Jawabannya :
Karena Ulama' yang asli mengikuti
ajaran Rosulullah, sesuai nash syar'i tentang perintah patuh pada pemerintahan
yang SAH.
Dasar-Dasar Wajib Patuh Pada
Pemerintah :
1. Firman Allah dalam surat
An-Nisaa', ayat : 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (٥٩)
" Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri di antara kalian.
Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah ( Al-Qur'an ) dan Rasul ( sunnahnya ), jika kalian benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama ( bagi
kalian ) dan lebih baik akibatnya."
2. Hadits Riwayat Abu Hurairah
r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ، وَمَنْ أطاع أميري فقد أطاعني، ومن عصى أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي.
" Barang siapa yang taat
kepadaku, berarti ia taat kepada Allah, barang siapa yang durhaka kepadaku,
berarti ia durhaka kepada Allah. Dan barang siapa yang taat kepada amirku,
berarti ia taat kepadaku, dan barang siapa yang durhaka terhadap amirku,
berarti ia durhaka kepadaku. "
3. Hadits riwayat Ibnu Abbas r.a.
Disebutkan bahwa Rasulullah Saw telah bersabda :
من رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَكَرِهَهُ فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ يُفَارِقُ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَيَمُوتُ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً.
" Barang siapa yang melihat
dari pemimpinnya sesuatu hal yang tidak disukainya, hendaklah ia bersabar.
Karena sesungguhnya tidak sekali-kali seseorang memisahkan diri dari jamaah
sejauh sejengkal, lalu ia mati, melainkan ia mati dalam keadaan mati Jahiliah. "
( HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim. )
4. Hadits riwayat Anas,
disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda :
اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا، وَإِنَّ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ.
" Tunduk dan patuhlah
kalian, sekalipun yang memimpin kalian adalah seorang budak Habsyah yang
kepalanya seperti zabibah ( anggur kering ). " ( HR. Imam Bukhari. )
5. Hadits riwayat Abu Hurairah
r.a. disebutkan :
أَوْصَانِي خَلِيلِي أَنْ أَسْمَعَ وَأُطِيعَ، وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا مُجَدَّع الْأَطْرَافِ
" Kekasihku ( Nabi Saw. )
telah mewasiatkan kepadaku agar aku tunduk dan patuh ( kepada pemimpin ),
sekalipun dia ( si pemimpin ) adalah budak Habsyah yang cacat anggota tubuhnya
( tuna daksa )." ( HR. Imam Muslim. )
6. Al-Imam Abu Ja'far at-Thahawi
dalam Matan Aqidah at-Thahawiyah berkata:
ﻭﻻ ﻧﺮﻯ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻠﻰ ﺃﺋﻤﺘﻨﺎ ﻭﻭﻻﺓ ﺃُﻣﻮﺭﻧﺎ ، ﻭﺇﻥ ﺟﺎﺭﻭﺍ ، ﻭﻻ ﻧﺪﻋﻮﺍ ﻋﻠﻴﻬﻢ ، ﻭﻻ ﻧﻨﺰﻉ ﻳﺪﺍً ﻣﻦ ﻃﺎﻋﺘﻬﻢ ﻭﻧﺮﻯ ﻃﺎﻋﺘﻬﻢ ﻣﻦ ﻃﺎﻋﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﺮﻳﻀﺔً ، ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺄﻣﺮﻭﺍ ﺑﻤﻌﺼﻴﺔٍ ، ﻭﻧﺪﻋﻮﺍ ﻟﻬﻢ ﺑﺎﻟﺼﻼﺡ ﻭﺍﻟﻤﻌﺎﻓﺎﺓ
Kami tidak memandang bolehnya
memberontak kepada pemimpin dan pemerintah kami, walaupun mereka berbuat
dzalim. kami tidak mendoakan kejelekan kepada mereka. kami tidak melepaskan
diri dari ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan kepada mereka
adalah ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban, selama yang mereka
perintahkan itu bukan kemaksiatan ( kepada Allah ). kami mendoakan mereka
dengan kebaikan dan keselamatan.
7. Syaikhul Islam al-Imam
an-Nawawi ulama besar Syafi'iyah berkata :
ﻭﺃﺟﻤﻊ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﻨﻌﺰﻝ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﺑﺎﻟﻔﺴﻖ ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻓﻲ ﻛﺘﺐ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻟﺒﻌﺾ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﺃﻧﻪ ﻳﻨﻌﺰﻝ ﻭﺣﻜﻰ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻌﺘﺰﻟﺔ ﺃﻳﻀﺎ ﻓﻐﻠﻂ ﻣﻦ ﻗﺎﺋﻠﻪ ﻣﺨﺎﻟﻒ ﻟﻺﺟﻤﺎﻉ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﺳﺒﺐ ﻋﺪﻡ ﺍﻧﻌﺰﺍﻟﻪ ﻭﺗﺤﺮﻳﻢ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﺎ ﻳﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﺘﻦ ﻭﺍﺭﺍﻗﺔ ﺍﻟﺪﻣﺎﺀ ﻭﻓﺴﺎﺩ ﺫﺍﺕ ﺍﻟﺒﻴﻦ ﻓﺘﻜﻮﻥ ﺍﻟﻤﻔﺴﺪﺓ ﻓﻲ ﻋﺰﻟﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻨﻬﺎ ﻓﻲ ﺑﻘﺎﺋﻪ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﻋﻴﺎﺽ ﺃﺟﻤﻊ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺍﻹﻣﺎﻣﺔ ﻻ ﺗﻨﻌﻘﺪ ﻟﻜﺎﻓﺮ ﻭﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻟﻮ ﻃﺮﺃ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﺍﻧﻌﺰﻝ.
Ahlussunnah telah sepakat bahwa
seorang sulthan ( penguasa ) tidak boleh dilengserkan karena kefasikan yang ia
lakukan. adapun pendapat yang telah disebutkan dalam kitab-kitab fiqih yang
ditulis oleh sebagian sahabat kami ( Syafi'iyah ) bahwa penguasa yang fasiq
harus dilengserkan, pendapat ini dinukil dari kaum Mu'tazilah, maka telah salah
besar. orang yang berpendapat demikian menyelisihi ijma'. Dan ulama menjelaskan
sebab tidak bolehnya penguasa dzalim dilengserkan dan haramnya memberontak
kepadanya karena akibat dari hal itu akan muncul berbagai macam fitnah ( kekacauan
), pertumpahan darah dan rusaknya hubungan, sehingga kerusakan dalam pencopotan
penguasa dzalim lebih banyak dibanding tetapnya ia sebagai penguasa. ( Syarh
Muslim, Juz 12, Hal 229 )
#2019SiapapunYangJadiPresidenUlamaTetapPatuhPadaPemerintah
No comments:
Post a Comment