Peri Bersayap
Dewi Yuna yang mulai diserang
rasa kantuk mulai merebahkan kepalanya dan tertidur dipunggung Jaka Indi. Jaka
Indi memacu kuda unicornya agar melaju dengan cepat tinggi diatas permukaan
tanah, berharap sebelum senja telah
sampai di pegunungan kapila.
Selang beberapa waktu kemudian,
nun jauh didepan terlihat kepulan debu yang membumbung tinggi, tampak sebuah
kereta kencana yang dipacu kencang dari arah berlawanan. Jaka Indi sengaja
memilih Jalur atas menghindari berpapasan langsung dengan kereta kencana itu. Setelah
jaraknya cukup dekat, terlihat kalau kereta kencana itu merupakan kereta
kencana kerajaan, kereta itu memiliki 6 buah roda serta ukuran yang panjang,
yang dapat memuat delapan orang didalamnya, serta ditarik delapan ekor srigala
putih yang cukup besar. Kereta kencana tersebut dibedal dengan kencang oleh
sang kusir yang bertubuh tinggi tegap.
Melihat kusir kereta dan melihat
panji yang berkibar disudut atas kereta,
Jaka Indi langsung dapat mengenali kalau kereta kencana itu berasal dari
kerajaan Bessara tempat pangeran corwin. Tidak ingin perjalanannya terhambat,
sengaja Jaka Indi memacu kuda unicornya melalui jalan atas, ya.... kelebihan
kuda unicorn ini diantaranya dapat melompat sangat tinggi dan melayang diudara,
mungkin hal ini, melihat kuda unicorn terbang melintas di udara adalah yang
sulit dipahami oleh manusia dialam nyata, yang telah terbiasa melihat mahluk
yang bisa terbang hanyalah jenis mahluk bersayap, tapi didunia astral adalah hal
yang biasa melihat hewan tak bersayap bisa melintas diudara, sebagaimana kisah
kanjeng nabi mengendarai Buroq ( yang perawakannya tak setinggi kuda, tetapi
lebih besar dari keledai ) yang dapat berjalan jauh lebih cepat dari kuda
unicorn maupun khodam macan putihnya, karena Buraq dapat melesat melebihi
cepatnya kilat.
Waktu terus berlalu... Perjalanan
terus berlanjut, Matahari diufuk mulai tampak berwarna kemerahan, dan perlahan mentari
mulai jelang tenggelam. Kuda unicorn yang dikendarai Jaka Indi mulai memasuki
kawasan pemukan penduduk dikaki pegunungan pegunungan kapila, Dewi Yuna telah
mendusin dari tidurnya....
" Mas Jaka kita sudah hampir
sampai, jalanlah secara perlahan diatas permukaan tanah. "
Jaka Indi memperlambat laju kuda
unicornnya dan mulai berjalan perlahan diatas permukaan tanah memasuki kawasan
pedesaan. Jaka indi kemudian mendapat beberapa penduduk pedesaan dari kalangan
peri yang hilir mudik di jalan, disalah satu tepi jalan utama, Jaka indi
tertampak serombangan peri wanita, pria dan anak-anak yang berjalan beriringan,
mereka semua berseragam putih-putih dengan ikat kepala putih, seorang peri
wanita muda yang berada dibarisan paling depan terlihat membawa sebuah guci
kecil dari tanah liat yang digenggan oleh kedua tangannya.
Seketika Dewi Yuna meminta Jaka
Indi untuk menahan laju kuda unicornnya, agar tidak mendahului rombongan
tersebut.
" Apa yang sedang mereka
lakukan….? " tanya Jaka Indi pada dewi Yuna dengan berbisik pelan.
" Itu rombongan yang
menghantar kematian seorang peri keperistirahatan akhir, " jawab Dewi
Yuna.
" Mengapa tidak ada
kerandanya…? "
" Keranda itu apa….? " Ucap
dewi yuna balik bertanya.
" Keranda adalah tempat
jenazah dibawa, eehm... Maksutku,
jenazah peri yang meninggal ada dimana…. dan akan dikubur dimana….? "
tanya Jaka Indi.
" Jenazah peri yang
meninggal ada didalam guci yang dibawa perempuan yang dibarisan terdepan, dan
Jenazah peri tidak dikuburkan layaknya manusia,
Peri yang sudah meninggal jasadnya akan mengurai dan menyisakan debu
halus,, biasanya oleh pihak keluarga abu dari peri yang telah meninggal akan
ditaburkan disalah satu puncak gunung atau ditempat-tempat yang tinggi, dari
udara kembali ke udara. " Jelas dewi Yuna
" dari udara kembali keudara…?
" tanya Jaka Indi dengan nada
kurang paham.
" Dinegeri Suralaya ini, kalau
ada jenis manusia yang meninggal, maka akan dimakamkan dengan cara dikuburkan, yaitu
dari tanah kembali ketanah. Sedang bila ada mahluk dari jenis siluman atau jin
yang meninggal, jasatnya akan dibakar sampai habis, yaitu dari api kembali ke
api, tapi kalau dari jenis peri yang meninggal, bila ada sisa abu halusnya,
maka akan dibawa ketempat yang tinggi, kemudian abunya ditabur diudara, dari
udara kembali keudara. Hanya saja pemakaman para peri jarang sekali terjadi.
Karena seringkali ketika peri mengalami kematian jasad tubuhnya akan mengurai
dan memuai seperti asap, tanpa meninggal sisa abu. Jarang sekali ada kejadian peri yang
meninggal, menyisakan abu. " Jalas Dewi Yuna.
" Ouuuh..... Paham aku. Pantas
selama aku disini tidak pernah melihat ada kuburan atau tempat pemakaman "
ucap Jaka Indi.
Setelah iring-iringan kematian
mengambil arah kekanan disalah satu persimpangan Jalan, Jaka Indi kembali
mempercepat laju kuda unicornnya, mengambil Jalan lurus mengikuti petunjuk dan
arahan dewi yuna. Menurut dewi yuna, dinegeri astral Suralaya ini, kalau ada
iring-iringan kematian atau rombongan perkawinan, hendaknya diberikan jalan
didepan, begitulah kebiasaan masyarakat setempat. Oleh karenanya Jaka Indi baru
bergegas melaju kuda unicornnya, setelah iring-iringan kematian tak lagi ada
didepannya. Hanya dalam waktu kurang dari lima belas menit, sampailah Jaka Indi
didepan pesanggrahan Eyang Ageng Wicaksono.
Pesanggrahan Eyang wicaksono
berupa bangunan rumah kayu yang cukup besar, dan tertata apik dengan teras
terbuka tanpa sekat pada bagian depan dan kedua sisi sampingnya. Dewi Yuna
melompat turun dan bergegas menuju pintu utama rumah kayu, dengan diikuti Jaka
Indi dibelakangnya.
Belum lagi pintu diketuk... Keluar
bocah lelaki tampan yang membuka pintu, dan berkata, " Eyang sedang keluar
sebentar, tunggulah diteras "
sambil menunjuk kearah meja kayu bundar yang dikelilingi empat buah kursi, dan
tolong kakak isi buku tamunya, kata bocah peri itu sambil menyodorkan sebuah
buku dan pena. Kemudian bocah peri kecil itu kembali kedalam, dan tak lama
sudah kembali keteras depan, dengan membawa dua cangkir air jahe merah.
" Silahkan diminum " Katanya
sopan, seraya membalikkan badannya dan berlalu menuju ruang dalam. Tak lama
bocah peri itu keluar kembali dengan menyulut beberapa pelita yang ada diteras,
suasana yang sebelumnya temaram, kini mulai terang benderang. Lalu sibocah
membalikkan badan menghadap dewi yuna.
" Kakak... Apakah kakak...dewi
yuna…? " Tanya bocah kecil itu secara mendadak.
" Apa kamu mengenaliku…?
" ucap dewi yuna dengan rasa heran.
" Kakak cantik sekali,
nelihat kecantikan kakak, serta busur kristal yang kakak bawa, aku bisa menduga
kalau kakak adalah dewi yuna. "
Dewi Yuna tersenyum manis... "
Siapakah namamu…? " tanya Yuna lebih lanjut.
" Bimo.. kak, aku sudah
setahun ikut eyang Ageng Wicaksono " Jelas bocah peri itu.
" Bagus... " kata Yuna
seraya menepuk lembut bahu Bimo.
Bocah peri itu tersenyum gembira,
kemudian pergi berlalu menuju ruang dalam rumah kayu.
" Aku sungguh tidak
menyangka, anak kecilpun ternyata mengenali dan mengagumi kecantikanmu, " Celetuk
Jaka Indi tiba-tiba.
“ Mmmm .... Sebenarnya aku
bukanlah wanita yang paling cantik dinegeri astral ini, mungkin kang mas juga
pernah dengar perkataan yang tersebar luas bahwa yang sering dicari di negeri
astral ini, adalah :
5. dewi
4. khodam,
3. mustika,
2. pusaka,
1. istana.
" Tidak... aku aku tidak
tahu dan belum pernah dengar, " Jawab Jaka Indi.
" Ooh....begitu... ya.... Tapi
jangan tanya detailnya, karena aku juga tidak tahu semuanya, aku hanya tahu
perihal 5 Dewi, maksutnya lima wanita cantik dari kalangan astral, dan dari
kelima wanita yang terkenal akan kecantikannya, aku hanya diurutan paling buncit,
ucapnya dengan tertawa renyah. "
Jaka Indi hanya diam terbengong
mendengar cerita dewi Yuna, karena ia masih baru berkunjung di alam astral,
tentu saja ia tak mengetahui hal itu. “ Buatku kamu sudah yang paling cantik,
karena kecantikan wanita tidak hanya berdasar lahiriahnya semata, yang
terpenting adalah kecantikan hatinya.”
Mendengar perkataan Jaka Indi,
ada perasaan manis di hati dewi yuna.
" Mengenai 5 dewi, selain
aku dewi Yuna atau lebih dikenal dengan sebutan Dewi Peri, kemudian ada Bunda
Ratu dari pantai selatan, terus ada pula putri Akina, siluman ikan yang hidup
didasar samudra, lalu...
" Siluman ikan itu maksutnya
bagaimana…? " tukas Jaka Indi, memotong cerita dewi Yuna
" Siluman ikan itu,
dikalangan manusia sering disebut dengan putri duyung, sebenarnya putri duyung
ini tidak berbeda jauh dengan siluman ular, siluman buaya, dan sejenisnya, dimana separuh tubuhnya manusia dan
separuhnya lagi hewan, hanya saja pada waktu dan kondisi tertentu bisa tampil
utuh serupa manusia dan menampakkan diri pada manusia. Sedangkan yang dimaksut
4 khodam adalah, jenis khodam macan, naga, rajawali dan kera. Keempatnya adalah khodam yang paling diminati
dan dicari, karena dianggap paling digdaya dalam pertarungan "
Melihat Jaka Indi menatapnya dan
mendengarkan perkataannya dengan seksama,
dewi Yuna lantas melanjutkan ceritanya.
“ Kalau 3 mustika, aku hanya
ingat satu diantaranya, yaitu mustika merah delima., yang banyak diminati khususnya
dari kalangan manusia, sedang dua mustika yang lainnya aku tidak ingat. “
" Bagaimana dengan 2 pusaka
dan 1 istana….? " Tanya Jaka Indi dengan rasa antusias
" 2 pusaka, adalah cincin
Raja Solomon dan Tabut perjanjian, tapi sampai saat ini belum diketahui
keberadaannya. "
" Kalau 1 istana, yang dimaksut ialah istananya Raja Solomon, sampai
saat ini juga belum diketahui keberadaannya. "
" maaf... aku tidak terlalu
ingat semuanya, karena waktu bunda Ratu menceritakannya aku kurang
memperhatikan. "
Jaka Indi nampak termenung
sesaat, memikirkan apa yang diutarakan dewi yuna, terutama perihal dua pusaka,
yang pertama cincin nabi Sulaiman as, yang konon katanya dapat digunakan untuk
menundukkan Jin bagi yang memakainya.
Lalu Tabut perjanjian, yang
menurut kabar beritanya bahwa Tabut tersebut terbuat dari kayu penaga, dengan
ukuran panjang dua setengah hasta, dan lebar serta tingginya satu setengah
hasta, yang sekelilingnya diberi bingkai emas. Tabut perjanjian ini diantaranya
berisi Loh loh batu yang tertulis sepuluh perintah Allah yang diterima nabi
Musa as dan juga berisi Tongkat nabi Musa as, tapi adapula yang mengatakan
Tabut perjanjian tersebut berisi tongkat nabi Harun as, hanya kalau berdasar cerita gurunya Kanjeng
Cakra Langit, yang sesungguhnya paling
dicari keberadaannya adalah tongkat nabi musa as yang pernah digunakan untuk
membelah laut merah dan cincin nabi Sulaiman as ( baik tongkat maupun cincin
yang dimaksut bukanlah sebagaimana yang berada dimusium ).
" ya aku mengerti, terimakasih
penjelasannya.”
Kemudian Jaka Indi mengajak jalan
dewi yuna melihat pekarangan rumah eyang wicaksono, lalu mulai membicarakan
pemandangan dikaki pegunungan kapila yang indah, asri dan damai, dan
mengusulkan untuk memiliki tempat tinggal disekitar kaki pegunungan tersebut,
hanya saja dewi yuna tidak setuju, karena dirinya lebih menyukai tinggal
dilingkungan istana, dekat dengan bunda ratu.
Saat Jaka Indi bersama Dewi Yuna
kembali keteras, ternyata eyang wicaksono sudah duduk menunggu dikursi teras, Dewi
yuna langsung menghampiri dan mencium tangan eyang wicaksono dan memperkenalkan
Jaka Indi sebagai suaminya serta sedikit menceritakan leluhur Jaka Indi. Sikap
dan ekspresi eyang wicaksono terlihat sedikit berubah, mengetahui Jaka Indi
merupakan keturunan Ki Ageng Tarub, yang juga keturunan Bondan kejawen yang
merupakan putra Prabu Brawijaya.
" Sepertinya diantara bibit,
bebet, bobot, bibit atau keturunan dan budi pekerti, lebih memiliki keutamaan
dikalangan alam astral. Berbeda dengan alam manusia saat ini, dimana bobot,
yaitu harta dan kekuasaan, yang umumnya lebih diutamakan. " renung Jaka
Indi dalam batin.
Jaka Indi lantas mengamati eyang
wicaksono dan terkesima memperhatikan wajah eyang wicaksono yang berwibawa dan
nampak masih segar layaknya pria paruh baya. Sungguh tak menyangka pria berusia
1000 tahun lebih, tampilannya masih gagah dan mssih seperti pria usia 40 tahun,
hanya rambutnya saja yang telah memutih semua.
" Mengingat saat ini sudah
waktunya makan malam, Kalau ada yang ingin diutarakan, disampaikan besok saja,
sekarang kita makan malam dahulu, kemudian setelah itu Yuna dan Raden bisa
beristirahat dikamar samping yang telah dipersiapkan bimo muridku,” Lalu Eyang
Wicaksono beranjak menuju ruang makan diikuti dewi yuna dan jaka indi, ternyata
dimeja makan sudah ada bimo bocah peri yang bantu menyiapkan sajian.
Selain menu sayuran dan
buah-buahan ada pula ikan bakar dan nasi putih yang tersaji diatas meja,
membuat jaka indi merasa senang dan juga heran. Saat diperhatikan ternyata
eyang wicaksono juga makan sedikit nasi putih dan ikan bakar. Jaka indi sebagai
orang yang baru kenal walau merasa heran, tapi tak berani menanyakan hal itu,
mengingat eyang wicaksono hanya makan tanpa banyak bicara.
Selesai santap malam, Dewi Yuna
dan Jaka Indi menuju kamar peristirahatan.
Setelah menempuh perjalanan
seharian penuh tubuhnya terasa penat dan lelah, karenanya mereka langsung
menjatuhkan diri di atas pembaringan.
Yaa, pembaringan yang bersih,
empuk dan lembut. Pembaringan ini juga membawa aroma harum tubuh dewi Yuna yang
berbaring disebelahnya, seorang wanita peri yang halus, lembut dan harum...
Setiap kali bertemu dengan Jaka
Indi sekulum senyuman yang lebih manis dari gula akan menghiasi bibirnya. Dengan
lembut dipeluknya istrinya yang telah pulas lebih dahulu, kemudian rasa kantuk
mulai datang hingga membuat Jaka Indi menguap panjang lalu hanyut dalam
kelelapan.
Udara pagi hari dikaki pegunungan
kapila terasa lebih dingin, daripada udara pagi di paviliun kaputran, namum
tidak seperti biasanya Dewi Yuna kali ini bangun lebih pagi dari Jaka indi dan
sudah tidak terlihat ada disisinya. Jaka
Indi segera keluar dari selimut tebal menuju kamar pemandian, seperti rutinitas
biasanya setelah mandi, sholat, berzikir, lalu dilanjutkan meditasi.
Cahaya matahari pagi mencorong
masuk lewat celah jendela, hari ini udara cerah, angin berhembus lewat membawa
bau harum bunga yang semerbak. Agak termangu Jaka Indi memandang langit nan
biru di luar jendela, akhirnya ia menghembuskan napas panjang seraya bergumam :
" Ooo.... hari ini memang hari yang cerah….! "
Baru saja mulai menikmati suasana
pagi, dewi Yuna sudah masuk kedalam kamar dan meminta Jaka Indi untuk sarapan
pagi bersama, rupanya dewi yuna bangun pagi sekali, karena membantu eyang
wicaksono dalam menyiapkan sarapan pagi.
Sarapan pagi kali ini tidak
terlihat Bimo, kata eyang wicaksono Bimo
kalau pagi hari suka mandi dan meditasi di air terjun yang tak jauh dari sini.
Selesai sarapan, dan masih duduk
bersama dimeja makan, eyang wicaksono mulai membuka percakapan.
" Raden... Hal apakah yang
ingin Raden ketahui atau yang bisa kubantu…? "
" Saya ingin mengetahui
keberadaan kakakku Panji Dewantoro, eyang.... yang melakukan perjalanan
kenegeri astral, tapi sudah dua tahun lebih belum kembali, barangkali eyang
bisa memberi petunjuk kemana sebaiknya aku mencari, "
Eyang Wicaksono terdiam
sejenak... Kemudian tangannya mengambil sebuah buku dari tumpukan buku yang ada
dibawah meja, dari tampilan bukunya seperti buku nama-nama tamu yang hadir.
Setelah memeriksa sesaat, Eyang
Wicaksono kembali bicara. " Sebenarnya
tidaklah banyak manusia yang pernah melakukan perjalanan kealam astral, khususnya
kenegeri para peri ini, yang raden cari itu apakah seorang pemuda berkulit sawo
matang, berbadan tinggi kurus, rambut hitam sebahu dan memakai udeng bali…? "
" Benar eyang, itu kakak
seperguruanku, Ia memang senang memakai ikat kepala khas bali dengan corak
batik." Jawab Jaka Indi dengan antusias.
" Aku ingat kakakmu mas
Panji memang pernah berkunjung kemari, meminta petunjuk alamat dan minta
dibuatkan peta, hanya saja… melihat prisai energi yang Raden miliki saat
ini.... aku belum bisa memberitahukan keberadaannya, dikarenakan bila Raden
menyusul mencarinya, maka dengan ilmu yang Raden miliki sekarang ini, belum
cukup untuk melindungi diri Raden dalam kemungkinan menghadapi berbagai bahaya.
"
" Lantas apa yang sebaiknya
mas Jaka lakukan eyang " sela dewi yuna memotong percakapan.
" Raden bisa tinggal disini
dua sampai tiga minggu, untuk meningkatkan kemampuan daya tahan tubuhnya dan
juga keahlian bela dirinya. Aku akan membantu mengajarkan dasar-dasarnya. Tapi
kamu Yuna... tidak boleh berada disini
selama Raden latihan, karena keberadaan wanita dapat mengganggu konsentrasi
latihannya. "
Jaka Indi juga menyadari, bagi
siapa yang ingin belajar berbagai ilmu, atau atau menjadi seorang ahli
beladiri, maka dia mesti lebih menitik beratkan pada mempelajari tenaga dalam
dan memperkuat prisai energinya sebagai pondasi awal terlebih dahulu.
" Bagaimana, apa sanggup,
" ucap eyang wicaksono sambil menatap Jaka Indi dan dewi Yuna.
" Sanggup eyang " kata
Jaka Indi dengan mantap.
" Ijin sebentar eyang "
kata yuna, sambil menarik tangan Jaka Indi menuju kamar.
" Mas Jaka ini bagaimana
sih, gak tanya-tanya main sanggup saja, latihan yang diberikan eyang wicaksono
itu sangat sulit dan berat, bahkan para peri yang pernah berguru banyak yang
tidak sanggup, apalagi mas Jaka yang bukan dari kalangan peri. "
Seketika Jaka Indi memeluk Dewi
Yuna, sambil mengelus punggungnya, “gak apa-apa, tak usah khawatir, Eyang
Wicaksono hanya akan mengajarkan dasar-dasarnya saja, berarti hal itu tidak
akan terlalu sulit, semisal nanti dalam perjalanannya aku tidak sanggup, aku
akan mengundurkan diri dari latihan.”
" Oh...iya... Ini uang dan
plakat emas yang waktu itu kamu titipkan, aku kembalikan lagi. " Kata Jaka
Indi sambil mengeluarkan buntalan berisi kepingan emas dan perak, serta plakat
emas bergambar bunga wijaya kusuma.
" Gak usah dikembalikan, itu
buat keperluan mas Jaka, “ kata Dewi Yuna menolak keras pengembalian barang
miliknya.
" Ya... sudah... selama menjalani latihannya... hati-hati ya
mas..." dalam tiga minggu mendatang aku akan kembali kesini, " sambil
mengecup pipi Jaka Indi, kemudian mereka bersama, kembali menemui eyang
wicaksono sekalian dewi yuna pamit, dan meminta eyang wicaksono untuk
berkunjung ke istana bila ada waktu luang.
Cahaya sinar matahari pagi lembut
membelai dan menghangatkan badan Jaka Indi yang sedang duduk bersila diatas
dahan pohon yang cukup tinggi. Saat ini sudah memasuki musim semi, kata
kebanyakan orang, musim semi adalah musim yang terbaik dan terindah, dimana
alam sangat bersahabat, cuaca cerah, udara hangat, bunga-bunga mulai tumbuh
bermekaran. Tapi buat Jaka Indi saat ini, keindahan musim semi tak sempat terperhatikan
dan dinikmatinya, karena sudah hari kedua Jaka Indi melakukan meditasi diatas
dahan sebesar lengan orang dewasa, tapi masih sulit rasanya bagi Jaka Indi
untuk dapat duduk meditasi dengan sempurna. Satu jam pertama tidaklah sukar
bagi Jaka Indi melakukannya, tapi bila seharian tentu tidak mudah baginya untuk
menjaga konsentrasi dan keseimbangan tubuhnya. Terlebih angin tak jarang
bertiup kencang, serta didalam meditasi Jaka Indi harus selalu dalam keadaan
berpuasa. Jaka Indi teringat saat pertama kali disuruh meditasi diatas dahan.
" Eyang apa yang aku harus
lakukan saat meditasi….? "
Matikan jasad hidupkan hati,
Matikan hati hidupkan qolbu,
Matikan qolbu hidupkan ruh.
" dan selama meditasi
teruslah membaca YA HAYYU YA QAYYUM, LAA ILAAHA ILLA ANTA " terang eyang
wicaksono.
" Lalu apa maksutnya matikan
jasad hidupkan hati...? " tanya Jaka Indi lebih lanjut.
" Matikan keinginan dan
nafsu ragawi dan hidupkan hatimu, begitu seterusnya, dan nantinya kamu akan
paham dengan sendirinya. " Lalu eyang wicaksono pergi berlalu meninggalkan
Jaka Indi.
Walau waktu terasa berjalan
lambat akhirnya selesai juga tiga hari Jaka Indi menjalani meditasi diatas
dahan pohon. Awalnya dihari pertama bermeditasi diatas dahan pohon sebesar paha
orang dewasa, hari kedua diatas dahan sebesar lengan orang dewasa, hari ketiga,
hanya meditasi bersila diatas dahan sebesar ibu jari orang dewasa.
Saat ashar menjelang, tak jauh
dari pandangan Jaka Indi terlihat eyang wicaksono datang kearahnya sambil
membawa sekeranjang makanan termasuk nasi putih dan lauk pauk ikan bakar
kesukaannya. Selesai Jaka Indi bersantap, eyang wicaksono mengajak Jaka Indi
ketengah hutan jati, ditengah hutan jati terdapat sebuah lubang kubur dan pada
sisi atas kubur terdapat sebuah peti mati.
" Kali ini kamu akan
meditasi dengan cara berbaring dalam peti dan dipendam dalam tanah selama tiga
hari tiga malam," Terang eyang Wicaksono.
" Huaah….. lantas bagaimana
saya sholat, makan dan bernafas eyang…? "
kata Jaka Indi dengan nada terkejut.
" Selama dalam peti kamu
dapat sholat sambil berbaring, kamu juga tetap berpuasa, dan pada sudut peti
ada bambu kecil yang berlubang, yang tembus kepermukaan tanah, guna kamu
bernafas, tapi sebelum itu, aku akan
mengajarkanmu cara bernafas dengan tidak menggunakan hidung dan mulut,
melainkan bernafas dengan menggunakan pori-pori tubuh, sehingga bilamana
saluran udara tertutup kamu juga tetap bisa bernafas.”
Jaka Indi diam beberapa jenak
seolah menyimak perkataan eyang wicaksono, tetapi sesungguhnya dalam batinnya
sedang berfikir. Itukan teorinya eyang wicaksono, kalau ada kesalahan bisa
wassalam dah gue. Waktu ujian sajarna hukum, ujian pekerjaan di firma hukum,
bahkan ujian jadi driver ojol, rasanya gak serepot ini.
Sudahlah aku coba dulu, kalau gak
tahan aku bisa keluar sendiri fikirnya dengan menguatkan hati.
Eyang wicaksono tidak langsung
menyuruh Jaka Indi masuk dalam peti, tapi justru mengajaknya naik keatas gunung
kapila, sepanjang perjalalan eyang wicaksono mengajarkan cara dan tehnik bernafas
melalui pori-pori tubuh. Jaka Indi memang pernah tahu ada beberapa hewan yang
bernafas dengan permukaan kulitnya, seperti cacing tanah, kecebong, tapi baru
kali ini ia tahu ada ilmu yang bisa melatih manusia bernafas dengan pori-pori
tubuhnya.
Seperempat jam kemudian sampailah
mereka disebuah sebuah telaga yang jernih dengan air terjun yang deras. “ Nanti
setelah kamu selesai latihan didalam peti, kamu lanjutkan latihan merendam
seluruh tubuhmu didalam telaga ini, dan bernafaslah dengan melalui pori-pori
tubuhmu sebagaimana yang telah kuajarkan tadi.”
Kemudian eyang wicaksono langsung
mencontohkan dirinya masuk kedalam telaga, Seluruh tubuh juga kepala eyang
wicaksono tenggelam dalam air telaga. tak ada gelembung udara yang keluar sama
sekali, keadaan eyang wicaksono saat didalam air maupun diatas air terlihat
sama saja, hingga tigapuluh menit berlalu, berikutnya eyang wicaksono kembali
muncul kepermukaan, dan berkata : " lakukan hal ini sampai setidaknya
Raden bisa bertahan selama enam jam. Ingat bukan belajar menahan nafas, tapi
bernafas biasa hanya tidak menggunakan sarana hidung atau mulut, melainkan
melalui pori pori tubuh. "
" Maaf ya Raden... aku
terpaksa memberi petunjuk sekaligus karena setelah ini, aku akan pergi kealam
manusia untuk beberapa hari, sepulangnya aku akan menguji hasil latihanmu, "
Kemudian eyang wicaksono mengajak
kembali Jaka Indi ke tempat peti mati ditengah hutan jati.
" masuklah kedalam peti, setelah
tiga hari Bimo akan menghantar makanan kesini. "
Jaka Indi melompat masuk dalam
peti, lalu peti ditutup oleh eyang Wicaksono, dan dimasukkan dalam kubur kemudian
dipendam dengan tanah. Ini pertamakalinya dalam hidup Jaka Indi mengalami
dikubur hidup-hidup. Tentu saja ini bukan suatu hal yang menyenangkan. Untungnya
peti ini cukup lapang, dan saluran udaranya juga cukup longgar buat keluar
masuknya udara segar.
Beberapa waktu berjalan, tetap
dalam keheningan dan kegelapan. Mulailah Jaka Indi mengatur pernafasan dan
latihannya....
" YA HAYYU YA QAYYUM, LAA
ILAAHA ILLA ANTA "
Entah sudah berapa lama Jaka Indi
berada dalam peti, bahkan Jaka Indi sudah tidak begitu mengingatnya, tapi
perkiraannya kemungkinan ini sudah masuk hari ketiga atau hari keempat. Lapat-lapat
Jaka Indi mendengar suara gemericik air dan tercium aroma wangi yang aneh,
semacam aroma yang memabukkan, yang belum pernah ia rasakan.
Sejak latihan meditasi yang
diajarkan eyang wicaksono, kemampuan kelima Indra dan ketajaman mata batin Jaka
Indi berkembang pesat. Indra penciuman dan pendengarannya bisa mencapai jarak 1
km lebih, bahkan Jaka Indi bisa mengetahui kalau sumber aroma harum dan suara
gemercik air, bersumber dari tempat yang sama.
Entah kenapa setelah mencium
aroma harum tersebut, ada dorongan yang kuat bagi Jaka Indi untuk mencari
sumber suara air dan sumber aroma harum yang dirasakannya.
Diiringi menggunakan tenaga dalam
yang disalurkan pada kedua tangannya, dengan mudah Jaka Indi mendobrak tutup
peti mati dan keluar dari dalam makam.
Saat itu waktu ashar telah
berlalu. Jaka Indi mengibas-ngibas
bajunya, untuk membersihkan debu dan sedikit tanah yang melekat di pakaian. Tak
tampak siapapun diarea tengah hutan jati tersebut, bimo sibocah peri tampaknya
juga belum hadir. Kemudian Jaka Indi berlari ringan mengikuti arah sumber suara
gemercik air dan aroma harum berasal. Setelah melalui hutan jati, lalu melewati
hutan pinus, entah hutan tumbuhan apalagi yang tak dikenali Jaka Indi,
sampailah Jaka Indi disumber gemercik air tersebut berasal.
Jauh didalam hutan perawan
pegunungan kapila yang lebat, ternyata terdapat sebuah kolam kecil yang ber-air
bening menghijau, tampak kolam kecil itu mengeluarkan asap dan gemerik air
serta uap panas. Rupanya kolam kecil itu merupakan pemandian air panas yang
mata airnya bersumber dari mata air pegunungan kapila, tak jauh dari kolam
kecil terdapat satu bangunan rumah bambu kuning yang asri dan apik, yang
dikelilingi oleh berbagai macam bunga yang sedang bermekaran, di depan rumah
bambu terdapat anak kucing hutan kecil berwarna hitam dan berbulu lebat, yang
tidur berbaring diberanda rumah.
Kolam pemandian air panas itu
tidak dipagari oleh apapun, sehingga keadaannya terbuka dan terlihat jelas, terlebih
dari sisi Jaka Indi yang berdiri diatas salah satu dahan pohon dekat tepi
kolam, dapat melihat kolam pemandian air panas tersebut dengan sangat jelas, tampak
seorang gadis remaja jelita berusia sekitar enam belas tahun, berambut panjang
keemasan sedang mandi di dalam kolam. Semula Jaka Indi mengira yang ada dikolam
adalah seorang perempuan yang masih anak-anak, mengingat perempuan tersebut tingginya
hanya sekitar 140 cm, tapi setelah diperhatikan bentuk tubuhnya serta raut
wajahnya, ternyata ia adalah seorang gadis remaja bertubuh mungil.
Yang menarik perhatian Jaka Indi,
bukan saja karena tubuh gadis yang mungil, serta parasnya yang cantik jelita,
tetapi pada punggung gadis itu terdapat sayap transparan yang tak kasat mata, yang
tak bisa dilihat oleh mata telanjang biasa,
ya... sayap eternal pada tubuhnya seperti sayap energi... hanya saja sayap ini bersifat permanen,
semacam sayap yang terdapat pada sosok human angel.
Jaka Indi mengetahuinya saat
gadis bertubuh mungil tersebut terbang melayang keatas, lalu turun menyelam
kedalam kolam, kemudian melayang diudara, dan tegak berdiri diatas permukaan
air kolam, dengan sayap transparannya yang mengembang dan tak hilang atau memudar
sama sekali. Hanya saja bila dilihat oleh orang biasa, gadis mungil tersebut
layaknya wanita pada umumnya, tak akan terlihat sayap transparan yang
dimilikinya.
Sungguh suatu sensasi tersendiri
melihat gadis mungil yang cantik bak bidadari, dengan rambut keemasan, mata kebiruan,
kulit kuning langsat dalam keadaan tubuh polos serta sayap transparannya mandi
dikolam dengan cara yang unik. Gadis mungil itu mandi dengan riang gembira,
kadang berdendang dan tertawa...
Suara tawanya nyaring, dan merdu
merayu, jarang sekali ada orang memiliki suara yang begini merdu dan lembut
seperti apa yang dimiliki gadis itu. Cukup mendengar dari suara tertawanya,
bisa dibayangkan kalau wajahnya pasti cantik jelita bak bidadari dari
kahyangan. Gadis mungil itu memang amat cantik, tidak kalah cantik dari dewi
Yuna. Gadis mungil itu tegak berdiri diatas permukaan air dalam keadaan tanpa
busana, bagian tubuh yang semestinya langsing ternyata memang tidak gemuk,
bagian yang semestinya berisi, ternyata memang tidak kurus, pada salah satu pergelangan kaki gadis itu
mengenakan untaian rantai gelang emas. ia memiliki potongan muka kwaci dengan
alis mata tipis memanjang bagaikan semut beriring, bola mata yang berwarna
biru, dan bulu mata yang lentik, serta sorot mata yang jeli laksana bintang
timur, bibir merah kecil bagaikan delima merekah, sungguh suatu kecantikan yang
dapat menggetarkan setiap lelaki yang memandangnya, apalagi dikala tertawa, kecantikannya
sungguh sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Sayang tubuhnya mungil, coba
kalau badannya sedikit lebih tinggi layaknya wanita pada umumnya, mungkin akan
jauh lebih memikat dan mempesona. Namun... sekalipun badannya kecil mungil, tapi
seluruh ukuran tubuhnya proposional. Sepasang mata Jaka Indi sampai melotot
besar, dan biji matanya nyaris melompat keluar menyaksikan tubuh polos yang
indah menawan tersebut
Mendadak detak jantung Jaka Indi
mulai berdebar keras dan nafas Jaka indi mulai terasa berat. Saat lapat-lapat
mencium aroma harum semerbak yang berasal dari tubuh dara cantik tersebut. Sungguh
aneh mengapa melihat tubuh gadis mungil tersebut dan mencium aroma harum,
mendadak dapat membangkitkan birahinya.
Sebenarnya dalam keadaan seperti
ini, sehabis melakukan meditasi panjang, sungguh tiada seleranya menikmati
kecantikan seorang gadis, tapi melihat gadis remaja telanjang bulat, yang
sedang mandi dengan lekak-lekuk badannya yang berisi, dada yang bernas dan
montok serta basah dengan hiasan butiran-butiran air, terlihat gamblang di
depan mata, mau tidak mau matanya jadi membelalak dan tergetar hatinya.
Begitu indah tubuh gadis mungil
semampai yang halus putih itu, dengan sayap transparan yang membentang pada
tubuhnya dan di bawah pancaran sinar sang surya yang mulai terbenam di ufuk
barat, mirip benar sebentuk patung dewi yang sempurna tiada cacatnya, butiran
air yang berkilauan keperakan, jatuh berderet di atas wajah yang ayu, terus
mengalir ketubuh yang indah, berlanjut turun ke tengah dua bukit menonjol yang
putih, lalu mengalir perlahan keperut dan menyusul suara tawanya yang semerdu
kicauan burung, senyaring kelintingan, tak ubahnya laksana ratusan kuntum bunga
yang sedang bermekaran.
Jaka Indi yang baru saja keluar
dari siksaan derita di dalam latihan meditasi yang panjang, ditengah hutan
belantara, dimana perut masih dalam keadaan kelaparan, mulut kekeringan, badan
masih terasa letih, karena terpendam tiga harian didalam peti yang dikubur
didalam tanah.
Setelah melalui hal itu, mendadak
melihat adegan atau tontonan yang begini mengasyikkan, sungguh sukar dia
percaya atas pandangannya sendiri, bahwa dirinya layaknya berada di sorga loka
Dalam keadaan seperti ini Jaka
Indi lupa akan tugasnya, lupa apa yang harus dia lakukan, lupa akan wejangan
Eyang Ageng Wicaksono. Bahkan ia lupa tujuan meditasinya diantaranya adalah
untuk menguatkan batinnya dari berbagai godaan..
Semula raut muka gadis yang
sedang mandi itu tertuju ke arah rumah bambu kuning sana, kini kerlingan
matanya tiba-tiba tertuju ke arah tempat persembunyian Jaka Indi. Tampaknya
gadis jelita itu sadar bahwa keberadaanya sudah diketahui oleh orang. Gadis
lain bila ketahuan ada orang, apalagi laki-laki dewasa sedang mengintip dirinya
sedang mandi, tentu menjerit dan lekas-lekas berusaha menutupi tubuhnya dan
mengenakan pakaian, tapi gadis ini justru mengerling dengan lambat, kemudian
malah berdiri dan tegak laksana sekuntum kembang teratai yang baru saja mekar dan
menongol dari permukaan air. Muka Jaka Indi serasa panas malah, sekilas ia
melihat kesempurnaan seluruh badan si gadis yang semampai dan bernas itu,
Dengan perlahan gadis mungil itu
terbang menuju setumpuk pakaian ditepi kolan, tanpa tergesa dikenakannya kain
sutra penutup dada, pakaian dalamnya dan gaun penutup pinggulnya yang berwarna
keemasan, penutup dada yang digunakan gadis tersebut hanya berupa selendang
kecil yang dibalut menutupi dada dan diikat pada bagian belakangnya, sedang
gaun yang digunakan menutup pinggul gadis tersebut adalah gaun pendek yang
berendra pada bagian bawahnya yang hanya sebatas lutut. Sehingga masih terlihat
pundaknya yang terbuka, perutnya yang putih bersih, dan betisnya yang bening
dan ramping. Gadis jelita itu lalu memutar tubuhnya ke arah Jaka Indi, katanya
kalem :
" Saudara yang mengintip,
memangnya kau belum puas...? " suaranya memang merdu dan halus mengalun,
seperti kicauan burung kenari, tapi nadanya terdengar ketus dan penuh
kedongkolan.
Jaka Indi hanya bisa menghela
napas dan tertawa getir, lalu dia melompat turun dari dahan pucuk pohon, selama
hidupnya, dapat dikata sudah dua kali dirinya mengalami keadaan serunyam ini. Pertama
saat dirinya mendapati Dewi Kirana yang sedang mandi di kolam taman istana
Suralaya, berikutnya kali ini kepergok melihat gadis mungil cantik yang sedang
mandi.
" Hadeuuuwh..... mungkinkah
ini faktor genetika karena dirinya keturunan Eyang Jaka Tarub,” gumam Jaka Indi dalam hati.
Sungguh Jaka Indi tidak suka
kalau dirinya disangka dan dimaki sebagai pemuda bangoran yang mata
keranjang, lebih tak ia harapkan akan
berhadapan dengan gadis jelita bak bidadari dalam keadaan runyam seperti ini.
Tapi dia tak mungkin lari, karena Jaka Indi bukanlah orang yang suka lari dari
tanggung jawab. terpaksa ia keluar dengan mengeraskan kepala.
Saat berada dihadapan sigadis,
tercium aroma harum semerbak kayu cendana dari tubuh gadis mungil tersebut.
Sementara itu... Dari atas ke
bawah gadis mungil tampak mengamat-amati dirinya, sorot matanya yang semula
ditandai kobaran api amarah, lambat laun seperti berubah menjadi tenang, bahkan
tampak terbesit rasa kejut dan heran dari sorot matanya, mengetahui yang
memergoki dirinya sedang mandi adalah pemuda tampan dari jenis manusia.
" Hmmm.... “katanya kepada
Jaka Indi, " Tidak kecil juga ya,
nyalimu, bukannya kau melarikan diri, malah turun menemuiku. "
Sebaliknya Jaka Indi bukannya
langsung menjawab, tapi juga masih mendelong terkesima, karena saat berada
didekat gadis mungil itu Jaka Indi dapat melihat kulitnya yang kuning langsat
sehalus sutra, tubuhnya yang gilik semampai, serta dapat mencium aroma wangi
harum yang berubah-ubah, adakalanya seperti bau kayu harum cendana, kemudian
seperti harum bunga mawar, lalu bau bunga sedap malam, kemudian bau wangi
kesturi, dan sebagainya.
Sepertinya bau harum yang keluar
dari tubuh gadis mungil itu berubah-ubah mengikuti suasana hatinya, bila ia
sedang mendongkol, baunya seperti bau harum kayu cendana, tapi bila ia sedang
gembira, bau tubuhnya seperti bau harum semerbak bunga. Sungguh mahluk yang
aneh dan ajaib, bahkan membayangkan ada mahluk seperti inipun ia tak pernah. Renung
Jaka Indi.
Tersentak dari lamunannya, Jaka
Indi unjuk tawa getir, sahutnya : " meski saya tidak sengaja melihat nona
mandi, tapi bagaimanapun juga saya harus menyatakan penyesalan yang luar biasa,
dan meminta maaf atas perbuatan saya, sedang jikalau saya lari, bukankah itu
justru memalukan…? "
Berkilat kerlingan mata si gadis,
katanya : " Jadi kau mengakui salah
dan kemari mau terima hukuman…? "
" Ya boleh dianggap seperti
itu. " ujar Jaka Indi mengiakan.
Terunjuk senyuman geli pada sorot
mata si gadis, katanya pelan-pelan : " Kau berani mengakui kesalahan,
memang tidak malu kau jadi laki-laki, tapi tahukan kau dosa dan kesalahan apa
yang telah kau perbuat… ? "
Jaka Indi menghela nafas, " sepatutnya
nona juga jangan mandi disembarang tempat, terlebih mandi ditempat yang terbuka
"
Melotot lagi mata si gadis,
semprotnya " kau yang mengintip aku mandi, masa malah menyalahkan diriku….?
"
Kembali Jaka Indi mencium aroma
semerbak kayu cendana, hmm... rupanya gadis mungil ini sedang mendongkol.... karena
kembali tercium bau harum kayu cendana.
“ Maaf nona... Saya melihat nona
yang sedang mandi tidaklah dengan sengaja, mana saya tahu ditengah hutan akan
ada tempat seperti ini, dan ada gadis jelita yang sedang mandi…? "
" Kalau kau tahu, lantas
bagaimana….? "
" Kalau aku tahu di sini ada
seorang gadis secantik nona sedang mandi, seumpama kedua kaki ini lumpuh, dan
aku meski harus merambat untuk bisa mencapai kesini, akupun akan tetap berusaha
kemari, meski dengan cara merangkak sekalipun." Ujar Jaka Indi dengan
perasaan geli sendiri.
Jawaban ini seketika membuat si
gadis jelita menjublek, “ dasar pemuda bangor, mana ada laki-laki yang punya
muka begini tebal, tidak tahu malu dan tidak punya sopan santun “
Sungguh mimpipun tak pernah
terpikir olehnya ada laki-laki yang berani bicara begitu dihadapannya. Hatinya
memang mendongkol, tapi ia tak kuasa mengumbar kekesalannya, ingin tertawa
geli, tapi terpaksa ia tahan-tahan.
" Kamu pasti bukan pemuda
baik-baik, kamu pasti pemuda begajulan…" damprat sinona
Kata Jaka Indi kemudian: " Sebetulnya
saya tak perlu berkata demikian, tapi umumnya laki-laki ditempat saya memang
seperti itu. “ Entah kenapa Jaka Indi mendadak merasa konyol sendiri. Mengingat
masa kecilnya bersama teman-temannya saat mandi di kali bengawan solo, suka
diajak temannya ngintip teman-teman perempuannya yang sedang mandi.
" Tak nyana ternyata
laki-laki dikalangan manusia seperti itu,
emmm.... tapi kamu ternyata berani bicara jujur dan terus terang.”
Suasana mendadak hening sejenak.
Lama nona ini menatap Jaka Indi
dengan tatapan menyelidik, dari atas kebawah, kemudian keatas lagi, tiba-tiba
terkulum senyum mekar di wajahnya yang cantik rupawan, katanya :
" Mungkin saja aku tidak menjatuhi
hukuman kepadamu, tetapi ada syaratnya,
kau harus menemaniku santap malam, dan menceritakan kehidupan manusia dialammu.”
Lantas dengan jari tangannya yang
halus dan bening ia membetulkan letak rambut pirangnya lalu mengikat rambutnya
yang berwarna kuning keemasan dengan pita kuning, kemudian katanya sambil
berputar badan : " sekarang bolehlah kau mengikut padaku."
Kemudian gadis jelita itu
berjalan menuju kepondok bambu yang asri dan apik, dengan terbang melayang,
laksana kupu, hingga Jaka Indi dapat kembali melihat sayap transparan yang
tiba-tiba muncul dari belakang tubuhnya. Dengan langkah ringan Jaka Indi
melompat dan berlari kecil mengikuti gadis jelita itu. Tubuh Jaka Indi sempat
limbung dan hampir terjatuh saat mengikuti gadis cantik tersebut, karena sudah tiga hari ini perut tak terisi
makanan
Kemudian Jaka Indi beranjak
memasuki pondok bambu yang asri mengikuti gadis jelita itu. Sejak tadi dalam
hati diam-diam ia sudah persiapkan diri, bilamana terdapat bahaya dalam pondok
bambu kuning tersebut. Bila diluar pondok terbentang tanah rerumputan yang
menghijau elok dan kolam pemandian yang bening, serta bunga-bunga yang
bermekaran. Ternyata didalam pondok tidak ada siapapun dan bahaya apapun, hanya
ada gadis jelita dan anak kucing hitam yang telah pindah kedalam pondok dan
tidur disalah satu sudut ruang.
Tampak pula permadani yang empuk
dan indah yang terbuat dari sutra tebal yang membentang luas menutupi seluruh
lantai ruangan. Ada pula sebuah tali sutra sebesar jari kelingking yang
membentang antar dinding pondok....
" apa ini buat jemuran….? "
batin Jaka indi
Di atas permadani terdapat dua
meja pendek, di atas meja bertumpuk berbagai macam buah-buah, minuman segar dan
sayur mayur yang serba lezat dan nikmat, dimeja pendek satunya hanya terdapat
satu mangkuk keramik, berisi butiran- butiran mutiara dan satu botol madu
hitam.
" Duduklah kata sigadis
cantik,” mempersilahkan Jaka Indi untuk duduk dilantai permadani.
Jaka Indi berjalan perlahan, hanya
saja sudah tiga hari tiga malam dirinya dipendam dalam peti dibawah tanah,
dalam keadaan kurang istirahat, juga tanpa makan dan minum, disaat Jaka Indi
melangkah maju tiba-tiba tubuhnya mendadak ambruk kedepan dan terjatuh pingsan
karena kelelahan. Cepat gadis jelita tersebut berusaha menangkap tangan Jaka
Indi dan menahan tubuhnya. Hanya saja dikarenakan tubuh Jaka Indi yang besar,
sedang tubuhnya sendiri kecil mungil, membuat dirinya ikut terjatuh bersama
Jaka Indi ke permadani tebal ditengah ruang.
Gadis cantik itu laksana bunga
yang baru mekar, dia adalah seorang gadis remaja usia kisaran enam belas
tahunan, seorang gadis yang masih polos, walau tubuhnya telah mulai beranjak
dewasa, namun sesungguhnya ia seorang gadis perawan yang belum pernah
bersentuhan dengan lawan jenis, karena tubuhnya jatuh tertindih pemuda tampan,
kontan tubuhnya mendadak menjadi terasa lemas, sekalipun Jaka Indi menindih
tubuhnya dalam keadaan tak sadarkan diri, tapi tetap saja sigadis mencium aroma
tubuh pria yang khas, tiba-tiba suatu perasaan aneh menyelimuti perasaannya,
belum pernah ia temui pengalaman semacam ini sepanjang hidupnya, dadanya yang
mulai tumbuh ranum, dapat merasakan dada bidang Jaka Indi yang menekan kuat
dadanya. Jantungnya mulai berdebar keras, tubuhnya menjadi lunglai dan tenaganya
mendadak lenyap, dengan nafas terengah ia pejamkan matanya rapat-rapat, untuk
beberapa waktu lamanya gadis mungil itu hanya diam saja, dibuai oleh perasaan
yang aneh itu,
Beberapa saat berlalu Jaka Indi masih belum juga sadarkan diri, perlahan
tangan gadis mungil itu mulai merangkul tubuh Jaka Indi, dan meraba punggung
Jaka Indi lalu menyalurkan energi hawa murni melalui kedua telapak tangannya.
Bagaikan terkena aliran listrik
mendadak tubuh Jaka Indi bergetar lemah dan mulai mendusin. Saat ini Jaka Indi
masih dalam keadaan setengah sadar dan mulai membuka matanya, seketika ia
dapati dirinya sedang menindih tubuh seorang gadis yang lembut dan lunak, tercium
bau harum aneh yang memabukkan, dalam keremangan malam wajah gadis yang
ditindihnya itu terlihat samar, dan hanya berada beberapa senti dari dirinya, terlihat
mata yang jeli setengah terpejam, bibir yang mungil dalam keadaan setengah
terbuka, dengan posisi bibir hampir saling menempel dengan bibir, dengus nafas
si gadis yang memburu, dan rankuhan gadis yang erat, serta aroma harum yang memikat
yang memancar dari tubuh gadis cantik itu membuat gairah Jaka Indi mendadak
mulai terbakar, bukan saja Jaka Indi dapat merasakan gumpalan daging lunak yang
menempel lekat didadanya, bahkan detak jantung sigadis dan gemetar tubuh gadis
tersebut, dapat Jaka Indi rasakan.
Hanya saja bau harum yang
memabukkan yang keluar dari tubuh sinonalah yang membuat Jaka Indi tidak dapat
mengendalikan dirinya. Rupanya saat si nona cantik ini mulai terangsang,
kelenjar tubuhnya seketika mengeluarkan hormon dan keringat, yang mengeluarkan
bau aroma rangsangan yang sangat kuat, yang dapat memikat lawan jenis. Disisi
lain Jaka Indi merasa tubuhnya masih amat lemah, penglihatannya juga masih
kabur, sedang posisinya saat ini, justru perlahan-lahan mulai membangkitkan nafsu
birahinya, dalam keadaan diluar sadarnya, Jaka Indi kemudian mulai mencium,
menghisap dan melumat bibir gadis jelita itu, saat ini Jaka Indi mulai
tenggelam dibawah kendali nafsu birahinya, dan sepenuhnya berada diluar
kesadarannya.
Sensor...
Sensor...
Sensor...
Gadis cantik itu, lalu memejamkan
matanya, segala apapun tak diperdulikannya lagi, ia merasa dirinya terjerumus
kedalam bara yang sedang berkobar, sekujur badannya serasa ikut terbakar,
seluruh raganya seakan-akan lumer, sukmanya juga ikut meleleh, disaat sang
gadis semakin terbawa suasana yang semakin membakar gairahnya, dan semakin
membawa nafsu birahinya hingga mencapai puncak klimaksnya
Seketika tubuh sinona mengejang
lalu bergetar keras, diiringi butiran keringat mulai mengucur membasahi tubuhnya.
Tahu-tahu tubuh gadis jelita itu secara aneh mengeluarkan aroma harum yang
sangat wangi, bila sebelumnya tubuh nona cantik ini mengeluarkan aroma
rangsangan yang membangkitkan birahi, tapi kali ini tubuh sinona justru
mengeluarkan aroma harum yang menyegarkan, laksana aroma terapi yang dapat
menyegarkan tubuh dan memulihkan semangat, yang aromanya bahkan lebih harum
dari wangi misik kesturi.
Bersamaan dengan itu...
Sekonyong-konyong gadis itu
merasakan kalau tangan jaka indi yang semula dengan brutal bergriliya dan aktif
menjelajahi setiap inci tubuhnya mendadak terhenti dari aktifitasnya, bahkan
hingga beberapa saat tubuh Jaka Indi dirasa tidak ada pergerakan sama
sekali....
" ada apakah ini....? "
fikirnya
Saat gadis itu mulai tenang dan
mulai membuka matanya serta memperhatikan keadaan Jaka Indi...
" Owwaaaalah..." rupanya
Jaka Indi kembali pingsan tak sadarkan diri.
Ada perasaan lega pada diri
sinona, karena mereka tidak sampai melakukan hubungan badan layaknya suami
istri. Ada pula getar asmara yang mulai tumbuh disanubarinya pada pria yang
baru dijumpainya, yang telah menjamahi sekujur tubuhnya. Gadis jelita itu
perlahan mendorong tubuh Jaka Indi kesamping, hingga terbaring terlentang
diatas permadani. Sesungguhnya nafas gadis cantik itu masih memburu, gairahnya
juga belum sepenuhnya reda bahkan tubuhnya juga masih gemetar, namun gadis itu menguatkan diri bangkit mengenakan
kembali busananya, kemudian mengambil sebuah tabung kaca kecil seukuran ibu
jari, lalu memasukkan sebahagian liur hijau bening yang ada dimulutnya kedalam
botol itu, dan menutupnya dengan rapat, selanjutnya menyembunyikannya dalam
saku gaun pendeknya.
Selang beberapa jenak setelah
dapat menenangkan dirinya, Gadis cantik itu mulai menatap wajah Jaka Indi yang
tampan namun tampak pucat dan masih dalam keadaan terlelap tak sadarkan diri, diusapnya
perlahan wajah Jaka Indi, lalu dibelainya rambutnya, kemudian gadis cantik
tersebut beralih meletakkan telapak tangannya kedada Jaka Indi. dan menyalurkan
energi hawa murninya untuk menyadarkan dan menguatkan tubuh Jaka Indi. Jaka
Indi berangsur sadar dari pingsannya.
" Nona ada apakah …. apa
yang terjadi denganku…..? " Seru Jaka Indi terkejut
" Aiihh .. Pasti aku
terjatuh karena kelelahan. “ gumam Jaka
Indi seraya menata kembali nafasnya.
Suasana hening sejenak...
" Makanlah dan minumlah yang
ada diatas meja, tentu kamu sangat merasa lelah, hingga terjatuh pingsan tak
sadarkan diri. " Kata gadis cantik itu dengan suara lembut bergetar.
" Terima kasih nona " Jawab
Jaka Indi dan tanpa perasaan sungkan dengan duduk bersila dan sigap langsung
melahap hidangan yang ada diatas meja hingga dalam waktu singkat sudah habis
separuhnya, kemudian berlanjut dengan meminum madu dan sari buah, juga air
kelapa muda yang ada dihadapannya. Gadis cantik itu hanya menatap Jaka Indi dan
memperhatikan Jaka Indi makan, dengan perasaan sendu dan galau.
" Mengapa nona tidak
sekalian makan…? Ooh...iya.. .namaku
Jaka Indi, siapakah nama nona…? "
" Arimbi... Dewi Arimbi "
Jawab gadis cantik itu dengan suara
lirih...
Jaka Indi sungguh tak mengingat
sama sekali atas apa yang dilakukannya saat dalam keadaan tak sadar, ia terus
melanjutkan dengan makan buah kurma. Sedang gadis cantik itu kembali
memperhatikan Jaka Indi makan, kali ini Jaka Indi melanjutkan dengan mengambil
sebutir buah anggur, entah kenapa melihat jari-jari tangan Jaka Indi, dan
membayangkan kembali bagaimana telapak dan jari-jari tangan Jaka Indi yang tadi
menjelajahi dan menggerayangi seluruh tubuhnya tiba-tiba gadis mungil yang
cantik itu menangis sedih sesegukan...
" Nona Arimbi ada
apakah....? apa kau masih merasa kesal karena ku melihatmu mandi, tanya Jaka
Indi dengan perasaan bingung, tanpa ingat sedikitpun apa yang telah
dilakukannya pada nona jelita tersebut.
" Hukumlah aku sesukamu,
bila hal itu bisa mengurangi rasa amarahmu, " ujar Jaka Indi dengan
perasaan bersalah."
Tapi bukannya tangis si nona
mereda malah tangisnya bertambah keras dan semakin sedih. Sekonyong-konyong
Jaka Indi mencium aroma harum seperti bunga sedap malam. Ternyata saat
bersedihpun nona Arimbi ini mengeluarkan aroma bunga yang semerbak, sungguh
sesuatu yang menakjubkan, fikir Jaka Indi. Jaka Indi tidak tahu harus bersikap
seperti apa, agar tangis sinona berhenti, spontan Jaka Indi maju mendekatkan
diri, menarik sebelah tangan Arimbi dan ditepuk-tepuk perlahan dengan lembut
serupa seorang tua lagi membelai anak kecil, sambil berkata,
“ nona Arimbi, maafkan
saya....maafkan saya... dan berhentilah
menangis, saya sungguh tidak tahu ada gadis yang mandi dikolam tengah hutan.”
Tangis Dewi Arimbi kembali semakin
menjadi dan bertambah deras. Tiba-tiba Jaka Indi merasa bahwa sedikit banyaknya
air mata perempuan, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan tinggi besarnya
badan, semakin mungil tubuh seorang perempuan, kadang kala air matanya justru
semakin banyak.
Di dalam banyak hal, perempuan
adakalanya memang memiliki ciri khas seperti itu.
Seperti misalnya
Semakin gemuk seorang wanita,
justru makin sedikit makannya.
Semakin kecil orangnya, tak
jarang semakin lantang bicaranya.
Semakin cantik wajahnya, semakin
sering hatinya menderita.
Semakin tebal riasan wajahnya,
seringkali semakin tipis pakaian yang dikenakannya.
" Aaai . . . . perempuan
memang sejenis makhluk yang sangat aneh, dan sulit dipahami ! "
***
Bersambung....
No comments:
Post a Comment