" Gila. Jaman Jokowi ini
susah banget nyari kerja.. "
Seorang kerabat mengeluhkan
situasinya saat berkumpul ketika mudik lebaran. Ia yang lulusan S1 dari sebuah
perguruan tinggi swasta mengeluhkan betapa sempitnya lowongan pekerjaan, karena
melamar kemana-mana tidak diterima.
Dalam keputus-asaan itu, ia
membaca berita bahwa tenaga kerja asing - terutama dari China - membanjiri
negeri ini. Sempurnalah alasannya untuk mengeluh karena ada kambing hitam yang
harus ia jadikan tameng ketidak-mampuan.
Saya senyum-senyum saja di
pojokan. Sambil seruput kopi hitam dan menjulurkan kaki sambil
bermalas-malasan. Ah, ini liburan. Jadi manjakan badan sebelum nanti kembali
sibuk di kegiatan.
Mungkin banyak orang seperti
saudara saya itu diluar sana. Mereka yang kalah berkompetisi lalu menyalahkan
keadaan, bahkan sampai menyalahkan pimpinan. Ia tidak mampu menyalahkan dirinya
sendiri yang tidak cerdik melihat peluang, tidak mau mulai dari situasi
ketidak-punyaan, dan tidak berpandangan luas ke depan.
Banyak sekali orang yang
memandang bahwa bekerja itu harus kantoran. Padahal dampak dari pekerjaan
adalah mencari pendapatan dan pendapatan bisa didapat dari mana saja asal mata
kita terbuka lebar karena wawasan.
Dia sebenarnya bukan sedang mencari
kerja, tapi mencari kebanggaan. Bangga jika ada di sebuah institusi terkenal,
meski disana dia hanya jadi kacangan. Bangga dengan seragam atau kemeja rapih
dengan halusnya lipatan, meski gaji tidak cukup untuk dimakan sebulan.
Sedikit sekali orang yang
memandang bahwa bekerja itu sejatinya adalah bagian dari ekspresi diri. Dan
bagaimana ekspresi diri itu bisa mendatangkan pendapatan yang memadai. Dia
tidak mampu mengenali dirinya sendiri, " Apa yang bisa saya lakukan…? ".
Tapi lebih sibuk menghakimi, " Ini semua salah situasi…"
Seandainya saja dia mau
menggunakan gadgetnya untuk mulai mencari peluang, tentu dia sudah keluar dari
situasinya sekarang.
Tapi tidak. Dia malah sibuk
bicara politik dan membagikan berita-berita yang sesuai dengan apa yang dia
pikirkan. Dia berkawan dengan para pengeluh yang sama-sama suka menyalahkan.
Jadinya seperti anjing bergonggong bersahut-sahutan, tapi tidak bergerak dari
tempatnya meski ada sesuatu di depan..
" Sejatinya semua orang berpeluang sukses..." Kata seorang
teman dulu. " Yang membedakan adalah cara mengambil sudut pandang. Orang sukses melihat masalah menjadi
sebuah peluang, sedangkan orang gagal melihat peluang sebagai masalah
besar..."
Di tangan kita selalu diberikan
dua pilihan, positif atau negatif. Jalan hidup kita ditentukan pilihan yang
kita bangun sendiri. Dan sejak dulu - meski dalam keadaan sesulit apapun - saya
menolak melihat sesuatu dari sudut pandang negatif, karena itu menghancurkan…
Tapi apa yang harus saya katakan
padanya….?
Dia sedang jatuh cinta dengan
situasi yang membuat dia nyaman. Situasi terus menyalahkan dan mencari kambing
hitam, dimana dia bisa bersembunyi dari semua kelemahan. Tidak ada nasihat yang
bisa bermanfaat baginya, karena apapun yang tampak di matanya adalah negatif adanya..
Saya seruput secangkir kopi yang
terhidang. Secangkir kopi yang bisa ada dimana saja, di warung, di kafe bahkan
di restoran besar, tapi semua orang mencarinya karena dia memberikan kenikmatan
kepada semua orang, bukan tergantung pada nikmat yang diberikan orang..
Seruput dulu, ah.. Liburan yang
menyenangkan..
SULITNYA MENCARI KERJA...
Gara-gara kerabat yang ngeluh
tentang kerja dan menyalahkan Jokowi, saya jadi ingat seorang teman..
Kerjaan dia adalah membuat
kerajinan tangan.
Dari buah produksinya itu, dia
masukkan ke bukalapak, tokopedia, dan sekarang dia mulai dikenal. Dia juga
pamerkan di Facebook, di Instagram dan banyak orang pesan. Ia akhirnya harus
menambah orang untuk membantu dia dalam produksi. Sekarang karyawannya sudah 15
orang dan dia happy..
Seorang teman lagi kerjaannya
menulis. Dia membukukan beberapa karyanya dan sekarang menjadi ghost writer
atau penulis bayangan bagi beberapa perusahaan. Dia sering membagikan
tulisannya di Facebook dan Wattpad
Mau tahu dia kerja di mana saja…?
Di pantai sambil liburan, di
mall, bahkan di wc sambil ngeden dan pegang gadget. " Ide datang kapan
saja, jadi sayang kalau lewat tanpa jadi karya, " Katanya senang.
Seorang teman lagi, seorang
emak-emak rumah tangga, menjual rendang di online. Pada saat lebaran, pesanan
datang gila-gilaan. Dia harus mengerahkan tetangganya untuk membantunya dan
mereka datang dengan senang karena mendapat pekerjaan. Rencananya, dia mau beli
mesin untuk pengemasan.
Terakhir seorang teman, yang
selalu nongkrong di Alibaba.com melihat barang murah dari China yang bisa dipesan borongan. Barang-barang
yang dia pesan unik, menarik dan murah. Dia jual lagi di toko online dengan
harga lumayan. " Kalau internet mati, gua gak makan.." Senyumnya
lebar.
Begitu banyak peluang terbuka
ketika era internet ini ada. Tidak perlu takut dunia global menguasai, karena
untuk konsumsi lokal kitalah yang mengerti. Sektor informal adalah dunia yang
terbentang lebar. Tidak ada dalam pikiran teman-temanku itu untuk selamanya
menjadi karyawan.
" Kapan kayanya….? "
Begitu jawaban mereka standar.
Meski begitu, mereka dulunya
karyawan. Bukan karena cita-cita, tapi, " Supaya nambah pengalaman…"
Dari karyawan mereka belajar bagaimana menjalankan perusahaan. Ketika sudah
paham, mereka bergerak untuk menggapai apa yang mereka impikan.
" Apa mimpimu…? "
Tanyaku menguji. " Bekerja karena hobby…" Kata mereka pasti. " Uang
itu dampak, bukan tujuan. Punya apa-apa sendiri, itulah hidup sejati…"
Dan melihat kerabatku yang
mengeluh karena, " Semua sulit, ini pasti salah Jokowi..." saya
tersenyum lebar. Dia berarti mengingkari kemampuan dirinya yang Tuhan beri. Dia
bukan bodoh, hanya malas menggali diri sendiri. Karena sibuk mencari kambing
hitam dan menyalahkan situasi. Bukannya sibuk mencari, " Apa yang bisa
kuberi…? "
Kuseruput secangkir kopi malam
ini. Dan teringat sebuah quote terkenal yang selalu jadi pencambuk diri. " Nikmat mana
lagi yang kau dustakan, wahai manusia yang merugi ? "
Seruputtt...kopi
No comments:
Post a Comment