Dalam perjalanan mencari ilmu, Maulana Habib Lutfi Bin Yahya -
Pekalongan - berjumpa dengan seorang Kiai Sepuh. Romo Habib muda terheran - heran
ketika menyaksikan akhlak kiai sepuh yang luar biasa. Yakni, ketika dhahar
(makan), ada butiran nasi yang terjatuh lalu dipungut dan dikembalikan ke
piring untuk dimakan kembali.
" Kenapa harus diambil, Yai. Kan cuma nasi sebutir,"
ujar Romo Habib muda penasaran.
"Lho, jangan dilihat sebutir nasinya, Yik. Apa kamu bisa
bikin nasi sebutir ini, bahkan seper seribu menir saja…?"
Deg, terdiamlah Romo Habib muda. Kiai sepuh melanjutkan,
" Ketahuilah, Yik. Pada saat kita makan nasi, sesungguhnya Gusti Allah
telah menyatukan banyak sekali peran. Nasi itu namanya Sego Bin Beras Bin Gabah
Al Pari. Mulai dari mencangkul, menggaru, meluku, menanam benih, memupuk,
menjaga hama hingga memanen ada jasa banyak sekali orang. Kemudian mengolah
gabah menjadi beras, dari beras menjadi nasi juga banyak sekali peran hamba Gusti
Allah di sana."
"Ketika ada satu butir nasi, atau menir sekalipun yang
jatuh, ambillah. Jangan mentang-mentang kita masih banyak cadangan nasi. Itu
bentuk dari takabur, dan Gusti Allah tidak suka dengan manusia yang takabur.
Selama jatuh tidak kotor dan tidak membawa mudlorot bagi
kesehatan kita, ambillah, satukanlah dengan nasi lainnya, sebagai bagian dari
syukur kita".
Romo Habib muda pun menyimak lebih dalam. "Karena itulah
ketika akan makan, diajarkan doa: Allahumma bariklana ( Ya Allah semoga Engkau
memberkati Kami). Bukan Allahumma barikli (Ya Allah semoga Engkau memberkatiKU),
walaupun sedang makan sendirian."
"'Lana' itu maknanya untuk semuanya, mulai petani,
pedagang, pengangkut, pemasak hingga penyaji semuanya termaktub dalam doa
tersebut. Jadi doa tersebut, merupakan ucapan syukur serta mendoakan semua
orang yang berperan dalam kehadiran nasi yang kita makan."
" Dan satu lagi, mengapa wong makan kok ada doa: waqina
‘adzaban nar ( jagalah kami dari siksa neraka). Apa hubungan, makan kok dengan
neraka…? Kan gak nyambung. "
" Inggih Yai. Kok bisa ya…?" tanya Habib Luthfi
muda, penasaran.
" Begini, Yik. Kita makan ini hanya wasilah. Yang memberi
kenyang itu Gusti Allah. Kalau kita makan dan menganggap bahwa yang
mengenyangkan kita adalah makanan yang kita makan, maka takutlah, itu akan menjatuhkan
kita dalam kemusyrikan. Dosa terbesar bagi orang beriman."
"Astaghfirullahal ‘adhim..." batin Romo Habib muda,
tidak menyangka maknanya sedalam itu.
“Bayangkan saja, Yik. Demikian juga jika kita makan dan minum
tapi tidak dijadikan hilang rasa lapar dan terhapus dahaga kita karena tidak
dikendaki Gusti Allah, apalah jadinya…?”
Keterangan :
Kisah di atas diambil dari dawuh Habib Lutfi Bin
Yahya-Pekalongan, 22 Januari 2017
No comments:
Post a Comment