Bertepuk dada tidak ada beda
dengan mengeluh. Menepuk dada terjadi karena kesadaran diri menyiut sehingga
yang muncul dalam kesadarannya hanya dirinya sendiri. Ketika Anda menepuk dada,
Anda hanya melihat kebesaran hanya di dalam diri, yang lain tidak terlihat.
Saudara kembar bertepuk dada
adalah mengeluh. Mengeluh juga penyiutan kesadaran, ia hanya menyadari kalau
kekuatan yang bisa menyelesaikan masalahnya hanya kekuatannya sendiri, tidak
ada yang lain yang bisa membantu, sehingga terasa sangat berat.
Ketika kesadaran menyiut, semesta
juga mengalami pengerdilan respons, karena semesta merespons sesuai prasangka
Anda. Karena prasangka terbatas, respons semesta pun terbatas. Sabar direspons
kemanfaatan, mengeluh direspons keruwetan.
“ Sesungguhnya jika Allah akan
mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberikan ujian kepada mereka. Barangsiapa
yang bersabar, maka kesabaran itu bermanfaat baginya. Dan barangsiapa tidak
ridha ( mengeluh ) maka itu akan kembali padanya.”
( H.R. Ahmad dan at-Tirmidzi )
Dalam riwayat Imam Bukhari dan
Imam Muslim diriwayatkan kisah Nabi Sulaiman yang sanggup menggauli 100
istrinya ( riwayat lain 60, 70 dan 90 istri ) dalam satu malam. Sulaiman
bersumpah dari keseratus istrinya akan hamil dan masing-masing mereka akan
melahirkan anak lelaki tangguh yang ahli menunggang kuda yang akan berjihad di
jalan Allah. Ketika itu Sulaiman diingatkan oleh malaikat agar Sulaiman mengucap
insyā Allāh, yakni untuk memperluas kesadaran, tetapi Sulaiman lupa
mengucapkannya. Hasilnya Sulaiman yang merasa setiap kehendaknya selalu
direspons oleh semesta ternyata gagal total. Keseratus istrinya tidak ada yang
hamil, kecuali satu yang hamil itu saja melahirkan anak cacat. Nabi Muhammad
S.A.W. mengomentari andai Sulaiman mengucapkan insyā Allāh yakni berkesedaran
yang meluas, niscaya semesta meresponsnya, keseratus istrinya melahirkan 100
anak lelaki tangguh.
Sulaiman lupa mengucap insyā Allāh
karena Sulaiman terlalu bertepuk dada, ia mengalami penyiutan kesadaran
disebabkan terlalu percaya diri sebab memang apa yang ia inginkan selalu
direspons cepat oleh semesta.
Di dalam jiwa Anda ada rasa. Rasa
itulah menggetarkan kesadaran-kesadaran. Jiwa merupakan ruang tanpa tepi, tanpa
batas, tanpa titik, tanpa jarak dan tanpa beda. Anda yang muslim mengalami
sedih atau senang, Anda yang kristiani juga mengalami sedih atau senang, itu
artinya jiwa tidak lagi dibatasi oleh agama dan keyakinan sekalipun. Jiwa juga
mampu menembus dimensi alam, Anda yang ditinggal mati oleh kekasih Anda bisa
merasakan kekasih hati masih tetap dekat di hati sekalipun raganya telah
terpisah, raga Anda di alam dunia, raga kekasih membusuk di bawah kubur. Bahkan
jiwa Anda bisa menggetarkan tiang-tiang 'Arsy sekalipun Anda berzikir di atas
Bumi ini.
Jiwa begitu luas tanpa wadah
fisika, sehingga setiap jiwa Anda telah tertanam potensi kesadaran terluas alam
semesta ini, tinggal Anda mau memakai kesadaran luas atau kesadaran sempit.
Kesadaran luas melahirkan respons luas, kesadaran sempit melahirkan respons
sempit.
Nabi Ibrahim A.S. menyadari
hasbunāllah wa ni'mal wakīl ketika hendak dibakar hidup, semesta meresponsnya
tidak hangus dibakar. Nabi Muhammad S.A.W. juga menyadari hasbunāllah wa ni'mal
wakīl ini ketika menghadapi perang Badar, semesta memenangkan pasukan muslimin
yang hanya 300 tentara dengan enteng mengalahkan 1000 tentara Quraisy. Nabi
Yunus A.S. menyadari lā ilāha illā anta subhānaka innī kuntu minazh zhālimīn
ketika di dalam perut ikan, semesta meresponsnya dengan keluar selamat dari
perut ikan dan amukan ombak dahsyat samudera.
Sehingga hidup ini sebenarnya
sangat luas bahkan tanpa batas, sangat universal, tidak ada yang sempit, dan
keluasan tersebut tidak lain terdapat di dalam kesadaran Anda. Semesta itu
gampang bekerjanya, asal Anda menyadari
No comments:
Post a Comment