Photo

Photo

Friday, 15 November 2019

Agenda Menghancurkan Indonesia


Kalau ada warga bangsa yang percaya, bahwa  khilafah itu adalah upaya untuk memperjuangkan syariat Islam secara kaffah, maka ia adalah bagian dari korban proxy war.

Khilafah yang dicitakan para penganutnya sebagai sistem pemerintahan global di bawah seorang Imam,  atau khalifah, atau seorang amirul mukminin yang adil, sesungguhnya tidak memiliki dasar teologis dan praxis yang kuat.

Para ahli tafsir terkemuka berpendirian dengan tegas, bahwa tidak ada satu ayat pun di Al-Qur'an yang mewajibkan bagi umat Islam untuk mendirikan sistem pemerintahan atas dasar khilafah.

Sekiranya ditemukan  2 terma  khalifahfatu fil Ardy dalam dua ayat di Al-Qur'an, hal itu lebih dimaksudkan sebagai perintah kenabian dari Allah SWT.

Dalam dunia praxis kekinian,  tidak ada satu negara islam di muka bumi ini yang mempraktekkan konsep khilafah dalam sistem kenegaraan dan pemerintahannya, termasuk di negeri di  Timur Tengah.

Kebanyakan negeri-negeri di gurun pasir menganut sistem monarchi, dengan raja sebagai kepala negara dan pemerintahan, seperti Arab Saudi dan Yordania.

Sebagian yang lain menganut sistem demokrasi-presidential, di mana kepala negara dan pemerintahan  dipimpin seorang presiden, seperti Mesir, Iran, dan Irak.

Lantas... mengapa khilafah terus menguat...? bahkan bisa menghancurkan kedaulatan sebuah negara....?

Di sinilah Khilafah didisain sebagai strategi proyek politik global, dengan tujuan utama penguasaan sumberdaya.

Siapa pemain utamanya....?

Bisa berbentuk strong state atau korporasi multi nasional, bahkan bisa kedua-duanya.

Dulu di era kolonialisme, untuk menguasai dan mengambil alih sumberdaya sebuah negara, negeri adidaya perlu aneksasi wilayah dengan mengerahkan pasukan dan  alat tempur dalam jumlah besar, dan karenanya perlu biaya besar.

Kini di era revolusi industri dan post truth,  aneksasi dipandang tidak lagi efektif.

Melalui Proxy War, penguasa negeri adidaya dari jauh mengendalikan  peperangan  dengan lebih dulu mencipta pion-pion politik radikalis dan sparatis dalam sebuah negara yang diincar sumber daya nya.

Melalui soft-operation, para pion politik radikalis dan sparatis ini dibiayai dan dipersenjatai dengan tingkat militansi kelompok yang tinggi.  

Pada saat yang tepat, biasanya lewat momentum Pemilu,  digunakan untuk melawan dan menggulingkan Pemerintah yang sah. 

Saat yang sama melalui operasi fire house of falsehood',  sesama anak bangsa dibikin saling curiga, saling tidak percaya, saling membenci, bahkan saling menghabisi atas nama tegaknya negara khilafah.

Proyek politik global ini berhasil gemilang di negeri gurun pasir, melalui radikalis HT, IM, dan ISIS, menyusul keberhasilan di negeri Asia Selatan lewat pion-politik radikalis Al-Qaidah.

Di Afghanistan dan Pakistan, hingga kini terus perang saudara seolah tidak pernah tahu kapan berakhir.

Baik di negara Timur Tengah maupun Asia Selatan, kini yang tersisa adalah puing-puing kehancuran peradaban manusia.

Atas nama membela khilafah yang hanya utopi itu, jutaan nyawa manusia telah melayang, sementara jutaan anak dan ibu-ibu  menjadi pengungsi dan gelandangan.

Kini di Indonesia, setelah sumber minyak timur tengah dan asia selatan dikuasai dan dikuras habis oleh negara adi daya, kini Proxy War sedang beroperasi masif di Indonesia.

Pola nya hampir sama,  Radikalis dan Sparatis dididik, dibiayai, dan dipersenjatai.

Saat yang sama melakukan persetubuhan politik, dengan kelompok politik dalam negeri yang haus kekuasaan.

Gagal lewat momentum politik Pemilu 2019, karena Jokowi yang menang,  kini upaya menggulung habis Indonesia terus dicoba dengan mengoperasikan dua kekuatan sekaligus, yakni radikalis dan  sparatis.

Radikalis terus bergerak masif dengan isu khilafah, sementara kelompok sparatis  bergerak untuk isu referendum Papua merdeka.

Keduanya  dikesankan tidak berhubungan satu sama lain, dan  seolah-olah berdiri sendiri.

Tapi sebenarnya, keduanya dimanegeri oleh kekuatan yang sama dengan target politik yang sama pula, JOKOWI GAGAL DI PERIODE KEDUA, dan Indonesia menjadi luluh lantak seperti negeri di Timur Tengah.

Pertanyaanya, berhasilkah proxy war di Indonesia....? 

Jawabannya adalah, Selama TNI, Polri, dan Rakyat Nusantara masih bersatu padu untuk tegakkan NKRI, untuk tegakkan Pancasila dan UUD 1945, maka selama itu pula operasi proxy war pasti akan  gagal, dan sebaliknya.

Proxy War boleh berhasil di Asia Selatan dan Timur Tengah, karena di negera-negara tersebut tidak memiliki Pancasila.

Karena di negera-negara tersebut, justru militer nya yang terpecah-belah dan haus kekuasan, tapi tidak di Indonesia.

Jadi sekali lagi, tidak di Indonesia.

Demi keutuhan dan kejayaan negeri,  bersatulah TNI-Polri.

Gulung musuh-musuhmu, dengan kekuatan juang dan patriotmu.

Rahayu

No comments:

Post a Comment

Perintah Kaisar Naga : 4493 - 4495

 Perintah Kaisar Naga. Bab 4493-4495 “Perdana Menteri Yu, apa yang harus kita lakukan?” McKinney sedikit ragu-ragu saat ini. Jika pertarunga...