Photo

Photo

Thursday 16 May 2019

Jaka Indi Dan Dunia Astral, Bagian 7


Danau Asmoro

Sekepergian mas Indrajit, Jaka Indi melihat di meja tempat dimana duduk sosok pria jubah ungu yang tampilannya seperti pangeran corwin, telah bertambah dengan seseorang jubah merah yang tampilannya juga sama seperti pria jubah ungu, hanya saja pria jubah merah itu memiliki postur tubuh lebih tinggi dan wajah lebih muda dari pria jubah ungu, mereka tengah berbicara serius. Dengan sedikit memusatkan perhatiannya, Jaka Indi dapat mendengar percakapan mereka seputar pangeran corwin,

Pada meja lainnya yang ditempati pria baju putih dari kalangan peri, dihadapannya telah terdapat seorang prajurit wanita berbadan tegap, saat Jaka Indi mencuri dengar pembicaraannya ternyata mereka sepasang kekasih.

Tatkala Jaka Indi menatap prajurit wanita berbadan tegap itu, secara bersamaan prajurit wanita itu sedang mengalihkan pandangannya ke Jaka indi secara terkejut wanita itu lantas berdiri dan menghampiri Jaka Indi,

" Tuan Raden... apa kabar….? sapanya dengan ramah, sambil membukukkan badannya memberi hormat.

" Oh... ternyata kamu toh.... “

Ternyata wanita tersebut adalah pengawal berbadan tegap yang pernah menghantar Jaka indi, yang saat melihat banyak binatang melata sampai pipis dicelana. Jaka Indi tersenyum lebar sambil memberi isyarat agar wanita itu bangun dari sikap menundukkan badannya.

" Wah... pacarmu ganteng.... hebat kamu memilih pasangan “ kata Jaka Indi sambil mengacungkan Jempolnya.

Pengawal wanita itu terlihat memerah wajahnya sampai jengah tersipu, lalu meminta ijin kembali kemejanya, sebaliknya sang Peri pria pacar si gadis, yang melirik ke Jaka Indi terlihat salah tingkah saat mengetahui kekasihnya begitu hormat pada Jaka Indi.

Selanjutnya dimeja pria tampan berkulit coklat gelap dengan tanduk domba dikepalanya, telah bertambah dengan dua orang temannya, yang juga seperti dirinya, mereka semua tidak mengenakan baju, hingga terihat badannya dipenuhi bulu yang lebat, tampak dimeja mereka ada beberapa gelas besar tuak ( sejenis minuman hasil fermentasi dari nira atau beras ) dan beberapa panganan dari umbi-umbian seperti ubi, singkong, tales.

Berikutnya dimeja peri wanita cantik bermata sipit, masih terlihat duduk sendiri, hanya sikapnya terlihat gelisah, mungkin karena orang yang dinantinya belum kunjung tiba. Kemudian Jaka indi memanggil pelayan kedai untuk memesan penganan jenis umbi-umbian sebagaimana yang dipesan pria bertanduk domba, lalu diberikannya pelayan itu sekeping uang emas,

" apa ini cukup untuk membayar .... ? "

" ini lebih dari cukup tuan, bahkan cukup untuk membayar makanan yang dipesan semua tamu disini.... "

“ Kalau begitu gunakan ini untuk membayar makanan yang dipesan semua tamu, tapi jangan katakan aku yang membayari, dan ini untuk kamu, “ kata Jaka indi menambahkan sekeping uang perak.

Pelayan menjadi sangat gembira dan dalam sekejap pesanan Jaka indi telah dihantar kemeja.

Sekonyong-konyong seorang remaja putri dengan membawa panah dan busur, menarik salah satu kursi di meja Jaka indi dan berkata " Paman Jaka Indi tempat ini kosongkan..... ? saya duduk sini saja ya ...." ujarnya sambil langsung duduk serta meletakkan anak panah dan busurnya diatas meja, tanpa menunggu persetujuan Jaka Indi.  Gadis remaja itu lalu menatap Jaka Indi dengan tertawa renyah.

Jaka Indi menatap lekat-lekat anak perempuan itu, anak perempuan dari jenis peri, usianya sekitar 14-15 tahun, wajahnya imut dan cantik, ada kesan kekanak-kanakan pada wajahnya, rambutnya sedikit kecoklatan lurus sepundak, tapi postur tubuhnya justru sudah mulai masak dan tingginya juga sudah hampir menyamai tinggi gadis dewasa umumnya.

" Maaf .... apa kita sebelum ini pernah saling kenal…? " ucap Jaka Indi.

Karena Jaka Indi sungguh tidak merasa ingat pernah menjumpai anak perempuan cantik ini.

" Paman Jaka Indi memang tidak kenal saya, tapi saya tahu dan kenal Paman, saya pernah lihat paman di Pavilliun Kaputren. "

" Apa adik ini salah satu wanita yang diperiksa atas penyelidikan kasus pembunuhan yang terjadi disekitar Pavilliun kaputren pada waktu itu…? "

" Bukanlah....! “  jawabnya tandas yang diperiksa hanya wanita dewasa,

" anak-anak dan remaja tidak ikut diperiksa. " ujar gadis itu sambil tangannya mencomot salah satu penganan umbi-umbian dipiring Jaka indi dan mengambil salah satu minuman sari-buah madu yang tadinya diperuntukkan Mas Indrajit tapi tak sempat diminumnya.

" minumannya buatku ya paman... ! "

Tidaklah banyak lelaki di dunia ini yang mampu menyatakan " tidak " di depan anak perempuan yang cantik, apalagi kalau anak perempuan itu seseorang yang menyenangkan dan gadis remaja dihadapan Jaka Indi adalah gadis yang cantik dan menyenangkan.

" ambilah apa yang kau suka, kau juga boleh memesan apa yang kau mau... "

Gadis itu tanpa sungkan memanggil pelayan dan memesan beberapa makanan kesukaannya, lantas berkata lirih pada pelayan, " nanti yang bayar pamanku ini, sambil jarinya menunjuk ke Jaka Indi. ... " dengan mimik wajah menggoda.


Jaka indi hanya tersenyum ringan, sambil kembali memberikan sekeping uang perak pada pelayan.

Seketika gadis itu tampak terkesima melihat Jaka Indi tersenyum, cara Jaka indi tersenyum yang dimulai dengan bibirnya, kemudian matanya lalu memancar keseluruh bagian wajahnya, terlihat sangat menarik bagi anak perempuan itu

Semerbak harumnya minyak wangi. dapat menyenangkan orang-orang sekitar, begitupula senyum yang ceria, tidak hanya membuat diri sendiri menjadi lebih baik, namun juga membuat orang lain bergembira.

Spontan gadis itu mengulurkan tangannya " Anggraini, ... Dewi Anggraini...” katanya, yang disambut oleh Jaka Indi dengan menggengam tangannya,

" apa kamu gadis yang terkenal dengan kepandaian memanah itu….? “ tanya Jaka Indi lebih lanjut.

Percakapan terhenti sejenak, saat pelayan kedai menghantar pesanan si nona.

" Yup... betul sekali.... " sambil bicara mulutnya mulai menyantap mi rebus yang masih dalam keadaan mengepul panas.

" kamu tidak ikut pertunjukan ? "

" Kemarin sudah.... dan aku selalu jadi juara petama dalam hal memanah, " jelasnya yang dilanjutkan mengangkat mangkok mie rebus kemulutnya dan meminum habis sisa kuah mie itu.

Beberapa pemuda didalam kedai tampak memperhatikan Dewi Anggraini, ada yang menatap langsung dengan pandangan kagum, ada pula yang melihat dengan mencuri-curi pandang. Dewi Anggraini kemudian meletakkan mangkuk mie rebus yang telah habis, dan menarik piring berisi buah-buahan yang telah ter-iris rapih, serta menyantapnya dengan cepat, lalu ia melanjutkan ucapannya.

“ Sejak anak-anak aku sudah mempelajari dan mencari tahu mahluk yang namanya manusia, aku sangat menyukai manusia dan terpikat olehnya… ? “

" Dan saat anak-anak aku sudah bercita-cita, kelak bila aku dewasa aku akan menikahi manusia, katanya dengan penuh keyakinan "

Jaka indi jadi terbayang saat masih sekolah, beberapa temannya ada yang bercita-cita ingin menikahi alien, staarseed, angelic, Lightworkers, human angels dan semacamnya,...

" Hmmm… ternyata mahluk astral adapula yang bercita-cita menikahi manusia, “ fikir Jaka indi

“ Nah... Paman Jaka Indi adalah manusia yang pertama kali kulihat, dan ternyata manusia lebih cakep dari yang kubayangkan ... “ ujarnya sambiil tertawa gembira.

Tiba-tiba sepasang tangan mungil Dewi anggraini menggengam sepasang tangan Jaka Indi, “ Paman Jaka Indi, ... menikahlah denganku, aku janji akan menjadi istri yang baik.... “ jelasnya seraya matanya menatap mata Jaka indi dengan penuh harap.

Jaka Indi jadi melengak, serasa mati gaya dan merasa kikuk sendiri, katanya, “ apa anak gadis secantik dirimu, tidak merasa risih dan malu... mengungkapkan perasaannya pada seorang pria, terlebih pria tersebut jauh lebih tua darimu, dan baru pertama kali kamu mengenalnya “

“ Mengapa aku tidak berani mengucapkan isi hatiku sendiri…? Ini kan bukan sesuatu yang memalukan…? Jika main sembunyi-sembunyi, dalam menyukai seorang, tidak berani mengutarakannya, tapi diam-diam selalu memperhatikan dan curi-curi pandang , cara beginilah baru memalukan dan menggelikan, Betul tidak …? ”

Entah kenapa Jaka Indi jadi merasa ada yang lucu dan membuat geli dirinya, saat mendengar ucapan gadis itu, karena di dunianya pria yang lazimnya berkata demikian.

" Tapi aku pria yang telah beristri..... dan kamu juga masih anak-anak..." ucap Jaka Indi sambil menatap mata gadis remaja itu dengan tersenyum

" Disini setiap pria bisa memiliki banyak istri, apa anehnya menyukai pria yang telah beristri," jawabnya tanpa ragu. " dan aku juga sudah bukan anak-anak lagi, banyak pria dewasa yang menyukaiku, " katanya sambil memperbaiki posisi duduknya dengan bersikap tegak dan membusungkan dadanya yang bernas, yang memang bentuk tubuhnya telah menunjukan bahwa ia bukan anak-anak lagi.

“ Tapi meski kau menyukaiku, berdasar keadaanku yang telah beristri, rasanya belum tentu aku bisa menyukaimu. ”

“ Yang penting aku suka padamu, apakah kau juga suka padaku atau tidak, bukan soal, karena kalau aku menunjukan rasa sukaku dengan sungguh hati, aku yakin suatu saat kau juga bisa menyukaiku “

“ Hmm, …. ” Jaka Indi tidak tahu apa yang mesti diucapkannya, selain nyegir, dengan perasaan runyam seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Sekonyong-konyong " Bweeerrr……! " seekor burung yang bermalam didahan pohon di tepi danau asmoro terkejut dan terbang menjauh, dari ujung mata Jaka Indi dapat melihat diantara sela-sela dedaunan pohon di tempat terbangnya burung tadi, ada bintik-bintik sinar perak berkelebat. Tepat pada saat itu juga serumpun hujan jarum perak tahu-tahu memberondong dari celah-celah rumpun dedaunan dari dahan atas pohon kebawah langsung mengarah ke gadis dihadapan Jaka Indi

Betapa cepat daya luncurannya, sungguh sukar dilukiskan dengan kata-kata. Jikalau burung di dahan pohon tidak pergi terbang karena terkejut , mungkin Dewi Anggraini. sudah tewas di bawah berondongan hujan jarum perak itu, karena begitu dia mendengar samberan angin, untuk berkelitpun pasti sudah tidak sempat.

Pada saat-saat yang gawat itulah, Jaka Indi genggam kedua tangan gadis itu dan sekali tarik dia bikin gadis itu terangkat keatas lalu jatuh menelungkup diatas badan Jaka Indi yang juga jatuh terjengkang kebelakang, berakibat gadis itu jatuh menindih tengkurap ke atas badan Jaka Indi .

Maka terdengar suara cring-cring-cring yang ramai, seperti hujan deras yang mendadak turun, puluhan jarum laksana perak itu seluruhnya sudah memaku amblas ke dalam bangku dan lantai kedai tempat dimana tadi gadis itu duduk.

Disusul bayangan orang tiba-tiba melambung tinggi ke tengah udara dari gerombolan daun-daun lebat pada bayang pohon yang gelap, bersalto sekaligus terus membelok turun, melesat keluar menuju hutan yang gelap gulita. yang tak jauh dari danau asmoro

Suara bangku yang jatuh serta jatuhnya tubuh Jaka Indi kebelakang yang tertindih tubuh Dewi Anggraini tentu saja menarik perhatian para tamu yang hadir dikedai, Wanita Pengawal bertubuh tegap sampai setengah berlari menuju tempat jatuhnya Jaka Indi dan beberapa pengunjung ada yang ikut berdiri dan mencoba mendekat untuk mencari tahu apa yang terjadi. Jaka indi segera mendorong bahu Dewi Anggraini yang tepat jatuh diatas tubuhnya, dan menggesernya kesamping, kemudian Jaka indi berdiri memperhatikan tempat dimana puluhan jarum laksana perak menyerang tempat duduk Dewi Anggraini.

“ Aneh sekali..... tidak tampak satu jarumpun tersisa.... hanya pada sebahagian bangku dan sekitar lantai terdapat beberapa tetes air....”

“ Hmmmm...... rupanya sang penyerang telah menguasai ilmu mengubah energi, dimana udara atau uap air dengan energi hawa murni telah diubah menjadi senjata mematikan berupa jarum es, layaknya jarum perak, " Fikir jaka Indi

Andai saja jarum perak tersebut sampai membunuh korbannya, tentu sangat sukar mencari tahu siapa pembunuhnya dan sebab-sebab kematiannya.

Sementara Dewi Anggraini telah bangkit berdiri dengan perasaan kejut sambil mendelong menatap Jaka Indi dengan pandangan terima kasih .

“ Jaga diri baik-baik.... segeralah pulang, aku akan mencari tahu siapa yang berusaha membunuhmu, “ seraya menepuk pipi Dewi Anggraini perlahan, dan melesat keluar kedai menuju hutan lebat tempat menghilangnya bayangan yang menyerang Dewi anggraini.

Ada seperempat jam lebih Jaka Indi menembus kegelapan malam ditengah hutan yang senyap dari kejauhan tampak seorang sedang berdiri menatap rembulan yang sedang bersinar terang, dari tubuhnya yang ramping semampai dapat diketahui ia adalah seorang gadis remaja, saat itu tubuhnya membelakangi Jaka Indi, Jaka Indi berkelebat menuju wanita itu, hingga hanya berjarak beberapa meter saja.

Sang wanita membalikkan badan perlahan, saat mengetahui ada kedatangan seseorang. Wajahnya yang pucat nan cantik serta hawa misterius yang menggidikkan yang memancar dari tubuh wanita tersebut, membuat Jaka Indi langsung teringat akan gadis cantik peniup seruling yang misterius itu.

“ hmmm..... asa-asa ingin mencari tahu keberadaan sang penyerang gelap Dewi Anggraini, Malah berjumpa Dewi Rheena, " gumam Jaka Indi

Anak perempuan ini sifatnya dingin, angin-anginan, acuh tak acuh, terlihat bersikap masa bodoh, tapi saat melihat Jaka Indi, entah kenapa wajahnya terlihat justru berubah menjadi sangat ramah dan jinak seperti merpati, waktu Dewi Rheena menatap Jaka Indi, matanya kelihatan sayu dan menimbulkan perasaan rawan.

Kembali Dewi Rheena menatap lekat Jaka Indi, sorot matanya menampilkan semacam perasaan aneh, mendadak ia berucap “ Kau lelaki yang sangat menarik, baru pertama kali ini aku melihat pria sejenismu, asal kau tahu, lelaki di tempat ini kebanyakan serupa boneka hidup, lemah, bodoh dan tak berdaya,” ucap putri Dewi Rheena, sambil tajam menatapnya.

“ Hampir sepanjang tahun mereka hanya bermalas-malasan, asalkan berdekatan dengan mereka, aku lantas merasa muak, akan tetapi engkau engkau …” seraya maju mendekati Jaka Indi

“ Aku kenapa….? ” tanya Jaka indi.

“ Engkau seorang lelaki yang istimewa, muda dan tampan, badanmu juga terlihat kekar dan kuat dan engkau dari Jenis Manusia dan tidak banyak manusia yang bisa sampai ke negeri ini “ pandangan Dewi Rheena bertambah sayu, napasnya tiba-tiba menjadi agak memburu. dadanya mulai berombak naik turun mengikuti irama nafasnya.

" Apa yang .... ku inginkan, masa belum lagi kau pahami….? ”

” Sedikitpun aku tidak paham, ” sahut Jaka indi

Jaka Indi tahu saat seperti ini sikap pura-pura bodoh, adalah yang terbaik

Dewi Reena menggigit bibir, “ bagaimanapun aku juga seorang perempuan, dan perempuan juga membutuhkan lelaki. "

" Namun aku … aku sudah beberapa lama tidak berhasrat pada lelaki, aku……aku....” Entah sejak kapan pakaian Dewi Rheena sudah jatuh terlepas dari tubuhnya, dan berdiri polos dihadapan Jaka Indi.

Napasnya bertambah terengah, mendadak ia condongkan tubuhnya ke depan dan memegang tangan Jaka Indi, dengan kuat sehingga kukunya menggores dan menancap daging tangan Jaka indi.

Keningnya Dewi Rheena sudah ada butiran keringat, hidungnya kembang-kempis dan tersengal-sengal, mukanya bersemu merah dan tubuhnya mulai bergetar. Tapi Jaka Indi tetap tidak bergerak, dan tidak memberikan reaksi apapun. Tingkah orang perempuan seperti ini sudah pernah dilihatnya, yaitu pada saat penuh gairah dan sangat terangsang barulah wajahnya menunjukkan perasaan demikian.

Tapi sekarang Dewi Rheena tidak hanya memegang tangannya saja, tapi juga mulai mendekatkan tubuhnya, sehingga tercium aroma harum wanita yang memabukan, tak perlu disangsikan lagi, dia pasti seorang perempuan yang bernafsu besar, apalagi usianya masih remaja, masa usia penuh birahi.

Dewi Rheena memilik kulit putih bersih, tatapan matanya sayu, lekukan tubuhnya indah, bibir nya sensual, badannya yang ramping tampak bergetar, dadanya yang ranum serta padat berisi terlihat berombak mengkuti tarikan nafasnya, wanita seperti ini memiliki semacam daya tarik yang aneh dan jahat yang bisa membuat lelaki berfikir untuk berbuat hal-hal yang tidak senonoh.

Jaka Indi masih juga tidak bergerak. Tapi mau tak mau dia harus mengakui bahwa hatinya mulai berdebar kencang. Jantung Jaka Indi mulai berdetak keras, bibirnya terasa kering dan tubuhnya mulai merasa memanas diliputi gairah, mendadak Dewi Rheena sudah jatuh dalam pelukan Jaka Indi, mendekapnya erat-erat, dan menindih Jaka Indi hingga terjatuh diatas tanah yang berumput tebal. Belum pernah Jaka Indi melihat perempuan yang begini besar hasratnya, hampir saja ia tidak dapat bernapas. Perlahan tangan kiri Jaka indi merangkul pinggang Dewi Rheena yang halus licin, lalu merambat keatas membelai punggungnya.

Sementara tangan kanannya mengambil sesuatu dari tas pinggangnya, perlahan mengeluarkan sebuah tali warna hitam. Nafas Dewi Rheena semakin memburu. Bibirnya mulai mencium bibir jaka indi dan tubuhnya mulai meliuk diatas tubuh jaka indi. Tiba-tiba Jaka Indi memutar tubuh Dewi Rheena hingga berguling, berputar, entah dengan cara apa, tahu-tahu tali hitam setebal jari kelingking telah melilit dan mengikat sekujur tubuh Dewi Rheena. Jaka indi lantas melepaskan pelukannya, kemudian bangkit berdiri seraya mengebut-ngebut pakaiannya yang sedikit kotor terkena tanah.

Dengan mendelong Dewi Rheena, berseru bingung " Hai... apa yang kau lakukan, apakah kau sudah gila….? ”

“ Siapa bilang aku gila….? Otakku cukup waras…! ” jawab Jaka indi sambil tertawa.

" mengapa mengikatku seperti ini...... ? "

" Tidak apa apa, aku hanya menolong diriku sendiri agar tidak mati seperti pemuda-pemuda yang sebelum ini "

ia memandang nanar Jaka Indi,  sinar matanya tampak berkilat dipenuhi amarah.

" jangankan hanya terikat sebuah tali, kawat bajapun aku bisa memutusnya, " Jengek Dewi Rheena. Tapi saat Dewi Rheena berusaha melepaskan diri dari tali tersebut dengan cara menggunakan tenaga dalam untuk memutusnya, tali tersebut justru menjeratnya semakin kuat dan ketat, bahkan kemampuan sihir yang dimilikinya juga menjadi tidak berguna sama sekali.

" Itu sebuah tali ijuk yang telah dimanterai ( dibacakan ayat-ayat ) mungkin tidak efektif untuk mengikat manusia, tapi justru sangat efektif untuk mengikat mahluk astral sepertimu. " ucap Jaka Indi dengan tertawa kecil.

Dewi Rheena, hanya bisa mendelik marah dan terus memaki Jaka indi. Jaka Indi tidak menghiraukan ocehannya, dia mulai mendekati Dewi Rheena dan mulai merapikan pakaian Dewi Rheena sebisanya dengan sangat khidmat dan sangat hati-hati. Maklumlah memakaikan baju pada wanita yang berada dalam keadaan polos, tentu saja harus dilakukan dengan kehati-hatian dan penuh sikap prihatin.

" Kamu jangan salah paham, aku tidak berniat jahat, aku hanya ingin membawamu ke bunda Ratu ibumu. Supaya kamu tidak berkeliaran lagi di hutan, dan tidak ada lagi pemuda yang jadi korbanmu ..." ujar Jaka Indi kalem.

Dewi Rheena seperti heran Jaka indi mengenalinya, tapi ia hanya melotot sambil menggigit bibir.

" Oh iya.... Lain kali jangan sembarangan membuka baju didepan pria.... PAMALI TAU...."

" Jangan pula terlalu percaya diri bahwa semua laki-laki bisa tergoda oleh kencatikanmu, Padahal kalau kamu menggunakan ilmu bela diri sejatimu atau menggunakan serulingmu untuk menghipnotisku mungkin sudah sejak awal kamu bisa menundukkanku.... " ucap Jaka indi lebih lanjut, dengan lagak sok memberi nasihat.

Dewi Rheena kembali hanya bisa menatap Jaka indi dengan sangat gemas, ingin rasanya ia mencincang Jaka Indi. Sangking dongkolnya sampai-sampai Dewi Rheena mengeluarkan air mata dari kedua pelupuk matanya.

" Aaiiih...... entah mengapa disaat sedih, gembira, bahkan saat mendongkol wanita bisa mengeluarkan airmata....." fikir Jaka indi dengan gegetun

Kemudian Jaka Indi menghampiri Dewi Rheena, yang masih tergeletak direrumputan, membopongnya dan mendudukan serta meletakkannya pada tempat yang bersih dan menyandarkannya pada sebuah batu besar yang ada didekat tempat tersebut. Dewi Rheena hanya diam dan menatap dengan mendelik,

" Apa kamu masih kesal, dan merasa tidak puas karena aku telah mengalahkanmu dan mengikatmu….? " tanya Jaka Indi

" Huhh...! " dengusnya.

" Kalau bukan karena akal bulusmu, mana bisa kamu mengalahkanku…" Jengek Dewi Rheena.

" itu karena dirimu sendiri yang kurang waspada,  kalau aku yang lengah bukankah aku yang justru akan menjadi korbanmu ." jawab Jaka Indi sambil tertawa ringan

" Oh iya.... aku sedang memikirkan sesuatu, apa yang sebaiknya ku lakukan terhadapmu, apakah kuserahkan pada Bunda Ratu, atau aku jadikan istriku, " jelas Jaka Indi sambil mengedipkan sebelah matanya. dengan pandangan menggoda.

" Cuiiih....! Siapa kesudian menjadi istrimu, kalau bukan karena ingin menghisap hawa murnimu, mana mungkin aku mencoba memikatmu, " terang Dewi Rheena

" Aku hanya heran dengan satu hal, mengapa sampai saat ini kau tidak terpengaruh racun sama sekali, disaat mencengkram lenganmu tadi, aku telah menggores pergelangan tanganmu dengan kuku jari kelingkingku yang mengandung bisa racun birahi.” Jelas Dewi Rheena.

Jaka Indi jadi teringat saat Dewi Rheena seperti sedang dipengaruhi birahi lalu mencondongkan tubuhnya ke depan dirinya, lalu Dewi Rheena mencengkram tangan Jaka Indi dengan kuat, sehingga kukunya menggores dan menancap didaging tangan Jaka indi.

Seketika refleks Jaka Indi melihat pergelangan tangannya, ternyata bekas luka tersebut bahkan sudah hampir tidak tampak, hanya samar-samar terihat seperti sisa bekas goresan saja, yang tampak semakin memudar.

"Ahh....! ternyata sejak kuminum air keabadian ( ainul hayat ) bukan saja tubuhku menjadi bertambah kuat, bahkan sepertinya aku kebal racun, dan tubuhku mempunyai kemampuan menyembuhkan luka dengan cepat, Sungguh air yang sangat ajaib," Renung Jaka Indi

" Ouuh... kenapa racun birahi tersebut tidak berpengaruh padaku, pertama karena aku tidak selera dengan wanita yang suka buka baju sembarangan,  kedua karena aku ini orang baik, dan orang baik selalu dilindungi Tuhan," jawab Jaka Indi sekenanya.

Yang membuat Dewi Rheena justru semakin gemas mendongkol setelah mendengar jawaban Jaka Indi.

" Oh iya..... mengapa tengah malam kau sendirian berada ditengah hutan, apakah kau penyerang gelap di kedai asmoro, karena kulihat penyerang gelap tersebut lari kearah sini “ ujar Jaka Indi sambil menatap tajam.

Wajah Dewi Rheena, menjadi memerah karena gusar, jawabnya, " kau bunuh saja aku….! "

“ untuk apa aku membunuhmu…? aku tidak tertarik untuk mebunuhmu, tapi kalau kau tidak mau menjawab pertanyaanku, aku akan menggores wajahmu, yang akan membuat wajahmu menjadi buruk, hingga tidak ada lagi pria yang akan terpikat dengan kecantikanmu. “ Jaka Indi cukup tahu, ada banyak wanita yang tidak takut mati, tapi justru sangat takut bila hilang kecantikannya.

" Mati saja ku tidak takut, masa kutakut hal-hal begitu " teriak Dewi Rhenna.

" Benar nih tidak takut….? " tanya Jaka Indi
" Hmm..... “ Jengek Dewi Rheena.

" Tiba-tiba Jaka Indi mendapat akal,  baik karena kau tidak takut biarlah kuganti dengan cara lain ", ujar Jaka Indi dengan tertawa

"  Cara apapun yang kau gunakan, tetap saja ku tidak takut "

" Kalau kau ku gantung diatas pohon, lalu kucopot celanamu dan kupukul pantatmu, kau takut tidak … ? “ entah kenapa Jaka Indi lantas tertawa, karena merasa geli sendiri dengan ide konyolnya.

Benar saja wajah Dewi Rheena mendadak berubah merah sebentar lagi berubah putih pucat, bagaimanapun ia seorang gadis remaja dan juga seorang putri Bunda Ratu yang biasa dihormati, tentu akan sangat memalukan kalau dirinya dilihat dalam keadaan demikian.

Sampai gemetar tubuh Dewi Rheena, karena menahan perasaannya yang bergolak, teriaknya dengan serak  " kau...kau....kau Iblis….. !! "

" hahaha.... akhirnya kau takut juga bukan "

" Sudahlah aku hanya bergurau, aku juga tidak tertarik memukul pantat seseorang gadis yang sudah dewasa, apalagi tubuhnya banyak mengandung racun " kata Jaka Indi sambil tersenyum lebar

Sementara Dewi Rheena mulai memejamkan matanya karena pingsan tak sadarkan, sangking gemas dan jengkelnya pada Jaka Indi. Sedangkan Jaka Indi terdiam beberapa saat, memikirkan bagaimana cara membawa Dewi Rheena ke istana bunda Ratu, mengingat saat ia mengejar penyerang gelap hanya dengan sepasang kakinya dan meninggalkan kuda unicornnya di dekat kedai danau asmoro, disaat Jaka Indi akan membopong tubuh Dewi Rheena.

“ Raden, tolong serahkan Dewi Rheena padaku, ” terdengar suara wanita memecah kesunyian.

Jaka Indi sangat terkejut, mengetahui ada seseorang yang hadir disekitar tempat tersebut tanpa diketahui olehnya. Seketika Jaka indi memalingkan wajahnya kearah sumber suara itu, terlihat seekor ular hitam raksasa yang sangat besar, yang diatas kepala ular tersebut berdiri seorang wanita berusia 30 tahunan mengenakan kebaya warna serba hitam dengan rambut disanggul tinggi, layaknya seorang bangsawan kraton. Ular raksasa tersebut hanya berjarak kurang dari dupuluh meter, tapi Jaka Indi sama sekali tidak mengetahui kehadirannya, karena sedang memusatkan perhatiannya pada dewi Rheena

“ Siapakah anda …? ” tanya Jaka Indi dengan mimik terheran.

Wanita berbusana kraton serba hitam itu memberi isyarat jari tangan kebawah, tampak perlahan ular raksasa yang dinaikinya berjalan mendekat ke Jaka Indi, lalu menurunkan kepalanya didepan Jaka Indi, Jaka Indi dapat melihat dengan jelas betapa besarnya ular raksasa tersebut, matanya tampak mencorong merah menyala, lidah bercabangnya, yang sesekali menjulur keluar dan mensis membuat jaka Indi merasa bergidik ngeri,

Wanita berpenampilan layaknya bangsawan kraton tersebut, tetap berdiri diatas kepala ular raksasa, hanya saat ini Jaka Indi dapat melihat sosok wanita tersebut dengan lebih jelas.

“ Raden, aku adalah Dewi Janettra, guru dari Dewi Rhena, Dari cincin batu giok yang kau kenakan, aku bisa menduga siapa dirimu, Kita masih orang sendiri, maka biarlah aku membawa muridku,”

“ Tapi…. Aku bermaksut menyerahkannya pada bunda ratu, ” terang Jaka Indi

Dewi Rheena sejak kecil, lebih sering ikut denganku, ia telah kuanggap putriku, jadi biarlah aku yang membawanya, dan aku yang akan mempertanggung-jawabkannya bila terjadi sesuatu terhadap Dewi Rheena “

Jaka Indi menatap lebih lama wajah Dewi Jannetra, wajahnya seperti wanita berusia tiga puluh tahunan, kulitnya bersih berwarna kecoklatan, hidungnya tinggi, profilnya seperti artis india, dengan hiasan titik merah ( Bindi ) diantara kedua alisnya, tapi tetap terlihat cantik. Bindi didahi adalah perlambang cakra dan indra keenam juga merupakan simbol kecerdasan dan pelindung diri dari setan, sihir dan nasib buruk. Yang menarik adalah matanya, saat diamati ternyata pupil hitam pada matanya sangat besar, dan menyisakan sedikit sekali warna putih, sehingga sepintas seperti seluruh mata tersebut berwarna hitam, dan pada sorot matanya yang tajam seperti ada kekuatan hipnotis yang kuat, yang membuat lawan bicaranya mau tak mau akan mengikuti perkataannya.

Berikutnya, tanpa menunggu persetujuan Jaka indi lebih lanjut, Wanita berpenampilan bangsawan Kraton tersebut, hanya dengan melambaikan tangannya seperti ada kekuatan menghisap yang besar, tiba-tiba tubuh Dewi Rhena melayang keatas kepala ular raksasa itu, dan rebah tepat dihadapan Dewi Janettra. Kemudian dengan isyarat jari telunjuk keatas, ular raksasa itu kembali mengangkat kepalanya dan jalan berbalik kearah dari tempat ia datang menuju kedalam hutan yang gelap.

Jaka Indi dapat melihat setiap rerumputan yang terlewati badan ular raksasa itu, langsung hangus terbakar. Dari kejauhan terdengan suara “ Raden …. terima kasih karena telah menjaga Dewi Rheena, dan tidak mencelakainya… ”

Jaka Indi hanya dapat melenggong melihat berlangsungnya semua kejadian tersebut.

" Hadeuuuhh....! Wis Embohlah ora urus " batin Jaka Indi dengan rasa getun.

“ Yang terpenting sekarang aku harus kembali ke danau asmoro dahulu untuk mengambil kuda unicornku yang tertinggal disana “ dengan berlari pesat hanya dalam seperempat jam sampailah Jaka Indi di danau asmoro.

Aksi panggung pertunjukan masih berjalan, diisi dengan ketrampilan bela diri tangan kosong, Kedai tempat Jaka Indi mampir tadi juga masih terlihat ramai, hanya saja para tamunya telah banyak berganti, Dewi Anggraini dan pengawal berbadan tegap sudah tidak terlihat, begitu pula beberapa pemuda berwajah seperti domba dan kelompok Pangeran Corwin juga sudah tidak terlihat, tapi masih terlihat peri bermata sipit yang saat ini sedang berbicara dengan Putri Kidung.

Merasa tubuhnya mulai letih dan ingin segera istirahat kembali ke pavilliun kaputran, Jaka Indi memutuskan tidak menikmati acara pertunjukan didanau asmoro lebih lanjut, melainkan langsung menuju tempat kuda unicornnya ditambatkan, lalu menaikinya, dan berbisik hantar aku secepatnya ke paviliun kaputran. Kuda unicorn itupun langsung melesat dengan cepat menembus kegelapan malam. Tak lama sampailah Jaka indi tiba di kamarnya. Istrinya Dewi Yuna belum juga kembali

Jaka Indi segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, kemudian sholat dan dilanjutkan dengan meditasi sesaat, lantas rebah berbaring diperaduan sambil merenungkan kejadian hari ini. Banyak pengalaman menarik yang telah dialaminya, dari bertemu Mas Indrajid, Dewi Anggraini, Dewi Rheena, dan Dewi Janettra, tapi entah kenapa saat berbaring sendiri seperti ini justru tubuh polos Dewi Rheena yang selalu menggangu fikirnya, bagaimaapun jaka indi adalah seorang lelaki normal yang masih muda, bukan hal yang mudah untuk menahan diri dari godaan wanita cantik….

“ Aaiiiihh…. andai ada Dewi Yuna disiku, tentu fikiranku tidak akan kacau seperti ini…” huuufff.... sambil menghembuskan nafasnya. Jaka Indi bangkit dan mengambil buku kecil catatannya, kemudian membolak-balik halamannya dan membaca lebih jauh perihal dunia astral, disana Jaka Indi mendapatkan suatu keterangan bahwa ada beberapa jenis astral yang libidonya ( gairah birahinya ) meningkat disaat bulan purnama dan punya kebiadaan melakukan hubungan badan pada saat bulan purnama,

“ Wew... kayak hewan katak saja, yang punya musim kawin dibulan purnama, “ Renung jaka Indi.

" Hmmm... apa mungkin itu tadi sebabnya dewi Anggraini jadi seperti kasmaran dan menggodaku, serta Dewi Rheena mendadak jadi berhasrat besar diliputi birahi, kan sekarang masih dalam suasana bulan Purnama," fikir Jaka Indi lebih lanjut.

“ Tok…tok…tok… ”

Tiba-tiba ada suara seseorang mengetuk pintu dengan perlahan, Jaka Indi lalu meletakkan kembali buku catatannya dalam tas pinggang kecil miliknya.

“ Siapakah larut malam begini yang datang ketempatku ” fikir jaka Indi

“ Masuklah pintu tidak dikunci,” kata jaka Indi dengan suara perlahan

Saat pintu terbuka terlihat raut wajah cantik mempesona masuk kedalam ruangan, Jaka Indi hanya menatap terkesima dan takjub dengan kedatangan wanita cantik ripawan itu. Baru difikirkan ternyata sudah muncul dihadapan sungguh pucuk dicinta ulam tiba

“ iyaaa… sungguh tak disangka … “ yang datang larut malam seperti ini adalah istrinya Dewi Yuna, ia mengenakan blouse hitam berendra yang dibalut mantel panjang warna putih, rambutnya diikat kebelakang, hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang berwarna putih bersih

Baru selesai Dewi Yuna menutup pintu dan melepas alas kaki,  bahkan belum sempat mengucapkan perkataan apapun, Jaka Indi sudah memeluknya dengan erat sangat erat sampai Dewi Yuna serasa sulit bernafas

Kemudian Jaka indi mulai meregangkan pelukannya “ aduuuuhh… senangnya….! ” Kata Jaka indi dengan bernafas lega

“ Memangnya ada apa Mas Jaka…? ” Tanya Dewi Yuna dengan pandangan heran,

“ Hahahaha….. tidak apa-apa, Aku teringat dengan kata-kata temanku Mas bagus, bila kau sedang merasa sedih, kesal, galau, atau gundah, peluklah istrimu, maka itu dapat menentramkan hatimu… kalau perlu peluklah dengan erat hingga hilang rasa gundahmu… ternyata apa yang dikatakan temanku itu ada benarnya …”

“ Bisa saja temanmu itu ” ucap Dewi Yuna dengan tersenyum..

“ Ehmm… tapi sekalipun memelukmu memang membuat hatiku merasa tentram… Hanya saja …. memeluk istri erat-erat ada juga bahayanya…” kata Jaka Indi sambil kembali mempererat pelukannya pada dewi yuna, lalu menciumi bibir dan juga wajah dewi yuna, hingga membuat Dewi Yuna merasa gelagapan

“ Bahaya apa Mas….? ” tanya Dewi yuna dengan suara desah yang lirih

Jaka Indi tidak menjawab pertanyaan istrinya, tapi…. justru mengangkat dan membopong tubuh Dewi Yuna dan membawanya keatas dipan pembaringan

-----===oOo===-----

No comments:

Post a Comment

Perintah Kaisar Naga : 4340 - 4345

 Perintah Kaisar Naga. Bab 4340-4345 "Kalau begitu kamu bisa meminta bantuan Pangeran Xiao. Agaknya, Keluarga Qi tidak bisa lebih kuat ...