Photo

Photo

Thursday 16 May 2019

Jaka Indi Dan Dunia Astral, Bagian 8


Pegunungan Kapila

Suara kicau burung pagi hari mulai terdengar riuh bersahutan, sejuknya udara pagi menjalari sekujur tubuh terasa lembut menyegarkan badan. Jaka Indi perlahan menjulurkan tangan dan ujung kakinya untuk meregangkan tubuhnya, sambil membuka mata dan menatap langit-langit. Kemudian melirik Dewi Yuna yang terlihat masih lelap tertidur dengan selimut membungkus badannya. Jaka Indi perlahan mulai bangun, lalu dengan berjalan gontai, menuju lamar mandi, membersihkan diri, berwudhu dan menunaikan sholat subuh dilanjutkan dengan berzikir serta meditasi.

Pagi hari adalah saat yang disukai Jaka Indi untuk meditasi dan menyerap energi alam. Dalam heningnya suasana, terlintas fikiran tentang istrinya yang masih lelap tertidur. Jaka Indi bergumam dalam hati " Aku harus mengajarkan ibadah sholat padanya, bagaimanapun itu kewajibanku sebagai imam dalam rumah tangga...”

Selesai meditasi Jaka Indi memalingkan wajahnya melihat Dewi yuna, yang ternyata telah mendusin dari tidurnya.

" Mas Jaka, apa yang sedang mas lakukan…? “ tanya Dewi Yuna dengan rasa ingin tahu...

" Aku sedang meditasi...."

" Maksutku yang sebelum meditasi, ..."

" Ouh.. itu gerakan sholat, yang merupakan tata cara beribadah... nanti pada waktunya aku akan mengajarkan padamu, “

Aku hanya teringat gerakan-gerakan tersebut serupa dengan yang dilakukan Eyang Ageng Wicaksono, beliau salah satu guru dan penasihat spiritual dari bunda ratu yang juga seorang pertapa. Aku ingat saat masih anak-anak dan remaja pernah beberapa kali diajak bunda ratu ketempat beliau dipegunungan Kapila, " Apakah beliau seorang manusia….? " tanya Jaka Indi dengan antusias

" Bukan…. beliau juga dari kalangan Peri, hanya saja usia beliau sudah seribu tahun lebih…”
" Ah.... Aku mandi dulu, nanti pembicaraannya dilanjutkan lagi setelah mandi “ Ujar Dewi yuna, sembari melempar selimutnya kesamping dan turun dari pembaringan menuju tempat pemandian, Jaka Indi hanya melenggong memandang Dewi Yuna yang ternyata masih dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun, dan jalan berlenggang dengan santainya keruang pemandian tanpa perasan sungkan sedikitpun.

Dewi Yuna memang memiliki tubuh yang indah, bagian yang semestinya langsing ternyata memang tidak gemuk,  sedang bagian tubuh yang semestinya montok dan berisi, ternyata memang tidak kurus,  tubuh Dewi Yuna memang sangat indah mempesona, bahkan Jaka Indi yang sudah berulangkali melihat tubuh polos Dewi Yuna, masih saja dadanya berdegup kencang dan terbangkit gairahnya setiap melihat istrinya dalam keadaan tanpa busana.

" Hadeuuwh..... “ Kehidupan para peri yang seperti ini, cendrung bersifat lugas, dan kurang memperhatikan batasan-batasan hubungan pria dan wanita, yang membuat Jaka Indi sering merasa jantungnya berdebar dan menjadi rikuh sendiri.

Sementara Dewi Yuna mandi di pemandian, Jaka Indi merenungkan keadaan kehidupan dialam astral yang ia kunjugi ini, waktu disini rasanya berjalan lebih lambat dari alam dunia tempatnya, sesaat mulai terfikirkan jejak abang seperguruannya Panji Dewantoro, yang belum juga mendapat titik terang keberadaannya,

Mungkin bila bisa bertemu lagi dengan mas Indrajid atau bisa menyelidiki organisasi pembunuh rahasia yang ada di negeri ini, boleh jadi ada informasi yang bisa didapat, karena sepengetahuannya, abangnya tersebut suka ikut campur hal-hal yang mengadung bahaya dan misteri.

“ Atau sebaiknya aku berkunjung ketempat Eyang Ageng Wicaksono, barangkali saja beliau bisa membantu memberi arahan dan petunjuk yang perlu kuketahui," fikir Jaka Indi.

Tak lama Dewi yuna telah keluar dari pemandian, dengan tubuh dililit handuk langsung menuju dipan tempat bajunya berserakan, setelah mengenakan pakaian, Dewi yuna keluar kamar dan memberi instruksi pada pengawal untuk memberitahu penjaga bagian dapur kaputran agar menyiapkan sarapan pagi.

Sementara Jaka indi sudah pindah duduk diatas dipan, sambil menatap istrinya yang kembali masuk kekamar.

" Yuna... duduklah sebelahku, aku mau tanyakan beberapa hal ..."

" Soal apa mas ? "

" Apa Bunda Ratu baik-baik saja…? "

" Iya mas... baik saja, Hanya saja kemarin ada rapat keluarga prihal kematian Pangeran Corwin dan prihal lamaran Pangeran Abhinaya "

" Soal kematian pangeran Corwin, Dewi Salasika yang masih menangani kasusnya, walau sudah diketahui siapa dan apa penyebab kematiannya, tapi apakah ada motif tertentu atau sebatas faktor ketidak sengajaan, hal inilah yang masih dicari tahu. "

“ Sedang prihal lamaran Pangeran Abhinaya, sepertinya untuk memperkuat posisi Negeri Suralaya dan menjaga hubungan baik kedua negara, Dewi kemala akan dinikahkan dengan pangeran Abhinaya.”

Jaka Indi hanya menghela nafas dengan perasaan getun, menyayangkan nasib Dewi Kemala yang cantik dan lembut, yang harus menjadi istri Pangeran Abhinaya yang jumawa.

“ Oh iya.... kalau anak perempuan kecil yang tubuhnya seperti diliputi nyala api, yang mendampingi bunda Ratu saat kita diperjamuan itu siapa ya…? “ tanya Jaka Indi dengan rasa penasaran.

" Ouh... Mas Jaka lihat juga, itu adikku yang paling kecil namanya dewi Agniya, sebenarnya Agniya putri angkat Bunda Ratu sejak masih bayi, namun Bunda ratu tidak pernah menceritakan darimana mendapatkannya dan keturunan siapa Agniya sebenarnya,  hanya saat beliau membawa pulang kerumah dari berpergian jauh, beliau mengatakan anggap ini adikmu, jaga dan perlakukannlah dengan baik. Sedang yang mas Jaka lihat itu adalah sukmanya, karena sebenarnya Agniya sedang dikarantina disuatu kamar khusus, jadi Agniya saat merasa bosan dikamar karantinanya, ia suka jalan-jalan dengan meraga sukma, seringnya saat dalam keadaan meraga sukma, mengikuti kemana bunda Ratu pergi,”

“ kenapa mesti dikarantina ? “ Tanya jaka Indi heran

" Sebenarnya ia anak yang lucu dan menyenangkan, selain dengan Bunda Ratu, ia juga cukup dekat denganku. Tetapi yang menjadi masalah Agniya ini emosinya masih labil, bila ia marah atau kesal maka ia akan berbuat tanpa memikirkan akibatnya, pernah suatu ketika hanya karena mengejar kelinci yang bersembunyi, Dewi Agniya sampai membakar hutan belakang istana, bahkan terkadang juga melukai prajurit penjaga, beberapa hewan peliharaan Dewi Rheena dari jenis hewan berbisa yang langka juga pernah dibakar olehnya.... katanya iichh... binatang menjijikkan kok dipelihara...”  Ujar dewi Yuna sambil tertawa kecil mengingat peristiwa tersebut.

" Oohh.... “ Seru Jaka Indi dengan tersenyum, membayangkan kejadian itu.

" Sebenarnya aku dan dewi Rheena saat anak-anak juga pernah dikarantina,  kalau aku karena sering terlibat perkelahian, kalau dewi Rheena karena kegemarannya mengumpulkan hewan berbisa, hanya saja Dewi Rheena akhirnya memilih tinggal bersama gurunya Dewi Jannetra dan tinggal di suatu paviliun didalam hutan Alas purwa. " Terang dewi Yuna panjang lebar.

Beberapa saat kemudian datanglah dua orang pelayan dapur Paviliun Kaputran dengan membawa dua mangkuk bubur sarang burung walet, dua buah kelapa muda dan sari buah, serta beberapa buah-buahan segar menggantikan buah-buahan yang kemarin.

" Ayuk sarapan dulu Mas…" ajak Dewi yuna, pagi ini Jaka indi makan dengan banyak dan lahap. Katanya pada Dewi Yuna, “ kamu makanlah yang banyak, karena mungkin kita akan melakukan perjalanan yang jauh.”

“ Memang mas Jaka mau kemana….? “ tanya Dewi Yuna, sambil menatap wajah Jaka Indi.

“ kalau kamu tidak keberatan, aku ingin menemui eyang Wicaksono yang kamu ceritakan.”

“ Iya... bisa... kebetulan aku masih ingat tempatnya, hanya saja belum tentu kita bisa berjumpa beliau disana, karena beliau suka melakukan perjalanan.  “ jelas dewi Yuna.
Tidak apa-apa, kita coba saja,  sekalian lihat-lihat pemandangan di pegunungan kapila.

“ Oh… iya... kita tidak usah pakai kereta kencana, cukup naik satu kuda unicorn saja, agar tidak terlalu menarik perhatian penduduk di pegunungan kapila.”

“ Baiklah mas Jaka,namun demikian dikarenakan perjalanan kepegunungan kapila, menempuh waktu lebih dari setengah hari perjalanan, sebaiknya kita betangkat sekarang saja mas, agar sebelum senja kita sudah sampai disana.”


Kala itu dinginnya udara pagi masih terasa menggigit dibadan, Jaka Indi duduk diatas kuda unicorn yang sedang dipacu dewi Yuna,  sembari tangannya memeluk pinggang Dewi Yuna dengan lembut, sementara kepalanya disandarkan pada bahu Dewi Yuna. Kuda unicorn memiliki ukuran tubuh lebih besar dari kuda biasa, bahkan sekalipun dinaiki dua orang dewasa secara bersamaan, tidak terasa sempit dan sesak.

Diwaktu kuda unicorn berlari, sebahagian  rambut Dewi Yuna yang diterpa angin menyapu sebahagian wajah Jaka Indi, tercium aroma harum dari rambut dan tubuh Dewi Yuna, membuat Jaka Indi semakin merapatkan tubuhnya dan memeluk pinggang Dewi Yuna dengan lebih erat. Saat Jaka Indi memperhatikan tengkuk istrinya, Jaka Indi merasa heran, karena mendapati kenyataan kalau kulit tubuh Dewi Yuna seperti tidak memiliki pori-pori layaknya manusia, bahkan bila diperhatikan bentuk daun telinganya seperti sedikit meruncing pada bagian atasnya.
Kemudian jemari tangan Jaka Indi perlahan mulai meraba perut Dewi Yuna.

" Yuna... Bolehkah aku bertanya sesuatu ....?

" Tanya apa mas," ujar dewi yuna dengan tetap memacu kuda unicornya.

" Apakah para peri memang tidak memiliki pusar pada bagian perutnya, seperti layaknya manusia!...? "

Dewi Yuna tiba-tiba tertawa sambil memperlambat lari kuda unicornnya. Tentu saja para peri juga mempunyai pusar layaknya manusia, saat kami masih balita, kami juga memiliki pusar walau lebih kecil dari pusar manusia, kan tali pusar berfungsi untuk memberi sari makanan pada janin dalam kandungan, hanya saja pusar kami lebih kecil dari manusia dan pusar yang ada dari para peri akan tertutup dengan sendirinya seiring bertambahnya usia. Bukan hanya pusar, bahkan bila ada luka ditubuh, seiring berjalannya waktu, lambat laun luka tersebut juga akan sembuh dan hilang dengan sendirinya. “ Terang Dewi Yuna.

"Ouuuh.... Begitu….. mungkinkah ini karena para peri punya kemampuan regenerasi sel, sehingga membuat mereka memiliki kemampuan memperbaiki organ tubuh yang rusak dan mungkin karena hal ini pula yang membuat Dewi Rheena tidak merasa khawatir sedikitpun, saat Jaka Indi mengancamnya akan menggores wajahnya. " Renung Jaka indi lebih jauh.

" Apakah ini artinya tubuh para peri mampu melakukan regenerasi sel atas sel tubuh atau anggota tubuh yang rusak, " tanya Jaka indi lebih lanjut.

“ Iya... benar sekali, “ gumam dewi Yuna...

Kali ini dewi Yuna tidak lagi memegang kendali kuda unicornya tapi membiarkan kuda tersebut berjalan dengan sendirinya,  Kedua tangannya dialihkan memegang dengan hangat kedua punggung telapak tangan Jaka Indi yang sedang memeluk pinggangnya.
bahkan para peri yang sudah menikah dan memiliki anak sekalipun akan selalu seperti layaknya seorang perawan, kata Dewi Yuna dengan suara setengah berbisik.
dan wajah memerah karena tersipu.

" Wow... amazing.. “ seru Jaka Indi dengan perasaan takjub.

" Oh ya ... sebenarnya keadaan mas Jaka sekarang ini, dikarenakan mas Jaka telah meminum air keabadian, dengan sendirinya keadaan mas Jaka juga sudah seperti kami bangsa peri." terang dewi Yuna lebih lanjut.

"apa.. aku juga selalu perjaka seperti para peri. " ujar Jaka Indi dengan terkejut senang.

" Maksutku... mas Jaka juga memiliki kemampuan menyembuhkan luka dengan sendirinya, sebagaimana kemampuan yang dimiliki para peri “ jelas Dewi Yuna sambil tertawa geli.

" Ehmm....  “ pantes saat Jaka Indi mandi ia merasa heran, mendapati kenyataan bekas-bekas luka ditubuhnya, termasuk luka-luka ditubuhnya saat masih anak-anak berangsur memudar dan hilang tanpa membekas." Fikir Jaka Indi dalam hati.

Saat itu matahari tampak mulai meninggi, bayang-bayang kuda unicorn yang awalnya terlihat memanjang, semakin siang hari bayangan yang terbentuk terlihat semakin memendek, hanya saja walau matahari semakin meninggi tapi udara saat itu tidak terasa terik, kemudian Jaka Indi melanjutkan percakapannya.

" Yuna apakah setiap mahluk astral juga seperti dirimu…?

" Ouh... tidak.... dari yang kutahu dan juga berdasar cerita bunda, bahwa kami para peri tidaklah sama dengan siluman atau jin, bahkan juga tidak sama dengan manusia, sekalipun secara bentuk fisik para peri hampir serupa dengan manusia. Menurut bunda,  Tuhan menciptakan mahluknya dari berbagai unsur, bila siluman dan jin diciptakan dari unsur api, malaikat dari unsur cahaya, dan manusia dari unsur tanah, kalau bangsa peri tercipta dari unsur udara, dan adapula beberapa mahluk yang tercipta dari unsur air. “

" Ouuuuh.... Ya...” selain hanya berkata ouhhh, Jaka indi tidak tahu harus berkata apa lagi, karena Jaka Indi belum pernah mendengar adanya mahluk yang tercipta dari unsur udara.

Sesaat Dewi Yuna kembali mulai menjalankan kuda unicornya dengan perlahan, kemudian sambil berpaling ke belakang katanya " mas tidak lama lagi kita akan sampai di telaga kuning, bagaimana kalau nanti kita istirahat sejenak, sebelum melanjutkan ke pegunungan kapila. “

" Okay... siiip.... “ kata Jika Indi sambil mencium pipi Dewi Yuna,
saat dewi Yuna bicara dengan memalingkan wajahnya.

Beberapa waktu kemudian sampailah mereka di telaga kuning,  sebuah telaga yang cukup luas dan airnya terlihat jernih, serta disekitar telaga banyak ditumbuhi pepohonan rindang, dengan sebahagian pohon yang tampak daunnya mulai berwarna kuning karena mengalami keguguran

Pantulan sinar matahari dan pantulan sebahagian besar daun yang mulai berwarna kekuningan pada pada permukaan air telaga memberi efek warna kekuningan. Sementara diatas telaga kuning banyak burung yang sepert burung belibis berterbangan. Setibanya di tepi telaga kuning Jaka Indi dan Dewi Yuna melompat turun dari kuda unicorn yang mereka kendarai.

" Mas Jaka... tunggu dibatu itu ya... aku mau cari beberapa buah-buahan sebentar " kata Dewi Yuna sambil menunjuk sebuah batu besar yang permukaannya datar yang terdapat persis ditepi telaga kuning.

Kemudian Dewi Yuna mengambil busur kristal dan anak panahnya, lalu pergi berlalu dari pandangan Jaka Indi menuju hutan kecil yang tak jauh dari telaga kuning. Jaka Indi berjalan menuju pinggiran telaga kuning, terlihat beberapa ikan yang cukup besar berseliweran ditepi telaga, dengan menyalurkan hawa murni pada telapak tangan kanannya, kemudian Jaka Indi menepuk permukaan air, ikan-ikan yang ada disekitarnya langsung muncul kepermukaan seperti dalam keadaan mabuk, dengan mudah Jaka Indi mengambil dua ekor ikan yang gemuk dan besar.

" Alhamdulillah.... Setelah sekian lama hanya makan buah, sayur dan bubur sarang walet, akhirnya bisa juga makan ikan, " kata Jaka Indi dalam hati dengan perasaan senang.

Kemudian Jaka Indi mulai mengumpulkan ranting dan beberapa rumput kering, dengan menyalurkan energi panas pada rumput kering yang ada digenggamannya, perlahan rumput tersebut mulai mengeluarkan asap dan terbakar, alu Jaka Indi meletakkan rumput kering yang mulai terbakar diatas tumpukan kayu ranting kering yang telah disusunnya.

Api unggun telah mulai menyala dan ikan yang dipanggang juga sudah mulai matang dan mengeluarkan aroma yang harum tapi dewi Yuna belum juga datang, jauh diujung seberang telaga terdapat 6 atau 7 peri wanita yang juga sedang bersantai ditepi telaga,  dari potongan busananya seperti dari peri kalangan rakyat biasa. Tak lama Dewi Yuna datang kembali dengan membawa buah-buahan serta beberapa jenis bunga serta dua buah kelapa muda yang cukup besar.

" Lho... mas Jaka suka ikan ya..." kata dewi Yuna, sambil meletakkan barang bawaannya dekat api unggun.

" Iya... ini aku sudah masakan satu buat kamu, " kata Jaka Indi sambil menyodorkan ikan yang sudah matang. Sementara Jaka Indi mengambil satu sisanya dan mulai menyantapnya.

"Ah... mas Jaka masa lupa... kalau kami para peri hanya makan buah dan bunga tertentu saja. " ujar dewi Yuna seraya menyantap beberapa bunga cempaka putih yang didapatnya.

" Kalau daging unggas mas Jaka suka gak…? tanya dewi yuna dengan menunjuk burung belibis yang banyak berterbangan diatas dan disekitar telaga kuning.

“ Iya suka... kami para pria dari kalangan manusia umumnya lebih menyukai daging, sedang buah dan sayur lebih banyak disukai kaum wanita.” jelas Jaka Indi dengan tawa renyah

" Oooh....," kemudian Dewi Yuna mengambil busur dan anak panahnya, dengan membidik kearah burung belibis yang sedang terbang diatas dan hanya sekali melepas anak panah burung belibis yang berada tinggi diatas langsung jatuh didekat mereka, karena terkena sasaran anak panah.

 "Ternyata kamu mahir memanah ya... aku teringat di danau asmoro ada seorang gadis yang juga mahir memanah...." belum selesai Jaka Indi melanjutkan kalimatnya.

Dewi Yuna yang sedang membersihkan bulu burung belibis, tiba-tiba telah memotong kalimatnya... " Aku adalah pemanah yang terbaik dinegeri ini, dan juga terbaik dalam bela diri tangan kosong, dalam usia sembilan tahun dan selama tiga tahun berturut-turut, tidak ada satupun yang dapat mengalahkanku, kemudian aku tidak lagi mengikuti lomba yang diadakan didanau asmoro “ Katanya dengan senyum bangga.

Lalu Dewi Yuna mulai memanggang daging burung belibis yang telah dibersihkannya.
Jaka indi hanya menatap istrinya dengan senyum ringan, setelah makan dua ekor ikan dan satu burung belibis serta minum air kelapa muda, perut Jaka Indi merasa sangat kenyang, dan seperti kebanyakan manusia Indonesia, bila perut kenyang terisi, justru rasa kantuk giliran mulai datang.

“ Yuna aku tiduran sebentar ya... kalau kamu sudah mau melanjutkan perjalanan kembali, aku dibangunkan saja, “ kata Jaka Indi yang mulai merasakan kantuk yang sangat dan sambil menguap lantas merebahkan tubuhnya di rerumputan tebal di tepi batu besar.

Apa yang diucapkan dewi Yuna, bahkan Jaka indi sudah mulai tidak dapat lagi mendengarnya dengan jelas .... karena dirinya sudah mulai tertidur pulas...
zzzZzzz....

Entah sudah berapa lama Jaka Indi tertidur, perlahan jaka indi mulai tersadar kembali, lamat-lamat terdengar suara gemercik air dan suara dendang lagu merdu layaknya suara senandung surga.

Nyanyian itu terasa merdu, suaranya lembut dan enak didengar, membuat siapapun yang mendengarnya seolah terbuai kealam impian yang indah. Jaka Indi belum menyadari, apakah dirinya sedang berada dialam impian ataukah berada dialam kenyataan.

Akhirnya Jaka Indi membuka matanya, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah langit biru yang cerah dengan beberapa burung putih yang berterbangan. Sampai saat ini Jaka Indi belum juga mengingat sedang berada dimanakah dirinya. Saat ia menengok kekiri, dilihatnya padang rumput yang terhampar luas dengan beberapa pohon rindang dan bunga warna warni yang indah, seolah memciptakan tempat bernaung yang indah nan romantis.

" Aneh …. ?" siapakah yang membawaku kesini… tempat apakah ini…? siapa pula yang membaringkanku dirumput dan ditaman yang indah ini…” Kemudian Jaka Indi mulai memalingkan wajahnya kesebelah kanan, disitu terbentang sebuah telaga yang jernih dengan terlihat beberapa angsa berenang ditengah telaga, mendadak Jaka Indi melenggong bengong,

Kiranya ia melihat seorang nona yang sangat jelita, berambut hitam lurus panjang sepunggung, dengan tubuh putih mulus dalam keadaan telanjang bulat sedang bermain air ditelaga sana, sambil mendendangkan sebuah lagu. Gadis yang berenang dan bermain ditelaga itu perlahan menuju tepi telaga lalu bangkit berdiri dan berjalan keluar telaga. Jaka Indi pada dasarnya adalah pemuda yang alim,
tapi disuguhi tontonan yang merangsang ini, mau tak mau matanya menatap tanpa berkedip dan dan dadanya berdebar-debar kencang. Gadis telanjang itu tidak menyadari ada sepasang mata yang sedang mengawasi tubuhnya yang molek yang dalam keadaan bugil itu. Ia masih bernyanyi kecil dan berjalan perlahan keluar telaga, rambutnya yang basah terurai dan tubuhnya yang mulus terkena cahaya sinar matahari, serta wajahnya yang sangat jelita. 

Membuat Jaka Indi merasa yang dilihatnya adalah bidadari yang sedang keluar dari telaga. Sesaat anak dara cantik itu, seperti menyadari sesuatu, lalu tatapannya beralih melihat ke Jaka Indi, dan saat mendapati Jaka Indi sedang menatapnya dengan mata membelalak. Tiba-tiba anak dara cantik itu berseru dengan kegirangan,

" Ooh ….. mas Jaka sudah sadar kembali, " Dengan antusias dan sangat gembira anak dara cantik itu berlarian menghampiri Jaka Indi.

Mata Jaka Indi semakin terbelalak lebar, betapa tidak ia saksikan gadis jelita yang bertelanjang bulat itu menghampiirinya semakin mendekat, sehingga semua bagian sensitif dari tubuh polosnya terpampang jelas, terutama dada ranumnya yang berguncang keras disaat anak dara itu berlari, pahanya yang putih mulus, pinggulnya yang bulat, perutnya yang langsing, dan.... Anak dara jelita tersebut tidak terlihat sedikipun merasa jengah dan rikuh saat menghampiri Jaka Indi dalam keadaan telanjang bulat.  Bahkan ia tertawa riang dan terlihat antusias mendekati Jaka Indi.
Dalam keadaan masih tanpa busana dara cantik itu mengusap wajah dan kening Jaka Indi,  dengan telapak tangannya yang halus dan lembut, Jaka Indi dapat melihat wajah cantik dara tersebut, seperti pernah mengenalnya, tapi masih belum bisa mengingatnya, dada yang ranum dari gadis jelita itu saat ini persis berada didepan wajah Jaka Indi, membuat jantung Jaka Indi semakin berdebar.

“ Mas Jaka, kamu habis keracunan, dan sudah seharian ini tak sadarkan diri, karena keracunan ikan wulan-biru yang mas makan. Ikan wulan biru sepintas serupa dengan ikan mas biasa, tapi kalau diperhatikan pada sirip dan ekornya berwarna kebiruan, tapi kalau sudah dipanggang akan tampak sama seperti ikan umumnya.
Jadi aku tadi kurang memperhatikannya. “ Kata dara cantik itu dengan tangan lembutnya masih mengusap pipi dan kening Jaka Indi.

Melihat Jaka Indi yang masih melongo dan mendelong menatap dirinya, dara jelita itu membentangkan tangannya lebar-lebar lalu menjatuhkan dirinya kedalam pelukan Jaka Indi dengan kemanjaan, " Oouh.... Mas Jaka... sayang, akhirnya kamu sadar kembali, serunya dengan nada gembira, tahukah mas... sudah seharian aku disini menemanimu dalam keadaan tidak sadar, mulai sekarang jangan makan sembarangan, untung saja mas Jaka sudah minum air keabadian, kalau tidak, belum lama nikah bisa-bisa aku jadi rondo teles... " kata dara jelita itu sambil tertawa geli.

Perlahan ingatan Jaka Indi mulai pulih. ia mulai ingat bahwa dirinya sedang melakukan perjalanan ke alam astral, dan dara jelita yang ada dipelukannya adalah dewi Yuna yang merupakan istrinya. Ia juga menyadari kalau kaum peri memiliki adat istiadat yang berbeda dengan manusia.

" Yuna segeralah berpakaian, tidak baik kalau ada yang melihat kamu dalam keadaan seperti ini. " ucap Jaka Indi seraya mengelus punggung istrinya dengan lembut.

“ Kenapa harus berpakaian, aku dari kecil biasa mandi didanau seperti ini, dan lagi
disini jauh dari perkampungan penduduk, kalaupun ada yang kesini, paling-paling hanya peri wanita yang ingin mandi di telaga kuning ini.”
katanya dengan tubuh masih berbaring dipelukan Jaka Indi.

Jaka Indi mendorong bahu Dewi Yuna secara perlahan kesamping, kemudian bangkit dari posisi rebahnya. “ Bagaimanapun kamu sudah bukan anak-anak lagi, ayo kenakan pakaianmu, aku lapar nih... kata Jaka Indi "

“ Oh iya sudah seharian mas Jaka tidak sadarkan diri, sudah tentu mas Jaka lapar, “ kata dewi Yuna sambil menepuk keningnya. Lalu dewi Yuna bangkit dan segera mengenakan pakaiannya, dan mulai menyiapkan beberapa buah-buahan untuk dimakan mereka bersama. Setelah menghabiskan semua hidangan, kemudian Jaka Indi Sholat dan berzikir sebentar,

Berikutnya mereka mulai melanjutkan perjalanan kembali. Kali ini Jaka Indi yang berada didepan, dewi Yuna duduk dibelakang sambil memberi petunjuk arah jalan.

" Yuna... "

" mengapa aku makan ikan wulanbiru aku bisa pingsan tak sadarkan diri…? " Tanya Jaka Indi pada Dewi Yuna dengan rasa heran...

“ Itu karena racun ikan wulanbiru sangat kuat, dan Mas Jaka memasukkan racun dengan mengkonsumsinya langsung, apalagi makan dua sekaligus, tapi ini juga karena proses metabolisme tubuh mas Jaka dalam melakukan regenerasi sel belum sepenuhnya berjalan sempurna, nanti kalau sudah tiga atau empat pekan, baru mas Jaka akan sepenuhnya kebal racun. “Terang dewi yuna.

" Apakah semua para peri kebal racun…? " Tanya Jaka Indi lebih lanjut.

" Umumnya para peri kebal racun, namun untuk jenis racun yang berbahaya, seperti racun yang dapat langsung menyerang hati, dapat mengakibatkan kematian bagi para peri. Tapi selama bukan jenis racun yang mematikan,
bila sampai para peri terkena racun, lambat laun racun yang ada pada diri para peri bisa hilang dengan sendirinya. Kecuali kakakku dewi Rheena, ia kebal segala jenis racun. Apa mas Jaka tidak apa-apa, belum lama sadar sudah melakukan perjalanan kembali, “ tanya dewi Yuna dengan persaan khawatir dan tangan memeluk mesra pinggang Jaka Indi


“ Tidak apa-apa... “ Keadaanku sudah sehat seperti sedia kala melihat kondisi pemandangan negeri suralaya yang dipenuhi rumput hijau dan tumbuh tumbuhan yang membentang luas, tidak ada kemacetan kendaraan, tidak ada gedung-gedung pencakar langit, dan banyak kondisi alam yang masih alami dan perawan, membuat Jaka Indi merasa betah menikmati perjalanannya.

Rasanya berbeda sekali dengan tinggal di Jakarta, yang terasa sumpek, padat, dan serba macet.

" Yuna, berapa lama lagikah kita sampai dipegunungan kapila…? " tanya Jaka Indi.

“ Sebelum sore hari kita sudah akan tiba disana. “ Ujar dewi Yuna sambil menyandarkan wajahnya dipunggung Jaka Indi.

Seharian tanpa tidur karena menjaga Jaka Indi yang tidak sadarkan diri, membuat dewi Yuna mulai merasa mengantuk.

Bersambung ....

No comments:

Post a Comment

Perintah Kaisar Naga : 4340 - 4345

 Perintah Kaisar Naga. Bab 4340-4345 "Kalau begitu kamu bisa meminta bantuan Pangeran Xiao. Agaknya, Keluarga Qi tidak bisa lebih kuat ...