Bagus sekali buat mendidik akhlak
kita...
Warna NU itu Bernama Tawaduk.
Mbah Dullah Salam, adalah
seseorang yang demikian disegani. Kemampuan ilmunya hingga kharisma dan tingkat
ketawadukan nya.
Meskipun banyak pihak menganggap
beliau adalah seorang wali Mastur, yang menjadi Garis penerus nasab Al
Mutamakin , bagi Saya yang menarik adalah gaya bicara tawaduk dan lembahanah nya.
Saya sempat di ajak " mayeng
" oleh Mbah Liem ( Muslim Rifa'i imam Puro ) tiga hari tiga malam.
Sepanjang perjalanan saya terus
menerus di minta untuk mengulang hafalan saya. Baik kitab atau apa saja .
Suatu saat beliau sempatkan
silaturahmi ke Mbah KH Sahal Mahfudl. Betapa saya saat itu menyaksikan seorang
Rois Am Syuriah PBNU itu demikian hormat dan tawaduknya kepada Mbah Liem yang
keturunan sunan Kali jogo ini.
Mbah Sahal mencium tangan Mbah
Liem dengan santun. Dan saat pamitan pulang di amplopi oleh Mbah Sahal .
Ketika meneruskan perjalanan
amplop itu di buka. Tanpa di hitung. Lalu mbah liem mengambil uang dari sakunya
dan menambahkan segepok ke amplop itu.
Saya hanya diam setengah heran.
Hehe…
Fikiran dan nalar “ santri buki
ku “ mengatakan ;
Ah… barangkali untuk mengamankan
uang beliau biar gak jatuh. Itu saja.
Sesampai di pondok pesantrennya
Mbah Dullah salam, Mbah Liem tidak langsung menuju ndalem Mbah Dollah .
Beliau mengajak saya sowan dulu
ke makam Mbah Mutamaqin. Terus tahlil.
Saat tiba hampir selesai tahlil,
beliau membaca fatekhah dan sampai pada iyaka nakbudu wa iyaka nas yakin.
Beliau bersujud. Tentu saya mengikuti nya.
Dan ..
Masya Allah , bacaan iyaka nakbudu
waniyaka nastain itu di ulang ulang panjang sekali saya hitung sekitar 3.333.
sebagai santri Koboy sungguh saat itu saya hampir pingsan Saking pusingnya.
Hahahaha….
Kemudian setelah selesai kami
sowan ke ndalem Mbah Dollah salam. Kami hanya nunduk beliau yang memandangku
dengan tajam, sembari bergumam pelan.
“ Ini tho anak muda yang sampeyan
katakan ahli gizi itu, Kiyai…? “
Mbah Liem yang ditanya hanya
mengangguk. Membuatku kikuk dan makin
bingung...
Dan perasaan menjadi plong,
ketika Mbah Dullah salam mempersilahkan kami makan. Padahal waktu itu jam 03.00
. tetapi masakan masih kecil kebul.... Hahahaha
Setelah makan kami pamitan. Dan
Mbah Liem yang demikian hebat pengaruhnya sampai Mbah Sahal mencium tangan
beliau justru di hadapan Mbah Dullah salam berbeda. Mbah Liem yang kini mencium
asthi Mbah Dullah salam....dan amplop dari Mbah Sahal tadi yang sudah ditambahi
dengan segepok uang dari saku Mbah Liem di aturan ke Mbah Dullah Salam
Hmmmmm… ahlaq yang luar biasa , batinku
membisikan demikian
Bakul dawet…
Tetapi tahu kah anda bagaimana
ketawadu’kan Mbah Dullah kepada orang lain….?
Suatu saat di pondok beliau
kedatangan tamu pejabat tinggi jaman orde baru Moerdiono. Ketika beliau Mbah
Dullah hendak pidato di atas panggung , beliau tiba tiba turun lagi
meninggalkan tamu negara yang hebat itu. Di zaman Orde Baru pak More …. sangat
disegani.
Beliau seolah tidak peduli terus
ngeloyor ke ujung jalan. Ternyata disana ada seorang bakul dawet yang sedang
istirahat. Tanpa sungkan sungkan Mbah Dullah meraih tangan bakul dawet itu dan
mencium tangan kasar, dengan kulit kerut merut
itu... dan menyelipi amplop yang di terima dari Mbah Liem itu, saya
menyaksikan dengan ngungun dan menitiskan air mata.
Dan setelah adegan yang mendapat
perhatian banyak orang itu , Mbah Dullah salam kembali ke atas panggung dan
bercerita bahwa orang tuwa bakul dawet itu adalah salah satu guru nya.
" Beliaulah yang mengajarkan kepadaku surat Al fatekhah…."
Maka jangan heran ciri khas para
santri adalah tawadhuk.
Jadi.... ya Jangan heran jika
anda menyaksikan ada orang orang yang hebat, ternama, jagoan , jendral kiyai
sekalipun. Mereka akan menekuk kaki, dan menundukan wajah nya ketika berhadapan
dengan orang yang lebih tuwa. Apalagi
guru nya. Hahaha... Inilah moral santri NU yang tidak dimiliki oleh yang lain .
Bukankah Rosul sendiri bersabda ;
" Innamal buistu Li utamima
ma karimal ahlaq…? "
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment