Filosofi bilangan dalam masyarakat
jawa. Dalam bahasa Indonesia :
21 Dua Puluh Satu, 22 Dua Puluh
Dua,...s/d 29 Dua Puluh Sembilan.
Dalam bahasa Jawa tidak diberi nama
Rongpuluh Siji, Rongpuluh Loro, dst; melainkan
Selikur, Rolikur,...s/d Songo Likur.
Di sini terdapat satuan LIKUR, Yang
merupakan kependekan dari ( LIngguh KURsi ), artinya duduk di kursi. Pada usia
21 – 29 itulah pada umumnya manusia mendapatkan “TEMPAT DUDUKNYA”,
pekerjaannya, profesi yang akan ditekuni dalam kehidupannya;
Ada penyimpangan pada bilangan 25,
tidak disebut sebagai LIMANG LIKUR, melainkan SELAWE.
SELAWE = ( SEnengsenenge LAnang lan
WEdok ).
Puncak asmaranya laki-laki dan
perempuan, yang ditandai oleh pernikahan. Maka pada usia tersebut pada umumnya
orang menikah ( dadi manten ).
Ada penyimpangan lagi nanti pada
bilangan 50. Setelah Sepuluh, Rongpuluh, Telung Puluh, Patang puluh, mestinya
Limang Puluh.
Tapi 50 diucapkan menjadi SEKET. SEKET
( SEneng KEthonan : suka memakai Kethu / tutup kepala topi / kopiah). Tanda
Usia semakin lanjut, tutup kepala bisa untuk menutup botak atau rambut yang
memutih karena semirnya habis...hehehe……..
Di sisi lain bisa juga Kopiah atau
tutup kepala melambangkan orang yang seharusnya sudah lebih taat beribadah...!
Pada usia 50 tahun mestinya seseorang
seharusnya lebih memperbanyak ibadahnya dan lebih berbagi untuk bekal memasuki
kehidupan akherat yang kekal dan abadi...!.
Dan kemudian masih ada satu bilangan
lagi, yaitu 60, yang namanya menyimpang dari pola, bukan
Enem Puluh melainkan SEWIDAK atau
SUWIDAK. SEWIDAK ( SEjatine WIs wayahe tinDAK ).
Artinya : sesungguhnya sudah saatnya
pergi. Sudah matang... Harus sudah siap dipanggil menghadap Tuhan..
Semoga bermanfaat semoga tetap sehat
semangat walau meh SWIDAK
* yang merasa sewidak punjuL tidak
boleh complain.... sambiL nutup kamus bahasa jawa.....yang gak bisa bahasa jawa
jangan nangis....
“ ELING lan WASPODO “
No comments:
Post a Comment