Suatu saat ada orang sowan ke Gus
Baha’. Orang tersebut mengadu kalau sering dimarahi istrinya dan disuruh pergi
dari rumah.
“ Apa alasan istrimu menyuruhmu
minggat…? ” tanya Gus Baha’.
“ Anu, Gus.. Karena saya gak
kerja…”
“ Ya kalau gitu benar istrimu…”
“ Lha tapi saya kan suaminya,
Gus. Itu kan bukan perilaku seorang istri yang baik…”
“ Kamu itu jangan ngajak goblok bareng. Kalau
istrimu tidak protes karena kamu tidak kerja, istrimu malah salah. Kewajiban
suami itu memang mencari nafkah. Sudah gak mencari nafkah, petengkrangan di
rumah, anak istri tak diperhatikan, ya suami kayak gitu memang mestinya diusir
dari rumah. Biar kerja. Aneh-aneh saja… Aku iki wong ngalim, dupeh
kowe tau ngaji karo aku, terus mbok kon mbela kowe… ( Aku ini orang alim,
mentang-mentang kamu pernah ngaji sama saya, trus aku kamu suruh membelamu…) ”
Gus Baha’ kemudian bercerita.
Ketika Adam diusir Tuhan dari surga, semua makhluk menangis. Mereka menyayangi
Adam. Kenapa Adam yang baik itu, hanya karena kesalahan yang dianggap bukan
kesalahan besar, harus terusir dari surga.
Di antara makhluk yang bersedih
itu, hanya emas yang diam. Tak bersedih.
Tuhan lalu bertanya, “ Mas, Emas…
Semua makhluk bersedih karena Adam kuusir dari surga, kok kamu tidak ikut
bersedih…? ”
“ Untuk apa saya bersedih, Tuhan…?
Bukankah Adam memang melanggar aturanmu….? Bukankah memang itu menjadi
kehendakmu…? ”
Tuhan lalu menjawab, “ Kamu
memang istimewa, Mas. Kelak semua hal bisa jatuh, hanya kamu yang tidak akan
ikut jatuh….”
Terlepas dari jatuh tidaknya
emas, tapi ngaji dengan Gus Baha’ harus siap menerima pendapat yang tidak
biasa. Dia beraliran “ emas “. Kalau ada orang yang salah ya harus dihukum.
Harus ada orang yang berposisi seperti itu.
No comments:
Post a Comment