Apa makna tazkiyatun nafs…?
Tazkiyatun nafs terdiri dari dua
kata: at-tazkiyah dan an-nafs. At-tazkiyah bermakna at-tath-hiir, yaitu
penyucian atau pembersihan. Karena itulah zakat, yang satu akar dengan kata
at-tazkiyah disebut zakat karena ia kita tunaikan untuk membersihkan / menyucikan
harta dan jiwa kita. Adapun kata an-nafs ( bentuk jamaknya: anfus dan nufus ) berarti
jiwa atau nafsu. Dengan demikian tazkiyatun nafs berarti penyucian jiwa atau
nafsu kita.
Namun at-tazkiyah tidak hanya
memiliki makna penyucian. At-tazkiyah juga memiliki makna an-numuww, yaitu tumbuh.
Maksudnya, tazkiyatun nafs itu juga berarti menumbuhkan jiwa kita agar bisa
tumbuh sehat dengan memiliki sifat-sifat yang baik / terpuji.
Dari tinjauan bahasa diatas, bisa
kita simpulkan bahwa tazkiyatun nafs itu pada dasarnya melakukan dua hal.
Pertama, menyucikan jiwa kita
dari sifat-sifat ( akhlaq ) yang buruk / tercela ( disebut pula takhalliy –
pakai kha’ ), seperti kufur, nifaq, riya’, hasad, ujub, sombong, pemarah,
rakus, suka memperturutkan hawa nafsu, dan sebagainya. Kedua, menghiasinya jiwa
yang telah kita sucikan tersebut dengan sifat-sifat ( akhlaq ) yang baik / terpuji
( disebut pula tahalliy – pakai ha’ ), seperti ikhlas, jujur, zuhud, tawakkal,
cinta dan kasih sayang, syukur, sabar, ridha, dan sebagainya.
Mengapa tazkiyatun nafs itu
penting…?
Setidak-tidaknya ada tiga alasan
mengapa tazkiyatun nafs itu penting.
Alasan pertama, karena tazkiyatun
nafs merupakan salah satu diantara tugas Rasulullah saw diutus kepada umatnya.
Allah SWT berfirman dalam QS Al-Jumu’ah : 2 :
“ Dia-lah (Allah) yang mengutus
kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan
ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab
dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan
yang nyata.”
Senada dengan itu, Allah SWT juga
berfirman dalam QS Al-Baqarah 151 :
“ Sebagaimana ( Kami telah
menyempurnakan nikmat Kami kepadamu ), Kami telah mengutus kepadamu rasul
diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu
dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al- Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu
apa yang belum kamu ketahui. ”
Dari kedua ayat diatas, kita bisa
mengetahui bahwa tugas Rasulullah saw ada tiga.
Pertama, tilawatul aayaat : membacakan
ayat-ayat Allah (Al-Qur’an).
Kedua, tazkiyatun nafs:
menyucikan jiwa.
Dan ketiga, ta’limul kitaab wal hikmah:
mengajarkan kitabullah dan hikmah.
Jelaslah bahwa salah satu
diantara tiga tugas Rasulullah saw adalah tazkiyatun nafs “menyucikan jiwa”.
Tazkiyatun nafs itu sendiri identik dengan penyempurnaan akhlaq, yang dalam hal
ini Rasulullah saw bersabda tentang misi beliau diutus: “Innama bu’itstu li
utammima makarimal akhlaq ( Sesungguhnya aku ini diutus hanya untuk menyempurnakan
akhlaq yang mulia ).”
Alasan kedua pentingnya
tazkiyatun nafs adalah, karena tazkiyatun nafs merupakan sebab keberuntungan ( alfalah
).
Dan ini ditegaskan oleh Allah SWT
setelah bersumpah 11 kali secara berturut-turut, yang tidaklah Allah bersumpah
sebanyak ini secara berturut-turut kecuali hanya di satu tempat, yaitu dalam QS
Asy-Syams 1-10 :
“ Demi matahari dan cahayanya di
pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan
malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya,
dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (potensi) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang
yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. ”
Kemudian alasan ketiga pentingnya
tazkiyatun nafs adalah, karena perumpamaan tazkiyatun nafs adalah seperti membersihkan
dan mengisi gelas. Jika gelas kita kotor, meskipun diisi dengan air yang
bening, airnya akan berubah menjadi kotor. Dan meskipun diisi dengan minuman
yang lezat, tidak akan ada yang mau minum karena kotor.
Tetapi jika gelasnya bersih,
diisi dengan air yang bening akan tetap bening. Bahkan bisa diisi dengan
minuman apa saja yang baik-baik: teh, sirup, jus, dan sebagainya.
Demikian pula dengan jiwa kita.
Jika jiwa kita bersih, siap menampung kebaikan-kebaikan. Tetapi jika jiwa kita
kotor, tidak siap menampung kebaikan-kebaikan sebagaimana gelas kotor yang
tidak siap disi dengan minuman yang baik dan lezat.
No comments:
Post a Comment