Danau Asmoro
Sekepergian mas Indrajit, Jaka
Indi melihat di meja tempat dimana duduk sosok pria jubah ungu yang tampilannya
seperti pangeran corwin, telah bertambah dengan seseorang jubah merah yang
tampilannya juga sama seperti pria jubah ungu, hanya saja pria jubah merah itu
memiliki postur tubuh lebih tinggi dan wajah lebih muda dari pria jubah ungu, mereka
tengah berbicara serius. Dengan sedikit memusatkan perhatiannya, Jaka Indi
dapat mendengar percakapan mereka seputar pangeran corwin,
Pada meja lainnya yang ditempati
pria baju putih dari kalangan peri, dihadapannya telah terdapat seorang prajurit
wanita berbadan tegap, saat Jaka Indi mencuri dengar pembicaraannya ternyata
mereka sepasang kekasih.
Tatkala Jaka Indi menatap
prajurit wanita berbadan tegap itu, secara bersamaan prajurit wanita itu sedang
mengalihkan pandangannya ke Jaka indi secara terkejut wanita itu lantas berdiri
dan menghampiri Jaka Indi,
" Tuan Raden... apa kabar….?
sapanya dengan ramah, sambil membukukkan badannya memberi hormat.
" Oh... ternyata kamu
toh.... “
Ternyata wanita tersebut adalah
pengawal berbadan tegap yang pernah menghantar Jaka indi, yang saat melihat
banyak binatang melata sampai pipis dicelana. Jaka Indi tersenyum lebar sambil
memberi isyarat agar wanita itu bangun dari sikap menundukkan badannya.
" Wah... pacarmu ganteng....
hebat kamu memilih pasangan “ kata Jaka Indi sambil mengacungkan Jempolnya.
Pengawal wanita itu terlihat
memerah wajahnya sampai jengah tersipu, lalu meminta ijin kembali kemejanya, sebaliknya
sang Peri pria pacar si gadis, yang melirik ke Jaka Indi terlihat salah tingkah
saat mengetahui kekasihnya begitu hormat pada Jaka Indi.
Selanjutnya dimeja pria tampan
berkulit coklat gelap dengan tanduk domba dikepalanya, telah bertambah dengan
dua orang temannya, yang juga seperti dirinya, mereka semua tidak mengenakan
baju, hingga terihat badannya dipenuhi bulu yang lebat, tampak dimeja mereka
ada beberapa gelas besar tuak ( sejenis minuman hasil fermentasi dari nira atau
beras ) dan beberapa panganan dari umbi-umbian seperti ubi, singkong, tales.
Berikutnya dimeja peri wanita
cantik bermata sipit, masih terlihat duduk sendiri, hanya sikapnya terlihat
gelisah, mungkin karena orang yang dinantinya belum kunjung tiba. Kemudian Jaka
indi memanggil pelayan kedai untuk memesan penganan jenis umbi-umbian
sebagaimana yang dipesan pria bertanduk domba, lalu diberikannya pelayan itu
sekeping uang emas,
" apa ini cukup untuk
membayar .... ? "
" ini lebih dari cukup tuan,
bahkan cukup untuk membayar makanan yang dipesan semua tamu disini.... "
“ Kalau begitu gunakan ini untuk
membayar makanan yang dipesan semua tamu, tapi jangan katakan aku yang
membayari, dan ini untuk kamu, “ kata Jaka indi menambahkan sekeping uang
perak.
Pelayan menjadi sangat gembira dan
dalam sekejap pesanan Jaka indi telah dihantar kemeja.
Sekonyong-konyong seorang remaja
putri dengan membawa panah dan busur, menarik salah satu kursi di meja Jaka
indi dan berkata " Paman Jaka Indi tempat ini kosongkan..... ? saya duduk
sini saja ya ...." ujarnya sambil langsung duduk serta meletakkan anak
panah dan busurnya diatas meja, tanpa menunggu persetujuan Jaka Indi. Gadis remaja itu lalu menatap Jaka Indi dengan
tertawa renyah.
Jaka Indi menatap lekat-lekat
anak perempuan itu, anak perempuan dari jenis peri, usianya sekitar 14-15
tahun, wajahnya imut dan cantik, ada kesan kekanak-kanakan pada wajahnya,
rambutnya sedikit kecoklatan lurus sepundak, tapi postur tubuhnya justru sudah
mulai masak dan tingginya juga sudah hampir menyamai tinggi gadis dewasa
umumnya.
" Maaf .... apa kita sebelum
ini pernah saling kenal…? " ucap Jaka Indi.
Karena Jaka Indi sungguh tidak
merasa ingat pernah menjumpai anak perempuan cantik ini.
" Paman Jaka Indi memang
tidak kenal saya, tapi saya tahu dan kenal Paman, saya pernah lihat paman di
Pavilliun Kaputren. "
" Apa adik ini salah satu
wanita yang diperiksa atas penyelidikan kasus pembunuhan yang terjadi disekitar
Pavilliun kaputren pada waktu itu…? "
" Bukanlah....! “ jawabnya tandas yang diperiksa hanya wanita
dewasa,
" anak-anak dan remaja tidak
ikut diperiksa. " ujar gadis itu sambil tangannya mencomot salah satu
penganan umbi-umbian dipiring Jaka indi dan mengambil salah satu minuman sari-buah
madu yang tadinya diperuntukkan Mas Indrajit tapi tak sempat diminumnya.
" minumannya buatku ya
paman... ! "
Tidaklah banyak lelaki di dunia
ini yang mampu menyatakan " tidak " di depan anak perempuan yang
cantik, apalagi kalau anak perempuan itu seseorang yang menyenangkan dan gadis
remaja dihadapan Jaka Indi adalah gadis yang cantik dan menyenangkan.
" ambilah apa yang kau suka,
kau juga boleh memesan apa yang kau mau... "
Gadis itu tanpa sungkan memanggil
pelayan dan memesan beberapa makanan kesukaannya, lantas berkata lirih pada
pelayan, " nanti yang bayar pamanku ini, sambil jarinya menunjuk ke Jaka
Indi. ... " dengan mimik wajah menggoda.
Jaka indi hanya tersenyum ringan,
sambil kembali memberikan sekeping uang perak pada pelayan.
Seketika gadis itu tampak
terkesima melihat Jaka Indi tersenyum, cara Jaka indi tersenyum yang dimulai
dengan bibirnya, kemudian matanya lalu memancar keseluruh bagian wajahnya,
terlihat sangat menarik bagi anak perempuan itu
Semerbak harumnya minyak wangi.
dapat menyenangkan orang-orang sekitar, begitupula senyum yang ceria, tidak
hanya membuat diri sendiri menjadi lebih baik, namun juga membuat orang lain
bergembira.
Spontan gadis itu mengulurkan
tangannya " Anggraini, ... Dewi Anggraini...” katanya, yang disambut oleh
Jaka Indi dengan menggengam tangannya,
" apa kamu gadis yang
terkenal dengan kepandaian memanah itu….? “ tanya Jaka Indi lebih lanjut.
Percakapan terhenti sejenak, saat
pelayan kedai menghantar pesanan si nona.
" Yup... betul sekali....
" sambil bicara mulutnya mulai menyantap mi rebus yang masih dalam keadaan
mengepul panas.
" kamu tidak ikut
pertunjukan ? "
" Kemarin sudah.... dan aku
selalu jadi juara petama dalam hal memanah, " jelasnya yang dilanjutkan
mengangkat mangkok mie rebus kemulutnya dan meminum habis sisa kuah mie itu.
Beberapa pemuda didalam kedai
tampak memperhatikan Dewi Anggraini, ada yang menatap langsung dengan pandangan
kagum, ada pula yang melihat dengan mencuri-curi pandang. Dewi Anggraini
kemudian meletakkan mangkuk mie rebus yang telah habis, dan menarik piring
berisi buah-buahan yang telah ter-iris rapih, serta menyantapnya dengan cepat, lalu
ia melanjutkan ucapannya.
“ Sejak anak-anak aku sudah
mempelajari dan mencari tahu mahluk yang namanya manusia, aku sangat menyukai
manusia dan terpikat olehnya… ? “
" Dan saat anak-anak aku
sudah bercita-cita, kelak bila aku dewasa aku akan menikahi manusia, katanya
dengan penuh keyakinan "
Jaka indi jadi terbayang saat
masih sekolah, beberapa temannya ada yang bercita-cita ingin menikahi alien,
staarseed, angelic, Lightworkers, human angels dan semacamnya,...
" Hmmm… ternyata mahluk
astral adapula yang bercita-cita menikahi manusia, “ fikir Jaka indi
“ Nah... Paman Jaka Indi adalah
manusia yang pertama kali kulihat, dan ternyata manusia lebih cakep dari yang
kubayangkan ... “ ujarnya sambiil tertawa gembira.
Tiba-tiba sepasang tangan mungil
Dewi anggraini menggengam sepasang tangan Jaka Indi, “ Paman Jaka Indi, ...
menikahlah denganku, aku janji akan menjadi istri yang baik.... “ jelasnya
seraya matanya menatap mata Jaka indi dengan penuh harap.
Jaka Indi jadi melengak, serasa
mati gaya dan merasa kikuk sendiri, katanya, “ apa anak gadis secantik dirimu,
tidak merasa risih dan malu... mengungkapkan perasaannya pada seorang pria,
terlebih pria tersebut jauh lebih tua darimu, dan baru pertama kali kamu
mengenalnya “
“ Mengapa aku tidak berani
mengucapkan isi hatiku sendiri…? Ini kan bukan sesuatu yang memalukan…? Jika
main sembunyi-sembunyi, dalam menyukai seorang, tidak berani mengutarakannya,
tapi diam-diam selalu memperhatikan dan curi-curi pandang , cara beginilah baru
memalukan dan menggelikan, Betul tidak …? ”
Entah kenapa Jaka Indi jadi
merasa ada yang lucu dan membuat geli dirinya, saat mendengar ucapan gadis itu,
karena di dunianya pria yang lazimnya berkata demikian.
" Tapi aku pria yang telah
beristri..... dan kamu juga masih anak-anak..." ucap Jaka Indi sambil
menatap mata gadis remaja itu dengan tersenyum
" Disini setiap pria bisa
memiliki banyak istri, apa anehnya menyukai pria yang telah beristri,"
jawabnya tanpa ragu. " dan aku juga sudah bukan anak-anak lagi, banyak
pria dewasa yang menyukaiku, " katanya sambil memperbaiki posisi duduknya
dengan bersikap tegak dan membusungkan dadanya yang bernas, yang memang bentuk
tubuhnya telah menunjukan bahwa ia bukan anak-anak lagi.
“ Tapi meski kau menyukaiku,
berdasar keadaanku yang telah beristri, rasanya belum tentu aku bisa
menyukaimu. ”
“ Yang penting aku suka padamu,
apakah kau juga suka padaku atau tidak, bukan soal, karena kalau aku menunjukan
rasa sukaku dengan sungguh hati, aku yakin suatu saat kau juga bisa menyukaiku
“
“ Hmm, …. ” Jaka Indi tidak tahu
apa yang mesti diucapkannya, selain nyegir, dengan perasaan runyam seraya
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Sekonyong-konyong " Bweeerrr……!
" seekor burung yang bermalam didahan pohon di tepi danau asmoro terkejut
dan terbang menjauh, dari ujung mata Jaka Indi dapat melihat diantara sela-sela
dedaunan pohon di tempat terbangnya burung tadi, ada bintik-bintik sinar perak
berkelebat. Tepat pada saat itu juga serumpun hujan jarum perak tahu-tahu
memberondong dari celah-celah rumpun dedaunan dari dahan atas pohon kebawah
langsung mengarah ke gadis dihadapan Jaka Indi
Betapa cepat daya luncurannya,
sungguh sukar dilukiskan dengan kata-kata. Jikalau burung di dahan pohon tidak
pergi terbang karena terkejut , mungkin Dewi Anggraini. sudah tewas di bawah
berondongan hujan jarum perak itu, karena begitu dia mendengar samberan angin,
untuk berkelitpun pasti sudah tidak sempat.
Pada saat-saat yang gawat itulah,
Jaka Indi genggam kedua tangan gadis itu dan sekali tarik dia bikin gadis itu
terangkat keatas lalu jatuh menelungkup diatas badan Jaka Indi yang juga jatuh
terjengkang kebelakang, berakibat gadis itu jatuh menindih tengkurap ke atas
badan Jaka Indi .
Maka terdengar suara
cring-cring-cring yang ramai, seperti hujan deras yang mendadak turun, puluhan
jarum laksana perak itu seluruhnya sudah memaku amblas ke dalam bangku dan
lantai kedai tempat dimana tadi gadis itu duduk.
Disusul bayangan orang tiba-tiba
melambung tinggi ke tengah udara dari gerombolan daun-daun lebat pada bayang
pohon yang gelap, bersalto sekaligus terus membelok turun, melesat keluar
menuju hutan yang gelap gulita. yang tak jauh dari danau asmoro
Suara bangku yang jatuh serta jatuhnya
tubuh Jaka Indi kebelakang yang tertindih tubuh Dewi Anggraini tentu saja
menarik perhatian para tamu yang hadir dikedai, Wanita Pengawal bertubuh tegap
sampai setengah berlari menuju tempat jatuhnya Jaka Indi dan beberapa
pengunjung ada yang ikut berdiri dan mencoba mendekat untuk mencari tahu apa
yang terjadi. Jaka indi segera mendorong bahu Dewi Anggraini yang tepat jatuh
diatas tubuhnya, dan menggesernya kesamping, kemudian Jaka indi berdiri
memperhatikan tempat dimana puluhan jarum laksana perak menyerang tempat duduk
Dewi Anggraini.
“ Aneh sekali..... tidak tampak
satu jarumpun tersisa.... hanya pada sebahagian bangku dan sekitar lantai
terdapat beberapa tetes air....”
“ Hmmmm...... rupanya sang
penyerang telah menguasai ilmu mengubah energi, dimana udara atau uap air
dengan energi hawa murni telah diubah menjadi senjata mematikan berupa jarum
es, layaknya jarum perak, " Fikir jaka Indi
Andai saja jarum perak tersebut
sampai membunuh korbannya, tentu sangat sukar mencari tahu siapa pembunuhnya
dan sebab-sebab kematiannya.
Sementara Dewi Anggraini telah
bangkit berdiri dengan perasaan kejut sambil mendelong menatap Jaka Indi dengan
pandangan terima kasih .
“ Jaga diri baik-baik.... segeralah
pulang, aku akan mencari tahu siapa yang berusaha membunuhmu, “ seraya menepuk
pipi Dewi Anggraini perlahan, dan melesat keluar kedai menuju hutan lebat
tempat menghilangnya bayangan yang menyerang Dewi anggraini.
Ada seperempat jam lebih Jaka
Indi menembus kegelapan malam ditengah hutan yang senyap dari kejauhan tampak
seorang sedang berdiri menatap rembulan yang sedang bersinar terang, dari
tubuhnya yang ramping semampai dapat diketahui ia adalah seorang gadis remaja, saat
itu tubuhnya membelakangi Jaka Indi, Jaka Indi berkelebat menuju wanita itu,
hingga hanya berjarak beberapa meter saja.
Sang wanita membalikkan badan
perlahan, saat mengetahui ada kedatangan seseorang. Wajahnya yang pucat nan
cantik serta hawa misterius yang menggidikkan yang memancar dari tubuh wanita
tersebut, membuat Jaka Indi langsung teringat akan gadis cantik peniup seruling
yang misterius itu.
“ hmmm..... asa-asa ingin mencari
tahu keberadaan sang penyerang gelap Dewi Anggraini, Malah berjumpa Dewi Rheena,
" gumam Jaka Indi
Anak perempuan ini sifatnya
dingin, angin-anginan, acuh tak acuh, terlihat bersikap masa bodoh, tapi saat
melihat Jaka Indi, entah kenapa wajahnya terlihat justru berubah menjadi sangat
ramah dan jinak seperti merpati, waktu Dewi Rheena menatap Jaka Indi, matanya
kelihatan sayu dan menimbulkan perasaan rawan.
Kembali Dewi Rheena menatap lekat
Jaka Indi, sorot matanya menampilkan semacam perasaan aneh, mendadak ia berucap
“ Kau lelaki yang sangat menarik, baru pertama kali ini aku melihat pria
sejenismu, asal kau tahu, lelaki di tempat ini kebanyakan serupa boneka hidup,
lemah, bodoh dan tak berdaya,” ucap putri Dewi Rheena, sambil tajam menatapnya.
“ Hampir sepanjang tahun mereka
hanya bermalas-malasan, asalkan berdekatan dengan mereka, aku lantas merasa
muak, akan tetapi engkau engkau …” seraya maju mendekati Jaka Indi
“ Aku kenapa….? ” tanya Jaka
indi.
“ Engkau seorang lelaki yang
istimewa, muda dan tampan, badanmu juga terlihat kekar dan kuat dan engkau dari
Jenis Manusia dan tidak banyak manusia yang bisa sampai ke negeri ini “ pandangan
Dewi Rheena bertambah sayu, napasnya tiba-tiba menjadi agak memburu. dadanya
mulai berombak naik turun mengikuti irama nafasnya.
" Apa yang .... ku inginkan,
masa belum lagi kau pahami….? ”
” Sedikitpun aku tidak paham, ”
sahut Jaka indi
Jaka Indi tahu saat seperti ini
sikap pura-pura bodoh, adalah yang terbaik
Dewi Reena menggigit bibir, “ bagaimanapun
aku juga seorang perempuan, dan perempuan juga membutuhkan lelaki. "
" Namun aku … aku sudah
beberapa lama tidak berhasrat pada lelaki, aku……aku....” Entah sejak kapan
pakaian Dewi Rheena sudah jatuh terlepas dari tubuhnya, dan berdiri polos
dihadapan Jaka Indi.
Napasnya bertambah terengah,
mendadak ia condongkan tubuhnya ke depan dan memegang tangan Jaka Indi, dengan
kuat sehingga kukunya menggores dan menancap daging tangan Jaka indi.
Keningnya Dewi Rheena sudah ada
butiran keringat, hidungnya kembang-kempis dan tersengal-sengal, mukanya
bersemu merah dan tubuhnya mulai bergetar. Tapi Jaka Indi tetap tidak bergerak,
dan tidak memberikan reaksi apapun. Tingkah orang perempuan seperti ini sudah
pernah dilihatnya, yaitu pada saat penuh gairah dan sangat terangsang barulah
wajahnya menunjukkan perasaan demikian.
Tapi sekarang Dewi Rheena tidak
hanya memegang tangannya saja, tapi juga mulai mendekatkan tubuhnya, sehingga
tercium aroma harum wanita yang memabukan, tak perlu disangsikan lagi, dia
pasti seorang perempuan yang bernafsu besar, apalagi usianya masih remaja, masa
usia penuh birahi.
Dewi Rheena memilik kulit putih bersih,
tatapan matanya sayu, lekukan tubuhnya indah, bibir nya sensual, badannya yang
ramping tampak bergetar, dadanya yang ranum serta padat berisi terlihat
berombak mengkuti tarikan nafasnya, wanita seperti ini memiliki semacam daya
tarik yang aneh dan jahat yang bisa membuat lelaki berfikir untuk berbuat
hal-hal yang tidak senonoh.
Jaka Indi masih juga tidak
bergerak. Tapi mau tak mau dia harus mengakui bahwa hatinya mulai berdebar
kencang. Jantung Jaka Indi mulai berdetak keras, bibirnya terasa kering dan
tubuhnya mulai merasa memanas diliputi gairah, mendadak Dewi Rheena sudah jatuh
dalam pelukan Jaka Indi, mendekapnya erat-erat, dan menindih Jaka Indi hingga
terjatuh diatas tanah yang berumput tebal. Belum pernah Jaka Indi melihat
perempuan yang begini besar hasratnya, hampir saja ia tidak dapat bernapas. Perlahan
tangan kiri Jaka indi merangkul pinggang Dewi Rheena yang halus licin, lalu
merambat keatas membelai punggungnya.
Sementara tangan kanannya
mengambil sesuatu dari tas pinggangnya, perlahan mengeluarkan sebuah tali warna
hitam. Nafas Dewi Rheena semakin memburu. Bibirnya mulai mencium bibir jaka
indi dan tubuhnya mulai meliuk diatas tubuh jaka indi. Tiba-tiba Jaka Indi
memutar tubuh Dewi Rheena hingga berguling, berputar, entah dengan cara apa, tahu-tahu
tali hitam setebal jari kelingking telah melilit dan mengikat sekujur tubuh
Dewi Rheena. Jaka indi lantas melepaskan pelukannya, kemudian bangkit berdiri
seraya mengebut-ngebut pakaiannya yang sedikit kotor terkena tanah.
Dengan mendelong Dewi Rheena,
berseru bingung " Hai... apa yang kau lakukan, apakah kau sudah gila….? ”
“ Siapa bilang aku gila….? Otakku
cukup waras…! ” jawab Jaka indi sambil tertawa.
" mengapa mengikatku seperti
ini...... ? "
" Tidak apa apa, aku hanya
menolong diriku sendiri agar tidak mati seperti pemuda-pemuda yang sebelum ini "
ia memandang nanar Jaka Indi, sinar matanya tampak berkilat dipenuhi amarah.
" jangankan hanya terikat
sebuah tali, kawat bajapun aku bisa memutusnya, " Jengek Dewi Rheena. Tapi
saat Dewi Rheena berusaha melepaskan diri dari tali tersebut dengan cara
menggunakan tenaga dalam untuk memutusnya, tali tersebut justru menjeratnya
semakin kuat dan ketat, bahkan kemampuan sihir yang dimilikinya juga menjadi
tidak berguna sama sekali.
" Itu sebuah tali ijuk yang
telah dimanterai ( dibacakan ayat-ayat ) mungkin tidak efektif untuk mengikat
manusia, tapi justru sangat efektif untuk mengikat mahluk astral sepertimu.
" ucap Jaka Indi dengan tertawa kecil.
Dewi Rheena, hanya bisa mendelik
marah dan terus memaki Jaka indi. Jaka Indi tidak menghiraukan ocehannya, dia
mulai mendekati Dewi Rheena dan mulai merapikan pakaian Dewi Rheena sebisanya
dengan sangat khidmat dan sangat hati-hati. Maklumlah memakaikan baju pada
wanita yang berada dalam keadaan polos, tentu saja harus dilakukan dengan
kehati-hatian dan penuh sikap prihatin.
" Kamu jangan salah paham,
aku tidak berniat jahat, aku hanya ingin membawamu ke bunda Ratu ibumu. Supaya
kamu tidak berkeliaran lagi di hutan, dan tidak ada lagi pemuda yang jadi korbanmu
..." ujar Jaka Indi kalem.
Dewi Rheena seperti heran Jaka
indi mengenalinya, tapi ia hanya melotot sambil menggigit bibir.
" Oh iya.... Lain kali
jangan sembarangan membuka baju didepan pria.... PAMALI TAU...."
" Jangan pula terlalu
percaya diri bahwa semua laki-laki bisa tergoda oleh kencatikanmu, Padahal
kalau kamu menggunakan ilmu bela diri sejatimu atau menggunakan serulingmu
untuk menghipnotisku mungkin sudah sejak awal kamu bisa menundukkanku....
" ucap Jaka indi lebih lanjut, dengan lagak sok memberi nasihat.
Dewi Rheena kembali hanya bisa
menatap Jaka indi dengan sangat gemas, ingin rasanya ia mencincang Jaka Indi. Sangking
dongkolnya sampai-sampai Dewi Rheena mengeluarkan air mata dari kedua pelupuk
matanya.
" Aaiiih...... entah mengapa
disaat sedih, gembira, bahkan saat mendongkol wanita bisa mengeluarkan
airmata....." fikir Jaka indi dengan gegetun
Kemudian Jaka Indi menghampiri
Dewi Rheena, yang masih tergeletak direrumputan, membopongnya dan mendudukan
serta meletakkannya pada tempat yang bersih dan menyandarkannya pada sebuah
batu besar yang ada didekat tempat tersebut. Dewi Rheena hanya diam dan menatap
dengan mendelik,
" Apa kamu masih kesal, dan
merasa tidak puas karena aku telah mengalahkanmu dan mengikatmu….? " tanya
Jaka Indi
" Huhh...! " dengusnya.
" Kalau bukan karena akal
bulusmu, mana bisa kamu mengalahkanku…" Jengek Dewi Rheena.
" itu karena dirimu sendiri
yang kurang waspada, kalau aku yang
lengah bukankah aku yang justru akan menjadi korbanmu ." jawab Jaka Indi
sambil tertawa ringan
" Oh iya.... aku sedang
memikirkan sesuatu, apa yang sebaiknya ku lakukan terhadapmu, apakah kuserahkan
pada Bunda Ratu, atau aku jadikan istriku, " jelas Jaka Indi sambil
mengedipkan sebelah matanya. dengan pandangan menggoda.
" Cuiiih....! Siapa kesudian
menjadi istrimu, kalau bukan karena ingin menghisap hawa murnimu, mana mungkin
aku mencoba memikatmu, " terang Dewi Rheena
" Aku hanya heran dengan
satu hal, mengapa sampai saat ini kau tidak terpengaruh racun sama sekali, disaat
mencengkram lenganmu tadi, aku telah menggores pergelangan tanganmu dengan kuku
jari kelingkingku yang mengandung bisa racun birahi.” Jelas Dewi Rheena.
Jaka Indi jadi teringat saat Dewi
Rheena seperti sedang dipengaruhi birahi lalu mencondongkan tubuhnya ke depan
dirinya, lalu Dewi Rheena mencengkram tangan Jaka Indi dengan kuat, sehingga
kukunya menggores dan menancap didaging tangan Jaka indi.
Seketika refleks Jaka Indi melihat
pergelangan tangannya, ternyata bekas luka tersebut bahkan sudah hampir tidak
tampak, hanya samar-samar terihat seperti sisa bekas goresan saja, yang tampak
semakin memudar.
"Ahh....! ternyata sejak
kuminum air keabadian ( ainul hayat ) bukan saja tubuhku menjadi bertambah
kuat, bahkan sepertinya aku kebal racun, dan tubuhku mempunyai kemampuan
menyembuhkan luka dengan cepat, Sungguh air yang sangat ajaib," Renung
Jaka Indi
" Ouuh... kenapa racun
birahi tersebut tidak berpengaruh padaku, pertama karena aku tidak selera
dengan wanita yang suka buka baju sembarangan, kedua karena aku ini orang baik, dan orang
baik selalu dilindungi Tuhan," jawab Jaka Indi sekenanya.
Yang membuat Dewi Rheena justru
semakin gemas mendongkol setelah mendengar jawaban Jaka Indi.
" Oh iya..... mengapa tengah
malam kau sendirian berada ditengah hutan, apakah kau penyerang gelap di kedai
asmoro, karena kulihat penyerang gelap tersebut lari kearah sini “ ujar Jaka
Indi sambil menatap tajam.
Wajah Dewi Rheena, menjadi memerah
karena gusar, jawabnya, " kau bunuh saja aku….! "
“ untuk apa aku membunuhmu…? aku
tidak tertarik untuk mebunuhmu, tapi kalau kau tidak mau menjawab pertanyaanku,
aku akan menggores wajahmu, yang akan membuat wajahmu menjadi buruk, hingga
tidak ada lagi pria yang akan terpikat dengan kecantikanmu. “ Jaka Indi cukup
tahu, ada banyak wanita yang tidak takut mati, tapi justru sangat takut bila
hilang kecantikannya.
" Mati saja ku tidak takut,
masa kutakut hal-hal begitu " teriak Dewi Rhenna.
" Benar nih tidak takut….? "
tanya Jaka Indi
" Hmm..... “ Jengek Dewi
Rheena.
" Tiba-tiba Jaka Indi
mendapat akal, baik karena kau tidak
takut biarlah kuganti dengan cara lain ", ujar Jaka Indi dengan tertawa
" Cara apapun yang kau gunakan, tetap saja ku
tidak takut "
" Kalau kau ku gantung
diatas pohon, lalu kucopot celanamu dan kupukul pantatmu, kau takut tidak … ? “
entah kenapa Jaka Indi lantas tertawa, karena merasa geli sendiri dengan ide
konyolnya.
Benar saja wajah Dewi Rheena
mendadak berubah merah sebentar lagi berubah putih pucat, bagaimanapun ia
seorang gadis remaja dan juga seorang putri Bunda Ratu yang biasa dihormati,
tentu akan sangat memalukan kalau dirinya dilihat dalam keadaan demikian.
Sampai gemetar tubuh Dewi Rheena,
karena menahan perasaannya yang bergolak, teriaknya dengan serak " kau...kau....kau Iblis….. !! "
" hahaha.... akhirnya kau
takut juga bukan "
" Sudahlah aku hanya
bergurau, aku juga tidak tertarik memukul pantat seseorang gadis yang sudah
dewasa, apalagi tubuhnya banyak mengandung racun " kata Jaka Indi sambil
tersenyum lebar
Sementara Dewi Rheena mulai
memejamkan matanya karena pingsan tak sadarkan, sangking gemas dan jengkelnya
pada Jaka Indi. Sedangkan Jaka Indi terdiam beberapa saat, memikirkan bagaimana
cara membawa Dewi Rheena ke istana bunda Ratu, mengingat saat ia mengejar
penyerang gelap hanya dengan sepasang kakinya dan meninggalkan kuda unicornnya
di dekat kedai danau asmoro, disaat Jaka Indi akan membopong tubuh Dewi Rheena.
“ Raden, tolong serahkan Dewi
Rheena padaku, ” terdengar suara wanita memecah kesunyian.
Jaka Indi sangat terkejut,
mengetahui ada seseorang yang hadir disekitar tempat tersebut tanpa diketahui
olehnya. Seketika Jaka indi memalingkan wajahnya kearah sumber suara itu, terlihat
seekor ular hitam raksasa yang sangat besar, yang diatas kepala ular tersebut
berdiri seorang wanita berusia 30 tahunan mengenakan kebaya warna serba hitam
dengan rambut disanggul tinggi, layaknya seorang bangsawan kraton. Ular raksasa
tersebut hanya berjarak kurang dari dupuluh meter, tapi Jaka Indi sama sekali
tidak mengetahui kehadirannya, karena sedang memusatkan perhatiannya pada dewi
Rheena
“ Siapakah anda …? ” tanya Jaka
Indi dengan mimik terheran.
Wanita berbusana kraton serba
hitam itu memberi isyarat jari tangan kebawah, tampak perlahan ular raksasa
yang dinaikinya berjalan mendekat ke Jaka Indi, lalu menurunkan kepalanya didepan
Jaka Indi, Jaka Indi dapat melihat dengan jelas betapa besarnya ular raksasa
tersebut, matanya tampak mencorong merah menyala, lidah bercabangnya, yang
sesekali menjulur keluar dan mensis membuat jaka Indi merasa bergidik ngeri,
Wanita berpenampilan layaknya
bangsawan kraton tersebut, tetap berdiri diatas kepala ular raksasa, hanya saat
ini Jaka Indi dapat melihat sosok wanita tersebut dengan lebih jelas.
“ Raden, aku adalah Dewi
Janettra, guru dari Dewi Rhena, Dari cincin batu giok yang kau kenakan, aku
bisa menduga siapa dirimu, Kita masih orang sendiri, maka biarlah aku membawa
muridku,”
“ Tapi…. Aku bermaksut menyerahkannya
pada bunda ratu, ” terang Jaka Indi
Dewi Rheena sejak kecil, lebih
sering ikut denganku, ia telah kuanggap putriku, jadi biarlah aku yang
membawanya, dan aku yang akan mempertanggung-jawabkannya bila terjadi sesuatu
terhadap Dewi Rheena “
Jaka Indi menatap lebih lama
wajah Dewi Jannetra, wajahnya seperti wanita berusia tiga puluh tahunan,
kulitnya bersih berwarna kecoklatan, hidungnya tinggi, profilnya seperti artis
india, dengan hiasan titik merah ( Bindi ) diantara kedua alisnya, tapi tetap
terlihat cantik. Bindi didahi adalah perlambang cakra dan indra keenam juga
merupakan simbol kecerdasan dan pelindung diri dari setan, sihir dan nasib
buruk. Yang menarik adalah matanya, saat diamati ternyata pupil hitam pada
matanya sangat besar, dan menyisakan sedikit sekali warna putih, sehingga
sepintas seperti seluruh mata tersebut berwarna hitam, dan pada sorot matanya
yang tajam seperti ada kekuatan hipnotis yang kuat, yang membuat lawan
bicaranya mau tak mau akan mengikuti perkataannya.
Berikutnya, tanpa menunggu persetujuan
Jaka indi lebih lanjut, Wanita berpenampilan bangsawan Kraton tersebut, hanya
dengan melambaikan tangannya seperti ada kekuatan menghisap yang besar,
tiba-tiba tubuh Dewi Rhena melayang keatas kepala ular raksasa itu, dan rebah
tepat dihadapan Dewi Janettra. Kemudian dengan isyarat jari telunjuk keatas,
ular raksasa itu kembali mengangkat kepalanya dan jalan berbalik kearah dari
tempat ia datang menuju kedalam hutan yang gelap.
Jaka Indi dapat melihat setiap
rerumputan yang terlewati badan ular raksasa itu, langsung hangus terbakar. Dari
kejauhan terdengan suara “ Raden …. terima kasih karena telah menjaga Dewi
Rheena, dan tidak mencelakainya… ”
Jaka Indi hanya dapat melenggong
melihat berlangsungnya semua kejadian tersebut.
" Hadeuuuhh....! Wis
Embohlah ora urus " batin Jaka Indi dengan rasa getun.
“ Yang terpenting sekarang aku
harus kembali ke danau asmoro dahulu untuk mengambil kuda unicornku yang
tertinggal disana “ dengan berlari pesat hanya dalam seperempat jam sampailah
Jaka Indi di danau asmoro.
Aksi panggung pertunjukan masih
berjalan, diisi dengan ketrampilan bela diri tangan kosong, Kedai tempat Jaka
Indi mampir tadi juga masih terlihat ramai, hanya saja para tamunya telah
banyak berganti, Dewi Anggraini dan pengawal berbadan tegap sudah tidak
terlihat, begitu pula beberapa pemuda berwajah seperti domba dan kelompok
Pangeran Corwin juga sudah tidak terlihat, tapi masih terlihat peri bermata
sipit yang saat ini sedang berbicara dengan Putri Kidung.
Merasa tubuhnya mulai letih dan
ingin segera istirahat kembali ke pavilliun kaputran, Jaka Indi memutuskan
tidak menikmati acara pertunjukan didanau asmoro lebih lanjut, melainkan
langsung menuju tempat kuda unicornnya ditambatkan, lalu menaikinya, dan
berbisik hantar aku secepatnya ke paviliun kaputran. Kuda unicorn itupun
langsung melesat dengan cepat menembus kegelapan malam. Tak lama sampailah Jaka
indi tiba di kamarnya. Istrinya Dewi Yuna belum juga kembali
Jaka Indi segera menuju kamar
mandi untuk membersihkan diri, kemudian sholat dan dilanjutkan dengan meditasi
sesaat, lantas rebah berbaring diperaduan sambil merenungkan kejadian hari ini.
Banyak pengalaman menarik yang telah dialaminya, dari bertemu Mas Indrajid,
Dewi Anggraini, Dewi Rheena, dan Dewi Janettra, tapi entah kenapa saat
berbaring sendiri seperti ini justru tubuh polos Dewi Rheena yang selalu
menggangu fikirnya, bagaimaapun jaka indi adalah seorang lelaki normal yang
masih muda, bukan hal yang mudah untuk menahan diri dari godaan wanita cantik….
“ Aaiiiihh…. andai ada Dewi Yuna
disiku, tentu fikiranku tidak akan kacau seperti ini…” huuufff.... sambil
menghembuskan nafasnya. Jaka Indi bangkit dan mengambil buku kecil catatannya,
kemudian membolak-balik halamannya dan membaca lebih jauh perihal dunia astral,
disana Jaka Indi mendapatkan suatu keterangan bahwa ada beberapa jenis astral
yang libidonya ( gairah birahinya ) meningkat disaat bulan purnama dan punya
kebiadaan melakukan hubungan badan pada saat bulan purnama,
“ Wew... kayak hewan katak saja,
yang punya musim kawin dibulan purnama, “ Renung jaka Indi.
" Hmmm... apa mungkin itu
tadi sebabnya dewi Anggraini jadi seperti kasmaran dan menggodaku, serta Dewi
Rheena mendadak jadi berhasrat besar diliputi birahi, kan sekarang masih dalam
suasana bulan Purnama," fikir Jaka Indi lebih lanjut.
“ Tok…tok…tok… ”
Tiba-tiba ada suara seseorang
mengetuk pintu dengan perlahan, Jaka Indi lalu meletakkan kembali buku
catatannya dalam tas pinggang kecil miliknya.
“ Siapakah larut malam begini yang
datang ketempatku ” fikir jaka Indi
“ Masuklah pintu tidak dikunci,”
kata jaka Indi dengan suara perlahan
Saat pintu terbuka terlihat raut
wajah cantik mempesona masuk kedalam ruangan, Jaka Indi hanya menatap terkesima
dan takjub dengan kedatangan wanita cantik ripawan itu. Baru difikirkan ternyata
sudah muncul dihadapan sungguh pucuk dicinta ulam tiba
“ iyaaa… sungguh tak disangka … “
yang datang larut malam seperti ini adalah istrinya Dewi Yuna, ia mengenakan
blouse hitam berendra yang dibalut mantel panjang warna putih, rambutnya diikat
kebelakang, hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang berwarna putih bersih
Baru selesai Dewi Yuna menutup
pintu dan melepas alas kaki, bahkan
belum sempat mengucapkan perkataan apapun, Jaka Indi sudah memeluknya dengan
erat sangat erat sampai Dewi Yuna serasa sulit bernafas
Kemudian Jaka indi mulai
meregangkan pelukannya “ aduuuuhh… senangnya….! ” Kata Jaka indi dengan
bernafas lega
“ Memangnya ada apa Mas Jaka…? ” Tanya
Dewi Yuna dengan pandangan heran,
“ Hahahaha….. tidak apa-apa, Aku
teringat dengan kata-kata temanku Mas bagus, bila kau sedang merasa sedih,
kesal, galau, atau gundah, peluklah istrimu, maka itu dapat menentramkan
hatimu… kalau perlu peluklah dengan erat hingga hilang rasa gundahmu… ternyata
apa yang dikatakan temanku itu ada benarnya …”
“ Bisa saja temanmu itu ” ucap
Dewi Yuna dengan tersenyum..
“ Ehmm… tapi sekalipun memelukmu
memang membuat hatiku merasa tentram… Hanya saja …. memeluk istri erat-erat ada
juga bahayanya…” kata Jaka Indi sambil kembali mempererat pelukannya pada dewi
yuna, lalu menciumi bibir dan juga wajah dewi yuna, hingga membuat Dewi Yuna
merasa gelagapan
“ Bahaya apa Mas….? ” tanya Dewi
yuna dengan suara desah yang lirih
Jaka Indi tidak menjawab
pertanyaan istrinya, tapi…. justru mengangkat dan membopong tubuh Dewi Yuna dan
membawanya keatas dipan pembaringan
-----===oOo===-----
No comments:
Post a Comment