Photo

Photo

Tuesday 19 June 2018

NOGOSOSRO SABUK INTEN, Seri 11



Mereka sama sekali tak sampai pada pikiran bahwa mata yang terang-cemerlang itu memancarkan suatu kebesaran pribadi yang tak ada bandingnya.

Hal ini rupanya dirasakan juga oleh Samparan dan kawan-kawannya, sehingga ketika Watu Gunung bertemu pandang dengan Mahesa Jenar, hatinya berdegup.

Untuk menutupi kerisauan hatinya, Watu Gunung berteriak, “Kakang Samparan, senjata apa yang pantas aku pakai?”

Samparan yang tak mengira akan mendapat pertanyaan itu dengan sekenanya saja menjawab, “Apa yang kau pilih!”

Kembali Watu Gunung jadi kebingungan, dan untuk mengatasinya, ia ingin mencari jawab pada lawannya dan sekaligus untuk lebih merapati kegelisahannya.

“Mahesa Jenar, senjata apakah yang kau ingin pakai?”

Mahesa Jenar merenung sebentar, kemudian jawabannya makin menjadikan Watu Gunung kebingungan. “Watu Gunung… senjata adalah barang yang berbahaya. Sedang permainan ini hanya sekadar untuk menentukan pihak manakah yang dibenarkan Tuhan. Karena itu aku menganggap bahwa aku tak ingin mempergunakan senjata.”

Watu Gunung menjadi semakin keripuhan, apalagi ketika Mahesa Jenar menyambung,

“Tetapi meskipun demikian, kalau kau ingin mempergunakan senjata, kalau itu sudah menjadi kebiasaanmu, aku sama sekali tak keberatan, sedangkan bagiku sendiri senjata itu hanya akan merepotkan saja.”

Muka Watu Gunung menjadi merah seperti darah. Malu dan marah bercampur aduk. Belum pernah ia direndahkan sedemikian. Dan sekarang orang yang tak bernama itu berani berbuat demikian. Maka dengan suara lantang penuh kesombongan dan kemarahan, ia menjawab,

“Aku bukanlah bangsa pengecut yang hanya berani bermain dengan senjata. Kalau aku bertanya tentang senjata itu maksudku sudah tegas, berkelahi sampai salah satu diantara kita mati. Tetapi kalau kau takut melihat tajamnya senjata, baiklah aku juga tidak akan bersenjata, sebab dengan tanganku ini aku akan dapat mematahkan lehermu.”

Orang yang mendengar ucapan ini bulunya berdiri. Watu Gunung sudah terkenal kehebatannya dan kekejamannya. Apalagi ia sekarang dikendalikan oleh kemarahan yang besar. Tetapi hal itu bagi Mahesa Jenar adalah suatu keuntungan. Sebab dengan kemarahan itu Watu Gunung akan kehilangan sebagian dari pengamatan dirinya.

Sementara itu Watu Gunung sudah berteriak, “Mahesa Jenar marilah kita mulai.”

Mahesa Jenar segera mempersiapkan diri. Ia tidak mau dikenai oleh serangan yang pertama kali dan digerakkan oleh hawa kemarahan, yang tentu akan menambah kekuatan lawannya.

Dan apa yang diduga oleh Mahesa Jenar adalah benar. Belum lagi mulutnya terkatub rapat, Watu Gunung sudah meloncat maju dan langsung menyerang ulu hati Mahesa Jenar. Serangan itu begitu garang nampaknya seperti harimau menerkam mangsanya.

No comments:

Post a Comment

Perintah Kaisar Naga : 4340 - 4345

 Perintah Kaisar Naga. Bab 4340-4345 "Kalau begitu kamu bisa meminta bantuan Pangeran Xiao. Agaknya, Keluarga Qi tidak bisa lebih kuat ...