HABIB UMAR bin HAFIDZ : Politik
Ulama adalah Mengayomi, bukan Mencela dan Berkata Kasar.
Manhajnya sama, ‘ijo’-nya boleh
jadi juga sama...., Yang membuat ‘beragam’...., sang guru yang hidup di tanah
Yaman memakai jubah....., Adapun si murid yang lahir di bumi nusantara memakai
batik.
“ Mari Beralih Dari Hal-Hal Yang Bersifat Kulit Menuju Pokok-Pokok
Yang Merupakan Substansi ”
Kutipan tersebut saya nukil dari
beliau HABIB UMAR bin HAFIDZ dalam dialog terbatas bersama 30 tokoh nasional,
malam ini
Hal tersebut beliau sampaikan
menjawab pertanyaan TGB Zainul Majdi tentang perspektif agama terhadap
kebangsaan ( muwatanah ).
Kata beliau jika yang dimaksud
dengan kebangsaan adalah rasa aman, keadilan, dan penghargaan terhadap sesama,
maka itu lah Islam…!
Apa pun istilah yang digunakan.
Kaum muslimin harus menjaga
hak-hak non muslim ketika minoritas, apalagi ketika kaum muslimin menjadi
mayoritas.
PROF. DR. QURAISH SHIHAB yang
juga hadir di forum ini menambahkan satu kata tentang kebangsaan, yaitu musawah
( persamaan hak ) antar semua warga negara.
Dalam pertemuan yang berlangsung
kurang lebih tiga jam ini HABIB UMAR menyampaikan pandangan-pandangannya
tentang problematika umat Islam kontemporer, beberapa hal yang masih saya ingat
di antaranya adalah, bahwa Islam amat menghormati semua makhluk, hewan
sekalipun, apalagi manusia. Menyakiti hewan saja berarti sudah melanggar salah
satu prinsip ajaran Nabi, bagaimana dengan menyakiti manusia....?
Beliau kemudian menceritakan
fragmen-fragmen sejarah Nabi, misalnya bagaimana Nabi memberikan hidangan yang
sangat layak kepada para tawanan-tawanannya, lebih dari yang beliau makan.
Hal yang tidak kita jumpai bahkan
di zaman ini yang katanya menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Kenapa bisa demikian...?
Karena Nabi melakukan semuanya dengan
rahmah.
Beliau juga mengingatkan bahaya
kejahatan-kegaduhan yang mungkin motivasinya adalah agama, termasuk dalam
politik.
Beliau menyatakan pasti ada yang salah
dari sanad keilmuan orang-orang yang berlaku demikian, yang juga mempunyai
mispersepsi tentang politik.
Karena pada dasarnya politik
adalah untuk tertibnya kehidupan masyarakat dan alat mencapai tujuan-tujuan
bersama.
Celakanya politik dalam kenyataan
banyak dipraktekkan hanya untuk meraih kekuasaan.
Dengan kata lain menjadikan
kekuasaan dalam politik untuk tujuan utama, bukan perantara.
Beliau mengatakan tidak
mengharamkan ulama berpolitik, namun semua harus bekerja sesuai kapasitas dan
kompetensinya.
Ulama bisa berperan tanpa harus
berpolitik praktis, tanpa harus menjadi milik kelompok tertentu. Ulama harus
menjadi penghubung antara umat Islam dan ajaran-ajaran Rasulullah.
Ulama harus menjadi duta
moral-akhlak Islam.
Karena itu jika ada ulama
berpolitik praktis kemudian berdusta, mencela, apalagi berkata kasar, itu
berarti dia sudah keluar dari garis-garis keilmuan / keulamaannya.
" POLITIK ULAMA ADALAH
MENGAYOMI. "
Beliau menegaskan bahwa itu semua
bisa terrealisasi jika masing-masing melakukannya dengan ikhlas dan atas
fondasi kemaslahatan, bukan kepentingan tertentu.
Tentang bahaya ujaran-ujaran
tercela, beliau mengutip suatu hadis bahwa, “ Pada zaman fitnah, sebuah kalimat
bisa lebih tajam daripada pedang ”.
Beliau mengajak ulama untuk
kembali kepada amanah ilmiah.
Meneladani Imam Malik yang
berilmu tanpa hawa nafsu dan tanpa memaksa, contoh saja beliau mau
mempertahankan keberagaman dengan menolak menjadikan Muwatta-nya sebagai
satu-satunya rujukan hukum negara, ketika diinisiasi oleh seorang khalifah.
Dalam penutupnya, menanggapi
sebuah pertanyaan Prof. Jimly Assidiqi....,
Beliau HABIB UMAR sempat
bercerita peristiwa enam puluh tahun lalu, ketika ada seseorang dari Hadlramaut
yang hidup di Jakarta akan kembali ke negaranya...,
Para tetangganya menangisi, dan yang
terlihat amat keras tangisannya adalah tetangganya yang Tionghoa-non muslim,
ditanyalah orang tersebut, " kenapa
Anda begitu sedih kehilangan seorang Hadlramaut itu…?
Di jawab : “ Ya selama 20 tahun
saya berinteraksi dengan nya, saya melihat pada dirinya akhlak, tidak pernah
mengganggu kehidupan saya, dengan mengintip sekali pun, saya jatuh hati dengan
akhlaknya, saya mempercayainya lebih dari saudara-saudara saya sendiri…! ”
" La hawla wa la quwwata
illa billah…"
" SEMOGA NOTULENSI YANG PENUH
KEKURANGAN INI BERMANFAAT "
No comments:
Post a Comment