Kalau ada warga bangsa yang
percaya, bahwa khilafah itu adalah upaya
untuk memperjuangkan syariat Islam secara kaffah, maka ia adalah bagian dari
korban proxy war.
Khilafah yang dicitakan para
penganutnya sebagai sistem pemerintahan global di bawah seorang Imam, atau khalifah, atau seorang amirul mukminin
yang adil, sesungguhnya tidak memiliki dasar teologis dan praxis yang kuat.
Para ahli tafsir terkemuka
berpendirian dengan tegas, bahwa tidak ada satu ayat pun di Al-Qur'an yang
mewajibkan bagi umat Islam untuk mendirikan sistem pemerintahan atas dasar
khilafah.
Sekiranya ditemukan 2 terma
khalifahfatu fil Ardy dalam dua ayat di Al-Qur'an, hal itu lebih
dimaksudkan sebagai perintah kenabian dari Allah SWT.
Dalam dunia praxis kekinian, tidak ada satu negara islam di muka bumi ini
yang mempraktekkan konsep khilafah dalam sistem kenegaraan dan pemerintahannya,
termasuk di negeri di Timur Tengah.
Kebanyakan negeri-negeri di gurun
pasir menganut sistem monarchi, dengan raja sebagai kepala negara dan
pemerintahan, seperti Arab Saudi dan Yordania.
Sebagian yang lain menganut sistem
demokrasi-presidential, di mana kepala negara dan pemerintahan dipimpin seorang presiden, seperti Mesir,
Iran, dan Irak.
Lantas... mengapa khilafah terus
menguat...? bahkan bisa menghancurkan kedaulatan sebuah negara....?
Di sinilah Khilafah didisain
sebagai strategi proyek politik global, dengan tujuan utama penguasaan
sumberdaya.
Siapa pemain utamanya....?
Bisa berbentuk strong state atau
korporasi multi nasional, bahkan bisa kedua-duanya.
Dulu di era kolonialisme, untuk
menguasai dan mengambil alih sumberdaya sebuah negara, negeri adidaya perlu
aneksasi wilayah dengan mengerahkan pasukan dan
alat tempur dalam jumlah besar, dan karenanya perlu biaya besar.
Kini di era revolusi industri dan
post truth, aneksasi dipandang tidak
lagi efektif.
Melalui Proxy War, penguasa
negeri adidaya dari jauh mengendalikan
peperangan dengan lebih dulu
mencipta pion-pion politik radikalis dan sparatis dalam sebuah negara yang
diincar sumber daya nya.
Melalui soft-operation, para pion
politik radikalis dan sparatis ini dibiayai dan dipersenjatai dengan tingkat
militansi kelompok yang tinggi.
Pada saat yang tepat, biasanya
lewat momentum Pemilu, digunakan untuk
melawan dan menggulingkan Pemerintah yang sah.
Saat yang sama melalui operasi
fire house of falsehood', sesama anak
bangsa dibikin saling curiga, saling tidak percaya, saling membenci, bahkan
saling menghabisi atas nama tegaknya negara khilafah.
Proyek politik global ini
berhasil gemilang di negeri gurun pasir, melalui radikalis HT, IM, dan ISIS,
menyusul keberhasilan di negeri Asia Selatan lewat pion-politik radikalis
Al-Qaidah.
Di Afghanistan dan Pakistan,
hingga kini terus perang saudara seolah tidak pernah tahu kapan berakhir.
Baik di negara Timur Tengah
maupun Asia Selatan, kini yang tersisa adalah puing-puing kehancuran peradaban
manusia.
Atas nama membela khilafah yang
hanya utopi itu, jutaan nyawa manusia telah melayang, sementara jutaan anak dan
ibu-ibu menjadi pengungsi dan
gelandangan.
Kini di Indonesia, setelah sumber
minyak timur tengah dan asia selatan dikuasai dan dikuras habis oleh negara adi
daya, kini Proxy War sedang beroperasi masif di Indonesia.
Pola nya hampir sama, Radikalis dan Sparatis dididik, dibiayai, dan
dipersenjatai.
Saat yang sama melakukan
persetubuhan politik, dengan kelompok politik dalam negeri yang haus kekuasaan.
Gagal lewat momentum politik
Pemilu 2019, karena Jokowi yang menang,
kini upaya menggulung habis Indonesia terus dicoba dengan mengoperasikan
dua kekuatan sekaligus, yakni radikalis dan
sparatis.
Radikalis terus bergerak masif
dengan isu khilafah, sementara kelompok sparatis bergerak untuk isu referendum Papua merdeka.
Keduanya dikesankan tidak berhubungan satu sama lain,
dan seolah-olah berdiri sendiri.
Tapi sebenarnya, keduanya
dimanegeri oleh kekuatan yang sama dengan target politik yang sama pula, JOKOWI
GAGAL DI PERIODE KEDUA, dan Indonesia menjadi luluh lantak seperti negeri di
Timur Tengah.
Pertanyaanya, berhasilkah proxy
war di Indonesia....?
Jawabannya adalah, Selama TNI,
Polri, dan Rakyat Nusantara masih bersatu padu untuk tegakkan NKRI, untuk
tegakkan Pancasila dan UUD 1945, maka selama itu pula operasi proxy war pasti
akan gagal, dan sebaliknya.
Proxy War boleh berhasil di Asia
Selatan dan Timur Tengah, karena di negera-negara tersebut tidak memiliki
Pancasila.
Karena di negera-negara tersebut,
justru militer nya yang terpecah-belah dan haus kekuasan, tapi tidak di
Indonesia.
Jadi sekali lagi, tidak di
Indonesia.
Demi keutuhan dan kejayaan negeri, bersatulah TNI-Polri.
Gulung musuh-musuhmu, dengan
kekuatan juang dan patriotmu.
Rahayu
No comments:
Post a Comment