Photo

Photo

Friday, 29 June 2018

SULITNYA HIDUP DI JAMAN JOKOWI



" Gila. Jaman Jokowi ini susah banget nyari kerja.. "

Seorang kerabat mengeluhkan situasinya saat berkumpul ketika mudik lebaran. Ia yang lulusan S1 dari sebuah perguruan tinggi swasta mengeluhkan betapa sempitnya lowongan pekerjaan, karena melamar kemana-mana tidak diterima.

Dalam keputus-asaan itu, ia membaca berita bahwa tenaga kerja asing - terutama dari China - membanjiri negeri ini. Sempurnalah alasannya untuk mengeluh karena ada kambing hitam yang harus ia jadikan tameng ketidak-mampuan.

Saya senyum-senyum saja di pojokan. Sambil seruput kopi hitam dan menjulurkan kaki sambil bermalas-malasan. Ah, ini liburan. Jadi manjakan badan sebelum nanti kembali sibuk di kegiatan.

Mungkin banyak orang seperti saudara saya itu diluar sana. Mereka yang kalah berkompetisi lalu menyalahkan keadaan, bahkan sampai menyalahkan pimpinan. Ia tidak mampu menyalahkan dirinya sendiri yang tidak cerdik melihat peluang, tidak mau mulai dari situasi ketidak-punyaan, dan tidak berpandangan luas ke depan.

Banyak sekali orang yang memandang bahwa bekerja itu harus kantoran. Padahal dampak dari pekerjaan adalah mencari pendapatan dan pendapatan bisa didapat dari mana saja asal mata kita terbuka lebar karena wawasan.

Dia sebenarnya bukan sedang mencari kerja, tapi mencari kebanggaan. Bangga jika ada di sebuah institusi terkenal, meski disana dia hanya jadi kacangan. Bangga dengan seragam atau kemeja rapih dengan halusnya lipatan, meski gaji tidak cukup untuk dimakan sebulan.

Sedikit sekali orang yang memandang bahwa bekerja itu sejatinya adalah bagian dari ekspresi diri. Dan bagaimana ekspresi diri itu bisa mendatangkan pendapatan yang memadai. Dia tidak mampu mengenali dirinya sendiri, " Apa yang bisa saya lakukan…? ". Tapi lebih sibuk menghakimi, " Ini semua salah situasi…"

Seandainya saja dia mau menggunakan gadgetnya untuk mulai mencari peluang, tentu dia sudah keluar dari situasinya sekarang.

Tapi tidak. Dia malah sibuk bicara politik dan membagikan berita-berita yang sesuai dengan apa yang dia pikirkan. Dia berkawan dengan para pengeluh yang sama-sama suka menyalahkan. Jadinya seperti anjing bergonggong bersahut-sahutan, tapi tidak bergerak dari tempatnya meski ada sesuatu di depan..

" Sejatinya semua orang berpeluang sukses..." Kata seorang teman dulu. " Yang membedakan adalah cara mengambil sudut  pandang. Orang sukses melihat masalah menjadi sebuah peluang, sedangkan orang gagal melihat peluang sebagai masalah besar..."

Di tangan kita selalu diberikan dua pilihan, positif atau negatif. Jalan hidup kita ditentukan pilihan yang kita bangun sendiri. Dan sejak dulu - meski dalam keadaan sesulit apapun - saya menolak melihat sesuatu dari sudut pandang negatif, karena itu menghancurkan…

Tapi apa yang harus saya katakan padanya….?

Dia sedang jatuh cinta dengan situasi yang membuat dia nyaman. Situasi terus menyalahkan dan mencari kambing hitam, dimana dia bisa bersembunyi dari semua kelemahan. Tidak ada nasihat yang bisa bermanfaat baginya, karena apapun yang tampak di matanya adalah negatif adanya..

Saya seruput secangkir kopi yang terhidang. Secangkir kopi yang bisa ada dimana saja, di warung, di kafe bahkan di restoran besar, tapi semua orang mencarinya karena dia memberikan kenikmatan kepada semua orang, bukan tergantung pada nikmat yang diberikan orang..

Seruput dulu, ah.. Liburan yang menyenangkan..

SULITNYA MENCARI KERJA...

Gara-gara kerabat yang ngeluh tentang kerja dan menyalahkan Jokowi, saya jadi ingat seorang teman..

Kerjaan dia adalah membuat kerajinan tangan.

Dari buah produksinya itu, dia masukkan ke bukalapak, tokopedia, dan sekarang dia mulai dikenal. Dia juga pamerkan di Facebook, di Instagram dan banyak orang pesan. Ia akhirnya harus menambah orang untuk membantu dia dalam produksi. Sekarang karyawannya sudah 15 orang dan dia happy..

Seorang teman lagi kerjaannya menulis. Dia membukukan beberapa karyanya dan sekarang menjadi ghost writer atau penulis bayangan bagi beberapa perusahaan. Dia sering membagikan tulisannya di Facebook dan Wattpad

Mau tahu dia kerja di mana saja…?

Di pantai sambil liburan, di mall, bahkan di wc sambil ngeden dan pegang gadget. " Ide datang kapan saja, jadi sayang kalau lewat tanpa jadi karya, " Katanya senang.

Seorang teman lagi, seorang emak-emak rumah tangga, menjual rendang di online. Pada saat lebaran, pesanan datang gila-gilaan. Dia harus mengerahkan tetangganya untuk membantunya dan mereka datang dengan senang karena mendapat pekerjaan. Rencananya, dia mau beli mesin untuk pengemasan.

Terakhir seorang teman, yang selalu nongkrong di Alibaba.com melihat barang murah dari China  yang bisa dipesan borongan. Barang-barang yang dia pesan unik, menarik dan murah. Dia jual lagi di toko online dengan harga lumayan. " Kalau internet mati, gua gak makan.." Senyumnya lebar.

Begitu banyak peluang terbuka ketika era internet ini ada. Tidak perlu takut dunia global menguasai, karena untuk konsumsi lokal kitalah yang mengerti. Sektor informal adalah dunia yang terbentang lebar. Tidak ada dalam pikiran teman-temanku itu untuk selamanya menjadi karyawan.

" Kapan kayanya….? " Begitu jawaban mereka standar.

Meski begitu, mereka dulunya karyawan. Bukan karena cita-cita, tapi, " Supaya nambah pengalaman…" Dari karyawan mereka belajar bagaimana menjalankan perusahaan. Ketika sudah paham, mereka bergerak untuk menggapai apa yang mereka impikan.

" Apa mimpimu…? " Tanyaku menguji. " Bekerja karena hobby…" Kata mereka pasti. " Uang itu dampak, bukan tujuan. Punya apa-apa sendiri, itulah hidup sejati…"

Dan melihat kerabatku yang mengeluh karena, " Semua sulit, ini pasti salah Jokowi..." saya tersenyum lebar. Dia berarti mengingkari kemampuan dirinya yang Tuhan beri. Dia bukan bodoh, hanya malas menggali diri sendiri. Karena sibuk mencari kambing hitam dan menyalahkan situasi. Bukannya sibuk mencari, " Apa yang bisa kuberi…? "

Kuseruput secangkir kopi malam ini. Dan teringat sebuah quote terkenal yang selalu jadi pencambuk diri. " Nikmat mana lagi yang kau dustakan, wahai manusia yang merugi ? "

Seruputtt...kopi 

BANGSA PENGHUJAT


Mudah-mudahan cukup sekali ini bicara politik, karena makin lama makin jengah buka time line di social media ini.

Saya sih yakin, siapapun Presiden di Indonesia akan tetap dihujat oleh rakyatnya sendiri. Mau bukti…?

Soekarno awalnya disanjung sebagai Proklamator dan Founding Father Indonesia. Tapi lihatlah kemudian beliau habis-habisan dihujat sampai akhirnya wafat dalam keprihatinan.

Soeharto juga demikian. Dikenal sebagai Bapak Pembangunan dengan REPELITA dan GBHN yang tersusun rapi untuk Indonesia siap tinggal landas menjadi negara maju. Namun akhirnya dihujat karena KKN ynag merajalela.

Semua tiba-tiba amnesia dengan segala pencapaian yang beliau buat selama 32 tahun memimpin negeri.

Lalu bagaimana dengan BJ Habibie…? Pencapaian terbesarnya adalah mengembalikan kurs yang saat itu mencapai Rp15.000 - Rp16.000 ke Rp7.000 akibat krisis moneter. Namun beliau punya kesalahan fatal yang menyebabkan Timor Timur harus lepas dari Indonesia. Beliau juga habis dihujat pada saat itu. Laporan pertanggungjawabannya ditolak MPR dan harus lengser.

Alhamdulillah, sekarang banyak millenial yang kembali memujanya dan terbuai drama percintaannya yang tayang di layar bioskop Indonesia.

Sekarang lihatlah Gus Dur. Seorang Ulama Besar, seorang Guru Bangsa, seorang visioner yang mengedepankan keberagaman dalam berbangsa. Namun akhirnya dilengserkan oleh intrik politik sejak pernyataan-pernyataannya yang kontroversial soal DPR yang seperti Taman Kanak-Kanak. Semoga sekarang bangsa ini melihat faktanya.

Pemerintahan kemudian dilanjutkan oleh Megawati. Memang tidak banyak pencapaian saat itu, karena negara ini kembali diguncang oleh pertikaian politik. Akhirnya beliau gagal kembali terpilih akibat banyaknya issue seputar penjualan asset negara. Beliau banyak dihujat soal itu sampai sekarang.

Bagaimana dengan pemerintahan di masa SBY….? Harus jujur diakui, dibawah kepemimpinan SBY negara ini sedikit kembali ke kestabilan politik. Ekonomi bertumbuh. IHSG terus mencatat rekor pencapaian tertinggi. Namun di periode ke dua pemerintahannya mulai terbongkar praktek-praktek korupsi para kader Partainya. Beliau juga dihujat habis-habisan setelah itu. Kasus Korupsi Hambalang telah menyeret banyak petinggi Partai dan Pejabat negeri ini ke balik jeruji penjara.

Bagaimana dengan Presiden Jokowi sekarang….? Kita bisa menyaksikan sendiri, hujatan tiada henti bahkan sejak awal pencalonannya sebagai Presiden RI di tahun 2014. Hoax, hasutan, fitnah seakan tidak ada habisnya diarahkan ke beliau. Memang di masa pemerintahannya ada beberapa kebijakan tidak populer yang mengguncang kehidupan masyarakat. Namun haruskah kita menafikan pembangunan yang kembali giat dilaksanakan setelah pemerintahan SBY berjuang menjaga kestabilan politik dan ekonomi…?

Haruskah kita menghujat kebijakannya yang memberikan perhatian dan porsi pembangunan yang lebih besar kepada masyarakat di luar pulau Jawa…?

Mengapa kita tidak belajar untuk menghargai hasil kerja para pemimpin kita…? Yakinlah, TIDAK ADA PEMIMPIN NEGERI INI YANG INGIN NAMANYA BURUK selama masa pemerintahannya. SEMUA PEMIMPIN INGIN MEMBERIKAN YANG TERBAIK UTK NEGERI INI. Semuanya pasti berusaha menorehkan tinta emas di dalam catatan sejarah bangsa ini. CATAT ITU.

Maka, salahkanlah para politisi yang terus menggoreng issue untuk menarik simpati atau menyudutkan lawan politiknya. Salahkanlah mereka yang hanya berkoar-koar tanpa berbuat sesuatu yang berarti utk bangsa ini.

Lalu, buat apa kita ikut tenggelam dalam debat-debat tak penting karena berbeda pandangan politik. Yang untung itu hanya politisi yang kamu idolakan. Sedangkan kamu, bisa jadi kehilangan simpati orang-orang yang pernah dekat denganmu.

Biarkanlah pemerintah sekarang bekerja dengan tenang. Hargai apa yang mereka usahakan. Jika hasilnya tidak sesuai harapanmu, maka manfaatkan senjata terakhirmu, yaitu suaramu di Pemilu yang akan datang. Gak perlu mengumbar kemarahanmu ke orang-orang, apalagi di social media.

Ayolah... Berhentilah berdebat.

Sampai kapan kita mau jadi bangsa penghujat…!

PEMBUNUH ALI BIN ABI THALIB ITU ADALAH ULAMA YANG SANGAT SHALEH, ZUHUD & BERTAQWA, TAPI SANGAT KEBLINGER…!



Pada tahun 90-an, saat saya saya sekolah di Sekolah Menengah Umum, kala saya menjadi Ketua Umum OSIS SMA tersebut, saya hampir " terperosok " ke lubang kesesatan ajaran terorisme.  

Saat era itu, terorisme masuk ke sekolah”. Saat saya jadi Ketum OSIS tersebut, saya didekati oleh aktivis”  terorisme dan pengurus” OSIS semua diikutkan Pelatihan BATRA ( Basic Training ). Bahkan, sempat pelatihan di kaki gunung xxx. Seluruh isi pelatihan, semuanya adalah doktrin agar seluruh peserta pelatihan membenci negara, Merah Putih, Pancasila, Presiden RI & para pejabatnya ( yang semua disebutnya  sebagai Thoghut ). Semua kafir, semprot mereka.

Beberapa saat saya sempat terprovokasi, namun, perang batin selalu berkecamuk tiap hari dan akhirnya saya putuskan : saya keluar dari " lubang kesesatan terorisme " tersebut.

Saya tegas !. Dan, para aktivis yang terus paksa” saya untuk masuk lagi ke kelompok mereka, semua saya tantang berkelahi. Alhamdulillah, mereka mundur dan saya selamat sampai sekarang. Bisyukrillaah.

Sejarah terorisme memang amat panjang usianya dan berliku. Namun, sejarah tersebut bisa ditilik dari sejarah akhir pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Sejarah tersebut amat ngegirisi dan sangat biadab. Sejarah amat kelam akhir periode Khulafaur Rasyidin tersebut, harus  jangan sampai terulang lagi di NKRI yang kita cintai ini.

“ Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.”. Itulah teriakan Abdurrahman bin Muljam Al Muradi ( Khawarij ) ketika menebas tubuh Sayyidina Ali bin Abi Thalib, karamallahu wajhah pada saat bangkit dari sujud shalat Shubuh pada 19 Ramadhan 40 H itu.

Abdurrahman bin Muljam menebas tubuh Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan pedang yang sudah dilumuri racun yang dahsyat.

Racun itu dibelinya seharga 1000 Dinar. Tubuh sayyidina Ali bin Abi Thalib mengalami luka parah, tapi beliau masih sedikit bisa bertahan.

Tiga hari berikutnya ( 21 Ramadhan 40 H ) nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasulullah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang muslim yang selalu merasa paling Islam

Sayyidina Ali dibunuh setelah dituduh kafir. Sayyidina Ali dibunuh setelah dituduh tidak menegakkan hukum Allah. Sayyidina Ali dibunuh atas nama hukum Allah.

Itulah kebodohan dan kesesatan orang Khawarij yang saat ini masih ngetrend ditiru oleh sebagian umat muslim.

Tidak berhenti sampai di situ. Saat melakukan aksinya, Ibnu Muljam juga tidak berhenti membaca Surat Al Baqarah ayat 207, sebagai pembenar perbuatannya :

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

“ Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari ke-ridla-an Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. ”

Maka sebagai hukuman atas kejahatannya membunuh khalifah Ali, Ibnu Muljam kemudian dieksekusi mati dengan cara qishas.

Proses hukuman mati yang dijalankan terhadap Ibnu Muljam juga berlangsung dengan penuh dramatis. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya dia masih sempat berpesan kepada algojo : “ Wahai Algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Allah. ”

Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya membunuh suami Sayyidah Fathimah, sepupu Rasulullah, dan ayah dari Sayyid Al-Hasan dan Al-Husein itu adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah. Suatu keyakinan yang benar” amat konyol, naif dan sesat

Seorang ahli surga meregang nyawa di tangan seorang muslim yang meyakini aksinya itu adalah di jalan kebenaran untuk bela Islam, demi meraih surga. Potret Ibnu Muljam ini  adalah realita yang terjadi pada sebagian umat Islam di era modern sekarang ini

Generasi pemuda yang mewarisi Ibnu Muljam itu giat memprovokasikan untuk berjihad di jalan Allah dengan cara memerangi, dan bahkan membunuh nyawa manusia yang berbeda agama,  bahkan pada sesama muslim.

Siapa sebenarnya Ibnu Muljam…? Dia adalah lelaki yang nampak sangat shaleh, zuhud, zahid dan sangat bertakwa, sehingga dia mendapat julukan Al-Muqri’.

Sang pencabut nyawa Sayyidina Ali itu, saking shalehnya, juga seorang hafidz ( penghafal Al-Qur'an ) dan sekaligus orang yang mendorong sesama muslim untuk menghafalkan kitab suci tersebut.

Khalifah Umar bin Khattab pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan ‘Amr bin ‘Ash untuk mengajarkan hafalan Al-Qur'an kepada penduduk negeri piramida itu.

Dalam pernyataannya, Khalifah Umar bin Khattab bahkan menyatakan : “ Abdurrahman bin Muljam, salah seorang ahli Al-Qur'an yang aku prioritaskan untukmu ketimbang untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya untuk mengajarkan Al-Qur'an kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia wahai ‘Amr bin ‘Ash” kata Umar.

Meskipun Ibnu Muljam hafal Al-Qur'an, bertaqwa dan rajin beribadah, tapi semua itu tidak bermanfaat baginya.

Ia mati dalam kondisi su’ul khatimah, tidak membawa iman dan Islam akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya.

Afiliasinya kepada sekte Khawarij telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit.

Ibnu Muljam menetapkan klaim terhadap surga Allah dengan sangat tergesa-gesa dan dangkal. Sehingga dia dengan sembrono melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Alangkah menyedihkan, karena aksi itu diklaim dalam rangka membela agama Allah dan Rasulullah.

Sadarkah kita bahwa saat ini telah lahir generasi-generasi baru Ibnu Muljam yang bergerak secara massif dan terstruktur…?

Mereka adalah kalangan yang merasa " shaleh " dan merasa " paling Islam " yang menyuarakan syariat dan pembebasan umat Islam dari kesesatan.

Mereka menawarkan jalan kebenaran menuju surga Allah dengan cara mengkafirkan sesama muslim yang berbeda pemahaman dengan mereka.

Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda Indonesia. Sehingga mereka dengan mudah mengkafirkan sesama muslim, mereka dengan enteng menyesatkan kiyai dan ulama.

Raut wajah mereka nampak memancarkan keshalehan yang bahkan tampak pada bekas sujud di dahi, malah dahi / jidatnya tersebut kadang sampai hitam legam ( tanda mereka ahli sujud…? ). Tapi, betapa bejad dan biadabnya kelakuan mereka…?

Mereka senantiasa membaca Al-Qur'an di waktu siang dan malam. Namun sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi.

Rasulullah dalam sebuah hadits telah meramalkan kelahiran generasi Ibnu Muljam ini.

Nabi SAW bersabda :
ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻧَﺎﺱٌ ﻣِﻦْ ﻗِﺒَﻞِ ﺍﻟْﻤَﺸْﺮِﻕِ ﻭﻳﻘﺮﺃﻭﻥ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻳُﺠَﺎﻭِﺯُ ﺗَﺮَﺍﻗِﻴَﻬُﻢْ ﻳَﻤْﺮُﻗُﻮﻥَ
ﻣِﻦَ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ ﻛَﻤَﺎ ﻳَﻤْﺮُﻕُ ﺍﻟﺴَّﻬْﻢُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮَّﻣِﻴَّﺔِ ﺛُﻢَّ ﻳَﻌُﻮﺩُﻭﻥَ ﻓِﻴﻪِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻌُﻮﺩَ
ﺍﻟﺴَّﻬْﻢُ ﺇِﻟَﻰ ﻓُﻮﻗِﻪِ ﻗِﻴﻞَ ﻣَﺎ ﺳِﻴﻤَﺎﻫُﻢْ ﻗَﺎﻝَ ﺳِﻴﻤَﺎﻫُﻢُ ﺍﻟﺘَّﺤْﻠِﻴﻖُ

Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka ( tidak sampai ke hati ). Mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya. Mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ke tempatnya. Tanda-tanda mereka adalah mereka bercukur ( gundul ).  HR Bukhari

Nabi bersabda di dalam Hadits Abu Sa'id Al Khudri Rodhiyallohu 'anhu, yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim, bersabda :

ﺇﻥ ﻣﻦ ﺿﺌﻀﺊ ﻫﺬﺍ ﻗﻮﻣﺎ ﻳﻘﺮﺀﻭﻥ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻳﺠﺎﻭﺯ ﺣﻨﺎﺟﺮﻫﻢ ﻳﻘﺘﻠﻮﻥ ﺃﻫﻞ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﻳﺪﻋﻮﻥ ﺃﻫﻞ ﺍﻷﻭﺛﺎﻥ ﻳﻤﺮﻗﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻛﻤﺎ ﻳﻤﺮﻕ ﺍﻟﺴﻬﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﻣﻴﺔ ﻟﺌﻦ ﺃﺩﺭﻛﺘﻬﻢ ﻷﻗﺘﻠﻨﻬﻢ ﻗﺘﻞ ﻋﺎﺩ

Sesungguhnya dari jenis orang ini akan muncul sekelompok orang. Mereka membaca Al Qur'an namun tidak melampaui tenggorokannya. Mereka membunuh kaum muslimin namun membiarkan penyembah berhala. Mereka keluar terlepas dari Islam sebagaimana anak panah keluar terlepas dari obyek sasaran. Jika aku sempat menemui mereka, sungguh akan aku perangi mereka sebagaimana kaum 'Aad diperangi.

Kebodohan mengakibatkan mereka merasa berjuang membela kepentingan agama Islam padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum muslimin.

Wahai kaum muslimin, waspadalah pada gerakan generasi Ibnu Muljam ini. Mari kita siapkan generasi muda kita agar tidak diracuni oleh golongan Ibnu Muljam gaya baru ini…!.

Islam itu agama Rahmatan Lil 'Aalamiin. Islam itu agama keselamatan. Islam itu merangkul dan bukan memukul. Islam itu mengajak,  bukan mendepak. Islam itu mengajak untuk masuk surga,  bukan " mengkapling " orang lain masuk neraka.

اللهم اهدنا و احفظنا والمسلمين في كل مكان ، آمين



MOHON SHARE TULISAN INI KE MANAPUN, DEMI BERTAMBAHNYA WAWASAN BAGI YANG BELUM TAHU : JIKA ISLAM ITU ADEM, AYEM WAL TENTREM. ISLAM ITU BENAR”  MAKNYUUUUUUS....

Wednesday, 20 June 2018

WONG INDONESIA KUWAT KUWAT


Ojo kawatir garam campur kaca                                   

Mangan TONG SENG wetenge yo rapopo

Mangan JANGAN KUNCI yo doyan

Wong Semarang mangan GANJEL REL

Wong Palembang mangan KAPAL SELAM

Wong Bali biasa mangan SAYUR PAKU

Bocah2 SD wis kulino mangan MOLEN

Meh kabeh wong Indonesia yo wis tau mangan BANGKU SEKOLAHAN ben pinter jarene

Nyatane yo podho selamet lan makmur uripe

Wong Jowo MANGAN BETON yo sehat2 wae wetenge

Ngombe kopi karo teh dicampur GULO PASIR yo sik sehat kok

Malah ono sing nganggo GULO BATU

Sing mangan KETOPRAK yo ono

Mangan BAKSO GRANAT lan BAKSO RUDAL yo eco mawon

Mangan KACANG ATOM yo sehat... ora mbledhos koyo Hiroshima Nagasaki

OSENG" MERCON yo podho doyan

PUTRI SALJU yo diemplok

RONDO ROYAL, TEMPE KEMUL yo enak ae... ora popo.

SAMBEL SETAN

Rawon Setan

Mie setan

Kabeh jatahe setan dipangan...

Aganti setane yo bingung... arep mangan opo

Sate LALER yo dilahap pisan,

Cah cilik" dho seneng mangan KEMBANG GULO lan ENDOK CECAK... mulo cecak e podho mumet ora nduwe cemilan maneh

Dho seneng mangan PERMEN KARET nyatane isih tetep podho sehat kabeh... Ora opo".

Saking rakuse, LIDAH KUCING yo kolu

KUPING GAJAH dinggo camilan

BALUNG KUWUK ya tedhas

Mugo" seger kewarasan kabeh koyok Akuu, .Aamiin...

Sing ngerti ojo ngguyu dewe ajak" koncone yoo

Sholat Dalam Kitab Irsyadul Ibad



Allah SWT berfirman : Sesungguhnya shalat itu atas orang-orang mu'minin sebagai kewajiban yang berwaktu. Hai orang-orang yang beriman, janganlah dilalaikan oleh kesibukan terhadap harta dan anak-anakmu untuk mengerjakan dzikrullah (shalat), dan siapa yang berbuat begitu maka merekalah yang rugi.

Ibn  Umar r.a. berkata ;  Rasulullah s.a.w. bersabda : "Pertama yang diwajibkan atas ummatku shalat lima waktu, dan pertama yang terangkat dari amal mereka shalat lima waktu, dan pertama yang akan ditanya dari amal mereka shalat lima waktu, maka siapa yang mengurangi sedikit daripadanya, maka Allah ta'ala berkata kepada Malaikat :

" Lihatlah apakah kamu dapatkan pada hamba-Ku itu shalat sunnat untuk mencukupi kekurangan-kekurangannya dalam fardhu, dan perhatikan puasa hamba-Ku pada bulan Ramadhan, bila kamu dapatkan ia mengurangi maka lihatlah apakah hamba-Ku telah mengerjakan puasa sunnat yang dapat kamu tambahkan yang kurang-kurang dari puasa Ramadhan, kemudian lihatlah zakat hamba-Ku, maka jika ada kekurangan, maka apakah ada padanya sedekah sunnat yang dapat ditambahkan pada zakat .yang wajib itu, maka semua yang fardhu-fardhu itu diperhitungkan sedemikian, dan itu semata-mata rahmat dan karunia Allah, dan jika masih ada kelebihan dalam amal kebaikannya diletakkan dalam timbangan amalnya, dan dipersilakan masuk surga. Dan bila tidak sesuatu dari itu, maka diperintahkan kepada Malaikat Zabaniyah : Tangkaplah ia dengan tangan dan kakinya kemudian dilemparkannya kedalam neraka"  (H.R. Alhakim)

Jabir r.a. berkata : Nabi s.a.w. bersabda :

" Perumpamaan shalat lima waktu itu bagaikan sungai yang lebar mengalir dimuka pintu salah satu kamu, lalu ia mandi daripadanya tiap hari lima kali. Apakah yang demikian itu masih ada ketinggalan kotorannya." (H.R. Muslim).

Abu Dzar r.a. berkata : Nabi s.a.w. keluar dimusim dingin, sedang daun pohon banyak rontok, maka ia mengambil dua dahan, sedang daunnya rontok maka bersabda : Hai Abu D-zar. Jawabku : Labbaika ya Rasulallah. Lalu bersabda :

" Seorang hamba muslim jika shalat dengan ikhlas karena Allah maka rontok dosa-dosanya sebagaimana rontok daun dari dahan pohon ini. " (H.R. Ahmad).

Ibn Umar r.a. berkata : "Sesungguhnya seorang hamba bila ia berdiri shalat maka diletakkan semua dosa-dosanya diatas kepala dan kedua bahunya, maka tiap-tiap ruku' atau sujud rontok (berjatuhan) dosa-dosanya itu" (H.R. Atthabarani, Albaihaqi).

Usman r.a. berkata : Nabi s.a.w. bersabda : "Tiada seorang muslim yang tiba padanya waktu shalat fardhu lalu ia menyempurnakan wudhu' dan khusyu' serta ruku', sujudnya melainkan shalat itu menjadi penebus dosanya yang telah lalu, selama ia tidak berbuat dosa besar, dan yang demikian itu sepanjang masa." (H.R. Muslim).

Anas r.a. berkata : "Tiada dua Malaikat yang mencatat amal itu, menghadap pada Allah membawa shalat seorang dua kali sembahyang, melainkan Allah berkata pada kedua Malaikat itu; Aku persaksikan pada kamu berdua bahwa Aku telah mengampunkan pada hambaKu dosa-dosa yang terjadi diantara dua kali sembahyang itu. (HR. Albaihaqi).

Dalam kitab Azzawajir susunan Ahmad bin Hajar Alhaitami berkata : Tersebut dalam hadits : Siapa yang menjaga shalat lima waktu  maka Allah akan memulyakannnya dengan lima macam :
1.    Dihindarkan kesempitan hidup.
2.    Dihindarkan siksa kubur.
3.    Diberi kitab amalnya dengan tangan kanannya.
4.    Berjalan diatas shirat bagaikan kilat.
5.    Masuk surga tanpa hisab.

Dan siapa yang meremehkan (meninggalkan) shalat akan dihukum oleh Allah dengan lima belas siksa. Lima di dunia, dan tiga ketika mati, dan tiga di dalam kubur, dan tiga ketika keluar dari kubur.

Adapun yang di dunia ;
1.    Dicabut berkat umurnya.
2.    Dihapus tanda orang salih dari mukanya.
3.   Tiap amal yang dikerjakan tidak diberi pahala oleh Allah.
4.    Do'anya tidak dinaikkan kelangit.
5.   Tidak dapat bagian dari do'a orang-orang sholihin

Adapun hukuman yang terkena padanya ketika mati
1.    Matinya hina.
2.    Mati kelaparan.
3.    Mati haus, dan andaikan diberi air samudera dunia tidak akan puas, dan tetap haus

Adapun hukuman di dalam kubur :
1. Disempitkan kubur sehinuga hancur tulang-tulang rusuknya.
2. Dinyalakan api dalam kubur, maka ia bergelimpang dalam api, siang, malam.
3. Didatangkan padanya ular yang bernama syuja' yang buta matanya dari api (berapi) dan kukunya dari besi tiap kuku panjangnya perjalanan sehari, ia berkata pada si mayit ; " Aku syuja' al'aqra', sedang suaranya bagaikan petir yang menyambar, ia berkata : Allah telah menyuruhku memukul kamu karena meninggalkan shalat subuh hingga terbit matahari, dan memukul kamu karena meninggalkan shalat dhuhur hingga asar, dan memukul kamu karena meninggalkan shalat ashar hingga maghrib, dan memukulmu karena meninggalkan shalat maghrib hingga isya', dan memukulmu karena meninggalkan shalat isya' hingga shubuh, dan tiap ia memukul satu kali terbenamlah orang itu  kedalam tanah tujuh puluh hasta, maka ia selalu tersiksa dalam kubur hingga hari qiyamat.

Adapun hukuman yang menimpa padanya sesudah keluar dari kubur dihari qiyamat :
1.  Diberatkan hisabnya.,
2.  Allah murka padanya,
3.  Masuk dalam neraka.

Di lain riwayat :  Maka ia akan menghadap qiyamat dan dimukanya ada tiga baris tulisan :
1. Hai orang yang mengabaikan hak Allah.
2. Hai orang yang mendapat murka.
3. Allah mengabaikan kamu sebagaimana kamu didunia mengabaikan hak Allah maka hari ini kamu putus dari rahmat Allah..

Diriwayatkan : Bahwa dalam jahannam ada lembah bernama lamlam yang berisi ular-ular, tiap-tiap ular setebal leher onta, panjangnya sejauh perjalanan sebulan, menggigit orang yang meninggalkan sembahyang, maka mendidihnya bisa racunnya dalam badan orang yang digigit selama tujuh puluh tahun kemudian hancur dagingnya.

Diriwayatkan : Bahwa seorang wanita Bani Isra'il datang kepada nabi Musa a.s. dan berkata : " Ya nabiyallah saya telah berbuat dosa besar, dan kini saya akan tobat kepada Allah, maka do'akan untukku semoga Allah mengampuni dosaku dan menerima tobatku.

Nabi Musa a.s. tanya  : Apakah dosamu ?

Jawabnya : Ya nabiyallah, saya telah berzina hingga mendapat anak dan telah aku bunuh anakku itu.

Nabi Musa a.s. mendengar berita itu, langsung berkata : "Enyahlah engkau dari sini hai pelacur jangan  membakar kami dengan apimu, jangan sampai ada api turun dari langit dan membakar kami karena sialmu"

Maka keluarlah wanita itu dengan hati yang hancur patah harapan. Maka turunlah Malaikat Jibril a.s. dan berkata :  "Hai Musa, Tuhan berkata,padamu, mengapa kamu menolak orang yang datang untuk bertobat, hai Musa apakah tidak ada orang yang lebih jahat daripadanya."

Nabi Musa tanya pada Jibril : "Siapa yang lebih jahat daripadanya?"

Jawab Jibril : Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja.

Rasulullah s.a.w. bersabda : "Siapa yang menjaga shalatnya maka ia akan mendapat nur (cahaya) dan bukti, dan selamat pada hari qiyamat, dan siapa yang teledor terhadap shalatnya, maka tidak mendapat nur penerangan, dan bukti dan tidak selamat, bahkan pada hari qiyamat ia akan berkumpul dengan Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin Khalaf. ( H.R. Ahmad, Ibn Hibban).

Jabir r.a. berkata : Nabi s.a.w. bersabda : Yang membedakan Antara seorang dengan kufur hanya shalat, maka siapa meninggalkan shalat ia kafir. (H.R. Muslim. Abu Dawud, Attirmidzi, Ibn Majah, Annasa'i)

Dalam riwayat Attirmidzi : Antara kufur dengan iman itu hanya so'al meninggalkan shalat (Yang meninggalkan shalat kafir). Dalam riwayat Abu Dawud : Antara seorang hamba dengan kufur, hanya so'al meninggalkan shalat.

Buraidah r.a. berkata ; Nabi s.a.w. bersabda : Ikatan janji antara kami dengan mereka, sembahyang, maka siapa yang meninggalkannya ia kafir. (H.R. Ahmad, Attirmidzi, Annasa'i, Ibn Majah, Ibn Hibban Al Hakim).    

Dan sabda Nabi s.a.w. : Siapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja,' maka ia kafir terang-terangan. (H.R. Atthabarani).

Semoga bermanfa'at..

Tuesday, 19 June 2018

NOGOSOSRO SABUK INTEN, Seri 14



Itulah Gagak Bangah. Anggota termuda dari kawanan iblis itu. Rupa-rupanya ia tidak dapat lagi mengendalikan dirinya melihat Watu Gunung dihinakan sedemikian. Meskipun ia merasa bahwa ia sendiri tidak akan mampu melawan Mahesa Jenar, tetapi berdua dengan Watu Gunung adalah lain soalnya.

Gagak Bangah sendiri tidak sekuat Watu Gunung, tetapi ia mempunyai kelebihan dalam hal kecepatan bergerak. Dan kecepatannya itu apabila digabungkan dengan kekuatan tenaga Watu Gunung mungkin akan dapat merobohkan lawan yang bagaimanapun tangguhnya. Melihat seorang kawannya memasuki arena, hati Watu Gunung yang sudah tipis sekali itu menjadi tergugah kembali. Ia sudah tidak peduli lagi kepada peraturan yang ditentukan dalam pertarungan itu.

Melihat seorang lagi masuk dalam arena, Mahesa Jenar terkejut. Ia surut beberapa langkah ke belakang, dan pandangannya mengandung pertanyaan. Tetapi dengan tak banyak cakap, Gagak Bangah sudah memutar pedang pendeknya dan dengan kecepatan yang luar biasa ia menyerang Mahesa Jenar.

“Tunggu… apakah kau ingin menggantikan Watu Gunung?”

Terpaksa Mahesa Jenar ingin mendapat penjelasan sambil meloncat menghindari serangan itu. Tetapi, ia tidak mendapat jawaban, bahkan kini Gagak Bangah dan Watu Gunung menyerang bersama-sama.

“Kalian melanggar peraturan,” sambung Mahesa Jenar sambil meloncat menghindari sambaran pedang pendek dan kemudian cepat sekali ia meloncat dua depa ke belakang sebelum kaki Watu Gunung mengenai tungkaknya.

“Tidak ada suatu peraturanpun yang dapat mengikat kami,” teriak Gagak Bangah dengan garangnya. “Kami berdiri di atas segala peraturan. Kalau kami berhak menentukan peraturan, kami pun berhak mengubah atau menghapus peraturan itu.”

Mahesa Jenar jadi sadar bahwa ia berhadapan dengan orang-orang yang licik dan tidak bersikap jantan. Ia paling benci pada sifat-sifat yang demikian. Ia lebih menghargai seseorang yang mengakui kekalahannya daripada orang yang licik dan curang. Itulah sebabnya kemarahan Mahesa Jenar tergugah.

Tetapi ia sekarang berhadapan dengan dua orang yang mempunyai keistimewaan masing-masing dan tergolong dalam tingkatan yang cukup tinggi. Karena itu ia harus mengerahkan sebagian besar kepandaiannya.

Ki Asem Gede yang menyaksikan kecurangan itu pun menjadi gusar. Untuk melawan dua orang, belum tentu Mahesa Jenar dapat menang. Karena itu ia sudah membulatkan tekad untuk melibatkan diri dalam pertempuran itu. Tetapi baru saja ia akan meloncat, tiba-tiba terdengarlah sebuah bisikan.

“Jangan berbuat sesuatu Ki Asem Gede.”

Ki Asem Gede terkejut bukan kepalang. Dan terasa di kedua belah lambungnya melekat ujung senjata tajam. Ketika ia menoleh, dilihatnya Wisuda dan Palian, yakni anggota ke-3 dan ke-4 dari kawanan iblis itu berdiri di belakangnya dan mengancamnya dengan keris. Maka terpaksa Ki Asem Gede mengurungkan niatnya, meskipun hatinya bergelora hebat, sambil menanti suatu kesempatan.

Sementara itu, pertempuran di arena bertambah hebat. Gagak Bangah dengan gesitnya menyambar-nyambar sambil mempermainkan pedang pendeknya, seperti seekor Sikatan menyambar belalang. Sedangkan Watu Gunung pun dengan mengandalkan kekuatannya menyerang dengan garangnya. Apalagi kini ia telah memegang pula sebuah belati panjang yang dicabutnya dari bawah kainnya, seperti yang dilemparkan tadi.

Mahesa Jenar ternyata tidak mengecewakan. Diam-diam ia merasa bersyukur bahwa dengan tidak sengaja Watu Gunung telah memberinya sebilah pisau belati panjang. Dan dengan senjata itu ia melayani kedua lawannya. Ia pernah mendengar bahwa belati kawanan Lawa Ijo terkenal keampuhannya serta terbuat dari baja pilihan. Apalagi kini senjata itu ada di tangan Mahesa Jenar yang mempunyai kepandaian dalam mempergunakan segala macam senjata. Maka dalam waktu yang singkat ujung belati itu dengan dahsyatnya menyerang lawannya dan seolah-olah berubah menjadi beribu-ribu mata pisau yang mematuk-matuk dengan garangnya.

Keadaan yang seimbang dari pertempuran itu tidak berlangsung lama. Sebab segera Mahesa Jenar berhasil mendesak lawannya ke dalam keadaan yang sulit. Selagi Watu Gunung merangsek dari sisi kirinya, Gagak Bangah maju dengan marahnya dari sisi kanannya, melompatlah Mahesa Jenar setengah lingkaran sambil menendang tengkuk Watu Gunung dengan kecepatan yang luar biasa, maka terdengarlah gemeretak kepala beradu.

NOGOSOSRO SABUK INTEN, Seri 13


Bayangan itu kemudian berdiri dan terdengarlah suatu suitan nyaring. Setelah itu ia berdiri tegak sambil memandang ke arah sudut pagar halaman. Tiba-tiba muncullah berturut-turut, hampir seperti seekor merpati yang terbang dan hinggap di atas dinding pagar yang tingginya satu setengah kali tinggi orang. Dan kemudian terdengarlah tawa itu.

Bayangan di atas balai perbendaharaan itu memperdengarkan suara tertawa yang walaupun tidak keras tetapi memancarkan suatu pengaruh yang luar biasa, sehingga seseorang yang mendengarnya hatinya menjadi begitu pedih seperti mendengar rintihan hantu kubur. Bukan itu saja.

KEEMPAT bayangan yang muncul kemudian itu memperdengarkan suara tertawa yang sama, sehingga terpaksa Mahesa Jenar harus segera dengan kekuatan batinnya menutupi lubang-lubang pendengaran hatinya untuk tidak menerima pengaruh jahat dari suara itu. Kemudian keempat orang itu meloncat dengan gaya seperti seekor burung, turun ke halaman. Seperti terapung di udara, mereka berlari ke arah bayangan di atas atap itu.

Sementara itu dari arah lain Mahesa Jenar melihat bayangan seorang yang pendek bulat berlari seperti batu berguling-guling masuk jurang begitu cepatnya ke arah empat bayangan itu. Belum lagi Mahesa Jenar berbuat sesuatu, bayangan itu sudah langsung menyerang. Hati Mahesa Jenar berdebar bertambah cepat.

Bayangan yang gemuk pendek dan menggelinding cepat sekali tadi sudah pasti adalah Gajah Alit. Rupanya ketika Gajah Alit mendengar suitan bayangan di atas atap itu, ia mengira kalau Mahesa Jenarlah yang memberi tanda kepadanya untuk membantunya. Maka ketika ia dengan hati-hati sekali pergi ke arah suara itu, ia mendengar suara tertawa bersahut-sahutan. Dan ia melihat keempat bayangan itu seperti terbang mengarah ke balai perbendaharaan. Maka dengan tidak banyak pertimbangan lagi ia langsung menyerang keempat bayangan itu.

Keempat bayangan itu rupa-rupanya sama sekali tidak menduga kalau ia akan mendapat serangan demikian hebatnya. Sehingga dalam beberapa saat rupa-rupanya Gajah Alit telah berhasil melukai satu di antaranya. Tetapi ketiga yang lain menjadi sangat marah dan segeralah terjadi pertempuran yang hebat sekali.

Sementara itu Mahesa Jenar belum memperlihatkan diri. Kecuali keadaan masih belum memerlukan, rupanya Gajah Alit tidak begitu banyak mengalami kesulitan. Meskipun ia harus bekerja mati-matian melawan tiga orang yang mempunyai tenaga tempur yang cukup, ia sendiri memandang perlu untuk tetap mengawasi gerak-gerik bayangan di atas atap balai perbendaharaan itu. Dan apa yang diduganya ternyata benar. Bayangan di atas atap itu ternyata adalah pemimpinnya, yaitu Lawa Ijo sendiri.

Melihat keempat orangnya itu tak segera dapat mengatasi lawannya, Lawa Ijo tampaknya tidak sabar lagi. Tiba-tiba ia mengeluarkan suatu suitan nyaring dan seperti seekor elang menyambar ia terjun dari atap. Kedua tangannya dikembangkan dan tampaklah jari-jari tangannya yang kokoh kuat itu siap menerkam Gajah Alit. Mahesa Jenar yang memang sudah siap, tidak membiarkan Gajah Alit dilukai, segera ia pun meloncat dari persembunyiannya. Geraknya tampak kuat, tangkas dan teguh seperti seekor banteng yang terluka menyerang lawannya.

Mendengar suitan dari atas atap itu, Gajah Alit segera sadar bahwa suitan itu seperti yang didengarnya tadi, ternyata bukanlah suara Mahesa Jenar. Maka segera ia melontarkan diri jauh ke belakang sampai empat lima depa, dan segera bersiap menghadapi kemungkinan dari musuhnya yang baru itu. Melihat gerak yang demikian cepatnya ketiga musuhnya jadi terkejut, demikian juga Lawa Ijo yang terpaksa membuat satu gerakan di udara untuk mengubah arah terjunnya.

Tetapi kembali di luar dugaannya bahwa dari arah lain datanglah dengan garangnya suatu serangan yang dahsyat. Kembali Lawa Ijo mengubah gaya tubuhnya. Meskipun demikian ia tak mempunyai kekuatan lagi untuk menyerang ke arah yang berlawanan, sehingga segera ia melipat tangan kanannya untuk melindungi dada, sedangkan tangan kirinya disiapkan untuk menyerang.

Pada saat kaki Lawa Ijo baru saja menyentuh tanah, datanglah serangan Mahesa Jenar dengan dahsyatnya, sehingga terjadilah suatu benturan yang sangat hebat dari dua tenaga raksasa. Tetapi rupanya Mahesa Jenar menang perhitungan, sehingga Lawa Ijo terdorong ke belakang dan kehilangan keseimbangan. Ia berguling dua kali ke belakang dan barulah ia dapat tegak kembali.

Lawa Ijo merasakan dadanya sangat nyeri, nafasnya agak sesak. Pukulan Mahesa Jenar yang dilontarkan sepenuh tenaga itu rupanya telah melukai bagian dalam tubuh Lawa Ijo. Meskipun demikian, pada saat benturan itu terjadi, tangan kiri Lawa Ijo ternyata telah dapat mengenai pundak Mahesa Jenar, sehingga tangan kanan Mahesa Jenar pun menjadi sakit dan geraknya menjadi terbatas.

Gajah Alit yang melihat munculnya Mahesa Jenar dengan tiba-tiba itu menjadi girang, dan geraknya bertambah mantap. Sambil menyerang kembali ia sempat berkata, “Ee.., kakang Rangga, rupa-rupanya kau mau mengajak main sembunyi-sembunyian.”

Tetapi Mahesa Jenar diam saja, sebab ia sedang berhadapan dengan lawan yang sangat tangguh.

Segera terjadi dua kancah pertarungan yang dahsyat. Mahesa Jenar melawan Lawa Ijo, dan Gajah Alit melawan tiga orang pengikut Lawa Ijo. Mungkin karena Lawa Ijo telah berhasil dilukainya lebih dahulu, maka pertempuran antara Mahesa Jenar dan Lawa ijo yang namanya terkenal ke segala pelosok dan ditakuti oleh siapapun, berhadapan dengan Mahesa Jenar tak dapat berbuat banyak. Sekali dua kali memang ia bisa mengenai tubuh Mahesa Jenar, tetapi sebaliknya Mahesa Jenar telah mengenainya dua kali lipat.

Karena tangan kanannya terluka, Mahesa Jenar memusatkan serangannya pada kecepatan gerak kakinya. Dan ternyata ini berbahaya sekali bagi Lawa Ijo. Pada suatu kali Lawa Ijo dengan dahsyatnya menyerang arah tenggorokan Mahesa Jenar dengan dua buah jarinya yang dirapatkan. Cepat-cepat Mahesa Jenar menghindar dengan menarik tubuhnya sedikit ke samping. Tetapi secepat kilat Lawa Ijo mengubah serangannya dengan suatu tendangan ke arah ulu hati Mahesa Jenar.

Serangan itu datangnya cepat sekali, sehingga hanya dengan gerakan yang kecepatannya tak dapat dilihat, Mahesa Jenar berhasil menangkis serangan itu dan dengan tangannya mendorong kaki itu ke dalam. Dorongan itu begitu kuatnya sehingga Lawa Ijo terputar setengah lingkaran. Maka kembali Mahesa Jenar mempergunakan kesempatan ini. Belum lagi kaki Lawa Ijo itu menjejak tanah, Mahesa Jenar telah memberikan suatu tendangan dan dengan tumitnya ia mengenai lambung lawannya. Kembali Lawa Ijo terlompat beberapa langkah.

Karena dada Lawa Ijo memang sudah terluka, maka pukulan ini rasanya jauh lebih hebat dari serangan yang pertama, sehingga Lawa Ijo terlompat ke belakang. Mahesa Jenar yang akan memburunya, terpaksa segera menghentikan geraknya.

Seleret sinar putih terbang menyambar dadanya. Secepat kilat ia miringkan tubuhnya, dan sinar putih itu lari hanya berjarak setebal daun dari dadanya, mengenai dinding balai perbendaharaan dan langsung menancap di sana hampir sampai ke tangkainya.

TERNYATA benda itu adalah sebilah pisau yang pada tangkainyadiikatkan secarik kain yang bergambar seekor kelelawar hijau dengan kepala serigala. Melihat pisau itu tertancap begitu dalam, hati Mahesa Jenar tersirap juga. Kalau saja pisau itu menancap di dadanya, entahlah apa jadinya.

Sementara itu terjadilah suatu hal di luar dugaan. Setelah melemparkan pisaunya, segera Lawa Ijo meloncat ke belakang dan secepat kilat ia melarikan diri. Mahesa Jenar tentu saja tak membiarkan Lawa Ijo lari, sehingga ia segera mengejarnya. Tetapi di luar dugaannya pula, kedua orang yang turut mengeroyok Gajah Alit segera meninggalkannya dan menghadangnya.

Mereka sekarang sudah memegang senjata di tangan masing-masing. Sebuah belati panjang. Mahesa Jenar menjadi jengkel sekali. Sedianya ia sama sekali tak ingin melayani orang itu, supaya tidak kehilangan Lawa Ijo. Tetapi kedua orang itu nekad menyerang Mahesa Jenar. Terpaksa Mahesa Jenar berhenti untuk melayani kedua orang itu. Baik Mahesa Jenar maupun Gajah Alit mengerti akan maksud kedua pembantu Lawa Ijo itu, yaitu untuk memberi kesempatan kepada pemimpinnya supaya dapat meloloskan diri.

Karena itu Gajah Alit pun berusaha untuk menghindari pertarungan dengan lawannya yang tinggal seorang itu untuk dapat mengejar Lawa Ijo. Tetapi lawannya itu pun sudah seperti orang kemasukan setan. Maka akhirnya Mahesa Jenar dan Gajah Alit mengambil keputusan untuk menyelesaikan lawan masing-masing, baru berusaha menangkap Lawa Ijo.

Tetapi belum lagi mereka berhasil menyelesaikan pertempuran itu, Lawa Ijo telah meloncat ke atas dinding halaman. Kemudian kembali terdengar suara tertawa itu, suara tertawa yang menusuk-nusuk hati begitu pedihnya seperti suara rintihan hantu kubur. Dengan cepat tertawanya itu makin lama makin terdengar jauh dan lemah.

Menyaksikan hilangnya Lawa Ijo di depan matanya, Mahesa jenar dan Gajah Alit menjadi gusar bukan kepalang. Dan sekarang kegusarannya itu hanya dapat ditumpahkan kepada lawannya yang ketika itu juga sudah berusaha untuk melarikan diri. Maka dengan kekuatan penuh, Mahesa Jenar segera menghantam lawannya. Pisau yang dipegang oleh kedua orang itu sama sekali tak berarti.

Pukulan Mahesa Jenar melayang mengenai kepala salah seorang di antaranya, sehingga terdengar suatu jerit ngeri. Disusul teriakan keras dari yang seorang lagi karena tulang-tulang rusuknya rontok disambar kaki Mahesa Jenar. Maka seperti batang pisang keduanya roboh di tanah dan tak bergerak-gerak lagi.

Belum lagi gema teriakan itu berhenti, terdengarlah suara keluhan yang tertahan. Rupanya Gajah Alit pun berhasil menyelesaikan pertempurannya. Hanya saja ia mempunyai cara sendiri untuk menumpahkan kemarahannya. Dengan tangannya yang pendek kukuh itu ia menyambar leher lawannya. Lalu dengan ibu jarinya yang kokoh ia menekan leher itu sampai nafas lawannya putus.

Namun meskipun pada pagi harinya terjadi kegemparan dalam istana, serta hampir tiap-tiap mulut menyatakan pujian terhadap Mahesa Jenar dan Gajah Alit, yang telah berhasil menggagalkan usaha Lawa Ijo, bahkan dapat pula membinasakan empat orang anggotanya, tetapi Mahesa Jenar tetap merasa kagum akan kekuatan tenaga batin lawannya. Meskipun terjadi perkelahian begitu hebatnya, serta beberapa kali terdengar teriakan dan suitan, namun tak seorang pun dari mereka yang tertidur karena pengaruh sirep itu terbangun.

Apalagi suara tertawa itu. Alangkah tajamnya, sehingga mempunyai pengaruh yang luar biasa. Orang yang tidak mempunyai daya tahan yang kuat tentu akan terpengaruh karenanya, akhirnya menggigil ngeri dan kehilangan tenaga.

Sekarang, pada saat ia bertanding melawan Watu Gunung untuk kepentingan Ki Asem Gede, kembali ia mendengar tertawa yang demikian. Mirip sekali dengan suara tertawa Lawa Ijo. Orang-orang yang tak berkepentingan serta tak terlibat dalam perkelahian itu pun menjadi menggigil karenanya. Bahkan beberapa orang telah terduduk lemah tanpa kekuatan lagi untuk dapat berdiri.

Mengingat pengalaman berhadapan dengan Lawa Ijo, kegusaran hati Mahesa Jenar seperti tergugah. Dalam sejarah hidupnya belum pernah ada seseorang penjahat yang sudah berada di bawah hidungnya terluput dari tangannya. Meskipun ia sekarang bukan lagi seorang prajurit Demak, ia tetap memiliki jiwa pengabdian untuk kedamaian hati rakyat. Karena itu sekali lagi ia ingin bertemu dengan Lawa Ijo, yang sejak peristiwa itu namanya tak pernah terdengar lagi.

Mahesa Jenar yakin, bahwa apabila tak terbinasakan, pada suatu saat pasti Lawa Ijo akan muncul kembali. Watu Gunung yang memiliki ciri-ciri khas sama dengan Lawa Ijo, tentu mempunyai hubungan erat. Mungkin Watu Gunung adalah bekas gerombolan Lawa Ijo, atau mungkin juga muridnya. Maka timbullah keinginan Mahesa Jenar untuk mempermainkan orang ini sebagai undangan buat kehadiran Lawa Ijo.

Kenangan dan pikiran-pikiran itu hanya sebentar saja melintas di otak Mahesa Jenar. Sementara itu suara tertawa Watu Gunung sudah kian lemah, kian lemah. Para penonton pun menjadi kian ngeri dan ketakutan. Beberapa orang diantaranya terjatuh lemas seperti dicopoti tulang-tulangnya. Saat yang mengerikan tentu segera tiba. Para penonton yang mengharap segera berakhir riwayat kelima iblis itu, meratap dalam hati.

Tepat pada saat mulut Watu Ganung terkatup, matanya segera berubah jadi merah dan liar. Wajahnya tampak bertambah bengis. Ia memandang Mahesa Jenar dengan tajam. Tangannya direntangkan ke samping, sedangkan jari-jarinya yang kuat itu dikembangkan, siap untuk menerkam dan merobek lawannya. Setapak demi setapak ia maju mendekati umpannya.

Sementara Mahesa Jenar pun telah siap, dan telah mendapat keputusan untuk mempermainkan lawannya. Tetapi ia tetap waspada dan hati-hati, sebab ia tahu betapa kuatnya Lawa Ijo. Kalau saja orang ini dapat mewarisi segala kehebatan Lawa Ijo, pertarungan tentu akan menjadi sangat sengit.

Ketika jarak mereka tinggal kira-kira dua depa, Watu Gunung menggeram hebat. Lalu dengan gerak yang cepat sekali ia melompat menerkam Mahesa Jenar. Serangan yang dilontarkan dengan sepenuh tenaga, serta dari jarak yang begitu dekat dengan kecepatan yang tinggi, menjadikan darah para penonton berdesir. Apalagi ketika mereka melihat Mahesa Jenar tidak sempat menghindari serangan itu. Ia hanya dapat melindungi dirinya dengan tangannya, yang disilangkan di muka dadanya untuk menahan terkaman jari-jari Watu Gunung.

Memang saat itu Mahesa Jenar sama sekali tidak berusaha menghindar. Ia hanya mempergunakan tangannya untuk melindungi dadanya.

KETIKA serangan itu datang, terdengarlah beberapa jeritan tertahan, justru dari para penonton. Sedangkan Ki Asem Gede pun tak sempat mengedipkan matanya. Mereka mengira bahwa akan terjadi suatu benturan yang dahsyat dan tangan Mahesa Jenar akan dipatahkan.

Tetapi apa yang terjadi adalah jauh dari itu. Sama sekali tak terjadi benturan yang keras. Sebab waktu tangan Watu Gunung menyentuh tangannya, Mahesa Jenar surut ke belakang selangkah untuk memusnahkan tenaga lawan. Sesudah itu ia gunakan enam bagian tenaganya untuk mendorong lawannya.

Watu Gunung sama sekali tidak mengira bahwa ia akan mengalami pelayanan yang demikian. Karena itu seperti bola besi yang dilemparkan ke udara oleh tenaga seekor banteng, ia melayang sebentar dan terjatuh beberapa depa ke belakang. Hanya karena kelincahan dan keuletannya saja maka ia tidak terpelanting dan jatuh bergulingan.

Meskipun tubuhnya bergetar, Watu Gunung berhasil tegak di atas kedua kakinya, bahkan ia telah siap pula dengan sebuah pertahanan.

“Bagus. Ulet juga orang ini,” desis Mahesa Jenar.

Tetapi Mahesa Jenar tidak mau memberi kesempatan lagi. Watu Gunung geragapan, cepat-cepat ia rendahkan tubuhnya dan melindungi lambungnya dengan siku. Tapi rupanya Mahesa Jenar tidak betul-betul menyerang lambung itu, sebab sebentar kemudian tangan kanannya sudah berputar mengenai tengkuk Watu Gunung. Kembali Watu Gunung terhuyung-huyung ke samping. Dikerahkannya semua tenaganya untuk menahan tubuhnya supaya tidak jatuh, dan dengan susah payah ia berhasil juga.

Perubahan yang terjadi demikian cepatnya itu, menyebabkan para penonton terkejut bukan kepalang. Malahan kemudian ada yang tidak percaya pada apa yang terjadi. Setan mana yang telah membantu Mahesa Jenar mendapat kekuatan itu.

Samparan beserta ketiga kawannya sampai berdiri. Sebagai orang yang penuh pengalaman, Samparan segera melihat kekuatan Mahesa Jenar yang luar biasa itu.

Kalau mula-mula Mahesa Jenar tampak lemah dan tak bertenaga, itu karena ia sedang menjajagi sampai di mana kekuatan lawannya. Kalau mula-mula ia merasa yakin bahwa Watu Gunung akan berhasil, sekarang adalah sebaliknya, ia menjadi yakin kalau Watu Gunung akan binasa, atau setidak-tidaknya namanyalah yang binasa. Rupanya ketiga kawannya pun berpikir demikian.

Apalagi Mahesa Jenar telah mendesak demikian hebatnya. Anehnya, serangan serangan Mahesa Jenar tidak tampak membahayakan. Pada suatu kali, ketika Mahesa Jenar meloncat dengan dahsyatnya ke udara, kakinya bergerak menyambar kepala Watu Gunung, sehingga Watu Gunung terpaksa merendahkan diri untuk menghindar. Tetapi segera kaki itu ditarik, dan sekali menggeliat Mahesa Jenar telah berdiri di belakang Watu Gunung. Tangannya bergerak cepat sekali ke arah kepala Watu Gunung. Serentak hati para penonton tergetar. Hampir saja mereka bersorak, karena pasti kepala Watu Gunung akan terhantam.

Tetapi rupanya Mahesa Jenar berbuat lain. Ia hanya menyambar saja ikat kepala Watu Gunung yang berwarna merah soga itu.

Mendapat perlakuan ini, wajah Watu Gunung menjadi merah, semerah ikat kepalanya yang disambar Mahesa Jenar itu. Giginya gemeretak menahan marah, dan tubuhnya bergetar secepat getaran darahnya. Bagi kurang seperti Watu Gunung, lebih baik kepalanya diremukkan daripada dihina sedemikian.

Perintah Kaisar Naga : 4890 - 4894

 Perintah Kaisar Naga. Bab 4890-4894 Dunia tangga ketujuh adalah padang bintang, tanpa aura dan tanpa makhluk hidup! Yang ada hanya seorang ...