sebab
Rasulullah ﷺ giginya patah sewaktu perang Uhud, maka ilmu kebal tidak
diperbolehkan…?
Saya sangat meyakini, bahwa ilmu apa pun boleh dipelajari
selama itu tidak menduakan Allah SWT. Artinya, selama ilmu itu bersumber dari
kitab suci, ya no problem. Bahkan, menurut saya, jika ada yang mengatakan ilmu
kebal itu tidak ada sama saja dengan meremehkan kemukjizatan Al Qur'an.
Ilmu kebal sendiri sebenarnya tergolong menjadi lima bagian
atau tahapan. Yang pertama, kebal terhadap bacokan senjata tajam ( sajam ).
Tingkat kedua, kebal dari tusukan. Tingkat ketiga adalah kebal dari sayatan.
Tingkat keempat, kebal dari senjata api. Dan terakhir yang kelima adalah
tingkatan kebal bahkan rambut pun tidak bisa putus.
Tak lupa saya ingatkan juga, bahwa saya selalu menekankan,
ketika menirakati Ilmu Hikmah, niatnya jangan ingin sakti atau kebal. Tapi
niatkan semata-mata hanya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan
demikian Insya Allah ilmu kamu akan membawa keberkahan bagi hidupmu.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, sebagai umat Islam yang baik,
marilah kita tetap menjadi pribadi yang mencintai akhirat daripada dunia. Dunia
ini fana dan akan musnah pada waktunya. Karena itu, jangan pernah menjauh dari
Allah SWT.
Semua yang ada di dunia ini tak ada yang abadi dan pastinya
akan rusak. Namun berbeda dengan kehidupan di akhirat. Di sana manusia akan
kekal selama-lamanya dan kesenangannya pun tak terbatas.
Jadi, sebagai umat Islam yang baik ini, tetaplah menjadi
pribadi yang mencintai akhirat daripada dunia. Dunia ini fana dan sudah pasti
akan musnah pada waktunya.
No comments:
Post a Comment