Beliau adalah Sulthanul Auliya' (
Rajanya para waliallah ), al Ghouts Al A'dzom ( Penolong yang paling Agung ).
Syaikhits Tsaqolain ( Guru sekalian manusia dan jin ), Sohibin Namus al Akbar (
Pemilik Ruh yang paling Besar )
Para wali besar yang hidup
sesudah Syekh Abdul Qodir hampir seluruhnya memiiliki sanad yang bersambung
kepada beliau.
Sayyidina al Faqih al Muqoddam,
al Ustadz al A'dzhom, al Quthb Ar Robbani Sulthonul Alawiyyin, mendapatkan
khirqoh kewalian dari Syekh Abu Madyan Syu'aib al Maghribi, dimana khirqoh tersebut
berasal dari Syekh Abdul Qodir Al Jilany.
Wali Quthb Syekh Ahmad Badawy,
Syekh Abil Hasan As Syadzili, dan Syekh Ibrahim Ad Dasuqi, ketiga-tiganya
berguru kepada al Ghouts al Maktum Syekh Abdussalam bin Masyisy. Dan Syekh
Abdussalam bin Masyisy adalah murid langsung Syekh Abu Madyan Syu'aib, dan
Syekh Abi Madyan adalah salah seorang wali yang meletakkan pundaknya di kaki
Syekh Abdul Qodir ketika beliau mengucapkan " Qodami ala roqobati kulli
waliyy " , kakiku berada di atas pundak seluruh waliallah.
Syekh Muhammad bin Abdul Karim
Samman al Madani mendapatkan futuh sesudah ditemui Syekh Abdul Qodir dalam
kholwatnya kemudian diberikannya jubah putih.
As Syaikh al Akbar Muhyiddin ibnu
Aroby, sebelum beliau lahir, ayah beliau bertemu Syekh Abdul Qodir di musim
haji lalu minta didoakan kepada Allah agar diberikan keturunan yang solih, maka
lahirlah bayi AsSyaikh al Akbar.
Syekh Musthafa bin Kamaluddin bin
Ali al-Bakri as-Shiddiqi, Sohibut Thoriqoh Khalwatiyyah, adalah murid Syekh
Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi ( penulis kitab Awariful
Maarif ). Dan beliau Syekh as Suhrawardi adalah murid Syekh Abdul Qodir al
Jilany.
Syekh Ahmad ar Rifa'i, Sohibut
Thoriqoh Rifa'iyyah, hidup sezaman dengan Syekh Abdul Qodir dan meletakkan
pundaknya dengan penuh ta'dzim di bawah kaki Syekh Abdul Qodir di saat beliau
mengucapkan " Qodami ala roqobati kulli waliyy ".
Syekh Bahauddin an Naqsyabandi
mendapatkan futuhnya sesudah Nabi Khidr mempertemukannya dengan Syekh Abdul
Qodir, kemudian beliau memberi isyarat dengan jari tangan kanannya ke arah dada
Syekh Bahauddin, lalu beliau mentalqin lsmul 'Adhom pada hati Syekh Bahauddin.
Maka masyhurlah thoriqoh Naqsyabandiyah.
Tentang peristiwa Syekh Abdul
Qodir mengucapkan kalimatnya Qodami ala roqobati kulli waliyy dan siapa saja
para wali yang hadir dan meletakkan pundaknya di bawah kaki beliau dapat
dirujuk dalam kitab Bahjatul Asror.
Syekh Abdul Karim al Jili
mengatakan, " Tidak seorang wali pun yang lebih agung, lebih tinggi dan
lebih mulia maqomnya, bai'atnya, dan sirrnya daripada Syekh Abdul Qodir al
Jilany baik dari golongan mutaqoddimin maupun muta'akhirin hingga hari kiamat ".
Para auliya assolihin yang hidup
sesudah beliau setiap menyebut beliau selalu disertai pujian ta'dzim dengan
menyebut gelar beliau Sulthanul Auliya', dan tidak segan-segan mengatakan 'ana
fi khidmatihi' ( aku berada dalam pelayanan kepada beliau ), bahkan setiap
hendak membaca aurod pun memulai dengan mengatakan 'ala niyyati Syekh Abdul
Qodir Al Jilany'.
Kewalian Syekh Abdul Qodir begitu
jelas dan terang benderang seperti matahari di siang hari. Seluruh ulama' telah
ijma' / sepakat atas kewalian Syekh Abdul Qodir rodiyallahu anhu tanpa ada
satupun yang menyelisihkannya. Keagungan, kesempurnaan dan ketinggian maqom.
Syekh Abdul Qodir disaksikan dan diakui oleh seluruh golongan.
Silsilah / nasab emas Syekh Abdul
Qodir
Nasab dari ayah :
Syeh Abdul Qodir bin Abu Shalih
bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin
Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin Abdul Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin
Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah binti Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wassalam
Nasab dari Ibu :
Syeh Abdul Qodir bin Ummul Khair
Fathimah binti Abdullah Sum’i bin Abu Jamal bin Muhammad bin Mahmud bin Abul
‘Atha Abdullah bin Kamaluddin Isa bin Abu Ala’uddin bin Ali Ridha bin Musa
al-Kazhim bin Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal ‘Abidin bin
Husain bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wassalam
Dengan demikian, Syekh Abdul
Qodir Jaelani adalah Hasani dan sekaligus Husaini.
Pada malam beliau dilahirkan ada
lima karomah ( kemuliaan ) yang menandakan beliau sebagai manusia terpilih yang
agung.
1. Ayah Syekh Abdul Qodir
Jaelani, yaitu Abi Sholih Musa Janki, pada malam hari bermimpi dikunjungi
Rasulullah SAW., diiringi para Sahabat dan Imam Mujtahidin, serta para wali.
Rasulullah bersabda kepada Abi Sholih Musa Janki : " Wahai, Abi Sholih
kamu akan diberi putra oleh Allah. Putramu bakal mendapat pangkat kedudukan
yang tinggi di atas pangkat kewalian sebagaimana kedudukanku diatas pangkat
kenabian. Dan anakmu ini termasuk anakku juga, kesayanganku dan kesayangan
Allah. "
2. Setelah kunjungan Rasulullah
SAW, para Nabi datang menghibur ayah Syekh Abdul Qodir : " Nanti kamu akan
mempunyai putra, dan akan menjadi Sulthonul Auliya, seluruh wali selain Imam
Maksum, semuanya di bawah pimpinan putramu ".
3. Pada malam dilahirkan, Syekh
Abdul Qodir diliputi cahaya sehingga tidak seorangpun yang mampu melihatnya.
Sedang usia ibunya waktu melahirkan ia berusia 60 tahun, ini juga sesuatu hal
yang luar biasa.
4. Di belakang pundak Syekh Abdul
Qodir tampak telapak kaki Rasulullah SAW, dikala pundaknya dijadikan tangga
untuk diinjak waktu Rasulullah akan menunggang buroq pada malam Mi'raj.
5. Syekh Abdul Qodir sejak
dilahirkan menolak untuk menyusu pada siang hari Ramadhan, baru menyusu setelah
matahari terbenam.
Penentuan Awal Ramadhan Melalui
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani :
Ibunya, Ummul Khair Fatimah binti
Syaikh Abdullah Sumi, pernah menuturkan : “ Anakku , Abdul Qadir , lahir di
bulan Ramadhan. Pada siang hari bulan Ramadhan, bayiku itu tak pernah mau
diberi makan. ”
Dikisahkan pada suatu Ramadhan
ketika Abdul Qadir masih bayi, orang-orang tak dapat melihat hilal karena
tertutup awan. Akhirnya untuk menentukan awal puasa, mereka mendatangi rumah
Ummul Khair dan menanyakan apakah bayinya sudah makan hari itu. Saat mengetahui
bayi itu tak mau makan, mereka yakin bahwa Ramadhan telah tiba.
Ketika ditanya mengenai apa yang
menghantarkannya kepada maqam ruhani yang tinggi, beliau menjawab : “ Kejujuran
yang pernah kujanjikan kepada ibuku ” Kemudian
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menuturkan sebuah kisah.
“ Pada suatu pagi di hari raya
Idul Adha, aku pergi ke ladang untuk membantu bertani. Ketika berjalan di
belakang keledai, tiba-tiba hewan itu menoleh dan memandangku, lalu berkata : “
Kau tercipta bukan untuk hal semacam ini. ” Mendengar hewan itu berkata-kata,
aku sangat ketakutan. Aku segera berlari pulang dan naik ke atap rumah. Ketika
memandang ke depan, kulihat dengan jelas para jamaah haji sedang wukuf di
Arafah.
Kudatangi ibuku dan memohon
kepadanya : “ Izinkanlah aku menempuh jalan kebenaran, biarkan aku pergi
mencari ilmu bersama para ahlul hikmah dan orang-orang yang dekat dengan Allah.
”
Ketika ibuku menanyakan alasan
keinginanku yang tiba-tiba, kuceritakan apa yang terjadi. Mendengar
penuturanku, ia menangis dengan sedih. Kemudian ia keluarkan delapan puluh
keping emas, harta satu-satunya warisan ayahku. Ia sisihkan empat puluh keping
untuk saudaraku. Empat puluh keping lainnya dijahitkannya di bagian lengan
mantelku. Ia memberiku izin untuk pergi seraya berwasiat agar aku selalu bersikap
jujur apapun yang terjadi.
Sebelum berpisah ibuku berkata :
“ Anakku, semoga Allah menjaga dan membimbingmu. Aku ikhlas melepas buah hatiku
karena Allah. Aku sadar aku takkan bertemu lagi denganmu hingga hari kiamat. ”
Aku ikut kafilah kecil menuju Baghdad.
Baru saja meninggalkan kota Hamadan, sekelompok perampok, yang terdiri atas
enam puluh orang berkuda, menghadang kami. Mereka merampas semua anggota
kafilah. Salah seorang perampok mendekatiku dan bertanya : “ Anak muda apa yang
kau miliki…? ” Kukatakan bahwa aku punya empat puluh keping emas.
Ia bertanya lagi : “ Di mana…? ”
Kukatakan di bawah ketiakku.
Ia tertawa-tawa dan pergi
meninggalkanku. Perampok lainnya menghampiriku dan menanyakan hal yang sama.
Aku menjawab sejujurnya. Tetapi seperti kawannya, ia pun pergi sambil
tertawa-tawa mengejek.
Kedua perampok itu mungkin
melaporkanku kepada pimpinannya, karena tak lama kemudian pimpinan gerombolan
itu memanggilku agar mendekati mereka yang sedang membagi-bagi hasil rampokan.
Si pimpinan bertanya apakah aku memiliki harta. Kujawab bahwa aku punya empat
puluh keping emas yang dijahitkan di bagian lengan mantelku.
Akhirnya ia menyobeknya dan ia
temukan keping-keping emas itu. Keheranan, ia bertanya : “ Mengapa engkau
meberi tahu kami, padahal hartamu itu aman tersembunyi….? ”
Jawabku : “ Aku harus berkata
jujur karena telah berjanji kepada ibuku untuk selalu bersikap jujur. ”
Mendengar jawabanku, pimpinan
perampok itu tersungkur menangis. Ia berkata : “ Engkau begitu memegang teguh
janjimu kepada ibumu sementara aku sudah berkali-kali melanggar janjiku dengan
Tuhanku. Selama ini aku telah merampas harta orang dan membunuh. Betapa besar
bencana yang akan menimpaku….! ”
Anak buahnya yang menyaksikan
kejadian itu berkata : “ Kau memimpin kami dalam dosa. Kini, pimpinlah kami
dalam taubat…! ”
Kata beliau rodiyallahu anhu,
" Keenam puluh orang itu memegang tanganku dan bertaubat. Mereka adalah
sekelompok pertama yang memegang tanganku dan mendapat ampunan atas dosa-dosa
mereka "
اللهم انشر نفحات الرضوان عليه # وامدنا بالا سرار التى اودعتها لديه
Allahummansyur nafahatir ridwani
alaih wa amiddana bil asrorillati auda'taha ladaih
Ya Allah tebarkanlah keridhoanMu
kepada Syekh Abdul Qodir al Jilany dan berikanlah kepada kami asror ( rahasia )
yang Engkau berikan kepadanya
Sebagian kalam Syekh Abdul Qodir
Al Jilany,
" Seorang Syekh tidak dapat dikatakan mencapai
puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging
dalam dirinya :
- Dua karakter dari Allah yaitu
dia menjadi seorang yang sattar ( menutup aib ) dan ghaffar ( pemaaf ).
- Dua karakter dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi Wassalam yaitu penyayang dan lembut.
- Dua karakter dari Abu Bakar
yaitu jujur dan dapat dipercaya.
- Dua karakter dari Umar yaitu
amar ma'ruf dan nahi munkar.
- Dua karakter dari Utsman yaitu
dermawan dan bangun ( tahajjud ) pada waktu orang lain sedang tidur.
- Dua karakter dari Ali yaitu
alim / cerdas dan pemberani. "
Semoga Allah memberikan taufiqNya
kepada kita semua.
Allahumma sholli ala Sayyidina
Muhammad wa alihi wa sohbihi wa sallim
No comments:
Post a Comment