Kisah Cinta Baridin Dan
Suratminah ( Kemat Jaran Goyang )
Pada tahun 1940-1950 an di
Cirebon telah hidup seorang bujang lapuk bernama Baridin, berparas jelek, lagi
dekil anak seorang janda tua lagi miskin bernama Mbok Wangsih. Setelah kematian
ayahnya, Baridin kemudian menggantikan posisi ayahnya untuk mencari sesuap nasi
untuk dirinya dan Ibu yang ia cintai itu.
Bukan soal tampang jelek maupun
kemiskinan baridin yang menjadi gempar rakyat Cirebon dijamanya. Melainkan kisah
cintahnya yang berakhir dengan kematian. Dikisahkan Baridin mencintai seorang
gadis demplon anak semata wayang seorang Duda kaya di Cirebon gadis itu bernama
Suratminah.
Gadis cantik dan kaya mana yang
mau di peristri oleh Bujang Lapuk, misikin jelek lagi dekil. Begitulah gambaran
keogahan Suratminah untuk di perisitri oleh Baridin.
Setelah baridin kesengsem pada
Suratminah, Baridin memaksa Ibunya untuk melamar gadis idamanya itu, Ibunya menolak
karena baginya tidak mungkin seorang kaya raya menerima lamarannya, namun
demikian Baridin terus mendesak agar supaya ibunya itu mau untuk melamar gadis
pujannya. Bahkan Baridin mengancam akan bunuh diri jika sampai ibunya tidak mau
menuruti kehendaknya.
Berdasar paksaan dan takut
kehilangan anak satu-satunya itu kemudian Mbok Wangsih memberanikan diri untuk melamarkan
Suratminah. Sesampainya dirumah Suratminah, Mbok Wangsih kemudian diperlakukan
tidak manusiawi, dihina, dicerca, dipukul, diludahi dan bahkan diusir oleh
Suratminah dan Ayahnya ketika selesai menyampaikan maksud kedatangannya.
Mendengar berita mengenai
perlakukan kasar Suratminah dan keluarganya pada Ibunya, Baridin marah besar, sekaligus
merasa bersalah pada ibunya, Hinaan itulah kemudian yang membuat Baridin
kehilangan akal sehatnya, ia seperti gila padahal tidak gila. Sedang disisi
lain ia tetap masih mencintai Suratminah.
Atas dorongan sakit hati dan rasa
ingin meneklukan gadis pujaanya itu, kemudian baridin mengambil jalan setan. Ia
melakukan guna-guna, berpuasa 40 hari 40 malam tanpa makan, guna-guna tersebut
diniatkan agar supaya Suratminah mencintainya.
Guna-guna penakluk wanita di
Cirebon disebut Kemat ( Pelet ) adapun kemat yang baridin amalkan adalah Ajian Kemat
Jaran Goyang. Stelah 40 hari 40 malam, benar saja Suratminah mendadak mencintai
Baridin, bujang lapuk yang dulu pernah ia dan keluarganya hina.
Suratminah bahkan
berteriak-teriak, menangis dan memohon kepada bapaknya agar supaya dinikahkan
dengan Baridin. Suratminah gila.
Sebagai seorang duda kaya yang
hanya memiliki anak satu-satunya, Mang Bun ayah Suratminah tidak menginginkan
hal-hal buruk terjadi pada anaknya, oleh karena itulah Mang Bun kemudian
menyanggupi permintaan anaknya bila itu kehendak yang ia inginkan.
Mang Bun, kemudian mengajak
Suratminah untuk menemui Baridin dengan niat mengawinkanya kemudian. Namun sayang
nasi sudah menjadi bubur, ketika Mang Bun menemui Baridin, ternyata Baridin
sudah menjadi mayat, kematian baridin disebabkan rasa sakit hati yang mendalam
ditambah rasa lapar yang mensuk karena 40 hari 40 malam tidak makan barang
sesuapun.
Sementara Suratminah setelah
kematian Baridin menjadi orang gila yang dalam mulutnya hanya keluar kata-kata “
Baridin, Baridin dan Baridin ”. Dan tidak beberapa lama kemudian Suratminah pun
meninggal dunia.
Sementara itu Mbok Wangsih hari-harinya
diiputi kesedihan karena kehilanggan anak semata wayang yang menafkahinya, pun
juga demikian dengan Mang Bun hari-harinya diliputi dengan penyesalan dan
kehilangan, dan pada akhirnya keduanya, kedua orang tua Baridin dan Suratminah
kemudian mninggal dalam perasaan duka yang mendalam.
Makam Baridin
Baridin dan suratminah kemudian
dimakamkan berdampingan. Makam Baridin dan Suratminah sekarang dapat dijumpai
di Blok Baridin Desa Jagapura Kab Cirebon.
Kisah Cinta Baridin dan
Suratminah tersebut sangat masyhur di Cirebon, kemasyhuran cerita cinta tersebut
kemudian dimasyhurkan lagi ketika kisah cinta tersebut di buat Drama Tarlingya
oleh seorang Seniman Cirebon terkenal yang bernama H. Abdul Aziz pada tahun
1980 an.
No comments:
Post a Comment