Satu ketika ada seorang santri
mualaf yang bertanya kepada kyainya, " Pak Kyai, manakah yang lebih baik,
mengenakan celana komprang ( celana longgar yang panjangnya antara mata kaki
dan lutut ) dengan memakai sarung...?
Lalu Pak Kyai menjawab
dengan spontan, " Ya jawabannya bisa berbeda tergantung kamu tanya
sama siapa, dimana, dan dalam posisi sedang apa. “
Si santri malah jadi bingung,
" Maksudnya bagaimana Pak Kyai….?
Pak Kyai menjawab, " Kalau
kamu tanya sama saya disini, ya jawabannya lebih baik pakai sarung, karena kamu
liat sendiri kan, saya pakai sarung, kamu juga pakai sarung. Kalo kamu tanya
sama orang Arab / Timur Tengah sana, ya jawabannya lebih baik memakai celana
komprang. Karena budaya dan adat istiadat setiap negara, bahkan setiap daerah
itu berbeda.
Lalu Si Santri berkomentar
menimpali sambil mengernyitkan dahi, " Tapi Pak Kyai, bukankah Islam
mengajarkan kita untuk mengikuti Sunnah Rasul..? Kan Rasulullah pakai celana
komprang, dan belum pernah sekalipun memakai sarung. Jadi bukankah lebih baik
memakai celana komprang…?
Pak Kyai menjawab sambil
tersenyum, " Iya betul, Rasulullah tidak pernah memakai sarung.
Dan kalaupun kamu menghendaki
memakai celana komprang pun tidak ada yang melarang dan pasti Rasulullah ridlo.
Akan tetapi jangan dikira, kalo ada yang memakai sarung itu lantas langsung divonis tidak
mengikuti Sunnah Rasulullah, malah justru sebaliknya lho…., karena sejatinya,
mengikuti Sunnah Rasul yang paling diharapkan adalah mengikuti akhlak dan Uswatun
Hasanahnya yang sangat menghargai budaya dan adat istiadat ditiap-tiap daerah
yang dijumpainya
Bahkan tidak sedikit diantara
budaya-budaya orang kafir pun dijadikan ikon Islam oleh beliau. Contohnya
seperti kubah masjid. Dulu sebelum adanya Islam zaman nabi, gereja-gereja di
Eropa arsitektur bangunannya menggunakan kubah, kemudian setelah Islam masuk ke
sana, banyak dibangun bangunan masjid yang juga memasang kubah sama persis
dengan gereja yang ada disana, dan Rasulullah tidak melarangnya.
Dan sekarang di Indonesia, ada
nggak mesjid yang nggak ada kubahnya….? Pasti rata-rata ada kubahnya. Paling
ada satu atau dua, itupun karena mengikuti budaya / Kearifan lokal daerah
setempat, seperti masjid Demak, masjid Kasepuhan Cirebon dan masih banyak
masjid lainnya. Kalau
cuma mengikuti Rasulullah dalam
pakaiannya saja tapi mengabaikan budaya dan kearifan lokal daerah
setempat, ya itu masih jauh yang diharapkan Rasulullah dan masih belum afdol
karena tidak ada Hablum minannasnya dan tidak ada hubungan sosial yang kuat
dengan orang sekitarnya.
Kemudian Si Santri menjawab lagi
dengan raut wajah yang semakin penasaran, " Berati alangkah lebih afdol
lagi kalau kita mengikuti dua-duanya dong Pak Kyai..., Pakai celana komprang
juga, menghargai budaya juga. Kan jadi dapet semua...
Pak Kyai mulai tertantang dengan
jawaban Si santri lantas mejawabnya, " Ternyata kamu orangnya kritis juga
ya, tapi ga’ apa apa kok... malah bagus ( sambil mengacungkan jempol ), sikap
kritis itu perlu untuk menambah keyakinan dan menghilangkan rasa penasaran
secara tuntas tanpa ada yang mengganjal.
Gini ya... Saya jelaskan, Islam
itu agama / anutan / keyakinan dan kepercayaan yang ditanamkan didalam jiwa,
bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad Saw itu utusan
Allah. Kata ISLAM itu sendiri adopsi dari bahasa Arab yang artinya Damai /
tentram. Karena makhluk Allah yang
paling sempurna itu manusia, maka Allah mengutus Malaikat Jibril untuk
menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai manusia yang akan menjadi contoh suri tauladan
yang baik agar bisa beragama Islam dengan baik dan benar.
Dengan misi utama mengislamkan ( mendamaikan
/ menentramkan ) semua makhluk di bumi agar tidak kembali ke zaman jahiliyyah.
Nah disini kadang kebanyakan orang salah mempersepsikan untuk mengikuti Sunnah
Rasulullah. Kebanyakan orang beranggapan bahwa mengikuti Sunnah Rasul itu
harus melakukan semuanya, dan jangan
melakukan apapun yang belum pernah dilakukannya. Mereka justru tidak
memprioritaskan inti jantung dalam beragama Islam itu sendiri dengan cara mengikuti beliau berdakwah itu seperti apa,
dan bagaimana cara beliau mulai dari raut wajah, tutur kata, dan akhlak beliau
saat berbicara, dan berhadapan dengan sesama manusia, saat bertemu orang yang
tidak seiman dengan beliau, saat bertemu ketidaksamaan budaya.
Kebanyakan dari kita malah secara
sporadis mengaku paling " nyunnah " sambil memamerkan pakaian " ala
nabi " nya dan menganggap yang tidak sama dengannya berarti Islamnya belum
kaffah, bahkan cenderung menjelek-jelekkan, dan mengakfir-kafirkan tanpa dia
sadari bahwa dia telah mengabaikan cara
Rasulullah menghargai perbedaan-perbedaan budaya yang sifatnya sudah qudrati ( kekuasaan
Allah ).
Islam itu tidak bisa lepas dari
budaya. Sangat mustahil bisa hidup damai kalau kita tidak bisa menghargai
budaya itu sendiri.
Islam itu ibarat ruh, sedangkan
jasadnya adalah budaya. Maka sangat wajar apabila disetiap negara, budayanya
berbeda meskipun agamanya sama. Contohnya di Indonesia, orang Islam sholat
pakai sarung, sedangkan orang Arab solat nya pakai celana komprang.
Dan yang paling penting adalah,
marilah kita bersama-sama saling menebar
cinta dan kasih sayang, saling berlomba dalam kebaikan dan menghargai diantara
sesama, meski budaya kita berbeda. Semoga kita masuk surga semua bersama-sama
dengan Rasulullah SAW".
Kemudian Si Santri bilang dengan
paras wajah yang dipenuhi rasa puas " terima kasih Pak Kyai atas
wejangannya. Ternyata selama ini saya telah salah menilai orang karena hanya
melihat dari penampilannya saja.
#Santri
#Nahdlatululama
#NKRI
#Merawatbudaya
No comments:
Post a Comment