Photo

Photo

Tuesday, 26 February 2019

Tasbih Ketika Takjub & Tentang Sumbangan


“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. ( yaitu ) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi ( seraya berkata ) : “ Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau (سبحانك), maka peliharalah kami dari siksa neraka ” ( QS. Ali Imraan : 190-191 )

“ Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidilaksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Al-Israa’: 1).

“ Dan sungguh, Kami mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah engkau diantara orang yang bersujud.” ( QS.Al-Hijr : 97-98 )

Jadi soal “ subhanallah ” & “ masya Allah ” untuk bagaimana benarnya berdasar syar’i biar Guru kita  yang nanti meluruskan.

Namun secara pribadi, ketika saya melihat sesuatu yang menakjubkan & qolbu saya secara otomatis terhubung dengan Allah, menyadari itu kuasa Allah & mengingatkan pada kebesaran Allah, maka saya selalu ucapkan tasbih. Contoh melihat fr yang otomatis itu sudah jelas” media & keilmuan paguyuban hanya perantara kuasa Allah.


Tetapi ketika melihat suatu yang menakjubkan itu kiranya sesuatu yang membuat saya lupa kebesaran Allah, atau terfokus pada kebendaan atau dunia, saya ucapkan Masya Allah. Contoh ketika melihat kecantikan, melihat anak bayi kok menggemaskan, melihat berlian kok cantik sekali, begitu kehadiran Allah itu sangat minim dalam dada saya, saya sahut dengan Masya Allah. Selain mengingatkan diri agar tidak lalai, juga agar tidak terjadi ‘ain pada yang kita kagumi.

Di atas adalah pendapat pribadi saya, selebihnya kita tunggu pemaparan ringan dari Ustadz kita yang lebih kredible..

Tentang Sumbangan : Lebih tepat sasaran kalau disumbangkan ke kaum yatim piatu, Kalau ke pengemis takutnya memupuk sifat malas & minta "

Meminta & membutuhkan adalah sesuatu samar namun berbeda.. Karna kita sudah terbiasa dalam bahasan substansi, jadi yang membuat kita harus memberi itu karena diminta atau karena ada yang butuh…?, maka sudah lebih tepat adalah yang butuh. Meminta adalah teknis. Membutuhkan adalah substansi keadaan. Maka kita sudah semestinya pada substansi.

Makanya jaman dulu kalau cewek saya minta cium, saya tanya dulu, kamu minta cium cuma minta apa karena butuh…?
Lalu dia tanya “ emang kenapa & bedanya apa…? ”

Saya jawab “ kalo cuma minta ya aku cium, kalo lagi butuh ya tambah tak cium..”

Hahaha….

Bercanda sedulur...

Saya doakan semuanya kaya raya..

Cara Memanfaatkan Waktu Ba'da Ashar Sampai Maghrib Di Hari Jum'at


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً، لاَ يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ، فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ

“Hari Jum’at itu dua belas saat, tidak ada seorang muslim pun yang memohon sesuatu kepada Allah (pada salah satu saat) kecuali Allah akan mengabulkan permohonannya, maka carilah (waktu pengabulan itu) di akhir saat setelah Ashar.”  [ HR. An-Nasaai dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 703 ]

At-Tirmidzi rahimahullah berkata,

ورأى بعض أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم وغيرهم أن الساعة التي ترجى بعد العصر إلى أن تغرب الشمس

“ Dan sebagian ulama, baik dari kalangan sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam maupun selain mereka berpendapat bahwa waktu yang diharapkan terkabulnya doa tersebut adalah ba’da Ashar sampai matahari terbenam.”  [ Shahihut Targhib, 1 / 171 ]

Penjelasan :

1. Zhahir, yang nampak jelas bahwa makna hadits ini mutlak (umum), berdoa setelah Ashar sampai Maghrib dapat dilakukan kapan dan di mana saja.

2. Apabila dilakukan setelah sholat Ashar sambil menunggu sholat Maghrib di masjid maka ini lebih besar peluang dikabulkannya, karena orang yang menunggu sholat sama dengan orang yang sedang sholat.

3. Apabila sakit maka boleh dilakukan di rumah, lebih baik dilakukan di tempat ia melakukan sholat Ashar sambil menunggu Maghrib.

4. Seorang wanita juga dianjurkan untuk menunggu sholat Maghrib di tempat ia sholat Ashar di rumah seraya berdoa kepada Allah ta'ala.

5. Datang ke masjid lebih awal sebelum sholat Maghrib dengan maksud untuk berdoa setelah melakukan sholat tahiyyatul masjid.

Disarikan dari Majmu' Fatawa Asy-Syaikh Ibni Baz rahimahullah, 30/270-271

Raih amal shalih dengan menyebarkan kiriman ini , semoga bermanfaat.
Jazakumullahu khoiron.

Antara Emas & Tanah


Emas berkata pada tanah, “ Coba lihat pada dirimu, suram dan lemah, apakah engkau memiliki cahaya mengkilat seperti aku.......?

Apakah engkau berharga seperti aku....... ? ”  

Tanah menggelengkan kepala dan menjawab,  " Aku bisa menumbuhkan bunga dan buah, bisa menumbuhkan rumput dan pohon, bisa menumbuhkan tanaman dan banyak yang lain, apakah kamu bisa....... ? ”

Emas pun terdiam seribu bahasa......!!!!! .

Dalam hidup ini banyak orang yang seperti emas, berharga, menyilaukan tetapi tidak bermanfaat bagi sesama.

Sukses dalam karir, rupawan dalam paras, tapi sukar membantu apalagi peduli.

Tapi ada juga yang seperti tanah. Posisi biasa saja, bersahaja namun ringan tangan siap membantu kapanpun.

Makna dari kehidupan bukan terletak pada seberapa bernilainya diri kita, tetapi seberapa besar bermanfaatnya kita bagi orang lain.

Jika keberadaan kita dapat menjadi berkah bagi banyak orang, barulah kita benar- benar bernilai.

Apalah gunanya kesuksesan bila itu tidak membawa manfaat bagi kita, keluarga dan orang lain.

Apalah arti kemakmuran bila  tidak berbagi pada yang membutuhkan.

Apalah arti kepintaran bila tidak memberi inspirasi di sekeliling kita.

Karena hidup adalah proses, ada saatnya kita memberi dan ada saatnya kita menerima .

Mengapa Lirik Lagu Syubbanul Wathon Diterjemahkan “ Afganistan Bilady ”


NU tidak main-main dalam menyebarkan ajaran Islam ahlusunnah wal jamaah sesuai amanat Muktamar ke-33 tahun 2015 lalu di Jombang. Islam ala Nahdlatil Ulama kini terbukti banyak dicari dan dijadikan prototype ukhuwah di berbagai negara, terutama setelah beberapa Negara di Timur Tengah porak-poranda akibat politik adu domba yang tidak bisa ditahan.

Untuk mengembalikan negaranya, agar damai dan makmur, Menteri Amar Ma’ruf Nahi Munkar Afganistan bernama Syaikh Qalamuddin menziarahi konsep ukhuwaah yang selama ini dibangun oleh NU. Menteri yang berwenang mencegah kemungkaran pun harus belajar karakter Islam Nusantara yang dikembangan oleh Jamiyyah Nahdhatul Ulama. Padahal, di negerinya sana, Qalamuddin bisa memutuskan 14 hari penjara bagi kaum laki-laki yang jenggotnya tidak panjang. Itu tugas dia. Tapi, untuk menghukum perusak persatuan, dia harus lebih banyak bertukar pikiran dengan ormas yang didirikan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Mulai datang di bandara untuk belajar kepada PBNU, ia menangis saat disambut 500an penerbang dengan nada-nada shalawat. Ia terharu. Anak-anak seusia para penerbang di Afganistan tidak ada yang bisa memiliki kemampuan seni dan optimis seperti di Indonesia. Usia muda mereka dihabiskan untuk latihan berperang. Tidak sebagaimana dilihat olehnya di Indonesia.

Keheranan Qalamuddin makin menjadi kala melihat fakta bahwa amaliyah ubudiyah warga NU di Indonesia hampir mirip dengan muslimin di negerinya yang mayoritas bermadzhab Hanafiyah. Tapi Indonesia lebih damai daripada negerinya, apa rahasianya? Karena NU bukan saja komunitas pengamal Syafi’iyah, tapi juga menyatukan antara nasinalisme dan religiusitas, dengan jargonnya; hubbul wathon minal iman.

Sinergi nasionalisme dan religiusitas itulah yang disebut sebagai bagian dari harakah an-nahdliyyah. NU itu tidak hanya memiliki amaliyah aswaja, tapi juga harakah (gerakan khas), yang meliputi gerakan keagamaan (diniyyah), kemasyarakatan (ijtimaiyyah), persaudaraan (ukhuwwah), serta amar ma’ruf nahi munkar. Hanya terjebak pada amaliyah aswaja saja, tentu tidak cukup sebagai modal membangun keutuhan negara dan bangsa.

Buktinya, meski mayoritas muslim dan sama-sama berpaham aswaja, Afganistan tetap bisa diporak-porandakan oleh politik adu domba, sebagaimana halnya Suriah, Irak, Yaman dan Somalia. Negeri-negeri itu menuju negara gagal karena massifnya kampanye ideologi radikal  yang memiliki semangat beragama tinggi tapi memisahkannya dengan semangat mencintai bangsa dan negara.

Qalamuddin akhirnya belajar. Sebagai Menteri Amar Ma’ruf Nahi Munkar, ia kemudian membawa pula lagu Syubbanul Wathon (yang dikarang KH. Abdul Wahab Chasbullah), ke negerinya sana, Afganistan. Teks “Indonesia Bilady” dari Mbah Wahab diubah menjadi “Afganistan Bilady (Afganistan negeraku)”. Negeri Aljazair menyusul menggubah Syubbanul Wathon menjadi “Aljazair Bilady”. MasyaAllah.

Salah satu materi khutbah Jum’at kiai/ulama’ Nahdlatul Ulama yang menjelaskan tentang Pancasila sebagai falsafah persatuan antar bangsa di Indonesia, juga dibawa pulang oleh beberapa duta negara sahabat Indonesia untuk diterjemahkan ke bahasa kebangsaan mereka. Pada momen tertentu, para khatib Jum’at diminta pihak berwenang untuk mengkhutbahkan materi khutbah dari kiai NU tersebut. Saya tidak perlu menyebut nama beliau di sini. Intinya, Pancasila juga menjadi basis persatuan di negeri-negeri tersebut.

Walhasil, keseriusan Nahdlatul Ulama dalam menyebarkan Islam aswaja An-Nahdliyyah dalam karakter rahmatan lil alamin ala Islam Nusantara di belahan bumi lain bukan omong kosong. Hal itu nyata dan serius terjadi. Wajar jika NU diramalkan kelak menjadi penyangga perdamaian dunia sebagaimana tertuang dalam misi logo NU hasil istikharah KH. Ridlwan Abdullah selama tiga malam berturut-turut. Wajar pengaruh NU makin diakui dunia, dan wajar pula jadi sasaran nyinyir dan fitnah kalangan yg membenci NU.

Wallaahu a'lamu bishowab...

Tips Memilih Istri


KH. Maimun Zubair dhawuh,

" Nek milih bojo iku sing ora patiyo ngerti dunyo. Mergo sepiro anakmu sholeh, sepiro sholehahe ibune.

Sohabat Abbas iku nduwe bojo ora seneng dandan, nganti sohabat Abbas isin nek metu karo bojone. Tapi beliau nduwe anak ngalime poll, rupane Abdulloh bin Abbas.

Sayyidina Husain nduwe bojo anake rojo rustam (rojo persia). Walaupun asale putri rojo, sakwise dadi bojone sayyidina Husain wis ora patiyo seneng dunyo. Mulane nduwe putro Ali Zainal Abidin bin Husain, ngalim-ngalime keturunane Kanjeng Nabi.

Kiai-Kiai Sarang ngalim-ngalim koyo ngono, mergo mbah-mbah wedo'e do seneng POSO.

Syekh Yasin Al Fadani ( ulama' asal padang yang tinggal di mekah ) iku nduwe istri pinter dagang, nduwe putro loro.Sing siji dadi ahli bangunan sijine kerjo neng transportasi. Kabeh anake ora ono sing nerusake dakwahe Syekh Yasin.

Neng Al Qur-an نساؤكم حرث لكم Istri iku ladang kanggo suami.

Sepiro apike bibit tapi nek tanahe atau ladange ora apik, ora bakal ngasilno pari apik.

Intine iso nduwe anak ngalim, nek istrine ORA PATIYO NGURUSI DUNYO LAN KHIDMAH POLL KARO SUAMINE.

Nek kowe milih istri pinter dunyo, kowe sing kudu wani tirakat.

Nek ora wani tirakat, yo lurune istri sing ahli dzikir, kowene sing mikir dunyo alias kerjo."

Cara Memperbaiki Keluarga


Gus Miek pernah dhawuh :

" Dandani anak, dandani bojo, nggae cangkem, nggae kata-kata, nasehat niku mpun boten usum. Sing usum damel getaran bathiniyyah. Termasuk anake di fatihai siji-siji, sopo weruh, kenek sinare fatihah, dadi kebuka anak-anake dadi sholeh, gelem nyantri, gelem sholat. "

( Memperbaiki anak, memperbaiki istri, pakai mulut, pakai kata-kata, pakai nasehat itu sudah bukan musimnya. Sekarang yang musim pakai getaran batiniyyah. Termasuk anaknya di kirimi fatihah satu-satu, siapa tahu terkena sinar fatihah menjadi terbuka (hatinya). Anak-anaknya menjadi sholeh mau nyantri mau sholat )

KH. Hamim Djazuli (Gus miek)

“ Ayah “ Kunci Syorga Yang Kerap Kita Lupa


Rahasia Besar Seorang Ayah Yang Tidak Diketahui Seorang Anak, Bahkan  Setiap Anak Di Dunia Ini...

" Mungkin ibuku lebih kerap menelpon untuk menanyakan keadaanku setiap hari, tapi apakah aku tahu, bahwa sebenarnya ayahlah yang mengingatkan ibu untuk meneleponku…? "

" Semasa kecil, ibuku lah yang lebih sering menggendongku. Tapi apakah aku tau bahwa ketika ayah pulang bekerja dengan wajah yang letih, ayahlah yang selalu menanyakan apa yang aku lakukan seharian tadi, ayah tak bertanya langsung kepadaku karena letihnya mencari nafkah dan melihatku terlelap dalam tidur nyenyakku..."

Saat aku sakit demam, ayah membentakku " Sudah diberitahu, Jangan minum es…! ”

Lantas aku merengut menjauhi ayahku dan menangis di depan ibu.

" Tapi apakah aku tahu bahwa ayahlah yang risau dengan keadaanku, sampai beliau hanya bisa menggigit bibir menahan kesakitanku..."

Ketika aku remaja, aku meminta izin untuk keluar malam. Ayah dengan tegas berkata “ Tidak boleh…! "

" Sadarkah aku, bahwa ayahku hanya ingin menjaga aku, karena beliau lebih tahu dunia luar, dibandingkan aku bahkan ibuku….? "

" Karena bagi ayah, aku adalah sesuatu yang sangat berharga…."

Kadang aku melanggar kepercayaannya.Ayah lah yang setia menunggu aku diruang tamu dengan rasa sangat risau, bahkan sampai menyuruh ibu untuk mengontak beberapa temannya untuk menanyakan keadaanku, ”Dimana, dan sedang apa aku diluar sana….? ”

Setelah aku dewasa, walau ibu yang mengantar aku ke sekolah untuk belajar, tapi tahukah aku, bahwa ayah lah yang berkata: "Ibu, temanilah anakmu, aku pergi mencari nafkah dulu buat kita bersama…."

Disaat aku merengek memerlukan ini – itu, untuk keperluan kuliahku, ayah hanya mengerutkan dahi, tanpa menolak, beliau memenuhinya, dan cuma berpikir, 'kemana aku harus mencari uang tambahan, padahal gajiku pas-pasan dan sudah tidak ada lagi tempat untuk meminjam.'

Saat aku berjaya. Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan untukku. Ayah lah yang mengabari sanak saudara, ”Anakku sekarang sukses. Alhamdulillah”

Walau kadang aku cuma bisa membelikan baju koko itu pun cuma setahun sekali.

" Dalam sujudnya ayah juga tidak kalah dengan doanya ibu, cuma bedanya ayah simpan doa itu dalam hatinya…."

Sampai ketika nanti aku menemukan jodohku, ayahku akan sangat berhati – hati mengizinkannya.

Dan akhirnya, saat ayah melihat ku duduk diatas pelaminan bersama pasanganku, ayahpun tersenyum bahagia.

Lantas pernahkah aku memergoki, bahwa ayah sempat pergi ke belakang dan menangis….?

" Ayah menangis karena ayah sangat bahagia. Dan beliau pun berdoa", "Ya Allah, tugasku telah selesai dengan baik dan  dengan pertolongan-Mu. Kami mohon kepada-Mu,  bahagiakan lah putra putri kecilku yang manis bersama pasangannya."

Pesan ibu ke anak untuk seorang Ayah :
"Anakku..Memang ayah tidak mengandungmu,tapi darahnya mengalir di darahmu, namanya melekat di namamu..

Memang ayah tak melahirkanmu...Memang ayah tak menyusuimu,..tapi dari keringatnya lah setiap tetesan yang menjadi air susumu…

Tangisan ayah mungkin tak pernah kau dengar karena dia ingin terlihat kuat agar kau tak ragu untuk berlindung di lengannya dan dadanya ketika kau merasa tak aman…

Pelukan ayahmu mungkin tak sehangat dan seerat bunda,...karena kecintaannya dia takut tak sanggup melepaskanmu…

Dia ingin kau mandiri, agar ketika kami tiada kau sanggup menghadapi semua sendiri..

Bunda hanya ingin kau tahu Nak..bahwa…Cinta ayah kepadamu sama besarnya dengan cinta bunda..
.
Anakku…Ketahui lah bahwa pada diri ayahmu  jugalah terdapat syurga bagimu…Maka hormati dan sayangi ayahmu.

" Salam Bahagia untuk semua Bapak dan lelaki yang baca ini dan jauh lebih bahagianya hati jika Ibu dan perempuan menghayati kisah Ayah yang menyentuh qalbu ini ".                  

Bahan renungan untuk kita semua.

Jangan Melebihi Iblis


" Aku lebih mulia dari dia…! "

Teriak iblis sambil menunjuk Adam. Ia marah karena Tuhan memerintahkannya untuk bersujud kepada manusia pertama di dunia.

" Apa yang membuatmu merasa lebih mulia dari Adam…? " Tanya Tuhan.

" Karena aku terbuat dari api, sedangkan ia dari tanah…! " Iblis menjawab dengan keangkuhannya.

Tuhan tahu bahwa bukan itu sebenarnya poinnya. Iblis marah, karena kesombongannya sebagai mahluk yang paling mulia diantara semua mahluk pada masanya, dihancurkan saat itu juga. Selama ini iblis selalu dihormati oleh sesamanya sebagai ahli ibadah.

Iblis dikenal sangat taat karena ia tidak pernah meninggalkan waktu menyembahNya. Karena merasa paling taat itulah ia mengklaim bahwa dirinya paling dekat dengan penciptaNya.

Iblis lalu berkata, " Demi kekuasaan Mu…! Aku akan menyesatkan semua keturunan Adam di dunia…! "

Seorang teman pernah berkata, " Tidak semua maksiat manusia di dunia ada karena godaan iblis. Terbanyak adalah karena manusia tidak mampu mengekang nafsunya. Tetapi ketika manusia mulai merasa beriman, iblis akan datang dengan penuh dendam untuk menyesatkannya. Karena iblis tidak ingin ada yang lebih beriman dari dirinya.."

Jika dirimu sekilas membaca sejarah iblis, maka engkau akan tahu bahwa kesombongan adalah jubah kebesarannya. Kesombongan datang dalam bentuk benih. Dari situ, tumbuhlah pohon dan ranting kemaksiatan yang pada akhirnya akan menghancurkan manusia itu sendiri.

Mendengarmu berdoa, " Kalau Kau tidak menangkan kami, kami khawatir tak ada lagi yang menyembah Mu, ya Allah..." membuat saya miris dan seperti mendengar sumpah iblis sejelas-jelasnya.

Tahukah dirimu, seandainya seisi alam semesta ini tidak menyembah Nya, Ia tidak akan menjadi lemah…? Alam semesta inilah yang melemah, jika tidak menyembah padaNya.

Doamu bukanlah sebuah doa, tetapi lebih mirip sebuah kutukan, sebuah ancaman, sebuah keangkuhan, bahwa dirimu bisa mendikte penciptamu untuk mengabulkan nafsu besarmu berkuasa di kursi dunia.

Sadarlah…. Tidak ada sesuatu di dunia ini yang layak dipertahankan mati-matian, apalagi hanya sebuah kedudukan.

Jangan menjadi iblis, engkau bahkan lebih hina darinya. Karena iblis bahkan tidak berani mengancam mengatas-namakan semesta alam, untuk tidak menyembah penciptaNya.

Iblis hanya mewakili dirinya sendiri. Kau…. ! berbicara seakan engkaulah pencipta dan Tuhan adalah mahluk yang kau ciptakan.

Maha besar Tuhan dari segala kebusukan yang keluar dari seseorang yang merasa melebihi diriNya..

Tuesday, 19 February 2019

Kisah Santri Mbe-Link " Ra Mbeling Ra Dadi Kiyai "


Ungkapan “ ra mbeling ra dadi kiyai ” ( Kalau tidak nakal, tidak akan jadi kiai ) memang sangat tidak pantas dipublikasikan.

Suka gak suka itu urusan masing-masing, setuju tak setuju itu hak asasi masing-masing pribadi, yang pasti pasti ada hikmah dibalik sebuah kisah. Ambil hikmahnya dan buang ketidak pantasannya wal hasil hati kita akan adem tentren kerto raharjo.

Kyai Umar, beliau adalah Kyai yang sangat di segani oleh masyarakat. Santrinya banyak. Dan juga banyak yang mbeling, bahkan ndalem sering kecolongan, karena banyaknya yang mbeling, hingga pengurus pondok kuwalahan.

Dan akhirnya Sang Kyai turun tangan. Beliau meminta Lurah pondok untuk mendata / merengking santri-santri mbelink. Karena sang lurah juga sudah jengkel, ia berpendapat “ Ini saatnya bikin kapok santri-santri badung, di hajar langsung sama Mbah Yai, ”

Karena sudah mendapatkan mandat dari Romo Yai, sang lurah langsung bertindak. Di lembaran kertas besar, dia mencatat santri-santri mbeling. Lalu diserahkan pada Romo Kyai.
“ Niki Romo, jumlah santri mbeling 70, ”
“ Yo wes, matur nuwun yo, ” jawab Mbah Yai Umar.

Lalu di tunggu-tunggu hampir 1 bulan tak ada perubahan dari Romo Kyai. Lalu lurah itu bertanya pada Romo Kyai.

“ Punten Romo Yai, setelah ditulis daftar santri-santri mbelink, kok belum ada tindakan dari Romo Yai…? ”
“ He he…. Gini loh le, santri mbeling itu wajar, masuk pondok keadaan nakal kok, maka dari itu mereka mondok biar gak nakal, biar bisa ngaji. Aku memerintah kamu mendata santri nakal itu, kalo aku sedang tahajud, santri-santri yang mbelink aku khususkan doanya daripada santri lainnya, ”.

Lurah hanya mlongo.

Setelah beberapa tahun dari kejadian itu, ada salah seorang kyai muda, ganteng, dengan ribuan santri di pesantren sedang mengadakan haul. Sebagai pembicara adalah Gus Mus. Ketika Gus Mus bertausiah, beliau menceritakan santri-santri mbelink di pesantrennya Romo Kyai Umar.

Semua jama’ah tertawa, hanya kyai muda itu yang tertunduk lesu. Setelah tausiah Gus Mus selesai, Kyai muda itu langsung memeluk Gus Mus.
“ Ada apa Kyai, dari tadi kok lesu saja…? ” tanya Gus Mus.
“ Yai, yang anda ceritakan tadi, tentang santri-santri mbelink di pondok Kyai Umar, saya adalah santri ternakal yang dicatat di urutan teratas, Yai. untung Yai tidak menyebut nama santri Termbeling itu. Terima kasih, Yai.

Giliran Gus Mus yang tertawa terbahak-bahak.
“ Oalah, jadi itu sampeyan to, Hahahahaha,….”

Kewajiban Istri Terhadap Suami “ Keagungan Hak Suami “


Hak suami yang menjadi kewajiban istri asalnya dijelaskan dalam ayat berikut ini,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ للهَُّ بَعْضَھُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِھِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَیْبِ بِمَا حَفِظَ للهَُّ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَھُنَّ فَعِظُوھُنَّ
وَاھْجُرُوھُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوھُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَیْھِنَّ سَبِیلًا

“ Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka ( laki-laki ) atas sebahagian yang lain ( wanita ), dan karena mereka ( laki-laki ) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara ( mereka ). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. ”  ( QS. An Nisa’ : 34 )

Hak suami yang menjadi kewajiban istri amatlah besar sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ یَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ یَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِھِنَّ لِمَا جَعَلَ للهَُّ لَھُمْ عَلَیْھِنَّ مِنَ الْحَقِّ

“ Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud pada yang lain, maka tentu aku akan memerintah para wanita untuk sujud pada suaminya karena Allah telah menjadikan begitu besarnya hak suami yang menjadi kewajiban istri ” ( HR. Abu Daud no. 2140, Tirmidzi no. 1159, Ibnu Majah no. 1852 dan Ahmad 4: 381. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih )

Ketaatan seorang istri pada suami termasuk sebab yang menyebabkannya masuk surga. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَھَا وَصَامَتْ شَھْرَھَا وَحَفِظَتْ فَرْجَھَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَھَا قِیلَ لَھَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“ Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan ( di bulan Ramadhan ), serta betul betul menjaga kemaluannya ( dari perbuatan zina ) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” ( HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih )

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

ولیس على المرأة بعد حق لله ورسولھ أوجب من حق الزوج

“ Tidak ada hak yang lebih wajib untuk ditunaikan seorang wanita –setelah hak Allah dan Rasul-Nya- daripada hak suami ” ( Majmu’ Al Fatawa, 32: 260 )

Jika kewajiban istri pada suami adalah semulia itu, maka setiap wanita punya keharusan mengetahui hak-hak suami yang harus ia tunaikan. Berikut adalah rincian mengenai hak suami yang menjadi kewajiban istri :

Pertama : Mentaati perintah suami
Istri yang taat pada suami, senang dipandang dan tidak membangkang yang membuat suami benci, itulah sebaik baik wanita. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

قِیلَ لِرَسُولِ للهَِّ صَلَّى للهَُّ عَلَیْھِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَیْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِیعُھُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُھُ فِي نَفْسِھَا وَمَالِھَا بِمَا یَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “ Siapakah wanita yang paling baik…? ” Jawab beliau, “ Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci ” ( HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih )

Begitu pula tempat seorang wanita di surga ataukah di neraka dilihat dari sikapnya terhadap suaminya, apakah ia taat ataukah durhaka.

Al Hushoin bin Mihshan menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya,
أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: كَیْفَ أَنْتِ لَھُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْھُ. قَالَ: فَانْظُرِيْ أینَ أَنْتِ مِنْھُ، فَإنَّمَا ھُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

“ Apakah engkau sudah bersuami…? ” Bibi Al-Hushain menjawab, “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu…? ”, tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi. Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu. ” ( HR. Ahmad 4 : 341 dan selainnya. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1933 )

Namun ketaatan istri pada suami tidaklah mutlak. Jika istri diperintah suami untuk tidak berjilbab, berdandan menor di hadapan pria lain, meninggalkan shalat lima waktu, atau bersetubuh di saat haidh, maka perintah dalam maksiat semacam ini tidak boleh ditaati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِیَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ

“ Tidak ada ketaatan dalam perkara maksiat. Ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma’ruf ( kebaikan ).” ( HR. Bukhari no. 7145 dan Muslim no. 1840 )

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan,

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِیَةِ للهِ

“ Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah. ” ( HR. Ahmad 1: 131. Sanad hadits ini shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth )

Kedua : Berdiam di rumah dan tidaklah keluar kecuali dengan izin suami Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُیُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاھِلِیَّةِ الْأُولَى

“ Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu ” ( QS. Al Ahzab: 33 ).

Seorang istri tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Baik si istri keluar untuk mengunjungi kedua orangtuanya ataupun untuk kebutuhan yang lain, sampaipun untuk keperluan shalat di masjid.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “ Tidak halal bagi seorang istri keluar dari rumah kecuali dengan izin suaminya. ” Beliau juga berkata, “ Bila si istri keluar rumah suami tanpa izinnya berarti ia telah berbuat nusyuz ( pembangkangan ), bermaksiat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, serta pantas mendapatkan siksa. ” ( Majmu’ Al-Fatawa, 32 : 281 )

Ketiga: Taat pada suami ketika diajak ke ranjang
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَھُ إِلَى فِرَاشِھِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْھَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

“ Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh ” ( HR. Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 1436 ).

Dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafazh,

وَالَّذِي نَفْسِي بِیَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ یَدْعُو امْرَأَتَھُ إِلَى فِرَاشِھَا فَتَأْبَى عَلَیْھِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَیْھَا حَتَّى یَرْضَى عَنْھَا

“ Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan suaminya melainkan yang di langit ( penduduk langit ) murka pada istri tersebut sampai suaminya ridha kepadanya.” ( HR. Muslim no. 1436 )

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “ Ini adalah dalil haramnya wanita enggan mendatangi ranjang jika tidak ada uzur. Termasuk haid bukanlah uzur karena suami masih bisa menikmati istri di atas kemaluannya ” ( Syarh Shahih Muslim, 10 : 7 ). Namun jika istri ada halangan, seperti sakit atau kecapekan, maka itu termasuk uzur dan suami harus memaklumi hal ini.

Keempat: Tidak mengizinkan orang lain masuk rumah kecuali dengan izin suami

Pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada haji Wada’,

فَاتَّقُوا للهََّ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوھُنَّ بِأَمَانِ للهَِّ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَھُنَّ بِكَلِمَةِ للهَِّ وَلَكُمْ عَلَیْھِنَّ أَنْ لاَ یُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَھُونَھُ

“ Bertakwalah kalian dalam urusan para wanita ( istri-istri kalian ), karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanah dari Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka adalah mereka tidak boleh mengizinkan seorang pun yang tidak kalian sukai untuk menginjak permadani kalian ” ( HR. Muslim no. 1218 )

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ یَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُھَا شَاھِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِھِ، وَلاَ تَأْذَنَ فِى بَیْتِھِ إِلاَّ بِإِذْنِھِ ، وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ نَفَقَةٍ عَنْ غَیْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّھُ یُؤَدَّى إِلَیْھِ شَطْرُه

“ Tidak halal bagi seorang isteri untuk berpuasa ( sunnah ), sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya. Dan ia tidak boleh mengizinkan orang lain masuk rumah suami tanpa ijin darinya. Dan jika ia menafkahkan sesuatu tanpa ada perintah dari suami, maka suami mendapat setengah pahalanya ”. ( HR. Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026 )

Dalam lafazh Ibnu Hibban disebutkan hadits dari Abu Hurairah,

لاَ تَأْذَنُ المَرْأَةُ فِي بَیْتِ زَوْجِھَا وَھُوَ شَاھِدُ إِلاَّ بِإِذْنِھِ

“ Tidak boleh seorang wanita mengizinkan seorang pun untuk masuk di rumah suaminya sedangkan suaminya ada melainkan dengan izin suaminya. ” ( HR. Ibnu Hibban 9: 476. Kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim )

Hadits di atas dipahami jika tidak diketahui ridho suami ketika ada orang lain yang masuk. Adapun jika seandainya suami ridho dan asalnya membolehkan orang lain itu masuk, maka tidaklah masalah. ( Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 3 : 193 )

Kelima: Tidak berpuasa sunnah ketika suami ada kecuali dengan izin suami
Para fuqoha telah sepakat bahwa seorang wanita tidak diperkenankan untuk melaksanakan puasa sunnah melainkan dengan izin suaminya (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 28: 99). Dalam hadits yang muttafaqun ‘alaih, dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ یَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُھَا شَاھِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِھِ

“ Tidaklah halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sedangkan suaminya ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin suaminya. ” (HR. Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

Dalam lafazh lainnya disebutkan,

لاَ تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُھَا شَاھِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِھِ غَیْرَ رَمَضَانَ

“ Tidak boleh seorang wanita berpuasa selain puasa Ramadhan sedangkan suaminya sedang ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin suaminya” (HR. Abu Daud no. 2458. An Nawawi dalam Al Majmu’ 6: 392 mengatakan, “ Sanad riwayat ini shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim” )

Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan izin bisa jadi dengan ridho suami. Ridho suami sudah sama dengan izinnya. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 28: 99)

Imam Nawawi rahimahullah menerangkan, “Larangan pada hadits di atas dimaksudkan untuk puasa tathowwu’ dan puasa sunnah yang tidak ditentukan waktunya. Menurut ulama Syafi’iyah, larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan haram.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 115)

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud larangan puasa tanpa izin suami di sini adalah untuk puasa selain puasa di bulan Ramadhan. Adapun jika puasanya adalah wajib, dilakukan di luar Ramadhan dan waktunya masih lapang untuk menunaikannya, maka tetap harus dengan izin suami. … Hadits ini menunjukkan diharamkannya puasa yang dimaksudkan tanpa izin suami. Demikianlah pendapat mayoritas ulama.” ( Fathul Bari, 9 : 295 )

Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah disebutkan, “Jika seorang wanita menjalankan puasa (selain puasa Ramadhan) tanpa izin suaminya, puasanya tetap sah, namun ia telah melakukan keharaman. Demikian pendapat mayoritas fuqoha. Ulama Hanafiyah menganggapnya makruh tahrim. Ulama Syafi’iyah menyatakan seperti itu haram jika puasanya berulang kali. Akan tetapi jika puasanya tidak berulang kali (artinya, memiliki batasan waktu tertentu) seperti puasa ‘Arofah, puasa ‘Asyura, puasa enam hari di bulan Syawal, maka boleh dilakukan tanpa izin suami, kecuali jika memang suami melarangnya.” (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 28: 99)

Jadi, puasa yang mesti dilakukan dengan izin suami ada dua macam: (1) puasa sunnah yang tidak memiliki batasan waktu tertentu, seperti puasa senin kamis, (2) puasa wajib yang masih ada waktu longgar untuk melakukannya.

Contoh dari yang kedua adalah qodho’ puasa yang waktunya masih longgar sampai Ramadhan berikutnya.

Jika Suami Tidak di Tempat
Berdasarkan pemahaman dalil yang telah disebutkan, jika suami tidak di tempat, maka istri tidak perlu meminta izin pada suami ketika ingin melakukan puasa sunnah. Keadaan yang dimaksudkan seperti ketika suami sedang bersafar, sedang sakit, sedang berihrom atau suami sendiri sedang puasa ( Lihat Fathul Bari, 9: 296 dan Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 28: 99) Kondisi sakit membuat suami tidak mungkin melakukan jima’ (hubungan badan).

Keadaan ihrom terlarang untuk jima’, begitu pula ketika suami sedang puasa. Inilah yang dimaksud kondisi suami tidak di tempat.

Hikmah Mengapa Harus dengan Izin Suami
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menerangkan, “Dalam hadits yang menerangkan masalah ini terdapat pelajaran bahwa menunaikan hak suami itu lebih utama daripada menjalankan kebaikan yang hukumnya sunnah.

Karena menunaikan hak suami adalah suatu kewajiban. Menjalankan yang wajib tentu mesti didahulukan dari menjalankan ibadah yang sifatnya sunnah.” (Fathul Bari, 9/296)

Imam Nawawi rahimahullah menerangkan, “Sebab terlarangnya berpuasa tanpa izin suami di atas adalah karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang (dengan bersetubuh, pen) bersama pasangannya setiap harinya. Hak suami ini tidak bisa ditunda karena sebab ia melakukan puasa sunnah atau melakukan puasa wajib yang masih bisa ditunda.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 115)

Perintah Kaisar Naga : 4890 - 4894

 Perintah Kaisar Naga. Bab 4890-4894 Dunia tangga ketujuh adalah padang bintang, tanpa aura dan tanpa makhluk hidup! Yang ada hanya seorang ...