KH. Ali Yahya Lasem terkenal
tampan, berbadan tegap dan atletis. Bila sarung, sorban, dan kopiahnya dibuka beliau
mirip bule Eropa, Amerika atau Australia. Tak heran kalau banyak wanita
terpesona.
Suatu hari beliau ada undangan
mengisi pengajian di Jepara, saat di perjalanan mobil yang beliau tumpangi berhenti
di sebuah lampu merah. Saat itu beliau duduk di samping sopir dengan melepas
sorban dan kopiah yang dipakainya. Tiba-tiba seorang wanita muda, menor, dan
seksi menghampirinya.
Wanita penghibur itu mengira bila
lelaki gagah dalam mobil adalah turis banyak duit yang sedang mencari kesenangan
di Indonesia.
“ Malam, Om. ”
“ Malam. ”
“ Ikut dong, Om. Boleh, ya…? ”
“ Oh, boleh, boleh. Silakan
masuk. ”
Wanita muda itu bergegas masuk
mobil. Pintu ditutup dan mobil mulai jalan.
“ Mau ke mana, Om…? Butuh aku,
gak….? Aku temenin sampai pagi ya, Om…? ”
Sambil pakai lagi kopiah dan
sorban Kiyai Ali santai menjawab, “ Oo, ini lho mau ngaji di Jepara. Ndak
apa-apa, silakan ikut aja… ”
Wanita itu kaget dan salah
tingkah, “ Oh, jadi Bapak ini Kiyai, ya….? ”
“Tadi panggil om sekarang panggil
pak kiyai. Lucu, ya…. “ Kiyai Ali tersenyum geli.
“ Maaf, Kyai, saya benar-benar
tidak tahu. Sekali lagi maaf… ”
Wanita itu kian tegang dan raut
wajahnya pucat ketakutan.
Tapi Kyai Ali santai saja
berkata, “ Oo, ndak apa-apa. Santai saja, Mbak. Sekali-kali ikut pengajian
bagus itu… ”
“ Ndak usah Kyai, saya turun di
sini aja….”
“ Enggak bisa, pokoknya harus
ikut. Tadi kan sampean bilang mau ikut, ya harus ikut… ”
“ Tapi saya kang gak pakai
jilbab, Kyai…? ”
“ Gampang, nanti tak pinjem
jamaah…. ”
“ Tapi saya malu Kiyai…. ”
“ Lho, sampean jadi pelacur ndak
malu, kok pengajian malah malu. Piye to…? ”
“ Bagaimana ini, Kyai…? ” Wanita
itu makin salah tingkah, “ Saya takut, Kyai…? ”
Tadi bilang malu sekarang katanya
takut. Hehe..
Dengan bijak Kyai Ali
menenangkan, “ Sudahlah, santai aja….”
Mobil pun terus berjalan hingga
akhirnya sampai ke tempat tujuan. Jepara. Suasana tempat diselenggarakannya acara
pengajian sudah ramai. Para jamaah laki-laki dan perempuan memadati area tempat
acara. Gegap gempita para panitia menanti kedatangan Kyai Ali.
Begitu turun dari mobil Kyai Ali
langsung menghampiri jamaah ibu-ibu, “ Maaf Bu, bisa pinjam jilbabnya. Ini lho,
Bu Nyai lupa bawa jilbab. ”
Bu Nyai adalah panggilan
kehormatan yang biasanya disematkan pada istri kyai.
Masa iya istri kyai lupa
berjilbab. Hehe…
Dengan sedikit bingung ibu itu
menjawab tergesa-gesa, “ Oh, bisa Kyai. Sebentar saya ambilkan. ”
Ibu itu bergegas pergi dan tak
lama sudah kembali. Jilbab yang dibawanya itu di sodorkan ke dalam mobil dan langsung
dipakai oleh sang wanita. Setelah rapi wanita itu turun dari mobil dan masya Allah…
Langsung diserbu rombongan ibu-ibu untuk mencium tangannya. “Ngalap berkah,”
katanya.
Mendapati sambutan kehormatan
seperti itu, wanita yang kini disulap jadi Bu Nyai langsung berwajah pucat. Ia dipersilakan
masuk, dijamu, dan dilayani bagaikan seorang ratu. Ada haru campur malu
menyelinap di hatinya.
Pengajian pun digelar dengan
seksama, Kyai Ali menjadi pembicara yang luar biasa, penyampaiannya ringan tapi
dalam makna kandungannya.
Usai acara Bu Nyai Dadakan
dipersilakan menikmati jamuan rupa-rupa makanan. Lalu makan berat.
Tapi sebelum makan rombongan
jamaah ibu-ibu mohon didoakan keberkahan dari Bu Nyai Dadakan, sontak saja ia kaget
setengah mati. Sudah lama tak berdoa, sudah lupa doa yang dulu dihafal waktu
kecil ngaji di kampung.
Untungnya masih ingat Rabbana
Atina Fi Dunya Hasanah, Wa Fil Akhirati Hasanah..
Pun demikian sebelum pulang,
jamaah ibu-ibu bergantian cium tangan dan diantar dengan hormat sampai masuk mobil.
Selama perjalanan di mobil wanita
penghibur itu menangis sedu sedan, sesenggukan dengan air mata bercucuran.
Kyai Ali dan sopir membiarkannya
hingga reda..
Setelah suasana agak tenang, Kyai
Ali menasihati, “ Apakah sampean tidak melihat dan berpikir tentang bagaimana orang-orang
tadi memperlakukanmu, menghormatimu, mengerumunimu, mengantarkanmu, dan rela
juga mereka antri hanya untuk dapat mencium tanganmu satu demi satu, bahkan
minta berkah doa darimu, padahal tahu sendiri kamu siapa…? ”
Kembali sang wanita menangis,
merasa hina, miris, dan sedih mengingat perbuatan dosa yang selama ini dilakukannya.
Tapi Allah menutup aibnya, Allah sangat menyayanginya.
“ Hari ini, ” lanjut Kyai Ali, “ Sampean
dapat nasihat yang mungkin nasihat berharga selama hidupmu, maka segeralah
taubat dan mohon ampun sama Allah. Jangan sampai nyawa merenggut sebelum taubat…”
Tangisnya kian deras. Kyai Ali
membiarkannya.
Sambil terisak wanita itu
berkata, “ Terimakasih Kyai atas nasihatnya, dan berkah dari kejadian ini.
Mulai hari ini saya bertaubat dan berhenti dari pekerjaan bejat ini. Sekali
lagi terimakasih Kyai…”
Menyeksamai kisah ini berarti
kita belajar bijaksana. Para ulama, pendahulu, dan guru kita para mubaligh berdakwah
dengan baik dan bijak, mengajak tanpa menginjak, menasihati tanpa menyakiti,
dan menunjukkan kebenaran tanpa merendahkan derajat kemanusiaan.
Inilah salah satu telaga yang
indah dan menyejukkan, yang menjadikan banyak orang tertarik dengan Islam.
Semoga jadi pelajaran bagi kita
untuk menyampaikan kebenaran dengan baik.
No comments:
Post a Comment