Di bilangan Roxy teman menawari saya kelapa kopyor. Apa itu?
"Tenang aja, coba aja dulu", ujarnya. Harganya cukup mahal, sebuah 90
ribu. "Ini kelapa kok mahal buanget ya", batinku.
Apa itu kelapa kopyor? Saya coba cicipi kelapa muda kopyor
yang harganya selangit. Kalo kelapa muda biasa paling sebuah 15 ribu rupiah,
kelapa kopyor bisa enam kali lipat lebih mahal. Padahal rasanya biasa aja.
Hampir sama dengan kelapa muda biasa. Cuma sedikit lebih manis. Bedanya hanya
di daging kelapanya yang jika dikunyah seperti kue bantet. Bentuk dagingnya
seperti berkeriput, beda dengan kelapa muda biasa yang licin dan bening.
Kelapa kopyor bisa disebut kelapa gagal bentuk. Ibarat orang
yang lahir normal tapi pertumbuhan badan tidak sempurna. Kuntet. Kerdil. Kelapa
kopyor berkembang tidak sempurna. Seperti orang yang terlahir kuntet.
Dulu waktu kanak kanak, kelapa kopyor tidak kami lirik.
Dikampung saya tinggal banyak pohon kelapa tumbuh. Kami bebas memanjatnya
selepas main bola. Kelapa muda jadi minuman sore selepas main bola di lapangan
tidak jauh dari rumah.
Kelapa kopyor kami sebut kelapa dimakan bulan. Bentuknya
lebih kecil, tapi ada juga yang besar. Saat dibelah isi dagingnya keriput,
tidak mulus licin seperti kelapa muda biasa. Tidak ada yang mau kelapa dimakan
bulan itu.
Langsung dicampakkan.
Lain dulu lain sekarang. Jika dulu dicampakkan, kini jika
ingin kelapa dimakan bulan ini kudu korek dompet lebih dalam lagi. Sebiji
kelapa kopyor setara 6 kali lipat dari harga kelapa muda biasa. Wajar saja
karena dalam satu pohon kelapa belum tentu ada kelapa kopyor.
Mengapa bisa harga kelapa kopyor jadi begitu mahal…?
Inilah yang disebut persepsi. Persepsi dibangun dari mulut
kemulut bahwa minum kelapa kopyor akan menyehatkan tubuh. Menambah tenaga. Menambah
gairah. Entah siapa yang menghembuskan cerita ini.
Jadilah saya seumur umur baru sekali minum kelapa kopyor.
Padahal dulu saya dan teman teman sering panjat kelapa dan tidak pernah
menyentuh kelapa kopyor. Waktu kecil hembusan cerita kelapa dimakan bulan ini
akan bikin orang yang makan kelapa kopyor bakal punya keturunan kerdil kuntet
seperti kelapa gak sempurna itu.
Dalam relasi hubungan cinta juga mengalami perubahan nilai.
Jika masa saya remaja cowok berjalan sama cowok itu disebut macho. Sekarang
malah dicurigai hombreng alias gay. Jika dulu cowok berbadan tegap punya senyum
manis bakal digilai wanita, sekarang malah rada disensor kemaskulinannya.
Maklum sekarang banyak cowok cowok tampan bersih klimis malah tidak jelas unsur
besinya. Hehehe
Dalam dunia fashion juga begitu. Dulu pakaian compang
camping identik dengan pengemis atau gelandangan.
Kini malah jadi ngetren. Orang kaya berduit malah pake baju
lusuh koyak compang camping. Entah apa maksudnya. Dompetnya tebal, punya kartu
kredit tapi pakaiannya koyak lusuh compang camping.
Dalam dunia politik juga ada pergeseran. Jika dulu perawakan
gagah, ganteng dan berwibawa diutamakan pemilih, kini pemilih cenderung
mengabaikan perawakan tinggi besar ganteng itu. Wajah pas pasan bahkan
berbentuk wajah ndeso malah disukai. Wajah ganteng rupawan tidak jaminan bakal
diminati dan disukai lagi.
Perubahan ini sejatinya memberi catatan pada kita bahwa
tidak ada nilai absolut pada selera. Selera selalu berubah disetiap jaman.
Selera tidak bisa diatur oleh kita. Yang terpenting apapun kondisi lahiriah
kita bangunlah persepsi positif. Jika baju compang camping, kelapa kopyor yang
gagal tumbuh bisa lebih mahal dari yang sempurna, masakan kita yang sempurna
tubuh dan berakal sehat tidak bisa memenangkan persaingan untuk maju dan
sukses?
Percayalah kesuksesan itu bukan karena kamu terlahir seperti
apa, tapi kamu bertumbuh dan berkembang mau menjadi apa.
Lahir dari keluarga susah, bukan berarti hidupmu akan susah.
Punya wajah berantakan hancur lebur bukan berarti nasibmu berantakan hancur
lebur. Ingat kelapa kopyor yang dulu dicampakkan kini malah dihargai mahal.
Ingat baju compang camping yang direndahkan, kini malah
dijual mahal dan diburu. So ..ayo kamu pasti bisa lebih hebat dari kelapa
kopyor. Jelas ora son...
Salam perjuangan
No comments:
Post a Comment