Dewasa ini, sering kita dengar di
media cetak maupun elektronik kasus kasus dalam rumah tangga, bahkan sebagian
diantaranya ada yang berakhir di meja hijau pengadilan agama, hal ini tidak
lepas dari peran masing masing suami istri dalam membina rumah tangga, di satu
sisi terkadang sang istri melupakan kewajibannya dan di sisi yang lain ia
selalu menuntut haknya kepada suami. Demikian juga suami, tidak jarang ia
melupakan kewajibannya sebagai seorang kepala keluarga dan terus meminta haknya
kepada sang istri. Padahal semuanya telah diatur oleh agama, suami wajib
memberikan nafkah kepada istrinya, dan sebagai imbalannya, istri harus taat dan
patuh kepada suaminya.
Dalam hal ini, nafakah yang
dimaksud adalah kebutuhan sandang, pangandan lainnya, suami wajib memberikan
pakaian, makanan dan tempat tinggal kepada istrinya, dan suami tidak wajib
memenuhi kebutuhan biologis sang istri, tetapi suami wajib memelihara istrinya
dari melakukan maksiat, termasuk mencegahnya dari perbuatan zina, sehingga
secara tidak langsung, urusan ranjang merupakan hal yang harus diperhatikan
oleh suami.
Namun sebatas mana kesabaran wanita
dal hal ini, apakah boleh bagi suami untuk tidak menggaulinya selama satu atau
dua bulan…? apakah boleh bagi suami untuk meninggalkannya selama setahun…?
dalam hal ini, agama memberikan batasan sejauh mana dibolehkan bagi suami untuk
tidak menggauli istrinya, dalam kitab al mahalli dijelaskan tidak dibenarkan
bagi suami untuk tidak menggauli istrinya dalam jangka waktu lebih dari empat
bulan, karena empat bulan merupakan batas kesabaran wanita dalam hal urusan
biologisnya, hal ini berdasarkan sebuah atsar sahabat nabi saw, yaitu kisah
sayyidina Umar ra, pada suatu malam Sayyidina Umar berjalan di alun alun kota
madinah, kemudian ia mendengarkan seorang wanita yang melanturkan syair berikut
:
لقد طال هذا الليل وازور جانبه وأرقني أن لا خليل ألاعبه
فوالله لولا الله تخشى عواقبه لحرك من هذا السرير جوانبه
مخافة ربي والحياء يصدني مخافة بعلي أن تنال مراتبه
Sesungguhnya malam benar benar
terasa panjang dan sebagiannya telah berlalu
Kesepian tiada kekasih yang bisa
ku ajak bercanda ria telah membangunkanku
Demi Allah…! jikalau bukan karena
takut akan azabnya
Sungguh tepian ranjang ini akan
bergetar hebat
Namun rasa malu dan takut kepada
tuhanku mencegah diriku
Dan aku khawatir akan menggangu
suamiku untuk meraih derajat yang tinggi
Kemuadian Sayyidina Umar
menghampirinya seraya berkata : “ kemanakah pergi suamimu…? ” ia menjawab : “ ia
telah lama pergi berperang dijalan Allah. Kemudian Sayyidina Umar pulang
kerumah dan bertanya kepada putrinya hafsah : “ berapa lamakah seorang wanita
dapat menahan diri dari berhubungan intim…? ” hafsah menjawab : “ empat bulan,
lebih dari itu ia kesabarannya akan habis atau tinggal sedikit ”. Setelah
kejadian ini, Sayyidina Umar membuat kebijakan bahwa waktu peperangan tidak
boleh lebih dari empat bulan, hal ini agar para wanita tidak tersiksa dengan
kesepian mereka dari sentuhan suami yang mereka cintai.
Empat bulan merupakan batasan
terakhir atau batasan panjang jika ukurannya adalah bulan, sedangkan untuk
mingguan adalah empat hari. Sehingga salah satu hikmah kenapa laki-laki hanya
dibolehkan poligami sampai empat adalah karena batasan rasa sabar dari ngin
bersetubuh pada perempuan adalah empat hari sehingga jika seseorang punya empat
istri maka ia akan bisa memenuhi kebutuhan biologis keempat istrinya setiap
minggu tanpa membuat mereka menunggu lebih dari empat hari dan
kecewa. Wallahua'lam.
Referensi: mahalli juz 4 hal 11
cet dar fikri bairut, lebanon
No comments:
Post a Comment