Seseorang menyapaku di inbox...
“Bagaimana cara bersyukur ? Jujur saja, saya tidak ingin jadi
orang munafik. Situasi saya penuh dengan musibah dan ujian, sehingga sulit
rasanya menjadi orang bersyukur. Tolong ajari saya, bang...”
Ah, kata-kata itu begitu tulus dan datang dari ketidak-tahuan.
Sama dengan ketidak-tahuan saya tentang rahasia dan makna hidup sekian tahun
lalu.
Dan sungguh tersiksa berada pada dimensi ketidak-tahuan,
karena semua jadi meraba2. Lebih tersiksa lagi, ketika hasil meraba akhirnya
berubah menjadi prasangka..
“Manusia itu banyak salah dalam memandang sesuatu...” aku
mulai mengetik pesan kepadanya. Kuambil secangkir kopi yang tersedia di meja.
Kuseruput sejenak sebelum memulai menulis kata..
“Sudut pandang manusia selalu berada di sudut pandang dunia.
Sedangkan sudut pandang Tuhan adalah akhirat. Dunia dan akhirat adalah dua sisi
yang sangat berbeda.. Manusia memandang sakit sebagai musibah, sedangkan Tuhan
menaruhnya sebagai nikmat. Jika Tuhan mengikis dosa manusia di dunia melalui
sakit, supaya ringan timbangan dosanya di akhirat nanti, bukankah itu
sesungguhnya nikmat yang tiada tara ….?
Manusia memandang kemiskinan sebagai ujian, padahal kemiskinan
adalah salah satu cara Tuhan dalam mengupas sisi keduniawian. Jika dengan
miskin manusia baru bisa merasakan indahnya nilai-nilai dalam hidup, bukankah
itu sesungguhnya kenikmatan yang tidak terkira…
?
Itulah kenapa Tuhan selalu berseru kepada manusia Wahai
hambaKu, nikmat mana yang engkau dustakan ?”
Kukirim pesan dan kutinggalkan gadgetku. Ketika sedang sibuk
dengan pekerjaanku, notifikasi menyala dan kulihat pesan balasan dari teman
itu.
“Lalu kenapa Tuhan selalu menyuruh manusia untuk bersabar atas
segala musibah dan ujian ?”
Aku tersenyum. Akal adalah rangkuman dari peristiwa, kata Imam
Ali. Dan melalui peristiwalah Tuhan mengajarkan banyak hal karena tidak mungkin
Ia berkomunikasi, dengan manusia melalui suara.
Kubalas, “Karena iman manusia itu ada tingkatannya. Pada level
terendah, manusia itu harus diberikan perintah supaya bisa mengerti. Sabar,
kamu sedang kena musibah.
Tapi pada level iman atau spiritual yang lebih tinggi, dimana
manusia sudah paham akan rahasia hidup ini, maka manusia sepatutnya selalu
mengucapkan terimakasih atas semua kenikmatan ini. Ucapan itu akan datang,
ketika manusia sudah tidak lagi salah memahamiNya.
Tuhan adalah sumber kebaikan, dan ketidak-baikan adalah karena
kita yang meniadakanNya..
Pahami ini dan rasa syukur akan selalu memenuhi dadamu,
membuatmu selalu bahagia dan ikhlas atas semua hal yang terjadi...”
Tidak mudah memang mempunyai sudut pandang seperti ini selain
dengan melatih diri. Dan terkadang, hanya supaya manusia mengerti, Tuhan harus
menundukkan kesombongan manusia itu dahulu dengan mengupas segala berhala dalam
diri manusia itu sendiri..
Ah, entah butuh berapa tahun aku jalani hanya untuk memahami
hal sesederhana ini. Perjalanan itu tertuang dalam kumpulan tulisan “Tuhan
dalam secangkir kopi” dan “Bukan manusia angka”. Sebuah perjalanan hidup dengan
kenikmatan sejati..
Seperti nikmatnya lidah ketika mencecap secangkir kopi...
“ Perbaikilah akhiratmu, maka Tuhan akan memperbaiki
duniamu...” Imam Ali as.
No comments:
Post a Comment