Pegunungan Kapila
Suara
kicau burung pagi hari mulai terdengar riuh bersahutan, sejuknya udara pagi
menjalari sekujur tubuh terasa lembut menyegarkan badan. Jaka Indi perlahan
menjulurkan tangan dan ujung kakinya untuk meregangkan tubuhnya, sambil membuka
mata dan menatap langit-langit. Kemudian melirik Dewi Yuna yang terlihat masih
lelap tertidur dengan selimut membungkus badannya. Jaka Indi perlahan mulai
bangun, lalu dengan berjalan gontai, menuju lamar mandi, membersihkan diri,
berwudhu dan menunaikan sholat subuh dilanjutkan dengan berzikir serta
meditasi.
Pagi
hari adalah saat yang disukai Jaka Indi untuk meditasi dan menyerap energi
alam. Dalam heningnya suasana, terlintas fikiran tentang istrinya yang masih
lelap tertidur. Jaka Indi bergumam dalam hati " Aku harus mengajarkan
ibadah sholat padanya, bagaimanapun itu kewajibanku sebagai imam dalam rumah
tangga...”
Selesai
meditasi Jaka Indi memalingkan wajahnya melihat Dewi yuna, yang ternyata telah
mendusin dari tidurnya.
"
Mas Jaka, apa yang sedang mas lakukan…? “ tanya Dewi Yuna dengan rasa ingin
tahu...
" Aku sedang meditasi...."
" Maksutku yang sebelum meditasi, ..."
" Ouh.. itu gerakan sholat, yang merupakan tata cara beribadah... nanti pada waktunya aku akan mengajarkan padamu, “
Aku
hanya teringat gerakan-gerakan tersebut serupa dengan yang dilakukan Eyang
Ageng Wicaksono, beliau salah satu guru dan penasihat spiritual dari bunda ratu
yang juga seorang pertapa. Aku ingat saat masih anak-anak dan remaja pernah
beberapa kali diajak bunda ratu ketempat beliau dipegunungan Kapila, "
Apakah beliau seorang manusia….? " tanya Jaka Indi dengan antusias
"
Bukan…. beliau juga dari kalangan Peri, hanya saja usia beliau sudah seribu
tahun lebih…”
"
Ah.... Aku mandi dulu, nanti pembicaraannya dilanjutkan lagi setelah mandi “
Ujar Dewi yuna, sembari melempar selimutnya kesamping dan turun dari
pembaringan menuju tempat pemandian, Jaka Indi hanya melenggong memandang Dewi
Yuna yang ternyata masih dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun, dan jalan
berlenggang dengan santainya keruang pemandian tanpa perasan sungkan
sedikitpun.
Dewi
Yuna memang memiliki tubuh yang indah, bagian yang semestinya langsing ternyata
memang tidak gemuk, sedang bagian tubuh yang semestinya montok dan berisi,
ternyata memang tidak kurus, tubuh Dewi Yuna memang sangat indah
mempesona, bahkan Jaka Indi yang sudah berulangkali melihat tubuh polos Dewi
Yuna, masih saja dadanya berdegup kencang dan terbangkit gairahnya setiap
melihat istrinya dalam keadaan tanpa busana.
"
Hadeuuwh..... “ Kehidupan para peri yang seperti ini, cendrung bersifat lugas,
dan kurang memperhatikan batasan-batasan hubungan pria dan wanita, yang
membuat Jaka Indi sering merasa jantungnya berdebar dan menjadi rikuh sendiri.
Sementara
Dewi Yuna mandi di pemandian, Jaka Indi merenungkan keadaan kehidupan dialam
astral yang ia kunjugi ini, waktu disini rasanya berjalan lebih lambat dari
alam dunia tempatnya, sesaat mulai terfikirkan jejak abang seperguruannya Panji
Dewantoro, yang belum juga mendapat titik terang keberadaannya,
Mungkin bila bisa bertemu lagi dengan mas Indrajid atau bisa menyelidiki organisasi pembunuh rahasia yang ada di negeri ini, boleh jadi ada informasi yang bisa didapat, karena sepengetahuannya, abangnya tersebut suka ikut campur hal-hal yang mengadung bahaya dan misteri.
“ Atau
sebaiknya aku berkunjung ketempat Eyang Ageng Wicaksono, barangkali saja beliau
bisa membantu memberi arahan dan petunjuk yang perlu kuketahui," fikir
Jaka Indi.
Tak
lama Dewi yuna telah keluar dari pemandian, dengan tubuh dililit handuk
langsung menuju dipan tempat bajunya berserakan, setelah mengenakan pakaian, Dewi
yuna keluar kamar dan memberi instruksi pada pengawal untuk memberitahu penjaga
bagian dapur kaputran agar menyiapkan sarapan pagi.
Sementara
Jaka indi sudah pindah duduk diatas dipan, sambil menatap istrinya yang kembali
masuk kekamar.
" Yuna... duduklah sebelahku, aku mau tanyakan beberapa hal ..."
"
Soal apa mas ? "
" Apa Bunda Ratu baik-baik saja…? "
" Iya mas... baik saja, Hanya saja kemarin ada rapat keluarga prihal kematian Pangeran Corwin dan prihal lamaran Pangeran Abhinaya "
"
Soal kematian pangeran Corwin, Dewi Salasika yang masih menangani kasusnya,
walau sudah diketahui siapa dan apa penyebab kematiannya, tapi apakah ada motif
tertentu atau sebatas faktor ketidak sengajaan, hal inilah yang masih dicari
tahu. "
“ Sedang
prihal lamaran Pangeran Abhinaya, sepertinya untuk memperkuat posisi Negeri
Suralaya dan menjaga hubungan baik kedua negara, Dewi kemala akan dinikahkan
dengan pangeran Abhinaya.”
Jaka
Indi hanya menghela nafas dengan perasaan getun, menyayangkan nasib Dewi Kemala
yang cantik dan lembut, yang harus menjadi istri Pangeran Abhinaya yang jumawa.
“ Oh
iya.... kalau anak perempuan kecil yang tubuhnya seperti diliputi nyala api,
yang mendampingi bunda Ratu saat kita diperjamuan itu siapa ya…? “ tanya Jaka
Indi dengan rasa penasaran.
"
Ouh... Mas Jaka lihat juga, itu adikku yang paling kecil namanya dewi Agniya,
sebenarnya Agniya putri angkat Bunda Ratu sejak masih bayi, namun Bunda ratu
tidak pernah menceritakan darimana mendapatkannya dan keturunan siapa Agniya
sebenarnya, hanya saat beliau membawa pulang kerumah dari berpergian
jauh, beliau mengatakan anggap ini adikmu, jaga dan perlakukannlah dengan baik.
Sedang yang mas Jaka lihat itu adalah sukmanya, karena sebenarnya Agniya sedang
dikarantina disuatu kamar khusus, jadi Agniya saat merasa bosan dikamar
karantinanya, ia suka jalan-jalan dengan meraga sukma, seringnya saat dalam
keadaan meraga sukma, mengikuti kemana bunda Ratu pergi,”
“ kenapa
mesti dikarantina ? “ Tanya jaka Indi heran
"
Sebenarnya ia anak yang lucu dan menyenangkan, selain dengan Bunda Ratu, ia
juga cukup dekat denganku. Tetapi yang menjadi masalah Agniya ini emosinya
masih labil, bila ia marah atau kesal maka ia akan berbuat tanpa memikirkan
akibatnya, pernah suatu ketika hanya karena mengejar kelinci yang bersembunyi,
Dewi Agniya sampai membakar hutan belakang istana, bahkan terkadang juga
melukai prajurit penjaga, beberapa hewan peliharaan Dewi Rheena dari jenis
hewan berbisa yang langka juga pernah dibakar olehnya.... katanya iichh...
binatang menjijikkan kok dipelihara...” Ujar dewi Yuna sambil tertawa
kecil mengingat peristiwa tersebut.
"
Oohh.... “ Seru Jaka Indi dengan tersenyum, membayangkan kejadian itu.
"
Sebenarnya aku dan dewi Rheena saat anak-anak juga pernah dikarantina, kalau
aku karena sering terlibat perkelahian, kalau dewi Rheena karena kegemarannya
mengumpulkan hewan berbisa, hanya saja Dewi Rheena akhirnya memilih tinggal
bersama gurunya Dewi Jannetra dan tinggal di suatu paviliun didalam hutan Alas
purwa. " Terang dewi Yuna panjang lebar.
Beberapa
saat kemudian datanglah dua orang pelayan dapur Paviliun Kaputran dengan
membawa dua mangkuk bubur sarang burung walet, dua buah kelapa muda dan sari
buah, serta beberapa buah-buahan segar menggantikan buah-buahan yang kemarin.
"
Ayuk sarapan dulu Mas…" ajak Dewi yuna, pagi ini Jaka indi makan dengan
banyak dan lahap. Katanya pada Dewi Yuna, “ kamu makanlah yang banyak, karena
mungkin kita akan melakukan perjalanan yang jauh.”
“
Memang mas Jaka mau kemana….? “ tanya Dewi Yuna, sambil menatap wajah Jaka
Indi.
“ kalau
kamu tidak keberatan, aku ingin menemui eyang Wicaksono yang kamu ceritakan.”
“ Iya...
bisa... kebetulan aku masih ingat tempatnya, hanya saja belum tentu kita bisa
berjumpa beliau disana, karena beliau suka melakukan perjalanan. “ jelas dewi Yuna.
Tidak
apa-apa, kita coba saja, sekalian lihat-lihat pemandangan di pegunungan
kapila.
“ Oh…
iya... kita tidak usah pakai kereta kencana, cukup naik satu kuda unicorn saja,
agar tidak terlalu menarik perhatian penduduk di pegunungan kapila.”
“
Baiklah mas Jaka,namun demikian dikarenakan perjalanan kepegunungan kapila,
menempuh waktu lebih dari setengah hari perjalanan, sebaiknya kita betangkat
sekarang saja mas, agar sebelum senja kita sudah sampai disana.”
Kala
itu dinginnya udara pagi masih terasa menggigit dibadan, Jaka Indi duduk diatas
kuda unicorn yang sedang dipacu dewi Yuna, sembari tangannya memeluk
pinggang Dewi Yuna dengan lembut, sementara kepalanya disandarkan pada bahu
Dewi Yuna. Kuda unicorn memiliki ukuran tubuh lebih besar dari kuda biasa,
bahkan sekalipun dinaiki dua orang dewasa secara bersamaan, tidak terasa sempit
dan sesak.
Diwaktu
kuda unicorn berlari, sebahagian rambut Dewi Yuna yang diterpa angin
menyapu sebahagian wajah Jaka Indi, tercium aroma harum dari rambut dan tubuh
Dewi Yuna, membuat Jaka Indi semakin merapatkan tubuhnya dan memeluk pinggang
Dewi Yuna dengan lebih erat. Saat Jaka Indi memperhatikan tengkuk istrinya,
Jaka Indi merasa heran, karena mendapati kenyataan kalau kulit tubuh Dewi Yuna
seperti tidak memiliki pori-pori layaknya manusia, bahkan bila diperhatikan
bentuk daun telinganya seperti sedikit meruncing pada bagian atasnya.
Kemudian jemari tangan Jaka Indi perlahan mulai meraba perut Dewi Yuna.
Kemudian jemari tangan Jaka Indi perlahan mulai meraba perut Dewi Yuna.
"
Yuna... Bolehkah aku bertanya sesuatu ....?
"
Tanya apa mas," ujar dewi yuna dengan tetap memacu kuda unicornya.
"
Apakah para peri memang tidak memiliki pusar pada bagian perutnya, seperti
layaknya manusia!...? "
Dewi
Yuna tiba-tiba tertawa sambil memperlambat lari kuda unicornnya. Tentu saja
para peri juga mempunyai pusar layaknya manusia, saat kami masih balita, kami juga
memiliki pusar walau lebih kecil dari pusar manusia, kan tali pusar berfungsi
untuk memberi sari makanan pada janin dalam kandungan, hanya saja pusar kami
lebih kecil dari manusia dan pusar yang ada dari para peri akan tertutup dengan
sendirinya seiring bertambahnya usia. Bukan hanya pusar, bahkan bila ada luka
ditubuh, seiring berjalannya waktu, lambat laun luka tersebut juga akan sembuh
dan hilang dengan sendirinya. “ Terang Dewi Yuna.
"Ouuuh....
Begitu….. mungkinkah ini karena para peri punya kemampuan regenerasi sel,
sehingga membuat mereka memiliki kemampuan memperbaiki organ tubuh yang rusak dan
mungkin karena hal ini pula yang membuat Dewi Rheena tidak merasa khawatir
sedikitpun, saat Jaka Indi mengancamnya akan menggores wajahnya. " Renung
Jaka indi lebih jauh.
"
Apakah ini artinya tubuh para peri mampu melakukan regenerasi sel atas sel
tubuh atau anggota tubuh yang rusak, " tanya Jaka indi lebih lanjut.
“
Iya... benar sekali, “ gumam dewi Yuna...
Kali
ini dewi Yuna tidak lagi memegang kendali kuda unicornya tapi membiarkan kuda
tersebut berjalan dengan sendirinya, Kedua tangannya dialihkan memegang
dengan hangat kedua punggung telapak tangan Jaka Indi yang sedang memeluk
pinggangnya.
bahkan para peri yang sudah menikah dan memiliki anak sekalipun akan selalu seperti layaknya seorang perawan, kata Dewi Yuna dengan suara setengah berbisik.
dan wajah memerah karena tersipu.
bahkan para peri yang sudah menikah dan memiliki anak sekalipun akan selalu seperti layaknya seorang perawan, kata Dewi Yuna dengan suara setengah berbisik.
dan wajah memerah karena tersipu.
"
Wow... amazing.. “ seru Jaka Indi dengan perasaan takjub.
"
Oh ya ... sebenarnya keadaan mas Jaka sekarang ini, dikarenakan mas Jaka telah
meminum air keabadian, dengan sendirinya keadaan mas Jaka juga sudah seperti
kami bangsa peri." terang dewi Yuna lebih lanjut.
"apa..
aku juga selalu perjaka seperti para peri. " ujar Jaka Indi dengan
terkejut senang.
"
Maksutku... mas Jaka juga memiliki kemampuan menyembuhkan luka dengan
sendirinya, sebagaimana kemampuan yang dimiliki para peri “ jelas Dewi Yuna
sambil tertawa geli.
"
Ehmm.... “ pantes saat Jaka Indi mandi ia merasa heran, mendapati
kenyataan bekas-bekas luka ditubuhnya, termasuk luka-luka ditubuhnya saat masih
anak-anak berangsur memudar dan hilang tanpa membekas." Fikir Jaka Indi
dalam hati.
Saat
itu matahari tampak mulai meninggi, bayang-bayang kuda unicorn yang awalnya
terlihat memanjang, semakin siang hari bayangan yang terbentuk terlihat semakin
memendek, hanya saja walau matahari semakin meninggi tapi udara saat itu tidak
terasa terik, kemudian Jaka Indi melanjutkan percakapannya.
"
Yuna apakah setiap mahluk astral juga seperti dirimu…?
"
Ouh... tidak.... dari yang kutahu dan juga berdasar cerita bunda, bahwa kami
para peri tidaklah sama dengan siluman atau jin, bahkan juga tidak sama dengan
manusia, sekalipun secara bentuk fisik para peri hampir serupa dengan manusia.
Menurut bunda, Tuhan menciptakan mahluknya dari berbagai unsur, bila
siluman dan jin diciptakan dari unsur api, malaikat dari unsur cahaya, dan
manusia dari unsur tanah, kalau bangsa peri tercipta dari unsur udara, dan
adapula beberapa mahluk yang tercipta dari unsur air. “
"
Ouuuuh.... Ya...” selain hanya berkata ouhhh, Jaka indi tidak tahu harus
berkata apa lagi, karena Jaka Indi belum pernah mendengar adanya mahluk yang
tercipta dari unsur udara.
Sesaat
Dewi Yuna kembali mulai menjalankan kuda unicornya dengan perlahan, kemudian
sambil berpaling ke belakang katanya " mas tidak lama lagi kita akan
sampai di telaga kuning, bagaimana kalau nanti kita istirahat sejenak, sebelum
melanjutkan ke pegunungan kapila. “
"
Okay... siiip.... “ kata Jika Indi sambil mencium pipi Dewi Yuna,
saat dewi Yuna bicara dengan memalingkan wajahnya.
saat dewi Yuna bicara dengan memalingkan wajahnya.
Beberapa
waktu kemudian sampailah mereka di telaga kuning, sebuah telaga yang
cukup luas dan airnya terlihat jernih, serta disekitar telaga banyak ditumbuhi
pepohonan rindang, dengan sebahagian pohon yang tampak daunnya mulai berwarna
kuning karena mengalami keguguran
Pantulan sinar matahari dan pantulan sebahagian besar daun yang mulai berwarna kekuningan pada pada permukaan air telaga memberi efek warna kekuningan. Sementara diatas telaga kuning banyak burung yang sepert burung belibis berterbangan. Setibanya di tepi telaga kuning Jaka Indi dan Dewi Yuna melompat turun dari kuda unicorn yang mereka kendarai.
"
Mas Jaka... tunggu dibatu itu ya... aku mau cari beberapa buah-buahan sebentar
" kata Dewi Yuna sambil menunjuk sebuah batu besar yang permukaannya datar
yang terdapat persis ditepi telaga kuning.
Kemudian
Dewi Yuna mengambil busur kristal dan anak panahnya, lalu pergi berlalu dari
pandangan Jaka Indi menuju hutan kecil yang tak jauh dari telaga kuning. Jaka
Indi berjalan menuju pinggiran telaga kuning, terlihat beberapa ikan yang cukup
besar berseliweran ditepi telaga, dengan menyalurkan hawa murni pada telapak
tangan kanannya, kemudian Jaka Indi menepuk permukaan air, ikan-ikan yang ada
disekitarnya langsung muncul kepermukaan seperti dalam keadaan mabuk, dengan
mudah Jaka Indi mengambil dua ekor ikan yang gemuk dan besar.
"
Alhamdulillah.... Setelah sekian lama hanya makan buah, sayur dan bubur sarang
walet, akhirnya bisa juga makan ikan, " kata Jaka Indi dalam hati dengan
perasaan senang.
Kemudian
Jaka Indi mulai mengumpulkan ranting dan beberapa rumput kering, dengan
menyalurkan energi panas pada rumput kering yang ada
digenggamannya, perlahan rumput tersebut mulai mengeluarkan asap dan
terbakar, alu Jaka Indi meletakkan rumput kering yang mulai terbakar diatas
tumpukan kayu ranting kering yang telah disusunnya.
Api
unggun telah mulai menyala dan ikan yang dipanggang juga sudah mulai matang dan
mengeluarkan aroma yang harum tapi dewi Yuna belum juga datang, jauh diujung
seberang telaga terdapat 6 atau 7 peri wanita yang juga sedang bersantai ditepi
telaga, dari potongan busananya seperti dari peri kalangan rakyat biasa. Tak
lama Dewi Yuna datang kembali dengan membawa buah-buahan serta beberapa jenis
bunga serta dua buah kelapa muda yang cukup besar.
"
Lho... mas Jaka suka ikan ya..." kata dewi Yuna, sambil meletakkan barang bawaannya
dekat api unggun.
" Iya... ini aku sudah masakan satu buat kamu, " kata Jaka Indi sambil menyodorkan ikan yang sudah matang. Sementara Jaka Indi mengambil satu sisanya dan mulai menyantapnya.
"Ah...
mas Jaka masa lupa... kalau kami para peri hanya makan buah dan bunga tertentu
saja. " ujar dewi Yuna seraya menyantap beberapa bunga cempaka putih yang
didapatnya.
"
Kalau daging unggas mas Jaka suka gak…? tanya dewi yuna dengan menunjuk burung
belibis yang banyak berterbangan diatas dan disekitar telaga kuning.
“
Iya suka... kami para pria dari kalangan manusia umumnya lebih menyukai daging,
sedang buah dan sayur lebih banyak disukai kaum wanita.” jelas Jaka Indi dengan
tawa renyah
"
Oooh....," kemudian Dewi Yuna mengambil busur dan anak panahnya, dengan
membidik kearah burung belibis yang sedang terbang diatas dan hanya sekali
melepas anak panah burung belibis yang berada tinggi diatas langsung jatuh
didekat mereka, karena terkena sasaran anak panah.
"Ternyata kamu mahir memanah ya... aku
teringat di danau asmoro ada seorang gadis yang juga mahir memanah...." belum
selesai Jaka Indi melanjutkan kalimatnya.
Dewi
Yuna yang sedang membersihkan bulu burung belibis, tiba-tiba telah memotong
kalimatnya... " Aku adalah pemanah yang terbaik dinegeri ini, dan juga
terbaik dalam bela diri tangan kosong, dalam usia sembilan tahun dan selama
tiga tahun berturut-turut, tidak ada satupun yang dapat mengalahkanku, kemudian
aku tidak lagi mengikuti lomba yang diadakan didanau asmoro “ Katanya dengan
senyum bangga.
Lalu
Dewi Yuna mulai memanggang daging burung belibis yang telah dibersihkannya.
Jaka
indi hanya menatap istrinya dengan senyum ringan, setelah makan dua ekor ikan
dan satu burung belibis serta minum air kelapa muda, perut Jaka Indi merasa
sangat kenyang, dan seperti kebanyakan manusia Indonesia, bila perut kenyang
terisi, justru rasa kantuk giliran mulai datang.
“
Yuna aku tiduran sebentar ya... kalau kamu sudah mau melanjutkan perjalanan
kembali, aku dibangunkan saja, “ kata Jaka Indi yang mulai merasakan kantuk
yang sangat dan sambil menguap lantas merebahkan tubuhnya di rerumputan tebal
di tepi batu besar.
Apa
yang diucapkan dewi Yuna, bahkan Jaka indi sudah mulai tidak dapat lagi
mendengarnya dengan jelas .... karena dirinya sudah mulai tertidur pulas...
zzzZzzz....
zzzZzzz....
Entah
sudah berapa lama Jaka Indi tertidur, perlahan jaka indi mulai tersadar kembali,
lamat-lamat terdengar suara gemercik air dan suara dendang lagu merdu layaknya
suara senandung surga.
Nyanyian
itu terasa merdu, suaranya lembut dan enak didengar, membuat siapapun yang
mendengarnya seolah terbuai kealam impian yang indah. Jaka Indi belum
menyadari, apakah dirinya sedang berada dialam impian ataukah berada dialam
kenyataan.
Akhirnya
Jaka Indi membuka matanya, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah langit
biru yang cerah dengan beberapa burung putih yang berterbangan. Sampai saat ini
Jaka Indi belum juga mengingat sedang berada dimanakah dirinya. Saat ia
menengok kekiri, dilihatnya padang rumput yang terhampar luas dengan beberapa pohon
rindang dan bunga warna warni yang indah, seolah memciptakan tempat bernaung
yang indah nan romantis.
"
Aneh …. ?" siapakah yang membawaku kesini… tempat apakah ini…? siapa pula
yang membaringkanku dirumput dan ditaman yang indah ini…” Kemudian Jaka Indi
mulai memalingkan wajahnya kesebelah kanan, disitu terbentang sebuah telaga
yang jernih dengan terlihat beberapa angsa berenang ditengah telaga, mendadak
Jaka Indi melenggong bengong,
Kiranya
ia melihat seorang nona yang sangat jelita, berambut hitam lurus panjang
sepunggung, dengan tubuh putih mulus dalam keadaan telanjang bulat sedang
bermain air ditelaga sana, sambil mendendangkan sebuah lagu. Gadis yang
berenang dan bermain ditelaga itu perlahan menuju tepi telaga lalu bangkit
berdiri dan berjalan keluar telaga. Jaka Indi pada dasarnya adalah pemuda yang
alim,
tapi disuguhi tontonan yang merangsang ini, mau tak mau matanya menatap tanpa berkedip dan dan dadanya berdebar-debar kencang. Gadis telanjang itu tidak menyadari ada sepasang mata yang sedang mengawasi tubuhnya yang molek yang dalam keadaan bugil itu. Ia masih bernyanyi kecil dan berjalan perlahan keluar telaga, rambutnya yang basah terurai dan tubuhnya yang mulus terkena cahaya sinar matahari, serta wajahnya yang sangat jelita.
tapi disuguhi tontonan yang merangsang ini, mau tak mau matanya menatap tanpa berkedip dan dan dadanya berdebar-debar kencang. Gadis telanjang itu tidak menyadari ada sepasang mata yang sedang mengawasi tubuhnya yang molek yang dalam keadaan bugil itu. Ia masih bernyanyi kecil dan berjalan perlahan keluar telaga, rambutnya yang basah terurai dan tubuhnya yang mulus terkena cahaya sinar matahari, serta wajahnya yang sangat jelita.
Membuat Jaka Indi merasa yang dilihatnya adalah bidadari yang sedang keluar dari telaga. Sesaat anak dara cantik itu, seperti menyadari sesuatu, lalu tatapannya beralih melihat ke Jaka Indi, dan saat mendapati Jaka Indi sedang menatapnya dengan mata membelalak. Tiba-tiba anak dara cantik itu berseru dengan kegirangan,
"
Ooh ….. mas Jaka sudah sadar kembali, " Dengan antusias dan sangat gembira
anak dara cantik itu berlarian menghampiri Jaka Indi.
Mata
Jaka Indi semakin terbelalak lebar, betapa tidak ia saksikan gadis jelita yang
bertelanjang bulat itu menghampiirinya semakin mendekat, sehingga semua
bagian sensitif dari tubuh polosnya terpampang jelas, terutama dada ranumnya
yang berguncang keras disaat anak dara itu berlari, pahanya yang putih mulus, pinggulnya
yang bulat, perutnya yang langsing, dan.... Anak dara jelita tersebut tidak
terlihat sedikipun merasa jengah dan rikuh saat menghampiri Jaka Indi dalam
keadaan telanjang bulat. Bahkan ia tertawa riang dan terlihat antusias
mendekati Jaka Indi.
Dalam keadaan masih tanpa busana dara cantik itu mengusap wajah dan kening Jaka Indi, dengan telapak tangannya yang halus dan lembut, Jaka Indi dapat melihat wajah cantik dara tersebut, seperti pernah mengenalnya, tapi masih belum bisa mengingatnya, dada yang ranum dari gadis jelita itu saat ini persis berada didepan wajah Jaka Indi, membuat jantung Jaka Indi semakin berdebar.
Dalam keadaan masih tanpa busana dara cantik itu mengusap wajah dan kening Jaka Indi, dengan telapak tangannya yang halus dan lembut, Jaka Indi dapat melihat wajah cantik dara tersebut, seperti pernah mengenalnya, tapi masih belum bisa mengingatnya, dada yang ranum dari gadis jelita itu saat ini persis berada didepan wajah Jaka Indi, membuat jantung Jaka Indi semakin berdebar.
“ Mas
Jaka, kamu habis keracunan, dan sudah seharian ini tak sadarkan diri, karena
keracunan ikan wulan-biru yang mas makan. Ikan wulan biru sepintas serupa
dengan ikan mas biasa, tapi kalau diperhatikan pada sirip dan ekornya berwarna
kebiruan, tapi kalau sudah dipanggang akan tampak sama seperti ikan umumnya.
Jadi aku tadi kurang memperhatikannya. “ Kata dara cantik itu dengan tangan lembutnya masih mengusap pipi dan kening Jaka Indi.
Jadi aku tadi kurang memperhatikannya. “ Kata dara cantik itu dengan tangan lembutnya masih mengusap pipi dan kening Jaka Indi.
Melihat
Jaka Indi yang masih melongo dan mendelong menatap dirinya, dara jelita itu
membentangkan tangannya lebar-lebar lalu menjatuhkan dirinya kedalam pelukan
Jaka Indi dengan kemanjaan, " Oouh.... Mas Jaka... sayang, akhirnya kamu
sadar kembali, serunya dengan nada gembira, tahukah mas... sudah seharian aku
disini menemanimu dalam keadaan tidak sadar, mulai sekarang jangan makan
sembarangan, untung saja mas Jaka sudah minum air keabadian, kalau tidak, belum
lama nikah bisa-bisa aku jadi rondo teles... " kata dara jelita itu sambil
tertawa geli.
Perlahan
ingatan Jaka Indi mulai pulih. ia mulai ingat bahwa dirinya sedang melakukan
perjalanan ke alam astral, dan dara jelita yang ada dipelukannya adalah dewi
Yuna yang merupakan istrinya. Ia juga menyadari kalau kaum peri memiliki adat istiadat
yang berbeda dengan manusia.
"
Yuna segeralah berpakaian, tidak baik kalau ada yang melihat kamu dalam keadaan
seperti ini. " ucap Jaka Indi seraya mengelus punggung istrinya dengan
lembut.
“ Kenapa
harus berpakaian, aku dari kecil biasa mandi didanau seperti ini, dan lagi
disini jauh dari perkampungan penduduk, kalaupun ada yang kesini, paling-paling hanya peri wanita yang ingin mandi di telaga kuning ini.”
katanya dengan tubuh masih berbaring dipelukan Jaka Indi.
disini jauh dari perkampungan penduduk, kalaupun ada yang kesini, paling-paling hanya peri wanita yang ingin mandi di telaga kuning ini.”
katanya dengan tubuh masih berbaring dipelukan Jaka Indi.
Jaka
Indi mendorong bahu Dewi Yuna secara perlahan kesamping, kemudian bangkit dari
posisi rebahnya. “ Bagaimanapun kamu sudah bukan anak-anak lagi, ayo kenakan
pakaianmu, aku lapar nih... kata Jaka Indi "
“ Oh
iya sudah seharian mas Jaka tidak sadarkan diri, sudah tentu mas Jaka lapar, “
kata dewi Yuna sambil menepuk keningnya. Lalu dewi Yuna bangkit dan segera
mengenakan pakaiannya, dan mulai menyiapkan beberapa buah-buahan untuk dimakan
mereka bersama. Setelah menghabiskan semua hidangan, kemudian Jaka Indi Sholat
dan berzikir sebentar,
Berikutnya
mereka mulai melanjutkan perjalanan kembali. Kali ini Jaka Indi yang berada
didepan, dewi Yuna duduk dibelakang sambil memberi petunjuk arah jalan.
"
Yuna... "
" mengapa aku makan ikan wulanbiru aku bisa pingsan tak sadarkan diri…? " Tanya Jaka Indi pada Dewi Yuna dengan rasa heran...
“ Itu
karena racun ikan wulanbiru sangat kuat, dan Mas Jaka memasukkan racun dengan
mengkonsumsinya langsung, apalagi makan dua sekaligus, tapi ini juga
karena proses metabolisme tubuh mas Jaka dalam melakukan regenerasi sel belum
sepenuhnya berjalan sempurna, nanti kalau sudah tiga atau empat pekan, baru mas
Jaka akan sepenuhnya kebal racun. “Terang dewi yuna.
"
Apakah semua para peri kebal racun…? " Tanya Jaka Indi lebih lanjut.
"
Umumnya para peri kebal racun, namun untuk jenis racun yang berbahaya, seperti
racun yang dapat langsung menyerang hati, dapat mengakibatkan kematian bagi
para peri. Tapi selama bukan jenis racun yang mematikan,
bila sampai para peri terkena racun, lambat laun racun yang ada pada diri para peri bisa hilang dengan sendirinya. Kecuali kakakku dewi Rheena, ia kebal segala jenis racun. Apa mas Jaka tidak apa-apa, belum lama sadar sudah melakukan perjalanan kembali, “ tanya dewi Yuna dengan persaan khawatir dan tangan memeluk mesra pinggang Jaka Indi
bila sampai para peri terkena racun, lambat laun racun yang ada pada diri para peri bisa hilang dengan sendirinya. Kecuali kakakku dewi Rheena, ia kebal segala jenis racun. Apa mas Jaka tidak apa-apa, belum lama sadar sudah melakukan perjalanan kembali, “ tanya dewi Yuna dengan persaan khawatir dan tangan memeluk mesra pinggang Jaka Indi
“
Tidak apa-apa... “ Keadaanku sudah sehat seperti sedia kala melihat kondisi
pemandangan negeri suralaya yang dipenuhi rumput hijau dan tumbuh tumbuhan yang
membentang luas, tidak ada kemacetan kendaraan, tidak ada gedung-gedung pencakar
langit, dan banyak kondisi alam yang masih alami dan perawan, membuat Jaka Indi
merasa betah menikmati perjalanannya.
Rasanya
berbeda sekali dengan tinggal di Jakarta, yang terasa sumpek, padat, dan serba
macet.
"
Yuna, berapa lama lagikah kita sampai dipegunungan kapila…? " tanya Jaka
Indi.
“ Sebelum
sore hari kita sudah akan tiba disana. “ Ujar dewi Yuna sambil menyandarkan
wajahnya dipunggung Jaka Indi.
Seharian
tanpa tidur karena menjaga Jaka Indi yang tidak sadarkan diri, membuat dewi
Yuna mulai merasa mengantuk.
Bersambung ....
No comments:
Post a Comment