Oleh” Silaturahmi
Dalam sebuah acara silaturahmi,
beberapa cucu dari 8 orang anak menjumpai eyangnya yang ada di desa.
Mereka menceritakan kisah sukses
masing”. Ada yang menjadi direktur BUMN, ada yang menjadi direktur Bank, ada yang
menjadi pengusaha sukses, dokter, arsitek, pengacara, konsultan, dll.
Melihat para cucu” tersebut
ramai” membicarakan kesuksesan mereka,
eyang tersebut segera ke dapur kemudian mengambil seteko kopi panas dan beberapa
cangkir kopi yang berbeda”. Mulai dari cangkir yang
terbuat dari kristal, kaca, melamin dan plastik.
“ Sudah, sudah.. Ngobrolnya
berhenti dulu. Ini Eyang sudah siapkan kopi buat kalian,” seru sang eyang
memecah keasyikan obrolan mereka.
Hampir serempak, mereka kemudian
berebut cangkir terbaik yang bisa mereka dapat.
Akhirnya, di meja yang tersisa
hanya satu buah cangkir plastik yang paling jelek.
Lantas, setelah semua mendapatkan
cangkirnya, sang eyang pun mulai menuangi cangkir itu dengan kopi panas dari
teko yang telah disiapkannya.
“ Mari, silakan diminum, ” ajak
sang eyang, yang kemudian ikut mengisi kopi dan meminum dari cangkir terakhir
yang paling jelek.
“ Bagaimana rasanya…? Nikmat kan…?
Ini dari kopi hasil kebun eyang sendiri. ”
“ Wah, enak sekali eyang… Ini kopi paling sedap yang pernah saya
minum, ” timpal salah satu cucu yang langsung diiyakan oleh saudara” yang lain.
“ Nah, kopinya enak ya…? Tapi,
apakah kalian tadi memperhatikan. Kalian hampir saja berebut untuk memilih
cangkir yang paling bagus hingga hanya menyisakan satu cangkir paling jelek ini…?
” tanya sang eyang.
Cucu”nya dari 8 anaknya yang
menyebar di berbagai kota itu pun saling berpandangan.
" Perhatikanlah, bahwa
kalian semua memilih cangkir yang bagus dan kini yang tersisa hanyalah cangkir
yang murah dan tidak menarik.
Memilih hal yang terbaik adalah
wajar dan manusiawi. Namun persoalannya, ketika kalian tidak mendapatkan
cangkir yang bagus perasaan kalian mulai terganggu.
Kalian secara otomatis melihat
cangkir yang dipegang orang lain dan mulai membandingkannya.
Pikiran kalian terfokus pada
cangkir, padahal yang kalian nikmati bukanlah cangkirnya melainkan kopinya.
Hidup kita, baik kehidupan dunia
maupun kehidupan ibadah, seperti kopi dalam analogi tersebut di atas, sedangkan
cangkirnya adalah sarana, pekerjaan, jabatan, atau harta benda yang kita
miliki. "
Semua cucunya tertegun mendengar
penjelasan dari sang eyang.
Penjelasan dari sang eyang telah
menyentak kesadaran mereka.
" Cucu-cucuku
tercinta..." lanjut sang eyang.
" Jangan pernah membiarkan
cangkir mempengaruhi kopi yang kita nikmati. Cangkir bukanlah yabg utama,
kualitas kopi itulah yang terpenting.
Jangan berpikir bahwa kekayaan yang
melimpah, sarana yang mewah, karier yang bagus dan pekerjaan yang mapan
merupakan jaminan kebahagian hidup dan kenikmatan dalam beribadah. Itu konsep yang
sangat keliru.
Kualitas hidup dan ibadah kita
ditentukan oleh " Apa yang ada di
dalam " bukan " Apa yang kelihatan dari luar. "
Status, pangkat, kedudukan,
jabatan, kekayaan, kesuksesan, popularitas, adalah sebuah predikat yang
disandang.
Tak salah jika kita mengejarnya.
Tak salah pula bila kita ingin
memilikinya.
Namun, semua itu hanya sarana.
Sarana hanya bermanfaat apabila
bisa mengantarkan kita pada tujuan.
Apa gunanya memiliki segala sarana, namun tidak pernah
merasakan kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dan kebahagian sejati di dalam
kehidupan kita…?
Itu sangat menyedihkan.
Karena hal itu sama seperti kita
menikmati kopi kualitas buruk yang disajikan di sebuah cangkir kristal yang
mewah dan mahal..."
Kunci menikmati kopi bukanlah
seberapa bagus cangkirnya, tetapi seberapa bagus kualitas kopinya.
Selamat menikmati secangkir kopi
kehidupan... saudara-saudari tercinta...
No comments:
Post a Comment