Diantara sifat ketawadhuan /
rendah hatinya Abah Guru Sekumpul, yang diceritakan oleh Amang Dullah, salah
seorang anak murid Abah Guru.
Di malam Senin sekitar jam 11
malam, Amang Dullah yang rumahnya berdekatan atau sekomplek dengan Abah Guru
dalam komplek Ar Raudah Sekumpul menelpon Abah Guru, kata beliau, “ Lagi dimana
Bah…? ”
Kata Abah Guru, ” Aku dibelakang
Langgar ( Mushalla ). ”
Begitu didatangi Amang Dullah,
ternyata Abah Guru Sekumpul ada di sekitar WC umum Musholla Arraudhah sendirian
membersihkan WC yang banyak itu, tanpa ada orang yang membantu, Saat itu
terkejutlah Amang Dullah melihat Abah Guru membersihkan WC yang banyak itu
sendirian.
Kemudian Amang Dullah mendatangi
Abah Guru dan lekas-lekas memberikan sabun untuk Abah Guru untuk membersihkan
tangan Abah Guru, dengan rasa malu sekaligus takjub melihat ulama besar
membersihkan WC² itu sendirian saja.
Sesudah itu Amang Dullah tersebut
bertanya, “ Kenapa Pian Bah menggawi ini…? ”
Kata Abah Guru, “ Ini semua saya
lakukan hanya ingin membantu membersihkan bekas yang dipakai oleh anak dan cucu
yang hadir pengajian dan maulidan di sini ”
Sejak itulah maka dibentuk dan
ditugaskan panitia yang lain untuk membersihkan WC musholla secara teratur.
Inilah ketawadhuaan beliau
sebagai Ulama Besar yang patut kita tiru dan kita teladani beliau tidak
menghiraukan kedudukan atau derajat beliau, apapun yang beliau kerjakan beliau
lakukan dengan sendiri…
Kelembutan Tutur Kata Abah Guru
Sekitar Tahun 1990 an, Abah Guru
Sekumpul menerima tamu kurang lebih sebelas orang wanita nakal yang bekerja di
tempat hiburan malam.
Kesebelas wanita ini bermaksud
minta nasihat & petuah dari Abah Guru.
Dengan agak gemetar mereka satu
persatu menceritakan kenapa mereka sampai tercebur ke dunia hitam.
Di antaranya : terpaksa bekerja
karena membiayai anak-anaknya yang masih kecil, ada yang terpaksa bekerja
karena mengongkosi orangtua yang sudah tua renta, ada yang untuk menghidupi
keluarga, sekolah, dan lain-lain sebagainya.
Abah Guru Sekumpul diam sejenak
dan berkata, “ Kalian tahu…? Sebenarnya pekerjaan kalian semua ini mulia…”.
Spontan semua wanita ini terkejut
mendengar ucapan Abah Guru, dan tiba-tiba menangis semua. Suasana meharukan
dengan isak tangisan ini.
Mereka tidak menyangka akan
kata-kata yang keluar dari lisan Abah Guru sedemikian santun lembut sangat
menyentuh ke-hati mereka.
Lalu Abah Guru Berkata Lagi : “ Hanya
saja kedudukannya sajalah yang salah….”.
Abah Guru lalu masuk kamar dan
keluar lagi sambil membawa sesuatu, sambil menyaksikan isak tangis para wanita
itu.
Setelah tangisan mereka mereda.
Abah Guru kemudian membagi-bagikan amplop satu persatu kepada kesebelas wanita
ini.
Mereka yang menangis,
mengambilnya sambil gemetar.
Kata Abah Guru : “ Ini ampun pian
( amplop ) dari saya, lumayan di jadikan modal untuk bangun usaha. Sekarang,
pulanglah ke tempat asal kalian masing-masing, dan taubat yang sebenar-benarnya
pada Allah, jangan kalian ulangi lagi….”
Demikianlah akhlaknya Abah Guru
Sekumpul yang penuh kasih sayang terhadap sesama hamba Allah.
Menyembunyikan Rasa Sakit
Pada waktu tangan dan kaki beliau
bengkak, ada rombongan habib sekitar 20 orang lebih yang datang.
Beliau lalu menjamu para tamu
tersebut dan beliau sama sekali tidak menampakkan sakit beliau. Beliau tampak
sehat, seolah-olah beliau tidak merasakan sakit sedikitpun di tangan dan kaki
beliau.
Namun setelah tamu pergi berlalu,
beliau baru kesakitan, dan menundukkan wajah beliau serta memegangi tangan
beliau dengan menyebut nama; Allaaah, Allaaah, Allaaaah.
Kedermawanan Abah Guru
Suatu hari, Habib Maksum dari
Pasuruan bertamu ke rumah Abah Guru Sekumpul.
Di perjalanan ia berkata, “ Jika
guru Zaini itu betul² wali Allah, maka hutangku 21 juta rupiah lunas ”.
Sampai di kediaman Abah Guru ia
pun disambut dengan ramah lalu dipersilakan duduk.
Ketika sedang bercakap² beberapa
saat, tiba² datang seseorang menyerahkan cek kepada Abah Guru.
Lalu Abah Guru memberikan cek
tersebut begitu saja kepada Habib Maksum.
Padahal Abah Guru belum sempat
melihat jumlah yang tertera di kertas itu.
Kata Abah Guru, “ Untuk melunasi
hutang ”.
Lalu Habib melihat jumlah yang
tertera di cek itu.
Astaghfirullah…! Ia pun terkejut,
jumlahnya 21 juta, persis jumlah hutang yang dia miliki.
Padahal Habib belum mengatakan
apa-apa pada Abah Guru tentang hutangnya itu.
Di sini kita melihat karomah
beliau sekaligus kemurahan hati beliau dan bersihnya hati beliau dari cinta
dunia.
Kisah Abah Guru Dan Pemancing.
Suatu saat abah berjalan menuju
sawah bersama khadam beliau, ketika itu di jalan beliau bertemu orang yang
sedang asyik memancing ikan, sambil berjalan beliau melihat buih dan
gelembung-gelembung udara di sekitaran kail orang tersebut.
Biasanya bila ada
gelembung-gelembung udara tersebut menandakan ada ikan gabus bersama kerumunan
anak-anaknya…
Kebiasaan yang terjadi adalah
karena terganggu dengan mata kail, Ikan gabus dan kerumunan anaknya, maka
induknya pasti akan marah lalu menyambar mata kail pemancing itu…
Waktu itu Abah Guru dan khadamnya
menyaksikan di dekat pemancing itu, ia begitu gembira karena kailnya dipatuk
induknya ikan gabus tersebut…
Namun sebaliknya, raut muka Abah
Guru berubah kerena merasa kasihan pada anak-anak ikan yang kehilangan
induknya.
Kemudian Abah Guru mendekati
pemancing itu dengan niat hendak membeli ikan gabus yang didapatnya tadi.
Akhirnya terjadi tawar-menawar,
walaupun harganya lebih mahal dari harga di pasaran, tetapi tetap dibeli oleh
Abah Guru.
Setelah selesai akad jual beli,
pemancing itu lalu pulang…
Tertinggal Abah Guru dan khadam
beliau.
Apa yang diperbuat Abah Guru….?
Ternyata induk ikan gabus yang
dibeli Abah dengan harga mahal tadi dilepaskan Abah Guru kembali ke sungai di
dekat anak-anaknya tadi…
Subhanallah…!
Begitu kasih sayangnya Abah Guru
dengan Makhluk Allah Ta’ala
Tetap Mengajar Meskipun Sakit
Abah Guru adalah seorang guru
yang menghimpunkan Syariat, Hakikat dan Tarekat.
Beliau ajarkan kepada puluhan
ribu, bahkan sampai ratusan ribu murid beliau yang hadir.
Beliau selalu ikhlas dan
istiqomah dalam mengajar bahkan di saat sakit, dan disuruh dokter untuk
istirahat pun beliau tetap mengajar…
Kata beliau “ini demi umat
rasululullah, dalas hancur awak asal umat Rasulullah himung ” ( Ini demi umat
Rasulullah biar hancur badan asal umat Rasulullah gembira ).
Nafas beliau pun saat menderita
sakit ngos-ngosan, tapi wajah beliau saat mengajar tidak menggambarkan
kesakitan.
Bahkan beliau sering menghibur
murid beliau yang hadir dengan kisah-kisah yang lucu.
Menjaga Perasaan Sesama Umat Manusia
Abah Guru Sekumpul saat berobat
di Rumah Sakit Budi Mulia Surabaya, kebetulan ketika itu menjelang Idul Fitri.
Beliau memanggil salah seorang
murid dan menyerahkan uang untuk dibelikan beras dan dibagi sebagai zakat
fitrah.
Ternyata uang tersebut cukup
untuk membeli beberapa kwintal beras.
Tak hanya itu, beliau juga
menambahkan uang tunai. Semuanya dibagikan.
Padahal di tempat itu bukan hanya
dari kalangan muslim namun juga non muslim.
Hal inilah yang membuat seorang
perawat rumah sakit keheranan dan bertanya, “ Abah, mereka tidak semuanya
muslim, bagaimana….? ”
Jawab Abah Guru Sekumpul, ” Bagaimana
perasaan hatinya bila melihat temannya menjinjing beras….? ”
Beliau menyambungi, ” Inilah
bukti bahwa Allah Swt Maha Pemurah dan Rasulullah pemurah ”.
Begitu lah akhlak abah guru
sekumpul, selalu menjaga perasaan orang lain, kelembutan hati beliau yang tidak
ingin orang lain tersakiti, meskipun dia bukan ber agama islam.
Menghadiri Undangan Orang Miskin
Ada satu keluarga yang sangat
miskin penghidupannya sehari-hari.
Hingga pada suatu saat, mereka
mempunyai hajatan / selamatan.
Karena kecintaannya yang sangat
luar biasa kepada Abah Guru Sekumpul, lalu akhirnya sang kepala keluarga / ayah
pun memberanikan diri berjalan kaki menuju rumah kediaman Abah Guru Sekumpul.
Dia tidak bisa bertemu dengan
Abah Guru saat itu, maka sang ayah hanya mengundang kepada Abah Guru Sekumpul
lewat Khadam beliau saja.
Maka pulanglah sang ayah dengan
perasaan harap-harap cemas didalam hatinya.
“ Ya Allah, mudahan sidin bisa
datang ke hajatan / selamatan ulun malam kena. Aamiin…
Maka tibalah saat selamatan atau
hajatan itu dimulai.
Beberapa kali sang Ayah keluar
masuk rumah untuk melihat keadaan jalan yang gelap gulita itu.
Para undangan sekitar rumahnya
pun mulai berdatangan.
Sampai-sampai sang ayah seperti
berputus asa, “ Apakah mungkin beliau akan datang kerumah yang reot ini, rumah
seorang yang miskin ini…”
Sampai akhirnya suasana kampung
pun berubah… Terlihat orang-orang berlarian ke suatu tempat.
Maka sang ayah pun ikut
mendatangi ke keramaian itu untuk mengetahui ada apa gerangan…?
Masya Allah…!!! Terlihat Abah
Guru Sekumpul dan beberapa orang yang mengikuti beliau di belakang beliau,
berjalan menuju ke rumah sang ayah yang fakir lagi miskin itu.
Langsung tanpa isyarat, sang ayah
menyambut tangan Abah Guru Sekumpul dan dengan semangat yang menggebu-gebu dan
rasa gembira dan haru yang luar biasa, sang ayah menunjukkan rute menuju ke
rumahnya.
Sampailah Abah Guru ke rumah reot
yang tidak layak huni itu.
Tanpa berkata-kata apapun, Abah
Guru Sekumpul langsung masuk ke dalam rumah dan beliau langsung memimpin
pembacaan Tahlil sampai dengan selesai.
Tidak lama setelah itu, Abah Guru
berpamitan untuk pulang kepada Tuan rumah.
Abah guru bersalaman dengan sang
ayah / kepala keluarga tersebut sambil memberikan amplop.
“ Ini uang untuk mengganti biaya
pian selamatan, sisanya untuk pian berdagang ” ucap Abah Guru.
Maka pulanglah Abah Guru beserta
rombongan menuju ke mobil beliau.
Setelah semua undangan pulang,
dan setelah selesai membersihkan piring-piring dan gelas, keluarga itu lalu
berkumpul.
Sang ayah di hadapan isteri dan
anak-anaknya lalu membuka amplop yang diberikan oleh Abah Guru Sekumpul tadi…
Masya Allah…!!! Betapa
terkejutnya keluarga itu, melihat uang yang diberikan oleh Abah Guru Sekumpul
kepada mereka, adalah jumlah uang yang besar pada masa itu.
Memang benarlah sebagian dari
akhlak Abah Guru Sekumpul, apabila beliau datang atau berhadir ke suatu acara
atau hajatan, maka beliau tidak pernah datang dengan tangan kosong. Beliau
selalu memberikan amplop atau uang kepada Panitia, ataupun yang memiliki
hajatan.
Inilah akhlak Rasulullah yang
selalu ditampakkan oleh abah Guru Sekumpul.
Semoga kita bisa meneladani dan
mengikuti sifat beliau. dan dengan membaca manaqib akhlak Waliyullah, kita
diberi curahan rahmat yang luas, mendapat ampunan segala dosa, terkumpul dalam
surga firdaus bighairi hisab dengan Rasulullah dan Abah Guru Sekumpul.
Aamiiin ya robbal ‘alamiin.
No comments:
Post a Comment