Ini Penjelasan Habib Luthfi bin yahya
Tidak ada yang mengelak bahwa Nabi Muhammad SAW adalah manusia
paling baik, bahkan sempurna. Satu bukti, ia digelari Al-Amin ( seorang yang
jujur ) oleh kaum Quraisy di zaman pra Islam.
Namun demikian, seluruh keturunan yang mempunyai nasab
langsung ke Nabi tidak menjamin bahwa akhlak orang tersebut baik.
Alasan untuk persoalan tersebut dijelaskan secara lugas oleh
Pimpinan Majelis Kanzus Sholawat Pekalongan Habib Luthfi bin Yahya, Selasa ( 24
/ 1 ) lalu saat menerima rombongan Anjangsana Islam Nusantara STAINU Jakarta di
kediamannya.
Rais Aam Idarah Aliyah Jamiyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah
An-Nahdliyah (JATMAN) ini menerangkan, meskipun mempunyai nasab langsung ke
Rasulullah, belum tentu akhlak orang itu baik karena ini persoalan ma’shum ( dilindungi
Allah dari dosa ).
“ Jangan heran jika ( keturunan Nabi ) ada yang berakhlak
tidak baik, lah wong mereka tidak di-ma’shum kok, ” tutur Habib Luhtfi dengan gaya
bicaranya yang khas.
Dengan demikian, menurutnya, belajar dan memahami sejarah
secara tuntas sebagai cerminan berpikir dan bertindak menjadi langkah penting,
termasuk sejarah perjalanan Nabi Muhammad yang penuh dengan teladan baik dan
akhlak yang mengesankan.
Sebutan Habib
Beberapa waktu lalu dalam kunjungannya ke ndalem Gus Mus, Prof
HM. Quraish Shihab mengatakan bahwa : sebutan Habib mempunyai makna orang yang
dicintai sekaligus mencintai.
Jadi menurut penulis Kitab Tafsir al-Misbah ini, seseorang dengan
sebutan Habib tidak hanya ingin dincintai, tetapi juga harus mencintai.
Prof Quraish memberikan penekanan bahwa ada persoalan mendasar
terkait sebutan Habib, yaitu akhlak. Terkait dengan akhlak ini, menjadi alasan
fundamental bahwa tidak semua keturunan Rasulullah bisa disebut habib.
Dari beberapa literatur, keturunan Nabi dari Sayyidina Husein
disebut sayyid, sedangkan dari Sayyidina Hasan disebut assyarif.
Hasan dan Husein merupakan putra Sayyidah Fatimah binti
Muhammad dari hasil pernikahannya dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Selama ini, sebutan habib harus melalui komunitas dengan
berbagai persyaratan yang sudah disepakati. Hal ini ditekankan oleh organisasi
pencatat keturunan Nabi, Rabithah Alawiyah. Di antaranya cukup matang dalam hal
umur, memiliki ilmu yang luas, mengamalkan ilmu yang dimiliki, ikhlas terhadap
apapun, wara atau berhati-hati, serta bertakwa kepada Allah.
Tak kalah pentingnya, Rabithah Alawiyah yang dipimpin oleh
Habib Zen bin Smith ( salah satu Mustasyar PBNU ) menekankan bahwa akhlak yang
baik menjadi salah satu alasan utama keturunan Nabi disebut Habib.
Apakah HABIB Itu Pasti Benar Amalannya…?
Apakah Surga Ada Di
Genggaman Tangannya…?
Enak Banget Jika Jadi
Habib…
Walau Engkau Seorang Habib …
Habib sudah ma’ruf di tengah-tengah kita adalah seorang
keturunan Nabi. Namun kadang kita lihat tingkah laku mereka aneh.
Para habib kadang membuat-buat amalan sendiri, padahal tidak
pernah diwariskan oleh leluhur mereka. Siapa yang jelek amalnya, maka tidak ada
manfaat kedudukan atau nasab mulianya.
Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
وَمَنْبَطَّأَبِهِعَمَلُهُلَمْيُسْرِعْبِهِنَسَبُهُ
“ Barangsiapa yang lamban amalnya, maka nasabnya tidak bisa
mengejarnya ” ( HR. Muslim no. 2699, dari Abu Hurairah ).
Hanya Dengan Beramal, Semakin Mulia di Akhirat
Allah Ta’ala berfirman,
وَلِكُلٍّدَرَجَاتٌمِمَّاعَمِلُوا
“ Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah
mereka kerjakan ” ( QS. Al An’am : 132 dan Al Ahqaf : 19 ). Ayat ini
menunjukkan bahwa amalanlah yang menaikkan derajat hamba menjadi mulia di
akhirat.
Nasabmu Tak Ada Guna, Walau Engkau Keturunan Nabi
Siapa yang lamban amalnya, maka itu tidak bisa mengejar
kedudukan mulia di sisi Allah walau ia memiliki nasab ( keturunan ) yang mulia.
Nasabnya itu tidak bisa mengejar derajat mulia di sisi Allah. Karena kedudukan
mulia di sisi Allah adalah timbal balik dari amalan yang baik, bukan dari
nasab. Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan dalam ayat lainnya,
فَإِذَانُفِخَفِيالصُّورِفَلَاأَنْسَابَبَيْنَهُمْيَوْمَئِذٍوَلَايَتَسَاءَلُونَ
“ Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian
nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling
bertanya. ” ( QS. Al Mu’minun : 101 )
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “ Siapa saja yang amalnya
itu kurang, maka kedudukan mulianya tidak bisa menolong dirinya. Oleh
karenanya, jangan terlalu berharap dari nasab atau silsilah keturunan dan
keutamaan nenek moyang, akhirnya sedikit dalam beramal. ” (Syarh
Shahih Muslim, 17: 21 ).
Berlombalah dalam Kebaikan Meraih Ampunan dan Rahmat Allah
dengan Amalan
Berlomba di sini bukan karena engkau keturunan Nabi atau orang
sholih, namun yang dipandang adalah siapa yang paling baik amalnya. Karena
demikianlah yang Allah perintahkan dalam berbagai ayat,
وَسَارِعُواإِلَىمَغْفِرَةٍمِنْرَبِّكُمْوَجَنَّةٍعَرْضُهَاالسَّمَوَاتُوَالْأَرْضُأُعِدَّتْلِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَيُنْفِقُونَفِيالسَّرَّاءِوَالضَّرَّاءِوَالْكَاظِمِينَالْغَيْظَوَالْعَافِينَعَنِالنَّاسِوَاللَّهُيُحِبُّالْمُحْسِنِينَ (134)
“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang
yang bertakwa, ( yaitu ) orang-orang yang menafkahkan ( hartanya ), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema’afkan ( kesalahan ) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan ” ( QS. Ali Imran : 133-134 ).
Juga dalam ayat lain disebut,
إِنَّالَّذِينَهُمْمِنْخَشْيَةِرَبِّهِمْمُشْفِقُونَ (57) وَالَّذِينَهُمْبِآَيَاتِرَبِّهِمْيُؤْمِنُونَ (58) وَالَّذِينَهُمْبِرَبِّهِمْلَايُشْرِكُونَ (59) وَالَّذِينَيُؤْتُونَمَاآَتَوْاوَقُلُوبُهُمْوَجِلَةٌأَنَّهُمْإِلَىرَبِّهِمْرَاجِعُونَ (60) أُولَئِكَيُسَارِعُونَفِيالْخَيْرَاتِوَهُمْلَهَاسَابِقُونَ (61)
“ Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan
( azab ) Rabb mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb
mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka ( sesuatu
apa pun ), dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan,
dengan hati yang takut, ( karena mereka tahu bahwa ) sesungguhnya mereka akan
kembali kepada Rabb mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat
kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” ( QS. Al Mu’minun : 57-61 ).
Jadi berlomba-lombalah dengan beramal. Beramal pun bukan
asal-asalan. Beramal itu harus sesuai tuntunan. Seandainya seorang habib
merekayasa suatu amalan yang tidak pernah ada dasarnya dari nenek moyangnya,
maka jelas amalan habib seperti ini tertolak. Karena nasab tidak ada arti saat
ini, namun siapakah yang paling baik amalnya yang sesuai tuntunan, itulah yang
paling mulia.
Fatimah ( Puteri Muhammad ) Saja Tidak Bisa Ditolong Ayahnya
Dalam shahihain disebutkan hadits dari Abu Hurairah, di mana
ia berkata,
قَامَرَسُولُاللَّهِ – صلىاللهعليهوسلم – حِينَأَنْزَلَاللَّهُعَزَّوَجَلَّ ( وَأَنْذِرْعَشِيرَتَكَالأَقْرَبِينَ ) قَالَ « يَامَعْشَرَقُرَيْشٍ – أَوْكَلِمَةًنَحْوَهَا – اشْتَرُواأَنْفُسَكُمْ،لاَأُغْنِىعَنْكُمْمِنَاللَّهِشَيْئًا،يَابَنِىعَبْدِمَنَافٍلاَأُغْنِىعَنْكُمْمِنَاللَّهِشَيْئًا،يَاعَبَّاسُبْنَعَبْدِالْمُطَّلِبِلاَأُغْنِىعَنْكَمِنَاللَّهِشَيْئًا،وَيَاصَفِيَّةُعَمَّةَرَسُولِاللَّهِلاَأُغْنِىعَنْكِمِنَاللَّهِشَيْئًا،وَيَافَاطِمَةُبِنْتَمُحَمَّدٍسَلِينِىمَاشِئْتِمِنْمَالِىلاَأُغْنِىعَنْكِمِنَاللَّهِشَيْئًا »
“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri ketika
turun ayat, ” Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. ”
( QS. Asy Syu’ara : 214 ).
Lalu beliau berkata, “ Wahai orang Quraisy -atau kalimat
semacam itu-, selamatkanlah diri kalian sesungguhnya aku tidak dapat menolong
kalian sedikit pun dari Allah. Wahai Bani ‘Abdi Manaf, sesungguhnya aku tidak
dapat menolong kalian sedikit pun dari Allah. Wahai ‘Abbas bin ‘Abdul
Muthollib, sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah.
Wahai Shofiyah bibi Rasulullah, sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit
pun dari Allah. Wahai Fatimah puteri Muhammad, mintalah padaku apa yang engkau
mau dari hartaku, sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari
Allah. ” ( HR. Bukhari no. 2753 dan
Muslim no. 206 ).
Jika Fatimah saja puteri Nabi tidak bisa ditolong oleh ayahnya
sendiri, bagaimanakah dengan keturunan di bawahnya, apalagi jika cuma pengakuan
saja sebagai keturunannya.
Padahal ada banyak orang sekedar ngaku2 keturunan beliau,
namun kenyataannya dari keturunan Persia ( bukan Quraisy ) karena cuma sekedar
bermodal hidung mancung dan tampang Arab.
Jika demikian, ritual tanpa dalil atau tanpa dasar yang biasa
disuarakan para habib dan merekalah yang jadi front terdepan dalam membelanya
tidak boleh diikuti. Karena perlu dipahami bahwa habib bukanlah nabi, sehingga
mereka tidak bisa membuat syari’at sebagaimana leluhur mereka.
Apalagi jika mereka berbuat maksiat seperti merokok, judi,
main perempuan ( alias : zina ), dan biasa mencukur habis jenggot, tentu mereka
tidak pantas jadi panutan.
“ Kemudian ditiup lagi sangkakala, maka tidak ada lagi
pertalian nasab di antara mereka hari itu. " surah al-Kahfi ayat ke-99.
Adapun tentang syafaat Rasululloh bisa di lihat dalam surah al
Anbiya ayat ke-28.
" Mereka tiada memberi syafaat, melainkan kepada orang
yang diridhai Allah "
No comments:
Post a Comment