Gus Baha’ sekalipun sering guyon,
beliau juga sangat sering serius. Tapi setiap kali habis ngendikan ( berbicara )
serius, beliau lalu bercanda lagi.
“ Saya ini, guyon saja ada
sanadnya...” ujarnya suatu saat sambil terkekeh, dan disambut gemuruh tawa para
santrinya.
Suatu saat, beliau berkata dengan
serius. “ Untuk kali ini, saya serius. Karena sudah berhubungan dengan tauhid.
Ini penting saya paparkan di sini. Urusan tauhid itu dijaga betul. Jangan
sembrono. "
“ Saya sering mendengar ada orang
bilang, Saya jangan mati dulu, kalau saya mati, bagaimana dengan nasib istri
dan anak saya…"
" Lho itu pernyataan apa…?
Kalau kamu mati ya mati saja. Sudah kehendak Allah. Diantar beberapa orang ke
kuburan, setelah dikubur lalu dilupakan orang…"
“ Nasib istri dan anakmu ya itu
biar diurus Allah. Kan di kehidupan sehari-hari banyak kita temui, perempuan
yang dulu miskin, sengsara, begitu ditinggal mati suaminya lalu menikah lagi
dengan laki-laki lain hidupnya tambah baik, tambah kaya, tambah bahagia.
Anaknya juga begitu, punya bapak baru yang lebih sayang, lebih terhormat, dan
lebih kaya..."
" Gak usah drama dan lebay.
Biasa saja. Kalau kamu mati ya mati saja. Kok seakan-akan kematianmu
menyebabkan nasib orang lain makin buruk. Ada-ada saja…."
" Demikian juga dengan
Pilpres. Kalau kamu mau nyoblos ya nyoblos saja. Gak usah sok-sokan bilang
kalau Capres A terpilih lalu kamu akan sejahtera. Rakyat sejahtera. Mana ada
rakyat atau orang sejahtera gara-gara presiden…."
" Apalagi sampai bilang,
kalau tidak Si A yang jadi Presiden bagaimana nasib agama Islam…? Itu
pernyataan yang sembrono. Ngawur itu…."
" Islam itu pernah ditinggal
meninggal dunia Kanjeng Nabi, para sahabat, orang-orang saleh, dan Islam makin
baik karena sudah kehendak Allah. Makin banyak penganutnya. Itu sudah ketetapan
Allah. Tidak ada urusannya sama capres pilihanmu…"
" Milih ya milih saja.
Sewajarnya. Gak usah lebay. Biasa saja. Jadi orang itu yang biasa saja….”
No comments:
Post a Comment