Maaf, ngapunten, amit sewu….! Mana ada ceritanya sih Mas / Mbak,
manusia seperti kita ini menginginkan lahir dari keluarga tidak mampu. Jika
boleh memilih, rata-rata mereka ingin dilahirkan dari keluarga terpandang, kaya
raya dan jika perlu warisannya banyak.
Karena pada dasarnya setiap manusia itu menginginkan hidup
serba mapan, nyaman, terfasilitasi kebutuhannya, selalu dihormati, tidak
dipandang sebelah mata dan minimal selalu hidup senang tanpa perlu mencicipi
yang namanya hidup dalam kesusahan.
Begitu pun dalam sejarah percintaan. Tentunya ingin ketemu
jodoh yang baik, yang sudah sukses, yang cantik, yang ganteng, dari keluarga
baik-baik dan tulus mencintai pasangannya dunia akhirat.
Tapi perjalanan waktu yang sudah terlewati tidak bisa diputar.
Tuhan memiliki kehendak lain. Sebagian besar dari saudara kita ada yang
terlahir dari keluarga tidak mampu, tidak terpandang, hidup serba kekurangan
dan malah ada yang jauh lebih mengenaskan keadaannya. Belum soal perjodohan,
kadang malah dipertemukan dengan pasangan yang jauh dari apa yang diharapkannya
selama ini.
Lantas, apa iya kemudian karena memiliki orang tua yang tidak
mampu terus menyesal dan menyalahkan orang tuanya…? Apa iya gara-gara ketemu
jodoh yang jauh dari harapan kemudian nyalah-nyalahin Tuhan…?
Kalo sudah menyesal dan menyalahkan orang tua atau mungkin
memberontak Tuhan, kemudian keadaan hidup tiba-tiba berubah jadi lebih baik….?
Salah….! Bukan membaik, malah tambah runyam gak karu-karuan, gak percaya….?
Coba saja….!
Tidak ada ceritanya orang-orang yang lahir dari keluarga
mapan, kemudian terbebas dari penderitaan. Demikian pula mereka yang terlahir
dari keluarga papa, lantas tidak diberi kesempatan Tuhan hidup bahagia. Dalam
derita dan bahagia, status sosial tidak biasa menjadi jaminannya. Coba hal ini
dipahami.
Begitu pula soal jodoh, tidak ada satupun manusia yang
sempurna. Namanya manusia itu ada kelebihan dan ada kekurangannya, kalo mau
punya pasangan sempurna, kenapa gak nikah sama Malaikat saja….? Mustahil kan…!
Jangan begitu…! Kita tidak memerlukan sama sekali hal-hal yang
mendorong keadaan hidup semakin terpuruk. Memang kesenangan bisa dibeli dan
dicari, tapi kebahagiaan…? Tidak ada satupun manusia yang bersedia menjualnya
apalagi membuangnya dipinggir jalan begitu saja.
Kaya miskin adalah label kehidupan yang tidak perlu diributkan
takdirnya. Pasangan yang baik dan tidak itu hanya soal bagaimana kita belajar
menerima apa adanya.
Jangan pernah meletakkan rasa bahagia pada tali-tali
ketergantungan pada sesama. Karena sebenarnya kebahagiaan adalah keputusan diri
yang tidak perlu diragukan lagi.
Tak mengapa lahir dari keluarga tak punya, setidaknya kita
tahu bahwa kerja keras untuk menafkahi diri sendiri itu jauh lebih baik
daripada mempertahankan hidup dengan cara meminta-minta.
Sampai akhirnya kita sadar bahwa dengan banting tulang,
memeras otak, siang malam berjuang demi mengumpulkan rizki yang mungkin tidak
seberapa, itu jauh lebih berharga dibanding hidup senang tapi selalu merepotkan
orang tua.
Jika sudah seperti ini…? Penghargaan dan kemuliaan yang
semacam apa lagi yang hendak dicari…? Tuhan tidak akan mengujimu diluar
kemampuanmu, ingat itu….!
Pun demikian, pasangan yang gak sesuai harapan bisa jadi
adalah cara Tuhan mendidik kita mempraktekkan ilmu-ilmu kesabaran, yang
derajatnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kesenangan-kesenangan semu.
Setidaknya, hidup dengan segala ujiannya yang secara manusiawi
terasa berat, telah membentuk diri kita menjadi hamba yang kuat dan penuh
manfaat, Alhamdulillah.
No comments:
Post a Comment