Photo

Photo

Wednesday, 15 May 2019

Jaka Indi Dan Dunia Astral, Bagian 5

Irama Seruling Pelenyap Sukma

“ Tidak ada seorang pria pun yang mengerti hati seorang wanita, jika seorang pria menyangka ia mengerti, ia justru akan mendapatkan kesalahpahaman yang lebih mendalam, ” Renung Jaka Indi, seraya mengela nafas panjang dalam hati.

Jaka Indi berjalan menuju kereta yang telah disiapkan, dan masuk kedalamnya, belum juga Jaka Indi menutup pintu kereta, tiba-tiba tampak seseorang menerobos masuk kedalam kereta, yang ternyata adalah Dewi Salasika,nDewi Salasika langsung memberi instruksi kepada kusir dan prajurit yang ada didepan kereta untuk membawanya ke paviliun Kaputren ( kediaman para putri bangsawan dan tamu wanita )

" Raden kita ke Paviliun kaputren dahulu, bantu aku menyelidiki kasus Pangeran Corwin terlebih dahulu...."

" Apakah bunda Ratu tahu prihal kematian pangeran Corwin....? " tanya jaka Indi.

" Entahlah Raden... Tapi kata dewi nawang sari....sebaiknya hal ini dirahasiakan dahulu dari Bunda ratu....., sampai permasalahannya menjadi jelas. “ Jawab Dewi Salasika.

“ Raden saya sudah memeriksa semua tamu yang hadir dikerajaan ini, tapi hanya ada lima orang saja wanita dari jenis manusia.

“ Siapa sajakah kelima orang wanita itu…? “ tanya Jaka Indi

" Dua orang wanita utusan dari kerajaan Kasepuhan haryodiningrat, yang tiba kemarin dan ikut jamuan makan malam bersama Raden, serta dua orang utusan dari Kerajaan Yang dipertuan Agong dari Malayapada..... yang telah tiba di negeri Suralaya tiga hari sebelum ini, serta seorang lagi yang biasa dipanggil dengan nama putri Kidung " jelas Dewi Salasika.

Mendadak Jaka Indi teringat dengan wanita yang menyanyikan sepenggal tembang Lingsir wengi, apakah wanita tersebut yang dimaksut Dewi Salasika dengan sebutan Putri Kidung. ...!? Batinnya.

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba laju kereta terhenti, ternyata kereta sudah sampai didepan  sebuah gapura, “ Raden kita sudah sampai, ayo kita turun “ ucap Dewi Salasika

Maka turunlah Dewi Salasika diikuti Jakai Indi, yang berjalan dibelakangnya, terlihat beberapa Prajurit yang menjaga gerbang Paviliun Kaputren memberikan hormat dan membuka jalan, Dewi Salasika berjalan cepat, cara berjalannya sebagaimana cara berjalan Dewi Kemala, cukup dengan menutul ujung kakinya pada ujung rumput atau menutul pada permukaan tanah, Dewi Salasika terlihat seperti melangkah perlahan, tetapi sesungguhnya tubuhnya bergerak kedepan dengan cukup cepat. Sekalipun Jaka Indi tidak bisa berjalan dengan menutul ujung rumput, tetapi kali ini Jaka Indi dapat mengimbangi jalan Dewi Salasika, tanpa tertinggal jauh, didepan terlihat sebuah dinding pagar yang tinggi, ternyata dibalik dinding pintu gerbang, masih terdapat dinding lainnya......

" Raden.... apakah raden dapat melompati dinding yang ada didepan, " tanya dewi salasika seraya menunjuk dinding batu setinggi 4 meter.

“ Tidak dapat Dewi, mengapa kita tidak melewati pintu depan saja Dewi Salasika...? " Tanya jaka Indi.

" ada hal yang ingin ku selidiki terlebih dahulu..... Ayo Raden " tiba-tiba Dewi salasika memegang tangan Jaka Indi dan mengangkatnya keatas melompati pagar setinggi 4 meter.

Jaka Indi merasakan tubuhnya seperti terbang keatas melewati pagar lalu turun dengan perlahan, Dewi salasika seperti terheran menyadari tubuh Jaka Indi yang sangat ringan dan tidak jatuh terguling saat turun kepermukaan tanah.

“ Ikuti aku Raden, “ kata Dewi Salasika sambil berlari cepat kedepan menuju bangunan utama yang ada jauh didepan sana, apa boleh buat, Jaka Indipun terpaksa ikut berlari dibelakang Dewi Salasika, Dewi Salasika berlari dengan pesatnya.... lalu menengok kebelakang, saat melihat jaka Indi masih mengikuti dibelakangnya tanpa tertinggal selangkahpun, seketika Dewi Salasika menghentikan langkahnya ....yang mengakibatkan Jakai Indi hampir saja menabraknya.

“ Ah... ternyata raden bisa ilmu meringankan tubuh, “ Ucap Dewi Salasika dengan tersenyum

Jaka Indi hanya terdiam saja ketika menyadari dirinya bisa melompati tembok setinggi 4 meter bersama Dewi salasika dengan ringannya, serta dapat berlari pesat mengimbangi langkah larinya Dewi salasika.

" Akupun baru menyadari kalau aku bisa seperti ini, " terang Jaka Indi.

“ Ayo raden kita naik keatas atap “ kali ini Dewi Salasika langsung melompat mendahului keatas atap.

Dalam hati jaka indi, “ Lah situkan peri... jangankan lompat keatap... berdiri diujung puncak pohon cemara juga bisa. “

“ Ayo raden... lompatlah.... nanti saya akan menangkap Raden. “ ujar Dewi salasika.

Jaka Indi mencoba mundur kebelakang beberapa langkah, lalu dengan sekuat tenaga berlari dan melompat keatas atap sembari menjulurkan tangannya agar dapat memegang tepi atap yang paling rendah. Tapi bukan hanya tepi atap... bahkan lompatan Jaka indi dapat melampaui puncak atap, mau tak mau jaka indi harus menjaga keseimbangan tubuhnya untuk bisa turun tanpa jatuh terjungkal. Dewi Salasika dengan sigap menangkap tangan Jaka Indi dan menahan daya dorong jatuhnya tubuh jaka indi, agar dapat mendarat dengan ringan diatas atap bangunan.

" Ups.... waahh.. hampir saja aku tergelincir....” ucap jaka indi.

Setelah tarap melekatkan tubuhnya dipermukaan atap, Dewi Salasika mulai merangkak perlahan menuju salah satu sudut bangunan dan dengan sangat hati-hati menggeser salah satu genting, lalu tangannya menggapai dan memberi isyarat pada Jaka indi agar mendekat, Setelah Jaka Indi mendekat disebelah Dewi Salasika, lantas Dewi Salasika berbisik dengan pelan ketelinga Jaka indi,
“ Raden coba perhatikan wanita dibawah ini....” Tampak terlihat seorang wanita remaja yang cantik berparas putih pucat, yang sedang tidur berbaring diatas dipan, usianya sekitar 19 tahun, badannya tinggi langsing walau cendrung agak kurus, tapi tetap tidak mengurangi kecantikan dan kemolekan tubuhnya, dadanya terlihat lebih besar dari umumnya dada gadis remaja seusianya, alis matanya lentik memanjang, ada andeng-andeng kecil pada dagunya, rambutnya hitam pekat sepunggung, Jaka indi merasa kalau gadis ini seperti gadis yang pernah dilihatnya, gadis yang menyanyikan sepenggal tembang Lingsir wengi. Entah mengapa ada hawa membunuh yang kuat yang menyeliputi diri gadis tersebut.

Dewi Salasika memberi isyarat tangan agar meninggalkan tempat itu, Kemudian Dewi Salasika kembali menutup genting yang tadi dibukanya. Sambil memegang tangan jaka indi agar mengikutinya, kemudian Dewi Salasika melompat kebawah dengan tangannya tetap menggandeng tangan Jaka Indi.

Tangan Jaka Indi baru dilepasnya setelah mereka sampai diatas permukaan tanah.

" Raden bagaimana pendapat Raden mengenai wanita yang baru Raden lihat ....? " tanya Dewi salasika

Jaka Indi tidak menjawab tapi Justru balik bertanya " Siapakah wanita tadi ...? "

" nama yang sesungguhnya saya kurang tau Raden, tapi orang-orang memanggilnya dengan sebutan Putri Kidung, karena ia gemar menyanyi atau mendendangkan lagu, Dia murid salah satu dari 9 Dewi pelindung Istana Suralaya, yaitu Dewi Janettra, Dewi Janettra juga merupakan guru dari Dewi Rheena, Kalau Dewi Lintang yang bercadar hitam, yang tadi siang Raden temui adalah guruku, Jelas Dewi Salasika. Aku mencurigai wanita tersebut, karena ada laporan prajurit yang melihatnya di hutan Purwa dimalam yang sama dengan kematian pangeran Corwin,

" berapakah jumlah keseluruhan wanita, baik dari jenis peri maupun manusia yang ada di kaputren saat ini…. ? "  tanya jaka Indi

" Ada sekitar duapuluh dua orang Raden, " jawab Dewi Salasika.

" Agar tidak ada kecurigaan dari kelima wanita jenis manusia saat diperiksa, serta memberikan kesan adil dalam mencari tersangka,  periksa seluruh wanita yang ada di Pavilliun kaputren ini ......" Ujar Jaka Indi

Lantas Dewi Salasika masuk bersama Jaka indi kedalam Paviliun kaputren, dan memerintahkan Prajurit untuk mengumpulkan seluruh penghuni Paviliun kaputren baik dari kalangan peri maupun manusia, agar dikumpulkan di Aula tertutup yang ada di samping paviliun. Setelah semua wanita terkumpul dalam aula, masuklah Dewi Salasika kedalam ruang aula diikuti Jaka Indi, kemudian mengambil tempat duduk yang telah disediakan. Ada delapan orang Prajurit wanita berbusana serba hitam yang berjaga didalam aula dengan bersenjata lengkap, ke delapan orang prajurit tersebut merupakan prajurit khusus yang berada langsung dibawah perintah Dewi Salasika, Dewi salasika selanjutnya berdiri menghadap duapuluh dua wanita yang telah berbaris rapi dihadapannya.

Mohon maaf telah mengganggu kenyamanan saudari sekalian, tetapi dikarenakan ada peristiwa pembunuhan tidak jauh dari Paviliun Kaputren ini, maka akan dilakukan pemeriksaan kepada semua penghuni Kaputren tanpa terkecuali.

Lalu Dewi Salasika kembali duduk disebelah Jaka Indi....

" Buat seluruh penghuni kaputren, silahkan kalian membuka semua pakaian yang kalian kenakan...." kata Dewi Salasika dengan nada tegas

Tentu saja Jaka indi jadi sangat terkejut. Segera Jaka indi membisikkan ketelinga Dewi Salasika,

“ Tanggalkan pakaian kalian, tapi tetap kenakan pakaian dalam kalian, “ ujar Dewi Salasika lebih lanjut.

Satu persatu mereka menanggalkan pakaiannya, hingga tertinggal penutup dada dan pakaian dalamnya saja,

Lalu Dewi Salasika meminta satu persatu wanita tersebut maju kehadapannya. Semua Peri wanita sudah maju diperiksa, tidak ada suatu apapun yang mencurigakan,

“ Silahkan bagi yang sudah diperiksa untuk kembali kekamarnya masing-masing, “ Kata Dewi Salasika

Tertinggal dua wanita utusan Kraton Kasepuhan Haryodiningrat, dan dua wanita utusan kerajaan Malayapada serta Putri kidung, Saatnya Putri Kidung maju kehadapan Dewi Salasika, Putri Kidung mengenakan pakaian dalam warna putih yang tipis sehingga tampak membayang samar bagian dadanya dan bagian sensitif tubuhnya, membuat jantung Jaka Indi sedikit berdebar.

Putri Kidung tampak terlihat tenang dan tidak menunjukan sikap cemas sama sekali, sorot matanya yang sayu bahkan memberi kesan tak acuh dengan pemeriksaan ini. Tapi saat diperiksa Putri Kidung, juga tidak memiliki tanda gambar ular pada bawah pusarnya, hanya saja saat Putri Kidung memutar badannya, pada bagian pinggul belakangnya terdapat tatto bunga teratai warna ungu. Giliran dua wanita utusan kerajaan Malayapada, maju mendekat untuk diperiksa bersama, tetapi pada tubuh keduanya juga tidak ada gambar ular. hanya pada pusar kedua gadis tersebut terdapat hiasan tindik batu berlian.

Selanjutnya giliran dua utusan Kraton kasepuhan Haryodiningrat Anindya dan Anindita yang diminta maju kedepan bersama, saat mereka maju Jaka indi dapat melihat dibawah pusar anindya gadis yang berwajah lembut tampak ada gambar ular cobra warna hitam, seperti tatto tapi karena letaknya dibawah kulit ari maka hanya terlihat samar, Dewi Salasika mencolek pnggang Jaka Indi, sepertinya ia juga melihat lambang itu, disamping gambar ular pada diri Anindya juga terdapat Tatto teratai yang tertera pada bahu kanannya.

" Hmmm... ternyata Anindya-lah yang merupakan wanita Bahu Laweyan, bahkan gambar ularnya jenis cobra, ini jenis bahu laweyan yang sangat mematikan ". Renung jaka indi dalam hati

Kemudian Jaka indi memperhatikan Anindita, yang memiliki tubuh lebih tinggi dan badan lebih molek dari Anindya. Sekalipun tidak ada gambar ular tapi pada diri Anindita juga terdapat tatto bunga teratai pada bagian dalam paha kirinya, dan pada kuku jari kirinya terlihat lebih panjang dari kuku yang lainnya, juga memiliki warna merah terang yang mencolok seperti terang Fosfor,

" Aiiiiihhh.... sepertinya kuku itu mengandung racun, " Fikir Jaka Indi

Jaka indi jadi merenung " Ketiga wanita, yaitu Putri Kidung, Anindya dan Anindita, ternyata sama-sama memiliki tatto bunga teratai pada tubuhnya, "

Dalam kitab kecil catatan leluhurnya ada termuat tentang, organisasi rahasia kuno bernama Viskhanyaz, Organisasi Viskhanyaz ini melatih para gadis muda dan cantik untuk dijadikan senjata, sebagai alat pembunuh utamanya. Kerajaan-kerajaan kuno di India juga pernah menggunakan Jasa organisasi ini, untuk membunuh para raja dan juga untuk menghabisi lawan-lawan politiknya, Organisasi Viskhanyaz ini memiliki ciri tanda keanggotaan, diantaranya adalah adanya simbol atau tatto bunga teratai ditubuhnya Sayangnya tidak ada catatan lebih detail tentang organisasi pembunuh Viskhanyaz ini. Hal ini hanya disimpan dalam hati Jaka Indi dan tidak disampaikan kepada Dewi Salasika

" Putri Kidung, Anindya dan Anindita, silahkan kenakan pakaian kalian kembali dan kalian boleh kembali ke kamar kalian masing-masing, terkecuali Anindya masih ada yang harus kami tanyakan. " ujar Dewi salasika

Sepeninggal Putri Kidung dan Anindita serta kedua putri kerajaan mayapada, Dewi Salasika meminta prajurit untuk membawa Anindya kesuatu tempat guna pemeriksaan lebih lanjut.

" Raden ... Terima kasih banyak atas bantuannya, maaf Raden aku tidak bisa menghantar Raden, tapi Raden akan dihantar prajurit ketempat peristirahatan Raden,..." Kata Dewi salasika

“ Iya ..... Dewi Salasika “ Jawab Jaka Indi sambil berjalan keluar, kemudian menuju kereta yang telah disediakan.

Dalam waktu yang tak lama sampailah Jaka indi di tempatnya di paviliun kaputran, saat itu senja telah tiba segera Jaka Indi masuk kedalam ruang kamarnya, kemudian mandi dan bersuci, lalu menjama sholatnya dilanjutkan dengan zikir dan meditasi.

Setelah selesai meditasi Jaka Indi melihat diatas meja ternyata telah tersedia semangkuk bubur Sarang burung walet, bahkan keranjang buahnya telah diganti dengan buah-buahan yang baru dan segar, menghabiskan semangkuk bubur sarang burung walet membuat badan jaka indi terasa segar kembali, sambil merebahkan badannya di-dipan pembaringan, Jaka indi mulai merenungkan dan memikirkan kejadian-kejadian yang telah dialaminya.

Mengapa orang-orang dari organisasi pembunuh Viskhanyaz ada ditempat ini, apakah Pangeran Corwin memang merupakan target pembunuhan mereka, apakah mereka juga punya rencana pembunuhan yang lainnya. Ah.... aku tidak seharusnya terlibat masalah ini terlalu jauh, Renung Jaka indi .....

Tak terasa waktu mahgrib telah tiba, Jaka indi kembali menjama’ sholat mahgrib dan isyanya, setelah selesai zikir dan meditasi. Jaka Indi berjalan kearah lemari dan mengambil Keris Kyai Sengkelat, juga tas pinggang kecilnya tak lupa dikenakan dipinggangnya, kemudian pergilah Jaka Indi keluar kamarnya. Disaat melangkah keluar alangkah terkejutnya jaka Indi ternyata diluar pintu kamarnya ada dua Prajurit kerajaan yang berdiri menjaganya.

" Ada apakah ini tanya Jaka Indi….? "
" kenapa harus berjaga didepan pintu…? "

" Maaf tuan Raden... Setiap anggota keluarga istana akan selalu mendapat pengawalan, Saat ini Raden telah menjadi menantu Bunda Ratu Suralaya, maka Raden dengan sendirinya juga mendapat penjagaan dari para pengawal. Terang Prajurit yang berjaga didepan pintu sisi kanan kamar Jaka Indi.

" Ouuh... begitu.... Adakah disini kereta yang dapat kugunakan untuk aku berpergian….? " Tanya jaka Indi lebih lanjut.

"Ada Raden .... sebentar Raden..." jawab prajurid itu...

Terlihat seorang prajurit langsung bergegas kearah bangunan Induk Kaputran, dan tak lama kemudian telah kembali bersama kereta kencana yang ditarik dua ekor kuda unicorn.

" Silahkan raden ......" .Kata prajurid pengawal itu,

" Tolong hantar aku ke Hutan Alas Purwa ..... jalankanlah kereta ini dengan perlahan saja dipermukaan tanah......" kata Jaka Indi, dilanjutkan dengan Jaka Indi naik ke dalam kereta.

Saat itu bulan sedang purnama, jadi meski malam telah tiba, keadaan dan suasana dalam perjalanan terlihat cukup terang. Tak lama sampailah kereta didepan Alas Purwa, tiba-tiba Prajurit yang merangkap kusir menghentikan kereta secara mendadak.

" Ada apa .... ? " tanya Jaka Indi

" Raden .... Alas Purwa ( Hutan Purwa ) ini sangat luas, dan banyak binatang buas didalamnya, serta sangat berbahaya bila harus jalan menembus hutan melalui permukaan tanah, terlebih berjalan pada malam hari, apa tidak sebaiknya kita melewati hutan melalui jalan atas saja..... " Kata prajurit Pengawal pada jaka Indi.

" Tidak apa-apa..... lewat bawah saja dan jalan perlahan saja, ambil arah menuju Danau besar yang menuju arah Pesangrahan Ratu, kalau nanti ada yang berbahaya kita bisa langsung kembali atau lewat jalan lainnya "

" Baik Raden.... kata penjaga tersebut....."

Perlahan kereta kuda berjalan memasuki hutan Purwa....

Jam pasir dalam kereta telah menunjukan waktu jam 8 malam, hutan purwa dipenuhi pohon dan tumbuhan yang tinggi dan besar dan masih merupakan hutan perawan,

Jaka Indi mulai membuka percakapan sekedar mengakrabkan diri kepada pengawal, dengan pertanyaan sedikit pribadi,

" hai ... pengawal.... dimanakah kalian biasanya berkumpul atau mencari hiburan dengan pasangan kalian. " Tanya jaka Indi sekedar mengakrabkan diri dengan para pengawal.

Pengawal yang disamping kusir menjawab “ Tidak mudah bagi kami untuk bisa dapat pasangan Raden, Karena jumlah pria dinegeri kami lebih sedikit dari jumlah wanita, kalaupun bisa dapat pasangan tidak jarang pria yang menjadi pasangan kami juga dimiliki wanita lainnya, disini sudah biasa satu pria dimiliki beberapa wanita. Tapi kalau beruntung kami bisa saja mendapatkan pria yang hanya memilih satu pasangan saja.

Para pasangan peri biasanya berkumpul di taman bunga sebelah selatan istana atau didanau Asmoro... danau yang akan Raden kunjungi saat ini. Awalnya danau tersebut tidak ada namanya, tapi karena banyak pasangan peri yang memadu kasih disana, maka disebutlah Danau tersebut dengan nama Danau Asmoro.

Tapi danau Asmoro ramainya hanya pada waktu-waktu tertentu saja kalau malam hari pada setiap selasa kliwon, dan saat bulan purnama seperti ini, sedang pagi hari biasanya pada setiap hari ahad dipenghujung bulan.

" Ada apa saja di danau Asmoro .....? " Tanya Jaka indi dengan rasa ingin tahu.

Diseputar tepi danau Asmoro ada beberapa panggung, yang tersedia yang diisi dengan berbagai atraksi dari para peri wanita seperti menari, bernyanyi, ketrampilan menggunakan pedang, keahlian memanah, pertunjukan seni bela diri atau bisa juga keahlian lainnya.

Atraksi panggung ini juga merupakan upaya memikat dari kaum Peri wanita kepada para Peri Pria dan juga untuk memikat para pejabat penguasa negeri, sebagai sarana untuk mengangkat peri dari kalangan rakyat biasa menjadi peri pekerja dikalangan istana, atau bagi prajurit rendahan bisa digunakan sebagai sarana meningkatkan kariernya, bila dinilai punya kemampuan lebih oleh atasan yang kebetulan hadir.

Kemudian pengawal tersebut melanjutkan ceritanya....

" Ada beberapa wanita yang sangat populer dikalangan peri pria dan penonton karena ketrampilannya yang istimewa, Diantaranya Dewi Anggraini yang memiliki ketrampilan memanah, dan Putri Kidung yang pandai bernyanyi dan memainkan alat musik, ...."

Apakah Raden mau melihatnya ....? “ Tanya pengawal tersebut

" Baiklah.... kalau begitu, lihat hutan Purwanya lain kali saja, kita secepatnya menuju danau Asmoro...." Ujar jakai indi dengan antusias.

Sementara itu ditempat yang terpisah

Tampak cahaya penerangan dikamar mandi berdinding batu marmer putih yang berada disalah satu sudut Istana, menyinari tubuh Dewi Yuna yang sedang berendam di bak pemandian, tubuhnya yang putih mulus, serta halus licin bagai sutra, tersinari oleh cahaya pelita yang terang benderam

Ia dengan malas malasan membaringkan badannya dengan terlentang di dalam bak mandi yang berisi air hangat, sepasang kakinya yang jenjang dan halus diletakkan tinggi tinggi diatas pinggiran bak pemandian, membiarkan betis dan telapak kakinya berada diudara terbuka, sementara badannya terendam dalam air yang hangat.

Dewi Yuna terlihat sangat senang dan gembira dengan cara mandi seperti ini. Setelah melakukan perjalanan hampir enam bulan lebih lamanya, berendam di-air panas dapat memberikan sensasi kenikmatan tersediri. Cara mandi demikian telah membuat ia melupakan segala kepenatan dan keletihan selama dalam perjalanannya yang panjang. Sekujur tubuhnya semua terendam dalam air hangat, hanya bagian kepala dan wajahnya juga kedua kakinya serta sepasang mata beningnya yang setengah terpejam itu saja yang berada diatas permukaan air, dengan kedua matanya mulai menatap kearah kakinya yang indah.

Sepasang kaki itu pernah mendaki gunung yang paling tinggi, pernah melintasi sungai yang panjang, pernah menuruni jurang yang curam, pernah pula melakukan perjalanan tujuh hari tujuh malam berturut-turut didaerah badai salju yang dingin, dan juga pernah melakukan perjalanan digurun pasir yang panas. Sepasang kaki itu pernah menendang sampai mati tiga puluh tujuh ekor srigala, pernah menendang remuk kepala seekor macan kumbang dan menendang perut seekor singa padang pasir hingga terlempar sejauh tiga tombak, serta pernah menginjak sampai mati beberapa ekor ular dan kalajengking yang berbisa, dan tidak jarang pula menendang banyak pemuda berandal. Tetapi sampai saat ini. sepasang kaki itu masih tetap demikian jenjang dan indah, demikian halus putih dan bersih, tanpa bekas luka gores sedikitpun, tanpa cacat dan noda sekalipun. Seumpama seorang gadis pingitan yang belum pernah melangkah keluar dari dalam kamarnya sekalipun, belum tentu memiliki kaki yang demikian indah dan sempurna. seperti kaki miliknya,

Lalu Dewi Yuna menjulurkan tangannya keatas, membasuh dengan air hangat kakinya dan kemudian juga membasuh jari-jari tangannya secara bergantian, sepasang tangan itu, tampak demikian putih halus dan lembut gemulai seperti tak bertulang, tapi dengan tangan ini entah sudah berapa banyak pemuda hidung belang dan mahluk jahat yang dihajar dan ditinjunya. dengan tangannya yang halus dan lembut itu

Disamping itu Ia memang suka sekali dengan berbagai jenis petualangan dan berbagai aktitas yang mengandung bahaya. Ia gemar menunggang kuda yang dapat berlari paling cepat, mendaki gunung yang paling tinggi, menuruni jurang yang paling dalam juga membunuh penjahat yang paling kejam, banyak yang berkata, bahwa wanita yang menjalani kehidupan yang berat dan keras, akan membuat pudar kecantikan, serta terlihat cepat menjadi tua, akan tetapi perkataan banyak orang itu tidak berlaku baginya. Matanya masih tetap bening dan indah, kulitnya masih putih bersih dan mulus, pinggangnya masih langsing dan ramping, bahkan buah dadanya masih tetap membusung tinggi dan padat, Perutnya pun masih tetap rata, sepasang kaki dan pahanya padat berisi dan indah .

Pendek kata, sekujur tubuhnya dari atas sampai kebawah, semua menunjukkan tubuh wanita yang indah, cantik dan sempurna, wajahnya lembut berseri, senyumnya mampu mengetarkan hati setiap pria, kalau tertawa tampak lesung pipitnya yang manis menggemaskan. Siapapun mungkin tak akan percaya kalau ia adalah seorang wanita muda yang sudah banyak melakukan pertempuran, pembunuhan. dan menjalani banyak petualangan berbahaya.

Tapi bagaimanapun ia sekarang telah menjadi seorang istri, milik dari seseorang, milik seorang suami yang bahkan mungkin suaminya belum pernah melakukan pembunuhan, seorang Pria tampan dan berkepribadian halus yang berasal dari kalangan manusia. Walau ia belum mengenal suaminya dengan baik, tapi ia dapat merasakan kalau suaminya itu bukanlah pria jahat, ada aura kedamaian dan kesejukan saat berada didekatnya. Pantaskah wanita sepertiku, yang tangan dan kakiku pernah berlumur darah....menjadi istri baginya, sekalipun orang yang kubunuh adalah memang orang yang pantas dibunuh. Dapatkah aku menjadi istri yang baik….?

Renung Dewi Yuna.... dengan hati yang gundah, Mengapa tadi aku menyuruhnya pergi, mengapa aku tidak mengajaknya kekamar bersamaku. Bukankah ia telah menjadi suamiku. Bukankah kewajiban seorang istri berbakti kepada suaminya, akankah ia membenciku…?

Bagaimana kalau bunda tahu.... Jaka Indi suamiku tidak berada bersamaku... Aiihh....! kenapa aku jadi bersikap aneh begini.....? "

Dewi Yuna lantas menepuk kening dengan telapak tangan kanannya, lalu bangkit dari bak pemandian air hangat dan segera membasuh tubuhnya dengan handuk putih.

Aku harus segera meminta maaf dan menjemputnya. Setelah berpakaian semacam pakaian daster warna merah jambu, dan dengan menggunakan mantel panjang warna hitam di bagian luarnya, Dewi Yuna bergegas menggunakan kuda unicorn menuju ke-kediaman Jaka Indi di pavilliun kaputren

Tak lama sampailah Dewi Yuna didepan gerbang Pavilliun Kaputren, dan dengan petunjuk Prajurit Dewi Yuna dengan mudah menemukan tempat kediaman Jaka indi.

Saat Dewi Yuna mendekati pintu kamar Jaka Indi, seorang pengawal yang menjaga disekitar kediaman kaputren memberitahu, Kalau Raden Jaka Indi sedang berpergian menggunakan Kereta kencana, bersama dua pengawalnya.

" Ouh.... ! tahukah kemana perginya….? " Tanya Dewi Yuna

" maaf .... saya tidak tahu tuan Putri, tidak ada prajurit yang tahu kemana perginya tuan Raden,..." kata pengawal tersebut lebih lanjut

" Tidak apa-apa...  biar aku menunggu didalam saja, ' ujar Dewi Yuna,

Tatkala memasuki kamar Jaka indi, terlihat meja masih terisi buah-buahan yang masih utuh, hanya ada sisa mangkuk bubur sarang burung walet yang telah habis termakan, pada sisi bagian belakang dekat kamar mandi ada dapur kecil. ... tapi tidak ada cukup bahan-bahan makanan dan rempah-rempah yang tersedia yang bisa diolah, menjadi masakan, maka pergilah Dewi Yuna ke bangunan Induk di Kaputren, dan meminta bantuan pada dayang di dapur utama agar menyediakan bahan-bahan makanan yang diperlukan, setelah mendapatkan bahan-bahan makanan yang diperlukan Dewi Yuna kembali ke kamar Jaka Indi, dan mengolah serta memasak bahan makanan sarang burung walet yang disukai Jaka Indi...

Sekejab saja dua mangkuk sarang burung walet telah tersaji dimeja makan, beserta beberapa buah segar yang telah teriris dengan potongan kecil-kecil, serta dua buah air kelapa muda yang juga sudah siap diminum.

Waktu demi waktu berlalu .... tapi suaminya Jaka Indi belum juga kembali, untuk menghilangkan kejenuhan. Dewi Yuna membuka mantelnya lalu meletakannya pada sandaran kursi, kemudian dilanjutkan dengan membaringkan tubuhnya di satu-satunya dipan pembaringan yang ada...

zzZZzz....ZZzzz.... zzZZZz...


Dinginnya udara malam dan tiupan angin malam yang kencang, terasa bagaikan menggigit kulit dan menusuk tulang, jalan panjang yang pekat membentang sejauh ratusan mil, Dalam gelapnya udara malam yang dingin. Sebuah kereta melaju dari arah utara. Roda-rodanya menggilas permukaan tanah memasuki kawasan hutan alas purwa yang masih perawan.

Kereta kuda yang ditarik sepasang kuda unicorn membawa Jaka indi mulai melesat cepat diatas permukaan tanah, kemudian melayang diudara melalui atas Hutan Alas Purwa.

Jaka Indi menguap, seraya menjulurkan kakinya. Di dalam kereta terasa cukup nyaman, tapi perjalanan ini entah mengapa, rasanya sungguh terlalu sepi. Jaka Indi merasa bahwa kesepian adalah hal yang paling menyebalkan dalam hidupnya, namun saat ini justru kesepianlah yang menemaninya.

Adanya aksi pertunjukan setiap tengah bulan Purnama di danau Asmoro, merupakan daya tarik yang kuat bagi Jaka Indi untuk mengusir rasa sepinya. Jaka indi kembali melanjutkan pertanyaannya....

“ Hai ....Pengawal..... Berapa lamakah acara diseputar Danau Asmoro berlangsung…? “

“ Kalau selama bulan purnama, seperti ini, berlangsungnya setiap tengah bulan, mulai tanggal 13,14 dan 15..... Setiap malam mulai matahari tenggelam, sampai sekitar Jam 12 malam, malam bulan Purnama seperti ini adalah malam yang paling ramai dan paling meriah dengan berbagai aneka atraksi pertunjukan,”

" tapi kalau setiap malam selasa kliwon, banyak didatangi para peri terkait dengan ritual tertentu, berendam di air atau mandi di danau Asmoro pada malam selasa kliwon dipercaya bisa membersihkan para peri dari pengaruh buruk dan energi negatif. Berkumpulnya para peri Pria dan wanita di danau asmoro ini, juga menjadi ajang mencari Jodoh, dan tidak sedikit yang mendapat pasangan " jelas pengawal wanita tersebut dengan tersenyum....

Dalam pertengahan perjalanan di hutan alas purwa, Jaka Indi tiba-tiba mendengar suara nada irama seruling yang mendayu hanya saja iramanya seolah menyedot sukma, membuat mereka yang mendengarkan ingin menuju tempat beradanya suara tersebut.

“ Pangawal kita turun dahulu.... Aku ingin mengetahui siapakah yang tengah malam meniup seruling di hutan ini.”

Kemudian pengawal menurunkan dan menghentikan kereta diarea tengah hutan yang cukup lapang, lalu Jaka Indi turun dari kereta tersebut.

Pengawal pergilah terlebih dahulu ke danau asmoro, nanti pada waktunya aku akan menyusul.... ucap jaka Indi.

" Ahh.... tidak bisa Raden… Tugas utama kami adalah mengawal Raden... Kami tidak bisa meninggalkan Raden sendiri ditengah hutan ini. “ kata salah satu Prajurit Pengawal yang berpostur gagah dan tegap

“ kalau begitu tunggulah kalian disini..... Jangan tinggalkan tempat ini sebelum kedatanganku kembali... “ Kemudian Jaka Indi mengeluarkan Keris Kyai Sengekelat yang bersinar kebiru-biruan, Lalu dengan ujung keris menggores ketanah, dibuatlah garis lingkaran yang besar mengelilingi kereta kencana, seraya Jaka Indi membaca surah al-falaq..

Setelah itu Jaka indi berkata kepada kedua pengawal “ Aku telah membuat prisai ghaib untuk melindungi kalian, Ingat apapun yang terjadi, jangan sampai kalian keluar dari Lingkaran ini.

" Baik raden.... kami akan menunggu disini sampai Raden kembali "

Kemudian melesatlah Jaka Indi menuju sumber suara seruling berasal, tiba-tiba terdengar bunyi suara seruling yang berubah iramanya dari nada mendayu menjadi nadanya melengking tinggi. Di atas permukaan tanah Alas Purwa sekonyong-konyong muncul bayangan hitam yang merayap-rayap dalam jumlah yang sukar dihitung, ada yang besar, ada yang kecil, ada yang panjang, ada yang pendek, dan ada banyak suara mendesis yang menggidikkan hati, yang membuat bulu kuduk berdiri, dalam kegelapan malam sukar diketahui benda apa yang merayap dan bergerak tersebut, hanya terendus bau amis kuat yang menusuk hidung.

Jaka Indi masih berlari kedepan menuju Suara seruling, sontak tampak sekelebat bayangan seseorang yang melayang cepat menuju salah satu pohon yang tinggi. Jaka Indi juga melesat kesalah satu pohon untuk menegetahui apa yang bergerak-gerak dipermukaan tanah dan apa yang sesungguhnya terjadi, pada saat Jaka Indi berada diatas salah satu dahan pohon jaka Indi melihat ada seekor ular berbisa, dan kadal berbisa,yang merayap turun dari atas pohon menuju kebawah. Saat ular berbisa itu merayap didekatnya dengan menggunakan Keris Kyai sengkelat Jaka Indi menggores tubuh ular yang melintas didekatnya, yang membuat ular tersebut mati seketika dan jatuh kebawah. Diwaktu Jaka Indi melihat kepermukaan tanah tampak beribu-ribu hewan melata berbisa, sedang berbondong merayap bersama menuju kearah yang sama, ada ular berbisa, kelabang, kalajengking, laba-laba hitam dan berbagai macam hewan berbisa lainnya yang bergerak menuju sumber suara seruling itu ditiup.

Dalam kegelapan malam, sekonyong-konyong terdengar suara jeritan seorang wanita memecah keheningan malam, yang suara jeritannya penuh rasa ngeri dan ketakutan. Jaka Indi segera melompat dari atas pohon tempat persembunyiannya dan berlari menuju sumber suara, kedapatan seorang wanita yang sedang dalam keadaan gemetar ketakutan karena melihat beberapa binatang melata berbisa yang menuju dirinya, seketika Jaka indi menyambar tubuhnya dan membopongnya ketempat yang masih kosong dari mahluk melata berbisa tersebut, lalu dengan ujung Keris Kyai Sengkelat dan dengan membaca surah al-falaq Jaka indi membuat garis lingkaran yang cukup untuk mereka berdua.

Tampak ribuan mahluk melata yang berbau amis, menuju sumber suara seruling berlalu melewati tempat dimana Jaka indi dan wanita itu berdiri, bayangan kecil yang merayap-rayap di permukaan tanah alas purwa itu sudah mengepung rapat Jaka indi dan, ada beberapa ekor di antaranya sudah berada di dekat kaki mereka, tapi tak satupun dari binatang merayap tersebut yang dapat memasuki lingkaran yang Jaka Indi buat, wanita yang diselamatkan Jaka indi terlihat ketakutan dan terus mendekap tangan Jaka Indi dengan erat, tubuhnya tampak bergetar keras.

Terdengar suara  " sreet…. Sreet…. sreett " yang ramai, dalam sekejap saja seekor babi hutan yang tak sempat menyelamakan diri sudah berubah menjadi seonggok tulang, termakan habis kawanan ular dan hewan melata yang berbisa itu, ada rasa jijik dan mual saat Jaka Indi melihat banyaknya binatang melata yang berbisa sehingga hampir saja tumpah isi perutnya.

Saat ia Perhatikan wanita yang diselamatkannya, ternyata ia adalah salah satu wanita utusan dari kerajaan Malayapada. Sedang wanita utusan Malayapada langsung dapat mengenali Jaka Indi penolongnya. Sebelum ini tidak pernah ada pria yang melihat tubuhnya dalam keadaan setengah telanjang, tentu saja ia sangat mengingat pria yang telah ikut memeriksa dirinya dalam keadaan berpakaian yang minim, sementara Kedua tangan wanita itu masih menggenggam erat lengan Jaka indi

“ Nona siapakah nama Nona, mengapa tengah malam nona ada sendirian ditengah hutan Alas Purwa ini…”

“ Aku Kaniya, Raden, aku tersesat di hutan ini raden, “ jelas Kaniya dengan gugup...

Jaka Indi tahu kalau ada hal yang disembunyikan Kaniya, tapi Jaka Indi tidak terlalu mempersoalkannya.

“ Nona Kaniya... tinggallah dalam lingkaran, jangan sekali-kali keluar dari lingkaran ini, sampai aku kembali…”

“ Raden mau kemana... Jangan tinggalkan aku Raden... “ Kali ini kedua tangan Kaniya menarik tangan jaka Indi merapat ketubuhnya.

" Nona Kaniya tenanglah.... nona akan aman selama dalam lingkaran ini, Aku harus segera ketempat sumber suara seruling tersebut, mungkin masih ada yang perlu diselamatkan "

“ Baiklah raden... tapi tolong segeralah kembali..”

Jaka indi segera berlari kedepan, dan tiba-tiba Jaka Indi teringat akan mustika Citra Ghaib yang dimilikinya, diambilnya Tasbih Mustika tersebut dari tas pinggang yang dibawanya, kemudian dikenakan dilehernya. Sambil terus berlari maju kedepan, menuju sumber suara seruling itu.

Di jalan tanah hutan Alas Purwa yang basah dan lembab, Jaka Indi menggunakan gaya berlari dengan cara melompat ketempat-tempat yang tinggi, dengan berpijak pada batu atau dahan pohon, setelah beberapa kali lompatan, dalam jarak kurang dari 10 tombak tampak seorang gadis muda berwajah pucat berpakaian semacam kimono warna ungu dengan motif kembang-kembang, duduk bersila sambil memainkan suling yang terbuat dari gading,

Jaka Indi kemudian mengambil posisi kesisi sebelah kanan gadis tersebut dalam jarak yang tidak terlalu dekat. Lantas dengan keris kyai sengkelat seraya membaca surah al-falaq, Jaka Indi membuat lingkaran kecil mengelilingi dirinya, lalu duduk bersila menghadap kearah gadis yang meniup seruling itu, gadis berseruling itu terlihat dalam keadaan lesu dan lemah keadaannya, seperti sedang sakit parah, walau tubuhnya sedikit kurus, dan wajahnya pucat, tapi tidak mengurangi kecantikan wajahnya, matanya tampak sayu, dan bibirnya sedikit gemetar saat meniup seruling gading ditangannya, dihadapan gadis itu terdapat cangkir kristal yang kosong.

Terlihat berbagai mahluk berbisa seperti berbaris rapi mengelilingi gadis itu dalam jarak satu meter, dengan tangan telanjang diambilnya beberapa hewan berbisa yang ada di hadapannya, dua Kelabang warna ungu terang, dua katak kecil warna merah menyala, satu ular yang kepalanya segitiga warna hijau posfor yang ukurannya sepanjang satu meter, tiga Kalajengking dengan ekor kemerahan, semua satu persatu diambil racunnya dengan cara ditekankan kepalanya atau ekornya kebibir cangkir untuk mengeluarkan racunnya, setelah cangkir hampir penuh terisi oleh racun, mulailah gadis itu meminumnya, secara perlahan wajah gadis itu berubah menjadi cerah, tubuhnya mulai terlihat segar dan bergairah, sorot matanya tampak mencorong tajam, gadis itu kembali mengambil suling gadingnya dan meniupnya dengan nada tertentu, semua binatang berbisa secara bertahap segera membubarkan diri menuju setiap sudut dan pelosok Hutan Alas Purwa ,hingga keadaan sekitar gadis itu tampak lapang dan bersih seperti semula.

Selanjutnya.... gadis itu berkata, “ keluarlah dari persembunyianmu, aku tahu kau telah bersembunyi disana sejak awal…”

" Jaka indi merasa tercengang, apakah ia tahu persembunyianku, bukankah aku saat ini pakai mustika citra ghaib dan bukankah aku sedang tidak bisa terlihat .... ? "

" Kalau kau tak juga keluar, aku tidak akan mengampunimu, " ucap gadis itu.

Kemudian ia mulai meletakkan suling dibibir merahnya, dan meniup sulingnya dengan irama panjang mendayu-dayu, membuat yang mendengar seolah berada disuatu alam impian dan fantasi ingin berbuat sebebasnya dan membangkitkan birahi yang sulit dikendalikan.

Tapi sekalipun demikian Jaka Indi masih dapat berfikir Jernih, karena ia telah memasang Prisai Ghaib,

Sekonyong-konyong melayang turun sosok manusia berbadan kekar yang wajah serta badannya ditumbuhi banyak bulu lebat menyerupai kera, wajahnya tampak menyeringai buas, matanya merah membara, penuh diliputi hawa nafsu birahi, nafasnya memburu deras, sebuah gada ditangannya dilemparnya kesamping begitu saja, baju yang dikenakannya satu persatu dibuka dan disobeknya seperti sedang merasa kepanasan .

“ Bukankah itu salah satu pengawal Pangeran Abhinaya…? “ bathin Jaka Indi merasa heran.

Pengawal Pangeran Abhinaya seketika melompat menerkam tubuh gadis tersebut dan melucuti pakaian gadis itu dengan kasar dan penuh nafsu, si gadis hanya tersenyum dan pasrah diperlakukan apa saja.

Jaka Indi menundukkan pandangannya, sebab ia tahu pada saat demikian tidak melihat akan jauh lebih baik daripada melihat.

Saat jaka indi memutar badannya dan bersiap akan meninggalkan tempat tersebut, tiba-tiba terdengar suara jeritan ngeri yang singkat dan menusuk telinga, membuat Jaka Indi berpaling melihat kearah semula.

Tampak tubuh pengawal Pangeran Abhinaya, yang sedang menindih tubuh Gadis yang sudah dalam keadaan tidak berbusana, perlahan mulai mengkerut dan menyusut serta mengering, menyisakan kulit membungkus tulang, gadis yang tertindih itu mengibas dengan salah satu lengannya, " Sungguh lelaki tak berguna, jengeknya…" hingga mayat kering itu terlempar ke semak hutan yang tak jauh dari sisinya.

Jaka Indi merasa tubuh sendiri mulai lemas dan hampir-hampir tidak sanggup berdiri lagi.

".... mungkinkah gadis itu adalah dia ... ? "  Renung Jaka Indi .

Jaka Indi melompat menjauh dan berlari secepatnya kearah semula ia datang, Sesampainya ditempat Kaniya, tertampak Kaniya sudah tak sadarkan diri, lalu dilepasnya mustika citra ghaib yang dikalungkan dilehernya dan dimasukkannya dalam tas pinggangnya. Kemudian Jaka Indi cepat membopong Kaniya dan berlari menuju lokasi kereta kudanya berada

Kedua Pengawal Jaka Indi ditemukan dalam keadaan duduk mendeprok ditanah, pengawal wanita yang bertubuh tegap, malah terlihat sebahagian celananya basah, sedang pengawal wanita yang satunya tampak menggigil gemetar.

" hai ... ada apa dengan kalian....! Cepat kita menuju ke Pavilliun kaputren, ada yang perlu bantuan pertolongan segera…." ujar Jaka indi dalam keadaan masih membopong Kaniya dan langsung masuk kedalam kereta.

Dengan gugup dan kaki masih gemetar kedua pengawal naik kedepan kereta dan memacu kereta kearah pavilliun Kaputren.

"  Tuan Raden ...maafkan kami...." ucap salah satu Prajurit Pengawal wanita yang bertubuh tegap, tadi kami melihat banyak sekali ular dan mahluk melata berbisa yang lewat didekat kami, lewat diluar lingkaran yang raden buat, bukan hanya satu atau dua tapi ribuan hewan melata yang berbisa .

" Raden... sungguh saya tidak merasa takut dengan pertempuran seberat apapun ..."

" Tapi kalau ular, kecoak, kelabang dan kalajengking..... apalagi jumlahnya ribuan... iiichhh....! sungguh sangat menjijikan dan menakutkan, sampai-sampai saya pipis dicelana sangking ngerinya “

" Aaiiih.... sudahlah...lupakanlah.... " Seru Jaka Indi dengan suara tampak prihatin.

Di dalam kereta kencana, Jaka Indi membaringkan kepala Kaniya di pangkuannya, dan mencoba menyadarkan dengan menepuk pipinya perlahan, “ Nona…. nona... bangunlah...”

Selang berapa lama, mendadak kereta kuda berhenti. Hampir pada saat yang sama Kaniya juga mendusin dari sadarnya, Jaka Indi menyingkap tirai kereta, Didengarnya Prajurit Pengawal lagi berseru, " Tuan Raden kita sudah sampai....”

Jaka Indi lantas membantu Kaniya turun dari kereta. Kejut dan girang Kaniya tak terkatakan, mendapatkan dirinya telah sampai dengan selamat di pavilliun kaputren, tapi sebelum dia sempat mengucapkan terima kasih, tahu-tahu Jaka Indi sudah melangkah pergi dengan cepat masuk kedalam kereta,

" langsung jalan ketempat peristirahatan Paviliun Kaputran, dan setelah itu kalian istirahatlah, seterusnya tidak perlu lagi mengawalku, aku nanti yang akan menjelaskan pada Panglima Dewi Salasika . “ Jelas Jaka Indi.

Waktu pada jam pasir yang ada pada kabin kereta telah menunjukan jam 01.12 dini hari dan pada jam 01.25 Jaka Indi telah sampai dikamarnya. Sungguh terkejut Jaka indi saat masuk kedalam kamar mendapati Dewi Yuna yang Lelap tertidur dipembaringannya. Jaka Indi terdiam beberapa saat memperhatikan Dewi Yuna yang sedang tertidur. Pada waktu tidur Dewi Yuna tampak terlebih cantik daripada waktu sadar, wajahnya terlihat polos dan lembut, bulu matanya yang panjang menutupi pelupuk matanya, dadanya yang bernas tampak bergerak naik turun dibalik daster merah jambunya yang tipis, mukanya bersemu merah bagai bunga yang sedang mekar. Jaka indi memandangnya dengan terkesima.

Jaka Indi terpana dan termanggu beberapa saat, lalu menghela nafasnya dan mengalihkan pandangannya dari Dewi Yuna. Terlihat dua mangkuk bubur sarang burung walet tersaji dimeja...
" ... aaiihh.... sungguh gadis yang baik..... "

Langsung disantapnya dua mangkuk bubur sarang burung walet yang mulai dingin dan dihabiskannya air kelapa muda yang ada. Maklumlah, Jaka Indi benar-benar kehabisan tenaga, letih dan merasa sangat lapar

Jaka Indi mulai bersandar dikursi dengan perasaan lega, sepasang kakinya dijulurkan lurus kedepan untuk menghilangkan rasa penatnya....

Kemudian Jaka indi bangun berdiri menatap Dewi Yuna yang masih lelap tertidur, diambilnya sebuah selimut dari lemari pakaiannya yang kemudian dibentangkan untuk menyelimuti tubuh Dewi Yuna..

Mendadak Dewi Yuna bersuara lirih dan mendusin terjaga, melihat Jaka Indi sedang berdiri menatapnya. Dewi Yuna langsung menubruk ke dalam pelukan Jaka indi. Angin mendesir di luar jendela, pelita di atas meja bergoyang mengikuti hembusan angin.  Tubuh Dewi Yuna terasa sedemikian lunak dan halus, begitu hangat dan terasa gemetar, kemudian terdengar keluhan perlahan. Jantung Jaka Indi terasa berdetak dengan keras, selama hidupnya belum pernah merasakan kehangatan demikian.....

Butiran keringat mulai tampak menghiasi kening Jaka Indi, saking terbawa gairahnya ia pun merasa gemetar. Inilah untuk pertama kalinya, nafsu birahi yang terpendam segera akan meledak dalam sekejap . Entah sejak kapan mereka sudah berbaring di tempat tidur.

Lazimnya Jaka indi adalah seorang yang paling dapat mengendalikan diri dan perasaannya, tapi saat ini yang ada dipelukannya adalah wanita paling cantik dan paling mempesona. yang juga istrinya, sekarang ia merasa tidak tahan lagi.


Dalam keadaan demikian, memangnya pemuda mana yang bisa tahan…? Jaka indi mulai membuka pakaian Dewi Yuna, tampak tubuh putih bersih dan mulus Dewi Yuna, dadanya yang padat berisi serta lekukan tubuhnya yang sempurna, terpampang jelas dihadapan Jaka Indi, saat dada beradu dada, Jaka Indi dapat merasakan detak Jantung Dewi Yuna yang semakin keras, seketika Jaka indi seperti telah berubah menjadi tak terkendali dibawah pengaruh nafsunya.

Tapi pada saat terakhir itulah mendadak Jaka Indi seperti teringat sesuatu yang membuatnya kaget dan seketika menyentak tubuh Dewi Yuna. Keruan Dewi Yuna dibuatnya terheran dan melenggong, lalu didengarnya Jaka Indi bergumam dengan suara gemetar, " Ti ...ti.. tidak,... tidak boleh ... untuk saat ini.... tidak boleh berbuat begini, .... ini belum waktunya...."

" Raden ...ada apakah.... ? apa Raden baik-baik saja.

Nafsu birahi yang menguasai Jaka Indi perlahan mulai mereda dan dapat dikendalikannya, “ Iya aku baik saja.... aku tidak apa-apa.... sambil mengambil selimut dan menutupi tubuh polos Dewi Yuna…”

“ Tidurlah.... bisiknya lembut pada Dewi Yuna ..... bukankah engkau belum lama kembali dari perjalananmu yang panjang, dan besok masih harus berkeliling menemaniku melihat keadaan negeri ini. “ Seraya Jaka indi mengubah posisi badannya menjadi rebah terlentang menghadap langit-langit dan mulai memejamkan matanya....

Dewi Yuna masih melenggong dan termangu atas sikap Jaka Indi, melihat suaminya yang awalnya tampak diliputi gairah, tiba-tiba berbaring memejamkan mata, dan mulai tertidur, dalam hatinya, sungguh aku tidak memahami sifat manusia ......

Dipan tempat tidur tersebut sebenarnya cukup lapang bila dipakai tidur sendirian, tapi terasa sempit bila dua orang tidur bersama, Dewi Yuna tidur saling bersentuhan lengan dengan Jaka Indi, ia merasakan tubuh suaminya yang menggigil kedinginan, dipeluknya suaminya dan direbahkannya kepalanya diatas dada Jaka indi, perlahan Dewi Yuna mulai lelap tertidur.

Jaka Indi sesungguhnya hanya berpura tidur, bukan sungguh telah tertidur, ia dapat merasakan tubuh halus licin dan dada lembut dewi yuna yang bersandar diatas tubuhnya, bahkan alunan nafas istrinya juga dapat dirasakan Jaka indi.

Saat ini Jaka Indi sedang dalam keadaan gundah dan masgul.  Seorang lelaki sehat dan normal, jika dipeluk istri secantik ini, tapi pada waktu dia menginginkannya, justru apa boleh buat, harus sebisa mungkin menahan diri, tentu saja hatinya kesal tak keruan.

Terbayang oleh Jaka indi, bagaimana tubuh pengawal pangeran Abhinaya yang mengkerut dan menyusut, setelah " berhubungan badan " dengan gadis peniup seruling, mengingat hal itu hatinya bergidik dan seketika menjadi kecut. Aku harus bersabar.... fikir jaka Indi

Sambil merenungkan keadaan yang dialaminya, rambut halus dewi yuna dibelai lembut oleh sebelah tangan Jaka Indi, andai tak teringat banyak hal yang masih harus dilakukan, rasanya Jaka indi tidak mau ambil pusing atas kemungkinan resiko kematian yang diterimanya, memeluk dan membelai rambut istrinya, membuat hati jaka Indi perlahan mulai merasa tentram, perlahan rasa kantuk mulai mengusainya, hingga membawanya tertidur lelap....

Siapakah Jaka indi ...

Jaka Indi adalah seorang anak Indigo yang merupakan keturunan Jaka Tarub dan Dewi Nawang Wulan

Bersambung ...

No comments:

Post a Comment

Bill Gates Jelaskan Mengapa Anaknya Tidak Bisa Menikah Dengan Orang Miskin

Sambil nunggu update terbaru yang masih tertutup formasi ilusi  --------- "Beberapa tahun yang lalu saya menghadiri konferensi di Ameri...