Irama Seruling Pelenyap Sukma
“ Tidak ada seorang pria pun yang
mengerti hati seorang wanita, jika seorang pria menyangka ia mengerti, ia
justru akan mendapatkan kesalahpahaman yang lebih mendalam, ” Renung Jaka Indi,
seraya mengela nafas panjang dalam hati.
Jaka Indi berjalan menuju kereta
yang telah disiapkan, dan masuk kedalamnya, belum juga Jaka Indi menutup pintu
kereta, tiba-tiba tampak seseorang menerobos masuk kedalam kereta, yang
ternyata adalah Dewi Salasika,nDewi Salasika langsung memberi instruksi kepada
kusir dan prajurit yang ada didepan kereta untuk membawanya ke paviliun
Kaputren ( kediaman para putri bangsawan dan tamu wanita )
" Raden kita ke Paviliun
kaputren dahulu, bantu aku menyelidiki kasus Pangeran Corwin terlebih
dahulu...."
" Apakah bunda Ratu tahu
prihal kematian pangeran Corwin....? " tanya jaka Indi.
" Entahlah Raden... Tapi
kata dewi nawang sari....sebaiknya hal ini dirahasiakan dahulu dari Bunda
ratu....., sampai permasalahannya menjadi jelas. “ Jawab Dewi Salasika.
“ Raden saya sudah memeriksa
semua tamu yang hadir dikerajaan ini, tapi hanya ada lima orang saja wanita
dari jenis manusia.
“ Siapa sajakah kelima orang
wanita itu…? “ tanya Jaka Indi
" Dua orang wanita utusan
dari kerajaan Kasepuhan haryodiningrat, yang tiba kemarin dan ikut jamuan makan
malam bersama Raden, serta dua orang utusan dari Kerajaan Yang dipertuan Agong
dari Malayapada..... yang telah tiba di negeri Suralaya tiga hari sebelum ini,
serta seorang lagi yang biasa dipanggil dengan nama putri Kidung " jelas
Dewi Salasika.
Mendadak Jaka Indi teringat
dengan wanita yang menyanyikan sepenggal tembang Lingsir wengi, apakah wanita
tersebut yang dimaksut Dewi Salasika dengan sebutan Putri Kidung. ...!? Batinnya.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba
laju kereta terhenti, ternyata kereta sudah sampai didepan sebuah gapura, “ Raden kita sudah sampai, ayo
kita turun “ ucap Dewi Salasika
Maka turunlah Dewi Salasika
diikuti Jakai Indi, yang berjalan dibelakangnya, terlihat beberapa Prajurit
yang menjaga gerbang Paviliun Kaputren memberikan hormat dan membuka jalan, Dewi
Salasika berjalan cepat, cara berjalannya sebagaimana cara berjalan Dewi
Kemala, cukup dengan menutul ujung kakinya pada ujung rumput atau menutul pada
permukaan tanah, Dewi Salasika terlihat seperti melangkah perlahan, tetapi
sesungguhnya tubuhnya bergerak kedepan dengan cukup cepat. Sekalipun Jaka Indi
tidak bisa berjalan dengan menutul ujung rumput, tetapi kali ini Jaka Indi dapat
mengimbangi jalan Dewi Salasika, tanpa tertinggal jauh, didepan terlihat sebuah
dinding pagar yang tinggi, ternyata dibalik dinding pintu gerbang, masih
terdapat dinding lainnya......
" Raden.... apakah raden
dapat melompati dinding yang ada didepan, " tanya dewi salasika seraya
menunjuk dinding batu setinggi 4 meter.
“ Tidak dapat Dewi, mengapa kita
tidak melewati pintu depan saja Dewi Salasika...? " Tanya jaka Indi.
" ada hal yang ingin ku
selidiki terlebih dahulu..... Ayo Raden " tiba-tiba Dewi salasika memegang
tangan Jaka Indi dan mengangkatnya keatas melompati pagar setinggi 4 meter.
Jaka Indi merasakan tubuhnya
seperti terbang keatas melewati pagar lalu turun dengan perlahan, Dewi salasika
seperti terheran menyadari tubuh Jaka Indi yang sangat ringan dan tidak jatuh
terguling saat turun kepermukaan tanah.
“ Ikuti aku Raden, “ kata Dewi
Salasika sambil berlari cepat kedepan menuju bangunan utama yang ada jauh
didepan sana, apa boleh buat, Jaka Indipun terpaksa ikut berlari dibelakang
Dewi Salasika, Dewi Salasika berlari dengan pesatnya.... lalu menengok
kebelakang, saat melihat jaka Indi masih mengikuti dibelakangnya tanpa
tertinggal selangkahpun, seketika Dewi Salasika menghentikan langkahnya
....yang mengakibatkan Jakai Indi hampir saja menabraknya.
“ Ah... ternyata raden bisa ilmu
meringankan tubuh, “ Ucap Dewi Salasika dengan tersenyum
Jaka Indi hanya terdiam saja
ketika menyadari dirinya bisa melompati tembok setinggi 4 meter bersama Dewi
salasika dengan ringannya, serta dapat berlari pesat mengimbangi langkah
larinya Dewi salasika.
" Akupun baru menyadari
kalau aku bisa seperti ini, " terang Jaka Indi.
“ Ayo raden kita naik keatas atap
“ kali ini Dewi Salasika langsung melompat mendahului keatas atap.
Dalam hati jaka indi, “ Lah situkan
peri... jangankan lompat keatap... berdiri diujung puncak pohon cemara juga
bisa. “
“ Ayo raden... lompatlah....
nanti saya akan menangkap Raden. “ ujar Dewi salasika.
Jaka Indi mencoba mundur kebelakang
beberapa langkah, lalu dengan sekuat tenaga berlari dan melompat keatas atap
sembari menjulurkan tangannya agar dapat memegang tepi atap yang paling rendah.
Tapi bukan hanya tepi atap... bahkan lompatan Jaka indi dapat melampaui puncak
atap, mau tak mau jaka indi harus menjaga keseimbangan tubuhnya untuk bisa
turun tanpa jatuh terjungkal. Dewi Salasika dengan sigap menangkap tangan Jaka
Indi dan menahan daya dorong jatuhnya tubuh jaka indi, agar dapat mendarat
dengan ringan diatas atap bangunan.
" Ups.... waahh.. hampir
saja aku tergelincir....” ucap jaka indi.
Setelah tarap melekatkan tubuhnya
dipermukaan atap, Dewi Salasika mulai merangkak perlahan menuju salah satu
sudut bangunan dan dengan sangat hati-hati menggeser salah satu genting, lalu
tangannya menggapai dan memberi isyarat pada Jaka indi agar mendekat, Setelah
Jaka Indi mendekat disebelah Dewi Salasika, lantas Dewi Salasika berbisik dengan
pelan ketelinga Jaka indi,
“ Raden coba perhatikan wanita
dibawah ini....” Tampak terlihat seorang wanita remaja yang cantik berparas
putih pucat, yang sedang tidur berbaring diatas dipan, usianya sekitar 19
tahun, badannya tinggi langsing walau cendrung agak kurus, tapi tetap tidak
mengurangi kecantikan dan kemolekan tubuhnya, dadanya terlihat lebih besar dari
umumnya dada gadis remaja seusianya, alis matanya lentik memanjang, ada
andeng-andeng kecil pada dagunya, rambutnya hitam pekat sepunggung, Jaka indi
merasa kalau gadis ini seperti gadis yang pernah dilihatnya, gadis yang
menyanyikan sepenggal tembang Lingsir wengi. Entah mengapa ada hawa membunuh yang
kuat yang menyeliputi diri gadis tersebut.
Dewi Salasika memberi isyarat
tangan agar meninggalkan tempat itu, Kemudian Dewi Salasika kembali menutup
genting yang tadi dibukanya. Sambil memegang tangan jaka indi agar
mengikutinya, kemudian Dewi Salasika melompat kebawah dengan tangannya tetap
menggandeng tangan Jaka Indi.
Tangan Jaka Indi baru dilepasnya
setelah mereka sampai diatas permukaan tanah.
" Raden bagaimana pendapat
Raden mengenai wanita yang baru Raden lihat ....? " tanya Dewi salasika
Jaka Indi tidak menjawab tapi
Justru balik bertanya " Siapakah wanita tadi ...? "
" nama yang sesungguhnya
saya kurang tau Raden, tapi orang-orang memanggilnya dengan sebutan Putri
Kidung, karena ia gemar menyanyi atau mendendangkan lagu, Dia murid salah satu
dari 9 Dewi pelindung Istana Suralaya, yaitu Dewi Janettra, Dewi Janettra juga
merupakan guru dari Dewi Rheena, Kalau Dewi Lintang yang bercadar hitam, yang
tadi siang Raden temui adalah guruku, Jelas Dewi Salasika. Aku mencurigai
wanita tersebut, karena ada laporan prajurit yang melihatnya di hutan Purwa
dimalam yang sama dengan kematian pangeran Corwin,
" berapakah jumlah
keseluruhan wanita, baik dari jenis peri maupun manusia yang ada di kaputren
saat ini…. ? " tanya jaka Indi
" Ada sekitar duapuluh dua
orang Raden, " jawab Dewi Salasika.
" Agar tidak ada kecurigaan
dari kelima wanita jenis manusia saat diperiksa, serta memberikan kesan adil
dalam mencari tersangka, periksa seluruh
wanita yang ada di Pavilliun kaputren ini ......" Ujar Jaka Indi
Lantas Dewi Salasika masuk
bersama Jaka indi kedalam Paviliun kaputren, dan memerintahkan Prajurit untuk
mengumpulkan seluruh penghuni Paviliun kaputren baik dari kalangan peri maupun
manusia, agar dikumpulkan di Aula tertutup yang ada di samping paviliun. Setelah
semua wanita terkumpul dalam aula, masuklah Dewi Salasika kedalam ruang aula
diikuti Jaka Indi, kemudian mengambil tempat duduk yang telah disediakan. Ada
delapan orang Prajurit wanita berbusana serba hitam yang berjaga didalam aula
dengan bersenjata lengkap, ke delapan orang prajurit tersebut merupakan
prajurit khusus yang berada langsung dibawah perintah Dewi Salasika, Dewi
salasika selanjutnya berdiri menghadap duapuluh dua wanita yang telah berbaris
rapi dihadapannya.
Mohon maaf telah mengganggu
kenyamanan saudari sekalian, tetapi dikarenakan ada peristiwa pembunuhan tidak
jauh dari Paviliun Kaputren ini, maka akan dilakukan pemeriksaan kepada semua
penghuni Kaputren tanpa terkecuali.
Lalu Dewi Salasika kembali duduk
disebelah Jaka Indi....
" Buat seluruh penghuni
kaputren, silahkan kalian membuka semua pakaian yang kalian kenakan...."
kata Dewi Salasika dengan nada tegas
Tentu saja Jaka indi jadi sangat
terkejut. Segera Jaka indi membisikkan ketelinga Dewi Salasika,
“ Tanggalkan pakaian kalian, tapi
tetap kenakan pakaian dalam kalian, “ ujar Dewi Salasika lebih lanjut.
Satu persatu mereka menanggalkan
pakaiannya, hingga tertinggal penutup dada dan pakaian dalamnya saja,
Lalu Dewi Salasika meminta satu
persatu wanita tersebut maju kehadapannya. Semua Peri wanita sudah maju
diperiksa, tidak ada suatu apapun yang mencurigakan,
“ Silahkan bagi yang sudah
diperiksa untuk kembali kekamarnya masing-masing, “ Kata Dewi Salasika
Tertinggal dua wanita utusan
Kraton Kasepuhan Haryodiningrat, dan dua wanita utusan kerajaan Malayapada
serta Putri kidung, Saatnya Putri Kidung maju kehadapan Dewi Salasika, Putri
Kidung mengenakan pakaian dalam warna putih yang tipis sehingga tampak
membayang samar bagian dadanya dan bagian sensitif tubuhnya, membuat jantung
Jaka Indi sedikit berdebar.
Putri Kidung tampak terlihat
tenang dan tidak menunjukan sikap cemas sama sekali, sorot matanya yang sayu
bahkan memberi kesan tak acuh dengan pemeriksaan ini. Tapi saat diperiksa Putri
Kidung, juga tidak memiliki tanda gambar ular pada bawah pusarnya, hanya saja
saat Putri Kidung memutar badannya, pada bagian pinggul belakangnya terdapat
tatto bunga teratai warna ungu. Giliran dua wanita utusan kerajaan Malayapada,
maju mendekat untuk diperiksa bersama, tetapi pada tubuh keduanya juga tidak
ada gambar ular. hanya pada pusar kedua gadis tersebut terdapat hiasan tindik
batu berlian.
Selanjutnya giliran dua utusan
Kraton kasepuhan Haryodiningrat Anindya dan Anindita yang diminta maju kedepan
bersama, saat mereka maju Jaka indi dapat melihat dibawah pusar anindya gadis
yang berwajah lembut tampak ada gambar ular cobra warna hitam, seperti tatto
tapi karena letaknya dibawah kulit ari maka hanya terlihat samar, Dewi Salasika
mencolek pnggang Jaka Indi, sepertinya ia juga melihat lambang itu, disamping
gambar ular pada diri Anindya juga terdapat Tatto teratai yang tertera pada
bahu kanannya.
" Hmmm... ternyata
Anindya-lah yang merupakan wanita Bahu Laweyan, bahkan gambar ularnya jenis
cobra, ini jenis bahu laweyan yang sangat mematikan ". Renung jaka indi
dalam hati
Kemudian Jaka indi memperhatikan
Anindita, yang memiliki tubuh lebih tinggi dan badan lebih molek dari Anindya. Sekalipun
tidak ada gambar ular tapi pada diri Anindita juga terdapat tatto bunga teratai
pada bagian dalam paha kirinya, dan pada kuku jari kirinya terlihat lebih
panjang dari kuku yang lainnya, juga memiliki warna merah terang yang mencolok
seperti terang Fosfor,
" Aiiiiihhh.... sepertinya
kuku itu mengandung racun, " Fikir Jaka Indi
Jaka indi jadi merenung " Ketiga
wanita, yaitu Putri Kidung, Anindya dan Anindita, ternyata sama-sama memiliki
tatto bunga teratai pada tubuhnya, "
Dalam kitab kecil catatan
leluhurnya ada termuat tentang, organisasi rahasia kuno bernama Viskhanyaz, Organisasi
Viskhanyaz ini melatih para gadis muda dan cantik untuk dijadikan senjata, sebagai
alat pembunuh utamanya. Kerajaan-kerajaan kuno di India juga pernah menggunakan
Jasa organisasi ini, untuk membunuh para raja dan juga untuk menghabisi
lawan-lawan politiknya, Organisasi Viskhanyaz ini memiliki ciri tanda
keanggotaan, diantaranya adalah adanya simbol atau tatto bunga teratai
ditubuhnya Sayangnya tidak ada catatan lebih detail tentang organisasi pembunuh
Viskhanyaz ini. Hal ini hanya disimpan dalam hati Jaka Indi dan tidak
disampaikan kepada Dewi Salasika
" Putri Kidung, Anindya dan
Anindita, silahkan kenakan pakaian kalian kembali dan kalian boleh kembali ke
kamar kalian masing-masing, terkecuali Anindya masih ada yang harus kami
tanyakan. " ujar Dewi salasika
Sepeninggal Putri Kidung dan
Anindita serta kedua putri kerajaan mayapada, Dewi Salasika meminta prajurit
untuk membawa Anindya kesuatu tempat guna pemeriksaan lebih lanjut.
" Raden ... Terima kasih
banyak atas bantuannya, maaf Raden aku tidak bisa menghantar Raden, tapi Raden
akan dihantar prajurit ketempat peristirahatan Raden,..." Kata Dewi
salasika
“ Iya ..... Dewi Salasika “ Jawab
Jaka Indi sambil berjalan keluar, kemudian menuju kereta yang telah disediakan.
Dalam waktu yang tak lama sampailah
Jaka indi di tempatnya di paviliun kaputran, saat itu senja telah tiba segera
Jaka Indi masuk kedalam ruang kamarnya, kemudian mandi dan bersuci, lalu
menjama sholatnya dilanjutkan dengan zikir dan meditasi.
Setelah selesai meditasi Jaka
Indi melihat diatas meja ternyata telah tersedia semangkuk bubur Sarang burung
walet, bahkan keranjang buahnya telah diganti dengan buah-buahan yang baru dan
segar, menghabiskan semangkuk bubur sarang burung walet membuat badan jaka indi
terasa segar kembali, sambil merebahkan badannya di-dipan pembaringan, Jaka
indi mulai merenungkan dan memikirkan kejadian-kejadian yang telah dialaminya.
Mengapa orang-orang dari
organisasi pembunuh Viskhanyaz ada ditempat ini, apakah Pangeran Corwin memang
merupakan target pembunuhan mereka, apakah mereka juga punya rencana pembunuhan
yang lainnya. Ah.... aku tidak seharusnya terlibat masalah ini terlalu jauh,
Renung Jaka indi .....
Tak terasa waktu mahgrib telah
tiba, Jaka indi kembali menjama’ sholat mahgrib dan isyanya, setelah selesai
zikir dan meditasi. Jaka Indi berjalan kearah lemari dan mengambil Keris Kyai
Sengkelat, juga tas pinggang kecilnya tak lupa dikenakan dipinggangnya, kemudian
pergilah Jaka Indi keluar kamarnya. Disaat melangkah keluar alangkah
terkejutnya jaka Indi ternyata diluar pintu kamarnya ada dua Prajurit kerajaan
yang berdiri menjaganya.
" Ada apakah ini tanya Jaka
Indi….? "
" kenapa harus berjaga
didepan pintu…? "
" Maaf tuan Raden... Setiap
anggota keluarga istana akan selalu mendapat pengawalan, Saat ini Raden telah
menjadi menantu Bunda Ratu Suralaya, maka Raden dengan sendirinya juga mendapat
penjagaan dari para pengawal. Terang Prajurit yang berjaga didepan pintu sisi
kanan kamar Jaka Indi.
" Ouuh... begitu.... Adakah
disini kereta yang dapat kugunakan untuk aku berpergian….? " Tanya jaka
Indi lebih lanjut.
"Ada Raden .... sebentar
Raden..." jawab prajurid itu...
Terlihat seorang prajurit
langsung bergegas kearah bangunan Induk Kaputran, dan tak lama kemudian telah
kembali bersama kereta kencana yang ditarik dua ekor kuda unicorn.
" Silahkan raden
......" .Kata prajurid pengawal itu,
" Tolong hantar aku ke Hutan
Alas Purwa ..... jalankanlah kereta ini dengan perlahan saja dipermukaan
tanah......" kata Jaka Indi, dilanjutkan dengan Jaka Indi naik ke dalam
kereta.
Saat itu bulan sedang purnama, jadi
meski malam telah tiba, keadaan dan suasana dalam perjalanan terlihat cukup
terang. Tak lama sampailah kereta didepan Alas Purwa, tiba-tiba Prajurit yang
merangkap kusir menghentikan kereta secara mendadak.
" Ada apa .... ? " tanya
Jaka Indi
" Raden .... Alas Purwa ( Hutan
Purwa ) ini sangat luas, dan banyak binatang buas didalamnya, serta sangat
berbahaya bila harus jalan menembus hutan melalui permukaan tanah, terlebih
berjalan pada malam hari, apa tidak sebaiknya kita melewati hutan melalui jalan
atas saja..... " Kata prajurit Pengawal pada jaka Indi.
" Tidak apa-apa..... lewat
bawah saja dan jalan perlahan saja, ambil arah menuju Danau besar yang menuju
arah Pesangrahan Ratu, kalau nanti ada yang berbahaya kita bisa langsung
kembali atau lewat jalan lainnya "
" Baik Raden.... kata
penjaga tersebut....."
Perlahan kereta kuda berjalan
memasuki hutan Purwa....
Jam pasir dalam kereta telah menunjukan
waktu jam 8 malam, hutan purwa dipenuhi pohon dan tumbuhan yang tinggi dan
besar dan masih merupakan hutan perawan,
Jaka Indi mulai membuka
percakapan sekedar mengakrabkan diri kepada pengawal, dengan pertanyaan sedikit
pribadi,
" hai ... pengawal....
dimanakah kalian biasanya berkumpul atau mencari hiburan dengan pasangan
kalian. " Tanya jaka Indi sekedar mengakrabkan diri dengan para pengawal.
Pengawal yang disamping kusir
menjawab “ Tidak mudah bagi kami untuk bisa dapat pasangan Raden, Karena jumlah
pria dinegeri kami lebih sedikit dari jumlah wanita, kalaupun bisa dapat
pasangan tidak jarang pria yang menjadi pasangan kami juga dimiliki wanita
lainnya, disini sudah biasa satu pria dimiliki beberapa wanita. Tapi kalau
beruntung kami bisa saja mendapatkan pria yang hanya memilih satu pasangan saja.
Para pasangan peri biasanya
berkumpul di taman bunga sebelah selatan istana atau didanau Asmoro... danau
yang akan Raden kunjungi saat ini. Awalnya danau tersebut tidak ada namanya, tapi
karena banyak pasangan peri yang memadu kasih disana, maka disebutlah Danau
tersebut dengan nama Danau Asmoro.
Tapi danau Asmoro ramainya hanya
pada waktu-waktu tertentu saja kalau malam hari pada setiap selasa kliwon, dan
saat bulan purnama seperti ini, sedang pagi hari biasanya pada setiap hari ahad
dipenghujung bulan.
" Ada apa saja di danau
Asmoro .....? " Tanya Jaka indi dengan rasa ingin tahu.
Diseputar tepi danau Asmoro ada
beberapa panggung, yang tersedia yang diisi dengan berbagai atraksi dari para
peri wanita seperti menari, bernyanyi, ketrampilan menggunakan pedang, keahlian
memanah, pertunjukan seni bela diri atau bisa juga keahlian lainnya.
Atraksi panggung ini juga
merupakan upaya memikat dari kaum Peri wanita kepada para Peri Pria dan juga
untuk memikat para pejabat penguasa negeri, sebagai sarana untuk mengangkat
peri dari kalangan rakyat biasa menjadi peri pekerja dikalangan istana, atau
bagi prajurit rendahan bisa digunakan sebagai sarana meningkatkan kariernya, bila
dinilai punya kemampuan lebih oleh atasan yang kebetulan hadir.
Kemudian pengawal tersebut
melanjutkan ceritanya....
" Ada beberapa wanita yang
sangat populer dikalangan peri pria dan penonton karena ketrampilannya yang
istimewa, Diantaranya Dewi Anggraini yang memiliki ketrampilan memanah, dan
Putri Kidung yang pandai bernyanyi dan memainkan alat musik, ...."
Apakah Raden mau melihatnya ....?
“ Tanya pengawal tersebut
" Baiklah.... kalau begitu, lihat
hutan Purwanya lain kali saja, kita secepatnya menuju danau Asmoro...." Ujar
jakai indi dengan antusias.
Sementara itu ditempat yang terpisah
Tampak cahaya penerangan dikamar
mandi berdinding batu marmer putih yang berada disalah satu sudut Istana,
menyinari tubuh Dewi Yuna yang sedang berendam di bak pemandian, tubuhnya yang
putih mulus, serta halus licin bagai sutra, tersinari oleh cahaya pelita yang
terang benderam
Ia dengan malas malasan
membaringkan badannya dengan terlentang di dalam bak mandi yang berisi air
hangat, sepasang kakinya yang jenjang dan halus diletakkan tinggi tinggi diatas
pinggiran bak pemandian, membiarkan betis dan telapak kakinya berada diudara
terbuka, sementara badannya terendam dalam air yang hangat.
Dewi Yuna terlihat sangat senang
dan gembira dengan cara mandi seperti ini. Setelah melakukan perjalanan hampir
enam bulan lebih lamanya, berendam di-air panas dapat memberikan sensasi
kenikmatan tersediri. Cara mandi demikian telah membuat ia melupakan segala
kepenatan dan keletihan selama dalam perjalanannya yang panjang. Sekujur
tubuhnya semua terendam dalam air hangat, hanya bagian kepala dan wajahnya juga
kedua kakinya serta sepasang mata beningnya yang setengah terpejam itu saja
yang berada diatas permukaan air, dengan kedua matanya mulai menatap kearah
kakinya yang indah.
Sepasang kaki itu pernah mendaki
gunung yang paling tinggi, pernah melintasi sungai yang panjang, pernah
menuruni jurang yang curam, pernah pula melakukan perjalanan tujuh hari tujuh
malam berturut-turut didaerah badai salju yang dingin, dan juga pernah
melakukan perjalanan digurun pasir yang panas. Sepasang kaki itu pernah
menendang sampai mati tiga puluh tujuh ekor srigala, pernah menendang remuk
kepala seekor macan kumbang dan menendang perut seekor singa padang pasir
hingga terlempar sejauh tiga tombak, serta pernah menginjak sampai mati
beberapa ekor ular dan kalajengking yang berbisa, dan tidak jarang pula
menendang banyak pemuda berandal. Tetapi sampai saat ini. sepasang kaki itu
masih tetap demikian jenjang dan indah, demikian halus putih dan bersih, tanpa
bekas luka gores sedikitpun, tanpa cacat dan noda sekalipun. Seumpama seorang gadis
pingitan yang belum pernah melangkah keluar dari dalam kamarnya sekalipun, belum
tentu memiliki kaki yang demikian indah dan sempurna. seperti kaki miliknya,
Lalu Dewi Yuna menjulurkan
tangannya keatas, membasuh dengan air hangat kakinya dan kemudian juga membasuh
jari-jari tangannya secara bergantian, sepasang tangan itu, tampak demikian
putih halus dan lembut gemulai seperti tak bertulang, tapi dengan tangan ini
entah sudah berapa banyak pemuda hidung belang dan mahluk jahat yang dihajar
dan ditinjunya. dengan tangannya yang halus dan lembut itu
Disamping itu Ia memang suka
sekali dengan berbagai jenis petualangan dan berbagai aktitas yang mengandung
bahaya. Ia gemar menunggang kuda yang dapat berlari paling cepat, mendaki
gunung yang paling tinggi, menuruni jurang yang paling dalam juga membunuh
penjahat yang paling kejam, banyak yang berkata, bahwa wanita yang menjalani
kehidupan yang berat dan keras, akan membuat pudar kecantikan, serta terlihat
cepat menjadi tua, akan tetapi perkataan banyak orang itu tidak berlaku
baginya. Matanya masih tetap bening dan indah, kulitnya masih putih bersih dan
mulus, pinggangnya masih langsing dan ramping, bahkan buah dadanya masih tetap
membusung tinggi dan padat, Perutnya pun masih tetap rata, sepasang kaki dan pahanya
padat berisi dan indah .
Pendek kata, sekujur tubuhnya
dari atas sampai kebawah, semua menunjukkan tubuh wanita yang indah, cantik dan
sempurna, wajahnya lembut berseri, senyumnya mampu mengetarkan hati setiap
pria, kalau tertawa tampak lesung pipitnya yang manis menggemaskan. Siapapun
mungkin tak akan percaya kalau ia adalah seorang wanita muda yang sudah banyak
melakukan pertempuran, pembunuhan. dan menjalani banyak petualangan berbahaya.
Tapi bagaimanapun ia sekarang
telah menjadi seorang istri, milik dari seseorang, milik seorang suami yang
bahkan mungkin suaminya belum pernah melakukan pembunuhan, seorang Pria tampan
dan berkepribadian halus yang berasal dari kalangan manusia. Walau ia belum
mengenal suaminya dengan baik, tapi ia dapat merasakan kalau suaminya itu
bukanlah pria jahat, ada aura kedamaian dan kesejukan saat berada didekatnya. Pantaskah
wanita sepertiku, yang tangan dan kakiku pernah berlumur darah....menjadi istri
baginya, sekalipun orang yang kubunuh adalah memang orang yang pantas dibunuh. Dapatkah
aku menjadi istri yang baik….?
Renung Dewi Yuna.... dengan hati
yang gundah, Mengapa tadi aku menyuruhnya pergi, mengapa aku tidak mengajaknya
kekamar bersamaku. Bukankah ia telah menjadi suamiku. Bukankah kewajiban
seorang istri berbakti kepada suaminya, akankah ia membenciku…?
Bagaimana kalau bunda tahu....
Jaka Indi suamiku tidak berada bersamaku... Aiihh....! kenapa aku jadi bersikap
aneh begini.....? "
Dewi Yuna lantas menepuk kening
dengan telapak tangan kanannya, lalu bangkit dari bak pemandian air hangat dan
segera membasuh tubuhnya dengan handuk putih.
Aku harus segera meminta maaf dan
menjemputnya. Setelah berpakaian semacam pakaian daster warna merah jambu, dan
dengan menggunakan mantel panjang warna hitam di bagian luarnya, Dewi Yuna
bergegas menggunakan kuda unicorn menuju ke-kediaman Jaka Indi di pavilliun
kaputren
Tak lama sampailah Dewi Yuna
didepan gerbang Pavilliun Kaputren, dan dengan petunjuk Prajurit Dewi Yuna
dengan mudah menemukan tempat kediaman Jaka indi.
Saat Dewi Yuna mendekati pintu
kamar Jaka Indi, seorang pengawal yang menjaga disekitar kediaman kaputren
memberitahu, Kalau Raden Jaka Indi sedang berpergian menggunakan Kereta
kencana, bersama dua pengawalnya.
" Ouh.... ! tahukah kemana
perginya….? " Tanya Dewi Yuna
" maaf .... saya tidak tahu
tuan Putri, tidak ada prajurit yang tahu kemana perginya tuan Raden,..."
kata pengawal tersebut lebih lanjut
" Tidak apa-apa... biar aku menunggu didalam saja, ' ujar Dewi
Yuna,
Tatkala memasuki kamar Jaka indi,
terlihat meja masih terisi buah-buahan yang masih utuh, hanya ada sisa mangkuk
bubur sarang burung walet yang telah habis termakan, pada sisi bagian belakang
dekat kamar mandi ada dapur kecil. ... tapi tidak ada cukup bahan-bahan makanan
dan rempah-rempah yang tersedia yang bisa diolah, menjadi masakan, maka
pergilah Dewi Yuna ke bangunan Induk di Kaputren, dan meminta bantuan pada
dayang di dapur utama agar menyediakan bahan-bahan makanan yang diperlukan,
setelah mendapatkan bahan-bahan makanan yang diperlukan Dewi Yuna kembali ke
kamar Jaka Indi, dan mengolah serta memasak bahan makanan sarang burung walet
yang disukai Jaka Indi...
Sekejab saja dua mangkuk sarang
burung walet telah tersaji dimeja makan, beserta beberapa buah segar yang telah
teriris dengan potongan kecil-kecil, serta dua buah air kelapa muda yang juga
sudah siap diminum.
Waktu demi waktu berlalu ....
tapi suaminya Jaka Indi belum juga kembali, untuk menghilangkan kejenuhan. Dewi
Yuna membuka mantelnya lalu meletakannya pada sandaran kursi, kemudian
dilanjutkan dengan membaringkan tubuhnya di satu-satunya dipan pembaringan yang
ada...
zzZZzz....ZZzzz.... zzZZZz...
Dinginnya udara malam dan tiupan
angin malam yang kencang, terasa bagaikan menggigit kulit dan menusuk tulang, jalan
panjang yang pekat membentang sejauh ratusan mil, Dalam gelapnya udara malam yang
dingin. Sebuah kereta melaju dari arah utara. Roda-rodanya menggilas permukaan
tanah memasuki kawasan hutan alas purwa yang masih perawan.
Kereta kuda yang ditarik sepasang
kuda unicorn membawa Jaka indi mulai melesat cepat diatas permukaan tanah,
kemudian melayang diudara melalui atas Hutan Alas Purwa.
Jaka Indi menguap, seraya
menjulurkan kakinya. Di dalam kereta terasa cukup nyaman, tapi perjalanan ini
entah mengapa, rasanya sungguh terlalu sepi. Jaka Indi merasa bahwa kesepian
adalah hal yang paling menyebalkan dalam hidupnya, namun saat ini justru
kesepianlah yang menemaninya.
Adanya aksi pertunjukan setiap
tengah bulan Purnama di danau Asmoro, merupakan daya tarik yang kuat bagi Jaka
Indi untuk mengusir rasa sepinya. Jaka indi kembali melanjutkan
pertanyaannya....
“ Hai ....Pengawal..... Berapa
lamakah acara diseputar Danau Asmoro berlangsung…? “
“ Kalau selama bulan purnama,
seperti ini, berlangsungnya setiap tengah bulan, mulai tanggal 13,14 dan
15..... Setiap malam mulai matahari tenggelam, sampai sekitar Jam 12 malam,
malam bulan Purnama seperti ini adalah malam yang paling ramai dan paling
meriah dengan berbagai aneka atraksi pertunjukan,”
" tapi kalau setiap malam
selasa kliwon, banyak didatangi para peri terkait dengan ritual tertentu, berendam
di air atau mandi di danau Asmoro pada malam selasa kliwon dipercaya bisa
membersihkan para peri dari pengaruh buruk dan energi negatif. Berkumpulnya
para peri Pria dan wanita di danau asmoro ini, juga menjadi ajang mencari
Jodoh, dan tidak sedikit yang mendapat pasangan " jelas pengawal wanita
tersebut dengan tersenyum....
Dalam pertengahan perjalanan di
hutan alas purwa, Jaka Indi tiba-tiba mendengar suara nada irama seruling yang
mendayu hanya saja iramanya seolah menyedot sukma, membuat mereka yang
mendengarkan ingin menuju tempat beradanya suara tersebut.
“ Pangawal kita turun dahulu.... Aku
ingin mengetahui siapakah yang tengah malam meniup seruling di hutan ini.”
Kemudian pengawal menurunkan dan
menghentikan kereta diarea tengah hutan yang cukup lapang, lalu Jaka Indi turun
dari kereta tersebut.
Pengawal pergilah terlebih dahulu
ke danau asmoro, nanti pada waktunya aku akan menyusul.... ucap jaka Indi.
" Ahh.... tidak bisa Raden… Tugas
utama kami adalah mengawal Raden... Kami tidak bisa meninggalkan Raden sendiri
ditengah hutan ini. “ kata salah satu Prajurit Pengawal yang berpostur gagah
dan tegap
“ kalau begitu tunggulah kalian
disini..... Jangan tinggalkan tempat ini sebelum kedatanganku kembali... “ Kemudian
Jaka Indi mengeluarkan Keris Kyai Sengekelat yang bersinar kebiru-biruan, Lalu
dengan ujung keris menggores ketanah, dibuatlah garis lingkaran yang besar
mengelilingi kereta kencana, seraya Jaka Indi membaca surah al-falaq..
Setelah itu Jaka indi berkata kepada
kedua pengawal “ Aku telah membuat prisai ghaib untuk melindungi kalian, Ingat
apapun yang terjadi, jangan sampai kalian keluar dari Lingkaran ini.
" Baik raden.... kami akan
menunggu disini sampai Raden kembali "
Kemudian melesatlah Jaka Indi
menuju sumber suara seruling berasal, tiba-tiba terdengar bunyi suara seruling
yang berubah iramanya dari nada mendayu menjadi nadanya melengking tinggi. Di
atas permukaan tanah Alas Purwa sekonyong-konyong muncul bayangan hitam yang
merayap-rayap dalam jumlah yang sukar dihitung, ada yang besar, ada yang kecil,
ada yang panjang, ada yang pendek, dan ada banyak suara mendesis yang
menggidikkan hati, yang membuat bulu kuduk berdiri, dalam kegelapan malam sukar
diketahui benda apa yang merayap dan bergerak tersebut, hanya terendus bau amis
kuat yang menusuk hidung.
Jaka Indi masih berlari kedepan
menuju Suara seruling, sontak tampak sekelebat bayangan seseorang yang melayang
cepat menuju salah satu pohon yang tinggi. Jaka Indi juga melesat kesalah satu
pohon untuk menegetahui apa yang bergerak-gerak dipermukaan tanah dan apa yang
sesungguhnya terjadi, pada saat Jaka Indi berada diatas salah satu dahan pohon
jaka Indi melihat ada seekor ular berbisa, dan kadal berbisa,yang merayap turun
dari atas pohon menuju kebawah. Saat ular berbisa itu merayap didekatnya dengan
menggunakan Keris Kyai sengkelat Jaka Indi menggores tubuh ular yang melintas
didekatnya, yang membuat ular tersebut mati seketika dan jatuh kebawah. Diwaktu
Jaka Indi melihat kepermukaan tanah tampak beribu-ribu hewan melata berbisa,
sedang berbondong merayap bersama menuju kearah yang sama, ada ular berbisa,
kelabang, kalajengking, laba-laba hitam dan berbagai macam hewan berbisa
lainnya yang bergerak menuju sumber suara seruling itu ditiup.
Dalam kegelapan malam,
sekonyong-konyong terdengar suara jeritan seorang wanita memecah keheningan
malam, yang suara jeritannya penuh rasa ngeri dan ketakutan. Jaka Indi segera
melompat dari atas pohon tempat persembunyiannya dan berlari menuju sumber
suara, kedapatan seorang wanita yang sedang dalam keadaan gemetar ketakutan
karena melihat beberapa binatang melata berbisa yang menuju dirinya, seketika
Jaka indi menyambar tubuhnya dan membopongnya ketempat yang masih kosong dari
mahluk melata berbisa tersebut, lalu dengan ujung Keris Kyai Sengkelat dan
dengan membaca surah al-falaq Jaka indi membuat garis lingkaran yang cukup
untuk mereka berdua.
Tampak ribuan mahluk melata yang
berbau amis, menuju sumber suara seruling berlalu melewati tempat dimana Jaka
indi dan wanita itu berdiri, bayangan kecil yang merayap-rayap di permukaan
tanah alas purwa itu sudah mengepung rapat Jaka indi dan, ada beberapa ekor di
antaranya sudah berada di dekat kaki mereka, tapi tak satupun dari binatang
merayap tersebut yang dapat memasuki lingkaran yang Jaka Indi buat, wanita yang
diselamatkan Jaka indi terlihat ketakutan dan terus mendekap tangan Jaka Indi
dengan erat, tubuhnya tampak bergetar keras.
Terdengar suara " sreet…. Sreet…. sreett " yang
ramai, dalam sekejap saja seekor babi hutan yang tak sempat menyelamakan diri
sudah berubah menjadi seonggok tulang, termakan habis kawanan ular dan hewan
melata yang berbisa itu, ada rasa jijik dan mual saat Jaka Indi melihat
banyaknya binatang melata yang berbisa sehingga hampir saja tumpah isi
perutnya.
Saat ia Perhatikan wanita yang
diselamatkannya, ternyata ia adalah salah satu wanita utusan dari kerajaan
Malayapada. Sedang wanita utusan Malayapada langsung dapat mengenali Jaka Indi
penolongnya. Sebelum ini tidak pernah ada pria yang melihat tubuhnya dalam
keadaan setengah telanjang, tentu saja ia sangat mengingat pria yang telah ikut
memeriksa dirinya dalam keadaan berpakaian yang minim, sementara Kedua tangan
wanita itu masih menggenggam erat lengan Jaka indi
“ Nona siapakah nama Nona,
mengapa tengah malam nona ada sendirian ditengah hutan Alas Purwa ini…”
“ Aku Kaniya, Raden, aku tersesat
di hutan ini raden, “ jelas Kaniya dengan gugup...
Jaka Indi tahu kalau ada hal yang
disembunyikan Kaniya, tapi Jaka Indi tidak terlalu mempersoalkannya.
“ Nona Kaniya... tinggallah dalam
lingkaran, jangan sekali-kali keluar dari lingkaran ini, sampai aku kembali…”
“ Raden mau kemana... Jangan
tinggalkan aku Raden... “ Kali ini kedua tangan Kaniya menarik tangan jaka Indi
merapat ketubuhnya.
" Nona Kaniya tenanglah.... nona
akan aman selama dalam lingkaran ini, Aku harus segera ketempat sumber suara
seruling tersebut, mungkin masih ada yang perlu diselamatkan "
“ Baiklah raden... tapi tolong
segeralah kembali..”
Jaka indi segera berlari kedepan,
dan tiba-tiba Jaka Indi teringat akan mustika Citra Ghaib yang dimilikinya, diambilnya
Tasbih Mustika tersebut dari tas pinggang yang dibawanya, kemudian dikenakan
dilehernya. Sambil terus berlari maju kedepan, menuju sumber suara seruling
itu.
Di jalan tanah hutan Alas Purwa
yang basah dan lembab, Jaka Indi menggunakan gaya berlari dengan cara melompat
ketempat-tempat yang tinggi, dengan berpijak pada batu atau dahan pohon,
setelah beberapa kali lompatan, dalam jarak kurang dari 10 tombak tampak
seorang gadis muda berwajah pucat berpakaian semacam kimono warna ungu dengan
motif kembang-kembang, duduk bersila sambil memainkan suling yang terbuat dari
gading,
Jaka Indi kemudian mengambil
posisi kesisi sebelah kanan gadis tersebut dalam jarak yang tidak terlalu
dekat. Lantas dengan keris kyai sengkelat seraya membaca surah al-falaq, Jaka
Indi membuat lingkaran kecil mengelilingi dirinya, lalu duduk bersila menghadap
kearah gadis yang meniup seruling itu, gadis berseruling itu terlihat dalam
keadaan lesu dan lemah keadaannya, seperti sedang sakit parah, walau tubuhnya
sedikit kurus, dan wajahnya pucat, tapi tidak mengurangi kecantikan wajahnya,
matanya tampak sayu, dan bibirnya sedikit gemetar saat meniup seruling gading
ditangannya, dihadapan gadis itu terdapat cangkir kristal yang kosong.
Terlihat berbagai mahluk berbisa
seperti berbaris rapi mengelilingi gadis itu dalam jarak satu meter, dengan
tangan telanjang diambilnya beberapa hewan berbisa yang ada di hadapannya, dua
Kelabang warna ungu terang, dua katak kecil warna merah menyala, satu ular yang
kepalanya segitiga warna hijau posfor yang ukurannya sepanjang satu meter, tiga
Kalajengking dengan ekor kemerahan, semua satu persatu diambil racunnya dengan
cara ditekankan kepalanya atau ekornya kebibir cangkir untuk mengeluarkan
racunnya, setelah cangkir hampir penuh terisi oleh racun, mulailah gadis itu
meminumnya, secara perlahan wajah gadis itu berubah menjadi cerah, tubuhnya
mulai terlihat segar dan bergairah, sorot matanya tampak mencorong tajam, gadis
itu kembali mengambil suling gadingnya dan meniupnya dengan nada tertentu, semua
binatang berbisa secara bertahap segera membubarkan diri menuju setiap sudut
dan pelosok Hutan Alas Purwa ,hingga keadaan sekitar gadis itu tampak lapang
dan bersih seperti semula.
Selanjutnya.... gadis itu
berkata, “ keluarlah dari persembunyianmu, aku tahu kau telah bersembunyi
disana sejak awal…”
" Jaka indi merasa
tercengang, apakah ia tahu persembunyianku, bukankah aku saat ini pakai mustika
citra ghaib dan bukankah aku sedang tidak bisa terlihat .... ? "
" Kalau kau tak juga keluar,
aku tidak akan mengampunimu, " ucap gadis itu.
Kemudian ia mulai meletakkan
suling dibibir merahnya, dan meniup sulingnya dengan irama panjang
mendayu-dayu, membuat yang mendengar seolah berada disuatu alam impian dan fantasi
ingin berbuat sebebasnya dan membangkitkan birahi yang sulit dikendalikan.
Tapi sekalipun demikian Jaka Indi
masih dapat berfikir Jernih, karena ia telah memasang Prisai Ghaib,
Sekonyong-konyong melayang turun
sosok manusia berbadan kekar yang wajah serta badannya ditumbuhi banyak bulu
lebat menyerupai kera, wajahnya tampak menyeringai buas, matanya merah membara,
penuh diliputi hawa nafsu birahi, nafasnya memburu deras, sebuah gada
ditangannya dilemparnya kesamping begitu saja, baju yang dikenakannya satu
persatu dibuka dan disobeknya seperti sedang merasa kepanasan .
“ Bukankah itu salah satu pengawal
Pangeran Abhinaya…? “ bathin Jaka Indi merasa heran.
Pengawal Pangeran Abhinaya
seketika melompat menerkam tubuh gadis tersebut dan melucuti pakaian gadis itu
dengan kasar dan penuh nafsu, si gadis hanya tersenyum dan pasrah diperlakukan
apa saja.
Jaka Indi menundukkan
pandangannya, sebab ia tahu pada saat demikian tidak melihat akan jauh lebih
baik daripada melihat.
Saat jaka indi memutar badannya
dan bersiap akan meninggalkan tempat tersebut, tiba-tiba terdengar suara
jeritan ngeri yang singkat dan menusuk telinga, membuat Jaka Indi berpaling
melihat kearah semula.
Tampak tubuh pengawal Pangeran
Abhinaya, yang sedang menindih tubuh Gadis yang sudah dalam keadaan tidak
berbusana, perlahan mulai mengkerut dan menyusut serta mengering, menyisakan
kulit membungkus tulang, gadis yang tertindih itu mengibas dengan salah satu
lengannya, " Sungguh lelaki tak berguna, jengeknya…" hingga mayat
kering itu terlempar ke semak hutan yang tak jauh dari sisinya.
Jaka Indi merasa tubuh sendiri
mulai lemas dan hampir-hampir tidak sanggup berdiri lagi.
".... mungkinkah gadis itu
adalah dia ... ? " Renung Jaka Indi
.
Jaka Indi melompat menjauh dan
berlari secepatnya kearah semula ia datang, Sesampainya ditempat Kaniya, tertampak
Kaniya sudah tak sadarkan diri, lalu dilepasnya mustika citra ghaib yang
dikalungkan dilehernya dan dimasukkannya dalam tas pinggangnya. Kemudian Jaka
Indi cepat membopong Kaniya dan berlari menuju lokasi kereta kudanya berada
Kedua Pengawal Jaka Indi ditemukan
dalam keadaan duduk mendeprok ditanah, pengawal wanita yang bertubuh tegap,
malah terlihat sebahagian celananya basah, sedang pengawal wanita yang satunya
tampak menggigil gemetar.
" hai ... ada apa dengan
kalian....! Cepat kita menuju ke Pavilliun kaputren, ada yang perlu bantuan
pertolongan segera…." ujar Jaka indi dalam keadaan masih membopong Kaniya
dan langsung masuk kedalam kereta.
Dengan gugup dan kaki masih
gemetar kedua pengawal naik kedepan kereta dan memacu kereta kearah pavilliun
Kaputren.
" Tuan Raden ...maafkan kami...." ucap
salah satu Prajurit Pengawal wanita yang bertubuh tegap, tadi kami melihat
banyak sekali ular dan mahluk melata berbisa yang lewat didekat kami, lewat
diluar lingkaran yang raden buat, bukan hanya satu atau dua tapi ribuan hewan
melata yang berbisa .
" Raden... sungguh saya
tidak merasa takut dengan pertempuran seberat apapun ..."
" Tapi kalau ular, kecoak,
kelabang dan kalajengking..... apalagi jumlahnya ribuan... iiichhh....! sungguh
sangat menjijikan dan menakutkan, sampai-sampai saya pipis dicelana sangking
ngerinya “
" Aaiiih....
sudahlah...lupakanlah.... " Seru Jaka Indi dengan suara tampak prihatin.
Di dalam kereta kencana, Jaka
Indi membaringkan kepala Kaniya di pangkuannya, dan mencoba menyadarkan dengan
menepuk pipinya perlahan, “ Nona…. nona... bangunlah...”
Selang berapa lama, mendadak
kereta kuda berhenti. Hampir pada saat yang sama Kaniya juga mendusin dari
sadarnya, Jaka Indi menyingkap tirai kereta, Didengarnya Prajurit Pengawal lagi
berseru, " Tuan Raden kita sudah sampai....”
Jaka Indi lantas membantu Kaniya
turun dari kereta. Kejut dan girang Kaniya tak terkatakan, mendapatkan dirinya
telah sampai dengan selamat di pavilliun kaputren, tapi sebelum dia sempat
mengucapkan terima kasih, tahu-tahu Jaka Indi sudah melangkah pergi dengan
cepat masuk kedalam kereta,
" langsung jalan ketempat
peristirahatan Paviliun Kaputran, dan setelah itu kalian istirahatlah,
seterusnya tidak perlu lagi mengawalku, aku nanti yang akan menjelaskan pada
Panglima Dewi Salasika . “ Jelas Jaka Indi.
Waktu pada jam pasir yang ada
pada kabin kereta telah menunjukan jam 01.12 dini hari dan pada jam 01.25 Jaka
Indi telah sampai dikamarnya. Sungguh terkejut Jaka indi saat masuk kedalam
kamar mendapati Dewi Yuna yang Lelap tertidur dipembaringannya. Jaka Indi
terdiam beberapa saat memperhatikan Dewi Yuna yang sedang tertidur. Pada waktu
tidur Dewi Yuna tampak terlebih cantik daripada waktu sadar, wajahnya terlihat
polos dan lembut, bulu matanya yang panjang menutupi pelupuk matanya, dadanya
yang bernas tampak bergerak naik turun dibalik daster merah jambunya yang
tipis, mukanya bersemu merah bagai bunga yang sedang mekar. Jaka indi
memandangnya dengan terkesima.
Jaka Indi terpana dan termanggu
beberapa saat, lalu menghela nafasnya dan mengalihkan pandangannya dari Dewi
Yuna. Terlihat dua mangkuk bubur sarang burung walet tersaji dimeja...
" ... aaiihh.... sungguh
gadis yang baik..... "
Langsung disantapnya dua mangkuk
bubur sarang burung walet yang mulai dingin dan dihabiskannya air kelapa muda yang
ada. Maklumlah, Jaka Indi benar-benar kehabisan tenaga, letih dan merasa sangat
lapar
Jaka Indi mulai bersandar dikursi
dengan perasaan lega, sepasang kakinya dijulurkan lurus kedepan untuk
menghilangkan rasa penatnya....
Kemudian Jaka indi bangun berdiri
menatap Dewi Yuna yang masih lelap tertidur, diambilnya sebuah selimut dari
lemari pakaiannya yang kemudian dibentangkan untuk menyelimuti tubuh Dewi
Yuna..
Mendadak Dewi Yuna bersuara lirih
dan mendusin terjaga, melihat Jaka Indi sedang berdiri menatapnya. Dewi Yuna
langsung menubruk ke dalam pelukan Jaka indi. Angin mendesir di luar jendela,
pelita di atas meja bergoyang mengikuti hembusan angin. Tubuh Dewi Yuna terasa sedemikian lunak dan
halus, begitu hangat dan terasa gemetar, kemudian terdengar keluhan perlahan. Jantung
Jaka Indi terasa berdetak dengan keras, selama hidupnya belum pernah merasakan
kehangatan demikian.....
Butiran keringat mulai tampak
menghiasi kening Jaka Indi, saking terbawa gairahnya ia pun merasa gemetar.
Inilah untuk pertama kalinya, nafsu birahi yang terpendam segera akan meledak
dalam sekejap . Entah sejak kapan mereka sudah berbaring di tempat tidur.
Lazimnya Jaka indi adalah seorang
yang paling dapat mengendalikan diri dan perasaannya, tapi saat ini yang ada
dipelukannya adalah wanita paling cantik dan paling mempesona. yang juga
istrinya, sekarang ia merasa tidak tahan lagi.
Dalam keadaan demikian, memangnya
pemuda mana yang bisa tahan…? Jaka indi mulai membuka pakaian Dewi Yuna, tampak
tubuh putih bersih dan mulus Dewi Yuna, dadanya yang padat berisi serta lekukan
tubuhnya yang sempurna, terpampang jelas dihadapan Jaka Indi, saat dada beradu
dada, Jaka Indi dapat merasakan detak Jantung Dewi Yuna yang semakin keras, seketika
Jaka indi seperti telah berubah menjadi tak terkendali dibawah pengaruh
nafsunya.
Tapi pada saat terakhir itulah
mendadak Jaka Indi seperti teringat sesuatu yang membuatnya kaget dan seketika
menyentak tubuh Dewi Yuna. Keruan Dewi Yuna dibuatnya terheran dan melenggong, lalu
didengarnya Jaka Indi bergumam dengan suara gemetar, " Ti ...ti..
tidak,... tidak boleh ... untuk saat ini.... tidak boleh berbuat begini, ....
ini belum waktunya...."
" Raden ...ada apakah.... ? apa
Raden baik-baik saja.
Nafsu birahi yang menguasai Jaka
Indi perlahan mulai mereda dan dapat dikendalikannya, “ Iya aku baik saja....
aku tidak apa-apa.... sambil mengambil selimut dan menutupi tubuh polos Dewi
Yuna…”
“ Tidurlah.... bisiknya lembut
pada Dewi Yuna ..... bukankah engkau belum lama kembali dari perjalananmu yang
panjang, dan besok masih harus berkeliling menemaniku melihat keadaan negeri
ini. “ Seraya Jaka indi mengubah posisi badannya menjadi rebah terlentang
menghadap langit-langit dan mulai memejamkan matanya....
Dewi Yuna masih melenggong dan
termangu atas sikap Jaka Indi, melihat suaminya yang awalnya tampak diliputi
gairah, tiba-tiba berbaring memejamkan mata, dan mulai tertidur, dalam hatinya,
sungguh aku tidak memahami sifat manusia ......
Dipan tempat tidur tersebut
sebenarnya cukup lapang bila dipakai tidur sendirian, tapi terasa sempit bila
dua orang tidur bersama, Dewi Yuna tidur saling bersentuhan lengan dengan Jaka
Indi, ia merasakan tubuh suaminya yang menggigil kedinginan, dipeluknya
suaminya dan direbahkannya kepalanya diatas dada Jaka indi, perlahan Dewi Yuna
mulai lelap tertidur.
Jaka Indi sesungguhnya hanya
berpura tidur, bukan sungguh telah tertidur, ia dapat merasakan tubuh halus
licin dan dada lembut dewi yuna yang bersandar diatas tubuhnya, bahkan alunan
nafas istrinya juga dapat dirasakan Jaka indi.
Saat ini Jaka Indi sedang dalam
keadaan gundah dan masgul. Seorang
lelaki sehat dan normal, jika dipeluk istri secantik ini, tapi pada waktu dia
menginginkannya, justru apa boleh buat, harus sebisa mungkin menahan diri, tentu
saja hatinya kesal tak keruan.
Terbayang oleh Jaka indi, bagaimana
tubuh pengawal pangeran Abhinaya yang mengkerut dan menyusut, setelah " berhubungan
badan " dengan gadis peniup seruling, mengingat hal itu hatinya bergidik
dan seketika menjadi kecut. Aku harus bersabar.... fikir jaka Indi
Sambil merenungkan keadaan yang
dialaminya, rambut halus dewi yuna dibelai lembut oleh sebelah tangan Jaka
Indi, andai tak teringat banyak hal yang masih harus dilakukan, rasanya Jaka
indi tidak mau ambil pusing atas kemungkinan resiko kematian yang diterimanya, memeluk
dan membelai rambut istrinya, membuat hati jaka Indi perlahan mulai merasa tentram,
perlahan rasa kantuk mulai mengusainya, hingga membawanya tertidur lelap....
Siapakah Jaka indi ...
Jaka Indi adalah seorang anak
Indigo yang merupakan keturunan Jaka Tarub dan Dewi Nawang Wulan
No comments:
Post a Comment