Diriwayatkan dari ‘Abis bin
Rabi’ah, ia berkata, “ Aku pernah melihat ‘Umar bin Al-Khatthab RA mencium
hajar Aswad. Lantas ‘Umar berkata,
إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُقَبِّلُكَ لَمْ أُقَبِّلْكَ
“ Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu
bahwa engkau hanyalah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah SAW, maka
tentu aku tidak akan menciummu.” HR Muslim
Catatan :
Berbeda cara pandang dan persepsi
terhadap suatu permasalahan dapat menyebabkan perbedaan dalam menilai sesuatu
tersebut. Tidak jarang jika hal ini dibiarkan dan tidak segera diluruskan maka
akan timbul kesalah-pahaman dan selanjutnya akan timbul paham yang salah.
Pada zaman jahiliyah yang kental
dengan kultus benda pusaka yang mereka jadikan berhala maka mencium sebuah batu
akan diartikan sebagai sebuah peng-kultusan kepada batu tersebut. Bahkan pasca
masuk Islam, dari kalangan mereka masih banyak yang rentan akan kesalah pahaman
ini.
Dari latar belakang inilah kita
pahami mengapa Umar berkata demikian ( pada hadits di atas ) ketika ia mencium
hajar aswad. At-Thabari berkata : “ Umar saat itu melihat banyak kaum yang
dulunya menyembah berhala sehingga umar khawatir orang-orang bodoh mengira bahwa
mencium hajar asawad sama halnya mengagungkan batu sebagaimana yang dilakukan
oleh orang arab pada masa jahiliyah. Umar ingin mengajari mereka bahwa mencium
hajar aswad itu adalah meniru perbuatan Nabi SAW, dan bukan karena keistimewaan
batu itu sendiri sebagaimana keyakinan orang-orang jahiliyah kepada batu
berhala mereka. ( Kitab : Tuhfatul Ahwadzi )
Di sinilah butuh kejelian
membedakan keduanya, sama-sama mencium sebuah batu maka yang satu menjadi
musyrik dan yang lain adalah orang Islam. Orang musyrik mencium batu untuk
menyembahnya sementara orang islam menciumnya karena ada ajaran dan
tuntunannya, bahkan wujud kecintaan kepada Nabinya.
Inilah yang tidak dipahami oleh
orang-orang di luar agama Islam atau orang yang dangkal pengetahuannya akan
agama Islam. orang yang di luar Islam ketika melihat kaum muslimin melakukan
sholat dan bersujud ke arah ka’bah maka mereka buru-buru berkata “ aneh, agama Islam
melarang orang lain bersujud kepada berhala sementara mereka sendiri bersujud
kepada batu ( ka’bah ) ”.
Sama halnya dengan orang yang
dangkal pengetahuannya akan agama Islam, tatkala mereka melihat santri berebut
bekas minuman kyainya mereka buru-buru mengatakan syirik, ghuluw ( berlebihan
dalam agama ) dan tuduhan- tuduhan lainnya. Mereka lupa atau memang melupakanakan
kejadian yang dialami sayyidina umar di atas. Boleh jadi mereka tidak tahu atau
tidak “ tahu menahu ” akan apa yang diperbuat shahabat kepada Nabi-Nya.
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad
As Sa’idiy RA, ia berkata, Rasulullah SAW pernah disodori suatu minuman. Di
sebelah kanan beliau ada seorang anak muda dan sebelah kiri beliau terdapat
para sepuh. Nabi SAW mengatakan pada anak muda tersebut,
أَتَأْذَنُ لِى أَنْ أُعْطِىَ هَؤُلاَءِ
“ Apakah engkau mengizinkanku
memberikan minuman ini terlebih dahulu pada mereka yang lebih sepuh…?
Pemuda itu menjawab,
لاَ ، وَاللَّهِ لاَ أُوثِرُ بِنَصِيبِى مِنْكَ أَحَدًا
“ Tidak. Demi Allah aku tidak mau
jatahku dari ( bekas minummu ) lebih dahulu diserahkan pada orang lain. ” Lantas
minuman tersebut diserahkan ke tangan pemuda tersebut.” ( HR Bukhari – Muslim )
dan pemuda tersebut Adalah Abdullah Ibnu Abbas yang digelari sebagai Turjuman
Al-Qur’an ( penafsir Al-Qur’an ), Habrul Ummah ( guru umat ) karena keluasan
ilmu yang dimilikinya, dan Ra’isul mufassirin ( pemimpin para mufassir ).
Kisah lainnya sebagaimana
dituturkan oleh Urwah As-Tsaqafi, salah seorang utusan Makkah yang melaporkan
pada kaumnya “ Orang Islam itu luar biasa…! Demi Allah aku pernah menjadi
utusan menemui raja-raja. Aku pernah berkunjung pada kaisar Kisra ( Raja Persia
) dan Najasyi ( Raja Ethiopia ).
والله إن رأيت ملكا قط يعظمه أصحابه ما يعظم أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم محمدا
Demi Allah belum pernah aku
melihat seorang raja yang diagungkan oleh pengikutnya seperti sahabat-sahabat
mengagungkan Muhammad SAW.
Demi Allah, jika ia berdahak ( nukhamah
), maka dahaknya selalu jatuh pada telapak tangan salah seorang di antara
mereka. Mereka usapkan dahak itu kewajahnya dan kulitnya. Bila ia memerintah
mereka berlomba melaksanakannya, bila ia hendak wudhu, mereka hampir berkelahi
untuk memperebutkan ( sisa ) air wudhuNya.”
( HR Bukhari )
( HR Bukhari )
Para santri yang berebut sisa
minuman di atas sangat paham akan kisah-kisah sahabat seperti ini sehingga
mereka termotivasi melakukannya mengingat para ulama adalah pewaris para Nabi
bahkan ada “ sesuatu ” yang mereka harapkan dari hal tersebut. Kisah berikut
barangkali bisa sedikit menjelaskannya.
Suatu saat, Abu Nashr Bisyr bin
al-Harits al-Hafi ( 150-227 H ) atau yang biasa dikenal dengan nama Syeikh
Bisyr al-Hafiy seorang ulama yang terkenal dengan keshalihannya berjalan di
dalam pasar dengan tawadlu`nya. Ketika berjalan, beliau sempat mengusap sebuah
semangka sambil terus berjalan. Melihat kejadian ini, orang-orang berlomba-lomba
ingin membeli buah tersebut dengan harga yang mahal. Karena banyaknya orang
yang menginginkan buah tersebut, akhirnya buah tadi dilelang.
Dalam lanjutan kisah ini, Syeikh
Zamakhsyari menceritakan bahwa di Baghdad terdapat sepuluh pemuda yang
berkumpul untuk melakukan dugem ( duduk gembira ). Salah seorang diantara
mereka dikirim ke pasar untuk membeli makanan.
Sekembalinya
dari pasar ia membawa buah semangka yang di cium-ciuminya. Lantas ia berkata :
جئتكم بفائدة، وضع بشر الحافي يده على هذه البطيخة فاشتريتها بعشرين درهما تبركا بموضع يده
Aku membawa sesuatu yang
bermanfaat untuk kalian. Aku membawa buah semangka dimana Syeikh Bisyr Al-Hafi
telah mengusapnya, lalu aku membelinya dengan harga 20 dirham ( Rp. 1. 200. 000,-
) karena ingin mengambil barokah dengan bekas sentuhan tangan beliau.
Lalu teman-teman yang lain ikut
menciumi buah semangka tadi dan mengusapkannya ke dahi mereka. Ada sebagian mereka bertanya ” apakah
keistimewaan bisyr itu…? ”.
Mereka menjawab : Taqwa kepada
Allah dan amal shalih.
Kemudian yang bertanya tadi
berkata : “ Saksikanlah, Sesungguhnya aku sekarang bertaubat kepada Allah dan
akau akan ikut thariqatnya ( Taqwa dan Amal Shalihnya ) Bisyr”.
Pemuda yang lainpun sepakat
dengan pernyataan ini dan mereka semuanya bertaubat. ( Kitab : Rabi’ul Abrar )
Wallahu A’lam.
Semoga Allah al-Bari membuka hati
dan fikiran kita untuk melihat segala sesuatu dengan objektif dan tidak mudah
men-syirikkan orang lain. Aamiin ya Robbal alamin.
No comments:
Post a Comment