Seseorang menemui Imam Ja’far Shadiq lalu berkata kepada beliau, “Ada dua ayat dalam Al-Quran dan saya telah menjalankan perintah
yang termuat dalam kedua ayat itu, tetapi tidak meraih apapun setelah
mengamalkannya.”
“Dua ayat suci mana yang kau maksud?” Tanya Imam Ja’far Shadiq. Orang itu menjawab, “Pertama, ayat suci ini : Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya akan
(Ku) kabulkan untuk kalian. Adapun ayat suci yang kedua adalah : Dan apa-apa
yang kau infakkan dari sesuatu, maka Dia tidak akan mengingkari janjinya, dan
Dialah sebaik-baik pemberi rezeki. Aku berdoa, tetapi doaku tidak dikabulkan.
Dan aku pun berinfak, tetapi tidak mendapatkan imbalan apapun.”
Berkenaan dengan ayat
pertama, Imam Ja’far Shadiq berkata, “Apakah engkau mengira Allah SWT, tidak menepati janji-Nya?”
“Tidak!” jawab
orang itu. Imam Shadiq berkata lagi, “Kalau
begitu, apa kiranya yang menyebabkan tak terkabulnya doamu?”
“Saya tidak tahu,” jawab
orang itu. Imam Shadiq berkata kembali, “Oleh
karena itu, Aku akan menjelaskan masalah ini kepadamu. Apabila seseorang
menaati perintah-perintah Allah SWT yang berhubungan dengan doa, dan dia juga
menjaga adab-adab dalam berdoa, maka doanya pasti akan dikabulkan.”
Orang itu bertanya kepada
Imam Shadiq, “Apa adab dan syarat-syarat berdoa itu?”
“Pertama, pujilah Allah SWT dan ingatlah segala
nikmat yang telah diberikan-Nya, lalu syukurilah semua itu. Kemudian, sampaikan
shalawat kepada Rasulullah SAW. Dan ingatlah semua dosa-dosamu yang telah lalu,
lalu mohonlah perlindungan kepada Allah SWT,” jawab
Imam Ja’far Shadiq.
Adapun berkenaan dengan ayat
kedua, Imam Shadiq bertanya kepada orang itu, “Apakah
engkau mengira Allah SWT, tak menepati janji-Nya?”
AL-QURAN ADALAH PEMBERI
REZEKI
Alkisah, ada seorang lelaki
yang selalu berkunjung ke rumah Umar, agar dia selalu dibantu. Akhirnya, Umar
pun merasa bosan dengan tingkah laku orang tersebut.
Umar berkata kepadanya, “Hai lelaki, apakah kamu hijrah ke rumah Tuhan atau ke rumah Umar?
Pergilah dan bacalah Al-Quran, lalu ambillah pelajaran-pelajaran Al-Quran yang
dapat membuatmu tidak butuh lagi untuk pergi ke rumah Umar.”
Lelaki itu pun pergi. Telah
berbulan-bulan dia tak datang lagi dan Umar pun tak pernah melihatnya. Hingga
akhirnya Umar beroleh informasi bahwa dia telah menjauhi masyarakat. Dia kini
berada di suatu tempat yang sunyi untuk beribadah. Di samping itu, dia memohon
pertolongan kepada Tuhan agar diberi taufik untuk berusaha mencari rezeki yang
halal dan memohon agar kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh-Nya.
Umar mengunjunginya, lalu
berkata kepadanya, “Aku rindu bertemu denganmu dan kedatanganku ini
hanya ingin tahu tentang keadaanmu sekarang. Katakanlah, apa kiranya yang
menyebabkanmu menjauh dan lari dari kami?”
Lelaki itu menjawab, “Aku telah membaca Al-Quran, dan Al-Quran telah membuatku tak
membutuhkan Umar dan keluarganya.”
Umar bertanya lagi, “Ayat manakah yang telah kau baca itu, sehingga kau seperti ini?”
Dia menjawab, “Ketika aku membaca Al-Quran dan sampai pada ayat ini : Dan di
langitlah berada rezeki-rezeki kalian dan apa-apa yang telah dijanjikan kepada
kalian (Az-Zariyat : 22). Aku berkata kepada diri sendiri, “Ternyata rezekiku ada di langit, tetapi aku selalu mencarinya di
bumi. Sungguh aku adalah lelaki yang buruk.”
AIR MENGALIR KARENA AL-QURAN
Dikisahkan bahwa pada suatu
hari, beberapa orang dari kalangan sayyid warga kota Najafabad, Isfahan,
mengunjungi Ayatullah Bid Abudi. Mereka berkata, “Sebuah
sumber mata air yang berasal dari gunung telah banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitarnya. Namun, sumber itu akhir-akhir ini mengering, sehingga
kami menjadi susah. Kami mohon, doakanlah agar mata air itu kembali mengalir.”
Sang Ayatullah itu lalu
menuliskan sebuah ayat pada selembar kertas, yakni ayat : Apabila Kami turunkan
Al-Quran kepada gunung, maka kamu akan melihatnya tunduk dan terpecah belah
karena takut kepada Allah SWT.
Lalu, beliau memberikan itu
kepada mereka seraya berkata, “Letakkan ini di puncak gunung itu di awal
malam, kemudian kalian pulanglah.”
Mereka lantas melaksanakan
perintah itu. Ketika dalam perjalanan pulang ke rumah masing-masing, tiba-tiba
mereka mendengar suara yang menggetarkan dari gunung itu. Semua penduduk
mendengar suara itu. Saat subuh tiba, sumber mata air itu telah kembali
mengalir. Dan penduduk pun bersyukur kepada Allah SWT.
TITIK YANG TAKKAN BERPINDAH
TEMPAT
Dalam Al-Quran Allah SWT
berfirman : Maka keduanya berjalan, hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi
penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka.
Rasulullah SAW menjelaskan, “Penduduk negeri itu adalah orang-orang yang celaka karena tidak mau
menerima dua orang nabi yang mulia sebagai tamunya.”
Disebutkan dalam sejarah
bahwa negeri itu bernama Inthakiyah (Anthiokia). Ketika mendengar ayat suci itu
turun, penduduk negeri itu menghadap Rasulullah SAW sambil membawa sekarung
emas, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, kami akan menyerahkan
sekarung emas ini kepada Anda apabila Anda mau menukar huruf ba dengan ta.”
(Artinya cuma satu) maksudnya,
“Ambillah emas-emas ini sebagai imbalan apabila
Anda menghapus titik pada kata (bauw) dan sebagai gantinya Anda meletakkan dua
titik di atasnya hingga menjadi (tauw). Sehingga, makna ayat suci itu menjadi
seperti ini : Penduduk negeri itu menyambut kedatangan kedua nabi yang mulia
itu untuk dipersilahkan sebagai tamu mereka. Dengan begitu, sebutan sebagai
orang-orang yang tak tahu malu tak akan kami sandang lagi.
Rasulullah SAW tak menyetujui
keinginan mereka itu dan bersabda, “Perubahan
titik ini akan menyebabkan adanya kebohongan pada firman Tuhan dan akhirnya
akan merendahkan maqam ketuhanan.”
No comments:
Post a Comment