Photo

Photo

Monday 29 May 2017

AJARAN SUNAN KALIJAGA TENTANG CUPU MANIK ASTAGINA

Salah satu peninggalan dari nenek moyang kita, yang perlu diuraikan agar menjadi pedoman hidup menuju masyarakat yang sejahtera adalah Astabrata.

Asta artinya delapan, brata artinya tindakan. Jadi, Astabrata dapat diartikan sebagai delapan macam tindakan. Astabrata ini diambil dari inti sari wasiat Cupu Manik Asta Gina, atau pegangan hokum bagi para dewa. Konon dengan berpegang pada hokum ini, para dewa dapat memimpin umat manusia menuju kesejahteraan dan kedamaian. Kalau setiap orang, terutama para pemimpin, berpegang pada astabrata, maka masyarakat yang sejahtera tidak mustahil terwujud di bumi ini. Adapun astabrata secara mudah dan jelas digambarkan atau diwujudkan dalam rupa :

1. Wanita: wanita,
2. Garwa; jodoh
3. Wisma : rumah
4. Turangga : kuda tunggangan
5. Curiga : keris, atau senjata
6. Kukila : burung berkutut
7. Waranggana : ronggeng / penari wanita
8. Pradangga : gamelan / bebunyian berirama

Orang atau pemimpin yang utama harus memiliki (mengalami) delapan hal tersebut diatas.Banyak orang yang salah paham, berusaha mempunyai delapan rupa tersebut dalam wujud sebenarnya. Hal demikian ini takkan terwujud. Sesungguhnya delapan hal tersebut sekadar kiasan, dan bukan berarti setiap orang harus memiliki barangnya, tetapi memiliki atau mengalami arti dan wangsitnya.

Wanita, artinya seorang perempuan, yang elok dan cantik, siapapun yang melihat pasti ingin memilikinya. Maka yang dimaksud dengan wanita ini adalah suatu keindahan, sebuah citacita yang tinggi. Agar cita cita itu dapat tercapai, maka orang perlu berusaha sekuat tenaga, belajar, tirakat dan sebagainnya, sebagaimana seorang pemuda yang ingin menggaet dan memiliki gadis cantik. Garwa, artinya jodoh, suami istri, yang sehati.

Garwo sering diartikan sigaraning nyawa, belahan jiwa, jiwa satu dibelah dua atau dua badan satu nyawa. Jadi garwa mengandung arti bahwa setiap orang harus dapat menyesuaikan diri, bisa bergaul dengan siapapun, semua orang dianggap sebagai kawan, hidup rukun dan damai, mencintai sesama, tidak membedabedakan orang. Semuanya dianggap sebagai garwa, teman sehidup semati.

Wisma, artinya rumah. Rumah adalah tempat berlindung memiliki ruangan yang luas berpetak petak untuk menyimpan aneka macam barang. Semuannya dapat dimasukkan kedalam rumah. Demikianlah, setiap orang hendaknya bersifat rumah, yakni dapat menerima siapapun dan membutuhkan perlindungan, sanggup menyimpan dan mengatur segala sesuatu, pun dapat mengeluarkan pikiran dan bertindak bijaksana dan teratur menurut tempat, waktu dan kedaannya.

Turangga, berarti kuda tunggangan, yang kuat dan bagus. Kuda tunggangan bisa berlari cepat, bisa berlari pelan, bisa berjalan sambil menarinari. Sebaliknya kuda tunggangan juga bisa berlari cepat dengan arah yang tak menentu, bisa terguling kedalam jurang, tergantung orang yang memegang tali kekang. Demikian halnya diri: badan jasmaniah, panca indra dan nafsu kita merupakan kuda tunggangan. Sedangkan jiwa adalah pengendaranya. Bila jiwa dapat menguasai, mengatur dan mengekang diri, maka pergaulan hidup kita akan teratur dengan baik. Sebaliknya, bila jiwa tak dapat menguasai diri, maka hidup kita akan seperti kuda tunggangan yang liar, berlari kesana kemari dan akhirnya tergelincir.

Curiga, artinya keris, senjata tajam yang dipuja puja. Maka perlulah tiap orang terutama para pemimpin memiliki persenjataan hidup yang lengkap, kepandaian, keuletan, ketangkasan dan lainlain. Begitu pula pikiran harus tajam, mampu menebak dengan dengan tepat, agar dapat bertindak tepat pula untuk kebahagiaan masyarakat.

Kukila, artinya burung, burung berkutut yang dipelihara di Jawa, untuk didengarkan suaranya, yang merdu, enak didengar, menentramkan sanubari. Demikianlah, setiap kata yang keluar dari mulut hendaknya enak didengar, lemah lembut, menentramkan orang yang mendengarkannya. Setiap kata yang keluar harus tegas dan bersifat memperbaiki dan membangun, agar siapapun yang mendengar bisa terpikat dan mengindahkannya.

Waranggana, artinya tandak atau ronggeng, untuk pandangan waktu menari. Pada zaman dewa dewa, ini disebut Lenggot-bawa. Peraturannya seperti ini : seorang warangga menari di tengah kerumunan orang, bersama seorang lelaki yang ikut menari. Diempat penjuru ada penari laki laki yang menari, seakan akan ikut menggoda si waranggana agar memalingkan mukanya dari yang lelaki yang tengah menari. maknanya, bila ingin kedamaian dan ketentraman, harus senantiasa Istiqomah tidak tergoda oleh hal hal yang bisa merugikan diri sendiri.


Gamelan yang disusun dari beberapa alat musik yaitu “ Kemong '” Kemong berarti kedah momong (harus bisa mengasuh). Maknanya, umat Islam yang berilmu harus bisa mengasuh orang lain yang belum mengerti apa apa supaya menjadi mengerti. Caranya dengan memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan. Dengan cara itu diharapkan, agar mereka bisa menjadi umat beragama yang patuh. Kening, Kening berarti kedah ningali ( harus melihat ). Maknanya, bila ada pagelaran wayang kulit seluruh masyarakat harus melihat sebab pagelaran wayang kulit di zaman wali itu bukan alat hiburan semata. Lebih penting dari itu adalah sebagai alat untuk menyebarkan agama Islam. Gong,  Gong kalau dipukuli bunyinya, “Gerr …” Bunyi suaranya berat dan panjang bergelombang. Musik apa pun bila tanpa gong atau bas tidak enak didengar. Menurut masyarakat Cirebon, bunyi ger tersebut mempunyai arti Allahu Akbar. Maknanya, kita sebagai umat Islam harus selalu ingat kepada Allah Yang Maha Pencipta. Cara yang terbaik adalah melalui sholat lima waktu sebab setiap gerakan salat didahului dengan kata Allahu Akbar. Selain itu, bunyi ger … tersebut adalah bunyi terakhir setelah bunyi keempat gamelan di atas. Ini berarti bahwa pada akhirnya nanti semua umat akan kembali kepada Yang Maha Pencipta.

No comments:

Post a Comment

Perintah Kaisar Naga : 4340 - 4345

 Perintah Kaisar Naga. Bab 4340-4345 "Kalau begitu kamu bisa meminta bantuan Pangeran Xiao. Agaknya, Keluarga Qi tidak bisa lebih kuat ...