Photo

Photo

Friday 17 May 2019

Jaka Indi Dan Dunia Astral, Bagian 9


Peri Bersayap

Dewi Yuna yang mulai diserang rasa kantuk mulai merebahkan kepalanya dan tertidur dipunggung Jaka Indi. Jaka Indi memacu kuda unicornya agar melaju dengan cepat tinggi diatas permukaan tanah,  berharap sebelum senja telah sampai di pegunungan kapila.

Selang beberapa waktu kemudian, nun jauh didepan terlihat kepulan debu yang membumbung tinggi, tampak sebuah kereta kencana yang dipacu kencang dari arah berlawanan. Jaka Indi sengaja memilih Jalur atas menghindari berpapasan langsung dengan kereta kencana itu. Setelah jaraknya cukup dekat, terlihat kalau kereta kencana itu merupakan kereta kencana kerajaan, kereta itu memiliki 6 buah roda serta ukuran yang panjang, yang dapat memuat delapan orang didalamnya, serta ditarik delapan ekor srigala putih yang cukup besar. Kereta kencana tersebut dibedal dengan kencang oleh sang kusir yang bertubuh tinggi tegap.

Melihat kusir kereta dan melihat panji yang berkibar disudut atas kereta,  Jaka Indi langsung dapat mengenali kalau kereta kencana itu berasal dari kerajaan Bessara tempat pangeran corwin. Tidak ingin perjalanannya terhambat, sengaja Jaka Indi memacu kuda unicornya melalui jalan atas, ya.... kelebihan kuda unicorn ini diantaranya dapat melompat sangat tinggi dan melayang diudara, mungkin hal ini, melihat kuda unicorn terbang melintas di udara adalah yang sulit dipahami oleh manusia dialam nyata, yang telah terbiasa melihat mahluk yang bisa terbang hanyalah jenis mahluk bersayap, tapi didunia astral adalah hal yang biasa melihat hewan tak bersayap bisa melintas diudara, sebagaimana kisah kanjeng nabi mengendarai Buroq ( yang perawakannya tak setinggi kuda, tetapi lebih besar dari keledai ) yang dapat berjalan jauh lebih cepat dari kuda unicorn maupun khodam macan putihnya, karena Buraq dapat melesat melebihi cepatnya kilat.

Waktu terus berlalu... Perjalanan terus berlanjut, Matahari diufuk mulai tampak berwarna kemerahan, dan perlahan mentari mulai jelang tenggelam. Kuda unicorn yang dikendarai Jaka Indi mulai memasuki kawasan pemukan penduduk dikaki pegunungan pegunungan kapila, Dewi Yuna telah mendusin dari tidurnya....

" Mas Jaka kita sudah hampir sampai, jalanlah secara perlahan diatas permukaan tanah. "

Jaka Indi memperlambat laju kuda unicornnya dan mulai berjalan perlahan diatas permukaan tanah memasuki kawasan pedesaan. Jaka indi kemudian mendapat beberapa penduduk pedesaan dari kalangan peri yang hilir mudik di jalan, disalah satu tepi jalan utama, Jaka indi tertampak serombangan peri wanita, pria dan anak-anak yang berjalan beriringan, mereka semua berseragam putih-putih dengan ikat kepala putih, seorang peri wanita muda yang berada dibarisan paling depan terlihat membawa sebuah guci kecil dari tanah liat yang digenggan oleh kedua tangannya.

Seketika Dewi Yuna meminta Jaka Indi untuk menahan laju kuda unicornnya, agar tidak mendahului rombongan tersebut.

" Apa yang sedang mereka lakukan….? " tanya Jaka Indi pada dewi Yuna dengan berbisik pelan.

" Itu rombongan yang menghantar kematian seorang peri keperistirahatan akhir, " jawab Dewi Yuna.

" Mengapa tidak ada kerandanya…? "

" Keranda itu apa….? " Ucap dewi yuna balik bertanya.

" Keranda adalah tempat jenazah dibawa, eehm...  Maksutku, jenazah peri yang meninggal ada dimana…. dan akan dikubur dimana….? " tanya Jaka Indi.

" Jenazah peri yang meninggal ada didalam guci yang dibawa perempuan yang dibarisan terdepan, dan Jenazah peri tidak dikuburkan layaknya manusia,  Peri yang sudah meninggal jasadnya akan mengurai dan menyisakan debu halus,, biasanya oleh pihak keluarga abu dari peri yang telah meninggal akan ditaburkan disalah satu puncak gunung atau ditempat-tempat yang tinggi, dari udara kembali ke udara. " Jelas dewi Yuna

" dari udara kembali keudara…? "  tanya Jaka Indi dengan nada kurang paham.

" Dinegeri Suralaya ini, kalau ada jenis manusia yang meninggal, maka akan dimakamkan dengan cara dikuburkan, yaitu dari tanah kembali ketanah. Sedang bila ada mahluk dari jenis siluman atau jin yang meninggal, jasatnya akan dibakar sampai habis, yaitu dari api kembali ke api, tapi kalau dari jenis peri yang meninggal, bila ada sisa abu halusnya, maka akan dibawa ketempat yang tinggi, kemudian abunya ditabur diudara, dari udara kembali keudara. Hanya saja pemakaman para peri jarang sekali terjadi. Karena seringkali ketika peri mengalami kematian jasad tubuhnya akan mengurai dan memuai seperti asap, tanpa meninggal sisa abu.  Jarang sekali ada kejadian peri yang meninggal, menyisakan abu. " Jalas Dewi Yuna.

" Ouuuh..... Paham aku. Pantas selama aku disini tidak pernah melihat ada kuburan atau tempat pemakaman " ucap Jaka Indi.

Setelah iring-iringan kematian mengambil arah kekanan disalah satu persimpangan Jalan, Jaka Indi kembali mempercepat laju kuda unicornnya, mengambil Jalan lurus mengikuti petunjuk dan arahan dewi yuna. Menurut dewi yuna, dinegeri astral Suralaya ini, kalau ada iring-iringan kematian atau rombongan perkawinan, hendaknya diberikan jalan didepan, begitulah kebiasaan masyarakat setempat. Oleh karenanya Jaka Indi baru bergegas melaju kuda unicornnya, setelah iring-iringan kematian tak lagi ada didepannya. Hanya dalam waktu kurang dari lima belas menit, sampailah Jaka Indi didepan pesanggrahan Eyang Ageng Wicaksono.

Pesanggrahan Eyang wicaksono berupa bangunan rumah kayu yang cukup besar, dan tertata apik dengan teras terbuka tanpa sekat pada bagian depan dan kedua sisi sampingnya. Dewi Yuna melompat turun dan bergegas menuju pintu utama rumah kayu, dengan diikuti Jaka Indi dibelakangnya.

Belum lagi pintu diketuk... Keluar bocah lelaki tampan yang membuka pintu, dan berkata, " Eyang sedang keluar sebentar,  tunggulah diteras " sambil menunjuk kearah meja kayu bundar yang dikelilingi empat buah kursi, dan tolong kakak isi buku tamunya, kata bocah peri itu sambil menyodorkan sebuah buku dan pena. Kemudian bocah peri kecil itu kembali kedalam, dan tak lama sudah kembali keteras depan, dengan membawa dua cangkir air jahe merah.

" Silahkan diminum " Katanya sopan, seraya membalikkan badannya dan berlalu menuju ruang dalam. Tak lama bocah peri itu keluar kembali dengan menyulut beberapa pelita yang ada diteras, suasana yang sebelumnya temaram, kini mulai terang benderang. Lalu sibocah membalikkan badan menghadap dewi yuna.

" Kakak... Apakah kakak...dewi yuna…? " Tanya bocah kecil itu secara mendadak.

" Apa kamu mengenaliku…? " ucap dewi yuna dengan rasa heran.

" Kakak cantik sekali, nelihat kecantikan kakak, serta busur kristal yang kakak bawa, aku bisa menduga kalau kakak adalah dewi yuna. "

Dewi Yuna tersenyum manis... " Siapakah namamu…? " tanya Yuna lebih lanjut.

" Bimo.. kak, aku sudah setahun ikut eyang Ageng Wicaksono " Jelas bocah peri itu.

" Bagus... " kata Yuna seraya menepuk lembut bahu Bimo.

Bocah peri itu tersenyum gembira, kemudian pergi berlalu menuju ruang dalam rumah kayu.

" Aku sungguh tidak menyangka, anak kecilpun ternyata mengenali dan mengagumi kecantikanmu, " Celetuk Jaka Indi tiba-tiba.

“ Mmmm .... Sebenarnya aku bukanlah wanita yang paling cantik dinegeri astral ini, mungkin kang mas juga pernah dengar perkataan yang tersebar luas bahwa yang sering dicari di negeri astral ini, adalah :
5. dewi
4. khodam,
3. mustika,
2. pusaka,
1. istana.

" Tidak... aku aku tidak tahu dan belum pernah dengar, " Jawab Jaka Indi.

" Ooh....begitu... ya.... Tapi jangan tanya detailnya, karena aku juga tidak tahu semuanya, aku hanya tahu perihal 5 Dewi, maksutnya lima wanita cantik dari kalangan astral, dan dari kelima wanita yang terkenal akan kecantikannya, aku hanya diurutan paling buncit, ucapnya dengan tertawa renyah. "

Jaka Indi hanya diam terbengong mendengar cerita dewi Yuna, karena ia masih baru berkunjung di alam astral, tentu saja ia tak mengetahui hal itu. “ Buatku kamu sudah yang paling cantik, karena kecantikan wanita tidak hanya berdasar lahiriahnya semata, yang terpenting adalah kecantikan hatinya.”

Mendengar perkataan Jaka Indi, ada perasaan manis di hati dewi yuna.

" Mengenai 5 dewi, selain aku dewi Yuna atau lebih dikenal dengan sebutan Dewi Peri, kemudian ada Bunda Ratu dari pantai selatan, terus ada pula putri Akina, siluman ikan yang hidup didasar samudra, lalu...

" Siluman ikan itu maksutnya bagaimana…? " tukas Jaka Indi, memotong cerita dewi Yuna

" Siluman ikan itu, dikalangan manusia sering disebut dengan putri duyung, sebenarnya putri duyung ini tidak berbeda jauh dengan siluman ular, siluman buaya, dan sejenisnya,  dimana separuh tubuhnya manusia dan separuhnya lagi hewan, hanya saja pada waktu dan kondisi tertentu bisa tampil utuh serupa manusia dan menampakkan diri pada manusia. Sedangkan yang dimaksut 4 khodam adalah, jenis khodam macan, naga, rajawali dan kera.  Keempatnya adalah khodam yang paling diminati dan dicari, karena dianggap paling digdaya dalam pertarungan "

Melihat Jaka Indi menatapnya dan mendengarkan perkataannya dengan seksama,  dewi Yuna lantas melanjutkan ceritanya.

“ Kalau 3 mustika, aku hanya ingat satu diantaranya, yaitu mustika merah delima., yang banyak diminati khususnya dari kalangan manusia, sedang dua mustika yang lainnya aku tidak ingat. “

" Bagaimana dengan 2 pusaka dan 1 istana….? " Tanya Jaka Indi dengan rasa antusias

" 2 pusaka, adalah cincin Raja Solomon dan Tabut perjanjian, tapi sampai saat ini belum diketahui keberadaannya. "

" Kalau 1 istana,  yang dimaksut ialah istananya Raja Solomon, sampai saat ini juga belum diketahui keberadaannya. "

" maaf... aku tidak terlalu ingat semuanya, karena waktu bunda Ratu menceritakannya aku kurang memperhatikan. "

Jaka Indi nampak termenung sesaat, memikirkan apa yang diutarakan dewi yuna, terutama perihal dua pusaka, yang pertama cincin nabi Sulaiman as, yang konon katanya dapat digunakan untuk menundukkan Jin bagi yang memakainya.

Lalu Tabut perjanjian, yang menurut kabar beritanya bahwa Tabut tersebut terbuat dari kayu penaga, dengan ukuran panjang dua setengah hasta, dan lebar serta tingginya satu setengah hasta, yang sekelilingnya diberi bingkai emas. Tabut perjanjian ini diantaranya berisi Loh loh batu yang tertulis sepuluh perintah Allah yang diterima nabi Musa as dan juga berisi Tongkat nabi Musa as, tapi adapula yang mengatakan Tabut perjanjian tersebut berisi tongkat nabi Harun as,  hanya kalau berdasar cerita gurunya Kanjeng Cakra Langit,  yang sesungguhnya paling dicari keberadaannya adalah tongkat nabi musa as yang pernah digunakan untuk membelah laut merah dan cincin nabi Sulaiman as ( baik tongkat maupun cincin yang dimaksut bukanlah sebagaimana yang berada dimusium ).

" ya aku mengerti, terimakasih penjelasannya.”

Kemudian Jaka Indi mengajak jalan dewi yuna melihat pekarangan rumah eyang wicaksono, lalu mulai membicarakan pemandangan dikaki pegunungan kapila yang indah, asri dan damai, dan mengusulkan untuk memiliki tempat tinggal disekitar kaki pegunungan tersebut, hanya saja dewi yuna tidak setuju, karena dirinya lebih menyukai tinggal dilingkungan istana, dekat dengan bunda ratu.

Saat Jaka Indi bersama Dewi Yuna kembali keteras, ternyata eyang wicaksono sudah duduk menunggu dikursi teras, Dewi yuna langsung menghampiri dan mencium tangan eyang wicaksono dan memperkenalkan Jaka Indi sebagai suaminya serta sedikit menceritakan leluhur Jaka Indi. Sikap dan ekspresi eyang wicaksono terlihat sedikit berubah, mengetahui Jaka Indi merupakan keturunan Ki Ageng Tarub, yang juga keturunan Bondan kejawen yang merupakan putra Prabu Brawijaya.

" Sepertinya diantara bibit, bebet, bobot, bibit atau keturunan dan budi pekerti, lebih memiliki keutamaan dikalangan alam astral. Berbeda dengan alam manusia saat ini, dimana bobot, yaitu harta dan kekuasaan, yang umumnya lebih diutamakan. " renung Jaka Indi dalam batin.

Jaka Indi lantas mengamati eyang wicaksono dan terkesima memperhatikan wajah eyang wicaksono yang berwibawa dan nampak masih segar layaknya pria paruh baya. Sungguh tak menyangka pria berusia 1000 tahun lebih, tampilannya masih gagah dan mssih seperti pria usia 40 tahun, hanya rambutnya saja yang telah memutih semua.

" Mengingat saat ini sudah waktunya makan malam, Kalau ada yang ingin diutarakan, disampaikan besok saja, sekarang kita makan malam dahulu, kemudian setelah itu Yuna dan Raden bisa beristirahat dikamar samping yang telah dipersiapkan bimo muridku,” Lalu Eyang Wicaksono beranjak menuju ruang makan diikuti dewi yuna dan jaka indi, ternyata dimeja makan sudah ada bimo bocah peri yang bantu menyiapkan sajian.

Selain menu sayuran dan buah-buahan ada pula ikan bakar dan nasi putih yang tersaji diatas meja, membuat jaka indi merasa senang dan juga heran. Saat diperhatikan ternyata eyang wicaksono juga makan sedikit nasi putih dan ikan bakar. Jaka indi sebagai orang yang baru kenal walau merasa heran, tapi tak berani menanyakan hal itu, mengingat eyang wicaksono hanya makan tanpa banyak bicara.

Selesai santap malam, Dewi Yuna dan Jaka Indi menuju kamar peristirahatan.

Setelah menempuh perjalanan seharian penuh tubuhnya terasa penat dan lelah, karenanya mereka langsung menjatuhkan diri di atas pembaringan.

Yaa, pembaringan yang bersih, empuk dan lembut. Pembaringan ini juga membawa aroma harum tubuh dewi Yuna yang berbaring disebelahnya, seorang wanita peri yang halus, lembut dan harum...

Setiap kali bertemu dengan Jaka Indi sekulum senyuman yang lebih manis dari gula akan menghiasi bibirnya. Dengan lembut dipeluknya istrinya yang telah pulas lebih dahulu, kemudian rasa kantuk mulai datang hingga membuat Jaka Indi menguap panjang lalu hanyut dalam kelelapan.

Udara pagi hari dikaki pegunungan kapila terasa lebih dingin, daripada udara pagi di paviliun kaputran, namum tidak seperti biasanya Dewi Yuna kali ini bangun lebih pagi dari Jaka indi dan sudah tidak terlihat ada disisinya.  Jaka Indi segera keluar dari selimut tebal menuju kamar pemandian, seperti rutinitas biasanya setelah mandi, sholat, berzikir, lalu dilanjutkan meditasi.

Cahaya matahari pagi mencorong masuk lewat celah jendela, hari ini udara cerah, angin berhembus lewat membawa bau harum bunga yang semerbak. Agak termangu Jaka Indi memandang langit nan biru di luar jendela, akhirnya ia menghembuskan napas panjang seraya bergumam : " Ooo.... hari ini memang hari yang cerah….! "

Baru saja mulai menikmati suasana pagi, dewi Yuna sudah masuk kedalam kamar dan meminta Jaka Indi untuk sarapan pagi bersama, rupanya dewi yuna bangun pagi sekali, karena membantu eyang wicaksono dalam menyiapkan sarapan pagi.

Sarapan pagi kali ini tidak terlihat Bimo,  kata eyang wicaksono Bimo kalau pagi hari suka mandi dan meditasi di air terjun yang tak jauh dari sini.

Selesai sarapan, dan masih duduk bersama dimeja makan, eyang wicaksono mulai membuka percakapan.

" Raden... Hal apakah yang ingin Raden ketahui atau yang bisa kubantu…? "

" Saya ingin mengetahui keberadaan kakakku Panji Dewantoro, eyang.... yang melakukan perjalanan kenegeri astral, tapi sudah dua tahun lebih belum kembali, barangkali eyang bisa memberi petunjuk kemana sebaiknya aku mencari, "

Eyang Wicaksono terdiam sejenak... Kemudian tangannya mengambil sebuah buku dari tumpukan buku yang ada dibawah meja, dari tampilan bukunya seperti buku nama-nama tamu yang hadir.

Setelah memeriksa sesaat, Eyang Wicaksono kembali bicara. "  Sebenarnya tidaklah banyak manusia yang pernah melakukan perjalanan kealam astral, khususnya kenegeri para peri ini, yang raden cari itu apakah seorang pemuda berkulit sawo matang, berbadan tinggi kurus, rambut hitam sebahu dan memakai udeng bali…? "

" Benar eyang, itu kakak seperguruanku, Ia memang senang memakai ikat kepala khas bali dengan corak batik." Jawab Jaka Indi dengan antusias.

" Aku ingat kakakmu mas Panji memang pernah berkunjung kemari, meminta petunjuk alamat dan minta dibuatkan peta, hanya saja… melihat prisai energi yang Raden miliki saat ini.... aku belum bisa memberitahukan keberadaannya, dikarenakan bila Raden menyusul mencarinya, maka dengan ilmu yang Raden miliki sekarang ini, belum cukup untuk melindungi diri Raden dalam kemungkinan menghadapi berbagai bahaya. "

" Lantas apa yang sebaiknya mas Jaka lakukan eyang " sela dewi yuna memotong percakapan.

" Raden bisa tinggal disini dua sampai tiga minggu, untuk meningkatkan kemampuan daya tahan tubuhnya dan juga keahlian bela dirinya. Aku akan membantu mengajarkan dasar-dasarnya. Tapi kamu Yuna...  tidak boleh berada disini selama Raden latihan, karena keberadaan wanita dapat mengganggu konsentrasi latihannya. "

Jaka Indi juga menyadari, bagi siapa yang ingin belajar berbagai ilmu, atau atau menjadi seorang ahli beladiri, maka dia mesti lebih menitik beratkan pada mempelajari tenaga dalam dan memperkuat prisai energinya sebagai pondasi awal terlebih dahulu.

" Bagaimana, apa sanggup, " ucap eyang wicaksono sambil menatap Jaka Indi dan dewi Yuna.

" Sanggup eyang " kata Jaka Indi dengan mantap.

" Ijin sebentar eyang " kata yuna, sambil menarik tangan Jaka Indi menuju kamar.

" Mas Jaka ini bagaimana sih, gak tanya-tanya main sanggup saja, latihan yang diberikan eyang wicaksono itu sangat sulit dan berat, bahkan para peri yang pernah berguru banyak yang tidak sanggup, apalagi mas Jaka yang bukan dari kalangan peri. "

Seketika Jaka Indi memeluk Dewi Yuna, sambil mengelus punggungnya, “gak apa-apa, tak usah khawatir, Eyang Wicaksono hanya akan mengajarkan dasar-dasarnya saja, berarti hal itu tidak akan terlalu sulit, semisal nanti dalam perjalanannya aku tidak sanggup, aku akan mengundurkan diri dari latihan.”

" Oh...iya... Ini uang dan plakat emas yang waktu itu kamu titipkan, aku kembalikan lagi. " Kata Jaka Indi sambil mengeluarkan buntalan berisi kepingan emas dan perak, serta plakat emas bergambar bunga wijaya kusuma.

" Gak usah dikembalikan, itu buat keperluan mas Jaka, “ kata Dewi Yuna menolak keras pengembalian barang miliknya.

" Ya... sudah...  selama menjalani latihannya... hati-hati ya mas..." dalam tiga minggu mendatang aku akan kembali kesini, " sambil mengecup pipi Jaka Indi, kemudian mereka bersama, kembali menemui eyang wicaksono sekalian dewi yuna pamit, dan meminta eyang wicaksono untuk berkunjung ke istana bila ada waktu luang.

Cahaya sinar matahari pagi lembut membelai dan menghangatkan badan Jaka Indi yang sedang duduk bersila diatas dahan pohon yang cukup tinggi. Saat ini sudah memasuki musim semi, kata kebanyakan orang, musim semi adalah musim yang terbaik dan terindah, dimana alam sangat bersahabat, cuaca cerah, udara hangat, bunga-bunga mulai tumbuh bermekaran. Tapi buat Jaka Indi saat ini, keindahan musim semi tak sempat terperhatikan dan dinikmatinya, karena sudah hari kedua Jaka Indi melakukan meditasi diatas dahan sebesar lengan orang dewasa, tapi masih sulit rasanya bagi Jaka Indi untuk dapat duduk meditasi dengan sempurna. Satu jam pertama tidaklah sukar bagi Jaka Indi melakukannya, tapi bila seharian tentu tidak mudah baginya untuk menjaga konsentrasi dan keseimbangan tubuhnya. Terlebih angin tak jarang bertiup kencang, serta didalam meditasi Jaka Indi harus selalu dalam keadaan berpuasa. Jaka Indi teringat saat pertama kali disuruh meditasi diatas dahan.

" Eyang apa yang aku harus lakukan saat meditasi….? "

Matikan jasad hidupkan hati,
Matikan hati hidupkan qolbu,
Matikan qolbu  hidupkan ruh.

" dan selama meditasi teruslah membaca YA HAYYU YA QAYYUM, LAA ILAAHA ILLA ANTA " terang eyang wicaksono.

" Lalu apa maksutnya matikan jasad hidupkan hati...? " tanya Jaka Indi lebih lanjut.

" Matikan keinginan dan nafsu ragawi dan hidupkan hatimu, begitu seterusnya, dan nantinya kamu akan paham dengan sendirinya. " Lalu eyang wicaksono pergi berlalu meninggalkan Jaka Indi.

Walau waktu terasa berjalan lambat akhirnya selesai juga tiga hari Jaka Indi menjalani meditasi diatas dahan pohon. Awalnya dihari pertama bermeditasi diatas dahan pohon sebesar paha orang dewasa, hari kedua diatas dahan sebesar lengan orang dewasa, hari ketiga, hanya meditasi bersila diatas dahan sebesar ibu jari orang dewasa.

Saat ashar menjelang, tak jauh dari pandangan Jaka Indi terlihat eyang wicaksono datang kearahnya sambil membawa sekeranjang makanan termasuk nasi putih dan lauk pauk ikan bakar kesukaannya. Selesai Jaka Indi bersantap, eyang wicaksono mengajak Jaka Indi ketengah hutan jati, ditengah hutan jati terdapat sebuah lubang kubur dan pada sisi atas kubur terdapat sebuah peti mati.

" Kali ini kamu akan meditasi dengan cara berbaring dalam peti dan dipendam dalam tanah selama tiga hari tiga malam," Terang eyang Wicaksono.

" Huaah….. lantas bagaimana saya sholat, makan dan bernafas eyang…? "  kata Jaka Indi dengan nada terkejut.

" Selama dalam peti kamu dapat sholat sambil berbaring, kamu juga tetap berpuasa, dan pada sudut peti ada bambu kecil yang berlubang, yang tembus kepermukaan tanah, guna kamu bernafas, tapi sebelum itu,  aku akan mengajarkanmu cara bernafas dengan tidak menggunakan hidung dan mulut, melainkan bernafas dengan menggunakan pori-pori tubuh, sehingga bilamana saluran udara tertutup kamu juga tetap bisa bernafas.”

Jaka Indi diam beberapa jenak seolah menyimak perkataan eyang wicaksono, tetapi sesungguhnya dalam batinnya sedang berfikir. Itukan teorinya eyang wicaksono, kalau ada kesalahan bisa wassalam dah gue. Waktu ujian sajarna hukum, ujian pekerjaan di firma hukum, bahkan ujian jadi driver ojol, rasanya gak serepot ini.

Sudahlah aku coba dulu, kalau gak tahan aku bisa keluar sendiri fikirnya dengan menguatkan hati.

Eyang wicaksono tidak langsung menyuruh Jaka Indi masuk dalam peti, tapi justru mengajaknya naik keatas gunung kapila, sepanjang perjalalan eyang wicaksono mengajarkan cara dan tehnik bernafas melalui pori-pori tubuh. Jaka Indi memang pernah tahu ada beberapa hewan yang bernafas dengan permukaan kulitnya, seperti cacing tanah, kecebong, tapi baru kali ini ia tahu ada ilmu yang bisa melatih manusia bernafas dengan pori-pori tubuhnya.

Seperempat jam kemudian sampailah mereka disebuah sebuah telaga yang jernih dengan air terjun yang deras. “ Nanti setelah kamu selesai latihan didalam peti, kamu lanjutkan latihan merendam seluruh tubuhmu didalam telaga ini, dan bernafaslah dengan melalui pori-pori tubuhmu sebagaimana yang telah kuajarkan tadi.”

Kemudian eyang wicaksono langsung mencontohkan dirinya masuk kedalam telaga, Seluruh tubuh juga kepala eyang wicaksono tenggelam dalam air telaga. tak ada gelembung udara yang keluar sama sekali, keadaan eyang wicaksono saat didalam air maupun diatas air terlihat sama saja, hingga tigapuluh menit berlalu, berikutnya eyang wicaksono kembali muncul kepermukaan, dan berkata : " lakukan hal ini sampai setidaknya Raden bisa bertahan selama enam jam. Ingat bukan belajar menahan nafas, tapi bernafas biasa hanya tidak menggunakan sarana hidung atau mulut, melainkan melalui pori pori tubuh. "

" Maaf ya Raden... aku terpaksa memberi petunjuk sekaligus karena setelah ini, aku akan pergi kealam manusia untuk beberapa hari, sepulangnya aku akan menguji hasil latihanmu, "

Kemudian eyang wicaksono mengajak kembali Jaka Indi ke tempat peti mati ditengah hutan jati.

" masuklah kedalam peti, setelah tiga hari Bimo akan menghantar makanan kesini. "

Jaka Indi melompat masuk dalam peti, lalu peti ditutup oleh eyang Wicaksono, dan dimasukkan dalam kubur kemudian dipendam dengan tanah. Ini pertamakalinya dalam hidup Jaka Indi mengalami dikubur hidup-hidup. Tentu saja ini bukan suatu hal yang menyenangkan. Untungnya peti ini cukup lapang, dan saluran udaranya juga cukup longgar buat keluar masuknya udara segar.

Beberapa waktu berjalan, tetap dalam keheningan dan kegelapan. Mulailah Jaka Indi mengatur pernafasan dan latihannya....

" YA HAYYU YA QAYYUM, LAA ILAAHA ILLA ANTA "

Entah sudah berapa lama Jaka Indi berada dalam peti, bahkan Jaka Indi sudah tidak begitu mengingatnya, tapi perkiraannya kemungkinan ini sudah masuk hari ketiga atau hari keempat. Lapat-lapat Jaka Indi mendengar suara gemericik air dan tercium aroma wangi yang aneh, semacam aroma yang memabukkan, yang belum pernah ia rasakan.

Sejak latihan meditasi yang diajarkan eyang wicaksono, kemampuan kelima Indra dan ketajaman mata batin Jaka Indi berkembang pesat. Indra penciuman dan pendengarannya bisa mencapai jarak 1 km lebih, bahkan Jaka Indi bisa mengetahui kalau sumber aroma harum dan suara gemercik air, bersumber dari tempat yang sama.

Entah kenapa setelah mencium aroma harum tersebut, ada dorongan yang kuat bagi Jaka Indi untuk mencari sumber suara air dan sumber aroma harum yang dirasakannya.

Diiringi menggunakan tenaga dalam yang disalurkan pada kedua tangannya, dengan mudah Jaka Indi mendobrak tutup peti mati dan keluar dari dalam makam.

Saat itu waktu ashar telah berlalu.  Jaka Indi mengibas-ngibas bajunya, untuk membersihkan debu dan sedikit tanah yang melekat di pakaian. Tak tampak siapapun diarea tengah hutan jati tersebut, bimo sibocah peri tampaknya juga belum hadir. Kemudian Jaka Indi berlari ringan mengikuti arah sumber suara gemercik air dan aroma harum berasal. Setelah melalui hutan jati, lalu melewati hutan pinus, entah hutan tumbuhan apalagi yang tak dikenali Jaka Indi, sampailah Jaka Indi disumber gemercik air tersebut berasal.

Jauh didalam hutan perawan pegunungan kapila yang lebat, ternyata terdapat sebuah kolam kecil yang ber-air bening menghijau, tampak kolam kecil itu mengeluarkan asap dan gemerik air serta uap panas. Rupanya kolam kecil itu merupakan pemandian air panas yang mata airnya bersumber dari mata air pegunungan kapila, tak jauh dari kolam kecil terdapat satu bangunan rumah bambu kuning yang asri dan apik, yang dikelilingi oleh berbagai macam bunga yang sedang bermekaran, di depan rumah bambu terdapat anak kucing hutan kecil berwarna hitam dan berbulu lebat, yang tidur berbaring diberanda rumah.

Kolam pemandian air panas itu tidak dipagari oleh apapun, sehingga keadaannya terbuka dan terlihat jelas, terlebih dari sisi Jaka Indi yang berdiri diatas salah satu dahan pohon dekat tepi kolam, dapat melihat kolam pemandian air panas tersebut dengan sangat jelas, tampak seorang gadis remaja jelita berusia sekitar enam belas tahun, berambut panjang keemasan sedang mandi di dalam kolam. Semula Jaka Indi mengira yang ada dikolam adalah seorang perempuan yang masih anak-anak, mengingat perempuan tersebut tingginya hanya sekitar 140 cm, tapi setelah diperhatikan bentuk tubuhnya serta raut wajahnya, ternyata ia adalah seorang gadis remaja bertubuh mungil.

Yang menarik perhatian Jaka Indi, bukan saja karena tubuh gadis yang mungil, serta parasnya yang cantik jelita, tetapi pada punggung gadis itu terdapat sayap transparan yang tak kasat mata, yang tak bisa dilihat oleh mata telanjang biasa,  ya... sayap eternal pada tubuhnya seperti sayap energi...  hanya saja sayap ini bersifat permanen, semacam sayap yang terdapat pada sosok human angel.

Jaka Indi mengetahuinya saat gadis bertubuh mungil tersebut terbang melayang keatas, lalu turun menyelam kedalam kolam, kemudian melayang diudara, dan tegak berdiri diatas permukaan air kolam, dengan sayap transparannya yang mengembang dan tak hilang atau memudar sama sekali. Hanya saja bila dilihat oleh orang biasa, gadis mungil tersebut layaknya wanita pada umumnya, tak akan terlihat sayap transparan yang dimilikinya.

Sungguh suatu sensasi tersendiri melihat gadis mungil yang cantik bak bidadari, dengan rambut keemasan, mata kebiruan, kulit kuning langsat dalam keadaan tubuh polos serta sayap transparannya mandi dikolam dengan cara yang unik. Gadis mungil itu mandi dengan riang gembira, kadang berdendang dan tertawa...

Suara tawanya nyaring, dan merdu merayu, jarang sekali ada orang memiliki suara yang begini merdu dan lembut seperti apa yang dimiliki gadis itu. Cukup mendengar dari suara tertawanya, bisa dibayangkan kalau wajahnya pasti cantik jelita bak bidadari dari kahyangan. Gadis mungil itu memang amat cantik, tidak kalah cantik dari dewi Yuna. Gadis mungil itu tegak berdiri diatas permukaan air dalam keadaan tanpa busana, bagian tubuh yang semestinya langsing ternyata memang tidak gemuk, bagian yang semestinya berisi, ternyata memang tidak kurus,  pada salah satu pergelangan kaki gadis itu mengenakan untaian rantai gelang emas. ia memiliki potongan muka kwaci dengan alis mata tipis memanjang bagaikan semut beriring, bola mata yang berwarna biru, dan bulu mata yang lentik, serta sorot mata yang jeli laksana bintang timur, bibir merah kecil bagaikan delima merekah, sungguh suatu kecantikan yang dapat menggetarkan setiap lelaki yang memandangnya, apalagi dikala tertawa, kecantikannya sungguh sukar dilukiskan dengan kata-kata.

Sayang tubuhnya mungil, coba kalau badannya sedikit lebih tinggi layaknya wanita pada umumnya, mungkin akan jauh lebih memikat dan mempesona. Namun... sekalipun badannya kecil mungil, tapi seluruh ukuran tubuhnya proposional. Sepasang mata Jaka Indi sampai melotot besar, dan biji matanya nyaris melompat keluar menyaksikan tubuh polos yang indah menawan tersebut

Mendadak detak jantung Jaka Indi mulai berdebar keras dan nafas Jaka indi mulai terasa berat. Saat lapat-lapat mencium aroma harum semerbak yang berasal dari tubuh dara cantik tersebut. Sungguh aneh mengapa melihat tubuh gadis mungil tersebut dan mencium aroma harum, mendadak dapat membangkitkan birahinya.

Sebenarnya dalam keadaan seperti ini, sehabis melakukan meditasi panjang, sungguh tiada seleranya menikmati kecantikan seorang gadis, tapi melihat gadis remaja telanjang bulat, yang sedang mandi dengan lekak-lekuk badannya yang berisi, dada yang bernas dan montok serta basah dengan hiasan butiran-butiran air, terlihat gamblang di depan mata, mau tidak mau matanya jadi membelalak dan tergetar hatinya.

Begitu indah tubuh gadis mungil semampai yang halus putih itu, dengan sayap transparan yang membentang pada tubuhnya dan di bawah pancaran sinar sang surya yang mulai terbenam di ufuk barat, mirip benar sebentuk patung dewi yang sempurna tiada cacatnya, butiran air yang berkilauan keperakan, jatuh berderet di atas wajah yang ayu, terus mengalir ketubuh yang indah, berlanjut turun ke tengah dua bukit menonjol yang putih, lalu mengalir perlahan keperut dan menyusul suara tawanya yang semerdu kicauan burung, senyaring kelintingan, tak ubahnya laksana ratusan kuntum bunga yang sedang bermekaran.

Jaka Indi yang baru saja keluar dari siksaan derita di dalam latihan meditasi yang panjang, ditengah hutan belantara, dimana perut masih dalam keadaan kelaparan, mulut kekeringan, badan masih terasa letih, karena terpendam tiga harian didalam peti yang dikubur didalam tanah.

Setelah melalui hal itu, mendadak melihat adegan atau tontonan yang begini mengasyikkan, sungguh sukar dia percaya atas pandangannya sendiri, bahwa dirinya layaknya berada di sorga loka

Dalam keadaan seperti ini Jaka Indi lupa akan tugasnya, lupa apa yang harus dia lakukan, lupa akan wejangan Eyang Ageng Wicaksono. Bahkan ia lupa tujuan meditasinya diantaranya adalah untuk menguatkan batinnya dari berbagai godaan..

Semula raut muka gadis yang sedang mandi itu tertuju ke arah rumah bambu kuning sana, kini kerlingan matanya tiba-tiba tertuju ke arah tempat persembunyian Jaka Indi. Tampaknya gadis jelita itu sadar bahwa keberadaanya sudah diketahui oleh orang. Gadis lain bila ketahuan ada orang, apalagi laki-laki dewasa sedang mengintip dirinya sedang mandi, tentu menjerit dan lekas-lekas berusaha menutupi tubuhnya dan mengenakan pakaian, tapi gadis ini justru mengerling dengan lambat, kemudian malah berdiri dan tegak laksana sekuntum kembang teratai yang baru saja mekar dan menongol dari permukaan air. Muka Jaka Indi serasa panas malah, sekilas ia melihat kesempurnaan seluruh badan si gadis yang semampai dan bernas itu,

Dengan perlahan gadis mungil itu terbang menuju setumpuk pakaian ditepi kolan, tanpa tergesa dikenakannya kain sutra penutup dada, pakaian dalamnya dan gaun penutup pinggulnya yang berwarna keemasan, penutup dada yang digunakan gadis tersebut hanya berupa selendang kecil yang dibalut menutupi dada dan diikat pada bagian belakangnya, sedang gaun yang digunakan menutup pinggul gadis tersebut adalah gaun pendek yang berendra pada bagian bawahnya yang hanya sebatas lutut. Sehingga masih terlihat pundaknya yang terbuka, perutnya yang putih bersih, dan betisnya yang bening dan ramping. Gadis jelita itu lalu memutar tubuhnya ke arah Jaka Indi, katanya kalem :

" Saudara yang mengintip, memangnya kau belum puas...? " suaranya memang merdu dan halus mengalun, seperti kicauan burung kenari, tapi nadanya terdengar ketus dan penuh kedongkolan.

Jaka Indi hanya bisa menghela napas dan tertawa getir, lalu dia melompat turun dari dahan pucuk pohon, selama hidupnya, dapat dikata sudah dua kali dirinya mengalami keadaan serunyam ini. Pertama saat dirinya mendapati Dewi Kirana yang sedang mandi di kolam taman istana Suralaya, berikutnya kali ini kepergok melihat gadis mungil cantik yang sedang mandi.

" Hadeuuuwh..... mungkinkah ini faktor genetika karena dirinya keturunan Eyang Jaka Tarub,”  gumam Jaka Indi dalam hati.

Sungguh Jaka Indi tidak suka kalau dirinya disangka dan dimaki sebagai pemuda bangoran yang mata keranjang,  lebih tak ia harapkan akan berhadapan dengan gadis jelita bak bidadari dalam keadaan runyam seperti ini. Tapi dia tak mungkin lari, karena Jaka Indi bukanlah orang yang suka lari dari tanggung jawab. terpaksa ia keluar dengan mengeraskan kepala.

Saat berada dihadapan sigadis, tercium aroma harum semerbak kayu cendana dari tubuh gadis mungil tersebut.

Sementara itu... Dari atas ke bawah gadis mungil tampak mengamat-amati dirinya, sorot matanya yang semula ditandai kobaran api amarah, lambat laun seperti berubah menjadi tenang, bahkan tampak terbesit rasa kejut dan heran dari sorot matanya, mengetahui yang memergoki dirinya sedang mandi adalah pemuda tampan dari jenis manusia.

" Hmmm.... “katanya kepada Jaka Indi,  " Tidak kecil juga ya, nyalimu, bukannya kau melarikan diri, malah turun menemuiku. "

Sebaliknya Jaka Indi bukannya langsung menjawab, tapi juga masih mendelong terkesima, karena saat berada didekat gadis mungil itu Jaka Indi dapat melihat kulitnya yang kuning langsat sehalus sutra, tubuhnya yang gilik semampai, serta dapat mencium aroma wangi harum yang berubah-ubah, adakalanya seperti bau kayu harum cendana, kemudian seperti harum bunga mawar, lalu bau bunga sedap malam, kemudian bau wangi kesturi, dan sebagainya.

Sepertinya bau harum yang keluar dari tubuh gadis mungil itu berubah-ubah mengikuti suasana hatinya, bila ia sedang mendongkol, baunya seperti bau harum kayu cendana, tapi bila ia sedang gembira, bau tubuhnya seperti bau harum semerbak bunga. Sungguh mahluk yang aneh dan ajaib, bahkan membayangkan ada mahluk seperti inipun ia tak pernah. Renung Jaka Indi.

Tersentak dari lamunannya, Jaka Indi unjuk tawa getir, sahutnya : " meski saya tidak sengaja melihat nona mandi, tapi bagaimanapun juga saya harus menyatakan penyesalan yang luar biasa, dan meminta maaf atas perbuatan saya, sedang jikalau saya lari, bukankah itu justru memalukan…? "

Berkilat kerlingan mata si gadis, katanya :  " Jadi kau mengakui salah dan kemari mau terima hukuman…? "

" Ya boleh dianggap seperti itu. " ujar Jaka Indi mengiakan.

Terunjuk senyuman geli pada sorot mata si gadis, katanya pelan-pelan : " Kau berani mengakui kesalahan, memang tidak malu kau jadi laki-laki, tapi tahukan kau dosa dan kesalahan apa yang telah kau perbuat… ? "

Jaka Indi menghela nafas, " sepatutnya nona juga jangan mandi disembarang tempat, terlebih mandi ditempat yang terbuka "

Melotot lagi mata si gadis, semprotnya " kau yang mengintip aku mandi, masa malah menyalahkan diriku….? "

Kembali Jaka Indi mencium aroma semerbak kayu cendana, hmm... rupanya gadis mungil ini sedang mendongkol.... karena kembali tercium bau harum kayu cendana.

“ Maaf nona... Saya melihat nona yang sedang mandi tidaklah dengan sengaja, mana saya tahu ditengah hutan akan ada tempat seperti ini, dan ada gadis jelita yang sedang mandi…? "

" Kalau kau tahu, lantas bagaimana….? "

" Kalau aku tahu di sini ada seorang gadis secantik nona sedang mandi, seumpama kedua kaki ini lumpuh, dan aku meski harus merambat untuk bisa mencapai kesini, akupun akan tetap berusaha kemari, meski dengan cara merangkak sekalipun." Ujar Jaka Indi dengan perasaan geli sendiri.

Jawaban ini seketika membuat si gadis jelita menjublek, “ dasar pemuda bangor, mana ada laki-laki yang punya muka begini tebal, tidak tahu malu dan tidak punya sopan santun “

Sungguh mimpipun tak pernah terpikir olehnya ada laki-laki yang berani bicara begitu dihadapannya. Hatinya memang mendongkol, tapi ia tak kuasa mengumbar kekesalannya, ingin tertawa geli, tapi terpaksa ia tahan-tahan.

" Kamu pasti bukan pemuda baik-baik, kamu pasti pemuda begajulan…" damprat sinona

Kata Jaka Indi kemudian: " Sebetulnya saya tak perlu berkata demikian, tapi umumnya laki-laki ditempat saya memang seperti itu. “ Entah kenapa Jaka Indi mendadak merasa konyol sendiri. Mengingat masa kecilnya bersama teman-temannya saat mandi di kali bengawan solo, suka diajak temannya ngintip teman-teman perempuannya yang sedang mandi.

" Tak nyana ternyata laki-laki dikalangan manusia seperti itu,  emmm.... tapi kamu ternyata berani bicara jujur dan terus terang.”

Suasana mendadak hening sejenak.

Lama nona ini menatap Jaka Indi dengan tatapan menyelidik, dari atas kebawah, kemudian keatas lagi, tiba-tiba terkulum senyum mekar di wajahnya yang cantik rupawan,  katanya :
 " Mungkin saja aku tidak menjatuhi hukuman kepadamu,  tetapi ada syaratnya, kau harus menemaniku santap malam, dan menceritakan kehidupan manusia dialammu.”

Lantas dengan jari tangannya yang halus dan bening ia membetulkan letak rambut pirangnya lalu mengikat rambutnya yang berwarna kuning keemasan dengan pita kuning, kemudian katanya sambil berputar badan : " sekarang bolehlah kau mengikut padaku."

Kemudian gadis jelita itu berjalan menuju kepondok bambu yang asri dan apik, dengan terbang melayang, laksana kupu, hingga Jaka Indi dapat kembali melihat sayap transparan yang tiba-tiba muncul dari belakang tubuhnya. Dengan langkah ringan Jaka Indi melompat dan berlari kecil mengikuti gadis jelita itu. Tubuh Jaka Indi sempat limbung dan hampir terjatuh saat mengikuti gadis cantik tersebut,  karena sudah tiga hari ini perut tak terisi makanan

Kemudian Jaka Indi beranjak memasuki pondok bambu yang asri mengikuti gadis jelita itu. Sejak tadi dalam hati diam-diam ia sudah persiapkan diri, bilamana terdapat bahaya dalam pondok bambu kuning tersebut. Bila diluar pondok terbentang tanah rerumputan yang menghijau elok dan kolam pemandian yang bening, serta bunga-bunga yang bermekaran. Ternyata didalam pondok tidak ada siapapun dan bahaya apapun, hanya ada gadis jelita dan anak kucing hitam yang telah pindah kedalam pondok dan tidur disalah satu sudut ruang.

Tampak pula permadani yang empuk dan indah yang terbuat dari sutra tebal yang membentang luas menutupi seluruh lantai ruangan. Ada pula sebuah tali sutra sebesar jari kelingking yang membentang antar dinding pondok....

" apa ini buat jemuran….? " batin Jaka indi

Di atas permadani terdapat dua meja pendek, di atas meja bertumpuk berbagai macam buah-buah, minuman segar dan sayur mayur yang serba lezat dan nikmat, dimeja pendek satunya hanya terdapat satu mangkuk keramik, berisi butiran- butiran mutiara dan satu botol madu hitam.

" Duduklah kata sigadis cantik,” mempersilahkan Jaka Indi untuk duduk dilantai permadani.

Jaka Indi berjalan perlahan, hanya saja sudah tiga hari tiga malam dirinya dipendam dalam peti dibawah tanah, dalam keadaan kurang istirahat, juga tanpa makan dan minum, disaat Jaka Indi melangkah maju tiba-tiba tubuhnya mendadak ambruk kedepan dan terjatuh pingsan karena kelelahan. Cepat gadis jelita tersebut berusaha menangkap tangan Jaka Indi dan menahan tubuhnya. Hanya saja dikarenakan tubuh Jaka Indi yang besar, sedang tubuhnya sendiri kecil mungil, membuat dirinya ikut terjatuh bersama Jaka Indi ke permadani tebal ditengah ruang.

Gadis cantik itu laksana bunga yang baru mekar, dia adalah seorang gadis remaja usia kisaran enam belas tahunan, seorang gadis yang masih polos, walau tubuhnya telah mulai beranjak dewasa, namun sesungguhnya ia seorang gadis perawan yang belum pernah bersentuhan dengan lawan jenis, karena tubuhnya jatuh tertindih pemuda tampan, kontan tubuhnya mendadak menjadi terasa lemas, sekalipun Jaka Indi menindih tubuhnya dalam keadaan tak sadarkan diri, tapi tetap saja sigadis mencium aroma tubuh pria yang khas, tiba-tiba suatu perasaan aneh menyelimuti perasaannya, belum pernah ia temui pengalaman semacam ini sepanjang hidupnya, dadanya yang mulai tumbuh ranum, dapat merasakan dada bidang Jaka Indi yang menekan kuat dadanya. Jantungnya mulai berdebar keras, tubuhnya menjadi lunglai dan tenaganya mendadak lenyap, dengan nafas terengah ia pejamkan matanya rapat-rapat, untuk beberapa waktu lamanya gadis mungil itu hanya diam saja, dibuai oleh perasaan yang aneh itu,

Beberapa saat berlalu  Jaka Indi masih belum juga sadarkan diri, perlahan tangan gadis mungil itu mulai merangkul tubuh Jaka Indi, dan meraba punggung Jaka Indi lalu menyalurkan energi hawa murni melalui kedua telapak tangannya.

Bagaikan terkena aliran listrik mendadak tubuh Jaka Indi bergetar lemah dan mulai mendusin. Saat ini Jaka Indi masih dalam keadaan setengah sadar dan mulai membuka matanya, seketika ia dapati dirinya sedang menindih tubuh seorang gadis yang lembut dan lunak, tercium bau harum aneh yang memabukkan, dalam keremangan malam wajah gadis yang ditindihnya itu terlihat samar, dan hanya berada beberapa senti dari dirinya, terlihat mata yang jeli setengah terpejam, bibir yang mungil dalam keadaan setengah terbuka, dengan posisi bibir hampir saling menempel dengan bibir, dengus nafas si gadis yang memburu, dan rankuhan gadis yang erat, serta aroma harum yang memikat yang memancar dari tubuh gadis cantik itu membuat gairah Jaka Indi mendadak mulai terbakar, bukan saja Jaka Indi dapat merasakan gumpalan daging lunak yang menempel lekat didadanya, bahkan detak jantung sigadis dan gemetar tubuh gadis tersebut, dapat Jaka Indi rasakan.

Hanya saja bau harum yang memabukkan yang keluar dari tubuh sinonalah yang membuat Jaka Indi tidak dapat mengendalikan dirinya. Rupanya saat si nona cantik ini mulai terangsang, kelenjar tubuhnya seketika mengeluarkan hormon dan keringat, yang mengeluarkan bau aroma rangsangan yang sangat kuat, yang dapat memikat lawan jenis. Disisi lain Jaka Indi merasa tubuhnya masih amat lemah, penglihatannya juga masih kabur, sedang posisinya saat ini, justru perlahan-lahan mulai membangkitkan nafsu birahinya, dalam keadaan diluar sadarnya, Jaka Indi kemudian mulai mencium, menghisap dan melumat bibir gadis jelita itu, saat ini Jaka Indi mulai tenggelam dibawah kendali nafsu birahinya, dan sepenuhnya berada diluar kesadarannya.

Sensor...
Sensor...
Sensor...

Gadis cantik itu, lalu memejamkan matanya, segala apapun tak diperdulikannya lagi, ia merasa dirinya terjerumus kedalam bara yang sedang berkobar, sekujur badannya serasa ikut terbakar, seluruh raganya seakan-akan lumer, sukmanya juga ikut meleleh, disaat sang gadis semakin terbawa suasana yang semakin membakar gairahnya, dan semakin membawa nafsu birahinya hingga mencapai puncak klimaksnya

Seketika tubuh sinona mengejang lalu bergetar keras, diiringi butiran keringat mulai mengucur membasahi tubuhnya. Tahu-tahu tubuh gadis jelita itu secara aneh mengeluarkan aroma harum yang sangat wangi, bila sebelumnya tubuh nona cantik ini mengeluarkan aroma rangsangan yang membangkitkan birahi, tapi kali ini tubuh sinona justru mengeluarkan aroma harum yang menyegarkan, laksana aroma terapi yang dapat menyegarkan tubuh dan memulihkan semangat, yang aromanya bahkan lebih harum dari wangi misik kesturi.

Bersamaan dengan itu...
Sekonyong-konyong gadis itu merasakan kalau tangan jaka indi yang semula dengan brutal bergriliya dan aktif menjelajahi setiap inci tubuhnya mendadak terhenti dari aktifitasnya, bahkan hingga beberapa saat tubuh Jaka Indi dirasa tidak ada pergerakan sama sekali....

" ada apakah ini....? " fikirnya

Saat gadis itu mulai tenang dan mulai membuka matanya serta memperhatikan keadaan Jaka Indi...

" Owwaaaalah..." rupanya Jaka Indi kembali pingsan tak sadarkan diri.

Ada perasaan lega pada diri sinona, karena mereka tidak sampai melakukan hubungan badan layaknya suami istri. Ada pula getar asmara yang mulai tumbuh disanubarinya pada pria yang baru dijumpainya, yang telah menjamahi sekujur tubuhnya. Gadis jelita itu perlahan mendorong tubuh Jaka Indi kesamping, hingga terbaring terlentang diatas permadani. Sesungguhnya nafas gadis cantik itu masih memburu, gairahnya juga belum sepenuhnya reda bahkan tubuhnya juga masih gemetar,  namun gadis itu menguatkan diri bangkit mengenakan kembali busananya, kemudian mengambil sebuah tabung kaca kecil seukuran ibu jari, lalu memasukkan sebahagian liur hijau bening yang ada dimulutnya kedalam botol itu, dan menutupnya dengan rapat, selanjutnya menyembunyikannya dalam saku gaun pendeknya.

Selang beberapa jenak setelah dapat menenangkan dirinya, Gadis cantik itu mulai menatap wajah Jaka Indi yang tampan namun tampak pucat dan masih dalam keadaan terlelap tak sadarkan diri, diusapnya perlahan wajah Jaka Indi, lalu dibelainya rambutnya, kemudian gadis cantik tersebut beralih meletakkan telapak tangannya kedada Jaka Indi. dan menyalurkan energi hawa murninya untuk menyadarkan dan menguatkan tubuh Jaka Indi. Jaka Indi berangsur sadar dari pingsannya.

" Nona ada apakah …. apa yang terjadi denganku…..? " Seru Jaka Indi terkejut

" Aiihh .. Pasti aku terjatuh karena kelelahan.  “ gumam Jaka Indi seraya menata kembali nafasnya.

Suasana hening sejenak...

" Makanlah dan minumlah yang ada diatas meja, tentu kamu sangat merasa lelah, hingga terjatuh pingsan tak sadarkan diri. " Kata gadis cantik itu dengan suara lembut bergetar.

" Terima kasih nona " Jawab Jaka Indi dan tanpa perasaan sungkan dengan duduk bersila dan sigap langsung melahap hidangan yang ada diatas meja hingga dalam waktu singkat sudah habis separuhnya, kemudian berlanjut dengan meminum madu dan sari buah, juga air kelapa muda yang ada dihadapannya. Gadis cantik itu hanya menatap Jaka Indi dan memperhatikan Jaka Indi makan, dengan perasaan sendu dan galau.

" Mengapa nona tidak sekalian makan…?  Ooh...iya.. .namaku Jaka Indi, siapakah nama nona…? "

" Arimbi... Dewi Arimbi "  Jawab gadis cantik itu dengan suara lirih...

Jaka Indi sungguh tak mengingat sama sekali atas apa yang dilakukannya saat dalam keadaan tak sadar, ia terus melanjutkan dengan makan buah kurma. Sedang gadis cantik itu kembali memperhatikan Jaka Indi makan, kali ini Jaka Indi melanjutkan dengan mengambil sebutir buah anggur, entah kenapa melihat jari-jari tangan Jaka Indi, dan membayangkan kembali bagaimana telapak dan jari-jari tangan Jaka Indi yang tadi menjelajahi dan menggerayangi seluruh tubuhnya tiba-tiba gadis mungil yang cantik itu menangis sedih sesegukan...

" Nona Arimbi ada apakah....? apa kau masih merasa kesal karena ku melihatmu mandi, tanya Jaka Indi dengan perasaan bingung, tanpa ingat sedikitpun apa yang telah dilakukannya pada nona jelita tersebut.

" Hukumlah aku sesukamu, bila hal itu bisa mengurangi rasa amarahmu, " ujar Jaka Indi dengan perasaan bersalah."

Tapi bukannya tangis si nona mereda malah tangisnya bertambah keras dan semakin sedih. Sekonyong-konyong Jaka Indi mencium aroma harum seperti bunga sedap malam. Ternyata saat bersedihpun nona Arimbi ini mengeluarkan aroma bunga yang semerbak, sungguh sesuatu yang menakjubkan, fikir Jaka Indi. Jaka Indi tidak tahu harus bersikap seperti apa, agar tangis sinona berhenti, spontan Jaka Indi maju mendekatkan diri, menarik sebelah tangan Arimbi dan ditepuk-tepuk perlahan dengan lembut serupa seorang tua lagi membelai anak kecil, sambil berkata,
“ nona Arimbi, maafkan saya....maafkan saya...  dan berhentilah menangis, saya sungguh tidak tahu ada gadis yang mandi dikolam tengah hutan.”

Tangis Dewi Arimbi kembali semakin menjadi dan bertambah deras. Tiba-tiba Jaka Indi merasa bahwa sedikit banyaknya air mata perempuan, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan tinggi besarnya badan, semakin mungil tubuh seorang perempuan, kadang kala air matanya justru semakin banyak.

Di dalam banyak hal, perempuan adakalanya memang memiliki ciri khas seperti itu.

Seperti misalnya
Semakin gemuk seorang wanita, justru makin sedikit makannya.
Semakin kecil orangnya, tak jarang semakin lantang bicaranya.
Semakin cantik wajahnya, semakin sering hatinya menderita.
Semakin tebal riasan wajahnya, seringkali semakin tipis pakaian yang dikenakannya.

" Aaai . . . . perempuan memang sejenis makhluk yang sangat aneh, dan sulit dipahami ! "

***
Bersambung....

No comments:

Post a Comment

Perintah Kaisar Naga : 4340 - 4345

 Perintah Kaisar Naga. Bab 4340-4345 "Kalau begitu kamu bisa meminta bantuan Pangeran Xiao. Agaknya, Keluarga Qi tidak bisa lebih kuat ...