Kh Maimoen Zubair Saat Menguji
Kiai Subhan Makmun Brebes Tentang " Innamaa Ya'muru Masaajidallah Bukan Innamaa
Yu'ammiru Masaajidallah "
Ada nilai lebih saat seseorang
sering sowan ke kiai sepuh. Apalagi kiai dimaksud selevel KH Maemun Zubair.
Berikut kesan yang disampaikan KH Subhan Makmun saat ditanya Mbah Mun, sapaan
akrab KH Maemun Zubair dalam sebuah pertemuan.
“ Satu ketika saya diundang oleh
Mbah Maemun Zubair dalam sebuah acara di pesantren beliau di Sarang Rembang, ”
kata Kiai Subhan Makmun mengawali cerita
Kepada Kiai Subhan Mbah Maemun
berkata, “ Gus, tolong jawab pertanyaan saya. Kalau Anda tidak mau jawab, maka
saya tidak mau naik panggung. ”
“ Pertanyaan apa, kiai…? ” tanya
Kiai Subhan.
Lalu Mbah Maemun memberikan
pertanyaannya, “ Apa bedanya kalimat innamâ ya’muru masâjidallah dan kalimat
inaamâ yu’ammiru masâjidallah…? Mengapa di dalam Al-Qur’an bunyinya innamâ
ya’muru masâjidallah bukan inaamâ yu’ammiru masâjidallah…? ”
Mendapat pertanyaan seperti itu
Kiai Subhan menjawab, “ Kalau ya’muru maka bentuk masdarnya ‘imârah, sedangkan
yu’ammiru bentuk masdarnya ta’mîr...”
“ Saya tidak bertanya soal ilmu
sharaf, Gus.." timpal Mbah Maemun.
“ Yang saya tanyakan adalah
faedahnya. Apa faedahnya Al-Qur’an menyebutkan innamâ ya’muru masâjidallah
bukan inaamâ yu’ammiru masâjidallah…? ”
Mendapat pertanyaan demikian
sejenak Kiai Subhan terdiam. Ia merasa sedang diuji oeh Mbah Maemun. Namun tak
berapa lama dalam diamnya Kiai Subhan tiba” serasa disodori kitab Tafsir
Baidlowi yang pernah ia pelajari di tahun delapan puluhan. Dengan sangat jelas
ia teringat apa yang pernah dipelajari di dalam kitab tafsir tersebut yang
merupakan jawaban atas pertanyaan yang sedang dihadapi.
Maka kemudian Kiai Subhan
menyampaikan jawaban kepada Mbah Maemun, “ Kalau YA'MURU itu MERAMAIKAN MASJID
dengan kegiatan” seperti shalat tahiyatul masjid, pembacaan Al-Qur’an, dzikir
dan lain sebagainya. Sedangkan YU'AMMIRU itu MERAMAIKAN BANGUNAN MASJID dengan
menghiasi bangunannya saja...”
Ternyata apa yang disampaikan
oleh Kiai Subhan dibenarkan Mbah Maemun dan pada akhirnya berkenan untuk naik
ke panggung untuk menjelaskan perihal masjid.
Pada lain kesempatan setelah
beberapa tahun kemudian, Kiai Subhan melakukan perjalanan ziarah ke beberapa
daerah. Hingga pada waktu tengah malam mampir ke sebuah masjid untuk shalat.
Kepada penjaga masjid yang ada,
Kiai Subhan meminta untuk dibukakan masjid. Namun sang penjaga menolak dengan
alasan bahwa keputusan Dewan Kemakmuran Masjid ( DKM ) menghendaki masjid hanya
dibuka ketika waktu shalat saja. Meski Kiai Subhan terus meminta, namun penjaga
itu tetap tak mau membukakannya.
“ Atas peristiwa ini, ” lanjut
Kiai Subhan dalam ceritanya yang disampaikan dalam acara peringatan Isra Mi’raj
di Masjid Agung Kota Tegal, Ahad (1/4). “ saya teringat dahulu pernah ditanya
oleh Mbah Maemun tentang beda ya’muru dan yu’ammiru, " katanya.
Ternyata banyak pengurus masjid
di berbagai daerah hanya melakukan ta’mîr, bukan ‘imârah” kenangnya. Mereka
hanya membangun masjid dengan megah dan menghiasinya dengan indah, namun tidak
banyak meramaikannya dengan kegiatan ibadah, lanjutnya.
No comments:
Post a Comment