Doa adalah
mukh (ubun-ubun/inti) ibadah. Doa adalah silah
(senjata) orang Mukmin. Begitulah Nabi saw. menggambarkan doa, dan betapa
pentingnya doa. Doa yang dipanjatkan dengan sungguh-sungguh, benar-benar dari dalam hati, merasuk ke dalam seluruh
bagian tubuh, sehingga apa yang terbersik dan terucap sama, akan mengantarkan
kenikmatan tersendiri bagi seorang hamba di hadapan Rabb-Nya.
Ketika doa
dipanjatkan dengan khusyu’, diulang tiga kali, dilakukan pada waktu-waktu
mustajab, seperti saat sujud, waktu di antara adzan dan iqamat, dua pertiga
malam terakhir, di saat Allah turun ke langit bumi, maka doa itu akan diijabah
oleh Allah SWT. Apalagi, jika dilakukan di tempat-tempat mustajab, seperti
Raudhah, Rukun Yamani, Multazam, Hijr Ismail, dan sebagainya. Maka, apapun
kesulitan seorang hamba, akan diberikan jalan keluar oleh Allah SWT. Apapun
kondisinya, pasti Allah akan memberikan jalan keluar yang terbaik untuknya.
Karena itu,
kehidupan Nabi saw. mulai dari bangun tidur hingga mau tidur lagi, berisi doa.
Karena doa adalah senjata dan inti ibadah seorang hamba kepada-Nya. Ketika
mengalami kesulitan yang luar biasa, ‘Ali meminta isteri tercintanya, Fatimah
datang menghadap ayahandanya tuk meminta bantuan. “Itu pasti ketukan Fatimah.
Tidak biasanya dia datang kepadaku saat seperti ini. Tolong bukakan pintu
untuknya.” Kata Nabi kepada Ummu Aiman. Di hadapan ayahandanya, Fatimah
berkeluh, “Ayah, makanan para malaikat ialah mengagungkan, menyusikan dan
memuji Allah. Tetapi, makanan kami kan lain?”
Nabi dengan
penuh kasih memandang iba putri tercintanya sembari bertutur, “Sunggu, sejak
sebulan ini tungku rumah keluarga Muhammad juga tidak menyala. Tetapi, baru
saja aku diberi seekor kambing betina. Kalau kamu mau, aku akan usahakan lima
ekor untukmu. Atau, kamu aku ajari lima kalimat yang pernah diajarkan Jibril
kepadaku?” Tutur Nabi saw. kepada Fatimah. “Ajarilah saja aku lima kalimat yang
pernah diajarkan Jibril kepadamu.” Jawab Fatimah.
Nabi pun
mengajarkan lima kalimat itu, “Bacalah selalu:
ياَ أَوَّلَ الأَوَّلِيْنَ
وَيَا آخِرَ الأَخِرِيْنَ، يَا ذَا الْقُوَّةِ الْمَتِيْنِ، وَيَا رَاحِمَ الْمَسَاكِيْنَ، وَياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya Awwala
al-awwalin wa ya Akhira al-akhirin ya Dza al-Quwwati al-matin, wa ya Rahima
al-masakin, wa ya Arhama ar-rahimin.
“Wahai Dzat
yang Maha Awwal, wahai Dzat yang Maha Akhir, wahai Dzat Pemilik kekuatan yang
hebat, wahai Dzat yang Maha pengasih bagi orang-orang miskin, wahai Dzat yang
Maha Pengasih..”
Fatimah pun
pulang menemui suami tercintanya. Setiba di rumah, ‘Ali bertanya kepada isteri
tercintanya itu, “Apa yang kamu bawa?” Jawab Fatimah, “Duniamu baru saja
hilang, maka sekarang kubawakan untukmu akhirat.” Meski harus menahan lapar,
‘Ali pun menimpali ucapan isteri tercintanya itu dengan kata-kata indah, “Sungguh
luar biasa hari-harimu, Fatimah.” [as-Suyuthi, Musnad Fathimah, hal. 7]
Iya, memang
hanya doa yang diberikan Nabi saw. kepada putrinya. Tetapi, ketika doa itu
dibaca, dipanjatkan dengan sepenuh jiwa dan raga, sembari menghadirkan “Dzat
yang Maha Awwal, Dzat yang Maha Akhir, Dzat Pemilik kekuatan yang hebat, Dzat
yang Maha pengasih bagi orang-orang miskin, dan Dzat yang Maha Pengasih..” maka
doa yang dipanjatkan hamba-Nya itu pun sanggup membelah langit. Apa yang
diminta pun tak kuasa ditahan oleh-Nya, kecuali pasti diberikan kepada
hamba-Nya.
Lihatlah,
bagaimana saat Nabi berdoa di malam Perang Badar. Setelah seluruh persiapan
dilakukan, tinggal satu, mengharapkan pertolongan Allah SWT. Malam itu pun Nabi
bersama sahabat melakukan shalat malam. Di belakangnya ada Abu Bakar
as-Shiddiq. Doa yang dipanjatkannya pun tidak main-main:
اللَّهُمَّ إِنْ
تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ لا تُعْبَدْ فِي الأَرْضِ
Allahumma in
tuhlika hadzihi al-‘ishabata la tu’bad fi al-ardhi
“Ya Allah,
sekiranya Engkau binasakan kelompok yang tersisa ini (dalam Perang Badar), maka
Engkau tidak akan disembah lagi di muka bumi.” [Dikeluarkan Ibn Mundzir,
al-Ausath fi as-Sunan]
Doa ini
dipanjatkan di tengah pekatnya malam, saat Allah turun ke langit bumi.
Diulang-ulang Nabi, dengan khusyu’, sambil menangis hingga tubuh baginda yang
mulia itu bergetar, sampai surbannya jatuh. Abu Bakar yang berada di belakang
Nabi pun memungut surban itu, lalu bertutur kepada Nabi, “Cukup ya Rasul, cukup
ya Rasul, Allah pasti telah mendengarkan doa Tuan.” Maka, lihatlah kemudian,
Allah menurunkan 5000 pasukan malaikat-Nya untuk membantu Nabi saw.
Ketika Nabi
dikepung pasukan koalisi, yang terdiri dari kaum Kafir Quraisy, Yahudi dan
kabilah-kabilah lain, saat Perang Khandak, setelah
seluruh persiapan dilakukan, dan rencana penjanjian dibatalkan, Nabi saw
bermunajat kepada Allah di atas bukit. Tiga malam berturut-turut, Nabi saw. memanjatkan doa:
اللَّهُمَّ مُنْزِلَ
الْكِتَابِ سَرِيْعَ الْحِسَابِ، اللَّهُمَّ اهْزِمِ الأحْزَابَ، اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ
وَزَلْزِلْهُمْ
Allahumma ya
Munzila al-kitab, Sari’a al-hisab, Allahumma ahzimh al-Ahzab, Allahumma
ahzimhum wa zalzilhum..
“Ya Allah,
Dzat yang Maha menurunkan Kitab (al-Qur’an), yang Maha Cepat perhitungan-Nya, ya Allah kalahkanlah pasukan koalisi (musuh), ya
Allah kalahkanlah mereka, dan goncanglah mereka..” [Hr. Bukhari dan Muslim]
Doa-doa yang
dipanjatkan di tengah malam ini, diulang-ulang, bahkan hingga tiga malam
berturut-turut, dipanjatkan dengan khusyu’ dan
sungguh-sungguh mengharap pertolongan Allah SWT, akhirnya
doa itu pun sanggup membelah langit, dan Allah pun tak kuasa menahan, kecuali
mengabulkan apa yang diminta. Allah pun memberikan pertolongan kepada hamba-Nya
di saat genting seperti itu. Setelah doa itu dipanjatkan, Abu Sa’id al-Khudri
menuturkan, “Allah SWT memukul musuh-musuh kami dengan angin. Allah pun
mengalahkan mereka dengan angin.” [Hr. Ahmad dalam Musnad]
Begitulah
Nabi mengajarkan doa, dan bagaimana kekuatan doa bagi hamba-hamba-Nya. Dalam kitab Tarikh Dimasyqa dituturkan, suatu ketika
ada seorang yang tengah melintasi Jabal Lubnan, dihadang oleh begal. Begal itu
pun menghunus pedang, siap membunuhnya. Sebelum begal itu membunuhnya, orang
tadi meminta izin shalat 2 rakaat. Dia pun ingat firman Allah:
أَمَّنْ يُجِيْبُ
الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْءَ [سورة النمل: 62]
“Siapakah
yang memperkenankan doa orang yang dalam kondisi terjepit, ketika dia berdoa
kepada-Nya.” [Q.s. an-Naml: 62]
Ayat ini
dibaca dengan khusyu’, diulang tiga kali. Begitu salam, begal itu pun sudah
tewas. Di sana ada seorang lelaki tegap berdiri. Orang ini bertanya kepada
lelaki itu, “Siapa Anda?” Dia menjawab, “Aku adalah malaikat penunggu gunung.
Aku diutus Allah untuk menolongmu. Saat Engkau membaca ayat itu sekali, Allah
terpanggil. Ketika Engkau baca yang kedua, Arsy-Nya pun bergetar. Ketika Engkau
baca yang ketiga, maka Dia pun tak kuasa menahan, kecuali memenuhi
permohonanmua.”
Begitulah,
kekuatan doa. Maka, Nabi saw. tak pernah melupakan doa, baik berdoa sendiri
maupun meminta didoakan. Ketika ‘Umar berangkat haji, Nabi saw. pun menyelipkan
pesan, “Umar, jangan Engkau lupakan aku dalam doamu.” Subhanallah..
Semoga kita
bisa mengisi hari, jam, menit dan tiap detik dalam kehidupan kita dengan doa.
Dengannya, langit akan terbuka, dan Allah pun akan mengabulkan semua permintaan
kita. Maka, doa pun menjadi ubun-ubun ibadah dan senjata kekuatan kita. Aamiin
No comments:
Post a Comment